You are on page 1of 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Struktur Gigi Jaringan keras gigi adalah jaringan yang melindungi jaringan lunak gigi,

yaitu pulpa. Struktur gigi terdiri dari enamel, dentin, jaringan pulpa, dan sementum. Sedangkan struktur jaringan keras yang melindungi jaringan pulpa adalah enamel, dentin, dan sementum. Bagian terbesar gigi terdiri atas dentin yang mengelilingi rongga pulpa. Lapisan ini paling tebal di bagian mahkota dan menipis kearah apex akar gigi. Mahkota gigi dibungkus oleh lapisan enamel, yang menipis di bagian leher. Akar gigi, dentin dibungkus oleh lapisan sementum tipis yang meluas dari leher ke foramen apikalis. (Leeson,1995, p. 332)

2.1.1 Enamel Mahkota gigi dilapisi oleh jaringan keras bersifat acelular yang disebut enamel dan merupakan jaringan terkeras pada tubuh manusia (Provenza 1988, p. 147). Enamel gigi memiliki ketebalan sekitar 2 mm pada permukaan oklusal dan berkurang menjadi 1 mm pada sisi proksimal (Hillson 2002, p. 148). Komposisi enamel terdiri dari 95% mineral kalsium hidroksiapatit, 4% air dan 1% matriks enamel. Hidroksiapatit adalah garam mineral yang memiliki konfigurasi kristal heksagonal yang memanjang, dengan nama kimia Ca10(PO4)6(OH)2 (Renner 1985,

p. 135). Mineral hidroksiapatit yang terdapat dalam enamel menyebabkan gigi tahan terhadap asam dan mencegah terjadinya karies (Provenza 1988, p. 147). Enamel memiliki sifat kaku dan keras sehingga dapat menahan beban saat mengunyah serta melindungi dentin dan pulpa. Selain itu enamel juga memiliki modulus elastisitas yang tinggi, akan tetapi tensile strength pada enamel rendah. Hal ini menyebabkan enamel rapuh, terlebih apabila tidak didukung oleh dentin.

2.1.2 Penyebab Perubahan Warna Pada Gigi Perubahan warna gigi dapat disebabkan gigi non vital, baik pada gigi yang mengalami nekrotik maupun yang telah dilakukan perawatan endodontik. Trauma yang menyebabkan gigi mengalami nekrosis juga dapat menyebabkan perubahan warna gigi yang disebabkan oleh jaringan pulpa yang nekrosis, terutama hemoglobin, menghasilkan noda gelap yang masuk ke dalam tubulus dentin. Pada gigi vital dapat juga terjadi perubahan warna (Gladwin 2009, p. 213 4). Hal ini disebabkan oleh penuaan seiring bertambahnya usia dimana terjadi deposisi internal dari dentin sekunder sehingga menyebabkan warna gigi menjadi lebih kuning (Haywood 2007, p. 27). Selain itu, pada gigi vital dan non vital juga terjadi perubahan warna yang diakibatkan oleh stain. Stain dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: stain intrinsik dan ekstrinsik. Stain intrinsik merupakan stain yang terdapat di dalam struktur gigi (enamel / dentin). Stain intrinsik dibedakan menjadi stain pre-erupsi dan stain post-erupsi (Gladwin 2009, p. 214). Contoh stain pre-erupsi adalah akibat pemberian antibiotik tetracycline. Gigi mudah mengalami perubahan warna akibat tetracycline pada fase pembentukan gigi, yaitu sejak trimester kedua intra uterin

