You are on page 1of 13

RELATIONSHIP EFFORT DAN KUALITAS LAYANAN SEBAGAI

STRATEGI PENGUAT RELATIONSHIP OUTCOMES


(Sebuah Tinjauan Konseptual dalam Bisnis Ritel Modern di Indonesia)

Chr. Whidya Utami


Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Unika Widya Mandala-Surabaya
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Ekonomi Univ. Airlangga

Abstrak: Artikel ini berfokus pada dampak dari upaya relasional ( surat langsung, perlakuan preferensi personal dan balas
jasa) dan kualitas layanan yang dilakukan seorang pengecer dalam bisnis eceran untuk menghasilkan pemasaran relasional
yang kuat. Pada hubungan business to customer(BTC)dan pengembangan model teori perspektif konsumen. Terdapat dua
perbedan perspektif: Psykologis dan perilaku di dalam pemasaran relasional. Hasil dari psikologis adalah kepercayaan,
komitmen dan kepuasan. Efek dari upaya relasional dan kualitas layanan dapat memberikan masukan dalam meningkatkan
kekuatan pemasaran relasional dalam bisnis eceran melalui relationship yang aman diantara pembeli dan penjual

Kata kunci: relationship marketing, bisnis eceran, upaya relasional, kualitas layanan, hasil relasional

Abstract: This article focuses at the impact of relationship efforts (direct mail, personalization preferential treatment, and
tangible rewarding) and service quality made by a retailer in retail business as the strengthening relationship marketing
outcomes. At Business-to-Consumer (BTC) relationships and develops a theoretical model of the consumer's perspective.
There are two different perspectives: psychological and behavioral outcomes of relationship marketing. The psychological
outcomes of trust, commitment and satisfaction relationship are presented. The impact of relationship effort and service
quality has been suggested that a way of increasing Sthrenghtening relationship outcomes in retail business through secure
relationships between buyers and sellers.

Keywords: customer relationship marketing, retail business, relationship effort, service quality, relationship outcomes.

PENDAHULUAN kan pada tataran strategik dalam suatu organisasi dan


tidak lagi terbatas pada pengambilan keputusan
Studi manajemen pemasaran mengiktisarkan taktis. Pemasaran bukan suatu fungsi manajemen
lima filosofi tentang bagaimana menjalankan praktek yang berdiri sendiri tetapi menjadi kegiatan dalam
pemasaran. Ke lima filosofi tersebut, meliputi pema- proses organisasi keseluruhan. (2). 4-P yang merupa-
saran yang berorientasi (1). produsen (2). produksi kan taktik pemasaran bergeser menjadi ”creating,
(3). penjual (4). pasar (5). pemasaran sosial (Kotler, communicating and delivering value to customer.” 4-
2003: 12). Pemasaran berorientasi pasar sebagai P merupakan kelompok variabel yang dapat
artikulasi dari konsep pemasaran yang kini banyak dikendalikan organisasi yang dimaksudkan untuk
dianut perusahaan. Namun demikian, redefinisi meliput pasar sasaran sehingga dapat memuaskan
konsep pemasaran masih terus berlangsung, sebagai sebaik mungkin para pelanggan di pasar itu.
upaya untuk mencari konsep yang sesuai dengan Sebenarnya para pelanggan menginginkan proporsi
tuntutan lingkungan (Kotler, 2003:25). nilai (value proposition) berupa penawaran total
Redefinisi konsep pemasaran tersebut dipicu untuk memenuhi kebutuhan preferensi, dan ekspek-
oleh terjadinya pergeseran paradigma orientasi pasar tasi mereka sehingga tercapai kepuasan. 4-P tidak
dari transaksional (transactional) menjadi relasional cukup untuk menentukan persepsi nilai pelanggan
(relationship). Kotler (2003: 34) menegaskan, yang merupakan perbandingan antara persepsi
perusahaan perlu melakukan penyesuaian praktek manfaat dan persepsi pengorbanan. Manfaat untuk
pemasaran dari transactional marketing menuju pelanggan tidak hanya ditentukan oleh atribut
relationship marketing. Hal ini sejalan dengan apa produk, promosi dan distribusi, namun turut berperan
yang dikemukakan oleh Pawitra, (2005) bahwa telah atribut servis dan atribut yang bersifat “intangibles”
terjadi redefinisi disiplin pemasaran dengan lain seperti merek, reputasi, ekuitas pelanggan,
menekankan hal-hal sebagai berikut : (1). ”Proses of ekuitas karyawan, ekuitas pemasok dan lain-lain. Di
planning and executing” bergeser menjadi “an lain sisi, pengorbanan tidak hanya ditentukan oleh
organizational function and a set of process.“ biaya transaksi yakni harga yang harus dibayar untuk
maknanya adalah peranan pemasaran lebih difokus- suatu tawaran, tetapi turut pula menentukan biaya

Jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra


http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAR
22
Utami: Relationship Effort Dan Kualitas Layanan 23

