You are on page 1of 42

ULKUS KAKI DIABETIK

KELOMPOK A-12
ILMAH YANUARTI ILMINA ISTIQNA INDAH JULISA INDRA SAPUTRA INDRA SETIAWAN INDRI HAPSARI INDRIA PARAMITHA INNE NOVA AYU 1102007139 1102007140 1102007141 1102007142 1102007143 1102007144 1102007146 1102007147
1

SKENARIO 1 ULKUS KAKI DIABETIK Seorang laki-laki, 50 tahun dating berobat ke Poliklinik umum dengan keluhan adanya borok di punggung kaki kanan yang tidak sembuh-sembuh sejak 2 minggu yang lalu. Awalnya luka berupa bisul lalu dipencet oleh pasien. Namun sejak 1 minggu yang lalu bisul bukannya sembuh tapi semakin membesar, bernanah dan berbau busuk. Pasien sejak 5 tahun yang lalu mempunyai riwayat penyakit diabetes mellitus, tetapi tidak teratur minum obat. Selain itu sejak 1 bulan yang lalu pasien juga mengeluh kakinya sering kesemutan dan terasa baal. Karena luka ini pasien menjadi ragu untuk melaksanakan sholat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: kesadaran komposmentis, tekanan darah 130/80 mmHg, frekuensi nadi 80 x/menit, frekuensi napas 20 x/menit dan suhu 37,5C. pemeriksaan fisik jantung dan paru dalam batas normal. Dorsum pedis dextra terdapat ulkus berukuran 5x6x2 cm, tepinya tidak teratur, mengeluarkan pus berwarna kuning dan berbau busuk serta tidak terasa nyeri walau luka ditusuk dengan jarum. Pemeriksaan laboratorium: Hb 12 gr/dL, Ht 40%, leukosit 13.000/uL, trombosit 450.000/uL, gula darah sewaktu 320 mg/dL, dan reduksi urin (+++). Dokter menyimpulkan pasien menderita DM tipe 2 dengan ulkus kaki diabetic di dorsum pedis dextra dengan Ankle Brachial Index 1,0 dan menyarankan pasien untuk dirawat kemudian dikonsulkan ke bagian penyakit dalam, bedah, saraf, gigi, mata dan gizi serta pemeriksaan lain untuk memastikan diagnosis dan pengobatan lebih lanjut.

STEP 1 1. Diabetes Melitus : suatu sindrom kronik gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak akibat ketidak cukupan sekresi insulin atau retensi insulin pada jaringan yang dituju. 2. Ulkus : kerusakan lokal, atau ekskavasi permukaan organ atau jaringan yang ditimbulkan oleh terkelupasnya jaringan nekrotik radang. 3. Pus : cairan yang kaya protein hasil peradangan yang terbentuk dari sel leukosit berupa cairan encer dan debris seluler
4. Ankle Brachial Index : perbandingan tekanan darah pada kaki dengan tekanan darah

lengan. Hasilnya untuk prediksi adanya peripheral aterial disease.


5. Gula darah

: produk akhir metabolism karbohidrat dari sumber energy utama makhluk hidup yang dikontrol insulin.

6. DM tipe II : diabetes mellitus yang ditandai dengan puncak onset usia 50-60 tahun, onset bertahap dengan beberapa gejala gangguan metabolisme sperti glikosuria yang tidak memerlukan insulin eksogen. 7. Baal : kehilangan kemampuan untuk merasakan nyeri.

8. Dorsum pedis : permukaan atas kaki, atau permukaan dibalik telapak kaki.

STEP 2 1. Mengapa penderita tidak merasakan nyeri saat ulkus ditusuk dengan jarum? 2. Mengapa borok pada pendertia tidak sembuh-sembuh? Dan apa hubungannya dengan Diabetes mellitus? 3. Mengapa pada pemeriksaan lab didapatkan reduksi urin (+++)? 4. Apa arti dari Ankle Brachial Index 1,0? 5. Mengapa luka semakin membesar, bernanah dan berbau busuk? 6. Faktor apa saja yang menyebabkan gula darah meningkat? 7. Mengapa penderita sering merasa kesemutan? 8. Mengapa dokter menyarankan pasien untuk konsul ke bagian penyakit dalam, bedah, saraf, gigi, mata dan gizi? 9. Apa faktor risiko diabetes mellitus? 10. Apa berbedaan dari DM tipe I dengan DM tipe II? 11. Apa saja komplikasi diabetes mellitus? 12. Apa saja gejala lain dari diabetes mellitus selain yang terdapat pada skenario?