sampai usia 8 tahun. Pemberian tetracycline menyebabkan gigi nampak kecoklatan atau keabu abuan. Pemberian fluor yang berlebihan pada fase pembentukan gigi juga dapat menyebabkan terdapat bercak coklat atau kuning pada gigi (Goldstein 1995, p. 6). Stain post-erupsi dapat disebabkan karena restorasi amalgam, adanya karies, maupun post perawatan endodontik. Stain ekstrinsik adalah stain yang terdapat pada permukaan gigi (Gladwin 2009, p. 214). Stain ekstrinsik dapat disebabkan oleh rokok dan tembakau, rokok dan tembakau menyebabkan warna coklat hingga hitam pada gigi akibat endapan tar (Juwita 2008, p. 8). Minuman juga dapat menyebabkan stain ekstrinsik, terutama minuman yang berwarna gelap seperti, kopi, teh, anggur merah, dll (Haywood 2007, p. 28). Stain ekstrinsik juga disebabkan karena kebersihan mulut yang kurang baik, karena terdapat bakteri kromogenik pada plak gigi (Juwita 2008, p. 8). Stain ekstrinsik dapat dihilangkan oleh pasien sendiri dengan menggunakan sikat gigi dan dentifrice. Beberapa dentifrice telah diformulasi agar dapat menghilangkan stain ekstrinsik, tetapi dentifrice memiliki efektivitas yang terbatas untuk menghilangkan stain. Dapat juga dilakukan scaling atau polishing pada gigi tersebut. Namun, dari beberapa metode yang ada, bleaching merupakan merupakan metode yang paling efektif untuk menghilangkan stain ekstrinsik (Gladwin 2009, p. 214).

2.2

Bleaching

2.2.1 Pengertian Bleaching Bleaching merupakan teknik pemutihan gigi yang murah, non-invasif, dan efektif untuk perawatan estetika gigi (Haywood 2007, p. 1). Bleaching dapat

dilakukan dengan dua cara, yaitu secara eksternal (pada gigi vital) dan internal (pada gigi non-vital) (Armilia 2002, p. 14-15). Teknik bleaching eksternal ada beberapa macam, yaitu: bleaching yang dilakukan di tempat praktek dokter gigi (in-office bleaching), bleaching yang dilakukan di rumah (home bleaching / Nightguard vital bleaching), dan produk Over-The-Counter (OTC) (Page 2006, p. 19). Bleaching eksternal tidak dapat dilakukan pada gigi yang terdapat karies, karena akan menyebabkan bahan bleaching terserap ke dalam dentin sehingga mengakibatkan perbedaan hasil warna gigi yang satu dengan yang lain (Anonim a, cited in Juwita 2008, p. 9). Secara keseluruhan, home bleaching merupakan teknik yang paling sering digunakan untuk penelitian karena aman, mudah digunakan, dan murah. (Haywood 2007, p. 3).

2.2.2 Bahan Bleaching Eksternal Terdapat dua material dasar yang digunakan sebagai bahan bleaching eksternal, yaitu hidrogen peroksida (H2O2) dan karbamid peroksida (CH6N2O3). Untuk in-office bleaching menggunakan hidrogen peroksida dengan konsentrasi 6 14%. Sedangkan untuk home bleaching lebih sering digunakan karbamid peroksida. Hal ini disebabkan perbedaan sifat mendasar dari keduanya. Hidrogen peroksida bersifat tidak stabil dan hanya bertahan selama 30 60 menit. Karbamid peroksida yang merupakan kombinasi hidrogen peroksida dengan urea memiliki sifat yang lebih stabil dan dapat bertahan lebih dari 2 jam (Haywood 2007, p. 3 4).

Karbamid peroksida dalam bentuk gel terdapat di pasaran dengan konsentrasi 10 22% (Gladwin 2009, p. 218), namun menurut ADA konsentrasi yang aman digunakan adalah 10%. Karbamid peroksida 10% setara dengan 3,5% hidrogen peroksida dan 6,5% urea. Mekanisme kerjanya hidrogen peroksida dipecah menjadi oksigen dan air, sedangkan urea menjadi amonia dan karbon dioksida (Haywood 2007, p. 4 5). Dalam bahan home bleaching kadang kadang juga terdapat polimer karboksimetilen / Carbopol yang berguna untuk memperpanjang pelepasan oksigen dan mempertebal bahan sehingga meningkatkan adhesi (Goldstein 1995, p. 83 4).

