You are on page 1of 26

Laporan Praktikum Teknologi Minyak, Emulsi, dan Oleokimia

Hari/Tanggal : Senin, 23 November 2009 Dosen : 1. Ir. Semangat Ketaren, Msi 2. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA 3. Ir. Muslich, M.Sc Asisten : 1. Alfian 2. Nazarudin R. S 3. Nutriana D 4. Kartika S.S.P 5. Umi Reza L F34050904 F34050088 F34051462 F34052438 F34052400

STABILITAS MINYAK Disusun Oleh :

Nur Hidayat Lely Rachma S. Dian Fajarika Yuli Purwati Menasita M.

F34061189 F34060799 F34062522 F34060691 G74054329

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan. Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa digunakan ialah minyak kelapa sawit, jagung, zaitun kedelai, bunga matahari dll (Wikipedia, 2009). Berdasarkan kegunaannya, minyak nabati terbagi menjadi dua golongan. Pertama, minyak nabati yang dapat digunakan dalam industri makanan (edible oils) dan dikenal dengan nama minyak goreng meliputi minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak zaitun, minyak kedelai, minyak kanola dan sebagainya. Kedua, minyak yang digunakan dalam indutri non makanan (non edible oils) misalnya minyak kayu putih, minyak jarak, dan minyak intaran. Minyak goreng adalah hasil akhir (refined oils) dari sebuah proses pemurnian minyak nabati (golongan yang bias dimakan) dan terdiri dari beragam jenis senyawa trigliserida. Untuk menganalisa karakteristik dari suatu minyak goreng maka jumlah kandungan asam lemak inilah yang dipakai sebagai tolok ukur. Minyak dapat digunakan sebagai medium penggoreng bahan pangan. Dalam penggorengan, minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan. Tetapi pemanasan minyak secara berulang-ulang pada suhu tinggi dan waktu yang cukup lama, akan menghasilkan senyawa polimer yang berbentuk padat dalam minyak. Kerusakan minyak selama proses penggorengan akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng (Ketaren, 1986).

B. Tujuan Praktikum ini dilakukan bertujuan untuk mengetehui stabilitas minyak yang meliputi %FFA, bilangan peroksida dan uji kejernihan dari berbagai minyak (minyak kelapa, minyak sawit, minyak jagung dan minyak wijen).

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Minyak sayur atau minyak nabati adalah lipid yang dihasilkan dari tumbuhtumbuhan. Walaupun kebanyakan bagian dari tanam-tanaman dapat menghasilkan minyak, tetapi biji-bijian merupakan sumber yang utama. Minyak sayuran dapat digunakan baik untuk keperluan memasak maupun keperluan industri. Beberapa jenis minyak seperti minyak biji kapas, minyak jarak, dan beberapa jenis dari minyak rapeseed tidak cocok untuk dikonsumsi tanpa pengolahan khusus. Seperti halnya semua lemak, minyak sayur merupakan senyawa ester dari gliserin dan campuran dari berbagai jenis asam lemak, tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik. Banyak minyak sayur yang dikonsumsi secara langsung, ataupun digunakan secara langsung sebagai bahan campuran di dalam makanan. Minyak cocok untuk keperluan memasak karena minyak mempunyai titik nyala yang tinggi (Tambun, 2006). Warna Akibat Oksidasi dan Degradasi Komponen pada Minyak diantaranya adalah: 1. Warna gelap Warna gelap ini disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E). Jika minyak bersumber dari tanaman hijau, maka zat kloroifil yang berwarna hijau turut terekstraksi bersama minyak, dan klorofil tersebut sulit dipisahkan dari minyak. Warna gelap ini dapat terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan, yang disebabkan beberapa faktor yaitu : a. Suhu pemanasan yang terlalu tinggi pada waktu pengesan dengan cara hidrolik atau ekspeller, sehingga sebahagian minyak teroksidasi. Disamping itu minyak yang terdapat dalam suatu bahan dalam keadaan panas akan mengekstraksi zat warna yang terdapat dalam bahan tersebut. b. Pengepresan bahan yang mengandung minyak dengan tekanan dan suhu yang tinggi akan menghasilkan minyak dengan warna yang lebih gelap. c. Ekstraksi minyak dengan menggunakan pelarut organik tertentu, misalnya campuran pelarut petroleum - benzen akan menghasilkan Kimia yang terdapat

minyak dengan warna lebih merah dibandingkan dengan minyak yang diekstraksi dengan pelarut triklor etilen, benzol dan heksan. d. Logam seperti Fe , Cu dan Mn akan menimbulkan warna yang tidak diinginkan dalam minyak. e. Oksidasi terhadap fraksi tidak tersabunkan dalam minyak, terutama oksidasi tokoperol dan chroman 5,6 kecoklat - coklatan. 2. Warna Coklat Pigmen coklat biasanya hanya terdapat pada minyak yang berasal dari bahan yang telah busuk atau memar. Hal ini dapat terjadi karena reaksi molekul karbohidrat dengan gugus pereduksi seperti aldehid serta gugus amin dari molekul protein dan yang disebabkan oleh karena qoinon menghasilkan warna

aktivitas enzim-enzim seperti phenol oxidase, poliphenol oxidase dan sebagainya. 3. Warna kuning Warna kuning selain disebabkan oleh adanya karoten yaitu zat warna alamiah juga dapat terjadi akibat proes absorbsi dalam minyak tidak jenuh. Warna ini timbul selama penyimpanan dan intensitas warna bervariasi dari kuning sampai ungu kemerah-merahan. Umumnya warna yang timbul akibat degradasi zat warna alamiah amat sulit dihilangkan, timbulnya warna ini dapat diindentifikasikan bahwa telah terjadi kerusakan pada minyak. Maka untuk mencegah hal ini, pada proses umumnya ditambahkan zat anti oksidan sedangkan minyak kelapa sawit itu sendiri telah mengandung zat anti oksidan walaupun dalam jumlah sedikit (Pasaribu, 2004).