STEP 3

Karena penderita diabetes mellitus mengalami hiperglikemia yang dapat menyebabkan ketoasidosis sehingga darah menjadi asam dan terjadi penekanan pada sistem saraf pusat sehingga saat ditusuk jarum penderita tidak merasakan nyeri. Terjadi peningkatan kadar glukosa, aliran darah terganggu menyebabkan terjadi penurunan kadar O2 sehingga penyembuhan luka terhambat. Karena penderita diabetes mellitus mengalami hiperglikemia, ambang batas filtrasi ginjal terhadap glukosa melewati batas terjadi glukosuria, maka pada pemeriksaan lab reduksi urin (+++). Ankle brachial index 1,0 menujukan evaluasi pembuluh darah masih normal. Karena terjadi peningkatan kadar glukosa serta penurunan kadar O2 membantu pertumbuhan kuman anaerob sehingga luka semakin membesar, berbau busuk dan bernanah. Yang dapat menyebabkan gula darah meningkat : - Intake karbohidrat yang banyak - Gaya hidup - Kurangnya aktifitas fisik - Penurunan kemampuan insulin Karena aliran darah terganggu sehingga penderita sering merasa kesemutan. Karena diabetes mellitus dapat menimbulkan komplikasi yang luas seperti ke saraf, mata, gigi. Serta penangananya tidak terlepas dari kontrol gizi. Faktor resiko diabetes mellitus : - Genetic - Obesitas - Usia Perbedaan DM tipe I dan DM tipe II : - DM tipe I : biasanya autoimun, tergantung insulin. - DM tipe II : karena resistensi insulin, tidak tergantung insulin. Komplikasi dari diabetes mellitus seperti : - Kebutaan - Gagal ginjal - Neuropati diabetikum - Koma Gejala klinis lain diabetes mellitus : - Polidipsi - Poliuria - Polifagia - Mata kabur - Gatal

STEP 4 HIPOTESIS Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronik gangguan metabolisme yang disebabkan oleh gangguan insulin, terjadi hiperglikemia yang dapat menimbulkan gejala-gejala seperti polidipsi, poliuri, polifagia, mata kabur, gatal. Selain itu diabetes mellitus dapat menyebabkan komplikasi yang luas seperti kebutaan, neuropati diabetic, ulkus kaki diabetic, koma, gagal ginjal. Oleh karena itu penatalaksanaanya dibutuhkan konsultasi dari berbagai bagian.

STEP 5 1. Memahami dan menjelaskan anatomi makroskopik dan mikroskopik kelenjar pancreas 1.1 anatomi makroskopik kelenjar pancreas 1.2 anatomi mikroskopik kelenjar pancreas 2. memahami dan menjelaskan peran insulin di dalam tubuh 3. memahami dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi sekresi insulin 4. memahami dan menjelaskan penyakit diabetes mellitus 4.1 definisi diabetes mellitus 4.2 etiologi dan klasifikasi diabetes mellitus 4.3 faktor risiko diabetes mellitus 4.4 patofisiologi diabetes mellitus 4.5 patogenesis diabetes mellitus 4.6 manifestasi klinis diabetes mellitus 4.7 komplikasi diabetes mellitus 5. memahami dan menjelaskan pemeriksaan laboratorium pada diabetes mellitus 6. memahami dan menjelaskan jenis kuman pada ulkus kaki diabetic 7. memahami dan menjelaskan peranan gizi dalam penatalaksanaan diabetes mellitus 8. memahami dan menjelaskan penatalaksanaan diabetes mellitus 8.1 farmakoterapi obat anti diabetes 8.2 pencegahan diabetes mellitus 8.3 prognosis diabetes mellitus 9. memahami dan menjelaskan patofisiologi dan penanganan ulkus pada kaki diabetic 9.1 patofisiologi ulkus kaki diabetic 9.2 penatalaksanaan ulkus kaki diabetic 9.3 pencegahan ulkus kaki diabetic 10. Memahami dan menjelaskan kenajiasan nanah dan darah

