You are on page 1of 8

MPKP di Rumah Sakit

March 26, 2008 by agusjp Pendahuluan Pendahuluan Pelayanan kesehatan yang bermutu saat ini merupakan hak dasar dari setiap warga negara. Oleh karena itu pelayanan keperawatan yang bermutu tinggi akan terus menjadi tuntutan bagi organisasi pelayanan kesehatan. Rumah sakit perlu meningkatkan mutu pelayanan kesehatan/keperawatan karena rumah sakit memberikan pelayanan yang paling kritis dan berbahaya dalam sistem pelayanan. Oleh karena jiwa manusia menjadi sasaran maka semua bentuk pelayanan di rumah sakit termasuk pelayanan keperawatan harus bermutu tinggi (Donabedian cit Sutardjo, 1999). Asuhan keperawatan bermutu adalah asuhan manusiawi yang diberikan kepada klien, memenuhi standar dan kriteria profesi keperawatan, sesuai dengan standar biaya dan kualitas yang ditentukan oleh rumah sakit serta mampu mencapai tingkat kepuasan dan memenuhi harapan klien (Nurrachmah, 2001). Namun berdasarkan penelitian yang disampaikan oleh WHO bahwa di Indonesia dan beberapa negara berkembang lainnya di Asia Tenggara masih banyak kendala untuk mencapai pelayanan keperawatan yang bermutu. Hal ini disebabkan karena masih tingginya beban kerja perawat, masih banyak perawat yang tidak kompeten dalam melakukan intervensi, lemahnya supervisi klinik, kurang dikembangkannya standar praktek, tumpang tindihnya ketrampilan klinik perawat (inappropiate skills mix), perawat masih mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan administrasi pasien (housekeeping and clerical work), fasilitas yang ketinggalan jaman dan tidak memadai serta tidak berjalannya sistem pendidikan perawat berkelanjutan (Waluyo, 2007). Upaya yang dilakukan oleh rumah sakit untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan lebih bersifat sesaat dan individual (pelatihan, akreditasi, tugas belajar). Namun pemanfaatan pasca pelatihan/pendidikan tidak dapat dilakukan secara optimal.(Sitorus, 2006) Untuk mengantisipasi hal tersebut WHO telah mengeluarkan resolusi pada tahun 2004 yaitu Strengthening Nursing Services dengan salah satu pokok kegiatannya adalah melibatkan perawat dalam perencanaan, pengembangan kebijakan kesehatan, dan implementasi kebijakan pelayanan keperawatan (Hamid, 2004) Untuk mencapai mutu asuhan keperawatan yang optimal perlu dilakukan penataan struktur, direkayasa ulang dan dirancang ulang sistem pemberian asuhan keperawatan melalui suatu model. Model ini merupakan upaya berbagai negara pada masa transisi dari

pelayanan keperawatan okupasional menuju ke pelayanan keperawatan profesional, yang sering disebut dengan model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP). Model ini pertama kali dikembangkan di RSCM pada tahun 1996 dan sekarang sudah banyak diadopsi oleh banyak rumah sakit di Indonesia (Sitorus, 2006) Pada tahun 2001 Depkes bersama dengan WHO telah melakukan penilaian teradap 1000 perawat di 4 propinsi, hasil menunjukkan bahwa saat itu tidak ada sistem manajemen yang dapat mewujudkan kinerja klinik yang baik. Atas dasar ini maka dikembangkan Sistem Pengembangan Manajemen Kinerja Klinik yang disebut dengan PMKK. Sistem ini telah diujicobakan (tahun 2002), dievaluasi (2003-2004) dan saat ini telah dikembangkan di 9 propinsi dan 35 kabupaten/kota. Dan saat ini PMKK telah menjadi kebijakan nasional dengan terbitnya SK Menkes Nomor 836/Menkes/SK/VI/2005. Dalam rangka meningkatkan mutu dan kepuasan pelanggan sesuaia dengan motto yang dianut oleh RSUD Wates, maka perlu dikembangkan suatu model yang dianggap cocok untuk diterapkan sebagai model praktek keperawatan di RSUD Wates. Dengan melihat uraian diatas penulis berpendapat bahwa ada dua model yang keduanya bertujuan untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan, yaitu PMKK dan MPKP. Karena tujuan akhirnya sama, maka dengan melakukan penggabungan antara kedua model ini diharapkan akan menghasilkan sinergi yang positif sehingga akan diperoleh suatu model yang handal untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Apabila dilaksanakan secara terpisah, dikhawatirkan akan menimbulkan kesulitan dalam teknis pelaksanaannya karena kesulitan masalah sumberdaya, administrasi, dan tumpang tindih masing-masing komponen yang ada. Dalam makalah ini dibahas tentang bentuk penggabungan antara PMKK dan MPKP dan aplikasinya untuk dapat diterapkan di RSUD Wates.