Minyak Kelapa Minyak kelapa diperoleh dari buah tanaman kelapa atau Cocos nucifera L., yaitu pada bagian inti buah kelapa (kernel). Inti buah tanaman kelapa ini memiliki kandungan minyak kelapa sebanyak 34% dengan kelembaban 6-8%. Kandungan asam lemak minyak kelapa yang paling banyak adalah asam laurat C12:0 (asam lemak jenuh).

Zat warna alamiah yang terdapat pada minyak kelapa adalah karoten yang merupakan hidrokarbon tidak jenuh dan tidak stabil pada suhu tinggi. Pada pengolahan minyak mengguanakan uap panas maka warna kuning yang disebabkan oleh karoten akan mengalami degradasi. Warna coklat pada minyak yang mengandung protein dan karbohidrat bukan disebabkan oleh zat warna alamiah, tetapi oleh reaksi browning. Warna ini merupakan hasil reaksi dari senyawa karbonil (berasal dari pemecahan peroksida) dengan asam amino dari protein, dan terjadi terutama pada suhu tinggi. Warna pada minyak kelapa disebabkan oleh zat warna dan kotoran-kotoran lainnya (Tambun, 2006).

Minyak Sawit Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit

(Elaeisguinensis JACQ}. Secara garis besar buah kelapa sawit terdiri dari serabut buah (pericarp) dan inti (kernel). Serabut buah kelapa sawit terdiri dari tiga lapis yaitu lapisan luar atau kulit buah yang diseb but pericarp, lapisan sebelah dalam disebut mesocarp atau pulp dan lapisan paling dalam disebut endocarp. Inti kelapa sawit terdiri dari lapisan kulit biji (testa), endosperm dan embrio. Mesocarp mengandung kadar minyak rata-rata sebanyak 56%, inti (kernel) mengandung minyak sebesar 44%, dan endocarp tidak mengandung minyak (Pasaribu, 2004) Minyak kelapa sawit seperti umumnya minyak nabati lainnya adalah merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, sedangkan komponen

penyusunnya yang utama adalah trigliserida dan nontrigliserida. a. Trigliserida Pada Minyak Kelapa Sawit Seperti halnya lemak dan minyak lainnya, minyak kelapa sawit terdiri atas trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dengan tiga molekul asam lemak menurut reaksi sebagai berikut:

Bila R, = RZ = R3 atau ketiga asam lemak penyusunnya sama maka trigliserida ini disebut trigliserida sederhana, dan apabila salah satu atau lebih asam lemak penyusunnya tidak sama maka disebut trigliserida campuran. Asam lemak merupakan rantai hidrokarbon; yang setiap atom karbonnya mengikat satu atau dua atom hidrogen; kecuali atom karbon terminal mengikat tiga atom hidrogen, sedangkan atom karbon terminal lainnya mengikat gugus karboksil. Asam lemak yang pada rantai hidrokarbonnya terdapat ikatan rangkap disebut asam lemak tidak jenuh, dan apabila tidak terdapat ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya disebut dengan asam lemak jenuh. Secara umum struktur asam lemak dapat digambarkan sebagai berikut :

Kejenuhan asam lemak pada trigliserida berpengaruh pada naiknya tinggi titik beku atau titik cair minyak tersebut. Sehingga pada suhu kamar biasanya berada pada fase padat. Sebaliknya semakin tidak jenuh asam lemak dalam molekul trigliserida maka makin rendah titik cair minyak tersebut sehingga pada suhu kamar berada pada fase cair. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. Berikut ini adalah tabel dari komposisi trigliserida dan tabel komposisi asam lemak dari minyak kelapa sawit (Pasaribu, 2004).

Sumber: Ketaren, S. 1986 b. Senyawa Non Trigliserida Pada Minyak Kelapa Sawit Selain trigliserida masih terdapat senyawa non trigliserida dalam jumlah kecil. Senyawa non trigliserida tersebut antara lain: motibgliserida, diglisrida, fosfatida, karbohidrat, turunan karbohidrat, protein, beberapa bahan-bahan berlendir atau getah (gum) serta zat-zat berwarna yang memberikan warna serta rasa dan bau yang tidak diinginkan. Dalam

proses pemurnian dengan penambahan alkali (biasanya disebut dengan proses penyabunan) beberapa senyawa non trigliserida ini dapat

dihilangkan, kecuali beberapa senyawa yang disebut dengan senyawa yang tak tersabunkan seperti tercantum dalam tabel 3.

Warna pada minyak kelapa sawit merupakan salah satu faktor yang mendapat perhatian khusus, karena minyak kelapa sawit mengandung warnawarna yang tidak disukai oleh konsumen. Menurut Ketaren (1986), zat warna dalam minyak kelapa sawit terdiri dari dua golongan yaitu : 1. Zat warna alamiah. 2. Zat warna dari hasil degradasi zat warna almiah. Golongan zat warna alamiah ini adalah zat warna yang terdapat secara alamiah didalam kelapa Sawit, dan ikut terekstraksi bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat warna tersebut antara lain terdiri dari -ka-roten, -karoten, xanthopil, kloropil dan antosianin. Zat- zat warna tersebut menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah - merahan. Pigmen berwarna kuning disebabkan oleh karoten yang larut didalam minyak. Karoten merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh, dan jika minyak dihidrogenasi, maka karoten tersebut juga berikut terhidrogenasi sehingga intensitaswarna kuning berkurang. Karetonoid bersifat tidak stabil pada asam, dan suhu tinggi dan jika minyak dialiri uap panas, maka Warna kuning akan hilang, dan karetonoid juga bersifat asseptor proton (Pasaribu, 2004). Minyak sawit dalam kehidupan sehari-hari lebih banyak berfungsi sebagai penghantar panas, menambah cita rasa makanan, memperbaiki tekstur makanan dan sumber energi untuk kebutuhan tubuh dan sangat populer saat ini. Minyak sawit mengandung komponen aktif yang sangat berguna bagi kesehatan dari bayi sampai orang dewasa. Secara alami minyak sawit merupakan sumber asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) dan asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA). Minyak sawit mengandung sedikit asam lemak jenuh seperti asam miristik dan asam laurik, tetapi mengandung banyak sekali asam lemak tidak jenuh tunggal, yaitu asam oleat, asam lemak tidak jenuh ganda seperti asam lemak linoleat, asam lemak linolenat. Komposisi asam lemak minyak sawit sebagai berikut : Nama Asam Lemak Jumlah Asam Lemak (%)

