You are on page 1of 72

1

EFISIENSI PROSES EKSTRAKSI OLEORESIN LADA HITAM DENGAN METODE EKSTRAKSI MULTI TAHAP

SKRIPSI

Oleh : FUAD MUHIEDIN 0111030023-103

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Nama Nim Program Studi Jurusan Fakultas

: : : : : :

Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam dengan Metode Ekstraksi Multi Tahap. Fuad Muhiedin 0111030023-103 S 1 Reguler Teknologi Industri Pertanian Teknologi Pertanian

Disetujui Oleh : Pembimbing Pertama, Pembimbing Kedua,

Ir. Sukardi, MS NIP. 131 574 864

Irnia Nurika, STP. MP NIP. 132 232 476

Tanggal Persetujuan : ...............

Tanggal Persetujuan : ...........

ii

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Nama Nim Program Studi Jurusan Fakultas : : : : : : Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam dengan Metode Ekstraksi Multi Tahap. Fuad Muhiedin 0111030023-103 S 1 Reguler Teknologi Industri Pertanian Teknologi Pertanian

Dosen Penguji I,

Dosen Penguji II,

Sucipto, STP. MP NIP. 132 231 564 Dosen Penguji III,

Dodyk Pranowo, STP. MSi NIP. 132 304 481 Dosen Penguji IV,

Ir. Sukardi, MS NIP. 131 574 864 Ketua Jurusan,

Irnia Nurika, STP. MP NIP. 132 232 476

Dr. Ir. Wignyanto, MS NIP. 130 935 074 Tanggal Lulus Skripsi : ....................................

ii

iii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Mahasiswa NIM Jurusan Fakultas Judul Skripsi : Fuad Muhiedin 0111030023 - 103 : Teknologi Industri Pertanian : Teknologi Pertanian : Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam dengan Metode Ekstraksi Multi Tahap.

Menyatakan bahwa, Skripsi dengan judul di atas merupakan karya asli penulis tersebut di atas. Apabila di kemudian hari terbukti ini tidak benar saya bersedia dituntut sesuai hukum yang berlaku.

Malang, 1 Agustus 2008 Pembuat Pernyataan,

Fuad Muhiedin NIM. 0111030023 103

iii

iv

Fuad Muhiedin. 0111030023. Skripsi. Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam dengan Metode Ekstraksi Multi Tahap. Pembimbing : 1. Ir. Sukardi, MS. 2. Irnia Nurika, STP, MP. RINGKASAN Oleoresin dihasilkan dari proses ekstraksi menggunakan pelarut organik. Oleoresin lada hitam mengandung zat piperine, piperanine, dan chavicine yang memberikan rasa pedas dari bahan yang diekstraksi. Metode ekstraksi yang biasa digunakan dalam ekstraksi oleoresin lada hitam adalah dengan satu kali proses ekstraksi, namun metode ini mempunyai kelemahan yaitu memerlukan banyak pelarut dalam mengekstraksi oleoresin. Untuk mengatasi masalah tersebut maka ekstraksi yang digunakan adalah metode ekstraksi multi tahap atau dengan beberapa kali proses ekstraksi dengan jumlah pelarut yang lebih sedikit tetapi belum diketahui berapa jumlah pelarut dan jumlah proses ekstraksi yang tepat. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun secara faktorial dengan 2 faktor. Faktor I jumlah pelarut (perbandingan bahan dan pelarut) terdiri dari 4 level yaitu 1:8; 1:9; 1:10; 1:11 dan faktor II jumlah proses ekstraksi terdiri dari 2 level yaitu 2 dan 3 kali proses ekstraksi masing-masing dengan 3 kali ulangan. Oleoresin yang diperoleh dilakukan pengujian fisik-kimia meliputi rendemen, kadar piperin, dan sisa etanol dalam oleoresin. Perlakuan terbaik ekstraksi oleoresin lada hitam dipilih berdasarkan nilai biaya proses ekstraksi atau HPP bruto yang terendah maka dalam hal ini dipilih adalah alternatif perlakuan pertama yaitu jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:10 (b/v) dengan 3 kali proses esktraksi dengan rendemen 5,34%, kadar piperin 47,49%, sisa etanol 2,02% nilai efisiensi proses ekstraksi 89,06% HPP bruto Rp sebesar Rp 214.031,94.

Kata kunci : lada hitam, oleoresin, ekstraksi multi tahap.

iv

Fuad Muhiedin. 0111030023. Skripsi. Efficiency Process of Black Pepper Oleoresin Extract with Multiple Stage Extract Method. Pembimbing : 1. Ir. Sukardi, MS. 2. Irnia Nurika, STP, MP. SUMMARY Oleoresin is producted from extraction process using organic solvent. Black pepper oleoresin contains piperine, piperanine, and chavicine essence that give spicy flavour from extracted element. Extract method wich is ussualy used in black pepper oleoresin extraction is one time extraction process. This method has a weakness, it needs a lot of solvent to get oleoresin extract. To solve the problem, the extraction process that has tobe chossed is multiple rank extract method, but it hasnt been know how much solvent is needed. The method used in this research is eksperimental used a completely randomized design (RAK) factorially with 2 factors. Factor I solvent amount ( materials and solvent comparison) consist of 4 level that is 1:8; 1:9; 1:10; 1:11 and factor II extraction process total amount consist of 2 level, that is 2 and 3 times process each by 3 repetitions. The physic and chemical test are rendemen, piperin proportion, etanol remains in oleoresin. The best black pepper oleoresin extract treatment is chossed based on extraction process cost or the best lowest bruto. In the case, the chossen one is first treatment 1:10(b/v) with 3 times extraction process with rendemen 5,34%, piperin proportion 47,49%, etanol remains in oleoresin 2,02%, extraction process eficiency 89,06% and bruto HPP Rp 214.031,94%. Keyword : black pepper, oleoresin, multi stage extraction.

vi

KATA PENGANTAR
Segala puji syukur dan keagungan bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang, karena atas rahmat-Nya penelitian ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga dicurahkan Allah kepada Rasulullah SAW. Skripsi ini berjudul Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam dengan Metode Ekatraksi Multi Tahap. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Penelitian ini lebih lanjut merupakan usaha untuk memberikan informasi mengenai kondisi proses ekstraksi terbaik dan meminimalkan input berupa pelarut etanol yang digunakan untuk ekstraksi oleoresin lada hitam dengan metode ekstraksi multi tahap. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penyusun sampaikan kepada: 1. Ir. Sukardi, MS dan Irnia Nurika, STP. MP, selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu memberikan bimbingan, bantuan dan kesabarannya dalam penyelesaian penyusunan skripsi. 2. Sucipto, STP. MP dan Dodyk Pranowo, STP. MSi selaku Dosen Penguji terimakasih atas saran-saran dan bantuannya. 3. Ir. Maimunah Hindun Pulungan, MP terima kasih atas bimbingannya yang amat berarti. 4. Bapak Ibu dosen di TIP terimakasih banyak ilmu dan pengetahuannya. 5. Bapak Ibuku, dan seluruh keluarga besarku di Kertosono terimakasih atas doa, dukungan dan juga bantuannya selama ini. 6. Bude dan keluarga besar di Lamongan terimakasih atas doa dan juga bantuannya. 7. Adeq Ima terima kasih atas semangat dan kesabarannya menemani. 8. Imam, Marco, Rozikin, Shalahudin, Andhang, Hilmi, Jhoss dan Tementemen TIP yang belum bisa saya sebutkan thanks atas kebersamaannya. 9. Heru n` family yang bersedia menampung, rosyd, kukuh, indra dan huda terima kasih atas dukungannya. 10. Ibu kasih dan mas eko yang uda nganggep anak sendiri.

vi

vii

Disadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu dengan segala kerendahan diharapkan adanya saran, kritik dan masukan yang konstruktif demi perbaikan dan penyempurnaan di masa mendatang. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penyusun pada khususnya dan semua pihak yang membutuhkan pada umumnya.

Malang, 1 Agustus 2008 Penyusun,

vii

viii

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 30 Juni 1982 dengan nama Fuad Muhiedin, nama Ayah Abdul Maaf dan nama Ibu Djumiati. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Kepuh II, kemudian melanjutkan di SMPN 2 Kertosono. Setelah lulus SMP penulis melanjutkan pendidikan di SMUN Patianrowo. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan ke pendidikan tinggi di Universitas Brawijaya Malang pada Fakultas Teknologi Pertanian Jurusan Teknologi Industri Pertanian melalui jalur UMPTN. Selama masa pendidikan di Fakultas Teknologi Pertanian penulis aktif di organisasi Forum Kajian Islam FTP (FORKITA) sebagai staf bidang usaha dan dana, staf Humas MPM FTP, dan ikut menjadi panitia pelaksana pada berbagai kegiatan di lingkungan FTP. Penulis menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada tahun 2008.

viii

ix

DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ ii PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................................ iii RINGKASAN .................................................................................................. iv KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... viii DAFTAR ISI .................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii

PENDAHULUAN.......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................. 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................... 1.5. Hipotesis............................................................................................... 1 3 3 4

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 5


2.1. Lada Hitam .......................................................................................... 2.1.1. Susunan Kimia Lada Hitam ..................................................... 2.2. Oleoresin ............................................................................................. 2.2.1. Oleoresin Lada Hitam ............................................................... 2.3. Ekstraksi dengan Pelarut ..................................................................... 2.3.1. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Hasil Ekstraksi ............. 2.3.1.1. Ukuran Bahan .................................................................... 2.3.1.2. Suhu Ektraksi ..................................................................... 2.3.1.3. Pelarut ............................................................................... 2.3.1.3.1. Etanol ..................................................................... 2.4. Proses Ekstraksi Lada hitam ............................................................... 2.4.1. Penimbangan ............................................................................ 2.4.2. Pengecilan Ukuran ................................................................... 2.4.3. Pengayakan .............................................................................. 2.4.4. Ekstraksi Oleoresin secara Multi Tahap ................................... 2.4.5. Penyaringan .............................................................................. 2.4.6. Evaporasi .................................................................................. 2.5. Efisiensi .............................................................................................. 5 7 8 10 11 12 13 13 13 15 15 16 16 16 17 17 17 18

ix

METODE PENELITIAN .............................................................. 20


3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian ............................................................. 3.2. Alat Dan Bahan .................................................................................... 3.2.1 Alat ............................................................................................. 3.2.2 Bahan ........................................................................................ 3.3 Batasan Masalah .................................................................................. 3.4 Prosedur Penelitian............................................................................... 3.4.1. Identifikasi Masalah ................................................................. 3.4.2. Studi Literatur .......................................................................... 3.4.3. Rancangan Penelitian, Pelaksanaan dan Pengumpulan Data ... 3.4.4. Analisis Data ............................................................................ 3.4.6. Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam .................... 3.4.7. Perhitungan Biaya Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam .... 20 20 20 20 21 21 22 22 22 26 26 26

HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 28


4.1. Rendemen ............................................................................................ 4.2. Kadar Piperin ...................................................................................... 4.3. Sisa Etanol pada Oleoresin ................................................................. 4.4. Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam ................................ 4.5. Perhitungan Biaya Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam ................ 28 31 33 34 36

PENUTUP ...................................................................................... 39
5.1. Kesimpulan ......................................................................................... 39 5.2. Saran..................................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 40 LAMPIRAN .................................................................................... 43

xi

DAFTAR TABEL
Nomer Teks Standar Mutu Oleoresin Lada Hitam.............................. Rerata Rendemen Oleoresin Pada Berbagai Jumlah Total Pelarut dan Jumlah Proses Ekstraksi ................................... Rerata Kadar Piperine Oloresin Lada Hitam dengan Berbagai Jumlah Total Pelarut dan Jumlah Proses Ekstraksi............................................................................... Rerata Sisa Etanol pada Oloresin Lada Hitam dengan Berbagai Jumlah Proses Ekstraksi........................................ Rerata Efisiensi Penggunaan Pelarut pada Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam dengan Berbagai Jumlah Pelarut dan Jumlah Tahap Ekstraksi................................................ Halaman

1. 2.
3.

