You are on page 1of 53

POLA DAN PROSES KOMUNIKASI DALAM KELUARGA

a. DEFINISI KOMUNIKASI Komunikasi adalah proses yang dimiliki manusia untuk menyampaikan pesan kepada seseorang atau orang banyak baik langsung maupun tidak langsung dan bergantung pada penghimpunan, pertukaran, dan penyampaian pengetahuan. Effendy (1993) mendefinisikan komunikasi sebagai penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media. Komunikasi adalah hubungan kontak antar dan antara manusia, baik individu maupun kelompok (Djamarah, 2004).

b. ELEMEN KOMUNIKASI KELUARGA Ada tujuh elemen komunikasi yang dipaparkan oleh Dr Turnono Rahardjo: people, message, channel, noise, context, feedback, effect. Berikut adalah pembahasan singkat masing-masing. People Komunikasi melibatkan orang: bisa antarpribadi, kelompok kecil, dan publik berlangsung antara dan diantara semua tipe sender dan receiver (bergantian merupakan individu-individu yang memberikan dan menerima pesan secara serempak). Message Bersifat verbal (menggunakan kata-kata) dan non-verbal. Yang bersifat non-verbal antara lain: proxemics (kedekatan), haptic (sentuhan), olfatics (aroma), chronemics (waktu), eye movement / oculestic (gerakan mata), hand and head movement (gerakan tangan dan kepala), metalanguage atau paralanguage (teriakan, desahan, dll), Channel Artinya: saluran yang kita gunakan dalam berkomunikasi. Misalnya semua indera kita. Manusia adalah Kita adalah multichannel communicators. Noise Merupakan distorsi yang berpotensi mengganggu efektifitas komunikasi. Misal aroma yang terlalu tajam, suara bising, ruangan yang panas, dll. Context Kita berkomunikasi selalu dalam konteks. Misalnya, kadang dalam konteks organisasi, lalu berubah menjadi konteks akrab / keluarga.

Feedback Merupakan respon dari pihak lain terhadap pesan yang kita sampaikan. Feedback dapat dibedakan menjadi: immediate (langsung), delayed (tertunda), lalu positive atau negative. Effect Komunikasi berdampak atauberpengaruh terhadap orang lain. Dampaknya bisa macam-macam, misal: cognitive (pengetahuan), affective (sikap atau perilaku), conative (tindakan), atau campuran. Misal: dampak iklan larangan merokok masih sebatas kognitif, dan belum tindakan. Sadar bahaya merokok, tapi tetap saja merokok. Ada lima elemen yang harus diperhatikan agar komunikasi dapat dilakukan dengan baik. Dari kelima elemen tersebut antara lain : Kondisi Psikologi Setiap orang mempunyai kondisi psikologi yang berbeda. Prinsip, nilai-nilai, dan pengalaman yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, sebaiknya Anda mengetahui kondisi pasangan kita bicara, misalnya apakah seseorang termasuk pendiam atau cenderung ekspresif. Jika orang diam, mungkin anda akan berpikirn ia setuju dengan tindakan Anda, mungkin saja ia sakit dengan tindakan yang anda lakukan. Kondisi Hubungan Perasaan Anda terhadap pasangan sangat menentukan cara Anda. berkomunikasi dengannya. Coba ingat-ingat, ketika Anda marah kepada pasangan Anda, Anda dapat meluncurkan kata-kata kasar. Sedangkan saat senang bercanda ria, Anda akan mengeluarkan kata-kata manis. Karena itu saat Anda kesal dengan pasangan Anda, jangan mengajaknya bicara. Situasi Situasi di sekitar Anda dapat menentukan cara berkomunikasi, mulai dari topik hingga pilihan kata. Percakapan Anda dengan pasangan ketika memenuhi undangan pesta dapat juga berbeda ketika Anda berduaan di rumah. Mungkin pada saat itu pasangan tidak akan merespon kemanjaan Anda seperti biasanya. Jadi jangan tersinggung jika sikap pasangan Anda tiba-tiba berubah pada situasi tertentu. Suasana Dalam suasana lingkungan akan berpengaruh dalam menentukan jalannya komunikasi. Bayangkan saja Anda berada di lokasi yang bising, AC ruangan yang mati, dan cuaca yang panas. Hal ini akan membuat komunikasi terganggu. Untuk itu, pandai-pandailah untuk membangun suasana komunikasi yang baik. Ketika

mobil terjebal macet misalnya, bangunlah suasana romantis dan hangat, misalnya dengan memasang musik lembut di dalam mobil atau suasana yang bikin Happy. Budaya Perbedaan budaya dapat memicu miskomunikasi. Mereka yang berlatar belakang budaya misalnya Ambon mungkin dapat bicara terang-terangan saat komunikasi. Berbeda dengan mereka yang berlatar budaya jawa yang memperhatikan tata krama. Anda juga harus tahu kebiasaan berkomunikasi dengan latar budaya pasangan Anda tersebut.

c. PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI KELUARGA Watzlawick dan rekan (1967), dalam tulisan seminar mereka tentang komunikasi keluarga, Pragmatis of Human Communication, menetapkan enam prinsip komunikasi yang menjadi dasar untuk memehami proses komunikasi. Prinsip-prinsip komunikasi tersebut adalah:

1) Prinsip pertama dan yang paling terpenting


Yaitu suatu pernyataan bahwa tidak mungkin untuk tidak berkomunikasi, karena semua prilaku adalah komunikasi. Pada setiap situasi ketika terdapat dua orang atau lebih, individu mungkin atau tidak mungkin berkomunikasi secara verbal. Dalam konteks ini, komunikasi nonverbal merupakan ekspresi tanpa bahasa seperti membalikkan badan atau mengerutkan kening, tapi bukan merupakan bahasa isyarat.

2) Prinsip kedua dari komunikasi


Adalah bahwa komunikasi mempunyai dua tingkat yaitu informasi (isi) dan perintah (instruksi). Isi yaitu apa yang sebenarnya sedang dikatakan (bahasa verbal) sedangkan instruksi adalah menyampaikan maksud dari pesan (Goldenberg,2000). Isi suatu pesan dapat saja berupa pernyataan sederhana, tetapi mempunyai metapesan atau instruksi bergantung pada variabel seperti emosi, dan alur bicara, gerakan dan posisi tubuh serta nada suara.

3) Prinsip ketiga berhubungan dengan pemberian tanda baca (pungtuasi) atau


rangkaian komunikasi Komunikasi melibatkan transaksi, dan dalam pertukaran tiap respon berisi komunikasi berikutnya, selain riwayat hubungan sebelumnya. Komunikasi melayani sebagai suatu organisasi yang mempunyai tujuan dan proses penataan diri dlam keluarga.

4) Prinsip komunikasi yang keempat


diuraikan oleh Watzlick dan rekannya yaitu terdapat dua tipe komunikasi yaitu digital dan analogik. Komunikasi digital adal;ah komunikasi verbal ( bahasa isyarat) yang pada dasrnya menggunakan kata dengan pemahaman arti yang sama. Jenis komunikasi yang kedua, analogik yaitu ide atau suatu hal yang dikomunikasikan, dikirim secara nonverbal dan sikap yang representative. Komunikasi analogik dikenal sebagai bahasa tubuh, ekspresi tubuh, ekspresi wajah, irama dan nada kata yang diucapkan (isyarat) berbagai manifestasi nonverbal lainnya (nonbahasa)byang dapat dilakukan oleh seseorang( watzlick et al, hal 62).

5) Prinsip komunikasi kelima


Diuraikan oleh kelompok yang sama dari beberapa ahli teori komunikasi keluarga yang disebut prinsip redundasi (kemubaziran). Prinsip ini merupakan dasr pengembangan penelitian keluarga yang menggunakan keterbatasan pengamatan interaksi keluarga sehingga dapat memberikan penghayatan yang valid kedalam pola umum komunikasi

6) Prinsip komunikasi yang keenam


Diuraikan oleh Batson dan rekan adalah semua interaksi komunikasi yang simetris atau komplementer. Polka komunikasi simetris, prilaku pelaku bercermin pada prilaku pelaku interaksi yang lainnya. Dalam komunikasi komplementer, prilaku seorang pelaku interksi melengkapi prilaku pelaku interaksi lainnya. Jika satu dari dua tipe komunikasi tersebut digunakan secara konsisten dalam hubungan keluarga, tipe komunikasi ini mencerminkan nilai dan peran serta pengaturan kekuasaan keluarga.

d. SALURAN KOMUNIKASI KELUARGA Dalam kehidupan sehari-hari ada berbagai saluran yang dapat dipergunakan untuk berkomunikasi. Seseorang menggunakan saluran tertentu, sebagai saluran sementara atau sewaktu-waktu dalam interaksi dengan orang lain. Kadang-kadang saluran ini dikembangkan sebagai hal yang menetap dan berakar bersama perkembangan pribadinya.Saluran mana yang digunakan , tergantung pada pengalaman belajar sebelumnya dan tergantung pada intensitas ancaman yang diperoleh dan dirasakannya Konsonan Adalah komunikasi dimana perasaan dan perilaku dinyatakan seiring dan searti dengan pesan yang diberikan . Orang yang menggunakan saluran ini adalah serta kecemasan yang menyertai tanggapan

akan ancaman itu . Saluran komunikasi tersebut meliputi :

orang yang merasa aman untuk mengatakan apa saja yang ada dalam benaknya. Celaan Reaksi yang biasa dilakukan oleh orang yang merasa dirinya selalu terancam, dalam bentuk menggerutu, kritik yang berlebihan atau bersikap kasar. Orang pencela Kepatuhan Orang yang patuh biasanya cenderung untuk menyalahkan dirinya sendiri apabila terjadi sesuatu yang menimpa diriya atau keluarganya .Biasanya ini biasanya menderita harga diri rendah, dan berusaha

meningkatkannya dengan mencela atau mencemoohkan orang lain.

anggota keluarga lain mempergunakan saluran komunikasi celaan terhadap anggota keluarga yang seperti ini. Intelektualisasi Saluran ini memusatkan memusatkan interaksi pada kemampuan rasional, kemampuan mental dan kemampuan intelektual.Dalam perilakunya orang

semacam ini menampilkan diri sebagai orang tanpa perasaan. Orangsemacam ini melakukan tindakan tidak sesuai dengan perasaannya, atau ia dalam konflik

antara pikiran dan perasaannya.Penggunaan saluran ini dalam komunikasi antar keluarga, terdapat jarak emosional yang menghambat hubungan mereka di antara anggota tersebut. Acuh tak acuh Saluran ini merupakan saluran tidak sehat, yang bersumber pada ketakutan, kemarahandan keinginan untuk memanipulasi orang lain.Komunikasi ini sering muncul dalam bentuk bungkam, sikap tidak peduli ,tanpa memperhatikan yang diajak berbicara

e. PROSES KOMUNIKASI KELUARGA YANG BAIK Menurut sebagian besar terpi keluarga, komunikasi fungsional dipandang sebagia landasan keberhasilan, keluarga yang sehat (Watzlick & Goldberg, 2000) dan komunikasi fungsional didefinisikan sebagai pengiriman dan penerima pesan baik isi maupun tingkat instruksi pesan yang lansung dan jelas (Sells,1973), serta sebagi sasaran antara isi dan tingkat instruksi. Dengan kata lain komunikasi fungsional dan sehat dalam suatu keluarga memerlukan pengirim untuk mengirimkan maksud pesan melalui saluran yang reltif jelas dan penerima pesan mempunyai pemahaman arti yang sama dengfan apa yang dimaksud oleh pengirim (Sells). Proses komunikasi fungsional terdiri dari beberapa unsur, antara lain :

1) Pengiriman Fungsional Satir (1967) menjelaskan bahwa pengiriman yang berkomunikasi secara fungsional dapat menyatakan maksudnya dengan tegas dan jelas, mengklarifikasi dan mengualifikasi apa yang ia katakan, meminta umpan balik dan terbuka terhadap umpan balik. a) Menyatakan kasus dengan tegas dan jelas Salah satu landasan untuk secara tegas menyatakan maksud seseorang adalah penggunaan komunikasi yang selaras pada tingkat isi dan instruksi (satir,1975). b) Intensitas dan keterbukaan. Intensitas berkenaan dengan kemampuan pengirim dalam mengkomunikasikan persepsi internal dari perasaan, keinginan,dan kebutuhan secara efektif dengan intensitas yang sama dengan persepsi internal yang dialaminya. Agar terbuka, pengirim fungsional menginformasikan kepada penerima tentang keseriusan pesan dengan mengatakan bagaimana penerima seharusnya merespon pesan tersebut. c) Mengklarifikasi dan mengualifikasi pesan Karakteristik penting kedua dari komunikasi yang fungsional menurut Satir adalah pernyataan klarifikaasi daan kualifikaasi. Pernyataan tersebut

memungkinkan pengirim untuk lebih spesifik dan memastikan persepsinya terhadap kenyataan dengan persepsi orang lain. d) Meminta umpan balik Unsur ketiga dari pengirim fungsional adalah meminta umpan balik, yang memungkinkan ia untuk memverifikasi apakah pesan diterima secara akurat, dan memungkinkan pengirim untuk mendapatkan informasi yang diperlukan untuk mengklarifikasi maksud. e) Terbuka terhadap umpan balik Pengirim yang terbuka terhadap umpan balik akan menunjukkan kesediaan untuk mendengarkan, bereaksi tanpa defensive, dan mencoba untuk memahami. Agar mengerti pengirim harus mengetahui validitas pandangan penerima. Jadi dengan meminta kritik yang lebih spesifik atau pernyataan memastikan, pengirim menunjukkan penerimaannya dan minatnya terhadap umpan balik. 2) Penerima Fungsional Penerima fungsional mencoba untuk membuat pengkajian maksud suatu pesa secara akurat. Dengan melakukan ini, mereka akan lebih baik mempertimbangkan arti pesan dengan benar dan dapat lebih tepat mengkaji sikap dan maksud

