You are on page 1of 8

ATRESIA ESOFAGUS

1. Embriologi Secara umum telah diterima bahwa primordial respirasi merupakan evaginasi ventral dari lantai foregut postfaringeal pada awal gestasi minggu ke empat dan apeks paru primitif terletak pada bagian caudal evaginasi ini. Pada masa pertumbuhan cepat, trakea yang terletak di ventral berpisah dari esofagus yang terletak di dorsal. Menurut sebuah teori, trakea berpisah akibat pertumbuhan cepat longitudinal dari primordial respirasi yang menjauh dari foregut. Teori lain menyatakan bahwa trakea pada awalnya merupakan bagian dari foregut yang belum berpisah kemudian berpisah karena proses pembentukan apeks paru kearah kranial. Proses ini berhubugan dengan pola temporospatial dari gen Sonic hedgehog (Shh) dan pembelahan selanjutnya. Proses pemisahan foregut berlangsung ke arah kranial yang akan menyebabkan perpisahan trakeoesofageal. Lebih lanjut pemisahan epitel foregut ini ditandai dengan peningkatan apoptosis. Belum jelas bagaimana ekspresi gen ini menyebabkan apoptosis. Kebanyakan penelitian menyatakan bahwa defek primer diakibatkan tidak membelahnya foregut akibat kegagalan pertumbuhan trakea ataupun kegagalan trakea untuk berpisah dari esofagus. Menurut kedua teori ini atresia esofagus proksimal bukan merupakan malformasi primer tetapi sebagai hasil pengaturan kembali foregut proksimal. Teori kegagalan pemisahan ini menghubungkan keberadaan celah trakeoesofageal pada aresia esofagus dengan FTE. Teori lain menyatakan bahwa atresia esofagus proksimal merupakan malformasi sebagai akibat dari persambungan antara trakea dengan esofagus distal. Teori kegagalan pemisahan menyatakan bahwa FTE merupakan persambungan foregut dorsal sedangkan teori atresia primer menyatakan bahwa fistula tumbuh dari trakea menuju esofagus.

2. Etiologi Hingga saat ini, teratogen penyebab kelainan ini masih belum diketahui. Terdapat laporan yang menghubungkan atresia esofagus dalam keluarga. Terdapat 2% resiko apabila saudara telah terkena kelainan ini. Kelainan ini juga dihubungkan dengan trisomi 21, 13 dan 18. Angka kejadian pada anak kembar dinyatakan 6 X lebih banyak dibanding bukan kembar. Saat ini, banyak yang percaya bahwa perkembangan terjadinya atresia esofagus tidak berhubungan dengan genetik. Debat mengenai proses embriopatologi ini terus berlangsung, akan tetapi hanya sedikit perkembangan yan didapat. Teori His lama menyatakan lateral infolding membagi foregut menjadi esofagus dan trakea, tetapi penemuan di bidang embriologi manusia tidak mendukung teori ini. Pada tahun 1984, ORahily menyatakan bahwa terdapat fix cephalad point dari pemisahan trakeoesofageal, dengan elemen dari trakeobronkial dan esofageal memanjang menuju kaudal. Teori ini kurang cocok untuk atresia esofagus, tetapi menjelaskan TEF sebagai defisiensi aau kegagalan mukosa esofagus, sebagai pertumbuhan linear organ pada pembelahan selular dari epitel esofagus. Pada tahun 1987, Kluth menyatakan septal trakeoesofageal memegang peranan penting dalam perkembangan atresia esofagus. Berdasar proses

embriopatologik dalam perkembangan meskipun masih tahap awal, tetapi telah terjadi diferensiasi antara trakea dan esofagus, dimana jarak diantara keduanya terlalu dekat sehingga tidak terjadi pemisahan. Ia juga menyatakan bahwa gangguan vaskularisasi juga dapat berperan dalam terjadinya aresia esofagus ataupun fistula. Pada tahun 2001 Oxford dan lainnya menyatakan bahwa kesalahan posisi ventral ektopik dari notochord pada embrio berusia 21 hari gestasi dapat menyebabkan gangguan lokus gen, gangguan apoptosis pada foregut dan jenis jenis

atresia esofagus. Kondisi ini dapat terjadi karena variasi pengaruh teratogen pada masa gestasi awal seperti kembar, paparan racun, atau kemungkinan aborsi.