10 28

32 34

4. 5.

35

xi

xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks
1. Diagram Alir Penelitian.................................................. Diagram Alir Pembuatan Oleoresin Lada Hitam............

Halama n
21 27

2. 3.
Grafik Hubungan Jumlah Rerata Rendemen Oleoresin, Jumlah Pelarut dan Jumlah Proses Ekstraksi.................. 29

xii

xiii

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks 1.
2. Analisa Rendemen, Kadar Piperine dan Sisa Etanol pada Oleoresin .......................................................................... Data Percobaan dan Analisa Ragam Rendemen............... Data Percobaan dan Analisa Ragam Kadar Piperin........... Halaman 43 45 47 49

3.
Data Percobaan dan Analisa Ragam Sisa Etanol ..............

4. 5. 6. 7.
Perhitungan Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam.............................................................................. Perhitungan Biaya Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam Alternatif Perlakuan Terbaik Pertama Perhitungan Biaya Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam Alternatif Perlakuan Terbaik Kedua .. 51 53 55

xiii

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Lada merupakan salah satu jenis rempah yang dimanfaatkan sebagai bumbu dalam berbagai masakan. Buah lada berbentuk bulat saat muda berwarna hijau dan setelah matang berwarna merah. Hasil pengolahan lada ada 3 jenis yaitu lada hitam, putih dan hijau, dari 3 jenis olahan yang dikenal hanya lada hitam dan putih. Daerah penghasil lada terbesar di Propinsi Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Luas areal dan produksi lada selama tahun 2000-2005 cenderung meningkat, yaitu dari 150.531 ha pada tahun 2000 menjadi 211.729 ha pada tahun 2005, dan produksi dari 69.087 ton pada tahun 2000 menjadi 99.139 ton pada tahun 2005. Total ekspor lada dari negaranegara produsen pada tahun 2005 mencapai 230.625 ton. Dari total ekspor tersebut, Indonesia mengekspor 45.760 ton atau sekitar 19,80% (Yuhono, 2006). Pengolahan lebih lanjut terhadap biji lada perlu dikembangkan karena dalam keadaan utuh biji lada mempunyai kelemahan yaitu aroma akan hilang dan juga mudah rusak karena jamur selama penyimpanan. Hasil olahan lada antara lain adalah oleoresin dan lada bubuk. Oleoresin merupakan ekstrak atau sari tumbuhan yang telah mengalami penguapan pelarut. Oleoresin lada mempunyai keunggulan dibandingkan dengan produk olahan yang lain dari lada yaitu mempunyai keseragaman aroma dan tidak mengandung mikroba sehingga lebih awet. Oleoresin lada biasanya diproduksi dari lada hitam karena mempunyai

rendemen yang lebih besar dibanding dengan bahan baku lada putih dan juga harga bahan baku yang lebih murah dengan kandungan sari tumbuhan yang hampir sama dari oleoresin lada hitam maupun oleoresin lada putih. Permasalahan pada ekstraksi oleoresin lada hitam adalah diperlukan pelarut yang banyak untuk dapat mengekstraksi oleoresin dari bahan baku. Banyaknya pelarut akan mempengaruhi tingginya biaya pengadaan pelarut sehingga diperlukan efisiensi penggunan pelarut untuk menekan biaya produksi. Ekstraksi oleoresin lada hitam menggunakan pelarut organik dibagi menjadi dua cara yaitu ekstraksi satu tahap ekstraksi dan multi tahap ekstraksi. Ekstraksi satu tahap ekstraksi adalah ekstraksi dengan jumlah pelarut yang sesuai dengan bahan baku sehingga oleoresin yang terkandung dalam bahan baku tersebut larut. Kelemahan dari satu tahap proses ekstraksi adalah dibutuhkan banyak pelarut untuk melarutkan oleoresin yang diinginkan dalam bahan. Metode ekstraksi multi tahap adalah metode ekstraksi lebih lanjut yang dapat menyempurnakan kelemahan dari metode ekstraksi satu tahap proses ekstraksi. Ekstraksi multi tahap adalah ekstraksi dengan adanya penambahan pelarut yang selalu baru pada residu dari ekstraksi sebelumnya sehingga diharapkan oleoresin dapat terekstrak secara sempurna. Efisiensi proses ekstraksi pada ekstraksi oleoresin lada hitam adalah dengan meminimalkan input dari proses ekstraksi yaitu pemakaian jumlah total pelarut untuk menghasilkan oleoresin terbanyak. Penggunaan pelarut minimal dapat diterapkan pada ekstraksi oleoresin lada hitam yaitu menggunakan metode ekstraksi multi tahap. Menurut Bernasconi, et al. (1995) ekstraksi beberapa kali

dengan pelarut yang lebih sedikit akan lebih efektif dibanding ekstraksi satu kali dengan semua pelarut sekaligus. Permasalahan yang timbul adalah belum diketahui jumlah pelarut dan berapa tahap ekstraksi yang tepat untuk menghasilkan oleoresin lada hitam sehingga penggunaan pelarut dapat lebih efisien.

1.2. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi proses ekstraksi daan meminimalkan input berupa pelarut etanol pada ekstraksi oleoresin lada hitam dengan metode ekstraksi multi tahap. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah memperoleh perlakuan terbaik dari jumlah total pelarut dan jumlah proses ekstraksi untuk mendapatkan oleoresin pada ekstraksi oleoresin lada hitam dengan metode ekstraksi muti tahap.

1.3. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi tentang kondisi ekstraksi terbaik pada ekstraksi multi tahap dalam menghasilkan rendemen dan mutu oleoresin lada hitam. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dari lada.

1.4. Hipotesis Diduga jumlah total pelarut etanol yang digunakan serta jumlah proses ekstraksi akan meningkatkan rendemen dan mempengaruhi sifat fisika kimia lada hitam.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Lada Hitam Lada hitam biasanya digunakan sebagai bumbu dan obat tradisional Tanaman lada yang ada di Indonesia berasal dari daerah Malabar India, dan dibawa oleh koloni hindu yang pindah ke Asia tenggara sejak 2000 tahun silam (Anonymousc, 2005). Ciri-ciri morfologi tanaman lada hitam antara lain merupakan tanaman semak belukar, herba, berbatang kecil menjalar dan bunganya majemuk berbentuk bulir dan menggantung. Tanaman ini mempunyai karakter kimia mengandung asam amida atau disebut juga piperin yang pada umumnya dimiliki oleh beberapa spesies dalam famili Piperaceae, dan mengandung minyak atsiri (Heinrich, 2003). Lada hitam (Piper nigrum) merupakan tanaman tropis yang membutuhkan curah hujan dan kelembaban yang cukup. Lada hitam tumbuh baik pada daerah antara 200 LU dan 200 LS, dan pada ketinggian sampai 1500 m diatas permukaan laut. Suhu yang dikehendaki antara 100 C dan 400 C, dengan curah hujan rata-rata 125-200 cm/tahun. Lada hitam dapat tumbuh subur pada tanah yang memiliki pH 4,5 sampai 6,5 (Rajeev dan Devasahayam,2005). Menurut Anonymousb (2005), lada hitam dibedakan menjadi beberapa jenis dan mempunyai ciri berbeda yang dipengaruhi daerah asal budidayanya antara lain : a. Malabar Jenis lada hitam terbaik didunia sebagian berasal dari India sebelah barat daya

dan dikenal sebagai daerah pantai Malabar. Lada malabar mempunyai aroma khas yang sangat kuat. b. Lampung Indonesia termasuk salah satu produsen utama lada hitam, dengan penanaman memusat di Lampung daerah bagian tenggara Sumatera. Lada lampung dapat dibandingkan dengan lada malabar dari segi rasa maupun kepedasan. c. Brazil Brazil adalah salah satu produsen lada hitam utama yang baru. Biji lada hitam brazil mempunyai permukaan yang lembut dengan kulit luar berwarna hitam dan pusat biji berwarna putih. d. Serawak Negara Malaysia termasuk penghasil lada hitam utama yang lain. Pembudidayaan lada sepanjang pantai barat laut kalimantan. Kebanyakan lada hitam serawak dijual kepada Jepang dan negara lainnya di Asia. e. Sri lanka Lada hitam sri lanka mempunyai kandungan minyak atsiri dan oleoresin yang tinggi sehingga dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri ekstraksi. f. Vietnam Vietnam adalah negara produsen lada hitam yang baru, kebanyakan lada tumbuh didaerah vietnam selatan. Pangsa pasar lada hitam vietnam adalah Singapura dan wilayah Eropa

g. Negara lain Beberapa negara yang juga tumbuh tanaman lada namun dengan tingkat produksi yang sedikit dan dalam jumlah terbatas untuk eksport. Negara tersebut meliputi: madagaskar, Thailand, Nigeria dan China.

2.1.1 Susunan Kimia Lada Hitam Lada hitam memiliki rasa pedas dan aroma yang khas. Rasa pedas tersebut karena adanya zat piperine, piperanin, dan chavicine. Sedangkan aroma dari biji lada akibat adanya minyak atsiri, yang terdiri dari beberapa jenis minyak terpene Menurut Williamson (2002), susunan kimia lada hitam terdiri dari : a. Minyak atsiri (Essential oil) Lada hitam kering mengandung 1,2 2,6% minyak atsiri yang terdiri dari sabinine (15-25%), caryophyllene, -pinene, -pinene, -ocimene,guaiene, farnesol, -cadinol, guaiacol, 1-phellandrene, 1,8 cineole, pcymene, carvone, citronellol, -thujene, -terpinene, bisabolene, dllimonene, dihydrocarveol, camphene dan piperonal. b. Alkoloids dan amides Amides merupakan senyawa yang memberikan aroma tajam terdiri dari piperine, piperylin, piperolein A dan B, cumaperine, piperanine, piperamides, pipericide, guineensine dan sarmentine. Alkoloids terdiri dari chavicine, piperidine dan piperretine, methyl caffeic acid, piperidide dan -methyl pyrroline.

c. Aminoacids. Lada hitam kering kaya akan kandungan -alanine, arginine, serine, threonine, histidine, lysine, cystine, asparagines dan glutamic acid. d. Vitamin dan mineral. Lada hitam kering mempunyai kandungan ascorbic acid, carotenes, thiamine, riboflavin, nicotinic acid, potassium, sodium, calsium, magnesium, besi, phosporus, tembaga dan seng.