pengirim, serta perasaan yang diekspresikan dalam metakomunikasi. Menurut Anderson (1972), penerima fungsional mencoba untuk memahami pesan secara penuh sebelum mengevaluasi.ini berarti bahwa terdapat analisis motivasi dan metakomunikasi, serta isi. Informasi baru, diperiksa dengan informasi yang sudah ada, dan keputusan untuk bertindak secara seksama dioertimbangkan. Mendengar secara efektif, member umpan balik, dan memvalidasi tiga tekhnik komunikasi yang memungkinkan penerima untuk memahami dan merespons pesan pengirim sepenuhnya. a) Mendengarkan Kemampuan untuk mendengar secara efektif merupakan kualitas terpenting yang dimiliki oleh penerima fungsional. Mendengarkan secara efektif berarti memfokuskan perhstisn penuh pada seseorang terhadap apa yang sedang dikomunikasikannya dan menutup semua hal yang aakan merusak pesan. Penerima secara penuh memperhatikan pesan lengkap dari pengirim bukan menyalahartikan arti dari suatu pesan. Pendengar pasif merespons dengan ekspresi datar dan tampak tidak peduli sedangkan pendengar aktif dengan sikap mengomunikasikan secara aktif bahwa ia mendengarkan. Mengajukan pertanyaan merupakan bagian penting dari mendengarkan aktif (Gottman, Notarius, Gonso dan Markman, 1977). Mendengarkan secara aktif berarti menjadi empati, berpikir tentang kebutuhan, dan keinginan orang lain, serta menghindarkan terjadinya gangguan alur komunikasi pengirim. b) Memberikan umpan baliki Karakteristik utam kedua dari penerima funbgsional adalah memberikan umpan balik kepada pengirim yang memberitahu pengirim bagaimana penerima menafsirkan pesan. Pernyataan ini mendorong pengirim untuk menggali lebih lengkap. Umpan balik juga dapat melalui suatu proses keterkaitan, yaitu penerima membuat suatu hubungan antara pengalaman pribadi terdahulu (Gottman et.al, 1877) atau kejadian terkait dengan komunikasi pengirim. c) Member validasi Dalam menggunakan validasi penerima menyampaikan pemahamannya terhadap pemikiran dan perasaan pengirim. Validasi tidak berarti penerima setuju dengan pesan yang dikomunikasikan pengirim, tetapi menunjukan penerimaan atas pesan tersebut berharga.

f.

PROSES KOMUNIKASI KELUARGA YANG TIDAK BAIK 1) Pengirim Disfungsional Komunikasi pengirim disfungsional sering tidak efektif pada satu atau lebih karakteristik dasar dari pengirim fungsional. Dalam menyatakan kasus,

mengklarifikasi dan mengkulifikasi, dalam menguraikan dan keterbukaan terhadap umpan balik. Penerima sering kali ditinggalkan dalam kebingungan dan harus menebak apa yang menjadi pemikiran atau perasaan pengirim pesan. Komunikasi pengirim disfungsional dapat bersifat aktif atau defensif secara pasif serta sering menuntut untuk mendapatkan umpan balik yang jelas dari penerima. Komunikasi yang tidak sehat terdiri dari : a) Membuat asumsi Ketika asumsi dibuat, pengim mengandalkan apa yang penerima rasakan atau pikiran tentang suatu peristiwa atau seseorang tanpa memvalidasi

persepsinya. Pengirim disfungsional biasanya tidak menyadari asumsi yang mereka buat, ia jarang mengklarifikasi isi atau maksud pesaan sehingga dapat terjadi distorsi pesan. Apabila hal ini terjadi, dapat menimbulkan kemarahan pada penerima yang diberi pesan, yang pendapat serta perasaan yant tidak dianggap. b) Mengekspresika perasaan secara tidak jelas Tipe lain dari komunikasi disfungsional oleh pengirim adalah pengungkapan perasaan tidak jelas, karena takut ditolak, ekspresi perasaan pengirim dilakukan dengan sikap terselubung dan sama sekali tertutup. Komunikasi tidak jelas adalah sangat beralasan (Satir, 1991) apabila kata-kata pengirim tidak ada hubunganya dengan apa yang dirasakan. Pesan dinyatakan dengan cara yang tidak emosional. Berdiam diri merupakan kasus lain tentang pengungkapan perasaan tidak jelas. Pengirim merasa mudah tersinggung terhadap penerima yang tetap tidak mengungkapkan kemarahannya secara terbuka atau mengalihkan perasaannya ke orang atau benda lain. c) Membuat respon yang menghakimi Respon yang menhakimi adalah komunikasi disfungsional yang ditandai dengan kecenderungan untuk konstan untuk menbgevaluasi pesan yang menggunakan system nilai pengirim. Pernyataan yang menghakimi selalu mengandung moral tambahan. Pesan pernyataan tersebut jelas bagi penerima bahwa pengirim pesan mengevaluasi nilai dari pesan orang lain sebagai benar, atau salah, baik atau buruk, normal atau tidak normal. d) Ketidakmampuan untuk mendefinisika kebutuhan sendiri

Pengirim disfungsional tidak hanya tidak mampu untuk menekspresikan kebutuhangnya. Namun juga karena takut ditolak menjadi tidak mampu mendefenisikan prilaku yang ia harapkan dari penerima untuk memenuhi kebutahan mereka.sering kali pengirim disfungsiopnal tidak sadar merasa tidak berharga, tidak berhak untuk mengungkapkan kebutuhan atau berharap kebutuhan pribadinya akan dipenuhi. e) Komunikasi yang tidak sesuai Penampilan komunikasi yang tidak sesuai merupakan jenis komunikasi yang disfungsional dan terjadi apabila dua pesan yang bertentangan atau lebih secara serentak dikiri (Goldenberg, 2000). Penerima ditinggalkan dengan tekateki tentang bagaimana harus merespon. Dalam kasus ketidaksesuaian pesan verbal dan nonverbal, dua atau lebih pesan literal dikirim secara secara serentak bertentangan satu sama lain. Pada ketidaksesuaian verbal nonverbal pengirim mengkomunikasikan suatu pesan secara verbal, namun melakukan metakomunikasi nonverbalyang bertentangan dengan pesan verbal. Ini biasanya diketahuinsebagai pesan campuran, misalnya saya tidak marah pada anda diucapakan dengan keras, nada suara tinggi dengan tangan menggempal. 2) Penerima Disfungsional Jika penerima disfungsional, terjadi komunikasi yang terputus karena pesan tidak diterima sebagaimana dimaksud, karena kegagalan penerima untuk

mendengarkan, atau menggunakan diskualifikasi. Merespon secara ofensif, gagal menggali pesan pengirim, gagal memvalidasipesan, merupakan karakterstik disfungsional lainnya. a) Gagal untuk mendengarkan Dalam kasus gagal untuk mendengarkan, suatu pesan dikirim, namun penerima tidak memperhatikan atau mendengarkan pesan tersebut. Terdapat beberapa alasan terjadinya kegagalan untuk mendengarkan, berkisar dari tidak ingin memerhatikan hingga tidak memiliki kemampuan untuk mendengarkan. Hal ini biasanya terjadi karena distraksi, seperti bising, waktu yang tidak tepat, kecemasan tinggi, atau hanya karena gangguan pendengaran. b) Menggunakan diskualifikasi Penerima disfungsional dapat menerapkan pengelakkan untuk

mendiskualifikasi suatu pesan dengan menghindari isu penting. Diskualifikasi adalah respon tidak langsung yang memungkinkan penerima untuk tidak menyetujui pesan tanpa memungkinkan penerima untuk tidak menyetujui pesan tanpa benar-benar tidak menyetujuinya.

c) Menghina Sikap ofensif komunikasi menunjukkan bahwa penerima pesan bereaksi secara negatif, seperti sedang terancam. Penerima tampak bereaksi secara defensif terhadap pesan yang mengasumsikan sikap oposisi dan mengambil posisi menyerang. Pernyataan dan permintaan dibuat dengan konsisten dengan sikap negatif atau dengan harapan yang negatif. d) Gagal menggali pesan pengirim Untuk mengklarifikasi maksud atau arti dari suatu pesan, penerima fungsional mencari penjelasan lebih lanjut. Sebaliknya, penerima disfungsional

menggunkan respon tanpa menggali, seperti membuata asumsi , memberikan saran yang prematur, atau memutuskan komunikasi. e) Gagal memvalidasi pesan Validasi berkenaan dengan penyampaian penerimaan penerima. Oleh karena itu, kurangnya validasi menyiratkan bahwa penerima dapat merespon secara netral atau mendistorsi dan menyalahtafsirkan pesan. Mengasumsikan bukan mengklarifikasi pemikiran pengirim adalah suatu contoh kurangnya validasi. 3) Pengirim dan Penerima Disfungsional Dua jenis urutan intearksi komunikasi yang tidak sehat, melibatkan baik pengirim maupun penerima, juga secara luas didiskusikan dalam literatur komunikasi. Komunikasi yang tidak sehat merupakan kominikasi yang mencerminkan pembicaraan parallel yang menunjukan ketidakmampuan untuk memfokuskan pada suatu isu. Dalam pembicraan parallel, setiap individu dalam interaksi secara konstan menyatakan kembali isunya tanpa betul-beetul mendengarkan pandangan orang lain atau mengenali kebutuhan orang lain. Orang yang berinteraksi disfungsional, mungkin tidak mampu untuk memfokuskan pada satu isu. Tiap individu melantur dari satu isu ke isu lain bukannya menyelesaikan satu masalah atau meminta suatu pengungkapan.

g. POLA KOMUNIKASI DALAM KELUARGA YANG BAIK Berkomunikasi Secara Jelas dan Selaras Pola sebagian nkeluarga yang sehat, terdapat keselarasan komunikasi diantara anggota keluarga. Keselarasan merupakan bangunan kunci dalam model komunikasi dan pertumbuhan menurut satir. Keselarasan adalah suatun keadaan dan cara berkomunikasi dengan diri sendiri dan orang lain. Ketika keluarga berkomunikasi dengan selarad terdapat konsistensi dengan selaras terdapat konsistensi anatara tingkat isi dan instruksi kominikasi. Apa yang sedang

diucapkan, sama dengan isi pesan. Kat-kata yang diucapkan, perasaan yang kita ekspresikan, dan prilaku yang kita tampilkan semuanya konsisten. Komunikasi pada kelurga yang sehat merupakan suatu proses yang sangat dinamis dan saling timbal balik. Pesan tidak hanya dikirim dan diterima. Komunikasi Emosional Komunikasi emosional berkaitan dengan ekspresi emosi dan persaan dari persaan marah, terluka, sedih, cemburu hingga bahagia, kasih sayingdan kemesraan (Wright & Leahey, 2000). Pada keluarga fungsional perasaan anggota keluarga ddiekspresikan. Komunikasi afektif pesan verbal dan nonverbal dari caring, sikapfisik sentuhan, belaian, menggandeng dan memandang sangat penting, ekspresi fisik dari kaisih saying pada kehidupan awal bayi dan anak-anak penting untuk perkembangan respon afektif yang normal. Pola komunikasi afeksi verbal menjadi lebih nyata dalam menyampaikan pesan afeksional, walaupun pola mungkin beragam dengan warisan kebudayaan individu. Area Komunikasi Yang Terbuka dan Keterbukaan diri Keluarga dengan pola komunikasi fungsional menghargai keterbukaan, saling menghargai perasaan, pikiran, kepedulian, spontanitas, autentik dan keterbukaan diri. Selanjutnya keluarga ini mampu mendiskusikan bidang kehidupan isu personal, social, dan kepedulian serta tidak takut pada konflik. Area ini disebut komunikasi terbuka. Dengan rasa hormat terhadap keterbukaan diri. Satir (1972) menegaskan bahwa anggota keluarga yant terus terang dan jujur antar satu dengan yang lainnya adalah orang-orang yang merasa yakin untuk mempertaruhkan interaksi yang berarti dan cenderung untuk menghargai keterbukaan diri (mengungkapkan keterbukaan pemikiran dan persaan akrab). Hirarki Kekuasaan dan Peraturan Keluarga System keluarga yang berlandaskan pada hirarki kekuasaan dan komunikai mengandung komando atau perintah secara umum mengalir kebawah dalam jaringan komunikasi keluarga. Interaksi fungsional dalam hirarki kekuasaan terjadi apabila kekuasaan terdistribusi menurut kebutuhan perkembangan anggota keluarga (Minuchin, 1974). Apabila kekuasaan diterpkan menurut kemampuan dan sumber anggota keluarga serta sesuai dengan ketentuan kebudayaan dari suatu hubungan kekuasaan keluarga. Konflik dan Resolusi Konflik Keluarga Konflik verbal merupakan bagian rutin dalam interaksi keluarga normal. Literature konflik keluarga menunjukkan bahwa keluraga yang sehat tanpak mampu mengatasi konflik dan memetik mamfaat yang positif, tetapi tidak terlalu banyak konflik yang dapat mengganggu hubungan keluarga. Resolusi konflik merupakan

tugas interaksi yang vital dalam suatu keluarga (Vuchinich,1987). Orang dewasa dalam kelurga perlu belajar untuk mengalami konflik konstruktif. Walaupun orang dewasa menyelesaikan konflik dengan berbagai cara , resolusi konflik yang fungsional terjadi apabila konflik tersebut dibahas secara terbuka dan strategi diterpkan untuk menyelesaikan konflik dan ketika orang tua secara tepat menggunakan kewenangan mereka untuk mengakhiri konflik.

h. POLA KOMUNIKASI DALAM KELUARGA YANG TIDAK BAIK Komunikasi disfungsional didefinisikan sebagai transmisi tidak jelas atau tidak langsung serta permintaan dari salah satu keluarga. Isi dan instruksi deari pesan dan ketidaksesuaian antara tingkat isi dan instruksi dari pesan. Transmisi tidak lansung dari suatu pesan berkenaan dari pesan yang dibelokkan dari saran yang seharusnya kepada orang lain dalam keluarga. Transmisi langsung dari suatu pesan berarti pesan mengenai sasaran yang sesuai. Tiga pola komunikasi yang terkait terus menerus menyebabkan harga diri rendah adalah egasentris, kebutuhan akan persetujuan secara total dan kurangnya empati. Egosentris Individu memfokuskan pada kebutuhan diri sendiri dan mengabaikan kebutuhan orang lain, perasaan atau perspektif yang mencirikan komunikasi egosentris. Dengan kata lain, anggota keluarga yang egosentris mencari sesuatu dari orang lain untuk memenuhu kebutuhan mereka. Apabila individu tersebut harus memberikan sesuatu, maka mereka akan melakukan dengan keengganan, dan rasa permusuhan,defensive atau sikap pengorbanan diri, jadi tawar-menawar atau negosiasi secara efektif sulit dilakukan, karena seseorang yang egosentris meyakini bahwa mereka tidak boleh kalah untuk sekecil apapun yang mereka berikan. Kebutuhan Mendapatkan Persetujuan Total Nilai keluarga tentang mempertahankan persetujuan total dan menghindari konflik berawal ketika seseorang dewasa atau menikah menetukan bahwa mereka berada satu sama lain, walaupun perbedaan yang pasti mungkin sulit untuk dijelaskan seperti yang diekspresikan dalam pendapat, kebiasaan, kesukaan atauhrapan mungkin terlihat sebagai ancaman kerena ia dapat mengarah pada ketidaksetujuan dan kesadaran bahwa mereka merupakan dua individu yang terpisah Kurang Empati Keluarga yang egosentris tidak dapat menteloransi perbedaan dan tidak akan mengenal akibat dari pemikiran, persaan dan perilaku mereka sendiri terhadap anggota keluarga yang lain. Mereka sangat terbenam dalam pemenuhan kebutuhan mereka sendiri saja bahwa mereka tidak mampu untuk berempati.