daur hidup, biaya kenyamanan (convenience), dan Teridentifikasi pula dengan jelas peluang mau-
resiko. (3).Terjadi pergeseran objek pemasaran yakni pun persaingan bisnis ritel di Indonesia sangat
tidak lagi ditekankan pada ideas, goods and services, terbuka. Konsumen mulai kritis untuk memilih dan
tetapi pada pelanggan. Dengan demikian pengelolaan mengambil keputusan dalam menentukan toko dan
hubungan dengan pelanggan menjadi titik sentral jenis ritel dalam memenuhi kebutuhannya dan telah
untuk disiplin pemasaran. Suatu organisasi perlu terjadi perubahan pola berbelanja pada masyarakat
mengenal masalah pelanggan secara reaktif dan perkotaan dengan munculnya kecenderungan konsu-
ekspektasi pelanggan secara proaktif untuk men- men lebih menyukai berbelanja pada ritel-ritel
jamin hubungan jangka panjang dengan pelanggan. modern dibandingkan ritel tradisional. Menurut hasil
Suatu organisasi yang customer-centric terus- sigi konsumen yang dilakukan oleh AC Nielsen dan
menerus berusaha melayani setiap pelanggan dengan dikutip pada Pilar Bisnis (Juli, 2003), terjadi pera-
empati dengan selalu memberdayakan pelanggan, lihan pola belanja, di mana sekitar 24% konsumen
bukan menjadikan pelanggan sebagai sasaran. (4). kini cenderung untuk berbelanja di pasar modern
Fokus proses pemasaran yang tadinya dipusatkan (untuk diperkotaan jumlahnya mencapai 41%). Pada
pada pertukaran diperluas ke arah relationship yang 12 kota besar di Indonesia, konsumen memilih pasar
memiliki cakrawala waktu yang panjang. Di dalam modern melebihi pasar tradisional yaitu sebesar 53%.
setiap kegiatan pertukaran terdapat setiap hubungan Lebih lanjut, masih berdasarkan hasil penelitian AC
relasional (relationship) yang akan menjadi Nielsen dan dikutip dalam Tempo (Mei, 2003)
hubungan interaktif dan terus-menerus jika tercipta menunjukkan bahwa kontribusi pasar tradisional
kepuasan, kepercayaan dan komitmen. terhadap penjualan barang konsumsi menurun dari
Menurut Disney (1999) “As organization 84,1% tahun 1999 menjadi 74,4% di tahun 2002.
become incresingly customer focused and driven by
Sebaliknya Supermarket mengalami kenaikan dari
customer demands, the need to meet the customers
3% tahun 1999 menjadi 20,1% pada tahun 2002. Di
expectations and retain their loyalty becomes more
sini terlihat bahwa pasar tradisional akan perlahan-
critical.” Dalam organisasi bisnis kebutuhan untuk
lahan tergeser oleh industri ritel modern.
fokus terhadap konsumen akan terus mengalami
Menurut Widjaja (2002) banyak faktor pen-
peningkatan. Pemahaman terhadap kebutuhan serta
keinginan konsumen yang belum terpenuhi, maupun dorong kesuksesan ritel modern skala besar,
strategi yang membuat konsumen menjadi loyal pun beberapa diantaranya adalah pilihan lokasi yang
menjadi hal yang krusial untuk terus dipikirkan oleh tepat, dukungan teknologi sistem informasi, harga
perusahaan. Dalam konteks tersebut pergeseran murah, maupun kelengkapan produk. Semakin
paradigma dari transactional menjadi relationship terfragmentasinya pasar dan tidak jelasnya perbedaan
merupakan keharusan. Mengingat, Relationship antara satu format ritel dengan format ritel yang lain.
marketing akan memberikan manfaat bagi konsumen Maka keunggulan strategi format ritel yang hanya
dan mengkondisikan pesaing lebih sulit dalam berorientasi pada pilihan lokasi, sistem informasi
mendapatkan kesetiaan konsumen. (Evan dan handal, harga murah maupun kelengkapan produk
Laskin, 1994). tidak akan cukup untuk dapat memenangkan per-
Sebagai negara dengan penduduk terbesar saingan.
keempat di dunia, Indonesia merupakan daya tarik Lebih jauh Meerzorg (2003)mengemukakan,
bagi para pengusaha ritel (Suhata, 2003). Bisnis ritel bahwa salah satu kunci sukses dalam bidang bisnis
merupakan bagian dari saluran distribusi yang ritel modern adalah implementasi strategi customer
memegang peranan penting dalam rangkaian relationship, disamping tentunya penentuan lokasi,
kegiatan pemasaran dan merupakan perantara serta srategi harga, dan penggunaan teknologi informasi.
penghubung antara kepentingan produsen dan Pendapat ini dipertegas oleh Crosby et al., (1990),
konsumen. Menurut Kotler (2003:535) sebagai dengan mengemukakan bahwa dalam lingkungan
berikut;“Retailing includes all the activities involved ritel dewasa ini, taktik relationship marketing
in selling goods or services directly to final memainkan peranan penting dengan meningkatnya
consumers for personal, nonbusiness use.” Usaha tuntutan konsumen terhadap dibangunnya relasi yang
ritel merupakan semua aktivitas yang melibatkan harmonis antara pelanggan dan peritel. Sedangkan
penjualan barang dan jasa langsung kepada Sweeney seperti dikutip dalam Suhata (2003),
konsumen akhir untuk penggunaan yang sifatnya menegaskan bahwa implementasi strategi relation-
pribadi, dan bukan bisnis. Usaha atau bisnis ritel di ship marketing memang sangat dibutuhkan dalam
Indonesia mengalami perkembangan yang cukup bisnis ritel, dengan menyatakan pendapat sebagai
pesat pada beberapa tahun terakhir ini, dengan berikut: “.....dibandingkan bisnis manufaktur, peritel
berbagai macam format serta jenisnya (Rene, 1996). memiliki keunggulan dalam membina hubungan
Jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAR
24 JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN, VOL. 1, NO. 1, APRIL 2006: 22-34

dengan konsumen karena peritel memiliki posisi effort) dan kualitas layanan yang unggul inilah yang
yang lebih baik dalam mendeteksi pola pembelian dapat diistilahkan sebagai strategi penguat relation-
konsumen dan menerapkan kemampuan tersebut ship outcomes.
dengan efisiensi biaya. Sebagai contoh, dalam bisnis Artikel ini akan mencoba menelaah secara
ritel memungkinkan menyapa dan memperlakukan konseptual: (1).Implementasi pemasaran relasional
tamu dengan lebih baik, memberikan program dalam bisnis ritel modern, (2).Dimensi upaya
loyalty dan perlakuan istimewa (preferential treat- relasional (relationship effort) sebagai strategi
ment) dengan memberikan reward kepada pelanggan penguat relationship outcomes yang sesuai dengan
yang berbelanja dalam jumlah tertentu.” karkateristik bisnis ritel modern di Indonesia,
Salah satu implementasi strategi relasional (3).Dimensi dan atribut kualitas layanan sebagai
menurut Levy dan Weitz (2004) adalah komunikasi, strategi penguat relationship outcomes yang sesuai
perlakuan istimewa (preferential treatment), perso- dengan karkateristik bisnis ritel modern di Indonesia.
nalisasi (personalisation) dan balas jasa (rewarding) (4). Implikasi Strategi Penguat Relationship effort
yang dapat diistilahkan dengan upaya relasional terhadap Keluaran Relasional (Relationship
(relationship effort). Lebih jauh dijelaskan bahwa Outcomes) dalam Bisnis Ritel Modern di Indonesia.
upaya relasional (relationship effort) adalah aktivitas
terintegrasi dengan tujuan membangun relasi dengan IMPLEMENTASI PEMASARAN RELASIONAL
pelanggan dalam jangka panjang. (RELATIONSHIP MARKETING) DALAM BISNIS
Taruhan utama dalam meraih keberhasilan suatu RITEL MODERN
strategi pemasaran adalah menciptakan, mengkomu-
nikasikan dan menyerahkan nilai unggul kepada Bisnis Ritel meliputi semua kegiatan yang
pelanggan. Maka fokus pada implementasi upaya melibatkan penjualan barang atau jasa secara
relasional (relationship effort) saja dianggap belum- langsung pada konsumen akhir untuk penggunaan
lah cukup. Garbarino dan Johnson, (1999); Gruen et pribadi dan bukan bisnis (Berman, 2001:3).
al., (2000); Gwinner et al., (1998); Pritchard et al., Sedangkan menurut Levy dan Weitz (2004:64) bisnis
(1999) seperti dikutip dalam Fulerton, (2004) ritel sebenarnya dapat dikategorikan sebagai bisnis
mengemukakan pendapat sebagai berikut:“Recently, jasa, namun dengan kebutuhan layanan yang sangat
a number of scholars have attempted to study the rendah. Bisnis jasa dengan layanan tinggi dapat
nature of service relationships thereby merging two dikatakan sebagai jasa dalam arti murni seperti
fields of study from the relationship marketing restoran, jasa perbankan, jasa konsultan manajemen,
perspective, customer commitment is seen as being jasa asuransi. Lebih jauh, menurut Berry (1986)
the key determinant of customer retention and dalam Subash et al., (2000), sangat membantu untuk
loyalty. On the other hand, the services marketing mengklasifikasikan peritel dalam “good” dan
literature generally views service quality as the “services’ retailer, di mana bisnis ritel termasuk
central construct that drives customer loyalty as a dalam kategori jasa namun dengan prosentase service
result of this work, there is a significant opportunity atau layanan yang sangat kecil dibandingkan
to merge these two fields of study in order to build a dengan bisnis jasa pelayanan penuh seperti restoran,
more comprehensive understanding of organization– salon maupun konsultan manajemen. Dalam
consumer relationships in services industries.” mengimplementasikan konsep relationship mar-
Maknanya : Saat ini, sejumlah peneliti sudah keting dalam bisnis ritel dibutuhkan pendekatan yang
mencoba untuk melakukan studi terhadap sifat alami relatif sama dengan implementasi dalam bisnis jasa
service relationship dengan menggabungkan dua khususnya jasa dengan keterlibatan layanan yang
bidang telaah dari perspektif relationship marketing, rendah (low contact services).
dimana komitmen pelanggan dilihat sebagai kunci Bisnis ritel sendiri telah mengalami evolusi
faktor penentu dari retensi pelanggan dan loyalitas. dengan pergeseran dari bisnis ritel tradisional menuju
Sedang di sisi lain, literatur pemasaran jasa pada bisnis ritel modern. Di mana keberadaan bisnis ritel
umumnya melihat kualitas layanan sebagai konstruk modern ditandai dengan salah satu ciri, yaitu
inti yang mendorong loyalitas pelanggan. Oleh sebab meningkatnya kebutuhan terhadap aplikasi teknologi
itu, merupakan kesempatan yang signifikan untuk sistem informasi. Seperti misalnya penggunaan
menggabungkan dua bidang telaah yaitu kualitas aplikasi sistem operasi toko dengan komputer seperti:
layanan dan pemasaran relasional dalam penelitian Point of Sales (POS), Elektronic Data Interchange
dengan pemahaman organization-consumer relation- (EDI), dan EFT (Elektronic Fund Transfer), di mana
ship yang lebih komprehensif dalam industri aplikasi sistem tersebut diharapkan menunjang
jasa.Dengan demikian upaya relasional (relationship peningkatan efisiensi (Maulana, 1999). Namun

Jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra


http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAR
Utami: Relationship Effort Dan Kualitas Layanan 25

demikian, bergesernya orientasi pada bisnis ritel Bisnis ritel membutuhkan strategi relationship
modern ternyata belum diikuti oleh pola orientasi dengan dukungan data base yang lengkap melalui
terhadap konsumen. Seperti dikemukakan oleh program keanggotaan sebagai kekuatan untuk
Beatty et al.,(1996) sebagai berikut:“However, mewujudkan relationship outcome yang pada akhir-
retailer generally have little knowledge on the types nya akan menumbuhkan retensi konsumen yang
of value drivers that they should focus at”. tinggi.
Jadi, bagaimanapun peritel pada umunya
memiliki sedikit pengetahuan tentang tipe dan nilai DIMENSI UPAYA RELASIONAL (RELA-
yang mendorong pada fokus yang harus peritel TIONSHIP EFFORT) SEBAGAI STRATEGI
lakukan. Bendapudi dan Berry (1997) menambahkan PENGUAT RELATIONSHIP OUTCOMES
bahwa; “Conceptualized what some of these drivers YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK
might be, but no systematic, empirical investigation BISNIS RITEL MODERN DI INDONESIA
has been reported. Especially research pertaining to
relationship marketing in consumer market has Menurut Oderkeken et al.,(2003) penelitian
advanced little.” Perhatian peritel terhadap relation- tentang relationship marketing, tidak mungkin
ship marketing dengan fokus konsumen masih dilakukan tanpa pengetahuan atau pemahaman
dianggap kurang sistematik dan kurang didukung bahwa variabel inti yang menjadi perhatian dari
oleh aktivitas investigasi empiris. relationship adalah adanya suatu interrelasi potensial
Beberapa ritel market dikatakan telah maturity pada saat lampau maupun akan datang bagi
(mengalami kedewasaan) dan kesulitan dalam konsumen dengan peritel. “One or more exchanges
mendiferensiasikan diri hanya berdasarkan seleksi between a consumer and a retailer that are perceived
terhadap merchandise (barang dagangan) saja (Berry, by the consumer as being interrelated to potential
1986). Peritel diharapkan melakukan aktivitas dan past and future exchanges with the retailer”
usaha yang lebih keras melalui pembenahan proses, Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa
layanan dan teknologi untuk meningkatkan customer bisnis ritel sebagai bisnis yang sukar sekali melaku-
value (Morgan dan Hunt, 1994) seperti dikutip dalam kan diferensiasi membutuhkan upaya relationship
Odekerken et al., (2003). (relationship effort) untuk mewujudkan customer
Menurut Odekerken et al., (2003), peningkatan retention dan loyalitas pelanggan. Menurut Odeker-
usaha dalam bisnis ritel dapat dilakukan dengan ken et al., (2003) sebagai berikut;“A relationship
membangun relasi (relationship effort). Membangun effort as any effort that is actively made by retailer
relasi menjadi hal penting sebagai landasan untuk towards a consumer, that is intended to contribute to
membangun customer retention, dengan alasan: (1). the consumer’s perceived customer value above and
Harapan konsumen terhadap kualitas dari produk dan beyond the core product and or service efforts
jasa yang dikonsumsi semakin meningkat, (2). received, and that can only be perceived by the
Persaingan diantara peritel juga semakin meningkat, consumer after continued exchange with the
dengan marketing strategi dan taktik yang relatif retailer.”
sama, misalnya dengan menawarkan jenis merchan- Upaya relasional adalah usaha aktif peritel dalam
dise yang relatif sama, promosi harga, melakukan memberikan kontribusi terhadap harapan konsumen
share terhadap distribution channel system, dan untuk mewujudkan customer retention melalui
memperlakukan konsumen dengan lebih baik penyampaian produk inti dan layanan yang membuat
melalui layanan yang prima (Berry,1986)) (3). Peritel terjalinnya relasi yang kelanjutan. Menurut Oder-
dihadapkan pada tuntutan baru tentang keterbatasan kerken et al., (2003) Relationship efforts mengacu
dan ketidak jelasan marketing environment dalam pada (1). usaha secara aktif yang dilakukan oleh
bisnis ritel antara pasar dengan industri, dan peritel. Sebagai contoh: “confinient benefit” diwujud-
meningkatnya fragmentasi pasar maupun semakin kan dari kondisi bahwa konsumen secara rutin
pendeknya daur hidup produk. (Juttner dan Wehrli, belajar dari pengalaman belanja dengan mengingat
1994) seperti dikutip dalam Odekerken et al., (2003). lokasi produk pada display supermarket. Confinient
Program keanggotaan (membership) merupakan benefit akan lebih cepat terwujud, karena peran aktif
salah satu perwujudan dari aktivitas relasional yang peritel untuk menginformasikan pada konsumen
dilakukan oleh peritel, seperti dikemukakan oleh melalui signage (tanda-tanda yang terpasang pada
Gummesson (1999:81) sebagai berikut:“Frequent display ritel) ataupun komunikasi secara personal.
flyer’ loyalty programmes are the technically most (2). sejalan dengan pendapat Gwinner et al., (1998)
advanced attempts to create long term individual relationship effort didefinisikan mirip dengan
relationship through membership.” relationship benefit jika dilihat dari perspektif peritel,

Jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra


http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAR
26 JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN, VOL. 1, NO. 1, APRIL 2006: 22-34