2.2. Oleoresin Oleoresin adalah campuran kompleks yang diperoleh dengan ekstraksi, konsentrasi (pemekatan) dan standarisasi minyak atsiri dan komponen non volatil dari rempah-rempah, biasanya dalam bentuk cair kental, pasta dan padat (Koswara, 1995). Lebih lanjut Manheimer (1996) dalam Samuel (2004) menyatakan oleoresin diperoleh dari ekstraksi bahan rempah atau flavoring dengan menggunakan pelarut organik untuk mendapatkan komponen yang diinginkan. Oleoresin mengandung minyak atsiri dan senyawa non volatil lain dengan karakteristik flavour, warna dan aspek lain yang menyerupai bahan baku. Oleoresin rempah banyak digunakan dalam skala industri, secara umum digunakan untuk flavour pada indusri pengolahan makanan seperti pengalengan daging, saos, pembuatan minuman ringan, bahan baku obat farmasi, industri kosmetik dan parfum, industri kembang gula dan roti (Anonymousa, 2006). Pengertian oleoresin sering dikacaukan dengan minyak atsiri, yang sebenarnya keduanya sangat berbeda. Minyak atsiri dapat dihasilkan dengan cara

penyulingan dan hanya mengandung senyawa-senyawa yang mudah menguap yang tersuling dari bahan olah yang mempunyai aroma yang kuat, sedangkan oleoresin diperoleh dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut organik, sehingga selain mengandung minyak atsiri juga mengandung resin yang tidak menguap dan menentukan rasa khas rempah (Anonymousb , 2005). Koswara (1995), menjelaskan keuntungan produk oleoresin sebagai berikut : 1. Seragam, terstandarisasi, flavornya lengkap atau sama dengan rempahrempah asalnya. 2. Bersih, bebas dari mikroba, serangga dan kontaminan lain. 3. Bebas enzim dan masih mengandung anti oksidan alami. 4. Kadar air sangat rendah, hampir tidak ada. 5. Mempunyai masa simpan yang lama dalam kondisi penyimpanan yang normal atau agak keras. 6. Kehilangan minyak esensial dapat dikurangi karena adanya resin. 7. Memerlukan gudang tempat penyimpanan yang jauh lebih kecil dibanding dengan menyimpan rempah-rempah segar. Kelemahan produk oleoresin dinyatakan sebagai berikut : 1. Sangat pekat dan kadang-kadang lengket sehingga sulit ditimbang dengan tepat. 2. Karena sifatnya yang pekat dan lengket. Sejumlah oleoresin masih menempel pada wadahnya ketika dituang.

10

3. Flavor dipengaruhi oleh asal dan kualitas bahan mentah yang mungkin asalnya tidak sama. 4. Kemungkinan masih terdapat pelarut dalam jumlah yang melebihi batas yang ditentukan jika tidak dilakukan kontrol yang baik dalam proses ekstraksinya.

2.2.1 Oleoresin Lada Hitam Ekstraksi lada hitam pada prinsipnya untuk mendapatkan piperine dan minyak volatil (minyak atsiri). Untuk mendapatkan piperine yang terdapat pada oleoresin, lada hitam dilarutkan pada bahan pelarut kemudian bahan pelarut dipisahkan dari hasil ekstraksi dengan cara evaporasi (Anonymous, 2002). Piperine (C7H19O3N) adalah unsur utama yang terdapat pada lada hitam (Piper nigrum L). Piperine bermanfaat dalam menyembuhkan beberapa penyakit seperti sakit tenggorokan, sakit kepala, dan penyakit kulit. Konsentrasi piperine sekitar 6%-9% di dalam Piper nigrum L, 4% di dalam Piper longum dan 4.5% di dalam Piper retrofractum (Anonymous, 2002). Menurut Kar (2003), piperine mempunyai titik didih 130oC dan memberikan rasa yang pedas. Tabel 1. Standar Mutu Oleoresin Lada Hitam No Uraian Hasil 1 Residu pelarut Kurang dari 25 ppm 2 Kandungan piperine Minimal 45 % 3 Mikrobiologi Bebas dari kontaminan mikroba 4 Kenampakan Coklat kehitaman 5 Aroma Khas lada hitam b Sumber (Anonymous , 2006)

11

2.3. Ekstraksi dengan Pelarut Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan suatu padatan atau cairan. Proses ekstraksi mula-mula terjadi penggumpalan ekstrak dalam pelarut. Terjadi kontak antar muka bahan dan pelarut sehingga pada bidang muka terjadi pengendapan massa dengan cara difusi. Bahan ekstraksi yang telah bercampur dengan pelarut maka pelarut menembus kapiler dalam suatu bahan padat dan melarutkan ekstrak larutan dengan konsentrasi lebih tinggi terbentuk dibagian dalam bahan ekstraksi. Serta dengan cara difusi akan terjadi keseimbangan konsentrasi larutan dengan larutan diluar bahan (Bernasconi et al, 1995). Ekstraksi dengan pelarut adalah pemisahan antar bagian dari suatu bahan berdasarkan pada perbedaan sifat melarut dari masing-masing bagian bahan terhadap pelarut yang digunakan (McCabe et al, 1999). Oleoresin didapatkan dari rempah-rempah dengan cara diekstraksi menggunakan pelarut organik. Hasil ekstraksi mengandung minyak dan senyawa terlarut pada pelarut. Pelarut organik yang biasa digunakan adalah senyawa hidrokarbon pelarut lemak dan minyak, seperti alkohol dan aseton. (Anonymousa , 2006). Berdasarkan wujud bahannya, ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu: 1. Ekstraksi padat cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari campurannya dengan zat padat yang tidak dapat larut. 2. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling bercampur, dengan menggunakan pelarut dapat melarutkan salah satu zat (McCabe et al, 1999).

12

Ekstraksi oleoresin lada hitam menggunakan ekstraksi padat cair. McCabe, et al (1999) menjelaskan ekstraksi padat cair salah satunya untuk memperoleh bahan-bahan aktif dari tumbuhan dan minyak dari tumbuhan. Bernasconi, et al (1995) menyatakan bahwa metode ekstraksi dibagi menjadi dua yaitu ekstraksi tunggal dan ekstraksi multi tahap. Ekstraksi tunggal adalah dengan mencampurkan bahan yang akan diekstrak dihubungkan satu kali dengan pelarut. Disini sebagian dari zat yang akan diolah akan larut dalam bahan pelarut sampai tercapai suatu keseimbangan. Metode ekstraksi tunggal mempunyai kekurangan yaitu rendemennya rendah. Sedangkan ekstraksi multi tahap, bahan yang akan diekstrak dihubungkan beberapa kali dengan bahan pelarut yang baru dalam jumlah yang sama besar. Setelah melalui beberapa kali pencampuran dan pemisahan maka didapatkan berbagai ekstrak dengan rendemen yang lebih tinggi daripada ekstraksi tunggal. Susanto (1999) menjelaskan bahwa jumlah pelarut berpengaruh terhadap efisiensi ekstraksi, tetapi jumlah berlebihan tidak akan mengekstrak lebih banyak, dalam jumlah tertentu pelarut dapat bekerja optimal. McCabe, et al (1999) menambahkan jumlah pelarut berpengaruh terhadap banyaknya oleoresin yang diekstrak sampai titik keseimbangan, namun pada ekstraksi multi tahap kepekatan dari zat yang akan diperoleh pada tingkat ekstraksi berikutnya selalu menjadi lebih rendah, karena itu bahan pelarut tidak terpakai secara optimum.

2.3.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Ekstraksi Menurut Komara (1991) dalam Samuel (2004), hasil ekstraksi oleoresin dipengaruhi oleh jenis bahan, jenis pelarut dan kondisi ekstraksi, kondisi ekstraksi

13

meliputi metode, waktu, jenis pelarut, perbandingan bahan dengan pelarut, suhu dan derajat kehalusan bahan. 2.3.1.1. Ukuran Bahan Pengecilan ukuran bertujuan untuk memperluas permukaan bahan sehingga mempercepat penetrasi pelarut ke dalam bahan yang akan diekstrak dan mempercepat waktu ekstraksi. Penghancuran lada hitam dapat dilakukan dengan alat penghancur biji. Hancuran biji lada ini kemudian dilewatkan pada saringan 40 mesh untuk menyeragamkan ukuran bahan. Sebenarnya semakin kecil ukuran bahan semakin luas pula permukaan bahan sehingga semakin banyak oleoresin yang dapat diekstrak. Tetapi ukuran bahan yang terlalu kecil juga menyebabkan banyak minyak volatile yang menguap selama penghancuran (Anonymousb, 2006). 2.3.1.2. Suhu Ekstraksi Ekstraksi akan lebih cepat dilakukan pada suhu tinggi, tetapi pada ekstraksi oleoresin hal ini dapat meningkatkan beberapa komponen yang terdapat dalam rempah akan mengalami kerusakan (Sujarwadi, 1996). Susanto (1999) menyebutkan bahwa ekstraksi baik dilakukan pada kisaran suhu 30-500C. Penelitian Yuswantoro (2001) menyebutkan bahwa minyak atsiri oleoresin kayu manis yang diekstrak pada suhu 400C menghasilkan kadar 18% dibandingkan dengan suhu ekstraksi 300C, sedangkan pada suhu 500C tidak terjadi kenaikan kadar minyak atsiri. 2.3.1.3. Pelarut Jenis pelarut yang digunakan merupakan faktor penting dalam ekstraksi oleoresin. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : daya melarutkan oleoresin,

14

titik didih, toksisitas (daya atau sifat racun), mudah tidaknya terbakar dan sifat korosif (Koswara, 1995). Bernasconi, et al (1995) menyatakan pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini : a. Selektifitas Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen-komponen lain dari bahan ekstraksi. b. Kelarutan Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit). c. Kemampuan untuk tidak saling bercampur Pada ekstraksi cair-cair, pelarut tidak boleh atau hanya secara terbatas larut dalam bahan ekstraksi. d. Kerapatan Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi. e. Reaktifitas Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen-komponen bahan ekstraksi. f. Titik didih Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan, destilasi atau rektifikasi, maka titik didih kedua bahan itu tidak boleh terlalu dekat.

15

g. Kriteria yang lain Pelarut sedapat mungkin harus murah, tersedia dalam jumlah besar, tidak beracun, tidak terbakar, tidak eksplosif bila bercampur dengan udara, tidak korosif, tidak menyebabkan terbentuknya emulsi, memiliki viskositas yang rendah dan stabil secara termis karena hampir tidak ada pelarut yang memenuhi semua syarat diatas maka hanya untuk setiap proses ekstraksi harus dicari pelarut yang paling sesuai. Jumlah pelarut yang digunakan berpengaruh pada efisiensi, ekstraksi, tetapi jumlah berlebihan tidak akan mengekstrak lebih banyak, dalam jumlah tertentu pelarut dapat bekerja optimal (Susanto, 1999). 2.3.1.3.1. Etanol Etanol atau etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH mempunyai titik didih 78,3
o

C, dapat larut dalam air dengan tidak terbatas (Fessenden, 1991).