STEP 6 MANDIRI

1. Anatomi Makroskopik dan Mikroskopik Kelenjar Pankreas 1.1 Anatomi Makroskopik Kelenjar Pankreas

Pancreas merupakan organ yang memanjang dan terletak pada epigastrium dan kuadran kiri atas. Strukturnya lunak, berlobulus, dan terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum sehingga termasuk organ retroperitonial kecuali bagian kecil caudanya yang terletak dalam ligamentum lienorenalis. a. Bagian pancreas Pancreas dapat dibagi dalam: 1. Caput Pancreatis berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian cekung duodenum. Sebagian caput meluas ke kiri di belakang arteria san vena mesenterica superior serta dinamakan Processus Uncinatus. 2. Collum Pancreatis merupakan bagian pancreas yang mengecil dan menghubungkan caput dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak di depan pangkal vena portae hepatis dan tempat dipercabangkannya arteria mesenterica superior dari aorta. 3. Corpus Pancreatis berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada potongan melintang sedikit berbentuk segitiga. 4. Cauda Pancreatis berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis dan mengadakan hubungan dengan hilum lienale.
9

b. Hubungan 1. Ke anterior: Dari kanan ke kiri: colon transversum dan perlekatan mesocolon transversum, bursa omentalis, dan gaster. 2. Ke posterior: Dari kanan ke kiri: ductus choledochus, vena portae hepatis dan vena lienalis, vena cava inferior, aorta, pangkal arteria mesenterica superior, musculus psoas major sinistra, glandula suprarenalis sinistra, ren sinister, dan hilum lienale. c. Vaskularisasi 1. Arteriae a) a.pancreaticoduodenalis superior (cabang a.gastroduodenalis ) b) a.pancreaticoduodenalis inferior (cabang a.mesenterica cranialis) c) a.pancreatica magna dan a.pancretica caudalis dan inferior cabang a.lienalis 2. Venae Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem porta. d. Aliran Limfatik Kelenjar limf terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar. Pembuluh eferen akhirnya mengalirkan cairan limf ke nodi limf coeliaci dan mesenterica superiores. e. Persyarafan Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan parasimpatis (vagus). f. Ductus Pancreaticus 1. Ductus Pancreaticus Mayor ( W I R S U N G I ) Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke caput, menerima banyak cabang pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke pars desendens duodenum di sekitar pertengahannya bergabung dengan ductus choledochus membentuk papilla duodeni mayor Vateri. Kadang-kadang muara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus choledochus. 2. Ductus Pancreaticus Minor ( S AN T O R I N I ) Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan kemudian bermuara ke duodenum sedikit di atas muara ductus pancreaticus pada papilla duodeni minor.

10

1.2 Anatomi Mikroskopik Kelenjar Pankreas

Pancreas merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin. Kedua fungsi tersebut dilakukan oleh sel-sel yang berbeda.
a. Bagian Eksokrin

Pancreas dapat digolongkan sebagai kelenjar besar, berlobulus, tubuloasinosa kompleks.ASINUS Asinus berbentuk tubular, dikelilingi lamina basal dan terdiri atas 5-8 sel berbentuk piramid yang tersusun mengelilingi lumen sempit. Tidak terdapat sel mioepitel. Di antara asini, terdapat jaringan ikat halus mengandung pembuluh darah, pembuluh limf, saraf dan saluran keluar. Sebuah asinus pancreas terdiri dari sel-sel zimogen (penghasil protein). Ductus ekskretorius meluas ke dalam setiap asinus dan tampak sebagai sel sentroasinar yang terpulas pucat di dalam lumennya. Produksi sekresi asini dikeluarkan melalui ductus interkalaris (intralobular) yang kemudian berlanjut sebagai ductus interlobular.
b. Bagian Endokrin

Bagian endokrin pancreas, yaitu PULAU LANGERHANS, tersebar di seluruh pancreas dan tampak sebagai massa bundar, tidak teratur, terdiri atas sel pucat dengan
11

banyak pembuluh darah. Pulau ini dipisahkan oleh jaringan retikular tipis dari jaringan eksokrin di sekitarnya dengan sedikit serat-serat retikulin di dalam pulau. Dengan cara pulasan khusus dapat dibedakan menjadi:
1. Sel A Penghasil glucagon; fungsi hormone bekerja pada beberapa jaringan untuk

menghasilkan energy yang disimpan sebagai glikogen dan lemak yang didapat melalui glikogenesis dan lipolisis yang akan meningkatkan kadar glukosa darah. Terletak di tepi pulau. Mengandung gelembung sekretoris dengan ukuran 250nm. Batas inti kadang tidak teratur.