Asam Lemak Jenuh Asam palmitat 8.4

Asam stearat Asam miristat Asam laurat Asam kaprat Asam kaprilat

2.5 16.2 48.2 3.4 3.3

Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal Asam Oleat 15.3

Asam Lemak Tak Jenuh Ganda Asam linoleat (Anonim, 2003). Minyak sawit memiliki kandungan gizi yang lebih lengkap dibandingkan dengan minyak zaitun dan VCO. Selain mengandung provitamin A yaitu alfa dan beta karoten, minyak sawit mengandung berbagai jenis mineral yang terdiri atas riboflavin, fosfor, potassium, kalsium, magnesium, mangan, retinal, dan licopen (Arghainc, 2008) Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak. Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone (Ketaren, 2006). 2.3

Minyak Jagung Minyak jagung diperoleh dari biji tanaman atau Zea mays L., yaitu pada bagian inti biji jagung (kernel) atau benih jagung. Inti biji jagung ini memiliki kandungan minyak jagung sebanyak 83% dengan kelembaban 14%. Kandungan asam lemak minyak jagung yang paling banyak adalah asam linoleat C18:2 (asam lemak tak jenuh). Minyak jagung memiliki warna merah gelap dan setelah

dimurnikan akan berwarna kuning keemasan. Komposisi asam lemak minyak jagung sebagai berikut :

Asam Lemak Miristat Palmitat Stearat Oleat Linoleat Asam di atas C-18 (Tambun, 2006)

Jumlah (%) 0.1 8.1 2.5 30.1 56.3 1.7

Minyak jagung diperoleh dengan cara mengekstrak bagian lembaga. Sistem ekstraksi yang digunakan biasanya sistem pres (pressing) atau kombinasi sistem pres dan pelarut menguap (pressing and solvent extraction). Lemak jagung terutama terdapat dalam lembaga dengan kadar lemak sekitar 30 persen. Kadar lemak biji jagung secara keseluruhan yaitu 4,2 5 persen. Dari komposisi minyak jagung, persentasi trigliserida sekitar 98,6 % sedangkan sisanya adalah senyawa non minyak seperti abu, zat warna atau lilin. Minyak jagung tersusun atas asam lemak jenuh dan asam-asam lemak tidak jenuh. Jumlah asam lemak jenuh sekitar 13 % yang terdiri dari asam palmitat dan asam stearat. Sejumlah 86 % asam lemak tidak jenuh mengandung 56 % asam linoleat dan 30 % asam oleat. Berdasarkan sifat fisiko-kimianya, bobot jenis minyak jagung sekitar 0.918-0.925, nilai indeks bias pada suhu 250C berkisar 1,4657-1,4659. Kekentalan minyak ini 58 sentipois pada suhu 250C, larut didalam etanol, isopropyl alcohol dan furfural serta memiliki nilai transmisi sekitar 280-290 (Ketaren, 2005). Segantang jagung mengandung kira-kira 1,55 pon minyak jagung (2,8% berat). Minyak jagung mengandung 99% trigliserida dengan komposisi 59% asam lemak tak jenuh tinggi, 24% asam lemak tak jenuh tunggal, dan 13% asam lemak jenuh. Minyak jagung memiliki kualitas lebih baik dari minyak kelapa sawit. Minyak jagung memilki keunggulan dibandingkan minyak kelapa sawit, yaitu memiliki smoke point yang tinggi , non-kolesterol, serta harganya lebih mahal dari minyak lainnya (Soerawidjaja, 2005). Menurut Desrosier (1977), minyak jagung mempunyai asam linoleat dalam jumlah yang cukup tinggi dan sangat baik untuk mencegah kelebihan kadar

cholesterol dalam darah. Komposisi asam lemak yang terutama adalah linoleat (59 persen), oleat (27 persen), palmitat (12 persen), stearat ( 2 persen), linoleat (0.8 persen) dan arakhidonat (0.2 persen). Minyak jagung merupakan minyak yang memiliki komposisi asam lemak tak jenuh yang sangat tinggi. Dalam produk farmasi, minyak jagung digunakan untuk sediaan injeksi. Selain itu, juga digunakan sebagai suplemen makanan berkalori tinggi (Anonim, 2003). Minyak jagung berwarna merah gelap dan setelah dimurnikan akan berwarna kuning keemasan (Ketaren, 1986).