Menurut Anonymousa (2005) etanol digunakan sebagai bahan untuk pabrikasi cat dan pernis, di dalam kedokteran sebagai pembunuh kuman pada area kulit yang akan disuntik, digunakan untuk pembuatan termometer suhu rendah, sebagai bahan baku pembuatan minuman beralkohol dan sebagai pelarut organik. Komara (1991) dalam Samuel (2004), menyatakan etanol merupakan pelarut yang menghasilkan rendemen oleoresin yang paling tinggi dibandingkan pelarut organik lainnya. Etanol mempunyai tingkat polar yang tinggi sehingga dapat mengekstraksi sebagian besar komponen oleoresin yang bersifat polar.

16

2.4. Proses Ekstraksi Lada Hitam Oleoresin rempah-rempah pada umumnya diperoleh dengan cara mengekstraksi rempah-rempah tersebut dengan menggunakan pelarut organik tertentu. Bahan rempah-rempah berbentuk bubuk halus dicampur dengan pelarut dan diekstraksi. Larutan dipisahkan dengan penyaringan dan pelarutnya disuling. Oleoresin yang dihasilkan mengandung aroma dan flavor (Tzia, 2003).

2.4.1. Penimbangan Penimbangan bahan baku dilakukan pada tahap awal ekstraksi. Penimbangan bertujuan untuk mempersiapkan bahan baku yang akan diekstraksi dan menentukan jumlah bahan baku yang sesuai dengan kapasitas alat maupun kebutuhan etanol. Penimbangan bahan baku dapat menggunakan timbangan biasa ataupun digital (Samuel, 2004).

2.4.2. Pengecilan Ukuran Pengecilan ukuran dimaksudkan untuk memperluas permukaan bahan sehingga kontak antara bahan dan pelarut bisa berlangsung optimum. Perbesaran luasan permukaan dimaksudkan untuk mempercepat pelarutan, mempercepat reaksi kimia, dan mempertinggi kemampuan penyerapan (Bernasconi, et al, 1995). Penghancuran lada hitam dapat dilakukan dengan alat penghancur biji.

2.4.3. Pengayakan Hasil penghancuran biji lada kemudian dilewatkan pada saringan 40 mesh untuk menyeragamkan ukuran bahan. Sebenarnya semakin kecil ukuran bahan

17

semakin luas pula permukaan bahan sehingga semakin banyak minyak yang dapat diekstrak. Tetapi ukuran bahan yang terlalu kecil juga menyebabkan banyak minyak yang menguap selama penghancuran (Anonymousb, 2006).

2.4.4. Ekstraksi Oleoresin secara Multi Tahap Ekstraksi oleoresin merupakan ekstraksi padatan-cairan yang melalui tahapan-tahapan sebagai berikut : Ekstraksi diawali dengan pindahnya pelarut kebagian permukaan solid, pelarut akan melarutkan solut dan membentuk senyawa atau larutan campuran. Larutan campuran tersebut akan bergerak menuju permukaan bahan dan kemudian keluar (Komara, 1991 dalam Samuel 2004). Ekstraksi multi tahap adalah menghubungkan bahan yang akan diekstrak dengan bahan pelarut baru beberapa kali dengan jumlah besar. Campuran bahan yang akan diekstrak dengan pelarut dilakukan pengadukan secara intensif dalam suatu instalasi aduk (Bernasconi, et al 1995), dengan adanya pengadukan kontak antara pelarut dengan bahan utama lebih lama sehingga daya larutnya lebih besar.

2.4.5. Penyaringan Hasil ekstraksi umumnya masih mengandung bahan ikutan lain yang terdapat dalam residu. Penyaringan dimaksudkan untuk memisahkan antara filtrat dan residu karena dalam filtrat tersebut komponen oleoresin yang diinginkan. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan penyaring vakum untuk

mempercepat proses penyaringan dan juga supaya pelarut tidak menguap (Hui, 1992).

18

2.4.6. Evaporasi Pelarut yang masih terdapat dalam filtrat harus diuapkan dengan metode evaporasi untuk mendapat oleoresin. Penguapan pelarut oleoresin lada hitam dilakukan dalam keadaan vakum menggunakan rotary vacuum evaporator. Pemekatan dilakukan sampai tidak ada pelarut yang menguap, masing-masing perlakuan mempunyai waktu penguapan yang berbeda, tergantung jumlah pelarut yang digunakan (Anonymousb, 2006). Campuran antara oleoresin dan pelarut dipisahkan dengan cara penyulingan pada titik uap pelarut. Jika dipergunakan heksan maka penyulingan dilakukan pada suhu + 40C dan + 65C jika digunakan etanol 96% (Anonymousb, 2006).

2.5. Efisiensi Pengertian efisiensi menurut Anthony (1999), yaitu menggambarkan beberapa masukan (input) yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit keluaran (output). Unit organisasi yang paling efisien adalah unit yang memproduksi sejumlah keluaran dengan penggunaan masukan yang minimal atau menghasilkan keluaran terbanyak dari masukan yang tersedia (faktor-faktor) produksi. Menurut Syamsi (2004), efisiensi dapat ditinjau dari dua segi, yaitu : 1. Segi hasil atau keluaran, yaitu hasil minimum yang dikehendaki ditetapkan terlebih dahulu. Kemudian pengorbanan maksimalnya (tenaga, pikiran, uang, atau lainnya) juga ditetapkan.

19

2. segi pengorbanan atau masukan, yaitu dengan pengorbanan (tenaga, pikiran, uang, atau lainnya) yang ada atau ditetapkan, kemudian ditetapkan hasil minimum yang harus dicapai. Menurut Upspy (1990), agar terjadi efisiensi mengharuskan dihindarkan nya pemborosan sumber daya ekonomi dimana sumber daya tersebut tidak mungkin lagi digunakan untuk memperbaiki keadaan rumah tangga yang lain menjadi buruk. Syarat untuk tercapainya efisiensi produsif : Perusahaan harus berada pada kurva biaya relevan syarat ini terpenuhi jika perusahaan memaksimalkan laba dengan cara meminimumkan biaya. Semua perusahaan didalam industri harus mempunyai tingkat biaya marginal untuk memproduksi unit output terakhir oleh setiap perusahaan didalam industri yang bersangkutan adalah sama untuk perusahaan lain. Alokasi sumber produktif dikatakan efisiensi apabila harga dari setiap komoditi sama dengan biaya marginalnya. Menurut Soekartawi (1991) prinsip penggunaan faktor produksi pada dasarnya adalah bagaimana menggunakan faktor produksi tersebut seefisien mungkin, dalam terminologi ilmu ekonomi, maka pengertian efisiensi dapat digolongkan menjadi tiga macam : 1. Efisiensi teknis, suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisiensi secara teknis kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang maksimum.

20

2. efisiensi yang alokatif (efisiensi harga), dikatakan efisiensi alokatif atau harga kalau nilai dari produk marginal sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan. 3. efisiensi ekonomi, dikatakan efisiensi ekonomi kalau usaha itu mencapai efisiensi teknis sekaligus efisiensi alokatif.

21

III. METODE PENELITIAN


3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses dan Sistem Produksi, Jurusan Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Penelitian mulai dilakukan pada bulan Oktober 2006 dan selesai pada bulan juni 2008.

3.2. Alat Dan Bahan 3.2.1. Alat Alat yang digunakan untuk mengekstrak oleoresin adalah grinder, toples, pengayak 40 mesh, timbangan digital, penangas panas, saringan, rotary vacuum evaporator, compressor erlenmeyer, gelas ukur, pipet tetes, pengaduk magnetik, timer. alat untuk analisa adalah timbangan digital, rotary vacuum evaporator, refraktometer, colour reader. Sedangkan alat yang digunakan untuk analisa adalah timbangan digital, spektrofotometer, labu volumetric 100ml, cawan Conway, labu takar 10ml.

3.2.2. Bahan Bahan baku yang digunakan dalam ekstraksi oleoresin lada hitam adalah lada hitam kering subgrade dan bahan pembantu adalah etanol 96% digunakan sebagai pelarut. Sedangkan bahan untuk analisa adalah C2H4Cl2, larutan Kbikromat asam sulfat, larutan K-karbonat.

22

3.3. Batasan Masalah Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini dibatasi pada : 1. Bahan utama yang digunakan adalah lada hitam (Piper nigrum) subgrade. 2. Metode ekstraksi yang digunakan adalah ekstraksi multi tahap dengan pelarut organik dalam hal ini adalah etanol. 3. Perhitungan biaya produksi yang digunakan adalah yang berpengaruh terhadap peningkatan kapasitas produksi dalam hal ini adalah perhitungan biaya variabel.

3.4. Prosedur Penelitian Secara umum, tahap tahap yang dilalui pada penelitian ini ditunjukkan dalam gambar berikut : Identifikasi masalah Studi literatur Penelitian pendahuluan dan hipotesa Rancangan penelitian, pelaksanaan, dan pengumpulan data Analisis data Penentuan Efisiensi Perhitungan biaya proses ekstraksi Kesimpulan Gambar 1. Diagam Alir Penelitian

23

3.4.1. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah ditentukan berdasarkan adanya kelemahan yang terjadi pada pembuatan oleoresin lada hitam yaitu pada proses ekstraksi secara langsung menggunakan pelarut organik dengan satu proses ekstraksi. Untuk mendapatkan semua oleoresin pada lada hitam diperlukan etanol dalam jumlah besar, agar proses ekstraksi dapat efisien dan tidak boros dalam penggunaan etanol diperlukan perbaikan proses. Perbaikan proses yang dapat dilakukan diantaranya adalah proses ekstraksi multi tahap dengan jumlah pelarut yang sesuai. Namun berapa kali proses ekstraksi yang optimal serta penggunaan pelarut yang tetap efektif untuk menghasilkan rendemen dan mutu yang tinggi , hal inilah yang menjadi permasalahan pada penelitian ini.

3.4.2. Studi literatur Studi literatur dilakukan dengan mempelajari literatur berupa buku, majalah, kajian dari internet, dan laporan dari instansi pemerintah sebagai data pelengkap. Literatur yang dipelajari meliputi segala sesuatu tentang lada hitam, oleoresin, ekstraksi, efisiensi dan biaya proses ekstraksi.