2. Sel B Penghasil insulin; bekerja pada beberapa jaringan untuk memasukan

glukosa ke dalam sel dan menurunkan kadar glukosa darah. Terletak di bagian lebih dalam atau lebih di pusat pulau. Mengandung kristaloid romboid atau poligonal di tengah. Mitokondria kecil bundar dan banyak.

3. Sel D Penghasil somatostatin yang menghambat pelepasan hormone dari sel

pulau lainnya melalui kerja parakrin setempat. Terletak di bagian mana saja dari pulau, umumnya berdekatan dengan sel A. Mengandung gelembung sekretoris ukuran 300-350 nm dengan granula homogen.

4. Sel C / PP Menghasilkan polipeptida pancreas.

Terlihat pucat, umumnya tidak bergranula dan terletak di tengah di antara sel B. Fungsinya tidak diketahui.

12

2. Peranan Insulin dalam Tubuh Manusia Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein dengan menurunkan kadar glukosa, asam lemak, dan asam amino dalam darah dan mendorong untuk menyimpan nutrient, dsb. a) Efeknya terhadap karbohidrat

Konsentrasi glukosa darah ditentukan oleh : Faktor yang meningkatkan glokosa darah
Penyerapan dari pencernaan glukosa saluran

Faktor yang menurunkan glukosa darah


Pemindahan glukosa ke dalam sel : Untuk digunakan sebagai sumber energi Untuk disimpan : Sebagai glikogen melalui proses glikogenesis Sebagai trigliserid

Glukosa darah

Pembentukan glikosa oleh hati : Melalui glikogenesis Melalui glikoneogenesi s

Eksresi glukosa melalui urin (dapat terjadi hanya dalam keadaan abnormal, sewaktu kadar glukosa darah terlalu tinggi melebihi batas kemampuan glomerulus untuk reabsorbsi)

Keterangan : Insulin mempermudah masuknya glukosa untuk menembus membran sel ke dalam sel-sel yang tergantung insulin melalui fenomena transporter recruitment (perantara pembawa). Glukosa dapat masuk ke dalam sel hanya melalui pembawa di membran plasma yang dikenal dengan glucose transporter (pengankut glukosa). Pengangkut itu dimasukkan ke dalam membran plasma sebagai respon terhadap peningkatan insulin, sehingga terjadi peningkatan glukosa ke dalam sel. Jika insulin berkurang, pengangkut tersebut sebagian ditarik dari membran sel dan dikembalikan ke simpanan intrasel. Insulin merangsang glikogenesis (pembentukan glikogen dari glukosa) di otot dan hati

13

Insulin menghambat glikogenolisis (penguraian dari glikogen menjadi glukosa) sehingga meningkatkan penyimpanan karbohidrat dan menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati. Penurunan pengeluaran glukosa oleh hati dan menghambat glukoneogenesis (perubahan asam amino jadi glukosa hati) melalui : - Penurunan asam amino dalam darah yang tersedia bagi hati untuk glukoneogenesis - Menghambat enzim-enzim di hati untuk mengubah asam amino menjadi glukosa.

b) Efeknya terhadap lemak Insulin mempunyai efek untuk menurunkan kadar asam lemak darah dan mendorong pembentukan simpanan trigliserid, dengan cara : Meningkatkan transportasi glukosa ke dalam sel jaringan adiposa. Fungsi glokosa yaitu sebagai prekursor untuk pembentukan asam lemak dan gliserol (bahan mentah untuk pembuatan trigliserid) Mengaktifkan enzim-enzim yang mengkatalisis pembentukan asam lemak dari turunan glukosa Meningkatkan masuknya asam lemak dari darah ke dalam sel jaringan adiposa Menghambat lipolisis (penguraian lemak) sehingga terjadi penurunan pengeluaran asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam darah. c) Efeknya pada protein Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein dengan cara : Mendorong transport aktif asam amino darah ke dalam otot dan jaringan, sehingga menurunkan kadar asam amino darah dan menghasilkan bahan pembangun untuk sintesis protein di dalam sel. Merangsang pembentukan perangkat pembuat protein di dalam sel dengan meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino ke dalam protein. Menghambat penguraian protein.