2.2.3 Mekanisme Bleaching Eksternal Mekanisme bleaching sangat kompleks, namun sebagian besar terdiri dari reaksi oksidasi, di mana mengubah material organik menjadi karbon dioksida dan air. Pada proses bleaching terjadi proses reduksi oksidasi yang disebut reaksi redoks. Dalam reaksi redoks, bahan pengoksidasi (contoh: hidrogen peroksida) memiliki radikal bebas dengan elektron tidak berpasangan, yang dilepaskan, sehingga menjadi berkurang; bahan yang direduksi (bahan yang di-bleaching) menerima elektron sehingga menjadi teroksidasi (Goldstein 1995, p. 26). Hidrogen peroksida merupakan bahan pengoksidasi dan memiliki

kemampuan untuk menghasilkan radikal bebas, HO2 + O yang sangat reaktif. Dalam bentuk cairan murni, hidrogen peroksida bersifat asam lemah dan menghasilkan radikal bebas yang lemah dalam jumlah banyak, yaitu O. Perhidroksil HO2 merupakan radikal bebas yang lebih kuat, agar dapat terbentuk

dalam jumlah banyak diperlukan kondisi alkali dengan pH optimal 9,5 10,8 sehingga didapatkan hasil yang lebih baik (Adang 2006, p. 5). Mekanisme pertahanan terhadap toksisitas di dalam mulut terdapat dalam enzim. Apabila terdapat katalis dan enzim, proses ionisasi tidak menghasilkan radikal bebas sehingga proses bleaching tidak dapat terjadi, oleh karena itu penting sebelum dilakukan bleaching gigi harus kering dan bersih dari debris (Goldstein 1995, p. 26 7). Hidrogen peroksida berdifusi melalui matriks organik pada enamel dan dentin. Radikal bebas tidak memiliki elektron pasangan, mereka bersifat sangat elektrofilik dan tidak stabil dan akan memecah molekul organik lainnya agar stabil, menghasilkan radikal lainnya. Setelah terbentuk HO2 dalam jumlah besar, maka radikal bebas ini akan bereaksi dengan ikatan tidak jenuh, menyebabkan perpecahan konjugasi elektron dan perubahan penyerapan energi dari molekul organik pada enamel. Molekul yang lebih sederhana yang memantulkan cahaya terbentuk, menjadikan proses pemutihan gigi berhasil. Proses ini terjadi ketika bahan pengoksidasi (hidrogen peroksida) bereaksi dengan material organik pada jarak antara garam anorganik dalam enamel gigi. Karbamid peroksida terurai menjadi hidrogen peroksida dan urea. Hidrogen peroksida mengalami proses pemecahan dan bereaksi dengan ikatan tidak jenuh sehingga menghasilkan molekul yang lebih sederhana (Goldstein 1995, p. 25 31) dan urea dipecah menjadi karbon dioksida dan amonia yang bersifat basa sehingga akan menstabilkan hidrogen peroksida (Haywood 2007, p. 4).

10

2.2.4 Keuntungan dan Kerugian Bleaching eksternal Bleaching eksternal memiliki beberapa keuntungan, yaitu: 1. Tidak ada jaringan gigi yang diambil (non-invasif) Pada bleaching internal perlu dilakukan pengambilan jaringan keras gigi agar ruang pulpa terbuka, sedangkan pada bleaching eksternal tidak (Gladwin 2009, p. 213). 2. Ekonomis Disebabkan karena hanya membutuhkan lebih sedikit kunjungan ke dokter gigi. 3. Efektif Menurut penelitian, 9 dari 10 pasien yang melakukan bleaching eksternal mendapat hasil yang memuaskan dan hasilnya bertahan 1-3 tahun (Haywood 4. 2007, p. 1).

Menggunakan bahan dengan konsentrasi rendah sehingga aman digunakan (Adang 2006, p. 8).

Kerugian dari penggunaan bleaching eksternal adalah (Goldstein 1995, p. 18):


1.

Sifatnya tidak permanen, apabila dibandingkan dengan crown dan veneer Hal ini juga dipengaruhi kebiasaan buruk pasien yang tidak dihentikan, seperti merokok, minum kopi, dan teh.

2.

Bleaching eksternal hanya efektif untuk menghilangkan stain ekstrinsik Iritasi gingiva dan gigi sensitif

3.

