You are on page 1of 17

BAB I STATUS NEUROLOGI I.

IDENTITAS Nama Jenis Kelamin Umur Pekerjaan Pendidikan Agama Status Perkawinan Alamat Masuk RS Pengambilan Data : Islam : Belum menikah : Jl. Duku No.28 Rt 004/005 Kel. Pertukangan utara Kec. Pesanggrahan Jaksel : 2 Februari 2013 : 7 Februari 2013 : Tn. HS : Laki-laki : 23 tahun : Pegawai swasta : Tamat SLTA

II. ANAMNESIS A. Keluhan Utama Penurunan kesadaran yang perlahan sejak 1 hari Sebelum Masuk Rumah Sakit. B. Keluhan Tambahan Demam, sakit kepala, kejang C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran yang perlahan sejak 1 hari SMRS. Satu hari sebelum masuk RS pasien mengalami demam tinggi dan kemudian pasien kejang, seluruh badan menjadi kaku, mata mendelik keatas (+), klonjotan (-), terjadinya selama 1 menit dan kemudian pasien sadar kembali dan merasa gelisah. Pasien kemudian dibawa ke IGD dan di rawat di RS.ML dan kemudian dirujuk ke RS.Fatmawati. Sejak 1 minggu SMRS pasien mengalami demam naik turun. Pasien juga merasakan sakit kepala yang berat, nyerinya seperti berdenyut diseluruh bagian kepala, dan tidak menjalar. Pasien menyangkal adanya riwayat batuk lama, batuk berdarah, sering berkeringat pada malam hari. Ibu pasien mengatakan selama 1 bulan terakhir badan pasien terlihat semakin 1

kurus dan nafsu makan berkurang. Adanya kelemahan satu sisi tubuh (-), bicara pelo (-), mulut mencong(-), kesulitan menelan (-). D. Riwayat Penyakit Dahulu Diabetes mellitus (-), hipertensi (-), asma (-), alergi (-), jantung (-) E. Riwayat Penyakit Keluarga Diabetes mellitus (-), hipertensi (-), asma (-), alergi (-), penyakit jantung (-), minum OAT (-). Adek pasien pernah menjalani pengobatan TB selama 6 bulan pada tahun 2009.
F. Riwayat Sosial

Riwayat merokok (+) sebanyak 1 bungkus/hari sejak remaja, minum alkohol (-), riwayat penggunaan obat-obatan terlarang (-).
III. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 7 Februari 2013) A.

Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran Sikap Keadaan Gizi Tekanan Darah Nadi Suhu Pernapasan GCS B.

: Kompos mentis : Berbaring : Kurang : 120/ 80 mmHg : 92 x/menit : 36,5oC : 18 x/menit : E4M6Vafasia

Keadaan Lokal

: : Teraba pulsasi kanan & kiri equal, regular, isi cukup : Capillary Refill Time < 2 detik : Tidak teraba pembesaran KGB : Lurus di tengah

Pulsasi Aa. Carotis Pembuluh Darah Perifer Kelenjar Getah Bening Columna Vertebralis C. Mata Pemeriksaan

: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/2

Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : Pulsasi ictus cordis terlihat : Pulsasi ictus cordis teraba 2cm medial linea midklavikula sinistra : Batas jantung kanan : linea parasternalis dextra ICS 4 Batas jantung kiri : 2cm medial linea midklavikula sinistra Pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra Auskultasi : BJ I, II regular, pansistolik murmur (+) grade IV, gallop (-) Paru-paru Inspeksi Palpasi Perkusi Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Ekstremitas Akral hangat + + + , edema + : Datar : Supel : Timpani : Simetris saat statis dan dinamis : Ekspansi dada simetris kanan kiri, vokal fremitus sama kanan dan kiri : Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-

Auskultasi : Bising usus (+) normal

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS A. Laseque Laseque Menyilang Kernig Brudzinski I Brudzinski II Rangsang Selaput Otak : : : : : : (-) < 135 (tahanan) (-) (-) Kanan (+) < 70 (tahanan) < 70 (tahanan) (-) < 135 (tahanan) (-) (-) Kiri Kaku Kuduk