yaitu manfaat yang didapatkan oleh konsumen dari SPOT bekerja sama dengan prinsipal produk yang
relasi jangka panjang yang terjalin sesuai dengan dipromosikan dan biaya promosi ditanggung
kinerja core service yang diberikan oleh produsen bersama juga merupakan salah satu alternatif lain
dalam hal ini peritel. dalam melakukan komunikasi dengan pelanggan. Di
Menurut Levy dan Weitz (2004:348) dikemuka- sisi lain, promosi melalui media televisi maupun
kan pendapat sebagai berikut:“Four approaches that surat kabar juga menjadi pilihan bagi peritel,
retailers use to retain their best customers are (1) berdasarkan data AC NIELSON menunjukkan
frequent shopper programs, (2) special customer periode Januari-Oktober 2004 sebuah peritel besar di
service, (3) personalization, (4) community for Indonesia menghabiskan anggaran iklan sebesar Rp
building customer retention and loyalty is develop a 20,70 miliar dengan persentasi terbesar di surat
sense for customers to exchange information using kabar, sebesar Rp 18,33 miliar.
buletin boards and develop more personal relation-
ship with each other and the retailer by commu- Perlakuan istimewa (preferential treatment)
nication.”
Terdapat empat pendekatan yang dapat dilaku- Perlakuan istimewa (preferential treatment)
kan peritel untuk mempertahankan pelanggan serta menurut Gwinner et al., (1998) adalah persepsi
membuat pelanggan menjadi setia yaitu melalui konsumen terhadap sampai sejauh mana perlakuan
program belanja secara teratur, perlakuan istimewa dan pelayanan terhadap konsumen membership
bagi pelanggan, personalisasi dan membangun dilakukan lebih baik dibandingkan bukan konsumen
komunitas melalui pertukaran informasi dengan reguler. Terkait dengan relationship, tidak semua
buletin dan mengembangkan relasional secara konsumen menyukai diperlakukan dengan cara yang
personal melalui komunikasi. sama, diharapkan adanya konsumen yang fokus dan
Dengan demikian, terdapat 4 (empat) aktivitas selektif untuk mendapatkan perlakukan istimewa
relationship effort yang diharapkan dapat menjaga (Peterson, 1995). Argumentasi terhadap hal ini
orientasi retensi pelanggan pada peritel, yaitu adalah perlakuan umum sebagai pemenuhan ke-
komunikasi (communication), perlakukan istimewa butuhan dasar dari setiap konsumen memang penting
(preferential treatment), personalisasi (personaliza- untuk dipenuhi, namun perlakuan istimewa terhadap
tion), dan balas jasa (rewarding). Penjelasan untuk konsumen selektif penting dilakukan dalam upaya
masing-masing upaya relasional (relationship effort) sebagai retensi bagi peritel. Hal ini juga merupakan
dapat dirinci sebagai berikut : salah satu kunci keberhasilan dalam mengimple-
mentasikan strategi relasional.
Komunikasi (communication) Sedangkan preferential treatment menurut Sheth
Komunikasi adalah persepsi konsumen terhadap dan Parvatiyar (2002) diartikan sebagai layanan
sampai seberapa jauh peritel memberikan informasi kepada pelanggan berupa waktu belanja spesial atau
kepada konsumen secara terus menerus melalui akses untuk produk baru. Diungkap pula bahwa
media komunikasi langsung, hal ini dikemukakan konsumen mengharapkan tidak ingin diperlakukan
oleh Duncan dan Moriarty, (1998) sebagai beri- sama dengan konsumen lain. Beberapa pemasar
kut:“Communication is a consumer perception of the memberikan kritik kepada peritel yang memper-
extent to which a retailer keeps its regular customer lakukan konsumen secara sama dengan tidak ada
informed through direct communication media” perbedaan yang mengakibatkan perusahaan akan
Komunikasi merupakan kondisi utama yang kehilangan tidak hanya sebagian keuntungan tetapi
harus ada untuk terciptanya sebuah relasi (Duncan lebih jauh akan kehilangan kesetiaan pelanggan.
dan Moriaty, 1998). Dengan komunikasi, usaha- Peterson (1995) berpendapat bahwa perlakuan
usaha yang diarahkan untuk membangun relasi, yang istimewa kepada pelanggan akan memungkinkan
dilakukan oleh peritel/produsen dapat dipahami oleh penjual untuk memberikan sesuatu yang sangat
konsumen. mendasar bagi pembeli yaitu perasaan dihargai,
Penyebaran katalog merupakan salah satu sehingga persepsi pelanggan yang lebih tinggi
bentuk komunikasi efektif yang dapat dilakukan oleh terhadap perlakuan istimewa/preferential treatment
pihak peritel. Sebagai contoh, salah satu peritel besar akan meningkatkan tingkat relationship outcomes
yang beroperasi di Indonesia, menyebarkan tidak secara keseluruhan.
kurang dari 1 juta katalog setiap kali terbit (dua
minggu sekali). Selain katalog besar yang mewakili Personalisasi (personalization)
seluruh toko, ada juga katalog pendek yang di up Personalisasi (Personalization) menurut Metcalf
date setiap lima hari sekali. Kemudian ACTION et al.,(1992) adalah persepsi konsumen terhadap

Jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra


http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAR
Utami: Relationship Effort Dan Kualitas Layanan 27

sampai sejauh mana peritel berinteraksi dengan pendekatan yang tepat sesuai dengan aspek-aspek
konsumen reguler secara ramah dan dengan cara-cara yang dibutuhkan dalam operasional ritel tersebut
personal. Pentingnya pertukaran personal antara untuk membangun dimensi kualitas layanan yang
pembeli dan penjual dalam mempengaruhi relation- dapat diimplementasikan dalam bisnis ritel.
ship outcomes bukan merupakan hal baru terkait Menurut Finn dan Lamb, (1991:489) sebagai
dengan relationship dan proses sosial (Beatty et berikut;“The service categories that were used in the
al.,1996). Pentingnya hubungan personal antara development of SERVQUAL are very different to
pelanggan dengan peritel akan berpengaruh pada goods retailing (they fall closer to the pure service
hasil keluaran hubungan, sehingga tidaklah meng- end of the pure service-pure goods continuum than
herankan jika hubungan personal dapat dikatakan store retailing) and it may well be that consumers use
merupakan proses sosial (Beatty et al.,1996). Sebagai different criteria to evaluate competing goods
contoh, Stone (1954) dalam Beatty et al.,(1996) retailers who sell a mix of goods and services than
menekankan pentingnya hubungan personal dalam they use to evaluate retailers that are primarily or
keberadaan suatu tempat perbelanjaan. Crosby dan exclusively service firms.”
Cowles, (1990) menerangkan bahwa interaksi sosial Kategori layanan yang digunakan untuk me-
dihasilkan oleh pusat perbelanjaan yang mampu ngembangkan SERVQUAL sangat berbeda pada
memberikan motivasi kepada pelanggan untuk terus goods retailing. Demikian pula konsumen, meng-
berbelanja. Manfaat hubungan sosial antara lain gunakan kriteria yang berbeda untuk mengevaluasi
adalah perasaan sebagai keluarga, perasaan sebagai good retailer yang merupakan campuran antara good
teman, dukungan sosial (Berry, 1995), pengakuan dan service yang dapat disebut sebagai exclusively
personal, penyebutan nama konsumen, memahami service firm.
pelanggan secara pribadi, percakapan secara ber- Pemahaman terhadap konsep kualitas dengan
sahabat, dan penampakan keakraban serta kehangat- dimensi dan atribut yang sesuai dalam bisnis ritel
an antara peritel dengan pelanggannya. tentunya membutuhkan telaah terhadap berbagai
hasil studi dan penelitian yang telah dilakukan terkait
Balas jasa (rewarding) dengan kualitas layanan dalam bisnis ritel. Beberapa
penelitian tentang kualitas layanan dalam ritel bisnis
Balas Jasa (rewarding) menurut Peterson, (1995)
diawali oleh:
adalah persepsi konsumen terhadap sampai sejauh
(a). Carman (1990) dianggap sebagai pionner works
mana peritel menawarkan manfaat yang berwujud
in the field of retailing melakukan penelitian
seperti harga atau pemberian insentif kepada
pada tyre retailer (pengecer ban), dengan
konsumen reguler untuk menumbuhkan loyalitas.
menggunakan analisis faktor poros (axis factor
Manfaat yang berwujud tersebut dapat berupa,
analysis) yang diikuti oleh rotasi terhadap lima
pemberian hadiah cuma-cuma, bonus belanja, kupon
dimensi dalam SERVQUAL dengan instrumen
belanja, point untuk menginap di Hotel, maupun
yang khusus.
pemberian tiket film . Balas jasa mengindikasikan
(b). Finn dan Lamb (1991) mengembangkan
adanya kerja sama atau hubungan dengan pihak lain.
penelitian pada obyek departemen store dan
Banyak pemasar yang berfokus bahwa penyediaan
discount store (toko diskon), dengan mengguna-
reward bertujuan utama sebagai insentif harga dan
kan confirmatory factor analysis menemukan
investasi yang mampu menjaga loyalitas pelanggan
instrumen yang khusus dalam SERVQUAL.
(Berry, (1995); Peterson, (1995)). Jadi reward
Tanpa melakukan modifikasi pada model
ditetapkan sebagai jaminan bahwa pelanggan
SERVQUAL, model tersebut tidak dapat di-
mendapatkan sesuatu yang bersifat nyata karena
gunakan secara valid dalam mengukur kualitas
kesetiaan mereka.
layanan dalam perusahaan ritel.
DIMENSI DAN ATRIBUT KUALITAS (c). Penelitian ketiga yang banyak menyumbang
LAYANAN SEBAGAI STRATEGI PENGUAT konsep kualitas dalam bisnis ritel dilakukan oleh
RELATIONSHIP OUTCOMES YANG SESUAI Teas (1993). Mengembangkan penelitian pada
DENGAN KARAKTERISTIK BISNIS RITEL discount store dengan menggunakan penelitian
MODERN DI INDONESIA conjoint untuk menetapkan ekspektasi dan
persepsi konsumen dalam skala SERVQUAL
Perbedaan karakteristik jasa dan manufaktur dan dibandingkan dengan models attitudinal
mempunyai implikasi yang sangat besar dalam (model sikap) sebagai ideal point. Kesimpulan
menetapkan pemahaman dan penentuan kualitas dari penelitian ini mengindikasikan bahwa
layanan. Demikian halnya dalam ritel dibutuhkan dengan menggunakan ideal point dalam
Jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAR
28 JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN, VOL. 1, NO. 1, APRIL 2006: 22-34