Pola Pengembangan MPKP di Indonesia Model praktek keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses dan nilai nilai profesional ), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan. Pengembangan MPKP merupakan upaya banyak negara untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan dan lingkungan kerja perawat Pengembangan MPKP berbeda-beda di setiap negara. Namun menurut Hoffart & Woods (cit Sitorus, 2006) pada dasarnya MPKP terdiri dari lima sub sistem yang saling berhubungan yaitu ; nilai nilai profesional sebagai inti model MPKP, hubungan antar profesional, metode pemberian asuhan keperawatan, pendekatan manajemen keperawatan, dan sistem kompensasi /penghargaan. Berdasarkan analisis berbagai MPKP yang sudah dikembangkan di luar negeri, dapat disimpulkan bahwa pengembangan MPKP ini dilakukan untuk memfasilitasi terciptanya eksistensi keperawatan pada pemberian asuhan kesehatan. Untuk menunjukkan eksistensi

keperawatan diperlukan suatu kondisi atau lingkungan yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan. Kondisi dan lingkungan yang dibutuhkan untuk tiap negara berbeda beda tergantung dari analisis tingkat perkembangan profesionalisme keperawatan di negara tersebut. Pengembangan MPKP di berbagai negara lebih menekankan pada aspek proses keperawatan. Hal tersebut terjadi karena struktur yang ada sudah memungkinkan terciptanya pemberian asuhan keperawatan profesional. Namun di Indonesia, berdasarkan analissis tentang struktur dan proses pemberian asuhan keperawatan yang ada di rumah sakit, sulit untuk menerapkan proses seperti yang dilakukan di luar negeri. Kondisi saat ini dilihat dari struktur, mayoritas tenaga adalah lulusan DIII Keperawatan, jumlah tenaga tidak berdasarkan derajat ketergantungan pasien, kurang mampu melakukan tindakan terapi keperawatan tetapi lebih pada tindakan kolaborasi, kurang mampu mengintroduksi hal hal baru dan cenderung bekerja secara rutin, kurang mampu menunjukkan kemampuan kepemimpinan dan tidak ada otonomi dalam mengambil keputusan untuk asuhan keperawatan klien.

Untuk mengatasi hal tersebut perlu dikembangkan MPKP dengan fokus pada penataan struktur dan proses sistem pemberian asuhan keperawatan pada tingkat ruang rawat sehingga memungkinkan pemberian asuhan keperawatan profesional. Untuk mempermudah pemahaman dapat menyimak gambar berikut ini:

Gambar 1 : MPKP yang dikembangkan di RSCM

Pada aspek struktur ada beberapa unsur struktur yang harus disiapkan untuk dapat melaksanakan MPKP, yaitu : Menetapkan jumlah tenaga keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai dengan derajat ketergantungan klien. Penetapan jumlah tenaga keperawatan menjadi penting karena bila jumlah perawat tidak sesuai dengan jumlah tenaga yang dibutuhkan , maka tidak ada waktu bagi perawat untuk melakukan tindakan keperawatan yang seharusnya dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan. Akibatnya perawat hanya melakukan tindakan kolaboratif dan tidak sempat melakukan tindakan terapi keperawatan, observasi, dan pemberian pendidikan kesehatan.