B. N. I

Saraf-saraf Kranialis : TVD

N.II Acies Visus Visus Campus Melihat Warna Funduskopi N. III, IV, VI Kedudukan Bola Mata Pergerakan Bola Mata Ke Nasal Ke Temporal Ke Nasal Atas Ke Temporal Atas Ke Temporal Bawah Eksopthalmus Nistagmus Pupil Bentuk : : : : : : : : : : : : : :

Kanan TVD TVD TVD tidak dilakukan Kanan Orthoposisi Baik Baik Baik Baik Baik (-) (-) isokhor Bulat, 3mm (+) (+) Baik Baik Kanan : : : : Baik TVD TVD TVD

Kiri TVD TVD TVD Kiri Orthoposisi Baik Baik Baik Baik Baik (-) (-) isokhor Bulat, 3mm (+) (+) Baik Baik Kiri Baik TVD TVD TVD

Refleks Cahaya Langsung : Refleks Cahaya Konsensual: Akomodasi Konvergensi N. V Cabang Motorik Cabang Sesorik Optahalmik Maxilla Mandibularis : : `

N. VII Motorik Orbitofrontal :

Kanan Baik

Kiri Baik 4

Motorik Orbicularis Pengecap Lidah N. VIII Vestibular Vertigo Nistagmus Cochlear :: -/-

: :

Baik TVD

Baik TVD

Tuli Konduktif : Tidak dilakukan Tuli Perspeptif : Tidak dilakukan Test berbisik N. IX, X Motorik Sensorik N. XI Mengangkat bahu Menoleh N. XII Pergerakan Lidah Atrofi Fasikulasi Tremor
C.

: baik/baik : Baik : TVD Kanan : : TVD Baik Kiri TVD Baik

: Baik : (-) : (-) : (-) :3333 3333 3333

Sistem Motorik 3333 Gerakan Involunter : (-) : (-) : (-) : (-) : (-) Sistem Sensorik

D. Tremor Chorea

Atetose Mioklonik Tics E.

Proprioseptif : TVD Eksteroseptif : TVD F. Ataxia Tes Rhomberg Disdiadokinesia Jari-Jari Jari-Hidung Tumit-Lutut Rebound Pheomenon Hipotoni G. Apraksia Afasia H. Miksi Defekasi Sekresi Keringat Fungsi Luhur : TVD : TVD : (+) Fungsi Otonom : Kateter : Pempers : Baik Kanan (++) (++) (++) (+) (+) (++) (++) Kiri (++) (++) (++) (+) (+) (++) (++) Fungsi Cerebellar dan Koordinasi : TVD : TVD : TVD : TVD : TVD : TVD : TVD : TVD

Astereognosia

I. Refleks-refleks Fisiologis Bisep Trisep Radius Dinding Perut Otot Perut Lutut Tumit Cremaster J. : : : : : : : : Tidak dilakukan

Refleks-refleks Patologis

Kanan

Kiri 6

Hoffman Tromner Babinsky Chaddock Gordon Gonda Schaeffer Klonus Lutut Klonus Tumit

: : : : : : : :

(-) (+) (-) (+) (-) (-) (-) (-)

(-) (+) (-) (+) (-) (-) (-) (-)

K.

Keadaan Psikis : baik ::-

Intelegensia Tanda regresi Demensi

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM (Tanggal 2 Februari 2013)

PEMERIKSAAN HEMATOLOGI Hb Ht Leukosit Trombosit Eritrosit FUNGSI HATI SGOT SGPT FUNGSI GINJAL Ureum Kreatinin GLUKOSA GDS ELEKTROLIT

NILAI RUJUKAN

HASIL

13.217.3 g/dl 33-45 % 5.0-10.0 ribu/ul 150-440 ribu/ul 4.40-5.90 juta/uL 0-34 mg/dl 0-40 mg/dl

11,3 g/dl 35 % 18 ribu/ul 501 ribu/ul 4,70 juta/ul 26 mg/dl 15 mg/dl

20-40 mg/dl 0,6-1,5 mg/dl

19 mg/dl 0,4 mg/dl

70-140 mg/dl

96 mg/dl

Natrium Kalium Klorida VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGIK


a. Foto thoraks (2 februari 2013)

135-147 mmol/l 3,10-5,10 mmol/l 95 108 mmol/l

122 mmol/l 5,00 mmol/l 87 mmol/l

Telah dilakukan pemeriksaan foto thoraks dengan hasil sebagai berikut : Trakea ditengah Mediastinum superior tidak melebar Jantung :