Dibalik ketidakpedulian ini, individu dapat menderia akibat perasaan tidak berdaya. Tidak saja mereka tidak menghargai diri mereka sendiri tapi mereka juga tidak menghargai oaring lain. Hal ini menimbulakan suasana tegang, ketakutan atau menyalahkan. Kondisi ini terlihat pada komunikasi yang lebih membingungkan, samar, tidak langsung, terselubung dan defensif bukan memperlihatkan

keterbukaan, kejelasan dan kejujuran. Area Komunikasi Yang Tertutup Keluarga yang fungsional memiliki area komunikasi yang terbuka, keluarga yang sedikit fungsional sering kali menunjukkan area komunikasi yang semakin tertutup. Keluarga tidak mempunyai peraturan tidak tertulis tentang subjek apa yang disetujui atau tidak disetujui untuk dibahas. Peraturan tidak tertulis ini secara nyata terlihat ketika anggota keluarga melanggar peraturan dengan membahas subjek yang tidak disetujui atau mengungkapkan perasaan yang terlarang.

i.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POLA KOMUNKASI DALAM KELUARGA

Tingkat Pengetahuan Pengetahuan mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mengirimkan pesan, misalnya untuk memilih kata-kata (diksi), menentukan saat pesan harus disampaikan, serta mengembangkan berbagai teknik komunikasi verbal dan non verbal. Bagi seorang penerima informasi (komunikan), pengetahuan penting untuk

menginterpretasikan pesan yang disampaikan oleh komunikator, sekaligus untuk memberi umpan bailk kepada pemberi pesan. Jenis Kelamin Laki-laki dan perempuan menunjukkan gaya komunikasi yang berbeda dan memiliki interpretasi yang berbeda terhadap suatu percakapan. Tannen (2000) menyatakan bahwa kaum perempuan menggunakan teknik komunikasi untuk mencari konfirmasi, meminimalkan perbedaan, dan meningkatkan keintiman, sementara kaum laki-laki lebih menunjukkan independensi dan status dalam kelompoknya. Peran dan Tanggungjawab Peran dan tanggung jawab memengaruhi komunikasi yang dilakukan individu, baik teknik maupun isi komunikasi.

Petugas kesehatan lebih sering menggunakan formal dan membicarakan kondisi klien karena tanggungjawabnya serta membuat banyak tulisan dalam berkomunikasi sebagai bentuk tanggunggugatnya.

Sementara dalam pergaulan individu membicarakan tentang rumahtangganya, anak-anaknya, atau cita-citanya. Komunikasi seperti ini tidak memerlukan media tulisan. Perbedaan peran dan tanggung jawab menimbulkan perbedaan teknik dan isi komunikasi.

Atensi Atensi memengaruhi kemampuan individu untuk berintaraksi. Atensi terhadap suatu hal dapat menyebabkan kemampuan fungsi indra menurun dan bahkan berkurang sehingga kadang kala seseorang yang sedang asyik bekerja tidak mennyahut panggilan rekan kerjanya. Sedangkan perbedaan atensi dapat menimbulkan perbedaan perbedaan persepsi dan distorsi pesan. Seorang montir dapat mempersepsikan kata tank menjadi tang. Hal ini terjadi karena atensi yang berbeda pada masing-masing individu. Sikap Sikap individu dalam komunikasi dapat menghambat proses komunikasi itu sendiri. Sikap yang hangat, bersahabat, ramah, dan terbuka akan memungkinkan proses komunikasi yang terbuka dipertahankan. Sebaliknya, sikap kurang menghargai orang lain, tertutup, dingin, dan curiga dapat membuatproses komunikasi terhambat.

j.

PROSES KEPERAWATAN (PENGKAJAININTERVENSI) Istilah gangguan kesehatan berkenaan dengan setiap perubahan yang mempengaruhi proses kehidupan klien (psikologis, fisiologis, social budaya, perkembangan dan spiritual) (Carpeniyo, 2000). Gangguan dalam status kesehatan sering kali mencakup penyakit kronis dan penyakit yang mengancam kehidupan serta ketidakmampuan fisik dan mentak akut atau kronik, namun dapat juga meliputi perubahan dalam area ksehatan lainnya. Pola Temuan penelitian tentang adaptasi keluarga terhadap penyakit kronik dan mengancam kehidupan secara konsisten menunjukkan bahwea factor sentral dalam fungsi keluarga yang sehat adalah terdapatnya keterbukaan, kejujuran, dan komunukiasi yang jelas dalam mengatasi pengalaman kesehatan yang

menimbulkan stres serta isu terkait lainnya (Khan,1990;Spinetta & Deasy-Spineta, 1981). Jiak keluarga tidak membahas isu penting yang dihadapi mereka, akan menyababkan jarak emosi dalam hubungan keluarga, dan meningkatnya stress keluarga (Friedman, 1985; Walsh,1998). Sters yang meningkat mempengaruhi hubungan keluarga dan kesehatan keluarga serta anggotanya (Hoffer, 1989).

PENGKAJIAN Pernyataan berikut ini harus dipertimbangkan ketika menganalisis pola komunikasi keluarga.

a) Dalam mengobservasi keluarga secara utuh atau serangkaian hubungan keluarga,


sejauh mana pola komunikasi fungsional dan disfungsional yang digunakan ?. diagram pola komunikasi sirkular yang terjadi berulang. Selain membuat diagram pola komunikasi sirkular, prilaku spesifik berikut ini harus dikaji:

1) Seberapa tegas dan jelas anggota menyatakan kebutuhan dan perasaan


interaksi?

2) Sejauh mana anggota menggunakan klerifikasi dan kualifikasi dalam interaksi? 3) Apakah anggoata keluarga mendapatkan dan merespon umpan balik secara
baik, atau mereka secara umumtidak mendorong adanya umpan balik dan penggalian tentang suatu isu?

4) Sebera baik anggota keluarga mendengarkan dan memperhatikan ketika


berkomunikasi?

5) Apakah anggota mencari validasi satu sama lain? 6) Sejauh mana anggota menggunakan asumsi dan pernyataan yang bersifat
menghakimi dalam interksi?

7) Apakah anggota berinterksi dengan sikap menhina terhadap pesan? 8) Seberapa sering diskualifikasi digunakan? b) Bagimana pesan emosional disampaikan dalam keluarga dan subsistem keluarga? 1) Sebera sering pesan emosional disampaikan? 2) Jenis emosi apa yang dikirimkan ke subsistem keluarga? Apakah emosi negatif,
positif, atau kedua emosi yang dikirimkan?

c) Bagaimana frekuensi dan kualitas komunikasi didalam jaringan komunikasi dan


rangkaian hubungan kekeluargaan?

1) Bagaimana cara/sikap anggota kelurga (suami-istri, ayah-anak,anak-anak)


saling berkomunikasi?

2) Bagaimana pola pesan penting yang biasanya? Apakah terdapat perantar? 3) Apakah pesan sesuai dengan perkembangan usia anggota.

d) Apakah pesan penting keluarga sesuai dengan isi instruksi ? apabila tidak, siapa
yang menunjukkan ketidaksesuaian tersebut?

e) Jenis proses disfungsional apa yang terdapat dalam pola komunikasi keluarga? f) Apa isu penting dari personal/keluarga yang terbuka dan tertutup untuk dibahas? g) Bagiman factor-faktor berikut mempengaruhi komunikasi keluarga? 1) Konteks/situasi 2) Tahap siklus kehidupan kelurga 3) Latar belakakang etnik kelurga 4) Bagaimana gender dalam keluarga 5) Bentuk keluarga 6) Status sosioekonomi keluarga 7) Minibudaya unik keluarga
DIAGNOSA KEPERAWATAN Masalah komunikasi keluarga merupakan diagnosis keperawatn keluarga yang sangat bermakna, Nort American Diagnosis Assosiation (NANDA) belum mengidentifikasi diagnosis komunikasi yang berorientasi keluarga. NANDA menggunakan perilaku komunikasi sebagai bagian dari pendefisian karakteristik pada beberapa diagnosis mereka;seperti proses berduka disfungsional salah satu diagnosis keperawatn yang terdapat dalam daftar NANDA adalah hanbatan komunikasi verbal, yang berfokus pada klien individu yang tidak mampu untuk berkomunikasi secara verbal. Giger & Davidhizar (1995) menegaskan bahwa hambatan komunikasi verbal tidak

mempertimbangkan kjebudayaan klien sehingga secara kebuyaan tidak relevan dengan diagnosis keperawatan. INTERVENSI KEPERAWATAN Intervensi keperawatn keluarga dalam keluarga dalam area komunikasi terutama melibatkan pendidikan kesehatan dan konseling, serta kolaborasi sekunder, membuat kontrak, dan merujuk ke kelompok swa-bantu, organisasi komunitas, dan klinik atau kantor terapi keluarga. Model peran juga berperan tipe pemberian pendidikan kesehatan yang penting. Model peran melalui observasi anggota keluarga mengenai tenaga kesehatan keluarga dan bagaimana mereka berkomunikasi selam situasi interaksi yang berbeda bahwa mereka belajar meniru perilaku komunikasi yang sehat. Konsling dibidang komunikasi keluarga melibatkan dorongan dan dukungan keluarga dalam upaya mereka untuk meningkatkan komunikasi diantara mereka sendiri. Perawat

keluarga adalah sebagai fasilitator proses kelompok dan sebagi narasumber. Wright dan Leahey (2000) menklasifikan tentang tiga intervensi keluarga secara lansung (berfokus pada tingkat kognitif, afektif, dan perilaku dari fungsi) membantu dalam pengorganisasian srategi komunikasispesifik yang dapat diterapkan, strategi intervensi dalam masing-masing ketiga domain meliputi pendidikan kesehatan dan konsling. a) Intervensi keperawatn keluarga dengan focus kognitif memberikan atau ide baru tentang komunikasi. Informasi adalah opendidikan yang dirancang untuk mendorong penyelesaian masalah keluarga. Apakah anggota mengubah perilaku komunikasi mereka pertama sangat bergantung pada bagiamana mereka mempersepsikan masalah. Wright & Laehey (2000) menegaskan peran penting dari persepsi dan keyakinan. b) Intervensi dalam area afektif diarahkan pada perubahan ekspresi emosi anggota keluarga baik dengan meningkatkan maupun menurunkan tingkat komunikasi emosional dan modifikasi mutu komunikasi emosional. Tujuan keperawatan spesifik didalam konteks kebudayaan keluarga, membantu anggota keluarga

mengekspresikan dan membagi perasaan mereka satu sama lain sehingga: 1) Kebutuhan emosi mereka dapat disampaikan dan ditanggapi dengan lebih baik. 2) Terjadi komunikasi yang lebih selaras dan jelas 3) Upaya penyelesaian masalah keluarga difasilitasi. c) Intervensi keperawatan keluarga berfokus pada perilaku, perubahan perilaku menstimulasi perubahan dalam persepsi realitas anggota keluarga dan persepsi menstimulasi perubahan perilaku (proses sirkular, rekursif). Oleh karena itu, ketika perawat keluarga menolong anggota keluarga belajar cara komunikasi yang lebih sehat. Ia juga akan membantu anggota keluarga untuk mengubah persepsi mereka atau membangun realitas tentang suatu situasi. Intervensi pendidikan kesehatan dan konsling dirancang untuk mengubah komunikasi keluarga meliputi; a) Mengidentifikasi keinginan perubahan perilaku spesifik anggota keluarga dan menyusun rencana kolaboratif untuk suatu perubahan b) Mengakui, mendukung, dan membimbing anggota keluarga ketika mereka mulai mencoba untuk berkomunikasi secar jelas dan selaras. c) Memantau perubhan perilaku yang telah menjadi sasran sejak pertemuan terdahulu. Tanyakan bagimana perilaku komunikassi yang baru, apakah ada masalah yang terjadi, serta jika mereka mempunyai pertanyaan atau hal penting tentang perubahan tersebut.