14

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sekresi Insulin Kontrol utama sekresi insulin adalah sistem umpan balik negatif langsung antara sel pankreas dan konsentrasi glukosa dalam darah yang mengalir ke sel-sel tersebut. Peningkatan kadar glukosa darah secara langsung merangsang sintesis dan pengeluaran insulin oleh sel . Sebaliknya, penurunan glukosa darah di bawah normal secara langsung menghambat sekresi insulin. Selain konsentrasi glukosa plasma, berbagai masukan juga berperan dalam mengatur sekresi insulin : Peningkatan kadar asam amino plasma. Melalui mekanisme umpan-balik negatif, peningkatan insulin tersebut meningkatkan masuknya asam-asam amino tersebut ke dalam sel. Hormon pencernaan utama sebagai respon adanya makanan terutama gastric inhibitory peptide. Melalui kontrol ini, sekresi insulin meningkat secara feedforward. Sistem saraf otonom. Pulau-pulau Langerhans dipersarafi oleh banyak serat saraf parasimpatis dan simpatis. Peningkatan aktivitas parasimpatis sebagai respon terhadap makanan merangsang pengeluaran insulin, merupakan mekanisme feedforward sebagai antisipasi terhadap penyerapan zat-zat gizi. Sebaliknya, stimulasi simpatis dan peningkatan epinefrin akan menghambat sekresi insulin.

15

4. Diabetes Mellitus 4.1 Definisi Diabetes Mellitus Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes Association (ADA) 2005).
4.2 Klasifikasi dan Etiologi Diabetes Mellitus

I. DM tipe I (tergantung insulin, insulin dependent/juvenil onset) Yaitu destruksi sel , yang umumnya menjurus ke definisi insulin absolut (mutlak). a. Dapat melalui proses imunologik b. Idiopatik II. DM tipe II (tidak tergantung insulin, non insulin-dependent/maturity onset) Yaitu sekresi terhadap insulin normal meningkat, tetapi sel-sel sasaran insulin kurang peka terhadap hormon ini dibandingkan dengan yang normal. III. DM tipe lain Defek genetik sel Kromosom 12, HNF-1 Kromosom 7, glukokinase Kromosom 20, HNF-4 Kromosom 13, insulin promoter factor 1 (IPF-1) Kromosom 17, HNF-1 Kromosom 2, neuro D1 DNA mitokondria b. Defek genetik kerja insulin Resistensi insulin tipa A Leprechanisme Sindrom Rabson Madenhall Diabetes lipotrofik c. Penyakit eksokrin pancreas Pancreatitis Trauma Neoplasma Fibrosis kistik Hemokromatosis Pancreatopati fibro kalkulus d. Endokrinopati Akromegali
a. 16

e.

f.

g.

h.

Sindrom cushing Feokromositoma Hipertiroidisme somatostatinoma aldosteronoma Obat/zat kimia Vacor Pentamidin Asam nikotinat Glukokortikoid Agonis adrenergik Hormon tiroid Tiazid INF- Infeksi Rubella kongenital CMF Imonologi (jarang) Sindrom stiff-man Antibodi reseptor insulin Sindrom genetik lain Sindrom down Sindrom klinefelter Sindrom turner

IV. Diabetes kehamilan 4.3 Faktor Resiko Diabetes

a.
b. c. d. e.

Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi : Ras dan etnik Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes) Umur. Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM. Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG). Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan BB normal.