menetapkan ekspektasi konsumen akan mem- Ke sembilan penelitian yang terkait dengan
berikan hasil yang lebih baik dalam pengukuran kualitas layanan tersebut menetapkan atribut yang
kualitas layanan. dianggap sesuai dengan aspek operasional bisnis
(d). Sedangkan penelitian keempat dilakukan oleh ritel, meliputi; physical environment, policy (dalam
Bell et al., (1997) menggunakan teknik insi- hal ini terkait dengan harga maupun jaminan
dental untuk mengidentifikasikan dan mengek- pengembalian produk), keanekaragam barang
plorasi dimensi dari kualitas layanan dalam food dagangan (high variation of merchandise), lay out
retail operation. Dikategorisasikan dalam dua (tata letak) yang memudahkan konsumen menemu-
kelompok yaitu dalam positif dan negatif kan barang-barang kebutuhan mereka, maupun
insidental dan didapatkan enam kelompok yaitu kesigapan-kecepatan karyawan dalam memberikan
physical environment, merchandise-related, non layanan. Berikut pada Tabel 1 ke sembilan penelitian
core service, interpersonal, process and price. dalam bidang ritel akan dirinci dengan lebih jelas
Temuan dalam riset Bell ini adalah critical berdasarkan dimensi kualitas layanan.
insident techniques sebagai komplemen meto- Dimensi dan atribut pada Tabel 1 dapat diguna-
dologi SERVQUAL (Koelemeijer, 1995). kan sebagai dasar pengembangan dimensi dan atribut
Sedangkan tiga penelitian berikutnya, merupa- yang sesuai untuk menilai kualitas layanan dalam
kan penelitian di bidang ritel yang benar-benar bisnis ritel. Tentunya akan lebih sempurna dengan
melakukan modifkasi pada item atribut tetap mempertimbangkan faktor sosial, nilai, norma
SERVQUAL, yaitu ; dan budaya masyarakat yang terkait dengan
(e). Penelitian yang dilakukan oleh Guiry et al., terbentuknya pola perilaku belanja konsumen pada
(1992) seperti dikutip dalam Ioccobucci (1998) suatu wilayah geografis dan demografis tertentu.
dengan analisis exploratory factor analysis
menetapkan 51 atribut dengan 15 atribut yang TINJAUAN KONSEPTUAL: IMPLIKASI STRA-
diadopsi dari model SERVQUAL dan TEGI PENGUAT RELATIONSHIP EFFORT
tambahan 36 item. TERHADAP KELUARAN RELASIONAL
(f). Dabholkar et al., (1996) juga dengan meng- (RELATIONSHIP OUTCOMES) DALAM BISNIS
gunakan Confirmatory Factor Analysis, mene- RITEL MODERN DI INDONESIA
tapkan 28 atribut, di mana 17 atribut diadopsi
dari SERVQUAL ditambahkan 11 item baru. Menurut Callaghan et al., (1995), terdapat
Dengan dimensi (a). Physical aspect (b). beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian
Reliability, (c) personal interaction, (d) problem dalam membangun relationship marketing yakni:
solving, (e). Policy. (1). konsumen menghargai satu pertukaran sebagai
(g). Vasquez dan Ruiz (1995) seperti dikutip dalam sesuatu kondisi yang penting dan sufficient dari
Vasquez et al., (2001) dengan menggunakan suatu keberadaan relasi, ditandai dengan terbentuk-
metode analisis Principal Component Factor nya sebuah continuum relationship. (2) terinspirasi
Analysis. Menetapkan 24 atribut di mana 12 oleh postulat Barnes (1997) yang menyatakan bahwa
item berasal dari SERVQUAL dan tambahan 12 tidak ada relationship yang akan tetap ada, tanpa
item yang baru. perasaan konsumen bahwa relasi tersebut memang
(h). Subhash C. Mehta et al., (2000) dengan meng- benar-benar ada. Pemahaman postulat ini terfokus
gunakan lima dimensi yaitu; Service personnel, pada perspektif konsumen. (3) eksistensi relationship
physical aspect, merchandise, confidence, terjadi jika pembeli menerima pertukaran dengan
parking dan menetapkan 22 item yang berbeda penjual sebagai interaksi yang potensial pada masa
dengan SERVQUAL. lalu maupun masa akan datang. Dengan tiga dasar
(i). Brady dan Cronin (2001). Dengan dimensi (a) pertimbangan diatas diharapkan akan terwujud
Interaction Quality – Kualitas interaksi (b) relationship outcomes yaitu: relationship satisfaction,
Outcome Quality- Kualitas keluaran (c) trust, relationship commitment serta buying behavior
Environment Quality- kualitas lingkungan. (Oderkerken et al., 2003).

Jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra


http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAR
Utami: Relationship Effort Dan Kualitas Layanan 29

Tabel 1. Studi Kualitas Layanan pada Perusahaan Ritel


No Studi Instrumen Analisis Dimensi Kualitas
1 Carman (1990) 5 dimensi dalam Axis factor analysis Tangible, reliability, responsiveness, Emphaty,
SERVQUAL assurance
2 Finn dan Lamb 5 dimensi dalam Confirmatory factor Tangible, reliability, responsiveness, Emphaty,
(1991) SERVQUAL anaylis assurance (dengan modifikasi)
3 Teas (1993) 5 dimensi dalam Conjoint research of Tangible, reliability, responsiveness, Emphaty,
SERVQUAL expectation and assurance (dengan modifikasi)
perception
4 Bell (1997) 5 dimensi Critical incident Physical Environment, merchandise-related, non
technique core service, interpersonal, process and price
5 Guiry, Hutchinson 51 atribut, 17 dari Exploratory factor 1. Personal service and employee interaction
dan Weitz (1992) SERVQUAL dan analysis 2. Product assortment
ada tambahan 11 3. Reliability of retailer transaction procedures
item. 4. Employee availability prior to transaction
5. Tangible
6. Reliability of retail service policy
7. Price
6 Dabholkar, Thorpe 28 atribut, 17 dari Confirmatory factor 1. Physical aspects
dan Rentz (1996) SERVQUAL analysis 2. Reliability, promises , do it right
ditambah 11 item. 3. Personal interaction, trust, kindness
4. Problem resolving
5. Retailers’ policies
7 Vazquez, Rodriguez 24 atribut, 12 dari Principal component 1. Product presentation and shopping convinience
dan Ruiz (1995) SERVQUAL factor analysis 2. Awareness of promotion
ditambah 12 item. 3. Quality of assortment and of personal interaction
4. Pricing policy
5. Retailers’ recognition and prestide
8 Subhash C. Mehta, 22 atribut Confirmatory factor 1. Service Personnel
Ashok K. Lalwani analysis 2. Physical Aspect
and Soon Li Han, 3. Merchandise
2000. 4. Confidence
5. Parking
9 Brady dan Cronin 22 item Confirmatory Factor 1. Interaction Quality
(2001) Analysis 2. Outcome Quality
3. Environment Quality
Sumber :Diolah Penulis dari berbagai Sumber.

