You are on page 1of 2

MTBS ( MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT)

Latar belakang: Setiap tahun lebih dari 12 juta anak di negara berkembang meninggal sebelum ulang tahunnya yang kelima, dan 70% dari kematian-kematian tersebut disebabkan oleh pneumonia, diare, malaria dan campak dan gizi buruk. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah strategi untuk menurunkan kematian balita dengan pendekatan terpadu yang melibatkan pencegahan, promotif dan pengobatan. Isu sustainibilitas program MTBS menjadi penting oleh karena begitu banyak kendala dalam penerapan MTBS. Tujuan: Mengetahui bagaimana praktik MTBS di puskesmas dengan dukungan manajemen Dinas Kesehatan Kabupaten Tanah Laut dan mengapa puskesmas masih bisa menjaga kelangsungan penerapan MTBS. Metode: Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Pengamatan langsung untuk mengetahui alur pelayanan dan keterpaduan pelayanan. Kepatuhan petugas dinilai dengan membandingkan dengan cheklis berdasar buku bagan MTBS. Wawancara dan diskusi kelompok terfokus (DKT) serta mencari dokumen pendukung dilaksanakan untuk melihat dukungan manajemen dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tanah Laut terhadap praktik MTBS. Hasil: Penelitian ini menunjukkan beberapa usaha nyata dalam upaya mengintegrasikan pelayanan anak. Logistik form pencatatan dan pelaporan serta pelatihan yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan membantu implementasi kegiatan ini. Dalam praktiknya, MTBS sudah melibatkan tim yang dikelola oleh seorang case manager. Proses pengobatan, promosi dan pencegahan telah dilakukan dalam situasi ruang yang memungkinkan terjadi koordinasi. Kepatuhan terhadap standar MTBS telah mencapat 67 persen dari item yang seharusnya dilaksanakan. Case manager MTBS dilakukan oleh bidan dan petugas yang mendapat pelatihan. Meskipun demikian, puskesmas baru memiliki struktur sementara yang belum memiliki kewenangan mengelola sumber-sumber untuk mengatasi masalah dalam implementasi. Kesimpulan dan Saran: Penelitian ini membuktikan bahwa puskesmas memiliki semangat untuk mengimplementasi program inovasi. Yang baru mereka bisa kerjakan adalah membuat contoh case management dari sisi ruangan, alur pelayanan, serta pencatatan dan laporan. Dinas Kesehatan baru mampu mengembangkan program MTBS sebatas penyelenggaraan pelatihan dan mendorong puskesmas untuk memulai. Ini pun dilakukan sebatas meneruskan program dari pusat

dan WHO. fungsi case manager yang didukung oleh manajemen puskesmas. Pengembangan program ini di tingkat puskesmas menuntut adanya otonomi puskesmas yang lebih luas sehingga mereka dapat mencari strategi dari lapangan yang bisa cocok dengan kebutuhan pemecahan masalah dalam implementasinya.

You might also like