Ukuran kesan membesar Aorta baik Kedua hilus tidak menebal Tampak infiltrat di suprahiler dan perihiler paru kiri Corakan bronkovaskular kasar dengan kranialisasi

Paru :

Tampak perselubungan homogen dilaterobasal hemitoraks kiri yang menutupi sinus kostofrenikus dan hemidiafragma kiri. Sinus kostofrenikus dan diafragma kanan baik Tulang-tulang costae dan soft tissue baik : Kardiomegali, tanda awal bendungan paru 8

Kesan : Jantung

Pulmo b. CT-Scan

: Pleuropneumonia kiri

Telah dilakukan CT-Scan kepala potongan axial interval 3 mm, 10 mm tanpa dan dengan kontras. Hasilnya : Sulci serebri sempit, fissura sylvii menyempit Tampak lesi hipodens pada basal ganglia kiri, temporal kiri dan tidak menyangat pasca pemberian kontras intravena Tampak penyangatan ringan di daerah sulci-sulci temporoparietal kanan dan kiri Ventrikel IV, III, lateralis melebar Struktur media tak tampak deviasi Cerebellum kiri tampak lesi hipodens yang pada pemberian kontras intravena tak tampak penyangatan dan pons baik Kesan : VII. Meningoensefalitis dan cerebellitis kiri dengan oedema cerebri Hidrosefalus obstruktivus dengan sumbatan dibawah ventrikel IV

RESUME 9

Anamnesis

Penurunan kesadaran yang perlahan sejak 1 hari SMRS, demam tinggi dan kemudian kejang diikuti seluruh badan menjadi kaku, mata mendelik keatas (+), terjadinya selama 1 menit dan kemudian pasien sadar kembali dan merasa gelisah.

Sejak 1 minggu SMRS pasien sudah mulai mengalami demam dan sakit kepala yang berat, nyerinya seperti berdenyut diseluruh bagian kepala, dan tidak menjalar. Ibu pasien mengatakan selama 1 bulan terakhir badan pasien terlihat semakin kurus dan nafsu makan berkurang. Adek pasien pernah menjalani pengobatan TB selama 6 bulan pada tahun 2009.

Pemeriksaan fisik Kesadaran Tekanan Darah Nadi Suhu Pernapasan Pupil Tanda Ragsang Meningeal Nervus cranialis Motorik Sensorik Fungsi otonom Refleks fisiologis Refleks patologis VIII. DIAGNOSIS KERJA Diagnosis klinis Diagnosis etiologi Diagnosis topik : Meningoencephaliti, Hidrosephalus obstruktif, suspek mitral stenosis : TB paru : Meningen, ventrikel IV : Kompos mentis : 120/ 80 mmHg : 92 x/menit : 36,5oC : 18 x/menit : Bulat, isokhor, 3mm/ 3mm. RCL + /+, RCTL +/+ : Kaku kuduk (+) : Parese (-) : Kesan parese (-) : Baik : Terpasang kateter : (++) : Babinski +/+,Gordon +/+

IX.

PENATALAKSANAAN Non medikamentosa: 10

Diet 1200 kkal/ hari O2 3 lt/mnt nasal canul Konsul paru Konsul jantung Konsul bedah saraf

Medikamentosa:
-

NaCl 0,9 % 500 cc/12 jam R/H/Z/E/S : 450/300/1000/1000/750 Glukon 3 x 250 mg po Dexametason 4 x 5 mg iv Ranitidin 2 x 50 mg iv Fenitoin 3 x 100 mg iv

X. PEMERIKSAAN ANJURAN Rencana lumbal pungsi

XI. PROGNOSA Ad Vitam : Dubia ad malam Ad Functionam : Dubia ad malam Ad Sanationam : Dubia ad malam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. DEFINISI Meningitis adalah radang umum pada arakhnoid dan piamater yang dapat terjadi secara akut dan kronis. Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak. Meningoensefalitis tuberkulosis adalah peradangan pada meningen dan otak yang disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosis (TB). Penderita dengan meningoensefalitis dapat menunjukkan kombinasi gejala meningitis dan ensefalitis.1,2 2. EPIDEMIOLOGI 11