KEKUATAN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA


a. KONSEP KEKUATAN DALAM KELUARGA Kekuatan adalah kemampuan (potensial atau aktual) dari individu untuk mengendalikan atau mempengaruhi untuk merubah perilaku orang lain ke arah positif. kekuatan keluarga yaitu: Bergembira bersama Sebagai suami isteri, jika dalam hati dan pikiran ada tekanan, kepahitan, iri hati, tidak terbuka satu sama lain, maka tidak heran keluarga seperti itu tampak seperti rumah duka. Sukacita adalah bukti nyata dari kekeristenan. Sukacita tidak dapat dibuat di pabrik, melainkan sukacita berasal dari suatu hubungan. Sukacita perlu ada dirumah sepanjang hari, di meja makan, ketika siap menghadapi hari di pagi hari atau siap untuk tidur di malam hari. Mendamaikan perbedaan-perbedaan Orang-orang yang berselisih, bertengkar, cekcok dan tidak membereskan perbedaan, maka doa mereka akan terhalang, tidak akan dijawab Allah. Untuk menciptakan perbedaan itu terlaksana jika suami dan isteri mampu berkata: Saya salah, maafkanlah saya. Kerendahan hati merupakan ciri seorang suami atau isteri dan itu harus diwujudkan dalam hal mengampuni kesalahan satu sama lain. Keangkuhan hanya menimbulkan pertengkaran, tetapi mereka yang mendengarkan nasihat mempunyai hikmat. Dapat dikatakan,

keangkuhanlah yang menimbulkan pertengkaran. Untuk itu, janganlah keangkuhan menguasai hati dan pikiran suami atau isteri agar tidak menimbulkan perbedaan yang dapat menghasilkan perselisihan. Komunikasi yang baik Komunikasi ialah mendengarkan dengan penuh perhatian. Suami isteri harus saling mendengar satu sama lain secara efektif. Komunikasi akan putus karena keangkuhan, yang sering kali berakhir dengan argumentasi yang memecahbelah. Komunikasi yang baik adalah kemampuan untuk mendengar pendapat seseorang, mendengarkan isi hati yang disampaikan serta memahami apa yang dikatakannya, sehingga kita mengerti maksudnya yang sesungguhnya. Pada saat kita mengerti maksudnya, maka yang kita lakukan adalah melayani serta memberikan dorongan dengan perkataan-perkataan yang membangun.

Investasi yang baik Investasi yang harus ditularkan dalam keluarga adalah menunjukkan sikap saling pengertian selaku suami dan isteri. Rumah tangga yang kokoh adalah didalamnya menciptakan kepedulian dalam hal mendengar, mengerti

kebutuhan serta mengerti maksud yang sesungguhnya. Janganlah nanti setelah menjadi tua, lalu berkata: Seandainya saja saya meluangkan waktu, perhatian serta pengertian lebih banyak dalam keluarga, melainkan

mengatakan saat ini dan seterusnya selaku suami isteri kita harus menginvestasikan yang baik.

b. VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KEKUATAN DALAM KELUARGA a) Komunikasi interpersonal Komunikasi keharmonisan interpersonal keluarga, merupakan karena faktor yang sangat (1978) mempengaruhi akan

menurut

Hurlock

komunikasi

menjadikan seseorang mampu mengemukakan pendapat dan pandangannya, sehingga mudah untuk memahami orang lain dan sebaliknya tanpa adanya komunikasi kemungkinan besar dapat menyebabkan terjadinya kesalahpahaman yang memicu terjadinya konflik.

b) Tingkat ekonomi keluarga. Menurut beberapa penelitian, tingkat ekonomi keluarga juga merupakan salah satu faktor yang menentukan keharmonisan keluarga. Jorgensen (dalam Murni, 2004) menemukan dalam penelitiannya bahwa semakin tinggi sumber ekonomi keluarga akan mendukung tingginya stabilitas dan kebahagian keluarga, tetapi tidak berarti rendahnya tingkat ekonomi keluarga merupakan indikasi tidak bahagianya keluarga. Tingkat ekonomi hanya berpengaruh trerhadap kebahagian keluarga apabila berada pada 29 taraf yang sangat rendah sehingga kebutuhan dasar saja tidak terpenuhidan inilah nantinya yang akan menimbulkan konflik dalam keluarga.

c) Sikap orangtua Sikap orangtua juga berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga terutama hubungan orangtua dengan anak-anaknya. Orangtua dengan sikap yang otoriter akan membuat suasana dalam keluarga menjadi tegang dan anak merasa tertekan, anak tidak diberi kebebasan untuk mengeluarkan pendapatnya, semua keputusan ada ditangan orangtuanya sehingga membuat remaja itu merasa tidak mempunyai peran dan merasa kurang dihargai dan kurang kasih sayang serta memandang orangtuanya tidak bijaksana. Orangtua yang permisif cenderung mendidik anak

terlalu bebas dan tidak terkontrol karena apa yang dilakukan anak tidak pernah mendapat bimbingan dari orangtua. Kedua sikap tersebut cenderung memberikan peluang yang besar untuk menjadikan anak berperilaku menyimpang, sedangkan orangtua yang bersikap demokratis dapat menjadi pendorong perkembangan anak kearah yang lebih positif.

d) Ukuran keluarga Menurut Kidwel dengan jumlah anak dalam satu keluarga cara orang tua mengontrol perilaku anak, menetapkan aturan, mengasuh dan perlakuan efektif orangtua terhadap anak. Keluarga yang lebih kecil mempunyai kemungkinan lebih besar untuk memperlakukan anaknya secara demokratis dan lebih baik untuk kelekatan anak dengan orangtua.

c. KLASIFIKASI STRUKTUR KEKUATAN KELUARGA Klasifikasi Kekuasaan dalam Subsistem Perkawinan (Herbert 1945) Pola kekuasaan otokrasi/ otoriter Apabila keluarga didominasi oleh satu orang anggota keluarga saja Pola kekuasaan sinkratis Apabila keputusan termasuk perkawinan dan keluarga, dilakukan oleh kedua pasangan menikah. Pola kekuasaan otonom Apabila kedua pasangan berfungsi secara mandiri satu sama lain, baik dalam pengambilan keputusan maupun aktivitas mereka. Menurut friedman (1998), ada 10 jenis kekuatan keluarga antara lain: Legitimate power Berhubungan dengan kekuatan dari anggota keluarga untuk mengontrol perilaku anggota keluarga yang lain (misalnya adanya otoritas orang tua dalam mengontrol anaknya) Helpless power Satu bentuk dari legitimate power yang diperlukan saat anggota keluarga merasa tidak berdaya Referent power Kekuatan yang dimiliki individu karena identifikasi yang positif (misalnya anak meniru perilaku orang tua yang positif) Resource power

Berkaitan dengan kekuatan seseorang karena kemampuan atau keahliannya Expert power Berkaitan dengan kekuatan seseorang karena kemampuan atau keahliannya Reward power Dimiliki individu karena berperilaku sesuai dengan harapan orang lain, mengerjakan sesuatu yang positif sebagai respons terhadap keinginan orang lain Coercive power Kekuatan yang digunakan didasarkan pada adanya pemaksaan atau ancaman pada orang lain Informational power Sedikit mirp dengan expert power, tetapi lebih sederhana dan terbatas pada pemberian informasi baik langsung maupun tidak langsung Affective power Kekuatan yang dimiliki didasarkan pada kasih sayang dan perhatian pada orang lain (misalnya kekuatan seorang ibu terhadap anaknya) Tension management power Berkaitan dengan kekuatan yang dimiliki keluarga dalam mengelola tekanan dan konflik dalam keluarga

d. KEKUATAN DALAM KELUARGA SEHAT Pada keluarga sehat , orang tua berperan sebagai seseorang yang menentukan keputusan-keputusan dalam keluarga. Tidak menggunakan kekuatan otoriter atau

keras, tetapi cenderung menggunakan gaya kepemimpinan yang bijak dan menjaga hak dan kewajiban anggota keluarga. namun , kekuatan dan batasan-batasan sudah tidak ada, tidak ada yang bingung terhadap kedudukan dan kekuatan dari anggota keluarga. Secara umum , ayah memegang kekuasaan sepenuhnya , kemudian ibu dan kemudian pada tingkatan yang bawah adalah seorang anak.

e. KEKUATAN DALAM KELUARGA TIDAK SEHAT kebalikan dari kekuatan keluarga yang sehat, jika pada keluarga sehat kekuatan dari keluarga terbagi secara merata antara ayah, ibu dan anak. Akan tetapi pada hal ini menunjukkan tidak ada satu anggota keluarga yang mempunyai kekuatan lebih dalam memimpin sebuah keluarga. Kekuatan ayah lebih rendah disbanding penggabungan kekuatan antara ibu dan anak-anak. Keluarga mempunyai status tidak ada keseimbangan kekuatan dalam keluarga, keluarga cenderug menerapkan cara yang keras atau otoriter dalam menggunakan kekuatan dalam keluarga.

f.

PROSES KEPERAWATAN (pengkajian intervensi)

NILAI-NILAI DALAM KELUARGA


a. PENGERTIAN NILAI a) Ada beberapa pendapat mengenai pengertian nilai, menurut Geert Hofstede (dalam Dananjaya, 1986), nilai merupakan suatu kecenderungan luas untuk lebih menyukai atau memilih keadaan-keadaan tertentu dibanding dengan yang lain. Nilai merupakan suatu perasaan yang mendalam yang dimiliki oleh anggota masyarakat yang akan sering menentukan perbuatan atau tindak-tanduk perilaku anggota masyarakat. b) Sedangkan menurut Rokeach nilai adalah sutau keyakinan yang relatif stabil tentang model-model perilaku spesifik yang diinginkan dan keadaan akhir

eksistensi yang lebih diinginkan secara ribadi atau sosial daripada model perilaku atau keadaan akhir eksistensi yang berlawanan atau sebaliknya. Selanjutnya Rokeach berpendapat bahwa nilai menduduki posisi di tengahtengah, diantara kebudayaan sebagai anteseden dan perilaku manusia sebagai konsekuensi. Karena posisinya yang sentral inilah, maka nilai dapat dilihat sebagai variabel bebas dan variabel terikat (dalam Dananjaya, 1986)

b. MACAM-MACAM SISTEM NILAI Notonegoro membedakan nilai menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut :

1) Nilai material, yakni meliputi berbagai konsepsi mengenai segala sesuatu yang
berguna bagi jasmani manusia.

2) Nilai vital, yaitu meliputi bergai konsepsi yang berkaitan dengan segala sesuatu
yang berguna bagi manusia dalam melaksanakan berbagai aktivitas.

3) Nilai kerohanian, yaitu meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan dengan segala
sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan rohani manusia seperti :

a) Nilai kebenaran, yakni yang bersumber pada akal manusia (cipta) b) Nilai keindahan, yakni nilai yang bersumber pada unsur perasaan(estetika) c) Nilai moral, yakni yang bersumber pada unsur kehendak (karsa) dan d) Nilai keagamaan, (religiusitas), yakni nilai yang bersumber pada revelasi
(wahyu) dari Tuhan. Louis o kattsoff (1987) membedakan nilai dalam 2 macam yaitu: Nilai intrinsic : nilai dari sesuatu yang sejak semula sudah bernilai Nilai instrumental : nilai dari sesuatu karena dapat dipakai sebagai sarana untuk mencapai suatu tujuan.

Untuk menjelaskan hal ini katsoff member contoh sebuah pisau. Suatu pisau dikatakan bernilai intrisik baik apabila pisau itu mengandung kualitas pengirisan di dalam dirinya. Di sisi lain ia dikatakan bernilai instrumental baik, apabila pisau itu dapat digunakan untuk mengiris. Max scheler mengelompokkan nilai menjadi 4 macam yaitu: Kenikmatan (rasa enak, nikmat, senang) Kehidupan (kesegaran, jasmaniah, kesehatan) Kejiwaan (kebenaran, keindahan) Kerohanian (kesucian)

Walter G. everet menggolongkan nilai lebih rinci lagi menjadi 8 macam yaitu: Nilai ekonomis (harga dalam jual beli) Nilai Kejasmanian (kesehatan) Nilai Hiburan Nilai Social Nilai Watak Nilai Estetis Nilai Intelektual Nilai keagamaan

Seorang filsuf Indonesia, membagi nilai menjadi 3 nilai pokok yaitu: Nilai material Sesuatu dikatakan bernilai material apabila sesuatu tersebut berguna bagi jasmani manusia. Nilai vital Sesuatu dikatakan bernilai vital jika sesuatu tersebut berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan (beraktivitas). Nilai kerohanian Sesuatu dikatakan bernilai rohani jika ia berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian dapat dibedakan lebih lanjut menjadi: Nilai kebenaran atau kenyataan yang bersumber pada unsure akal manusia. Nilai keindahan, yang bersumber pada unsure rasa (estetis) manusia Nilai kebaikan moral, yang bersumber pada kehendak (karsa) manusia Nilai religious yang bersumber pada kepercayaan manusia dengan disertai penghayatanmelalui akal dan buudi nuraninya.

Jadi yang mempunyai nilai bukan hannya sesuatu yang berwujud (benda material) saja tapi juga sesuatu yang tak berwujud (immaterial). Bahkan sesuatu yang immaterial itu seringkali mempunyai nilai sangat tinggi dan mutlak bagi manusia seperti nilai religious.

c. NILAI UMUM KELUARGA Beberapa nilai-nilai yang penting dimiliki oleh keluarga

1) Berpusatkan pada Tuhan


Ibadah kepada Tuhan Ketaatan dan penyerahan diri dan keluarga kepada Tuhan Memiliki identitas dan tujuan sesuai kehendak Tuhan

2) Didasarkan atas kasih


Merupakan penerapan dari hokum emas: mengasihi Allah dengan segenap hidup kita, mengasihi sesama seperti diri sendiri Saling menerima satu sama lain, terutama untuk kelemahan, keunikan dan kegagalan satu sama lain Menghargai dan memperhatikan satu sama lain

3) Komunikasi yang efektif


Merupakan penerapan atas kehidupan yang didasarkan atas kasih Mendengarkan dan memberikan kesempatan kepada anggota keluarga untuk mengutarakan pendapat Berbicara, dan menyatakan kehendak dengan jelas dan sopan Menyatakan perasaan dengan terbuka, tetap dalam kesopanan dan

pengendalian diri

4) Peran dan fungsi yang jelas


Melakukan tanggung jawab yang sesuai peran, fungsi dan konteks masingmasing Bertekun melakukan sesuatu, walau kita tidak menyukainya

5) Batasan dan aturan yang jelas


Disiplin Konsekuensi atas perbuatan

6) Nilai-nilai lainnya
Kejujuran Berbuat baik Meminta maaf

Lu ding (1997) mengungkapkan terdapat 5 nilai dalam keluarga: Nilai kasih sayang Dalam keluarga setiap individu membutuhkan pengayoman , perlindungan dan rasa cinta kasih untuk dapat mengembangkan dirinya secara optimal. Anak anak yang dibesarkan dalam lingkungan rumah tangga yang tidak mempunyai rasa kasih saying akan sulit untuk mengadakan hubungan mesra dengan orang lain atau mendapat kegembiraan dari hubungan dengan orang lain. Penelitian juga mengungkapkan bahwa hubungan yang terbuka dan saling menyayangi dengan anak akan memberikan efek jangka panjang berupa meningkatnya citra diri, dan ketrampilan menguuasai situasi.