11

Keduanya merupakan efek samping yang paling sering dijumpai, dan biasanya sembuh setelah beberapa hari. Iritasi gingiva biasanya disebabkan karena bahan bleaching mengenai gingiva. Gigi sensitif dapat disebabkan tray terlalu kaku atau penggunaan bahan bleaching dalam jangka waktu panjang. 4. Berpotensi menyebabkan kanker Bahan bleaching yang mengandung peroksida menghasilkan radikal bebas, radikal bebas dapat berhubungan dengan kanker. Perlu memperingatkan pasien yang memiliki faktor resiko (Gladwin 2009, p. 219). 5. Perubahan morfologi enamel Pada penelitian nampak perubahan gambaran email menjadi lebih kasar, berpori-pori, dan ada bercak berwarna putih jika dilihat secara mikroskopis. Ada satu laporan kasus mengenai perusakan non reversible pada struktur gigi yang sehat setelah penggunaan home bleaching yang berlebihan selama 2 bulan (Farahanny 2009, p. 9).
6.

Pada penelitian dengan menggunakan bleaching overnight pada gigi anterior dengan karbamid peroksida 10%, mengakibatkan pulpitis ringan yang dapat sembuh dalam waktu 2 minggu (Ingle 2008, p. 484)

7.

Gangguan sendi TMJ, nausea, timbul lesi jaringan lunak, dan batuk akibat bahan bleaching yang tertelan (Powers 2008, p. 136).

2.3

Buah Jamblang

2.3.1 Gambaran Umum Tanaman

12

Jamblang tergolong tanaman buah yang banyak terdapat di Asia dan Australia tropis. Biasa ditanam di pekarangan atau tumbuh liar, terutama di hutan jati. Jamblang tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 500 m di atas permukaan laut. Buah Jamblang berbentuk bulat telur dengan warna merah tua sampai ungu kehitaman. Pohon Jamblang memiliki tinggi 10 20 m, berbatang tebal, tumbuhnya bengkok, dan bercabang banyak. Berdaun tunggal, tebal, tangkai daun 1 3 cm. Bunga majemuk berbentuk malai dengan cabang yang berjauhan, bunga duduk, tumbuh di ketiak daun dan di ujung percabangan, kelopaknya berbentuk lonceng berwarna hijau muda, mahkota berbentuk bulat telur, benang sari banyak, berwarna putih, dan baunya harum (Dalimartha, 2003). Berakar tunggang, bercabang, berwarna coklat muda. Biasanya buah jamblang dapat dimakan segar, rasanya agak asam dan sepat, sedangkan kulit kayunya dapat digunakan sebagai zat pewarna.

Gambar 2.1 Buah Jamblang (Jadhav et al. 2009, p. 1212)

2.3.2 Taksonomi dan Morfologi Buah Jamblang Secara taksonomi, buah jamblang termasuk (Jadhav et al. 2009, p. 1212): Kingdom : Plantae

13

Divisi Kelas Order Famili Genus Species Nama binomial

: Magnoliophyta : Magnoliopsida : Myrtales : Myrtaceae : Syzygium : Cumini : Syzygium cumini

Struktur tanaman Jamblang ini terdiri dari (Syamsuhidayat, 1991): a. Batang :Berkayu, bercabang banyak, diameter 10 30 cm, berwarna putih kotor b. Daun :Tunggal, bulat telur, ujung runcing, tepi rata, pangkal tumpul, pertulangan menyirip, permukaan atas mengkilat, panjang 7 16 cm, lebar 5 9 cm, dan tangkainya panjang 1 3 cm, berwarna hijau c. Bunga : Majemuk, malai, tumbuh di ketiak daun dan di ujung batang, kelopak berbentuk lonceng, hijau muda, mahkota berbentuk bulat telur, panjang sekitar 3 mm, benang sari banyak, tangkai dan kepala sari putih, putik satu, dan berwarna putih. d. Buah e. Biji f. Akar : Buni, bulat telur, panjang 2 3 cm, merah tua : Bentuk lonjong, keras, putih : Tunggang, bercabang cabang, coklat muda

2.3.3 Kandungan Buah Jamblang Buah Jamblang mengandung minyak atsiri, asam organik, fenol, alkaloid (jambosin), triterpenoid, resin yang berwarna merah tua mengandung asam elagat,