Pada saat peritel mengimplementasikan relation- Menurut Gruen (1995), seperti dirinci pada
ship marketing effort untuk membangun relationship Gambar 1 di bawah ini. Implementasi pemasaran
outcomes seperti yang mereka harapkan dengan relasional (relationship marketing) dalam konteks
berbagai cara, aktivitas tersebut akan memberikan Business to Customer (BTC) mengembangkan dua
kesan yang baik kepada pelanggan. Adanya investasi pendekatan terkait dengan relationship outcomes
waktu, usaha dan sumber lain menciptakan yaitu pendekatan psychological outcomes dan
hubungan dengan pelanggan, maka akan tercipta behavioral outcomes. Di mana dalam psychological
efek psikologis yang akan membuat pelanggan outcomes meliputi tiga konstruk yaitu commitment,
bertahan dan mempertahankan hubungan tersebut trust dan relationship satisfaction, sedangkan dalam
dan memberikan suatu balasan/imbal balik (Smiths behavioral outcomes meliputi propensity to termi-
dan Barclay, 1997) seperti dikutip dalam Berry nate relationship, opportunistic behavior, citizenship
(1995). behavior dan allocated purchase share.

Jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra


http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAR
30 JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN, VOL. 1, NO. 1, APRIL 2006: 22-34

business relationship yang menentukan tingkat


dimana peserta/anggota/parties merasakan perasaan
kebersamaan (integrity) dari perjanjian yang ditawar-
kan oleh pihak lain dalam organisasi. (Callaghan et
al.,1995).
Lebih jauh, menurut Callaghan et al., (1995)
pengertian kepercayaan dalam pemasaran ritel lebih
menekankan pada sikap individu yang mengacu pada
keyakinan konsumen atas kualitas dan keandalan
layanan peritel yang diterimanya. Secara operasional,
kepercayaan mengacu pada pendapat Gwinner et al.,
(1998) yang lebih menekankan pada keuntungan
Sumber: Gruen T., 1995. The Outcome Set of psikologis dari pada perlakuan istimewa terhadap
Relationship Marketing in Consumer Mar- pelanggan atau manfaat sosial dalam hubungan
kets, International Business Review, Vol.4, pelanggan dengan peritel. Sedangkan menurut
Gwinner et al., (1998), kepercayaan konsumen
No.4, pp. 447-469.
adalah semua pengetahuan yang dimiliki oleh
konsumen dan semua kesimpulan yang dibuat
Merujuk pada apa yang menjadi inti dari postulat konsumen tentang obyek, atribut dan manfaatnya.
Barnes (1997) yang menyatakan bahwa tidak ada Obyek dapat berupa produk, orang, perusahaan dan
relationship yang akan tetap ada, tanpa perasaan segala sesuatu dimana seseorang memiliki keper-
konsumen bahwa relasi tersebut memang benar- cayaan sedangkan sikap atribut adalah karakteristik
benar ada. Pemahaman postulat ini terfokus pada atau fitur yang mungkin dimiliki atau tidak dimiliki
perspektif konsumen dengan demikian pendekatan oleh obyek. Pada akhirnya, Morgan dan Hunt (1999)
psychological outcomes meliputi tiga konstruk yaitu mendifinisikan trust sebagai konstruk kunci dari
commitment,trust dan relationship satisfaction model relationship marketing. Sejalan dengan teori
dipandang mempunyai andil yang besar dalam bahwa semakin tinggi level kepercayaan antara
mengevaluasi keberhasilan implementasi relation- pembeli dan penjual, semakin besar peluang untuk
ship effort dalam bisnis ritel modern. melanjutkan relasi dalam jangka panjang dan
Berikut akan diperjelas masing-masing dimensi berkesinambungan.
dari relationship outcomes menurut perspektif
psychological. Komitmen (Commitment)
Menurut Tjiptono (2005: 415), sejumlah riset
Kepercayaan (Trust) menunjukkan bahwa dua pilar utama pemasaran
Dalam konteks relationship marketing, keper- relasional adalah trust dan commitment. Dengan kata
cayaan merupakan salah satu dimensi untuk lain pelanggan harus mempercayai pemasar dan
menentukan seberapa jauh suatu pihak merasakan selanjutnya berkomitmen pada pemasar sebelum bisa
integritas dan janji yang ditawarkan oleh pihak lain. terjalin relasi yang saling menguntungkan dalam
Trust diartikan sebagai kesediaan mengandalkan jangka panjang. Trust merupakan faktor yang paling
kemampuan, integritas dan motivasi pihak lain untuk krusial dalam setiap relasi, pada umumnya trust akan
bertindak dalam rangka memuaskan kebutuhan dan terbentuk lebih dahulu sebelum komitmen tersebut
kepentingan seseorang sebagaimana disepakati muncul. Menurut Tjiptono (2005: 415) komitmen
bersama secara implisit maupun eksplisit. (Sheth dan merupakan hasrat atau keinginan kuat untuk mem-
Mittal, 2004 seperti dikutip dalam Tjiptono (2005: pertahankan dan melanjutkan relasi yang dipandang
415)). penting dan bernilai jangka panjang. Komitmen
Sedangkan menurut Callaghan et al., (1995), biasanya tercermin pada perilaku kooperatif dan
kepercayaan didefinisikan sebagai keinginan untuk tindakan aktif untuk tetap mempertahankan relasi
menggantungkan diri pada mitra bertukar yang yang telah terbina.
dipercayai. Penelitian Morgan dan Hunt (1994)
Kepuasan relasional (relationship satisfaction)
mengungkapkan bahwa perilaku hubungan yang
terjadi antara perusahaan dengan mitra-mitranya Sheth dan Parvatiyar (1995) menggunakan kog-
banyak ditentukan oleh kepercayaan, ternyata akan nitif konsistensi teori yang mengkaitkan kekerapan
mempunyai hubungan yang positif dengan niat ulang perilaku positif pelanggan dalam pasar relasional
melakukan pembelian maupun loyalitas. Dalam studi yang disebabkan oleh pengalaman pelanggan mera-
ini, trust dikonseptualisasikan sebagai komponen dari sakan kepuasan. Kepuasan pelanggan telah diteliti
Jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAR
Utami: Relationship Effort Dan Kualitas Layanan 31