3.4.3. Rancangan Penelitian, pelaksanaan dan pengumpulan data Rancangan Penelitian Penelitian ini disusun secara faktorial yang dirancang dengan rancangan acak kelompok (RAK) dengan dua faktor. Faktor I adalah jumlah total pelarut berdasarkan rasio bahan (gr) dengan pelarut (ml) terdiri atas 4 level dan faktor II

24

adalah jumlah proses ekstraksi terdiri atas 2 level sehingga diperoleh 8 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan. Faktor I : Jumlah total pelarut berdasarkan rasio bahan (gr) dengan pelarut (ml) Terdiri dari 4 level : rasio bahan dengan pelarut rasio bahan dengan pelarut rasio bahan dengan pelarut rasio bahan dengan pelarut 1: 8 (K1) 1: 9 (K2) 1 : 10 (K3) 1 : 11 (K4)

Faktor II : Jumlah proses ekstraksi. Jumlah proses ekstraksi akan membagi total pelarut yang digunakan sehingga jumlahnya akan sama untuk tiap proses ekstraksinya Terdiri dari 2 level : 2 kali proses ekstraksi (T1) 3 kali proses ekstraksi (T2) Kombinasi perlakuan tersebut adalah sebagai berikut : K1T1 : Jumlah pelarut tiap ekstraksi (rasio bahan dengan pelarut) 1:4 (b/v) dengan 2 kali proses ekstraksi sehingga jumlah total pelarut yang digunakan 1:8 (b/v) K1T2 : Jumlah pelarut tiap ekstraksi (rasio bahan dengan pelarut) 1:2,67 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi sehingga jumlah total pelarut yang digunakan 1:8 (b/v) K2T1 : Jumlah pelarut tiap ekstraksi (rasio bahan dengan pelarut) 1:4,5 (b/v) dengan 2 kali proses ekstraksi sehingga jumlah pelarut total yang digunakan 1:9 (b/v)

25

K2T2 : Jumlah pelarut tiap ekstraksi (rasio bahan dengan pelarut) 1:3 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi sehingga jumlah pelarut total yang digunakan 1:9 (b/v) K3T1 : Jumlah pelarut tiap ekstraksi (rasio bahan dengan pelarut) 1:5 (b/v) dengan 2 kali proses ekstraksi sehingga jumlah pelarut total yang digunakan 1:10 (b/v) K3T2 : Jumlah pelarut tiap ekstraksi (rasio bahan dengan pelarut) 1:3,33 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi sehingga jumlah pelarut total yang digunakan 1:10 (b/v) K4T1 : Jumlah pelarut tiap ekstraksi (rasio bahan dengan pelarut) 1:5,5 (b/v) dengan 2 kali proses ekstraksi sehingga jumlah pelarut total yang digunakan 1:11 (b/v) K4T2 : Jumlah pelarut tiap ekstraksi (rasio bahan dengan pelarut) 1:3,67 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi sehingga jumlah pelarut total yang digunakan 1:11 (b/v) Pelaksanaan Penelitian Pembuatan oleoresin lada hitam dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Lada hitam ditimbang sebanyak 50 g untuk dihancurkan. 2. Lada hitam dikecilkan ukurannya dengan digrinder kemudian diayak dengan ukuran 40 mesh.

26

3. Etanol sesuai perlakuan [K1T1 (etanol 200 ml); K1T2 (etanol 133,3 ml); K2T1 (etanol 225 ml); K2T2 (etanol 150 ml); K3T1(etanol 250 ml); K3T2 (etanol 166,6 ml); K4T1(etanol 275 ml); K4T2 (etanol 183,3 ml) ] 4. Lada hitam dimasukkan ke erlemeyer kemudian etanol dimasukkan sesuai perlakuan dan dilakukan pengadukan dengan pengaduk magnetik dengan waktu 1 jam suhu 30 1oC. 5. Dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring whatmann 42 sehingga diperoleh filtrat dan residu. 6. Dilakukan proses ekstraksi lanjutan pada residu yang diperoleh sesuai perlakuan. 7. Dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring whatmann 42 sehingga diperoleh filtrat dan residu. 8. Filtrat dari ekstraksi pertama dan lanjutan dicampur kemudian diuapkan dengan rotary vacuum evaporator pada suhu 65oC dengan tekanan 200 mmHg sampai pelarut menguap. 9. Oleoresin lada hitam yang terbentuk dianalisa. Untuk lebih jelasnya dapat diketahui pada Gambar 2. Pengumpulan Data Parameter yang diamati pada oleoresin lada hitam meliputi rendemen (Eswanto, 2002), kadar piperin, dan sisa pelarut (Sujarwadi, 1996). Prosedur pengujian secara fisik dan kimia dicantumkan pada Lampiran 1.

27

3.4.4. Analisis Data Data hasil pengamatan fisik-kimia dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA). Analisis ini untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan dan interaksi antar kedua faktor. Jika ada perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji BNT 5% dan jika ada interaksi maka dilakukan uji DMRT 5%.

4.5. Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam Efisiensi proses ekstraksi oleoresin lada hitam termasuk efisiensi masukan yaitu dengan meminimalkan pemakaian pelarut dan lada hitam untuk menghasilkan oleoresin yang maksimal. Efisiensi proses ekstraksi oeloresin lada hitam pada ekstraksi oleoresin lada hitam menyatakan besarnya oleoresin yang bisa diekstrak dari bahan baku. Nilai efisiensi diperoleh dengan membandingkan oleoresin hasil ekstraksi dengan oleoresin yang terdapat pada bahan baku.

3.4.6. Perhitungan Biaya Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam Ekstraksi oleoresin lada hitam dengan metode ekstraksi multi tahap mempunyai 2 alternatif perlakuan terbaik Untuk mendukung efisiensi proses ekstraksi maka diperlukan perhitungan biaya proses ekstraksi oleoresin lada hitam alternatif perlakuan terbaik. Biaya proses ekstraksi menggambarkan berapa banyak kebutuhan biaya yang digunakan untuk menghasilkan sejumlah produk. Biaya proses ekstraksi bisa juga dikategorikan sebagai biaya tidak tetap (variabel) yaitu biaya yang berubah secara proporsional sesuai dengan perubahan volume produk yang dihasilkan. Biaya tidak tetap terdiri dari bahan baku, bahan pembantu, bahan pengemas, utilitas, dan tenaga kerja langsung.

28

Lada hitam Penimbangan (50 gram) Pengecilan ukuran digrinder 10 menit

Pengayakan ukuran partikel 40 mesh

Etanol 96% 200ml;133,3ml; 225ml;150ml; 250ml;166,6ml; 275ml;183,3ml

Lada hitam bubuk

Proses Ekstraksi I,II,III (30oC 1oC, 1 jam) Penyaringan Filtrat Penguapan Etanol (65oC, 200 mmBar : 40 rpm) Oleoresin lada hitam Ampas

Etanol 96% 200ml;133,3ml; 225ml;150ml; 250ml;166,6ml; 275ml;183,3ml

Etanol Analisa : 1. rendemen 2. kadar piperin 3. sisa etanol didalam oleoresin

Gambar 2. Diagam Alir Pembuatan Oleoresin Lada Hitam Skala Laboratorium

29

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Rendemen Rendemen oleoresin lada hitam hasil penelitian dengan perlakuan jumlah pelarut dan jumlah proses ekstraksi diperoleh nilai terendah 3,550% pada perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:8 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi dan nilai tertinggi 5,348% pada perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:11 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi. Berdasarkan analisa ragam (Lampiran 2) diketahui bahwa perlakuan jumlah total pelarut, jumlah proses ekstraksi dan interaksi keduanya berbeda sangat nyata pada = 0,01. Tabel 2. Rerata Rendemen Oleoresin Pada Berbagai Jumlah Total Pelarut dan Jumlah Proses Ekstraksi. Perlakuan Rerata Kadar DMRT 5% Jumlah total pelarut (b/v) Jumlah proses ekstraksi Piperine (%) 1:8 3 kali 3,550 a 1:8 2 kali 4,291 b 0,741 1:9 2 kali 4,424 c 0,133 1:9 3 kali 4,561 d 0,137 1:10 2 kali 5,185 e 0,624 1:11 2 kali 5,194 e 0,009 1:10 3 kali 5,344 f 0,150 1:11 3 kali 5,348 f 0,004 Keterangan : Rerata yang didampingi oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata ( = 0,05) Dari Tabel 2 tersebut diketahui bahwa perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:11 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi mempunyai nilai rerata rendemen tertinggi (5,348%). Hal ini dikarenakan jumlah pelarut etanol yang lebih banyak pada saat mencapai kesetimbangan reaksi mampu melarutkan oleoresin yang lebih banyak juga dan dengan jumlah proses ekstraksi yang lebih

30

banyak dapat mengekstraksi kembali oleoresin yang masih tertinggal pada ampas sisa ekstraksi sebelumnya. Jumlah proses ekstraksi juga mempengaruhi rendemen yang didapat semakin banyak proses ekstraksi maka semakin banyak rendemen yang diperoleh disebabkan karena oleoresin yang tertingggal dalam ampas sisa ekstraksi sebelumnya dapat diekstrak pada proses ekstraksi selanjutnya. Kombinasi jumlah pelarut dan jumlah tahap ekstraksi menyebabkan perbedaan kemampuan etanol dalam melarutkan oleoresin pada lada hitam.

Re r ata re nde m e n ole ore s in (%)

6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 400 450 500 550 Jum lah pelarut (m l)

2 kali proses ekstraksi 3 kali proses ekstraksi

Gambar 3. Grafik Hubungan Jumlah Rerata Rendemen Oleoresin, Jumlah total Pelarut dan Jumlah Proses Ekstraksi Dari Gambar 3 dapat diketahui bahwa semakin banyak jumlah pelarut yang digunakan maka semakin banyak rendemen yang diperoleh. Hal ini menunjukkan bahwa rendemen akan meningkat dengan adanya penambahan jumlah pelarut, peningkatan tertinggi pada jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:10 (b/v) sebesar 5,185% dengan 2 kali proses eskstraksi dan pada jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:10 (b/v) sebesar 5,344% dengan 3 kali proses ekstraksi. Peningkatan rendemen cenderung tetap

31

pada jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:11 (b/v) yaitu sebesar 5,194% dengan 2 kali proses ekstraksi dan pada jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:11 (b/v) sebesar 5,348% dengan 3 kali proses ekstraksi. Diduga pada saat larutan mencapai kondisi kesetimbangan reaksi, kemampuan pelarut etanol dalam melarutkan oleoresin lada hitam meningkat sebanding dengan peningkatan jumlah pelarut dalam setiap proses ekstraksi sehingga menghasilkan rendemen oleoresin yang lebih banyak. Sedangkan pada jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:11 (b/v) cenderung tetap karena pada jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:10 (b/v) dengan 2 sampai 3 kali ekstraksi kebutuhan jumlah etanol sudah maksimal dalam mengekstrak oleoresin dan oleoresin dalam bahan terekstrak habis sehingga kurang berpengaruh terhadap penambahan pelarut. Ditinjau dari segi rendemen, perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:10 (b/v) dan 3 kali proses ekstraksi lebih baik daripada perlakuan dengan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:11 (b/v) dan 3 kali proses ekstraksi hal ini dikarenakan pemakaian jumlah etanol yang lebih sedikit namun mampu menghasilkan rendemen yang sama dengan perlakuan dengan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:11 (b/v) dan 3 kali proses ekstraksi. Dari penelitian sebelumnya (Yudha, 2006) ekstraksi oleoresin lada hitam menggunakan metode ekstraksi satu tahap ekstraksi dengan jumlah pelarut etanol (rasio bahan dengan pelarut) 1:15 (b/v) menghasilkan rendemen 5,13%. Pada

32

ekstraksi oleoresin lada hitam menggunakan metode ekstraksi multi tahap dengan perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:10 (b/v) dan 3 kali proses ekstraksi menghasilkan rendemen yang lebih tinggi yaitu sebesar 5,344%. Ekstraksi oleoresin dengan metode ekstraksi multi tahap memperoleh rendemen yang lebih tinggi daripada metode satu tahap ekstraksi dan mampu mengurangi jumlah total pelarut yang diperlukan untuk proses ekstraksi hal ini sesuai dengan pernyataan Bernasconi, et al (1995) bahwa dengan satu tahap ekstraksi tunggal yaitu mencampur bahan ekstraksi dengan pelarut satu kali, umumnya tidak mungkin seluruh ekstrak terlarutkan hal ini disebabkan adanya kesetimbangan antara ekstrak yang terlarutkan dan ekstrak yang masih tertinggal dalam bahan. Pelarutan lebih lanjut hanya mungkin dengan cara memisahkan larutan ekstrak dari bahan ekstraksi dan mencampurkan bahan ekstraksi tersebut dengan pelarut baru. Ekstraksi akan lebih menguntungkan jika dilakukan dalam jumlah tahap banyak dan setiap tahap menggunakan pelarut yang sedikit. Rendemen tertinggi diperoleh pada jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:11 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi dan rendemen terendah diperoleh pada jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:8 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi.