Nilai komunikasi Peran komunikasi yang penting dalam keluarga adalah membangun interaksi dalam keluarga meliputi saling tukar informasi antar anggota keluarga, sarana sosialisasi bagi anak, dan melatih tugas yang ada di dalam rumah tangga keluarga dan sebagai sarana bekerja sama dalam keluarga. Menurut suleeman (1990) melalui komunikasi antara orang tua dan anak, anak akan mengetahui nilai mana yang dianggap baik dan nilai mana yang dianggap tidak baik serta hal apa saja yang harus dihindari.

Nilai tanggung jawab Hampir tidak ada peran tanggung jawab keluarga yang dapat diwakilkan kepada orang lain, sehingga hampir semua orang menyesuaikan diri kepada tuntutan keluarga. Adapun perlunya memberi pembinaan tanggungjawab pada anak aldalah untuk membentuk kepribadian anak agar kelak setelah dewasa, berani bertindak tegas, dan berani menanggung resiko dari tindakannya.

Nilai saling menghormati Setiap individu dianggap sebagai atasan dari bawahannya, dan harus menjadi panutan bagi bawahannya dengan member perlindungan terhadap bawahannya. Sebaliknya bawahan akan memberi rasa hormat pada atasannya. Sifat yang

menjadi panutan ini bersumber dari kehidupan keluarga, yang masing masing individu akan menempatkan dirinya sesuai posisi dari keluarganya.

Nilai komitmen

Dalam kamus besar bahasa Indonesia komitmen berarti keterikatan untuk melakukan sesuatu. Komitmen dalam keluarga dibagi 2. Setiap anggota keluarga merasa dihargai, didukung dan ditopang. Pada saat yang sama, komitmen anggota keluarga pada anggota keluarga seperti sebuah kesatuan atau tim. Ketika tekanan dari luar mengancam keluarga, anggota keluarga bertindak dan mau berkorban jika diperlukan untuk mempertahankan kesejahteraan keluarga.

d. FAKTOR YANG MEMPERNGARUHI NILAI KELUARGA Faktor eksternal dapat mempengaruhi sistem nilai keluarga menuju ke arah perbaikan dan peningkatan kualitas hidup yang lebih baik daripada keadaan sebelumnya (perubahan sistem nilai positif). Faktor eksterenal tersebut antara lain adalah yang berikut ini:

1) Pendidikan, pelatihan dan penyuluhan.


Faktor ini membekali keluarga dengan ilmu pengetahuan dan teknologi serta ketrampilan guna menjadi hidup berkualitas.

2) Kegiatan keagamaan
Faktor ini membekali keluarga dengan iman dan takwa yang menjadi pedoman kehidupan etis dan berguna sebagai pencegah perbuatan mungkar yang merugikan diri sendiri dan keluarga.

3) Pergaulan dan komunikasi


Faktor ini membekali keluarga dengan pengalaman hidup yang bermanfaat bagi perbaikan nasib dan menjadi sumber keberhasilan.

4) Pembauran dalam kelompok masyrakat


Faktor ini membekali keluarga dengan pengalaman sistem nilai yang diperolehnya dari hubungan dan cara hidup masysdrakat setempat.

5) Adaptasi budaya setemopat dan budaya pendatang


Faktor ini membekali keluarga dengan sitem nilai baru yang lebih baik dari keadaan sebelumnya karena perpaduan dan penyesuaian unsur-unsur positif dari kedua budaya yang berlainan.

e. PROSES KEPERAWATAN (pengkajian intervensi)

STRESS, KOPING, DAN ADAPTASI KELUARGA


a. KONSEP DASAR STRESS DAN KOPING Stres adalah keadaan atau respon ketegangan yang disebabkan oleh stressor atau oleh tuntutan aktual yang dirasakan yang tetap tidak teratasi (Antonovsky, 1979; Burr, 1973). Sters adalah ketegangan dalam diri seseorang atau system sosial (keluarga) dan merupakan reaksi terhadap situasi yang menimbulkan tekanan (Burgess, 1978). Agen pemerkasa atau presipitasi yang mengaktifkan proses sters disebut stressor (Burr et al, 1993; Chrisman & Fowler, 1980). Agen presipitasi yang mengaktifkan stress dalam keluarga adalah peristiwa hidup atau kejadian yang cukup kuat untuk menyebabkan perubahan dalam system keluarga (Hill, 1949). Stressor keluarga dapat berupa peristiwa atau pengalaman pinterpersonal (didalam atau diluar keluarga), lingkungan, ekonomi atau social budaya. Akumulasi dan stressor dalam kehidupan keluarga memberikan perkiraan jumlah stress yang dialami keluarga (Alson et al, 1983). Konsep akumulasi stressor didefinisikan sebagai jumlah poeristiwa perkembangan (yang diharapkan) atau situasional (yang tidak diharapkan) serta ketegangan interkeluarga (tekanan dalam hubungan diantara anggota keluarga). Persepsi anggota keluarga adalah interpretasi anggota keluarga secara tunggal atau secara kolektif atau menyusun pengalaman mereka. Persepsi mewarnai sifat dan signifikasi stressor keluarga yang mungkin, karena keluarga bereaksi tidak hanya terhadap stressor aktual, tetapi juga terhadap pereistiwa saat keluarga merasakan atau menginterpretasikannya. Persepsi keluarga merupakan hal yang terpenting. Peristiwa yang dipandang secara subjektif atau objektif oleh keluarga yang sehat sebagai tantangan, dipandang oleh keluarga yang terpajan krisis sebagai ancaman dan membebani. Dalam kasus ini stress yang besar dialami, yang pada gilirannya membebani kapasitas adaptif keluraga. Koping terdiri atas pemecahan upaya pemecahan masalah yang sangat relevan dengan kesejahteraan, tetapi membebani sumber seseorang. Koping didefinisikan sebagai respon (kognitifperilaku atau persepsi) terhadap ketegangan hidup eksternal yang berfungsi untuk mencegah, menghindari, mengandalkan distress emosional. Koping adalah sebuah istilah yang terbatas pada perilaku atau kognisi aktual yang ditampilkan seseorang, bukan pada sumber yang mungkin mereka gunakan. Koping keluarga menunjukkan tingkat analisa kelompok keluarga (atau sebuah tingkat analisis interaksional). Koping keluarga didefinisikan sebagai proses aktif saat keluarga memamfaatkan sumber yang ada dan mengembangkan perilaku serta sumber baru yang akan memperkuat unit keluarga dan mengurangi dampak peristiwa hidup penuh

stress (McCubbin,1979). Krisis keluarga adalah kondisi kekacauan, tidak teratur, atau ketidakmampuan dalam system keluarga yang berlangsung terus menerus. Krisi terjadi ketika sumber dan strategi adaptif keluarga tidak efektif dalam mengatasi stressor. Adaptasi keluarga adalah suatu proses saat keluarga terlibat dalam respon langsung terhadap tuntutan stressor yang ekstensif, dan menyadari bahwa perubahan sistemik dibutuhkan dalam unit keluarga, untuk memperbaiki stabilitas fungsional dan memperbaiki kepuasaan dan kesejahteraan keluarga (McCubbin, 1993). Proses adaptasi dalam sistem keluarga disebut resilience keluarga. Pendekatan resilience keluarga guna bekerja dengan keluarga dibentuk atas kompetensi dan kekuatan anggota keluarga yang memungkinkan penyediaan layanan kesehatan bergeser dari model potogenik ke model berbasis kekuatan yaitu kita melihat keluarga ditantang, bukan hancur, karena kemalangan.

b. TAHAPAN STRES DAN STRATEGI KOPING

TAHAPAN STRES Menurut Dr. Robert J. Van Amberg (1979), sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Dadang hawari (2001) bahwa tahapan stress sebagai berikut: a) Stres tahap pertama (paling ringan) Yaitu stres yang disertai perasaan nafsu bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki dan penglihatan yang tajam b) Stres tahap kedua Yaitu stres yang disertai keluhan seperti bagun pagi tidak segar / letih, lekas capek saat menjelang sore, lekas lelah sesudah makan, tidak dapat rileks, lambung atau perut tidak nyaman, jantung berdebar, otot tengkuk, dan punggung tegang. Hal tersebut karena cadangan tenaga tidak memadai c) Stres tahap ketiga Tahapan stres dengan keluhan seperti defekasi tidak teratur (kadang kadang diare), otot semakin tegang, emosional, insomnia, mudah terjaga dan sulit tidur kembali (middle insomnia), bangun terlalu pagi dan sulit tidur kembali (late insomnia), koordinasi tubuh terganggu dan akan jatuh pingsan d) Stres tahap keempat Tahapan stress dengan keluhan seperti tidak mampu bekerja sepanjang hari, aktivitas pekerjaan terlalu sulit dan menjenuhkan, respons tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu, gagguan pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun, serta timbul ketakutan dan kecemasan

e) Stres tahap kelima Tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan fisik dan mental (physical and psychological exhaustion), ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan ringan, gangguan pencernaan berat, meningkatnya rasa takut dan cemas, bingung dan panik f) Stres tahap keenam (paling berat) Tahapan stres dengan tanda tanda seperti jantung berdebar keras, sesak nafas, badan gemetar, dingin dan keluar keringat banyak serta pingsan atau collaps

STRATEGI KOPING 1) Strategi Koping keluarga internal Strategi koping keluarga internal memiliki tiga jenis strategi, yaitu strategi hubungan, kognitif dan komunikasi. a) Strategi hubungan Mengandalkan kelompok keluarga Kleuarga tertentu saat mengalami tekanan mengatasi dengan menjadi lebih bergantung pada sumber mereka sendiri. Bersatu adalah satu dari proses penting dalam badai kehidupan keluarga. Keluarga berhasil melalui masalah dengan menciptakan struktur dan organisasi yang lebih besar dirumah dan keluarga. Ketika keluarga menetapkan struktur yang lebih besar, hal ini merupakan upaya untuk memiliki pengendalian yang lebih besar terhadap keluarga mereka. Upaya ini biasanya melibatkan

penjadwalan waktu anggota yang lebih ketat, lebih banyak tugas per anggota keluarga, organisasi ikatan yang lebih ketat, dan rutinitas ynag lebih kuku dan terprogram. Bersamaan dengan lebih ketatnya batasan keluarga, menimbulkan kebutuhan pengaturan dan pengendalian anggota keluarga yang lebih besar, disertai harapan bahwa anggota lebih disiplin dan menyesuaikan diri. Jika berhasil, keluarga menerapkan pengendalian yang lebih besar dan mencapai integrasi dan kohesivitas yang lebih besar. Kebersamaan yang lebih besar Salah satu membuat keluarga semakin erat dan memelihara sreta mengelola tingkat stress dan moral yang dibutuhkan keluarga adalah dengan berbagi perasaan dan pemikiran serta terlibat dalam pengalaman aktivitas keluarga. Kebersamaan yang lebih besar menghasilkan kohesi keluarga yang lebih tinggi, atribut keluarga yang mendapatkan perhatian yang luas sebagai atribut keluarga inti (Olson, 1993). Hubungan yang paling penting membutuhkan kohesivitas dan saling berbagi dalam system

keluarga.kohesivitas keluarga yang tinggi khususnya membantu saat keluarga pernah trauma, karena anggota sangat memerlukan dukungan. Aktivitas anggota keluarga diwaktu luang merupakan sumber koping yang sangat penting guna memperbaiki kohesi, moral, dan kepuasaan kelurga. Seperti yang banyak dikatakan orang, peribahas sebuah kelurga yang berperan bersama, tetap barsama mengandung banyak sekali kebenaran. Strategi koping ini akhirnya bertujuan membangun integrasi, kohesivitas, dan resilienceyang lebih besar dalam keluarga. Fleksibitas peran Perubahan yang cepat dan pervasif dalam masyarakat serta dalam keluarga, khususny pada pasangan, merupakantipe strategi keluarga yang sangat kuat. Olson (199) dan Walsh (1998) telah menekankan bahwa fleksibitas peran adalah satu dari dimensi utama adaptasi keluarga. Keluarga harus mampu beradaptasi terhadap perubahanperkembangan dan lingkungan. Ketika keluarga berhasil mengatasi, keluarga mampu memelihara suatu keseimbangan dinamik antara perubahan dan stabilitas. Fleksibitas peran memungkinkan kesimbangan ini berlanjut. b) Strategi kognitif Normalisasi Strategi koping keluarga fungsional lainnya adalah kecenderunagan bagi keluarga untuk normalisasi suesuatu sebanyak mungkin saat mereka mengatasi stressor jangka panjang yang cenderung mengganggu kehidupan keluarga dan aktivitas rumah tangga. Normalisasi adalah proses terus menerus yang melibatkan pengakuan pentakit kronik tetapi menegaskan kehidupan keluarga sebagai kehidupan keluarga yang normal, menegaskan efek social memiliki anggota yang memiliki atau menderita penyakit kronik sebagi suatu yang minimal, dan terlibat dalam perilaku yang menunjukkan kepada orang lain bahwa keluarga tersebut adalah normal. Keluara menormalkan dengan memenuhi ritual dan rutinitas. Hal ini membantu keluarga mengatasi stress dan meningkatkan rasa keutuhan sepanjang waktu, sangat penting guna menormalisasi situasi keluarga (Fiase, 2000). Pengendalian makna masalah dengan membingkai ulang dan penilaian pasif Keluarga yang menggunakan strategi koping ini cenderung melihat aspek positif dari peristiwa hidup penuh stress dan membuat peristiwa penuh stress menjadi tidak terlalu penting dalam hierarki nilai keluarga. Hal ini