secara ekstensif dan ditemukan bahwa peningkatan esensi dari pemasaran relasional yaitu aktivitas
kepuasan akan mengarahkan pada peningkatan pemasaran yang ditujukan untuk membangun dan
perilaku pembelian ulang (Yi, 1990 seperti dikutip mempertahankan hubungan jangka panjang dengan
dalam Gruen, 1995). Berangkat dari pemikiran stakeholder kunci, dilandasi prinsip manfaat saling
inilah, tidaklah mengherankan jika kepuasan menjadi menguntungkan.
konstruk yang digunakan dalam banyak penelitian Peningkatan usaha dalam bisnis ritel dapat
pemasaran relasional. Howard dan Sheth (1969) dilakukan dengan membangun relasi (relationship
seperti dikutip dalam Gruen (1995) mendefinisikan effort). Membangun relasi menjadi hal penting
kepuasan relasional sebagai berikut: "A party's sebagai landasan untuk membangun customer value,
affective state of feeling adequately or inadequately dengan alasan: (1). Harapan konsumen terhadap
rewarded for the sacrifice undergone in facilitating kualitas dari produk dan jasa yang dikonsumsi
an exchange relationship." Kepuasan relasional semakin meningkat, (2). Persaingan diantara riteler
adalah suatu kecenderungan satu pihak untuk meningkat, dengan marketing strategi dan taktik
merasakan kecukupan atau ketidakcukupan reward/ yang relatif sama misalnya dengan menawarkan jenis
merchandise yang relatif sama, promosi harga,
balas jasa terhadap pengorbanan yang terjadi dalam
melakukan share terhadap distribution channel
memfasilitasi suatu pertukaran relasional. Dengan
system, dan memperlakukan konsumen dengan lebih
demikian, definisi ini mengarahkan pada dua hal
baik melalui layanan yang prima (3). Riteler
sebagai kunci yang membedakan dengan kepuasan dihadapkan pada klaim baru tentang keterbatasan dan
transaksional yaitu ; (1) kepuasan relasional lebih ketidak jelasan marketing environment dalam bisnis
didasari oleh equity theory sehingga kepuasan yang ritel antara pasar dengan industri, dan meningkatnya
terjadi lebih pada tataran behavioral / perilaku. fragmentasi pasar maupun semakin pendeknya daur
(Scholl, 1981) (2). Williams dan Hazer (1986) seperti hidup produk
dikutip dalam Gruen (1995) dikemukakan sebagai Strategi penguatan relationship outcomes me-
berikut: “Transactional satisfaction will be more lalui aktivitas preferential treatment, komunikasi,
volatile than relationship satisfaction.” Kepuasan personalisasi, rewarding serta penentuan kualitas
transaksional lebih bersifat mudah berubah diban- layanan dengan dimensi yang sesuai dengan
dingkan kepuasan relasional. operasional ritel diharapkan mampu menciptakan
Melalui relationship outcomes meliputi keeper- relasi yang terbangun dengan orientasi jangka
cayaan (trust), komitmen (commitment) dan kepuas- panjang dan berkelanjutan.
an relasional(relationship satisfaction) tentunya dapat
digunakan sebagai satandar dalam mengevaluasi DAFTAR PUSTAKA
keberhasilan dari strategi penguat relationship
outcomes meliputi upaya relasional (relationship B Beatty, Sharon E., James EC, Kristy ER, and
effort) dan kualitas layanan. Jungki Lee, 1996. Customer-Sales Associate
Retail Relationhip. Journal of Retailing, Vol.
72, No. 3, pp. 223-47.
KESIMPULAN
Bell J., Gilbert D., Lockwood A., 1997, Service
Redefinisi konsep pemasaran dipicu pergeseran Quality in Food Retailing Operations : Critical
paradigma orientasi pasar dari berbasis transaksional Incident Analysis. The International Review of
menjadi berbasis relasional. Tujuan dari bisnis saat Retail, Journal of Distribution and Consumer
ini adalah menciptakan kepuasan konsumen. Profit Research, Vol. 7, No. 4, pp. 405-423.
bukanlah tujuan tetapi reward (hasil). Pendapat ini Bendapudi N., and Berry L., 1997. Costumer
didasari oleh opini bahwa apabila konsumen merasa Motivations for Maintaining Relationship with
puas, maka mereka mendapatkan “value” yang akan Service Provider, Journal of Retailing, Vol.
menciptakan keuntungan bagi shareholders dalam 773, No. 1, pp 15-37.
jangka panjang melalui aktivitas rebuying dari relasi
yang terjalin dengan lebih baik. Dalam konteks Berman B., and Evans J.R, 2001. Retail Management
A Strategic Approach. Eight Edition, Prentice
tersebut pergeseran paradigma dari transactional
Hall., Inc., New Jersey, USA.
menjadi relationship merupakan keharusan.
Pemahaman Relationship marketing, baik dalam Berry, Leonard L, 1986. Retail Business are Service
perspektif sejarah munculnya, maupun dilihat dari Business, Journal of Retailing, Vol 62, Spring,
perspektif sempit dan luas, dapat ditemukan satu pp.3-6.

Jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra


http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAR
32 JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN, VOL. 1, NO. 1, APRIL 2006: 22-34

________, 1995. Relationship Marketing of Technology: A Comparison of Two Theorical


Services-Growing Interest, Emerging Perspec- Models. Management Science, Vol. 35, No. 8.
tives. Journal of the Academy of Marketing pp. 982-1003.
Science, Vol 23 (4), pp.236-45.
Driver, Carrole and Johnston Robert, 2001.
Brady M. and Cronin J., 2001. Some New Thoughts Understanding Service Customers The Value
on Conceptualizing Perceived Service quality : of Hard and Soft Attributes, Journal of Service
a Hierarchical Approach. Journal of Mar- Research, Vol. 4, No. 2, pp. 130-139.
keting, Vol 65 (3), pp..34-49. Duncan T., and Moriaty S.C., 1998. Communication
________, Brand R., 2002. Performance Only Based Marketing Model For Managing
Measurement of Service Quality: a Replica- Relationship. Journal of Marketing, Vol. 62,
tion and Axtension. Journal of Business pp. 1-13.
Research, Vol. 55, pp. 17-31. Evan Jr. dan Lskin R.L., 1994. The Relationship
Business News, 1996. Masyarakat Indonesia Gemar Marketing Process : A Conceptualiation and
Aplication. Journal of Industrial Marketing
Berbelanja. Edisi 8 Maret.
Management, Vol. 23, No. 4 , pp. 439-52.
Callaghan M., McPhail J. and Yau OHM, 1995. Fin D.W., Lamb C.W., 1991. An Evaluating of the
Dimensions of s Relationship Marketing orien- SERVQUAL Scales in a Retailing Setting.
tation: an Empirical exposition, Proceeding of Journal of Advances in Consumer Research,
The Seventh Biannual World Marketing Vol. 18, Association for Consumer Research,
Congress, Melbourne, Australia, July, Vol. Provo, UT, pp.483-490.
VII-II, pp. 10-65.
Fullerton, Gordon, 2004. The Service Quality-
Carman M. James, 1990. Consumer Perceptions of Loyalty Relationship in Retail Services: does
Service Quality: An Assessment of the Comitment Matter?. Journal Of Retailing and
SERVQUAL Dimensions, Journal of Retail- Consumer Service, Accepted 6 April 2004.
ing, Vol. 66, No.1, pp. 33-55.
Ganesan, Shankar, 1994. Determinants of Long-
Christopher M, Payne A, and Ballantyne, 2002. Term Orientation in Buyer-Seller Relation-
Relationship Marketing; Creating Stockholder ship. Journal of Marketing , Vol. 58, No.2, pp.
Value. Fisrt Edition, Oxford: Butterword- 1-19.
Heinemann. Gronroos, 1990. Service Management and Mar-
Collier, A. David, 1992. Service, Please: The keting. Lexington, MA, Lexington Books.
Malcolm Baldrige National Quality Award. Gruen T., 1995. The Outcome Set of Relationship
Business Horizons, July-August, 1992. Marketing in Consumer Markets, Interna-
Cronin, J. Joseph and Taylor A.Steven, 1992. tional Business Review, Vol4, No.4, pp. 447-
Measuring Service Quality: A Reexamination 469.
and Extension, Journal of Marketing, Vol. 62, ________, Summers J, and Acito F, 2000.
pp.55-68. Relationship Marketing Activities, Commit-
ment and Membership Behaviors in Professio-
Crosby L., Evans K., and Cowles D., 1990.
nal Associations. Journal of Marketing Vol.
Relationship Quality in Service Selling: an 64, No. 3, pp. 34-49.
Interpersonal Influences Perspective. Journal
of Marketing, Vol. 54, pp. 68-81. Gwinner KP, Gremler DD, and Bitner MJ, 1998.
Relational Benefit in Service Industries: The
Dabholkar PA., 1995. Contingency Framework for Customer Perspektif. Journal Academic
Predicting Causallity Between Customer Marketing Science, Vol. 26, pp. 101-114.
Satisfaction and Service Quality. Advances in
Customer Research, Vol. 22, pp. 101-8. Huppert, John W. Sidney, J. Arenson, and Richard
H. Evans, 1978. An application of Equity
__________, Thorpe D.I., Rentz J.O., 1996. A Theory to Buyer-Seller Exchange Situation,
Measure of Service Quality For Retail Stores: Journal of Marketing, Vol. 15, No.2, pp. 250-
Scale Development and Validation. Journal of 60.
The Academy of Marketing Science, Vol. 24,
No. 1, pp 3-16. Koelemeijer K., 1995, The Retail Service Encounter
identifying Critical Service Experiences,
Davis, Ferd D., Bagozzi Ricard P. and Warshaw Paul Journal Of Managing Service Quality, Chap-
R., 1989. User Acceptance of Computer man, London.
Jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAR
Utami: Relationship Effort Dan Kualitas Layanan 33