Minyak Wijen Minyak wijen adalah minyak nabati yang berasal dari ekstraksi biji wijen. Minyak wijen terdiri dari dua jenis, minyak dari biji wijen yang telah disangrai dan minyak dari biji wijen mentah (Wikipedia, 2009). Wijen (Sesamum indicum L.) diperkirakan berasal dari benua Afrika, kemungkinan Ethiopia. Wijen termasuk famili Pedaliceae, genus Sesamum dan telah diidentifikasi sebanyak 24 species. Minyak wijen dinamakan Raja dari minyak nabati karena bermanfaat untuk kesehatan. Produk pangan dari wijen dapat mengikat kelebihan kolesterol dalam darah, pencegah pengerasan dinding pembuluh darah, memelihara kesehatan hati dan ginjal, mencegah kanker, dan meningkatkan kebugaran dan vitalitas tubuh (Anonim, 2009). Minyak wijen mengandung vitamin E, vitamin A, vitamin B, kalsium, dan magnesium. Komposisi asam lemak dalam minyak wijen sebagai berikut :

Asam Lemak Asam palmitat Asam palmitoleat Asam stearat Asam oleat Asam linoleat Asam linolenat Asam eikosenoat (Wikipedia, 2009) C16:0 C16:1 C18:0 C18:1 C18:2 C18:3 C20:1

Minimum 7.0 % sangat kecil 3.5 % 35.0 % 35.0 % sangat kecil sangat kecil

Maksimum 12.0 % 0.5 % 6.0 % 50.0 % 50.0 % 1.0 % 1.0 %

Manfaat minyak wijen sendiri, selain secara konvensional digunakan sebagai minyak makan juga banyak dimanfaatkan industri kimia, farmasi, dan obat-obatan. Pemanfaatan minyak wijen sebagai minyak kesehatan disebabkan di dalam minyak wijen terkandung asam lemak essensial, asam lemak dengan omega 6 dan omega 9, tokoferol, dan kandungan antioksidan lainnya. Minyak wijen memiliki sifat yang khas, berwarna kuning keemasan yang jernih dan beraroma lembut. Minyak ini memiliki kesetimbangan yang tinggi dan ketahanan dari kerusakan dan oksidasi. Keuntungan dari minyak wijen bahwa minyak ini pada temperatur tinggi tidak terbakar secepat minyak lain, dan keuntungan yang lain adalah memiiki anti oksida yang disebut SESAMOL (Tambun, 2006).

Menggoreng Menggoreng adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan

menggunakan lemak atau minyak pangan. Tetapi pemanasan minyak secara berulang-ulang pada suhu tinggi dan waktu yang cukup lama, akan menghasilkan senyawa polimer yang berbentuk padat dalam minyak. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minya. Kerusakan minyak karena pemanasan suhu tinggi, disebabkan oleh proses oksidasi dan polimerisasi. Keruskan ini dapat diuji dengan pengujian bilangan FFA, bilangan peroksida dan uji kejerniahan minyak.

Bilangan Asam (FFA) Bilangan asam adalah ukuran dari asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH 0,1 N yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak. Sedangkan kadar asam-asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak atau lemak, dapat dihitung menggunakan rumus : % 10 %

Ket : M = bobot molekul asam lemak A = jumlah ml KOH untuk titrasi N = normalitas larutan KOH G = bobot contoh (gram) (Ketaren, 1986) Angka asam besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar yang berasal dari hidrolisis minyak ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Makin tinggi angka asam maka makin rendah kualitasnya (Julianty, 2008).

Bilangan Peroksida Bilangan peroksida didefinisikan sebagai jumlah peroksida dalam setiap 1000 gram (1 kg) minyak atau lemak. Bilangan peroksida ini menunjukkan tingkat kerusakan lemak atau minyak (Saifudin, 2008). Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Cara yang sering digunakan untuk menentukan bilangan peroksida, berdasarkan pada reaksi antara alkali iodida dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan pada reaksi ini kemudian dititrasi dengan natrium thiosulfat. 100 8 100

Ket : a = jumlah ml larutan natrium thiosulfat untuk titrasi contoh b = jumlah ml larutan natrium thiosulfat untuk titrasi blanko N = normalitas larutan Na2S2O3 G = berat contoh minyak (gram) 8 = setengah dari berat atom oksigen (Ketaren, 1986).

Uji Kejernihan Lemak dan minyak mengandung zat-zat warna yang dapat menyerap cahaya spektrum. Warna ini menentukan mutu minyak dan lemak. Untuk penentuan sifatsifat ini digunakan alat spektrofotometer.

Warna minyak yang terlihat berbeda-beda, disebabkan perbedaan absorpsi spektrum warna : gugus hidroksil, karboksil dan gugusan-gugusan lainnya menyerap sinar infra merah yang bergelombang panjang. Ikatan rangkap yang terdapat antara karbon dengan karbon akan menyerap sinar ultraviolet yang bergelombang pendek. Sehingga ketidakjenuhan minyak dapat diukur dengan spektrofotometer. Spektrofotometer dapat juga digunakan untuk menentukan warna dan kejernihan minyak. Kejernihan dari warna dapat dinyatakan dalam persen transmittance dengan menggunakan alat spektronik 20 (Ketaren, 1986).

III.

METODOLOGI

A. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah minyak kelapa, minyak sawit, minyak jagung, minyak wijen, alkohol netral, larutan KOH, larutan campuran antara asam asetat dan kloroform (3:2), larutan KI jenuh, aquades, amilum 1%, thiosulfat 0.1 N, indikator PP, tahu, krupuk. Adapun peralatan yang digunakan adalah timbangan, gelas ukur, erlenmeyer, pipet tetes, statip, pemanas, gelas piala, alumunium foil, buret, kompor, penggorengan, spektrofotometer.

B. Metode Minyak sampel yang mendapat perlakuan yang berbeda-beda dianalasis. Perlakuan pertama minyak sampel murni (tanpa diberi perlakuan apapun), perlakuan kedua minyak sampel digunakan untuk menggoreng tahu dan minyak sampel bekas menggoreng tahu dianalisis, perlakuan ketiga minyak sampel digunakan untuk menggoreng kerupuk dan minyak sampel bekas menggoreng kerupuk dianalisis. Analisis ketiga perlakuan minyak tersebut meliputi : 1. Uji FFA Sampel minyak diambil 3 5 gram kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer dan ditambahakan 50 ml alkohol netral. Kemudian tutup dengan alumunium foil. Larutan tersebut dipanaskan selama 10 menit kemudian didinginkan. Larutan ditambahakan indikator PP kemudian dititrasi dengan KOH sampai warna berubah menjadi pink.