Sebelum era antibiotik, penyakit susunan saraf pusat (SSP) karena TB sering ditemukan terutama pada anak-anak. Ditemukan 1000 anak dengan TB aktif di kota New York diantara tahun 1930 sampai tahun 1940. Hampir 15% diantaranya menderita meningitis TB dan meninggal. Setelah perang dunia kedua, terutama pada negara berkembang, terdapat prevalensi yang luas infeksi TB. Pada awal tahun 2003, WHO memperkirakan terdapat sekitar 1/3 penduduk dunia menderita TB aktif dan 70.000 diantaranya meningitis TB.2,3 3. PATOLOGI Meningitis TB tak hanya mengenai meningen tapi juga parenkim dan vaskularisasi otak. Bentuk patologis primernya adalah tuberkel subarakhnoid yang berisi eksudat gelatinous. Pada ventrikel lateral seringkali eksudat menyelubungi pleksus koroidalis. Secara mikroskopik, eksudat tersebut merupakan kumpulan dari sel polimorfonuklear (PMN), leukosit, sel darah merah, makrofag, limfosit diantara benang-benang fibrin. Selain itu peradangan juga mengenai pembuluh darah sekitarnya, pembuluh darah ikut meradang dan lapisan intima pembuluh darah akan mengalami degenerasi fibrinoid hialin. Hal ini merangsang terjadinya proliferasi sel sel subendotel yang berakhir pada tersumbatnya lumen pembuluh darah dan menyebabkan infark serebral karena iskemia. Gangguan sirkulasi cairan serebrospinal (CSS) mengakibatkan hidrosefalus obstruktif (karena eksudat yang menyumbat akuaduktus spinalis atau foramen luschka, ditambah lagi dengan edema yang terjadi pada parenkim otak yang akan semakin menyumbat. Adanya eksudat, vaskulitis, dan hidrosefalus merupakan karakteristik dari menigoensefalitis yang disebabkan oleh TB. Efek yang ditimbulkan dari kemoterapi meningoensefalitis memiliki peran yang sangat penting karena akan menekan angka kematian dan kecacatan. Setelah 2 tahun, eksudat akan berubah menjadi jaringan ikat hialin dan lapisan intima akan mengalami fibrosis. 4 4. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Infeksi TB pada SSP disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosis, bakteri obligat aerob yang secara alamiah reservoirnya manusia. Organisme ini tumbuh perlahan, membutuhkan waktu sekitar 15 sampai 20 jam untuk berkembang biak dan menyebar. Seperti semua jenis infeksi TB, infeksi SSP dimulai dari inhalasi partikel infektif. Tiap droplet mengandung beberapa organisme yang dapat mencapai alveoli dan bereplikasi dalam makrofag yang ada dalam ruang alveolar dan makrofag dari sirkulasi. Pada 2 4 minggu pertama tak ada respons imun untuk menghambat replikasi mikobakteri, maka basil akan 12