Faktor risiko yang bisa dimodifikasi; a. Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2).

b. Kurangnya aktivitas fisik. c. Hipertensi (> 140/90 mmHg). d. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)
17

e. Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes dan DM tipe-2. Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes : a. Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin b. Penderita sindrom metabolik Memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya. 4.4 Patofisiologi Diabetes Mellitus Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelainan yang heterogenik dengan karakter utama hiperglikemia kronis. Meskipun pola pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peran yang kuat dalam munculnya DM ini. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor lingkungan seperti gaya hidup, diet, rendahnya aktivitas fisik, obesitas dan tingginya kadar asam lemak bebas. Pada DM terjadi defek sekresi insulin, resistensi insulin di perifer dan gangguan regulasi produksi glukosa oleh hepar. Defek sekresi insulin Defek sekresi insulin berperan penting bagi munculnya DM. Pada hewan coba, jika sel-sel Beta pankreas normal, resistensi insulin tidak akan menimbulkan hiperglikemia karena sel ini memiliki kemampuan meningkatkan sekresi insulin sampai 10 kali lipat. Hiperglikemia akan terjadi sesuai dengan derajat kerusakan sel Beta yang menyebabkan turunnya sekresi insulin. Pelepasan insulin dari sel Beta pankreas sangat tergantung pada transpor glukosa melewati membran sel dan interaksinya dengan sensor glukosa yang akan menginduksi peningkatan glukokinase. Induksi glukokinase akan menjadi langkah pertama serangkaian proses metabolik untuk melepaskan granul-granul berisi insulin. Kemampuan transpor glukosa pada DM sangat menurun sehingga kontrol sekresi insulin bergeser dari glukokinase ke sistem transpor glukosa. Kelainan yang khas terjadi pada DM adalah ketidakmampuan sel Beta meningkatkan sekresi insulin dalam waktu 10 menit setelah pemberian glukosa oral dan lambatnya pelepasan insulin fase akut. Hal ini akan dikompensasi pada fase lambat dimana sekresi insulin pada DM terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan orang normal. Meskipun terjadi kompensasi, tetapi kadar insulin tetap tidak mampu mengatasi hiperglikemia yang ada atau terjadi defisiensi relatif yang menyebabkan keadaan hiperglikemia sepanjang hari. Hilangnya fase akut juga berimplikasi pada terganggunya supresi produksi glukosa endogen setelah makan dan meningkatnya glukoneogenesis melalui stimulasi glukagon. Selain itu, defek yang juga terjadi pada DM dan kerabatnya adalah gangguan sekresi insulin basal. Normalnya sejumlah insulin basal disekresikan secara kontinyu pada kecepatan 0,5 U/ jam dengan pola berdenyut dengan periodisitas 12-15 menit (pulsasi) dan 120 menit (osilasi). Insulin basal ini dibutuhkan untuk meregulasi kadar glukosa puasa dan menekan produksi glukosa hati. Puncak-puncak sekresi yang berpola ini tidak ditemukan pada penderita DM yang menunjukkan hilangnya sifat sekresi yang berdenyut. Glukosa produk hati
18

Hati merupakan jaringan yang sensitif terhadap insulin. Pada keadaan normal, insulin dan glukosa akan menghambat pemecahan glikogen dan menurunkan glukosa produk hati. Pada DM terjadi peningkatan glukosa produk hati yang tampak pada tingginya kadar glukosa puasa. Mekanisme gangguan produksi glukosa hati belum sepenuhnya jelas. Pada penelitian yang dilakukan pada orang sehat, peningkatan kadar insulin portal sebesar 5 U/ml di atas nilai dasar akan menyebabkan lebih dari 50% penekanan produksi glukosa hati. Untuk mencapai hasil demikian, penderita DM membutuhkan kenaikan kadar insulin portal yang lebih tinggi. Hal tersebut menunjukkan terjadinya resistensi insulin pada hati. Peningkatan produksi glukosa hati juga berkaitan dengan meningkatnya glukoneogenesis akibat peningkatan asam lemak bebas dan hormon anti insulin seperti glukagon. Resistensi insulin Organ target utama insulin adalah otot, hati dan jaringan lemak. Resistensi insulin disinonimkan dengan terganggunya pembuangan glukosa yang distimulasi insulin. Untuk mencapai normoglikemia dibutuhkan kadar plasma insulin yang lebih tinggi sehingga terjadi hiperinsulinemia yang menjadi penanda resistensi insulin. Pada otot dan jaringan lemak ditemukan kelainan kaskade sinyaling insulin yang berakibat gangguan aktivitas transporter glukosa yang diregulasi insulin (GLUT-4). Selain itu pada beberapa kasus didapatkan penurunan aktivitas tirosin kinase dan IRS-1 (Insulin Receptor Substrat-1). Hiperglikemia kronik dan asam lemak bebas yang tinggi turut berperan dalam munculnya resistensi insulin melalui glukotoksisitas dan lipotoksisitas.