14

tanin, antocyanin dan menghasilkan sitrat, malat, dan asam galat. Asam galat dan tanin juga terkandung dalam buahnya. Asam malat merupakan kandungan asam terbesar (0,59%) dalam buah; juga terdapat sedikit kandungan dari asam oksalat (Sah 2011, p. 111 2). Biji buah Jamblang mengandung tanin (sekitar 19%), asam elagat (Modi et al. 2010, p. 20), asam galat (1 2%), beta sitosterol, dan minyak esensial (0,05%). Kulit kayu yang diencerkan mengandung friedelan-3-alpha-ol, kaempferol, quercetin, betasitosterol, glikosid, kaempferol-3-O-glukosid, asam galat, friedelin, dan asam betulinik, juga mengandung eugenin, epi-friedelanol, dan tanin (1012%). Daun Jamblang mengandung alkohol aliphatik, sitosterol, asam betulinik, dan asam krategolik. Sedangkan bagian bunga mengandung asam triterpenik, asam oleanolik, dan asam krategolik. Asam oleanolik merupakan pelindung yang kuat terhadap adriamycin-induksi lemak peroxidasi pada liver dan hati (Dalimartha, 2003).

2.3.4 Kegunaan Buah Jamblang Buah jamblang dapat digunakan sebegai obat diabetes, haemorrhage, gangguan lambung, anti skorbut, demam, diare, dan gangguan saluran kencing. Buah jamblang juga bermanfaat pada diare akut non spesifik, untuk melumas organ paru (terutama pada penderita asma), menghentikan batuk (batuk rejan dan kronis), peluruh kentut (karminatif), merangsang keluarnya air liur, juga dapat dikombinasikan untuk konstipasi, gangguan pancreas, dan hiperglikemia (Syamsuhidayat, 1991).

15

Selain itu, buah jamblang biasa dimakan segar. Di India dan Filipina, seperti juga kebiasaan di beberapa daerah di Indonesia, buah jamblang yang masak dicampur dengan sedikit garam dan kadang-kadang ditambahi gula, lalu dikocok di dalam wadah tertutup sehingga lunak dan berkurang rasa asamnya. Buah yang kaya vitamin A dan C ini juga dapat dijadikan sari buah, jeli atau anggur. Di Filipina, anggur jamblang diusahakan secara komersial (Dalimartha, 2003). Kayun tanaman Jamblang dapat digunakan untuk bahan bangunan, meskipun tidak istimewa dan agak mudah pecah. Kayu ini cukup kuat, tahan air dan serangan serangga; sekalipun agak sukar dikerjakan. Yang terlebih sering ialah digunakan sebagai kayu bakar. Kulit kayu menghasilkan zat penyamak (tanin) dan dimanfaatkan untuk mewarnai (ubar) jala. Daun tanaman Jamblang kerap digunakan sebagai pakan ternak. Pohon Jamblang juga sering ditanam sebagai pohon peneduh di pekarangan dan perkebunan (misalnya untuk meneduhi tanaman kopi), atau sebagai penahan angin (wind break). Bunga-bunganya baik sebagai pakan lebah madu (Dalimartha, 2003).

2.3.5 Kandungan Bahan Bleaching Dalam Buah Jamblang Bahan alami yang terdapat yang berfungsi untuk memutihkan gigi adalah asam elagat (ellagic acid) yang terdapat dalam buah Jamblang dan asam malat (malic acid) yang terdapat dalam biji buah Jamblang (Sah 2011, p. 111).

2.3.5.1 Asam Elagat

16

Asam elagat adalah suatu senyawa asam yang mempunyai cincin polisiklik yang mengandung dua dihidroksifenol (Makfoeld et al. 2006, p. 79 80), yang banyak ditemukan pada buah buahan seperti raspberry, strawberry, apel, hazelnut, dan kenari. Asam elagat berfungsi untuk melawan kanker. Selain sebagai antiangiogenesis, asam elagat juga mendetoksifikasi sel, memblokir perubahan senyawa karsinogenik lingkungan menjadi senyawa toksik dan menstimulasi eliminasi toksin (Schreiber 2010, p. 163 4). Hasil penelitian menunjukkan asam elagat dapat menghambat pengaruh beberapa senyawa pencetus kanker pada asap rokok (Anonim a, 2008).