Kompas Harian, 1996. Perkembangan Bisnis Ritel di Peterson RA, 1995. Relationship Marketing and The
Indonesia, edisi 3 Januari. Consumer, Journal Academic of Marketing
Science, Vol. 23, pp. 278-281.
__________, 2005, Pertumbuhan Ritel Indonesia,
Edisi 8 April. Pilar Bisnis, 2003. Pilar Utama, Peta Rirel Modern,
Konsumen Tetap Jadi Raja, Edisi 06, Tahun
Kotler, Philip, 2003, Marketing Management VI, 17-30 Maret, Hal. 10-39.
Analysis, Planning, Implememtation and
Controll, International Edition, Uppersadle ____________,2003, Mendung Di Bisnis Ritel, Edisi
River, Prentice Hall.Inc. New Jersey. 13, Tahun VI, 7-13 Juli, Hal. 68-88.
Levy M., and Weitz A. Barton, 2004. Retailing Pope, Nigel, 1998. Consumption Values, Sponsor-
Management, Fifth Edition, Mc Graw Hill, ship Awareness, Brand and Product Use.
Irwin, New York. USA. Journal of Product & Brand Management,
Vol.7 No.2, pp. 124-136.
Levy S., and Zaltman G., 1975. Marketing Society
and Conflict. Englewood Cliffs, Prentice Hall, Reichheld F., and Sasser W.E., 1990. Zero Defec-
New York. tion: Quality Comes to Service, Harvard
Business Review, Vol 68, September-October ,
Looy, Van Bart, Gemmel Paul and Dierdonck Van pp. 105-111
R., 2003. Service Management An Integrated
Approach. Second Edition, Pearson Educa- Rene Johannes, 1996. Berkembangnya Bisnis Eceran
tion-Prentice Hall.Inc. Harlow-England Skala Besar di Jakarta, Management &
Usahawan Indonesia, No. 2 Tahun XVIII.
Maulana, Agus, 1999. Perilaku Konsumen Di Masa
Krisis, Implikasinya Terhadap Strategi Sager J., and Ferris G., 1986. Personality and
Pemasaran. Usahawan No1 Th. XXVIII, Salesforce selection in the Pharmaceutical
edisi Januari. Industry. Industrial Marketing Manage, Vol.
15, pp. 319-24.
Meerzorg H, 2003. Kunci Sukses Berbisnis Ritel.
Majalah Manajemen, Edisi April. Samuel, 1995. Proyeksi Pasar Ritel Jabotabek, Ritel
Indonesia, Vol. 1, No. 1, pp. 35-43.
Metcalf LE, Frear CR, Krishnan R,1992. Buyer –
Seller Relationship an Aplication of The IMP Shajahan S., 2004. Relationship Marketing text &
Interaction Model. Europian Journal of cases, Tata Mc Graw Hill Co., New Delhi.
Marketing, Vol. 26, pp 27-46.
Shani D., Chalasani S., 1992. Exploiting Niches
Morgan, Robert M. and Hunt Shelby D., 1999. The Using Relationship Marketing, Journal of
Commitment –Trust Theory of Relationship Consumer Marketing, May Vol. 9, No. 3, pp.
Marketing. Journal of Marketing, Vol. 58, 33-42
No.3, pp 20-38.
Sheth, Jagdish and Atul Parvatiyar, 2002.
Mueller, O. Ralph, 1996. Basic Principles of Relationship Marketing in Consumer Market:
Structural Equation Modeling, an Introduction Antecedents and Conequences. Journal of the
to LISREL and EQS. Springer-Verlag New Academy of Marketing Science, Vol. 23, No.4,
York,Inc. pp. 255-71.
Narver J.C., Slater S.F., 1990. The Effect of A Smfr@nchise, 2001. Trend Industri retail di
Market Orientation On Business Profitability. Indonesia Di Millenium Baru, Edisi
Journal of Marketing, Vol. 54, pp. 20-35. November.
Oderkerken, S. Gaby, Wulf D.K., and Schumacher ___________,2002. Pangsa Pasar Swalayan di 6
P., 2003. Strengthening Outcomes Of Retailer- (enam) kota Besar Di Insonesia, Edisi
Consumer Relationships The dual Impact Of November.
Relationship Marketing Tactics and Consumer
Personality, Journal of Business Research ___________, 2003.Prediksi Jumlah Penduduk
Vol. 56, pp. 177-190. Indonesia Tahun 2010, Edisi Januari.

Pawitra T., 2005. Redefinisi Marketing, Prasetya Subhash, C. Mehta, Ashok K. Lalwani and Soon Li
Mulya Management Research Series, Report Han, 2000. Service Quality in Retailing:
No.001, June. Relative Efficiency of Alternative Measure-
ment Scales For Different Product-Service

Jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra


http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAR
34 JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN, VOL. 1, NO. 1, APRIL 2006: 22-34

Environtment, International Journal Of Retail Tempo, 2003. Kemajuan Ritel Bisnis Indonesia,
and Distribution Management, Vol.28, No.2, Edisi 22 Mei.
pp. 62-72.
Tjiptono Fandy, 2005. Pemasaran Jasa. Edisi
Suhata, H. Parlina, 2003. Analisis Pengaruh Percei- Pertama, Bayu Media Publishing, Malang.
ved Relationship Invesment Terhadap Rela-
tionship Quality dan Behavioral Loyalty, Widjaja HN, 2002. Mengungkap Sukses Hyper-
Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. market, Pikiran Rakyat Cyber Media.
Taylor A., Steven and Baker T, 1994. An Wilson DT., 1995. An Integrated Model of Buyer –
Assessment of the Relationhip Between Seller Relationship. Journal Academic of
Service Quality and Customer Satisfaction in Marketing Science, Vol. 23, No.4, pp. 335-45.
the Formation of Consumers’ Purchase
Intentions. Journal of Retailing, Vol. 70, No. Wulf K.D and Odekerken G.S, 2003. Assesing The
2, pp. 163-178. Impact of a Retailer’s Relationship Effort on
Consumers Attitude and Behavior, Jounal of
__________, and Cronin Joseph Jr, 1994. Modeling Retailing and Consumer Services, Vol.10, pp.
Patient Satisfaction and Service Quality, 95-108.
Journal Of Healthcare Marketing, Vol. 14,
No.1, pp. 35-43. Yadi E. Nur, 2003. Analisis Industri Ritel Indonesia,
Teas R. Keneth, 1993, Consumer Expectation and Tesis, Univeristas Gadjah Mada, Yogyakarta.
The Measurement of perceived Service Vazques, Rodolfo, Del Bosque Ignatio A. Rodriques,
Quality, Journal of Professional Service Diaz ana Ma, Ruiz V. Agustin, 2001. Service
Marketing, Vol. 8, No.2, pp. 33-54. Quality in Supermarket Retailing: Identifying
___________,1993. Expectation, Performance, Eva- Critical Service Experiences, Journal of
luation, and Consumers’ Perception of Retailing and Consumer Service, Vol. 8, pp. 1-
Quality, Journal of Marketing, Vol. 57, pp. 18- 14.
34.

Jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra


http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAR

You might also like