4.2 Kadar Piperine Hasil analisa kadar piperine yang diperoleh berkisar antara 45,080% pada perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:8 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi sampai 47,706% pada perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:9 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi. Berdasarkan

33

analisa ragam diperoleh bahwa jumlah proses ekstraksi berbeda nyata pada = 0,05 sedangkan jumlah total pelarut dan interaksi antara jumlah total pelarut dengan jumlah proses ekstraksi berbeda sangat nyata pada = 0,01. Perhitungan analisis ragam kadar piperine oleoresin lada hitam yang dihasilkan dengan perlakuan jumlah total pelarut dan jumlah proses ekstraksi yang berbeda ditunjukkan pada Lampiran 3. Tabel 3. Rerata Kadar Piperine Oloresin Lada Hitam dengan Berbagai Jumlah Total Pelarut dan Jumlah Proses Ekstraksi. Perlakuan Rerata Kadar DMRT 5% Jumlah total pelarut (b/v) Jumlah proses ekstraksi Piperine (%) 1:8 3 kali 45,080 a 1:9 2 kali 47,022 b 1,942 1:8 2 kali 47,316 b 0,294 1:11 2 kali 47,471 b 0,155 1:10 3 kali 47,488 b 0,017 1:11 3 kali 47,610 b 0,121 1:10 2 kali 47,682 b 0,073 1:9 3 kali 47,706 b 0,024 Keterangan : Rerata yang didampingi oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata ( = 0,05) Berdasarkan Tabel 3 tersebut diketahui bahwa perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:9 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi mempunyai nilai rerata kadar piperine tertinggi (47,706%), sedangkan kombinasi perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:8 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi mempunyai rerata kadar piperine terendah (45,08%). Melalui uji duncan kadar piperine oleoresin lada hitam yang didapat dengan berbagai kombinasi perlakuan, perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:8 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya pada taraf kepercayaan = 0,05. hal ini diduga karena

34

jumlah

total

pelarut

yang

kurang

pada

setiap

proses

mengakibatkan

kesetimbangan terjadi hanya dapat mengekstraksi oleoresin yang sedikit. Etanol akan dapat mengekstrak oleoresin yang sekaligus mengandung piperine secara maksimal bila jumlah etanol yang digunakan cukup untuk mengekstraksi oleoresin yang ada pada bahan. Dari penelitian sebelumnya (Yudha, 2006) ekstraksi oleoresin lada hitam menggunakan metode ekstraksi satu tahap ekstraksi dengan jumlah pelarut etanol (rasio bahan dengan pelarut) 1:15 (b/v) diperoleh kadar piperin sebesar 47,55% dan nilai ini tidak berbeda jauh dari kadar piperin yang diperoleh dengan ekstraksi metode multi tahap yang mempunyai nilai kadar piperin yang hampir sama tiap perlakuannya yaitu dengan rentang 47,02% 47,71% terkecuali pada perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:8 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi dengan kadar piperin sebesar 45,08%. Hal ini dapat diartikan bahwa metode ekstraksi multi tahap tidak mempengaruhi kadar piperin dan dapat memenuhi standart SNI dengan kadar piperin minimal sebesar 45%.

4.3 Sisa Etanol pada Oleoresin Hasil analisa sisa etanol pada oleoresin lada hitam yang diperoleh berkisar antara 1,95% pada perlakuan dengan 2 kali proses ekstraksi sampai 2,01% pada perlakuan dengan 3 kali proses ekstraksi. Berdasarkan analisis ragam diperoleh bahwa jumlah proses ekstraksi memberikan pengaruh yang berbeda nyata ( = 0,05) terhadap sisa etanol yang dihasilkan, sedangkan jumlah total pelarut tidak mempengaruhi sisa etanol serta interaksi kedua faktor yaitu jumlah total pelarut

35

dan jumlah proses ekstraksi tidak ada interaksi. Perhitungan analisis ragam sisa etanol oleoresin lada hitam yang dihasilkan ditunjukkan pada Lampiran 4. Tabel 4. Rerata Sisa Etanol pada Oloresin Lada Hitam dengan Berbagai Jumlah Proses Ekstraksi. Jumlah Proses Ekstraksi Rerata Sisa Etanol pada Oleoresin (%) BNT 5% 2 kali proses 3 kali proses 1,95a 2,01b 0,04863

Tabel 4 diatas menunjukkan bahwa ekstraksi dengan 3 proses ekstraksi lebih besar kadar sisa etanolnya daripada ekstraksi dengan 2 proses ekstraksi. Kadar sisa etanol terendah didapatkan pada jumlah proses ekstraksi (1,95%) dan tertinggi pada jumlah proses ekstraksi 3 kali (2,01%). Standart SNI kadar sisa etanol untuk oleoresin lada hitam ditetapkan sebesar maksimal 25 ppm, namun dari tiap perlakuan percobaan dihasilkan nilai sisa kadar etanol yang masih tinggi dan belum memenuhi standart SNI. Kadar sisa etanol yang masih tinggi disebabkan pada proses evaporasi menggunakan alat rotary vakum evaporator untuk memisahkan etanol dari oleoresin suhu yang dibutuhkan pada kondisi vakum sebesar 65oC dengan tekanan 200mmHg, pada kenyataannya pada proses evaporasi etanol diuapkan pada suhu 65oC namun kondisi vakum tidak terjadi sehingga titik didih etanol tidak mengalami penurunan yaitu tetap sebesar 78,3oC menyebabkan etanol tidak menguap secara sempurna dan berdampak pada tingginya nilai sisa etanol yang masih tertinggal dalam oleoresin. 2 kali

4.4 Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam Menurut Siregar (2004), proses peningkatan efisiensi merupakan serangkaian upaya yang dilakukan untuk meningkatkan hasil (output) atau

36

menurunkan nilai input sebelumnya. Efisiensi pada proses ekstraksi oleoresin adalah seberapa banyak oleoresin yang didapat dari proses dalam mengesktraksi oleoresin yang ada pada bahan baku. Kinerja efisiensi ditunjukkan oleh perbandingan oleoresin pada bahan baku dan oleoresin yang didapat setelah proses. Secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut:
efisiensi = oleoresin yang diperoleh oleoresin pada bahan baku

Efisiensi proses ekstraksi oleoresin lada hitam denagn metode multi tahap didapat dengan membandingkan jumlah oleoresin yang diperoleh dengan kandungan oleoresin pada bahan baku lada hitam. Menurut Hanum (1991), kandungan oleoresin pada lada hitam subgrade adalah sekitar 6% sedangkan kandungan oleoresin pada biji lada hitam kering adalah sekitar 17%. Perhitungan efisiensi pelarut pada proses ekstraksi oleoresin lada hitam dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 5. Rerata Efisiensi Penggunaan Pelarut pada Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam dengan Berbagai Jumlah Pelarut dan Jumlah Tahap Ekstraksi. Perlakuan Rerata efisiensi Jumlah total pelarut (b/v) Jumlah proses ekstraksi penggunaan pelarut (%) 1:8 3 59,17 1:8 2 71,51 1:9 2 73,74 1:9 3 76,02 1:10 2 86,41 1:11 2 86,57 1:10 3 89,06 1:11 3 89,14 Dari Tabel 5 tersebut diketahui bahwa perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:8 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi mempunyai nilai efisiensi pelarut yang terendah (59,17%), sedangkan pada

37

perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:11 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi mempunyai nilai efisiensi tertinggi yaitu 89,14%. Jumlah proses ektraksi mempengaruhi efisiensi yang diperoleh. Perlakuan dengan 3 kali proses ekstraksi menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dari pada perlakuan dengan 2 kali proses ekstraksi pada pemakaian pelarut yang sama sehingga mempunyai nilai efisiensi ekstraksi oleoresin yang lebih besar, terkecuali pada perlakuan perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:8 (b/v). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tahap ekstraksi 3 kali lebih efisien untuk mengekstraksi oleoresin lada hitam dari pada jumlah proses ekstraksi 2 kali. Efisiensi penggunaan pelarut pada proses ekstraksi oleoresin lada hitam dipengaruhi oleh banyaknya oleoresin yang didapat serta banyaknya pelarut yang digunakan dengan tahapan ekstraksi untuk mengekstraksi oleoresin tersebut. Diduga semakin banyak pelarut yang digunakan maka oleoresin yang didapat juga semakin banyak sehingga meningkatkan nilai efisiensinya sampai nilai maksimal.

4.5 Perhitungan Biaya Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam Ekstraksi oleoresin lada hitam dengan metode ekstraksi multi tahap mempunyai 2 alternatif perlakuan terbaik yaitu perlakuan terbaik pertama dengan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:10 (b/v) menghasilkan rendemen 5,344% namun dengan 3 kali proses ekstraksi memerlukan 3 jam untuk dapat melakukan semua proses ekstraksi. Perlakuan terbaik kedua yaitu perlakuan dengan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:10 (b/v) menghasilkan rendemen yang lebih sedikit yaitu 5,185% dengan 2 kali proses ekstraksi membutuhkan 2 jam untuk dapat melakukan proses ekstraksi. Untuk

38

menentukan perlakuan yang terbaik maka dari alternatif perlakuan diatas dihitung biaya proses ekstraksi per alternatif perlakuan dan membandingkannya. Biaya proses ekstraksi menggambarkan berapa banyak kebutuhan biaya yang digunakan untuk menghasilkan sejumlah produk. Biaya proses ekstraksi bisa juga dikategorikan sebagai biaya tidak tetap (variabel) yaitu biaya yang berubah secara proporsional sesuai dengan perubahan volume produk yang dihasilkan. Biaya tidak tetap terdiri dari bahan baku, bahan pembantu, bahan pengemas, utilitas, dan tenaga kerja langsung. Rincian biaya proses ekstraksi alternatif pertama dapat dilihat pada Lampiran 6 sedangkan rincian biaya proses ekstraksi alternatif perlakuan kedua dapat dilihat pada Lampiran 7. Diasumsikan untuk satu kali proses ekstraksi dibutuhkan 50 kg bahan baku lada hitam subgrade. Alternatif perlakuan pertama yaitu jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:10 (b/v) dengan 3 kali proses esktraksi dalam sehari mampu melakukan 6 kali proses ekstraksi sehingga membutuhkan bahan baku sebanyak 300 kg lada hitam subgrade. Pada alternatif perlakuan kedua yaitu jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:10 (b/v) dengan 2 kali proses esktraksi dalam sehari mampu melakukan 9 kali proses ekstraksi sehingga membutuhkan bahan baku sebanyak 450 kg lada hitam subgrade. Penggunaan etanol sebagai pelarut dalam jumlah banyak dan harga yang mahal menjadi pertimbangan dalam perencanaan biaya proses ekstraksi oleoresin lada hitam. Untuk menekan biaya penggunaan etanol maka hasil recovery etanol dapat dipergunakan lagi dalam proses selanjutnya, hal ini didukung dengan penelitian sebelumnya Yudha (2006), penggunaan pelarut etanol secara berulang