Menetapkan jenis tenaga keperawatan di ruang rawat, yaitu Kepala Ruang, Perawat Primer dan perawat Asosiate, sehingga peran dan fungsi masing masing tenaga sesuai dengan kemampuannya dan terdapat tanggungjawab yang jelas dalam sistem pemberian asuhan keperawatan. Menyusun standar rencana keperawatan. Dengan standar renpra, maka PP hanya melakukan validasi terhadap ketepatan penentuan diagnosis berdasarkan pengkajian yang sudah dilakukan, sehingga waktu tidak tersita untuk membuat penulisan renpra yang tidak diperlukan.

Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metode modifikasi keperawatan primer, karena berdasarkan berbagai pertimbangan untuk Indonesia belum mampu untuk melakukan metode primer secara murni seperti yang dilaksanakan di berbagai negara.

Dengan menata keempat komponen yang menjadi karakteristik model tersebut, hubungan perawat dan klien/keluarga menjadi berkesinambungan sehingga dapat dipertanggungjawabkan dan dipertanggunggugatkan. Sifat hubungan ini memfasilitasi pemberian asuhan keperawatan yang didasarkan pada nilai nilai profesional (Sitorus, 2006) Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan MPKP memerlukan penataan struktur dan proses, disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada rumah sakit. Menurut Nurachmah(2001), dalam menentukan MPKP sangat dipengaruhi oleh visi, misi, tujuan rumah sakit dan ruang rawat, ketersediaan tenaga baik jumlah maupun kualifikasi, fasilitas fisik ruangan, tingkat ketergantungan klien, tersedianya prosedur dan standar keperawatan, sifat ruangan dan jenis pelayanan yang diberikan. Jadi, penentuan struktur dan proses sangat dipengaruhi oleh hal hal tersebut.

Oleh karena RSUD Wates juga ingin mengembangkan PMKK sebagai bagian dari upaya meningkatkan mutu dan kinerja perawat, maka penulis mencoba menggabungkan unsur komponen-komponen PMKK kedalam struktur dan proses MPKP. Berikut ini dikaji kemungkinan PMKK digabungkan dengan MPKP. Kajian dilakukan dengan melakukan analisis dari kelima komponen PMKK ( deskripsi pekerjaan, standar, indikator kinerja, refleksi diskusi kasus serta monitoring/evaluasi) dengan sub sistem yang menjadi kerangka utama MPKP (nilai nilai profesional sebagai inti model MPKP, hubungan antar profesional, metode pemberian asuhan keperawatan, pendekatan manajemen keperawatan, dan sistem kompensasi /penghargaan) Asuhan keperawatan bermutu adalah asuhan manusiawi yang diberikan kepada klien, memenuhi standar dan kriteria profesi keperawatan, sesuai dengan standar biaya dan