19

20

4.5 Patogenesis DM DM tipe I

DM tipe II

4.6 Manifestasi klinis Diabetes Mellitus Gejala klasiknya adalah polyuria (banyak kencing), polydipsia (banyak minum) dan polyphagia (banyak makan). Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan sampai ke urine. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air
21

tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri). Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi). Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi. Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan. Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan sering kencing, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius. Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering kencing dan haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik. 4.7 Komplikasi Diabetes Mellitus Jika tidak tepat ditangani, dalam jangka panjang penyakit diabetes bisa menimbulkan berbagai komplikasi akibat gangguan pembuluh darah. Gangguan bisa terjadi pada pembuluh darah otak (stroke), pembuluh darah mata (gangguan penglihatan), pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), pembuluh darah ginjal (gagal ginjal), serta pembuluh darah kaki (luka yang sukar sembuh/gangren). Penderita juga rentan infeksi, mudah terkena infeksi paru, gigi, dan gusi serta saluran kemih.

22

1. Kardiopati diabetik

Kardiopati diabetik adalah gangguan jantung akibat diabetes. Glukosa darah yang tinggi dalam jangka waktu panjang akan menaikkan kadar kolesterol dan trigliserida darah. Lama-kelamaan akan terjadi aterosklerosis atau penyempitan pembuluh darah. Penyempitan pembuluh darah koroner menyebabkan infark jantung dengan gejala antara lain nyeri dada. Karena diabetes juga merusak sistem saraf, rasa nyeri kadang-kadang tidak terasa. Serangan yang tidak terasa ini disebut silent infraction atau silent heart attack. Menurut Prof dr T Santoso PhD SpPD SpJP KKV dari Subbagian Kardiologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/ RSCM, kematian akibat kelainan jantung dan pembuluh darah pada penderita diabetes kira-kira dua hingga tiga kali lipat lebih besar dibanding bukan penderita diabetes.
2. Gangren dan impotensi

Penderita diabetes yang kadar glukosanya tidak terkontrol respons imunnya menurun. Akibatnya, penderita rentan terhadap infeksi, seperti infeksi saluran kencing, infeksi paru serta infeksi kaki. Banyak hal yang menyebabkan kaki penderita diabetes mudah kena infeksi. Askandar mencontohkan, terkena knalpot, lecet akibat sepatu sesak, luka kecil saat memotong kuku, kompres kaki yang terlalu panas. Infeksi kaki mudah timbul pada penderita diabetes kronis dan dikenal sebagai penyulit gangren atau ulkus. Jika dibiarkan, infeksi akan mengakibatkan pembusukan pada bagian luka karena tidak mendapat aliran darah. Pasalnya, pembuluh darah penderita diabetes banyak tersumbat atau menyempit. Jika luka membusuk, mau tidak mau bagian yang terinfeksi harus diamputasi. . Impotensi juga menjadi momok bagi penderita diabetes. Impotensi disebabkan pembuluh darah mengalami kebocoran sehingga penis tidak bisa ereksi. Impotensi pada penderita diabetes juga bisa disebabkan oleh faktor psikologis atau gabungan organis dan psikologis. Jika masih awal, kurang dari enam bulan, impotensi masih bisa disembuhkan.
3. Nefropati diabetik

Nefropati diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran selaput penyaring darah. Sebagaimana diketahui, ginjal terdiri dari jutaan unit penyaring (glomerulus). Setiap unit penyaring memiliki membran/selaput penyaring. Kadar gula darah tinggi secara perlahan akan merusak selaput penyaring ini. Gula yang tinggi dalam darah akan bereaksi dengan protein sehingga mengubah struktur dan fungsi sel, termasuk membran basal glomerulus. Akibatnya, penghalang protein rusak dan terjadi kebocoran protein ke urin (albuminuria). Hal ini berpengaruh buruk pada ginjal. (Prof dr Wiguno Prodjosudjadi PhD dari Subbagian Nefrologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM). Gangguan ginjal, lanjut Wiguno, menyebabkan fungsi ekskresi, filtrasi dan hormonal ginjal terganggu. Akibat terganggunya pengeluaran zat-zat racun lewat urin, zat racun tertimbun di tubuh. Tubuh membengkak dan timbul risiko kematian.
23