2. Bilangan Peroksida Sampel diambil 3 5 gram dimasukkan kedalam erlenmeyer kemudian ditambahkan pelarut asam asetat dan kloroform dengan perbandingan 3:2 dan tutup dengan alumunium foil. Setelah larut,

ditambahkan 0.5 ml larutan KI dan dikocok. Setelah 2 menit dari penambahan larutan KI ditambahkan 30 ml aquades dan amilum pada

larutan. Jika larutan tidak keruh maka hasilnya adalah 0 sedangkan jika larutan berwarna biru atau keruh, larutan dititrasi dengan thiosulfat sampai warna biru menghilang.

3. Uji Kejernihan Sampel diukur %transmitansinya dengan menggunakan alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 520 nm.

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Praktikum

Kel

Jenis Minyak Minyak Kelapa Minyak Sawit Minyak Jagung Minyak Wijen

Minyak Awal FFA (%) 0.344 Bil. Peroksida 0 %T FFA (%) 0.312

Jelantah Tahu Bil. Peroksida 2.67 %T

Jelantah Kerupuk FFA (%) 0.186 Bil. Peroksida 6.43 %T

83.1

32.4

80.3

0.176

8.54

0.612

1.017

0.222

7.365

55.7

0.399

0.439

79.96

0.0854

2.58

1.8

0.0467

5.94

46.8

0.033

11.8

0.063

3.6

0.033

12.86

3.5

B. Pembahasan 1. Minyak Sawit Kadar FFA untuk minyak sawit awal adalah 0.176 sedangkan bekas penggorengan tahu menunjukkan nilai 0.162 dan pada penggorengan kerupuk nilai FFA sebesar 0.222. Kadar FFA yang menurun pada minyak bekas penggorengan tahu dibandingkan dengan kadar FFA sebelum minyak tersebut digunakan. Secara teori, seharurnya kadar FFA pada minyak sawit bekas penggorengan tahu meningkat karena tahu merupakan bahan yang banyak mengandung air. Air akan bereaksi dengan minyak dan memutus ikatan pada ester trigliserida menjadi asam lemak bebas dengan gliserol. Penyimpangan hasil tersebut kemungkinan terjadi karena praktikan kurang teliti dalam melakukan analisis atau asam lemak bebas tersebut bereaksi dengan zat lain sehingga ketika dilakukan analisis menunjukkan kadar FFA yang lebih kecil. Sedangkan pada minyak sawit bekas penggorengan kerupuk meningkat dibandingkan FFA minyak awal tapi lebih besar dibandingkan dengan minyak bekas penggorengan tahu. Jika dibandingkan dengan minyak awal memang seharusnya FFA pada minyak bekas

kerupuk meningkat karena meskipun kerupuk merupakan bahan yang kering, kerupuk masih memiliki kadar air walaupun kecil. Tetapi, jika dibandingkan dengan minyak bekas penggorengan tahu, seharusnya kadar FFA pada minyak bekas penggorengan kerupuk lebih kecil karena kadar air pada tahu lebih besar dibanding pada kerupuk sehingga kemungkinan terjadinya proses hidrolisis kecil. Berdasarkan praktikum, bilangan peroksida pada minyak sawit di pengujian awal sebelum penggorengan sebesar 0. Jumlah bilangan peroksida pada minyak bekas penggorengan tahu sejumlah 0 dan pada minyak bekas penggorengan krupuk sebesar 7.365. Jumlah bilangan peroksida ini tidak mengalami peningkatan pada minyak bekas penggorengan tahu sedangkan pada minyak bekas penggorengan krupuk meningkat. Oksidasi pada suatu minyak dipengaruhi oleh suhu, ketidakjenuhan minyak dan lamanya minyak terpapar dengan oksigen. Minyak dapat dioksidasi secara alami oleh oksigen tanpa adanya panas, oleh karena itu minyak yang belum digunakan untuk menggoreng bisa mempunyai bilangan peroksida. Angka 0 pada bilangan peroksida belum tentu minyak tersebut tidak teroksidasi karena peroksida merupakan kondisi yang labil dan mudah terpisah. Minyak yang mengalami oksidasi membentuk peroksida kemudian terpecah menjadi aldehid dan ester aldehid sehingga untuk mendeteksi oksidasi pada minyak dapat dilakukan dengan memcium baunya. Minyak yang teroksidasi memiliki bau tengik. Jadi, peroksida pada minyak sawit yang nilainya 0 bisa terjadi kerena bentuk peroksidanya sudah terurai menjadi bentuk lain. Peroksida ini terbentuk karena pada saat penggorengan dengan keadaan tanpa tutup, oksigen yang berada pada lingkungan mengikat ikatan rangkap asam lemak penyusun minyak tersebut baik pada saat minyak yang dipanaskan ataupun dibiarkan terbuka. Pada minyak sawit oksigen memecah rantai ikatan rangkap pada asam lemak seperti asam palmitat dan asam oleat yang terkandung pada minyak jagung yang mengakibatkan terbentuknya peroksida pada rantai molekul asam lemak. Minyak jagung mengadung asam palmitat yang tinggi sejumlah 44% dan asam oleat 39 % yang tergolong dalam MUFA sehingga oksidasinya tidak terlalu tinggi. Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa kejernihan pada awal sebelum dilakukan penggorengan sebesar 85,4% T. Minyak sawit bekas

penggorengan tahu tingkat kejernihannya sebesar 1,01%T, sedangkan minyak sawit bekas penggorengan krupuk mengalami penurunan kejernihan sebesar 55,7%T. Minyak mengalami penurunan persentasi yang cukup signifikan. Kejernihan minyak sisa penggorengan tahu yang memiliki kadar air yang tinggi menurun cukup tajam diakibatkan oleh proses browning yang terjadi selama penggorengan akibat panas yang diberikan dan reaksi kerusakan vitamin serta asam lemak essensial, serta terbetuknnya zat-zat lain yang dapat mempengaruhi warna minyak.