kualitas yang ditentukan oleh rumah sakit serta mampu mencapai tingkat kepuasan dan memenuhi harapan klien (Nurrachmah, 2001). Namun berdasarkan penelitian yang disampaikan oleh WHO bahwa di Indonesia dan beberapa negara berkembang lainnya di Asia Tenggara masih banyak kendala untuk mencapai pelayanan keperawatan yang bermutu. Hal ini disebabkan karena masih tingginya beban kerja perawat, masih banyak perawat yang tidak kompeten dalam melakukan intervensi, lemahnya supervisi klinik, kurang dikembangkannya standar praktek, tumpang tindihnya ketrampilan klinik perawat (inappropiate skills mix), perawat masih mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan administrasi pasien (housekeeping and clerical work), fasilitas yang ketinggalan jaman dan tidak memadai serta tidak berjalannya sistem pendidikan perawat berkelanjutan (Waluyo, 2007). Upaya yang dilakukan oleh rumah sakit untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan lebih bersifat sesaat dan individual (pelatihan, akreditasi, tugas belajar). Namun pemanfaatan pasca pelatihan/pendidikan tidak dapat dilakukan secara optimal.(Sitorus, 2006) Untuk mengantisipasi hal tersebut WHO telah mengeluarkan resolusi pada tahun 2004 yaitu Strengthening Nursing Services dengan salah satu pokok kegiatannya adalah melibatkan perawat dalam perencanaan, pengembangan kebijakan kesehatan, dan implementasi kebijakan pelayanan keperawatan (Hamid, 2004) Untuk mencapai mutu asuhan keperawatan yang optimal perlu dilakukan penataan struktur, direkayasa ulang dan dirancang ulang sistem pemberian asuhan keperawatan melalui suatu model. Model ini merupakan upaya berbagai negara pada masa transisi dari pelayanan keperawatan okupasional menuju ke pelayanan keperawatan profesional, yang sering disebut dengan model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP). Model ini pertama kali dikembangkan di RSCM pada tahun 1996 dan sekarang sudah banyak diadopsi oleh banyak rumah sakit di Indonesia (Sitorus, 2006) Pada tahun 2001 Depkes bersama dengan WHO telah melakukan penilaian teradap 1000 perawat di 4 propinsi, hasil menunjukkan bahwa saat itu tidak ada sistem manajemen yang dapat mewujudkan kinerja klinik yang baik. Atas dasar ini maka dikembangkan Sistem Pengembangan Manajemen Kinerja Klinik yang disebut dengan PMKK. Sistem ini telah diujicobakan (tahun 2002), dievaluasi (2003-2004) dan saat ini telah dikembangkan di 9 propinsi dan 35 kabupaten/kota. Dan saat ini PMKK telah menjadi kebijakan nasional dengan terbitnya SK Menkes Nomor 836/Menkes/SK/VI/2005. Dalam rangka meningkatkan mutu dan kepuasan pelanggan sesuaia dengan motto yang dianut oleh RSUD Wates, maka perlu dikembangkan suatu model yang dianggap cocok untuk diterapkan sebagai model praktek keperawatan di RSUD Wates. Dengan melihat uraian diatas penulis berpendapat bahwa ada dua model yang keduanya bertujuan untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan, yaitu PMKK dan MPKP. Karena tujuan akhirnya sama, maka dengan melakukan penggabungan antara kedua model ini diharapkan akan menghasilkan sinergi yang positif sehingga akan diperoleh suatu model

yang handal untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Apabila dilaksanakan secara terpisah, dikhawatirkan akan menimbulkan kesulitan dalam teknis pelaksanaannya karena kesulitan masalah sumberdaya, administrasi, dan tumpang tindih masing-masing komponen yang ada. Dalam makalah ini dibahas tentang bentuk penggabungan antara PMKK dan MPKP dan aplikasinya untuk dapat diterapkan di RSUD Wates.

Pola Pengembangan MPKP di Indonesia Model praktek keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses dan nilai nilai profesional ), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan. Pengembangan MPKP merupakan upaya banyak negara untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan dan lingkungan kerja perawat Pengembangan MPKP berbeda-beda di setiap negara. Namun menurut Hoffart & Woods (cit Sitorus, 2006) pada dasarnya MPKP terdiri dari lima sub sistem yang saling berhubungan yaitu ; nilai nilai profesional sebagai inti model MPKP, hubungan antar profesional, metode pemberian asuhan keperawatan, pendekatan manajemen keperawatan, dan sistem kompensasi /penghargaan. Berdasarkan analisis berbagai MPKP yang sudah dikembangkan di luar negeri, dapat disimpulkan bahwa pengembangan MPKP ini dilakukan untuk memfasilitasi terciptanya eksistensi keperawatan pada pemberian asuhan kesehatan. Untuk menunjukkan eksistensi keperawatan diperlukan suatu kondisi atau lingkungan yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan. Kondisi dan lingkungan yang dibutuhkan untuk tiap negara berbeda beda tergantung dari analisis tingkat perkembangan profesionalisme keperawatan di negara tersebut. Pengembangan MPKP di berbagai negara lebih menekankan pada aspek proses keperawatan. Hal tersebut terjadi karena struktur yang ada sudah memungkinkan terciptanya pemberian asuhan keperawatan profesional. Namun di Indonesia, berdasarkan analissis tentang struktur dan proses pemberian asuhan keperawatan yang ada di rumah sakit, sulit untuk menerapkan proses seperti yang dilakukan di luar negeri. Kondisi saat ini dilihat dari struktur, mayoritas tenaga adalah lulusan DIII Keperawatan, jumlah tenaga tidak berdasarkan derajat ketergantungan pasien, kurang mampu melakukan tindakan terapi keperawatan tetapi lebih pada tindakan kolaborasi, kurang mampu mengintroduksi hal hal baru dan cenderung bekerja secara rutin, kurang mampu menunjukkan kemampuan kepemimpinan dan tidak ada otonomi dalam mengambil keputusan untuk asuhan keperawatan klien.