39

tidak ada pengaruh nyata terhadap rendemen dan kadar piperine yang dihasilkan. Pemilihan alat juga mempengaruhi etanol yang hilang selama proses, pemakaian alat vaccum filter dan vaccum evaporator yang ideal adalah dengan tingkat kehilangan pelarut pada saat proses penyaringan sekitar 5% dan proses evaporasi sekitar 5%. Sehingga pada proses pembuatan oleoresin lada hitam kebutuhan pelarut etanol dapat memanfaatkan hasil recovery etanol yang digunakan secara berulang untuk proses ekstraksi selanjutnya dilakukan penambahan pelarut pada alternatif perlakuan pertama etanol yang dibutuhkan sebanyak 50 liter per prosesnya dan 300 liter per hari sedangkan alternatif perlakuan kedua penambahan pelarut 50 liter per prosesnya dan membutuhkan etanol sebanyak 450 liter per harinya. Biaya proses ekstraksi oleoresin lada hitam pada alternatif pertama sebesar Rp 85.784.000,00 per bulan dengan total produksi selama 1 bulan sebesar 400,8kg sehingga diperoleh HPP bruto sebesar Rp 214.031,94 rincian perhitungan HPP Bruto dapat diihat pada Lampiran 6. Sedangkan biaya proses esktraksi pada alternatif perlakuan kedua sebesar Rp 127.864.000,00 per bulan dengan total produksi selama 1 bulan sebesar 585,3kg sehingga diperoleh HPP bruto sebesar Rp 218.458,91 rincian perhitungan HPP Bruto dapat diihat pada Lampiran 7. Dari perhitungan biaya proses esktraksi maka yang layak menjadi perlakuan terbaik adalah alternatif perlakuan pertama yaitu jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:10 (b/v) dengan 3 kali proses esktraksi.

40

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2002. Process for extraction of piperine from piper species. http://www.patentstorm.org/process_for_extraction_of_piperine_fro m_ piper_species.htm. Tanggal akses 15 Maret 2006 __________a. 2005. Lada Hitam. http://www.Melur.com-MyHerba.htm. Tanggal akses 15 Maret 2006 __________b. 2005. Tanaman Obat Indonesia : lada. http://www.iptek.net.idPortal. Htm. Tanggal akses 15 Maret 2006 __________c. 2005. Teknologi Baru Memajukan Jamu. http://www.Indomedia.com/intisari 2005./jan/ekstrak jamu.htm. Tanggal akses 15 Maret 2006 __________a. 2006. Spice Oil and Oleoresins. http://www.nrdcindia.com. Tanggal akses 15 Maret 2006 __________b.2006. Teknologi Pengolahan Lada. http://agribisnis.deptan.go.id/kebun/tekno/lada.htm. Tanggal akses 15 Maret 2006 Bernasconi, G. Gerster, H. Hauser, H. Stauble, H. Schneifer, E. 1995. Teknologi Kimia. Bagian 2. penerjemah : Handojo L. Pradnya Paramita. Jakarta. Hal 177-185. Eswanto, A.H. 2002. Pendekatan Metode Permukaan Respon untuk Optimalisasi Rendemen Oleorein dari Ekstraksi Jahe Emprit (Zingiber officinale var. rubium). Skripsi. FTP Unibraw. Malang. Fessenden, R.J. and Fessenden, J.S. 1991. Kimia Organik Jilid 1. Penerjemah : Pudjaatmaka, A.H. Erlangga. Jakarta. Hanum, T.1991. Rendemen dan Mutu Oleoresin dari Beberapa Jenis Mutu Lada Hitam Lampung. Buletin Ilmiah Pertanian dan Transmigrasi. V. 2(8), 1991: p .15 22.

41

Heinrich,

M., J. Barnes, dan S. Gibbons. 2003. Fundamentals of Pharmacognosy and Phitotherapy. Churchill Livingstone. USA.

Hui, Y. H. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. John Willey and Sons. New York. Kar. 2003. Pharmacognosy and International Publishers. New Delhi. Pharmacobiotechnology. New Age

Komara, A. 1991. Mempelajari ekstraksi Oleoresin Dan Karakteristik Mutu Oleoresin dari Bagian Cabe Rawit. Dalam : Samuel, W. Pengaruh Jenis Pelarut dan Suhu terhadap Rendemen Oleoresin Temu Hitam. Skripsi. FTP. Universitas Brawijaya. Malang.

Koswara. 1995. Jahe dan Hasil Pengolahannya. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Manheimer, J. 1996. Oleoresin. Dalam : Samuel, W. Pengaruh Jenis Pelarut dan Suhu terhadap Rendemen Oleoresin Temu Hitam. Skripsi. FTP. Universitas Brawijaya. Malang. McCabe, W.L. Smith, J.C. Hariot, Peter. 1999. Operasi Teknik Kimia Jilid 2. Penerjemah : Jasjfi, E. Erlangga. Jakarta. Mulyadi. 1997. Akuntansi Manajemen, Konsep Manfaat dan Kelayakan. STIE YKPN. Yogyakarta. Rajeev, P. dan S. Devasahayam. 2005. Black Pepper (Extension Pamphlet). Indian Institute of Spices Research. Kochi, Indian. Samuel, W. Pengaruh Jenis Pelarut dan Suhu terhadap Rendemen Oleoresin Temu Hitam. Skripsi. FTP. Universitas Brawijaya. Malang.

42

Susanto, W. H. 1999. Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. Sujarwadi, E.T. 1996. Kajian Jumlah Pelarut dan Lama Ekstraksi Rimpang Kencur terhadap Rendemen dan Mutu Oleoresin Kencur. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Syamsi, I. 2004. Efisiensi, Sistem, dan Prosedur Kerja. Bumi Aksara. Jakarta. Tzia, C., G. Liadakis, T. Tzia. 2003. Extraction Optimization in Food Engineering. Marcel Dekker, Inc. USA. Williamson. 2002. Mayor Herbs of Ayurveda. Churchill Livingstone. United Kingdom. Yuswantoro, A. 2001. Pengaruh Suhu dan Frekuensi Oleoresin Kayu Manis terhadap Rendemen dan Karakteristik Mutu. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

43

Lampiran 1. Analisa Rendemen, Kadar Piperine dan Sisa Etanol pada Oleoresin Analisa Rendemen (Eswanto, 2002)

Perhitungan rendemen dilakukan dengan cara membandingkan antara massa oleoresin yang dihasilkan dengan massa bahan lada hitam awal. Cara perhitungan adalah sebagai berikut : Rendemen =

Berat Pr oduk Jadi x100% Berat Awal

Analisa Kadar Piperin

Perhitungan kadar piperin menggunakan metode spektrofotometer. Piperin diberikan kedalam C2H4Cl2 dan penyerapan UV diukur maks 342-345 nm. Berat 0,1 gr piperin dimasukkan kedalam 100ml labu volumetric ditambahkan kira-kira 70ml C2H4Cl2, dikocok untuk melarutkan dan mencairkan ke volumetri. Titik nol spektro photometer dengan C2H4Cl2, dan baca A setiap akhir larutan pada max 342-345nm. Menggunakan sumber cahaya UV dan C2H4Cl2 di cell petunjuk. Cara perhitungan adalah sebagai berikut : % piperin = [(As x F x V) / (Ws x 103)] x 100 dimana As = absorbsi dari sampel F = faktor berasal dari piperin (0,9) V = larutan volumetric ml (100ml) Ws = Berat sampel gr

44

Analisa Sisa Etanol pada Oleoresin (Kartika, 1992)

Perhitungan sisa etanol pada oleoresin menggunakan metode spektrofotometer. Masukkan 1ml larutan K-bikromat asam sulfat, 0,5ml oleoresin dan 1ml larutan K-karbonat kedalam cawan Conway. Goyangkan cawan sehingga tercampur dengan baik. Masukkan larutan dalam labu takar 10ml dan encerkan sampai tanda. Amati optical density menggunakan spektofotometer dengan panjang gelombang 480nm. Cara perhitungan adalah sebagai berikut : Etanol = X x fp dimana x = (0.372-Abs)/0.313 Abs = absorbsi dari sampel fp = 2/ml sampel

45

Lampiran 2 Data Percobaan dan Analisa Ragam Rendemen


Tabel Data Kadar Rendemen (%) Perlakuan I K1T1 K1T2 K2T1 K2T2 K3T1 K3T2 K4T1 K4T2 TOTAL 4.266 3.412 4.446 4.611 5.122 5.269 5.182 5.330 37.639 Ulangan II 4.319 3.560 4.394 4.518 5.227 5.388 5.166 5.367 37.938 III 4.287 3.678 4.433 4.554 5.205 5.374 5.234 5.348 38.113 12.872 10.650 13.272 13.683 15.554 16.031 15.582 16.045 113.690 4.291 3.550 4.424 4.561 5.185 5.344 5.194 5.348 37.897 Total Rerata

Tabel Dua Arah Perlakuan K1 K2 K3 K4 Total Analisa Keragaman Rendemen SK DB JK KT F-HIT NOTASI FTABEL 5% Kelompok Perlakuan K T KT Galat Total 2 7 3 1 3 14 23 0.01436 8.66281 7.7382 0.03173 0.89289 0.04609 8.72326 0.00718 1.23754 2.5794 0.03173 0.29763 0.00329 2.18185 375.943 783.573 9.63784 90.414 tn ** ** ** ** 3.74 2.76 3.34 4.8 3.34 1% 6.51 4.28 5.56 8.86 5.56 T1 12.87 13.27 15.55 15.58 57.28 T2 10.65 13.68 16.03 16.04 56.41 Total 23.52 26.96 31.58 31.63 113.69

46

Uji BNT Faktor T 4.7007 4.7007 4.7735 Notasi Perlakuan Uji BNT Faktor K 3.9204 3.9204 4.4926 5.2641 5.2712 Notasi Perlakuan a K1 b K2 c K3 0 4.4926 * 0 5.2641 * * 0 5.2712 * * tn 0 c K4 0.00329 0.07105 KTG BNT 0,05 a T2 0 4.7735 * 0 b T1 0.00329 0.05024 KTG BNT 0,05

47

Lampiran 3. Data Percobaan dan Analisa Ragam Kadar Piperin


Tabel Data Kadar Piperin (%) Perlakuan I K1T1 K1T2 K2T1 K2T2 K3T1 K3T2 K4T1 K4T2 TOTAL 47.029 45.612 47.471 47.559 48.030 47.359 47.559 47.735 378.353 Ulangan II 47.762 44.257 46.748 47.912 47.471 47.647 47.359 47.359 376.515 III 47.157 45.371 46.847 47.648 47.547 47.459 47.495 47.735 377.259 141.949 135.240 141.065 143.119 143.047 142.465 142.413 142.830 1132.127 47.316 45.080 47.022 47.706 47.682 47.488 47.471 47.610 377.376 Total Rerata