Gambar 2.2 Asam elagat (Makfoeld et al. 2006, p. 79) Ellagitanin yang terkandung dalam asam elagat mempunyai fungsi untuk memutihkan gigi. Mekanisme pemutihan gigi yang dilakukan oleh senyawa ini adalah (Juwita 2008, p. 17 ): Dua molekul asam elagat akan melepaskan 12 radikal H+ dan 4 radikal OH-, tetapi radikal H+ dilepaskan terlebih dahulu dibandingkan radikal OH-, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan elektronegatif di antara O dan H+ pada gugus OH- yang lebih besar dibandingkan CO- dan OH- pada gugus COOH, sehingga gugus OH- akan lebih mudah putus dan menghasilkan radikal H+. radikal H+ yang terbentuk kemudian berikatan dengan 3 molekul C tersier yang terdapat

17

pada enamel gigi yang mengalami diskolorasi. Ikatan ini disebabkan karena 3 molekul C tersier memiliki energi lebih rendah dibandingkan dengan atom C lainnya (C primer dan C sekunder) sehinga C tersier lebih mudah berikatan dengan radikal bebas (atom H+). Ikatan ini menyebabkan terjadinya gangguan konjugasi elektron dan perubahan penyerapan energi pada molekul organik enamel sehingga terbentuk molekul organik enamel dengan struktur tidak jenuh. Setelah radikal H+ dilepaskan, asam elagat melepaskan 4 radikal OH- yang dapat mengganggu struktur tidak jenuh dari enamel tersebut menjadi struktur jenuh dengan warna lebih terang. Hal ini menyebabkan gigi yang mengalami perubahan warna ekstrinsik dapat putih kembali apabila direndam dengan buah jamblang.

2.3.5.2 Asam Malat Asam malat adalah asam alfa hidroksi organik yang banyak terdapat dalam buah-buahan seperti apel. Asam malat juga dapat ditemukan pada hewan dan manusia. Di dalam tubuh manusia, asam malat terdapat dalam bentuk anion malat atau dikenal dengan asam sitrat. Asam sitrat terdapat pada mitokondria dan berperan penting dalam siklus Krebs, berfungsi untuk menghasilkan tenaga (Anonim b, 2011). Asam malat mempunyai sifat sebagai astringen dan bahan pembersih untuk menghilangkan noda pada permukaan gigi (Wahyuningsih, 2011).

18

Gambar 2.3 Struktur kimia Asam Malat (Anonim c, 2011)

2.4 Kekerasan Permukaan Kekerasan permukaan adalah ketahanan suatu bahan atau benda terhadap daya penetrasi suatu beban yang telah dispesifikasikan. Untuk mengetahui nilai kekerasan permukaan suatu benda digunakan alat pengukur kekerasan (ADA, 2006; Baum et al, 1995)

Alat untuk mengukur kekerasan yang sering dipakai ada 5 macam:


1. Brinnel Hardness Tester

Merupakan alat uji tertua yang digunakan. Ujung penguji berupa. Bola kecil dari baja dengan diameter 1,6 mm. ujung penguji ditekankan pada benda selama 30 detik dengan beban tertentu. Hasil identasi dilihat melalui mikroskop. 2. Knoop Hardness Tester Alat uji ini mempunyai ujung penguji berbentuk pyramid yang terbuat dari intan. Alat ini digunakan untuk menguji material yang bervariasi daerah kekerasannya. 3. Rockwell Hardness Tester

19

Alat penguji terbuat dari metal berbentuk bulat, unutuk menguji kekerasan bahan plastic digunakan diameter 12,7 mm. Prinsip pengujiannya dengan menggunakan micrometer. 4. Shore A Hardness Alat ini digunakan untuk mengukur kekerasan elastomer. Batang pengujinya berbentuk silinder dengan diameter 1,6 mm mengecil pada ujugnnya, dengan diameter 0,8 mm. prinsip pengujian dengan menekan ujung penguji ke permukaan benda. Hasil maksimal penekanan dilihat pada skala dan dibaca sebagai nilai kekerasan shore A

5. Vickers Hardness Tester Alat uji kekerasan permukaan ini mempunyai ujung penguji yang terbuat dari intan berbentuk pyramid dengan sudut permukaan 1360. Prinsip pengujiannya adalah dengan menekankan ujung penguji ke permukaan benda dengan beban dan waktu tertentu (Craig, 1993).

You might also like