menyebar ke seluruh tubuh menembus paru, hepar, lien, sumsum tulang. Sekitar 2 sampai 4 minggu kemudian akan dibentuk respons imun diperantarai sel yang akan menghancurkan makrofag yang mengandung basil TB dengan bantuan limfokin. Kumpulan organisme yang telah dibunuh, limfosit, dan sel sel yang mengelilingnya membentuk suatu fokus perkejuan. Fokus ini akan diresorpsi oleh makrofag disekitarnya dan meninggalkan bekas infeksi. Bila fokus terlalu besar maka akan dibentuk kapsul fibrosa yang akan mengelilingi fokus tersebut, namun mikorobakteria yang masih hidup didalamnya dapat mengalami reaktivasi kembali. Jika pertahanan tubuh rendah maka fokus tersebut akan semakin membesar dan encer karena terjadi proliferasi mikrobakterium. Pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah, fokus infeksi primer tersebut akan mudah ruptur dan menyebabkan TB ekstra paru yang dapat menjadi TB milier dan dapat menyerang meningen.4-9 5. MANIFESTASI KLINIS Stadium meningitis TB telah diperkenalkan sejak tahun 1947 dan sejak itu banyak kalangan yang menerapkannya untuk penanganan awal sekaligus menentukan prognosis. Penderita dengan stadium pertama hanya memiliki manifestasi klinis yang tidak khas karena tanpa disertai dengan gejala dan tanda neurologis. Sedangkan penderita dengan stadium kedua (intermediet) telah menunjukkan gejala iritasi meningeal disertai dengan kelumpuhan saraf kranial namun tak ada defek kerusakan lain serta tidak ada penurunan kesadaran. Pada stadium tiga, penderita mengalami kerusakan neurologis yang besar, stupor, dan koma. Penyakit ini lebih samar pada penderita dewasa, anamnesis tentang riwayat pernah mengalami penyakit TB biasanya jarang. Lamanya gejala biasanya tidak berhubungan dengan derajat klinis. Sakit kepala biasanya menonjol pada penderita dewasa, perubahan tingkah laku seperti apatis, bingung sering ditemukan. Kejang biasanya tak terjadi pada tahap awal penyakit, hanya pada 10% sampai 15% pasien.9 6. DIAGNOSIS Dari gejala klinis biasanya penderita mengalami panas tinggi dan sakit kepala yang hebat yang diikuti dengan mual dan muntah. Gejala ensefalitis adalah demam, sakit kepala, muntah, penglihatan sensitif terhadap cahaya, kaku kuduk dan punggung, pusing, cara berjalan tak stabil, iritabilitas kehilangan kesadaran, kurang berespons, kejang, kelemahan otot, demensia berat mendadak dan kehilangan memori juga dapat ditemukan. Jika gejala dan tanda (kaku kuduk, tanda kernig dan tanda laseque) ditemukan maka dianjurkan untuk 13

pemeriksaan Computer Tomography beserta pungsi lumbal (bila tidak ada tanda edema otak). Kemungkinan ensefalitis harus dipikirkan pada penderita dengan panas dan disertai dengan perubahan status mental, gejala neurologis fokal dan pola kebiasaan yang tiba tiba menjadi abnormal. Dilihat dari patologinya, inflamasi akut pada pia arahnoid menyebabkan pelebaran ruangan subarakhnoid karena eksudat yang dihasilkan dari inflamasi tersebut. Selanjutnya saat korteks subpia dan jaringan ependim yang menyelimuti ventrikel juga ikut meradang maka akan menyebabkan terjadinya serebritis dan atau ventrikulitis. Pembuluh darah yang terpapar dengan dengan eksudat inflamasi subarakhnoid mengalami spasme dan atau trombosis yang selanjutnya akan menyebabkan iskemia dan akhirnya infark. Pada CT scan kepala penderita dengan meningitis kronik yang berat akan ditemukan gambaran hiperdensitas ruangan subarakhnoid yang lebih terlihat pada fisura hemisfer serebri. Selanjutnya gambaran CT tanpa kontras akan menunjukkan peningkatan densitas pada sisterna basalis dan fisura hemisfer serebri, serta menghilangnya kecembungan sulkus. Pada pemeriksaan foto roentgen dada, jarang ditemukan pembesaran hilus, adenopati dan bayangan inflitrat. Gambaran radiologi dapat berkisar dari bayangan samar pada apeks sampai adanya kalsifikasi. Tes tuberkulin tidak bermanfaat pada penderita dewasa karena jarang menunjukkan hasil yang positif, sekitar 35% sampai 60% penderita meningitis TB tidak bereaksi pada tes tuberkulin, faktor yang dapat menjelaskan hal tersebut adalah karena adanya malnutrisi, imunosupresi, debilitasi, dan imunosupresi umum karena penyakit sistemik.5,6 Telah diketahui bahwa pemeriksaan CSS memiliki peran yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis meningoensefalitis. Pungsi lumbal tidak perlu dilakukan bila penderita dengan meningitis bakterialis beresons baik terhadap pengobatan. Pungsi lumbal dilakukan dengan cara menusukkan jarum ke dalam kanalis spinalis. Dinamakan pungsi lumbal karena jarum memasuki daerah lumbal (tulang punggung bagian bawah). Dalam pemeriksaan serebrospinal. Dalam pemeriksaan biokimia dan sitologi maka CSS pada penderita dengan meningoensefalitis akan ditemukan cairan yang jernih dan agak pekat, jaringan protein akan terlihat setelah proses pengendapan. CSS hemoragik dapat ditemukan pada meningitis TB yang mengalami vaskulitis. Adanya gambaran yang khas yang disebut dengan pelikel, yakni hasil dari tingginya konsentrasi fibrinogen dalam cairan disertai dengan sel sel proinflamatori. Tekanan pembuka pada waktu memasukkan jarum spinal meningkat sampai 50%, pada meningitis TB kadar glukosa dalam CSS rendah namun mengandung protein yang tinggi nilai glukosa mendekati 40 mg/dl., protein dapat berkisar antara 150-200 mg/dl.3,4 14