Tabel Dua Arah Perlakuan K1 K2 K3 K4 Total T1 141.95 141.07 143.05 142.41 568.47 T2 135.24 143.12 142.47 142.83 563.65 Total 277.19 284.18 285.51 285.24 1132.13

48

Analisa Keragaman Piperin SK DB JK KT F-HIT NOTASI FTABEL 5% Kelompok Perlakuan K T KT Galat Total 2 7 3 1 3 14 23 0.21381 16.0426 7.75272 0.96846 7.32143 1.85399 18.1104 0.1069 2.2918 2.58424 0.96846 2.44048 0.13243 0.807265 17.30605 19.51434 7.313109 18.42874 tn ** ** * ** 3.74 2.76 3.34 4.8 3.34 1% 6.51 4.28 5.56 8.86 5.56

Uji BNT Faktor T 46.9711 46.9711 47.3728 Notasi Perlakuan a T2 0 47.3728 * 0 b T1 0.13243 0.31867 KTG BNT 0,05

Uji BNT Faktor K 46.1980 46.1980 47.3640 47.5404 47.5854 Notasi Perlakuan a K1 b K2 b K4 0 47.3640 * 0 47.5404 * tn 0 47.5854 * tn tn 0 b K3 0.13243 0.45067 KTG BNT 0,05

49

Lampiran 4. Data Percobaan dan Analisa Ragam Kadar Sisa Etanol Tabel Data Kadar Etanol (%) Ulangan Perlakuan I II III 1.940 2.134 1.930 K1T1 1.930 1.945 2.032 K1T2 1.945 1.891 1.930 K2T1 2.032 1.930 1.942 K2T2 1.955 2.006 1.964 K3T1 1.994 2.058 2.003 K3T2 1.913 1.904 1.917 K4T1 2.032 2.134 2.043 K4T2 15.741 16.002 15.761 TOTAL Tabel Dua Arah Perlakuan T1 6.00 K1 5.77 K2 5.93 K3 5.73 K4 23.43 Total Analisa Keragaman Etanol SK DB JK Kelompok Perlakuan K T KT Galat Total KT

Total

Rerata

6.004 5.907 5.766 5.904 5.925 6.055 5.734 6.209 47.504

2.001 1.969 1.922 1.968 1.975 2.018 1.911 2.070 15.835

T2 5.91 5.90 6.06 6.21 24.08 F-HIT

Total 11.91 11.67 11.98 11.94 47.50 NOTASI F-TABEL 5% tn 3.74 tn 2.76 tn 3.34 * 4.8 tn 3.34

2 7 3 1 3 14 23

0.00528 0.05499 0.00983 0.01739 0.02777 0.04525 0.10552

0.00264 0.00786 0.00328 0.01739 0.00926 0.00323

0.81601 2.43044 1.0135 5.37958 2.86434

1% 6.51 4.28 5.56 8.86 5.56

50

Uji BNT Faktor T

1.9524 2.0063 KTG 1.9524 0 * 2.0063 0 0.00323 a b Notasi T1 T2 Perlakuan


Uji BNT Faktor K

BNT 0,05

0.04979

1.9450 1.9852 1.9905 1.9967 Notasi Perlakuan

1.9450 0

1.9852 tn 0

1.9905 tn tn 0 a K4

a K2

a K1

1.9967 tn tn tn 0 a K3

KTG

BNT 0,05

0.00323 0.07041

51

Lampiran 5. Perhitungan Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam Multi Tahap

Efisiensi penggunaan pelarut pada proses ekstraksi oleoresin lada hitam multi tahap didapat dengan membandingkan jumlah oleoresin yang diperoleh dengan kandungan oleoresin pada bahan baku lada hitam. Secara matematis dapat dituliskan sebagai sebagai berikut : Efisiensi= Oleoresin yang diperoleh x 100% Oleoresin pada bahan baku

Contoh perhitungan : Bahan masuk :


Lada hitam

= 50gr
6 100

Kandungan oleoresin pada bahan = 6% = Pelarut etanol = 400 ml

x 50 gr = 3gr

Ekstrak akhir :

Kondensat Oleoresin

= 140 ml = 2,133 gr Oleoresin yang diperoleh x 100% Oleoresin pada bahan baku 2,133 = x 100% = 71,1% 3

Efisiensi =

52

Perhitungan Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam Multi Tahap sebelum filtrasi sesudah filtrasi sesudah evaporasi lada hitam pelarut oleoresin ampas filtrat(ml) kondensat(ml) oleoresin(gr) (gr) (ml) dibahan(gr) (gr) 50 50 50 400 400 400 3 3 3 79.6 78.9 83.5 80.67 83.2 80.8 79.3 81.10 78.9 80.7 81.2 80.27 78.8 80.6 81.9 80.43 80.9 77.8 82.2 80.30 83.8 80.4 80.7 81.63 82.3 79.8 79.2 80.43 84.2 79.3 78.6 80.70 310 310 305 308.33 295 295 305 298.33 365 360 360 361.67 355 350 350 351.67 410 415 410 411.67 395 405 405 401.67 458 455 460 457.67 445 450 450 448.33 140 138 138 138.67 132 135 128 131.67 164 170 165 166.33 150 158 152 153.33 190 188 185 187.67 174 178 175 175.67 210 205 214 209.67 198 198 200 198.67 2.13 2.16 2.14 2.15 1.71 1.78 1.84 1.78 2.22 2.20 2.22 2.21 2.31 2.26 2.28 2.28 2.56 2.61 2.60 2.59 2.63 2.69 2.69 2.67 2.59 2.58 2.62 2.60 2.67 2.68 2.67 2.67

efisiensi(%)

71.10 71.98 71.45 71.51 56.87 59.33 61.30 59.17 74.10 73.23 73.88 73.74 76.85 75.30 75.90 76.02 85.37 87.12 86.75 86.41 87.82 89.80 89.57 89.06 86.37 86.10 87.23 86.57 88.83 89.45 89.13 89.14

50 50 50

400 400 400

3 3 3

50 50 50

450 450 450

3 3 3

50 50 50

450 450 450

3 3 3

50 50 50

500 500 500

3 3 3

50 50 50

500 500 500

3 3 3

50 50 50

550 550 550

3 3 3

50 50 50

550 550 550

3 3 3

53

Lampiran 6. Rincian biaya proses ekstraksi alternatif perlakuan terbaik pertama


A. Kebutuhan Bahan Baku No 1 Jenis Lada Hitam (subgrade) (kg) Total B. Kebutuhan Bahan Pembantu No 1 Jenis Ethanol 96% (L) Total C. Kebutuhan Bahan Pengemas No 1 Jenis Botol HDPE Total D. Kebutuhan Air No 1 Kondensor (m ) Total E. Kebutuhan Energi No 1 Jenis Listrik (kWh) Total Jml/hari 84 Jml/bln 2100 Harga/sat (Rp) 630 Biaya/bln(Rp) 1323000 1323000
3

Jml/hari 300

Jml/bln 7500

Harga/sat (Rp) 1000

Biaya/bln (Rp) 7500000 7500000

Jml/hari 300

Jml/bln 7500

Harga/sat (Rp) 10000

Biaya/bln (Rp) 75000000 75000000

Jml/hari 16

Jml/bln 400

Harga/sat (Rp) 1000

Biaya/bln (Rp) 400000 400000

Jenis

Jml/hari 1

Jml/bln 25

Harga/sat (Rp) 2440

Biaya/bln(Rp) 61000 61000

F. Kebutuhan Tenaga Kerja No 1 Jenis Tenaga Kerja Langsung Total Jml/hari 3 Jml/bln 75 Harga/sat (Rp) 20000 Biaya/bln (Rp) 1500000 1500000

54

Rincian Biaya Tak Tetap selama 1 bulan (alternatif perlakuan terbaik pertama)
No 1 2 3 4 Jenis Bahan Baku Lada Hitam subgrade Bahan Pembantu Ethanol 96 % Bahan Pengemas Botol HDPE Utilitas Air *) Listrik **) Tenaga Kerja Langsung Total Biaya (Rp) 7500000 75000000 400000 61000 1323000 1500000 85784000

*) Tarif air minum untuk industri kecil pemakaian air min 10 m3 adalah tarif 1 Rp 1.750,00 tarif 2 Rp 2.550,00 dan tarif 3 Rp 3.600,00 (PDAM, bulan Januari 2008) **) Tarif tenaga listrik untuk industri kecil (450 - 14000 VA) adalah Rp 630/kwh, PLN bulan Januari 2008) Total Biaya proses ekstraksi/bln (Rp) Total produksi/bln (kemasan @ 1 kg) HPP Bruto/kemasan (Rp) 85784000 400.8 214031.94

55

Lampiran 7. Rincian biaya proses ekstraksi alternatif perlakuan terbaik kedua


A. Kebutuhan Bahan Baku No 1 Jenis Lada Hitam (subgrade) (kg) Total B. Kebutuhan Bahan Pembantu No 1 Jenis Ethanol 96% (L) Total C. Kebutuhan Bahan Pengemas No 1 Jenis Botol HDPE Total D. Kebutuhan Air No 1 Kondensor (m ) Total E. Kebutuhan Energi No 1 Jenis Listrik (kWh) Total Jml/hari 124 Jml/bln 3100 Harga/sat (Rp) 630 Biaya/bln(Rp) 1953000 1953000
3

Jml/hari 450

Jml/bln 11250

Harga/sat (Rp) 1000

Biaya/bln (Rp) 11250000 11250000

Jml/hari 450

Jml/bln 11250

Harga/sat (Rp) 10000

Biaya/bln (Rp) 112500000 112500000

Jml/hari 24

Jml/bln 600

Harga/sat (Rp) 1000

Biaya/bln (Rp) 600000 600000

Jenis

Jml/hari 1

Jml/bln 25

Harga/sat (Rp) 2440

Biaya/bln(Rp) 61000 61000

F. Kebutuhan Tenaga Kerja No 1 Jenis Tenaga Kerja Langsung Total Jml/hari 3 Jml/bln 75 Harga/sat (Rp) 20000 Biaya/bln (Rp) 1500000 1500000

56

Rincian Biaya Tak Tetap selama 1 bulan (alternatif perlakuan terbaik kedua)
No 1 2 3 4 Jenis Bahan Baku Lada Hitam subgrade Bahan Pembantu Ethanol 96 % Bahan Pengemas Botol HDPE Utilitas Air *) Listrik **) Tenaga Kerja Langsung Total Biaya (Rp) 11250000 112500000 600000 61000 1953000 1500000 127864000

*) Tarif air minum untuk industri kecil pemakaian air min 10 m3 adalah tarif 1 Rp 1.750,00 tarif 2 Rp 2.550,00 dan tarif 3 Rp 3.600,00 (PDAM, bulan Januari 2008) **) Tarif tenaga listrik untuk industri kecil (450 - 14000 VA) adalah Rp 630/kwh, PLN bulan Januari 2008) Total Biaya proses ekstraksi/bln (Rp) Total produksi/bulan (kemasan @ 1 kg) HPP Bruto/kemasan (Rp) 127864000 585.3 218458.91

You might also like