2. Minyak wijen Pada uji %FFA sebelum dipakai dan setelah dipakai untuk menggoreng tahu dapat dilihat bahwa nilainya lebih besar yaitu dari 0.033 menjadi 0.063. Hal ini berarti bahwa semakin banyak asam lemak bebas yang terbentuk. Untuk bilangan peroksida tidak mengalami perubahan karena masih sama-sama bernilai 0 yang artinya belum terbentuk peroksida. Hal ini mungkin dikarenakan saat menggoreng tahu suhu yang digunakan kurang tinggi atau lama penggorengan kuranng lama sehingga belum terbentuk peroksida. Bisa juga nilai peroksida 0 dikarenakan peroksida yang terbentuk ketika menggoreng sudah berubah menjadi bentuk senyawa lain, hal ini karena sifat peroksida yang labil. Untuk uji kejernihan mengalami penurunan dari 11.8 menjadi 3.6 yang artinya bahwa minyak sebelum terpakai lebih jenih dibandingkan dengan minyak setelah dipakai menggoreng tahu. Semakin banyak asam lemak yang terbentuk dan semakin keruh minyak wijen setelah dipakai untuk menggoreng tahu maka minyakwijen tersebut akan semakin rusak. Pada uji %FFA sebelum terpakai dan setelah diapakai untuk menggoreng kerupuk tidak mengalami perubahan yaitu sama-sama bernilai 0.033 yang artinya belum ada asam lemak bebas yang terbentuk. Hal ini dimungkinkan karena suhu yang digunakan untuk menggoreng kerupuk kurang tinggi atau lama penggorengan kerupuk kurang lama sehingga %FFA tidak berubah. Uji bilangan peroksida menunjukkan peningkatan dari bernilai 0 menjadi 3.6 yang artinya bahwa sudah ada peroksida yang terbentuk. Untuk uji kejernihan mengalami penurunan yang artinya minyak yang telah dipakai untuk menggoreng tahu lebih

keruh. Semakin banyak peroksida yang terbentuk dan semakin keruh minyak setelah dipakai untuk menggoreng kerupuk maka semakin rusak minyak wijen tersebut.

3. Minyak Kelapa Pada praktikum ini minyak kelapa diuji stabilitasnya dengan cara menggoreng tahu dan kerupuk terlebih dahulu. Kemudian setelah minyak dipakai menggoreng maka diuji stabilitasnya dengan tiga unsur yaitu % FFA, bilangan peroksida, dan % transmitan. Sebelum minyak kelapa digunakan untuk menggoreng, nilai % FFA,

bilangan peroksida, dan % transmitan nilainya adalah 0,344, 0, dan 83,1%. Nilai 0 pada bilangan peroksida ini menunjukkan bahwa minyak belum mengalami proses kerusakan akibat hidrolisis, oksidasi ataupun polimerisasi. Hal ini menandakan bahwa minyak kelapa ini masih bagus dan dapat digunakan untuk menggoreng. Persen transmitan yang tinggi yaitu senilai 83,1%, menandakan bahwa minyak kelapa ini jernih muda dan sedikit mengandung karoten yang menyebabkan warna kuning. Kriteria Mutu Minyak Goreng Kelapa berdasarkan SNI-3741-1995 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Kriteria Bau dan Rasa Warna Kadar air Berat Jenis Asam Lemak bebas Bilangan Peroksida Bilangan iod Bilangan Penyabunan Index Bias Pencemaran logam Sumber: SNI-3741-1995 Berdasarkan SNI-3741-1995, persen asam lemak bebas yang dikandung minyak kelapa adalah max 0,3 %. Namun, persen FFA yang dikandung oleh Persyaratan Normal Muda jernih Max 0.3 % 0,900 g/liter Max 0,3 % Max 2 Meg/kg 45-46 196-206 1,448 1,450 Max 0,1 mg/kg

minyak ini sebelum digunakan adalah 0,344 %. Walaupun angka ini tidak jauh berbeda dengan standar mutu minyak kelapa, namun minyak tersebut termasuk ke dalam kategori tidak memenuhi standar mutu. Karena minyak yang memiliki kualitas yang bagus kandungan FFA nya tidak melebihi angka 0,3%. Setelah dilakukan penggorengan terhadap tahu dan kerupuk, minyak diuji stabilitasnya. Nilai FFA, bilangan peroksida dan persen transmitan pada minyak hasil menggoreng tahu yaitu 0,312%; 2,67; 32,4. Sedangkan nilai FFA, bilangan peroksida dan persen transmitan pada minyak hasil menggoreng kerupuk adalah 0,186%; 6,43; 80,3. Nilai FFA pada kedua bahan berbeda dan semakin menurun dari awalnya yaitu dari 0,344% menjadi 0,312% pada tahu dan 0,186% pada kerupuk. Hal ini menurut praktikan adalah kejadian yang tidak mungkin terjadi. Alasannya adalah minyak jenis apapun apabila dipanaskan maka trigliserida pada minyak akan pecah menjadi asam lemak bebas. Namun, jika suhu pemanasannya kurang begitu tinggi kemungkinan trigliserida pecah sangat kecil. Suhu yang rendah belum tentu dapat memecah ikatan trigliserida pada minyak. Yang terjadi pada uji terhadap minyak kelapa ini adalah sebaliknya yaitu terjadi penurunan kadar FFA yang berarti telah terbentuk trigliserida. Tetapi, pembentukan trigliserida terjadi akibat adanya reaksi esterifikasi. Pada proses pemanasan atau penggorengan tidak mungkin terjadi reaksi esterifikasi karena tidak ditambahkan alcohol. Kemungkinan yang terjadi adalah kesalahan dari praktikan dalam pengujian. Ketika minyak digunakan untuk menggoreng terjadi peristiwa oksidasi, hidrolisis yang memecah molekul minyak menjadi asam. Proses ini bertambah besar dengan pemanasan yang tinggi dan waktu yang lama selama penggorengan makanan. Adanya asam lemak bebas dalam minyak goreng tidak bagus pada kesehatan. FFA dapat pula menjadi ester jika bereaksi dengan methanol, sedang jika bereaksi dengan soda akan mebentuk sabun.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Biodiesel). Bilangan peroksida yang diperoleh setelah penggorengan nilainya meningkat dibandingkan dengan sebelum penggunaan. Hal ini menandakan telah terjadi pembentukan peroksida yang bersifat labil. Karena sifatnya yang labil ini, maka minyak dapat dengan cepat mengalami kerusakan. Bilangan peroksida yang