3. Variasi Atresia Esofagus Terdapat variasi dalam atresia esofagus berdasar klasifikasi anatomi. Menurut Gross of Boston, variasi atresia esofagus beserta frekuensinya adalah sebagai berikut: Tipe A stenosis esofagus kongenital (8%) Tipe B atresia esofagus dengan TEF proksimal (<1%) Tipe C atresia esofagus dengan TEF distal (85%) Tipe D atresia esofagus dengan TEF proksimal dan distal (<1%) Tipe E TEF tanpa atresia esofagus atau fistula tipe H (4%)

Gambar 2.1 Variasi Atresia Esofagus

4. Patofisiologi Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan efektif. Pada janin dengan atresa esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus. Akibat dari hal ini dapat terjadi polihidramnion. Polihidramnion sendiri dapat menyebabkan kelahiran

prematur. Janin seharusnya dapat memanfaatkan cairan amnion, sehingga janin dengan atresia esofagus lebih kecil daripada usia gestasinya. Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang seringkali mematikan. Penelitian mengenai manipulasi manometrik esofagus menunjukkan esofagus distal seringkali dismotil, dengan peristaltik yang jelek atau tanpa peristaltik. Hal ini akan menimbulkan berbagai derajat disfagia setelah manipulasi yang berkelanjutan menuju refluks esofagus. Trakea juga terpengaruh oleh gangguan embriogenesis pada atresia esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa. Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder ada struktur anteroposterior trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke pnemona berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah manipulasi, atau ketika terjadi refluks gastroesofagus; yang daat menjurus ke kegagalan nafas; hipoksia, bakan apnea.

5.

Gambaran Klinis

Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atersia esophagus, antara lain: Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) Sianosis Batuk dan sesak napas Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esophagus yang buntu dan regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke dalam jalan napas Perut kembung, karena udara melalui fistel masuk ke dalam lambung dan usus Oligouria, karena tidak ada cairan yang masuk Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan jantung, atresia rectum atau anus.

6.

Diagnosis

Atresia esofagus dapat dicurigai keberadaan nya sebelum kelahiran melalui pemeriksaan USG pada minggu ke 18 kehamilan apabila di dapatkan gelembung perut janin yang sedikit atau tidak ada. Sensitifitas pemeriksaan ini sebesar 42% akan tetapi bila dikombinasikan dengan adanya polihidramnion maka nilai prediksi meningkat hingga 56%. Metode lain untuk meningkatkan diagnosa ini adalah dengan pemeriksaan USG dan MRI pada leher janin untuk melihat buntunya kantung atas esofagus. Pada bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion semestinya diperiksa dengan nasogastric tube sesegera mungkin untuk menyingkirkan ada nya AE. Bayi dengan AE tidak mampu menelan ludah dan air ludah nya akan terus keluar sehingga membutuhkan suction. Pada tahap ini sebelum pemberian makan pertama, kateter

stiff wide-bored (10 12) dimasukan melalui mulut menuju esofagus. Pada pasien dengan AE kateter tidak dapat masuk lebih dari 10 cm. Foto polos dada dan abdomen akan memperlihatkan ujung kateter terhenti di mediastinum posterior (T2 T4), juga keberadaan udara pada traktus gastrointestinal menandakan keberadaan FTE distal. Perlu di pehatikan bahwa kateter harus bersifat kaku. Untuk mencegah kesalahan penilaian.

7.