ditandai dengan naggota keluarga yang memiliki rasa percaya dalam mengatasi kekganjilan denga mempertahankan pandangan optimistic terhadap peritiwa, terus memiliki harapan dan berfokus pada kekuatan dan potensi. Pembingkaian ulang adalah cara persepsi koping individu dan sering kali dipengaruhi oleh keyakinan keluarga. Keluarga memiliki persepsi bersama, dan proses pembingkaian ulang akan dipengaruhi oleh persepsi ini. Rolland menekankan bahwa keyakinan individu dan keluarga berfungsi sebagai peta kognitif yang membimbing tindakan dan keputusan keluarga. Keyakinan dapat sedemikian rupa, selaras dengan pandangan hidup, paradigm dan nilai keluarga. Cara kedua keluarga mengendalikan makna stressor adalah dengan penilaian pasif, kadang disebut sebagai penerimaan pasif. Pada cara kedua ini, keluarga menggunakan strategi koping kognitif kolektif dalam memandang stressor atau kebutuhan yang menimbulkan stres sebagai sesuatu yang akan selesai dengan sendirinya sepanjang waktu dan tentang hal tersebut tidak ada atau sedikit yang dapat dilakukan. Seperti yang ditekankan Boss (1988), penilaian pasif dapat menjadi strategi penurun stress yang efektif dalam jangka waktu pendek, khususnya dalam kasus saat tidak ada satu pun yang dapat dilakukan. Akan tetapai jika strategi ini digunakan secara konsisten dan masalah sepnjang yang waktu, aktif da

penggunaannya

menghambat

pemecahan

perubahan dalam keluarga serta dapat menggangu adaptasi keluarga. Pemecahan masalah bersama Pemecahan masalah bersama diantara anggota keluarga adalah styrategi konitif dan komunikasi keluarga yang telah diteliti secara ekstensif melalui metode penelitian laboratorium oleh kelompok peneliti keluarga (Klien, 1983; Reis, 1981; Strauss, 1968) dan dalam lingkungan alami ( Chesler & Barbari, 1987). Pemecahan masalah keluarga yang efektif meliputitujuh langkah spesifik : Mengidentifikasi masalah Mengkomunikasikan tentang masalah Menghasilkan solusi yang mungkin Memutuskan satu dari solusi Melakukan tindakan Memantau atau memastikan bahwa tindakan dilakukan

Mengevaluasi seluruh proses pemecahan masalah

Dengan memasukkan strategi pemecahan masalah ini dalam kehidupan keluarga, keluarga dipercaya dapat berfungsi secar efektif. Reiss menyebutkan keluarga yang menggunakan proses pemecahan masalah yang efektif sebagi keluarga yang peka terhadapa lingkungan. Tipe keluarga ini seperti melihat sifat masalah sebagi sesuatu dia luar sana dan tidak mencoba membuat masalah menjadi internal. Mendapatkan informasi dan pengetahuan Keluarga yang berbasis kognitif berespon terhadap stress dengan mencari pengetahuan informasi berkenaan dengan stressor dan kemungkinan stressor. Hal ini khususny terbukti dalam kasus masalah kesehatan berat atau yang mengancaam hidup. Dengan mendapatkan informasi yang bermamfaat, dapat meningkatkan perasaan memiliki beberapa

pengendalan terhadap situasi dan mengurangi rasa takut keluarga terhadap sesuatu yang tidak diketahui dan juga mengurangi rasa takut keluarga terhadap sesuatu yang tidak diketahui serta membantu keluarega menilai stressor ( maknanya) lebih akurat dan mengambil tindakan yang diperlukan.

c) Strategi Komunikasi Terbuka dan jujur Anggota keluarga yang menunjukkan keterbukaan, kejujuran, pesan yang jelas dan perasaan serta afeksi yang lebih besar dibutuhkan pada masa ini. Satir mengamati bahwa komunikasi keluarga yang fungsional adalah langsung, terbuka,jujur dan jelas. Keterbukaan adalah komunikatif dalam berbagai ide dan perasaan. Pemecahan masalah kolaboratif, yang dibahas sebagai strategi koping kognitif, juga merupakan strategi koping kognitif, juga merupakan strategi komunikasi, yang memfasilitasi koping dan adaptasi keluarga.

Menggunakan humor dan tawa Studi mengenai resilience menekankan bahwa humor tidak terhingga nilainya dalam mengatasi penderitaan (Walsh, 1998). Humor tidak hnya dapat menyokong semangat, humor juga dapat menyokong sistem imun seseorang dalam mendorong penyembuhan. Demikian juga bagi keluarga,

rasa humor adalah sebuah aspek yang penting. Humor dapat dapat memperbaiki sikap keluarga terhadap masalah dan perawatan kesehatan serta mengurangi kecemasan dan ketegangan. Humor dan tawa dapat dipandang sebagai alat perawatan diri untuk mengatasi stress karena kemampuan tertawa dapat memberikan seseorang perasaan memiliki kekuatan terhadap situasi. Humor dan tawa dapat menyokang sikap positif dan harapan bukan perasaan tidak berdaya atau depresi dalam situasi penuh stress.

2) Strategi Koping Keluarga Eksternal a) Strategi komunitas Kategori ini merujuk pada upaya koping keluarga yang terus menerus, jangka panjang, dan umum bukan upaya seseorang menyesuaikan untuk mengurangi stressor khusus siapapun. Pada kasus ini, anggota keluarga ini adalah peserta aktif (sebagai anggota aktif atau posisi pimpinan) dalam klub, organisasi dan kelompok komunitas. Hubungan komunitas yang kreatif dapat dibuat untuk memnuhi kebutuhan anggota keluarga seperti meminta anggota keluarga lansia yang kurang memiliki kontak keluarga memberiakan bantuan disentra perawatan anak yang kekurangan staf (Walsh, 1998). b) Memamfaatkan sistem dukungan social Dukungan social keluarga Dukungan social keluarga merujuk pada dukungan social yang dirasakan oleh anggota keluarga ada atau dapat diakses (dukungan social dapat atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga dapat menerima bahwa orang pendukung siap memberikan bantuan dan pertolongan jika jika dibutuhkan). Dukungan sosial keluarga dapat dating dari dalam dukungan social keluarga seperti dukungan pasangan atau dukungan subling atau dari luar dukungan social keluarga yaitu dukungan social berada diluar keluarga nuklir (dalam jaringan social keluarga). Sumber dukungan keluarga Menurut Caplan (1974) terdapat tiga sumber dukungan social umum. Sumber ini terdiri atas jaringan informalyang spontan. Dukungan

terorganisasi yang tidak diarahkan oleh petugas kesehatan professional dan upaya terorganisasi oleh professional kesehatan. Dari semua ini jaringan informal (diidentifikasi diatas kelompok yang memberikan jumlah bantuan terbanyak selama masa yang dibutuhkan. Caplan (1976) menjelaskan bahwa keluarga memiliki fungsi pendukung meliputi:

dukungan social (keluarga berfungsi sebagi pencari dan penyebar informasi mengenai dunia) dukungan penilaian (keluarga bertindaksebagai sistem

pembimbingumpan balik, membimbing dan merantarai pemecahan masalahdan merupakan sumber sera validator identitas anggota)\ Dukungan tambahan (keluarga adalah sunber bantuan praktis dan konkret) Dukungan emosional (keluarga berfungsi sebagai pelabuhan istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan emosional) Meningkatkan moral keluarga Dukungan spiritual Berbagai studi menunjukkan hubungan yang jelas antara kesejahteraan spiritual dan peningkatan kemampuan individu atau keluarga untuk mengatasi stress dan penyakit. Agama adalah dorongan yang kuat dan pervasif dalam membentuk keluarga (Miller, 2000). Cara koping yang berbasis spiritual bervariasi secara signifikan lintas budaya. Penelitian mengenai koping keluarga dan individu serta resilience secara konsisten menunjukkan bahwa dukungan spiritual adalah penting dalam mendukung kepercayaan keluarga sehingga mereka dapat mengatasi penderitaan.

c. STRESOR DALAM KELUARGA Begitu banyak sekali perubahan dan stressor yang dihadapi oleh keluarga dari waktu ke waktu, sebgaiman Minuehin(1974) dalam Friedman (2003) melihatnya ,ini berasal dari empat sumber utama Kontak penuh Stress dari seorang anggota keluarga dengan kekuatan di luar keluarga. Ketika seorang anggota keluarga dibuat stress oleh stressorstressor (mis, kehilangan pekerjaan, masalah sekolah, maslah hukum), anggota keluarga yang lain merasa perlu menyesuaikan situasi yang berubah. Kontak penuh stress. seluruh keluarga dengan kekuatan di luar kelurga. Kesulitan-kesulitan ekonomi seperti kemiskinan dan diskriminasi merupakan dua kekuatan mengancam yang menegangkan. Mekanisme koping keluarga menjadi sangat terpaksa ketika sumber-sumber keluarga habis Stressor tradisional. Maslah maslah transisi yang terjadi dalam beberapa situasi yang paling sering terjadi adalah perubahan perkembangan kelurga dan anggota keluarga alami dan perubahan normative yang terjadi dalam komposisi keluarga.

Stressor Situasional. Tipe-tipw stressor ini berkaitan dengan maslah-masalh yang unik, non normative, dan idiosinkratik yang dialami oleh sebiah keluarga, seperti masalah-masalh penularan dan merawat salah satu orang tua di rumah sakit, berakibat pada seluruh keluarga. Strressor stressor ini tidak terantisipasi dan mungkin memaksa kapasitas koping. Misalnya, suatu tuntutan terhadap sumber-sumber koping bisa terjadi bila sakit yang serius berlangsung lama, karena ini menggambarkan kekeuatan negative yang berkesinambungan dan menciptkan perlunya suatu perubahan pentung (redistribusi peran-peran dan fungsi-fungsi)

d. STRATEGI KOPING KELUARGA Strategi koping keluarga dibagi menjadi strategi koping keluarga internal dan strategi koping keluarga eksternal: 1) Strategi Koping keluarga internal Strategi koping keluarga internal memiliki tiga jenis strategi, yaitu strategi hubungan, kognitif dan komunikasi. Strategi hubungan o Mengandalkan kelompok keluarga Keluarga tertentu saat mengalami tekanan mengatasi dengan menjadi lebih bergantung pada sumber mereka sendiri. Bersatu adalah satu dari proses penting dalam badai kehidupan keluarga. Keluarga berhasil melalui masalah dengan menciptakan struktur dan organisasi yang lebih besar dirumah dan keluarga. Ketika keluarga menetapkan struktur yang lebih besar, hal ini merupakan upaya untuk memiliki pengendalian yang lebih besar terhadap keluarga mereka. Upaya ini biasanya melibatkan penjadwalan waktu anggota yang lebih ketat, lebih banyak tugas setiap anggota keluarga, Organisasi ikatan yang lebih ketat, dan rutinitas ynag lebih kukuh dan terprogram. Bersamaan dengan lebih ketatnya batasan keluarga, menimbulkan kebutuhan pengaturan dan pengendalian anggota keluarga yang lebih besar, disertai harapan bahwa anggota lebih disiplin dan menyesuaikan diri. Jika berhasil, keluarga menerapkan pengendalian yang lebih besar dan mencapai integrasi dan kohesivitas yang lebih besar. o Kebersamaan yang lebih besar Salah satu membuat keluarga semakin erat dan memelihara serta mengelola tingkat stres dan moral yang dibutuhkan keluarga adalah dengan berbagi perasaan dan pemikiran serta terlibat dalam pengalaman aktivitas keluarga. Kebersamaan yang lebih besar menghasilkan kohesi keluarga yang lebih

tinggi, atribut keluarga yang mendapatkan perhatian yang luas sebagai atribut keluarga inti (Olson, 1993). Hubungan yang paling penting membutuhkan kohesivitas dan saling berbagi dalam sistem keluarga.kohesivitas keluarga yang tinggi khususnya membantu saat keluarga pernah trauma, karena anggota sangat memerlukan dukungan. Aktivitas anggota keluarga diwaktu luang merupakan sumber koping yang sangat penting guna memperbaiki kohesi, moral, dan kepuasaan kelurga. Seperti yang banyak dikatakan orang, peribahas sebuah kelurga yang berperan bersama, tetap barsama mengandung banyak sekali kebenaran. Strategi koping ini akhirnya bertujuan membangun integrasi, kohesivitas, dan resilience yang lebih besar dalam keluarga. o Fleksibitas peran Perubahan yang cepat dan pervasif dalam masyarakat serta dalam keluarga, khususny pada pasangan, merupakan tipe strategi keluarga yang sangat kuat. Olson (199) dan Walsh (1998) telah menekankan bahwa fleksibitas peran adalah satu dari dimensi utama adaptasi keluarga. Keluarga harus mampu beradaptasi terhadap perubahan perkembangan dan lingkungan. Ketika keluarga berhasil mengatasi, keluarga mampu memelihara suatu keseimbangan dinamik antara perubahan dan stabilitas. Fleksibitas peran memungkinkan kesimbangan ini berlanjut. Strategi kognitif o Normalisasi Strategi koping keluarga fungsional lainnya adalah kecenderunagan bagi keluarga untuk normalisasi suesuatu sebanyak mungkin saat mereka mengatasi stressor jangka panjang yang cenderung mengganggu kehidupan keluarga dan aktivitas rumah tangga. Normalisasi adalah proses terus menerus yang melibatkan pengakuan pentakit kronik tetapi menegaskan kehidupan keluarga sebagai kehidupan keluarga yang normal, menegaskan efek sosial memiliki anggota yang memiliki atau menderita penyakit kronik sebagi suatu yang minimal, dan terlibat dalam perilaku yang menunjukkan kepada orang lain bahwa keluarga tersebut adalah normal. Keluarga menormalkan dengan memenuhi ritual dan rutinitas. Hal ini membantu keluarga mengatasi stres dan meningkatkan rasa keutuhan sepanjang waktu, sangat penting guna menormalisasi situasi keluarga (Fiase, 2000). o Pengendalian makna masalah dengan membingkai ulang dan penilaian pasif.