dimiliki minyak hasil menggoreng kerupuk lebih tinggi dibandingkan dengan minyak hasil menggoreng tahu. Berarti proses kerusakan yang terjadi akibat menggoreng kerupuk lebih banyak dibanding akibat menggoreng tahu. Kemungkinannya adalah pada kerupuk mengandung bahan yang menyebabkan kerusakan pada minyak sehingga bilangan peroksidanya lebih tinggi. Stabilitas minyak goreng dipengaruhi oleh ketidakjenuhan asam lemak yang dikandungnya dan banyaknya ikatan rangkap. Ada tidaknya bahan lain juga dapat mempercepat proses kerusakan minyak.( http://toko-herbal.blogspot.com ). Dari kedua uji yang telah dilakukan, kejernihan minyak hasil penggorengan menurun.

4. Minyak Jagung Kadar FFA Pada hasil praktikum diketahui bahwa kadar FFA pada pengujian awal sebesar 0.0399. Nilai FFA ini cenderung kecil bila dibandingkan dengan minyak kelapa dan minyak kelapa sawit akan tetapi sama dengan nilai FFA minyak wijen. Nilai FFA ini merupakan nilai yang sesuai dengan standard di literature yaitu 0,41,00 % FFA. Nilai FFA ini dilakukan seperti pengukuran bilangan iod. Semakin kecil persen FFA yang dihasilkan maka semakin sedikit kandungan asam lemak bebas dalam minyak tersebut. Yang mempengaruhi tinggi rendahnya asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak adalah banyaknya asam lemak yang terhidrolisis pada saat proses pembuatan minyak ataupun akibat reaksi dalam minyak itu sendiri. Kadar FFA untuk minyak jagung bekas penggorengan tahu menunjukkan nilai 0.0854 % dan pada penggorengan kerupuk nilai FFA sebesar 0.0467 %. Kadar FFA yang meningkat pada minyak bekas penggorengan tahu menunjukkan tingginya kerusakan akibat proses hidrolisis yang meningkatnya kadar FFA. Dilihat dari bentuk fisiknya, tahu merupakan bahan pangan yang mengandung kadar air yang cukup tinggi, adanya kandungan air yang tinggi ini bereaksi dengan minyak melalui proses hidrolisis yang menyebabkan kerusakan minyak yang meningkatkan kadar asam lemak bebas (%FFA). Pada penggorengan krupuk

tingkat hidrolisis yang terjadi rendah karena krupuk memiliki kadar air yang relatif rendah sehingga kemungkinan terjadinya proses hidrolisis kecil.

Kadar Peroksida Bilangan peroksida menunjukkan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Hal ini diakibatkan oleh adanya asam lemak tidak jenuh yang mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Penentuan bilangan peroksida berdasarkan reaksi antara alkali iodide dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Pada praktikum ini penambahan KI dilakukan untuk menentukan bilangan peroksida berdasarkan reaksi antara alkali iodide dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan pada reaksi ini dititrasi dengan natrium thiosulfat (Na2S2O3). Berdasarkan praktikum, bilangan peroksida pada minyak jagung di pengujian awal sebelum penggorengan sebesar 0.439 %. Jumlah bilangan peroksida pada minyak bekas penggorengan tahu sejumlah 2.58 % dan pada minyak bekas penggorengan krupuk sebesar 5,940 %. Jumlah bilangan peroksida ini meningkat baik pada minyak bekas penggorengan tahu maupun pada minyak bekas penggorengan krupuk. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat oksidasi terjadi baik pada penggorengan dengan bahan yang mempunyai kadar air tinggi maupun pada bahan yang memepunyai kadar air rendah. Minyak pada bekas penggorengan krupuk memiliki bilangan peroksida yang tinggi karena banyaknya proses oksidasi pada saat penggorengan krupuk. Krupuk memiliki kadar air yang sedikit sehingga terjadinya proses hidrolisis kecil akan tetapi lebih banyak minyak yang bereaksi dengan oksigen membentuk peroksida. Peroksida ini terbentuk karena pada saat penggorengan dengan keadaan tanpa tutup, oksigen yang berada pada lingkungan mengikat asam lemak pada minyak yang dipanaskan, sehingga oksigen memecah rantai ikatan rangkap pada asam lemak seperti asam linoleat dan asam oleat yang terkandung pada minyak jagung yang mengakibatkan terbentuknya peroksida pada rantai molekul asam lemak. Minyak jagung mengadung asam linoleat yang tinggi sejumlah 56 % yang memiliki sifat sangat reaktif terhadap proses oksidasi yang potensial membentuk bilangan peroksida yang cukup tinggi. Perulangan penggorengan pada minyak

yang sama mempengaruhi kadar peroksida yang terbentuk. Semakin banyak perulangan penggorengan mengakibatkan semakin banyak ikatan rantai asam lemak yang teroksidasi sehingga semakin meningkatkan kadar peroksida pada tahap pendinginan.