Anomali Penyerta

Lebih dari 50% bayi dengan atresia esofagus memiliki 1 atau lebih kelainan tambahan. Sistem yang terlibat adalah : Kardiovaskuler (29%) Anorektal (14%) Genitourinari (14%) Gastrointestinal (13%) Vertrebral/skeletal (10%) Respirasi (6%) Genetik (4%)

8. Penatalaksanaan Pada anak yang telah dicurigai menderita atresia esophagus, bayi tersebut harus segera segera dipindahkan ke bagian neonatal atau pediatrik yang memiliki fasilitas medis. Tindakan bedah harus segera dijadwalkan sesegera mungkin.

Sebagai penatalaksanaan preoperasi, perlu diberi tindakan pada bayi dengan AE. Posisi tidur anak tergantung kepada ada tidaknya fistula, karena aspirasi cairan lambung lebih berbahaya dari saliva. Anak dengan fistula trakeo-esofagus ditidurkan setengah duduk. Anak tanpa fistel diletakkan dengan kepala lebih rendah (posisi Trendelenberg). Suction 10F double lumen di gunakan untuk mengeluarkan sekret dan mencegah aspirasi selama pemindahan. Bayi diletakan pada incubator dan tanda vital terus di pantau. Akses vena harus tersedia untuk memberi nutrisi, cairan dan elektrolit, dan sebagai persiapan. Antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis. Bayi dengan distress pernafasan memerlukan perhatian khusus, seperti intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik. Tekanan intra abdomen yang meningkat akibat udara juga perlu di pantau. Seluruh bayi dengan AE haus dilakukan echocardiogram untuk mencari kelainan jantung. Tidak dilakukan tindakan merupakan pilihan pada bayi dengan sindroma Potter (agenesis renal bilateral) dan trisomi 18 karena angka kematian tahun pertama pada bayi ini lebih dari 90%. Bayi dengan kelainan jantung yang tidak bisa dikoreksi atau perdarahan intra ventrikel grade 4 juga sebaiknya tidak di operasi. Anak dipersiapkan untuk operasi sesegera mungkin. Pembedahan dapat dilakukan dalam satu tahap atau dua tahap tergantung pada tipe atresia dan penyulit yang ada. Biasanya dilakukan dengan membuat stoma pada esophagus proksimal dari gastrostomi. Penutupan fistel, anastomosis esophagus, atau interposisi kolon dilakukan kemudian hari setelah janin berusia satu tahun.

9.

Resiko Pembedahan dan Komplikasi

Resiko yang ditimbulkan pasca pembedahan adalah akibat dari pembedahan itu sendiri, akibat obat anestesi yang digunakan, perdarahan, cedera saraf dan pneumotoraks. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi setelah pembedahan, meliputi: Dismotilitas esophagus, yang terjadi akibat kelemahan otot-otot dinding esophagus. Pada keadaan ini membutuhkan tindakan khusus saat bayi akan makan atau minum. Hampir 50% dari pasien akan mengalami gastroesophageal refluks disease (GERD) pada masa kanak-kanak atau dewasa. GERD merupakan suatu keadaan dimana terjadinya aliran balik isi lambung ke dalam esophagus. Keadaan ini memerluka pengobatan khusus. Trakeoesofageal fistula yang berulang. Kesulitan menelan (disfagia) yang dapat disebabkan oleh tersangkutnya makanan pada bekas pembedahan. Kesulitan bernafas dan batuk. Hal ini berhubungan dengan lambatnya pengosongan makanan di esophagus oleh karena tersangkutnya makanan oleh bekas pembedahan atau aspirasi makanan ke dalam trakea.

10. Prognosis Prognosis menjadi lebih buruk bila diagnosis terlambat akibat penyulit pada paru. Keberhasilan pembedahan tergantung pada beberapa faktor resiko, antara lain berat badan lahir bayi, ada atau tidaknya komplikasi pneumonia dan kelainan congenital lainnya yang menyertai. Prognosis jangka panjang tergantung pada ada tidaknya kelainan bawaan lain yang mungkin multiple.

You might also like