7. PENANGANAN Prinsip penanganan meningitis TB mirip dengan penanganan TB lain dengan syarat obat harus dapat mencapai sawar darah otak dengan konsentrasi yang cukup untuk mengeliminasi basil intraselular maupun ekstraselular. Untuk dapat menembus cairan serebrospinal maka tergantung pada tingkat kelarutannya dalam lemak, ukuran molekul, kemampuan berikatan dengan protein, dan keadaan meningitisnya. Keterlambatan dalam pemberian terapi pada penderita dengan meningitis bakterial dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Selain itu perlu dilakukan pengawasan terhadap toksisitas obat selama terapi (pengawasan terhadap hitung jenis darah dan fungsi hati dan ginjal). Penderita yang dicurigai meningitis pada gambaran CT scan kepala sebelum dilakukan pungsi lumbal sebaiknya dilakukan pemeriksan kultur CSS dan pemberian terapi antibiotik dan kortikosteroid. Panduat obat antituberkulosis dapat diberikan selama 9 12 bulan, panduan tersebut adalah 2RHZE / 7-10 RH. Pemberian kortikosteroid dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari selama 3 6 minggu untuk menurunkan gejala sisa neurologis.4,8 Tabel 1. Penetrasi obat antimikobakterium dalam CSS9 Kisaran konsentrasi puncak rata rata (microgram/ml) 15

8. KOMPLIKASI Komplikasi meningoensefalitis terdiri dari komplikasi akut, intermediet dan kronis. Komplikasi akut meliputi edema otak, hipertensi intrakranial, SIADH (syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone Release), kejang, ventrikulitis meningkatnya tekanan intrakrania (TIK). Patofisiologi dari TIK rumit dan melibatkan banyak peran molekul proinflamatorik. Edema intersisial merupakan akibat sekunder dari obstruksi aliran serebrospinal seperti pada hidrosefalus, edema sitotoksik (pembengkakan elemen selular otak) disebabkan oleh pelepasan toksin bakteri dan neutrofil, dan edema vasogenik (peningkatan permeabilitas sawar darah otak).4 Komplikasi intermediet terdiri atas efusi subdural, demam, abses otak, hidrosefalus. Sedangkan komplikasi kronik adalah memburuknya fungsi kognitif, ketulian, kecacatan motorik. 5,7

16

DAFTAR PUSTAKA 1. Mansjoer, A. Meningitis Tuberkulosis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 2000. h.11 2. Balentine, J. Encephalitis and Meningitis. 2010. Available in : http://www.emedicine.com 3. Tunkel, A. Practice Guidelines for the Management of Bacterial Meningitis. Clinical Infectious Disease. Infectious Disease Society of America. Phyladelpia. 2004. 4. Razonable, R. Meningitis Overview. Mayo Clinic College of Medicine. 2009. available in : http://www.medscapeemedicine.com/meningitis. 5. Schossberg, D. Infections of the Nervous System. Springer Verlag. Philladelphia, Pennsylvania. 2006. 6. Tsumoto, S. Guide to Meningoencephalitis Diagnosis. JSAI KKD Chalenge 2001. 7. Anonyme. Meningitis. 2010. Available in : http://www.wikipedia.com 8. Van de beek, D. Clinical Features and Prognostic Factors in Adult with Bacterial Meningitis. NEJM.2004. 9. Scheld, M. Infection of the Central Nervous System third edition. Lippincot William and Wilkins. 2004.h.443. 10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta. 2006. h. 53. 11. Crofton, J., Horne, N., Miller, F et all. Clinical Tuberculosis 2th edition. IUATLD. MacMillan Education Ltd. London. 2002. h. 160. 12. Ravighone M, OBrien R. Tuberculosis. Dalam : Harrisons Principles of Internal Medicine Edisi 16. New York: McGraw-Hill. 1998. h. 1004 1014

17

You might also like