Untuk mengatasi hal tersebut perlu dikembangkan MPKP dengan fokus pada penataan struktur dan proses sistem pemberian asuhan keperawatan pada tingkat ruang rawat sehingga memungkinkan pemberian asuhan keperawatan profesional. Untuk mempermudah pemahaman dapat menyimak gambar berikut ini:

Gambar 1 : MPKP yang dikembangkan di RSCM

Pada aspek struktur ada beberapa unsur struktur yang harus disiapkan untuk dapat melaksanakan MPKP, yaitu : Menetapkan jumlah tenaga keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai dengan derajat ketergantungan klien. Penetapan jumlah tenaga keperawatan menjadi penting karena bila jumlah perawat tidak sesuai dengan jumlah tenaga yang dibutuhkan , maka tidak ada waktu bagi perawat untuk melakukan tindakan keperawatan yang seharusnya dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan. Akibatnya perawat hanya melakukan tindakan kolaboratif dan tidak sempat melakukan tindakan terapi keperawatan, observasi, dan pemberian pendidikan kesehatan. Menetapkan jenis tenaga keperawatan di ruang rawat, yaitu Kepala Ruang, Perawat Primer dan perawat Asosiate, sehingga peran dan fungsi masing masing tenaga sesuai dengan kemampuannya dan terdapat tanggungjawab yang jelas dalam sistem pemberian asuhan keperawatan. Menyusun standar rencana keperawatan. Dengan standar renpra, maka PP hanya melakukan validasi terhadap ketepatan penentuan diagnosis berdasarkan pengkajian yang sudah dilakukan, sehingga waktu tidak tersita untuk membuat penulisan renpra yang tidak diperlukan.

Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metode modifikasi keperawatan primer, karena berdasarkan berbagai pertimbangan untuk Indonesia belum mampu untuk melakukan metode primer secara murni seperti yang dilaksanakan di berbagai negara.

Dengan menata keempat komponen yang menjadi karakteristik model tersebut, hubungan perawat dan klien/keluarga menjadi berkesinambungan sehingga dapat

dipertanggungjawabkan dan dipertanggunggugatkan. Sifat hubungan ini memfasilitasi pemberian asuhan keperawatan yang didasarkan pada nilai nilai profesional (Sitorus, 2006) Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan MPKP memerlukan penataan struktur dan proses, disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada rumah sakit. Menurut Nurachmah(2001), dalam menentukan MPKP sangat dipengaruhi oleh visi, misi, tujuan rumah sakit dan ruang rawat, ketersediaan tenaga baik jumlah maupun kualifikasi, fasilitas fisik ruangan, tingkat ketergantungan klien, tersedianya prosedur dan standar keperawatan, sifat ruangan dan jenis pelayanan yang diberikan. Jadi, penentuan struktur dan proses sangat dipengaruhi oleh hal hal tersebut.

Oleh karena RSUD Wates juga ingin mengembangkan PMKK sebagai bagian dari upaya meningkatkan mutu dan kinerja perawat, maka penulis mencoba menggabungkan unsur komponen-komponen PMKK kedalam struktur dan proses MPKP. Berikut ini dikaji kemungkinan PMKK digabungkan dengan MPKP. Kajian dilakukan dengan melakukan analisis dari kelima komponen PMKK ( deskripsi pekerjaan, standar, indikator kinerja, refleksi diskusi kasus serta monitoring/evaluasi) dengan sub sistem yang menjadi kerangka utama MPKP (nilai nilai profesional sebagai inti model MPKP, hubungan antar profesional, metode pemberian asuhan keperawatan, pendekatan manajemen keperawatan, dan sistem kompensasi /penghargaan)

You might also like