Keluarga yang menggunakan strategi koping ini cenderung melihat aspek positif dari peristiwa hidup penuh stress dan membuat peristiwa penuh stres menjadi tidak terlalu penting dalam hierarki nilai keluarga. Hal ini ditandai dengan anggota keluarga yang memiliki rasa percaya dalam mengatasi masalah/keganjilan dengan mempertahankan pandangan optimistic terhadap peristiwa, terus memiliki harapan dan berfokus pada kekuatan dan potensi. Pembingkaian ulang adalah cara persepsi koping individu dan sering kali dipengaruhi oleh keyakinan keluarga. Keluarga memiliki persepsi bersama, dan proses pembingkaian ulang akan dipengaruhi oleh persepsi ini. Rolland menekankan bahwa keyakinan individu dan keluarga berfungsi sebagai peta kognitif yang membimbing tindakan dan keputusan keluarga. Keyakinan dapat sedemikian rupa, selaras dengan pandangan hidup, paradigma dan nilai keluarga. Cara kedua keluarga mengendalikan makna stresor adalah dengan penilaian pasif, kadang disebut sebagai penerimaan pasif. Pada cara kedua ini, keluarga menggunakan strategi koping kognitif kolektif dalam memandang stresor atau kebutuhan yang menimbulkan stres sebagai sesuatu yang akan selesai dengan sendirinya sepanjang waktu dan tentang hal tersebut tidak ada atau sedikit yang dapat dilakukan. Seperti yang ditekankan Boss (1988), penilaian pasif dapat menjadi strategi penurun stress yang efektif dalam jangka waktu pendek, khususnya dalam kasus saat tidak ada satu pun yang dapat dilakukan. Akan tetapai jika strategi ini digunakan secara konsisten dan sepanjang waktu, penggunaannya menghambat pemecahan masalah yang aktif dan perubahan dalam keluarga serta dapat menggangu adaptasi keluarga. o Pemecahan masalah bersama Pemecahan masalah bersama diantara anggota keluarga adalah strategi konitif dan komunikasi keluarga yang telah diteliti secara ekstensif melalui metode penelitian laboratorium oleh kelompok peneliti keluarga (Klien, 1983; Reis, 1981; Strauss, 1968) dan dalam lingkungan alami ( Chesler & Barbari, 1987). Pemecahan masalah keluarga yang efektif meliputi tujuh langkah spesifik : Mengidentifikasi masalah Mengkomunikasikan tentang masalah Menghasilkan solusi yang mungkin Memutuskan satu dari solusi Melakukan tindakan

Memantau atau memastikan bahwa tindakan dilakukan Mengevaluasi seluruh proses pemecahan masalah Dengan memasukkan strategi pemecahan masalah ini dalam kehidupan keluarga, keluarga dipercaya dapat berfungsi secar efektif. Reiss

menyebutkan keluarga yang menggunakan proses pemecahan masalah yang efektif sebagi keluarga yang peka terhadapa lingkungan. o Mendapatkan informasi dan pengetahuan Keluarga yang berbasis kognitif berespon terhadap stres dengan mencari pengetahuan informasi berkenaan dengan stresor dan kemungkinan stresor. Hal ini khususnya terbukti dalam kasus masalah kesehatan berat atau yang mengancam hidup. Dengan mendapatkan informasi yang bermanfaat, dapat meningkatkan perasaan memiliki beberapa pengendalian terhadap situasi dan mengurangi rasa takut keluarga terhadap sesuatu yang tidak diketahui serta membantu keluarga menilai stresor (maknanya) lebih akurat dan mengambil tindakan yang diperlukan. Strategi Komunikasi o Terbuka dan jujur Anggota keluarga yang menunjukkan keterbukaan, kejujuran, pesan yang jelas dan perasaan serta afeksi yang lebih besar dibutuhkan pada masa ini. Satir mengamati bahwa komunikasi keluarga yang fungsional adalah langsung, terbuka, jujur dan jelas. Keterbukaan adalah komunikatif dalam berbagai ide dan perasaan. Pemecahan masalah kolaboratif, yang dibahas sebagai strategi koping kognitif, juga merupakan strategi komunikasi yang memfasilitasi koping dan adaptasi keluarga. o Menggunakan humor dan tawa Studi mengenai resilience menekankan bahwa humor tidak terhingga nilainya dalam mengatasi penderitaan (Walsh, 1998). Humor tidak hnya dapat menyokong semangat, humor juga dapat menyokong sistem imun seseorang dalam mendorong penyembuhan. Demikian juga bagi keluarga, rasa humor adalah sebuah aspek yang penting. Humor dapat dapat memperbaiki sikap keluarga terhadap masalah dan perawatan kesehatan serta mengurangi kecemasan dan ketegangan. Humor dan tawa dapat dipandang sebagai alat perawatan diri untuk mengatasi stress karena kemampuan tertawa dapat memberikan seseorang perasaan memiliki kekuatan terhadap situasi. Humor dan tawa dapat menyokang sikap positif dan harapan bukan perasaan tidak berdaya atau depresi dalam situasi penuh stres.

2) Strategi Koping keluarga eksternal Strategi komunitas Kategori ini merujuk pada upaya koping keluarga yang terus menerus, jangka panjang, dan umum bukan upaya seseorang menyesuaikan untuk mengurangi stresor khusus siapapun. Pada suatu kasus, anggota keluarga adalah peserta aktif (sebagai anggota aktif atau posisi pimpinan) dalam klub, organisasi dan kelompok komunitas. Hubungan komunitas yang kreatif dapat dibuat untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti meminta anggota keluarga lansia yang kurang memiliki kontak keluarga memberikan bantuan disentra perawatan anak yang kekurangan staf (Walsh, 1998). Memanfaatkan sistem dukungan social o Dukungan sosial keluarga Dukungan sosial keluarga merujuk pada dukungan sosial yang dirasakan oleh anggota keluarga ada atau dapat diakses (dukungan sosial dapat atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga dapat menerima bahwa orang pendukung siap memberikan bantuan dan pertolongan jika jika dibutuhkan). Dukungan sosial keluarga dapat datang dari dalam dukungan social keluarga seperti dukungan pasangan atau dari luar dukungan social keluarga yaitu dukungan social berada diluar keluarga nuklir (dalam jaringan sosial keluarga) o Sumber dukungan keluarga Menurut Caplan (1974) terdapat tiga sumber dukungan social umum. Sumber ini terdiri atas jaringan informal yang spontan. Dukungan terorganisasi yang tidak diarahkan oleh petugas kesehatan professional dan upaya terorganisasi oleh professional kesehatan. Dari semua ini jaringan informal (diidentifikasi diatas kelompok yang memberikan jumlah bantuan terbanyak selama masa yang dibutuhkan. Caplan (1976) menjelaskan bahwa keluarga memiliki fungsi pendukung meliputi: dukungan social (keluarga berfungsi sebagi pencari dan penyebar informasi mengenai dunia) dukungan penilaian (keluarga bertindak sebagai sistem pembimbing umpan balik, membimbing, sebagai perantara pemecahan masalah dan merupakan sumber serta validator identitas anggota) Dukungan tambahan (keluarga adalah sumber bantuan praktis dan konkrit) Dukungan emosional (keluarga berfungsi sebagai pelabuhan istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan emosional) Meningkatkan moral keluarga

Dukungan spiritual Berbagai studi menunjukkan hubungan yang jelas antara kesejahteraan spiritual dan peningkatan kemampuan individu atau keluarga untuk mengatasi stres dan penyakit. Agama adalah dorongan yang kuat dan pervasif dalam membentuk keluarga (Miller, 2000). Cara koping yang berbasis spiritual bervariasi secara signifikan lintas budaya. Penelitian mengenai koping keluarga dan individu serta resilience secara konsisten menunjukkan bahwa dukungan spiritual adalah penting dalam mendukung kepercayaan keluarga sehingga mereka dapat mengatasi penderitaan.

Strategi koping bersifat individual dan digambarkan sebagai bentuk langsung atau tidak langsung. Pola koping tidak langsung adalah tindakan yang digunakan untuk mengurangi kecemasan yang disebabkan oleh situasi tertentu tanpa adanya perubahan situasi. Pola koping tidak langsung lebih bersifat sementara dan pada akhirnya tidak mengubah situasi. Aktivitas spiritual seperti meditasi dan berdoa dapat membantu individu. Pola koping yang tidak langsung ini membantu klien mengurangi kecemasan yang berhubungan dengan situasi yang menimbulkan stress. Pola koping langsung adalah tindakan yang berhadapan dengan situasi khusus. Pola koping langsung menunjukkan bahwa tindakan positif telah dilakukan untuk mengubah situasi. Mengubah situasi juga merupakan suatu pola koping langsung. Misalnya suatu keluarga yang mendiami tempat tinggal yang padat dapat mencari apartemen baru.

e. KOPING DISFUNGSI DALAM KELUARGA Keluarga menggunakan berbagai strategi koping disfungsional khusus dalam upaya untuk mengatasi masalah mereka. Pada sebagian besar kasus, strategi ini dipilih secara tidak sadar, sering kali sebagai respons yang digunakan keluarga asal mereka dalam upaya perlu diperhatikan bahwa strategi koping disfungsional keluarga ini digunakan untuk mengurangi stress dan ketegangan keluarga. Strategi koping disfungsional yang sering digunakan adalah: 1) Penyangkalan masalah keluarga Penyangkalan adalah mekanisme pertahanan yang digunakan oleh anggota keluarga dan keluarga sebagai satu kesatuan. Pada basis jangka pendek, penyangkalan keluarga sering kali fungsional, karena ini memungkinkan keluarga membeli waktu untuk melindungi dirinya sementara secara bertahap menerima

peristiwa

yang

menimbulkan

kepedihan.

Tetapi

juga

berlangsung

lama,

penyangkalan bersifat disfungsional bagi keluarga. 2) Pola dominasi atau kepatuhan ekstrem (otoritarinisme) Otoritariniasme adalah kecenderungan seseorang untuk berhenti mandiri karena ketidakberdayaan dan ketergantungan, serta keinginana untuk bergabung dengan seseorang atau sesuatu diluar dirinya agar mendapatkan kekuasaan atau kekuatan yang dirasakan kurang. Dalam keluarga otoriter, orang mengundurkan diri dari integritas pribadi mereka dan menjadi bagian dari simbiosis yang tidak sehat, patuh kepada dominasi. Anggota keluarga yang patuh sangat bergantung pada individu yang dominan. 3) Perpecahan dan kecanduan dalam keluarga Untuk mengurangi ketegangan atau stress dalam keluarga, anggota keluarga boleh jadi secara fisik atau psikososial saling terpisah. Perpisahan ini mencakup kehilangan anggota keluarga karena pengabaian, perpisahan atau perceraian dan gangguan psikososial anggota keluarga lewat keterlibatan anggota dalam kecanduan (misalnya alcohol, obat-obatan dan berjudi). Banyak orang mengenali bahwa kecanduan alcohol dan obat-obatan adalah penyakit, hanya sedikit sekali yang mengenali sebagai penyakit keluarga (Al-Anon Family Groups,2000). Saat ini kecanduan anggota keluarga dipahami sebagai masalah sistem keluarga bukan masalah individu. Alcohol dan obat-obatan telah memiliki pola intergenerasi. Penyalahgunaan minuman pada dewas muda telah ditemukan dipengaruhi oleh disfungsi dalam keluarga asal. 4) Kekerasan dalam keluarga Menggunakan ancaman, mengkambinghitamkan dan otoriterisme ekstrem dapt menyebabkan kekerasan dalam keluarga. Kekereasan dalam keluarga dapat dikenali sebagai satu dari empat masalah kesehatan masyarakat utama saat ini (Galles,2000; Walsh,1996). Terdapat enam tipe kekerasan dalam kelurga, antara lain: a) Penganiayaan pasangan b) Penganiayaan dan pengabaian anak c) Penganiayaan saudara kandung d) Penganiayaan lansia e) Penganiayaan orang tua f) Penganiayaan homoseksual

f.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOPING KELUARGA 1) Perbedaan Gender dalam koping Pria dan wanita menggunakan strategi koping yang berbeda. Wanita lebih menganggap lebih bermamfaat berkumpul bersam orang lain, berbagi kekhawatiran dan kesulitan mereka dengan kerabat atau teman dekat, mengungkapkan perasaan dan emosi yang positif dan negatif secara terbuka, dan menghabiskan waktu guna mengembangkan diri dan hobi. Disi lain pria cenderung menggunakan strategi yang lebih menarik diri seperti menyimpan perasaannya, mencoba menjaga orang lain mengetahui seberapa buruk kejadiannya dan mengkonsumsi alcohol lebih banyak. 2) Variasi Sosial Budaya Dalam Koping Keluarga Variasi kelas social dalam koping keluarga juga ada. Misalnya keluarga ynag lebih kaya dan berpendidikan khasnya memilikin kebutuhan yang lebih besar untuk mengatur dan mengendalikan peristiwa kesehatan mereka sehingga menggunakan lebih banyak strategi koping keluarga dalam mendapatkan informasi dan pengetahuan. Keluarga miskin juga dapat merasakan kurang percaya diri akan kemampuan mereka untuk mengendalikan takdirnya, dan dalam kasusu ini dapatmenggunakan pengendalian makana denganpenelaian pasif. 3) Dampak Gangguan Kesehatan Seperti yang telah disebutkan, tipe koping yang digunakan individu yang bergantung pada situasi. Denagn lebuh sedikit tuntutanyang diminta oleh keluarga (misalnya; semua berjalan dengan baik dan anggota keluarga sehat), tipe pola koping tertentu yang bertahan lama dapat secara khas diterapkan, seperti memelihara jalinan aktif dengan komunitas. Akan tetapi dengan semakin banyaknya kemalangan (baik stressor kesehatan maupun tipe stressor lainnya seperti ekonomi, lingkungan dll), cara koping yang umum biasanya tidak cukup, dan semakin luas susunan strategi koping keluarga dihasilkan guna menghadapi tantangan.

g. PROSES KEPERAWATAN (pengkajian intervensi) PENGKAJIAN Terdapat skala koping keluarga yang terstruktur dan teruji, yang digunakan untuk penelitian dan praktik klinis serta pertanyaan pengkajian yang disertakan, dan informasi yang dikumpulkan dari anggota keluarga melalui wawancara, serta laporan atau data dari sumber lain. Pertanyaan yang menyertai relevan untuk dipertimbangkan saat menilai stressor, kekuatan, persepsi, strategi koping dan adaptas. 1) Stressor, Kekuatan, dan Persepsi Keluarga a) Stersor (baik jangka panjang maupun poendek) apa yang dialami oleh keluarga? Lihat family inventory of life scale untuk contoh stressor yang signifikan.