Kejernihan Kejernihan yang tinggi pada minyak menunjukkan bahwa pengotorpengotor yang terdapat pada minyak tersebut semakin sedikit. Pengotor warna pada minyak dapat berupa zat-zat warna yang bukan karoten yang sukar untuk diikat oleh bleacing earth ataupun gum dan zat-zat lain yang terbentuk karena proses hidrolisis, dan proses kerusakan lainnya. Selain itu, kejernihan juga dapat menunjukkan ketidakjenuhan minyak karena ikatan rangkap yang terdapat antara karbon dengan karbon akan menyerap sinar ultraviolet yang bergelombang pendek. Kejernihan pada minyak ditunjukkan oleh % T (transmittance). Semakin tinggi nilai T maka minyak tersebut semakin jernih karena semakin banyak cahaya yang dapat diteruskan olah minyak tersebut. Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa kejernihan pada awal sebelum dilakukan penggorengan sebesar 79,96% T. Minyak jagung bekas

penggorengan tahu tingkat kejernihannya sebesar 1.8 %T, sedangkan minyak jagung bekas penggorengan krupuk mengalami penurunan kejernihan sebesar 46.8%T. Minyak mengalami penurunan persentasi yang cukup signifikan. Kejernihan minyak sisa penggorengan tahu yang memiliki kadar air yang tinggi menurun cukup tajam diakibatkan oleh proses browning yang terjadi selama penggorengan akibat panas yang diberikan dan reaksi kerusakan vitamin serta asam lemak essensial yang terdapat dalam minyak.

V.

KESIMPULAN

Salah satu parameter mutu minyak nabati (minyak makan) adalah dilihat dari tingkat stabilitas minyak tersebut, yang meliputi persen FFA, bilangan peroksida, dan tingkat kejernihan. Stabilitas minyak tersebut dapat diketahui dengan membandingkan minyak awal (sebelum digunakan) untuk menggoreng suatu bahan dengan nilai akhir setelah digunakan untuk menggoreng bahan. Perubahan nilai stabilitas minyak tersebut dapat menunjukkan adanya kerusakan minyak setelah digunakan. Setiap jenis minyak pasti akan mengalami perubahan nilai parameter stabilitas tersebut setelah digunakan untuk

menggoreng, baik menggoreng bahan dengan kadar air tinggi maupun bahan dengan kadar air rendah, namun tingkat kerusakan masing masing minyak berbeda satu sama lain, tergantung komponen asam lemak penyusunnya. Kerusakan minyak dapat disebabkan karena adanya peristiwa oksidasi, hidrolisis, maupun polimerisasi ketika menggoreng. Umumnya nilai persen FFA minyak setelah digunakan untuk menggoreng tahu lebih tinggi dibandingkan dengan minyak yang digunakan untuk menggoreng kerupuk, seperti dilihat pada nilai FFA pada minyak kelapa, minyak jagung, dan minyak wijen. Hal ini dikarenakan banyaknya air dalam tahu menyebabkan adanya peristiwa hidrolisis yang lebih tinggi saat menggoreng, yang menghasilkan asam lemak bebas dalam jumlah lebih banyak. Minyak yang telah digunakan untuk menggoreng kerupuk memiliki nilai bilangan peroksida yang lebih tinggi daripada minyak untuk menggoreng tahu. Hal ini dikarenakan minyak untuk menggoreng kerupuk cenderung lebih mudah kontak dengan oksigen ketika menggoreng. Kandungan air kerupuk lebih kecil dibandingkan air pada tahu. Oleh karenanya ketika menggoreng tahu lebih banyak terjadi reaksi hidrolisis dibanding oksidasi membentuk peroksida. Kualitas kejernihan minyak dapat dilihat dari nilai persen transmisinya. Minyak dengan kualitas baik memiliki nilai persen transmisi yang tinggi, mendekati 100%. Minyak hasil menggoreng tahu memiliki kejernihan lebih rendah dibanding minyak hasil menggoreng kerupuk. Hal ini dikarenakan kotoran

pencemar dari tahu, khususnya air banyak tertinggal pada minyak. Kotorankotoran tersebut juga membuat penampakan minyak menjadi lebih keruh.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Minyak Nabati. http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_nabati Anonim. 2003. Minyak Lemak. www.aroyyasoyy.tk Anonim. 2009. Minyak Wijen. http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_wijen Anonim. 2009. Minyak Wijen : Raja Minyak Nabati. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (Balittas), Malang: Budidaya dan Pasca Panen Wijen, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian - IAARD online. Arghainc. 2008. Minyak Sawit. Chemical Engineering. Blog at WordPress.com. Julianty, R. 2008. Analisis Kadar Lemak. Pengendalian Mutu Agroindustri. D$ Vedca. http://www.scribd.com/doc/20217766/Analisis-Kadar-Lemak-

Metode-Weibull-Penentuan-Asam-Lemak-Bebas-Angka-an Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : UIPress. Muchtadi, Tien. R dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Raharjo, S. 2004. Kerusakan Oksidatif pada Makanan. Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta Saifudin, U. 2008. Analisa Lemak dan Minyak. Blog at WordPress.com. Soerawidjaja, Tatang H.2005. Minyak, pati, dan produk-produk lain dari jagung. Teknik Kimia ITB. Bandung Tambun, R. 2006. Buku Ajar Teknologi Oleokimia. Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Medan.

You might also like