Pertimbangkan stressor lingkungan dan sosioekonomi. Bagaiman kekuatan dan durasi dari stressor ini? b) Kekuatan apa ynag menyebabakan stressor? Apakah keluarga mampu mengatasi stress biasa dan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari keluarga? Sumber apa yang dimiliki keluarga untuk mengatasi stressor? c) Apa definisi keluarga mengenai situasi tersebut? Apakah dilihat sebagai tantangan secara realistic dan penuh harapan? Apakah keluarga mampu bertindak bardasarka penilaian realistic dan objektif mengenai situasi dan peristiwa penuh stress? Apakah stressor utama dilihat sangat membebani, mustahil untuk diatasi, atau sedemikian rupa mengganggu? 2) Strategi Koping Keluarga a) Bagaiman keluarga bereaksi terhadap stressor yang dialaminya? Strategi koping apa yang digunakan? Strategi koping apa yang diterapkan keluarga dan untuk mengatasi tipe masalah apa? Apakah anggota keluarga berada dalam cara koping mereka saat ini? Jika demikian, bagaimana keluarga mengatasi perbedaab itu? b) Sejauh man keluarga menggunakan strategi koping internal: Mengandalkan kelompok keluarga Berbagi perasaan, pemikiran, dan aktivitas Fleksibilitas peran Normalisasi Mengendalikan makn masalah denagn pembimbing ulang dan penilaian pasif Pemecahan masalah bersam Mendapatkan informasi dan pengetahuan Terbuka dan jujur dalam komunikasi keluarga Menggunakan humor dan tawa c) Sejauh man keluarga menggunakan keluarga menggunakan strategi koping eksternal dan sistem dukungan informal berikut: Memelihara jalinan aktif dengan komunitas Menggunakan dukungan spiritual Menggunakan sistem dukungan social Apakah keluarga memiliki ikatan yang bermakna dengan teman, kerabat, tetangga, kelompok social dan organisasi komunitas yang memberikan dukungan dan bantuan jika dibutuhkan?

Jika demikian, siapa mereka dan bagaimana sifat hubungan mereka? Apakah keluarga memiliki sedikit atau tidak memiliki teman, tetangga, kerabat, kelompok social atau organisasi komunikasi? Jika demikian, mengapa? Apakah keluarga mempunyai ketidakpuasan atau kemarahan terhadap sumber dukungan social yang ada? Apa layanan dan petugas kesehatan yang membantu keluarga? Apa fungsi dan kekuatan dari hubungan ini? d) Strategi koping disfungsional apa yang telah digunakan keluarga atau apa yang sedang digunakan? Apakah ada tanda-tanda disfungsionalitas berikut? Jika demikian, catat keberadaannya dan seberapa ekstensif digunakannya? Mengambinghitamkan Penggunaan ancaman Orang ketiga Psedumutualitas Otoriterianisme Perpecahan keluarga Penyalahgunaan alcohol dan atau obat-obatan Kekerasan dalam keluarga Pengabaian anak 3) Adaptasi a) Bagimana pengelolaan dan fungsi keluarga? Apakah stressor atau masalah keluarga dikelola secara adekuat oleh keluarga? Apa dampak dari stressor pada fungsi keluarga? b) Apakah keluarga berada dalam krisis? Apakah masalah yang ada bagian ketidakmampuan kronikmenyelesaikan masalah? 4) Mengidentifikasi Stresor, Koping dan Adaptasi Ketika perawat keluarga bekerja dengan keluarga sepanjang waktu, akan sangat bermamfaat untuk mengidentifikasi atau memantau bagaimana keluarga bereaksi terhadap stressor, persepsi, koping dan adaptasi. Apakah keluarga mulia pulih, menghasilkan proses koping yang berguna, atau apakah tetap pada tingkat adptasi yang sama atau menunjukkan tanda-tanda penurunan daptasi?

DIAGNOSIS KEPERAWATAN KELUARGA Menurut klasifikasi NANDA (NANDA, 2000), terdapat 12 diagnosis keperawatan yang berhubungan erat dengan masalah stress, koping, dan adaptasi keluarga antara lain: 1) Ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapi keluarga 2) Kesiapan untuk meningkatkan koping keluarga

3) Gangguan koping keluarga 4) Ketidakmampuan koping keluarga 5) Resiko kekerasan terhadap orang lain 6) Gangguan proses keluarga 7) Proses keluarga yang tidak fungsional: alkoholisme 8) Berduka disfungsional 9) Gangguan pemeliharaan rumah 10) Distress spiritual 11) Resiko distress spiritual 12) Kesiapan untuk meningkatkan kesejahteraan spiritual INTERVENSI KEPERAWATAN KELUARGA Intervensi keluarga didasarkan pada data pengkajian keluarga yang terkait dengan stressor keluarga, persepsi stressor, koping, dan adaptasi. Seperti yang dibahas dalam pengkajian serta diagnosis keperawatan keluarga yang teridentifikasi. 1) Membantu Keluarga Menurunkan Factor Resiko Perawat keluarga dapat, dengan menggunakan persfektif pencegahan,

memberikan konsling pada keluarga mengenai perlunya menurunkan pejanan terhadap atau kelebihan tekanan. Selain itu penting untuk memberikan penyuluhan antisipasi. Berkenaan dengan ini, perawat keluarga dapat membantu keluarga dengan menolong mereka mengidentifikasi dan siap terhadap situasi yang mengancam. Satu cara membantu keluarga mengantasipasi apa yang mungkin terjadi adalah dengan member ikan mereka informasi mengenai peristiwa yang mungkin terjadi (Wlsh, 1998) 2) Membantu Keluarga Beresiko Untuk Mengatasi a) Dorong semua anggota keluarga terlibat Merupakan cara untuk melibatkan anggota keluarga mencakup: Mendorong perawatan oleh anggota keluarga selama hospitalisasi Menyertakan anggota keluarga, bersama dengan pasien terlibat dalam keputusan perawatan jesehatan Mendorong anggota keluarga yang lansia memelihara hubungan keluarga yang dekat Member penyuluhan kepada pemberi asuhan Mendorong istirahat untuk pemberi perawatan primer dengan meminta anggota keluarga lain yang bertugas Mendorong anggota keluarga saling berbagi cerita kehidupan mereka

b) Mobilisasi keluarga Dengan membatu keluarga mengenali, mengidentifikasi, dan memamfaatkan kekuatan dan sumber keluarga guna secar positif mempengaruhi kesehatan keluarga yang sakit (Johson, 2001) c) Beri pujian pada upaya dan pencapaian keluarga d) Berdasrkan pengakuan dan poenghormatan terhadap nilai, kepentingan, dan tujuan keluarga serta dukungan keluarga Johson et.al 2001, mencantukan banyak cara umum yang dapat dilakukan oleh perawat berorientasi keluarga. Beberapa anjuran mereka yang paling relevan adalah: Meningkatkan harapan yang realistic Mendengarkan anggota keluarga yang berhububngan dengan persepsi, perasaan, kekhawatiran dan kepentingan mereka Memfasilitasi komunikasi antara anggota keluarga Mengorientasi anggota keluarga pada linhkungan dan sistem perawatan kesehatan Memberikan informasi yang dibutuhkan Memberikan advokasi bagi keluarga Memperkenalkan anggota keluarga ke keluarga lain yang mengalami masalah yang serupa Merujuk keluarga ke kelompok perawatan dari pendukung Berikan keluarga sumber atau referensi literature dan internet e) Ajarkan keluarga mengenai car, koping yang efektif Program ini tidak sekedar mengenali kebutuhan keluarga mendapatkan pengetahuan kesehatan yang dibutuhkan untuk perawatan, tetapi aspek psikososial perawatan dan kekhawatiran keluarga (Campbell,2000). f) Dorong keluarga menormalisasi kehidupan keluarga dan distress keluarga sebanyak mungkin g) Bantu keluarga membingkai ulang dan member label ulang situasi masalah h) Bantu keluarga mendapatkan dukungan spiritual yang mereka butuhkan i) j) Rujuk keluarga yang mengalami krisis Bantu keluarga meningkatkan dan memamfaatkan sistem dukungan social mereka. 3) Pemamfaatan Kelompok Swa-Bantu Perawat sangatlah menyadari mamfaat kelompok swa-bantu bagi anggota keluarga yang membutuhkan dukungan guna mengatasi atau mengkoping pengalaman hidup penuh stress. Intervensi khusus dapat sangat memfasilitasi keluarga:

a) Mencari informasi tentang kelompok yang memberikan bantuan bagi individu dan keluarga b) Kolaborasi dengan kelompok tersebut c) Memahami bagaimana kelompok ini meningkatkan dan melengkapi layanan professional d) Merujuk anggota keluarga dan keluarga ke kelompok yang tepat e) Menciptakan kelompok baru untuk melakukan saat terjadi kekurangan kelompok swa-bantu f) Memberikan konsling anggota keluarga

4) Terapi Keluarga Jaringan Sosial Terapi jaringan social berlangsung di lingkungan rumah dengan keluarga dan jaringan social luasnya, yang dipasangkan untuk menciptakan matriks social yang mengasuh dan sehat. 5) Prinsip-Prinsip Intervensi Krisis Keluarga a) Mengidentifikasi peristiwa yang mencetuskan dan peristiwa hidup yang membahayakan b) Mengkaji interpretasi keluarga terhadap peristiwa c) Mengkaji sumber keluarga dan metode koping terhadap stressor d) Mengkaji status fungsi keluarga 6) Pemberdayaan Keluarga Figley (1989), menyiratkan bahwa pemberdayaan keluarga adalah sebanyak sikap filosofis terhadap bekerja dengan keluarga trauma saat keluarga terlibat dalam aktivitas khusus tertentu. Ketika ia memandang dan menerapi keluarga yang bermasalah, pendekatannya diperlembut oleh penghormatan tulusnya terhadap kemampuannya bertindak secara alami dan kekuatan keluarga. 7) Melindungi Anggota Keluarga Yang Berisiko Mengalami Kekerasan Tujuan ini dapat dicapai dengan: a) Mengenali dan melaporkan penganiayaan anak b) Mendukung dan merujuk pasangan, lansia, saudara kandung, orang tua, homoseksual yang dianiaya, pelaku penganiayaan dan unit keluarga c) Mengkoordinasi perawatan bagi keluarga dan anggota keluarga, bekerja secara kolaborasi dengan petugas kesehatan lain dan pekerja kesejahteraan 8) Merujuk Anggota Keluarga Yang Menunjukkan Masalah Koping Dan Disfungsi Yang Lebih Kompleks Ketika stress dan masalah koping keluarga di luar layanan yang dapat diberikan perawat keluarga, perujukan dan tindak lanjut konsling atau terapi keluarga yang

berkelanjutan sering kali diindikasikan. Perujuk kekonselor yang menggunakan pendekatan sistem keluarga seringkala sangat membantu.

DAFTAR PUSTAKA
Bailon, S.G. dan Maglaya, A.S.,. 1997. Family health Nursing: The Process. Philiphines: UP College on Nursing Diliman Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC Shirley, M. H. H. 1996. Family Health Care Nursing : Theory, Practice, and Research. Philadelphia : F. A Davis Company Carnegi,D. (1979). Cara Mencari Kawan dan Mempengaruhi Orang .Jakarta :Gunung Jati Cecep Darmawan. (2007).Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Moral dan Globaldalam Perspektif Pendidikan Kesejahteraan Keluarga dalam kehidupan Keluarga Sekolah dan Masyarakat. Bandung : Jurusan PKK FPTK UPI Liliweri, Alo. (1997). Komunikasi Antarpribadi. Bandung : PT.Citra Aditya Bakti Widjaja.H.A.W (2000). Ilmu Komunikasi. Jakarta : Rineka Cipta Friedman. M, Marilyn. 1998. Keperawatn Keluarga. Jakarta. EGC Friedman. M, Marilyn. 2002. Keperawatn Keluarga. Edisi 3. Jakarta. EGC Friedman, M, Marilyn. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori & Praktek. Edisi 5. Jakarta. EGC Murwani, arita. 2009. Pengantar konsep dasar keperawatan. Pengantar konsep dasar keperawatan. Yogyakarta: fitraatmaja Setiawati, santun. 2008. Asuhan keperawatan keluarga. Jakarta: tim-2008 Tamher, sayuti dkk.2009.pengkajian keperawatan jadi individu, keluarga & komunitas. Jakarta: tim-2009 Shadily, hassan. 1983. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta : PT Bina Aksara. Koentjaratingrat. 1974. Kebudayaan Metalitet dan Pembangunan. Jakarta : PT Gramedia. Soelaeman, M. Munandar. 2001. Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung : Refika Aditama.

Soelaeman, M. Munandar. 2001. Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial. Bandung: Refika Aditama Yupi supartini.2004. buku ajar konsep dasar keperawatan anak.jakarta:EGC

You might also like