Ginjal juga memproduksi hormon eritropoetin yang berfungsi mematangkan sel darah merah. Gangguan pada ginjal menyebabkan penderita mengalami anemia. Pengobatan progresif sejak dini bisa menunda bahkan menghentikan progresivitas penyakit. Repotnya penderita umumnya baru berobat saat gangguan ginjal sudah lanjut atau terjadi makroalbuminuria (300 mg albumin dalam urin per 24 jam). Pengobatan meliputi kontrol tekanan darah. Tindakan ini dianggap paling penting untuk melindungi fungsi ginjal. Biasanya menggunakan penghambat enzim pengonversi angiotensin (ACE inhibitors) dan atau penghambat reseptor angiotensin (ARBs). Selain itu dilakukan pengendalian kadar gula darah dan pembatasan asupan protein (0,6-0,8 gram per kilogram berat badan per hari). Penderita yang telah sampai tahap gagal ginjal memerlukan hemodialisis atau transplantasi ginjal. Gejala nefropati diabetes baru terasa saat kerusakan ginjal telah parah berupa bengkak pada kaki dan wajah, mual, muntah, lesu, sakit kepala, gatal, sering cegukan, mengalami penurunan berat badan. Penderita nefropati harus menghindari zat yang bisa memperparah kerusakan ginjal, misalnya pewarna kontras yang digunakan untuk rontgen, obat anti-inflamasi nonsteroid serta obat-obatan yang belum diketahui efek sampingnya.
4. Retinopati diabetik

Diabetes juga dapat menimbulkan gangguan pada mata. Yang terutama adalah retinopati diabetik. Keadaan ini, menurut dr Istiantoro SpM dari Bagian Ilmu Penyakit Mata FKUI/RSCM, disebabkan rusaknya pembuluh darah yang memberi makan retina. Bentuk kerusakan bisa bocor dan keluar cairan atau darah yang membuat retina bengkak atau timbul endapan lemak yang disebut eksudat. Selain itu terjadi cabang-cabang abnormal pembuluh darah yang rapuh menerjang daerah yang sehat. Retina adalah bagian mata tempat cahaya difokuskan setelah melewati lensa mata. Cahaya yang difokuskan akan membentuk bayangan yang akan dibawa ke otak oleh saraf optik. Bila pembuluh darah mata bocor atau terbentuk jaringan parut di retina, bayangan yang dikirim ke otak menjadi kabur. Gangguan penglihatan makin berat jika cairan yang bocor mengumpul di fovea, pusat retina yang menjalankan fungsi penglihatan sentral. Akibatnya, penglihatan kabur saat membaca, melihat obyek yang dekat serta obyek yang lurus di depan mata. Pembuluh darah yang rapuh bisa pecah, sehingga darah mengaburkan vitreus, materi jernih seperti agar-agar yang mengisi bagian tengah mata. Hal ini menyebabkan cahaya yang menembus lensa terhalang dan tidak sampai ke retina atau mengalami distorsi. Jaringan parut yang terbentuk dari pembuluh darah yang pecah di korpus vitreum dapat mengerut dan menarik retina, sehingga retina lepas dari bagian belakang mata. Pembuluh darah bisa muncul di iris (selaput pelangi mata) menyebabkan glaukoma.

24

5. Diagnosis dan Pemeriksaan Laboratorium Diabetes Mellitus Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler. 5.1 Diagnosis diabetes mellitus Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994): 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan diperiksa kadar glukosa darah puasa diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok 5.2 Pemeriksaan penyaring Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko DM namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. merupakan tahapan sementara menuju
25

DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari. Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok yang memiliki salah satu faktor risiko DM. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Apabila pada pemeriksaan penyaring ditemukan hasil positif, maka perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa atau dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar. Pemeriksaan penyaring juga dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up. Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring dapat dilihat pada tabel Bukan DM Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dL) Kadar glukosa darah puasa (mg/dL) Plasma vena Darah kapiler Plasma vena Darah kapiler <100 <90 <100 <90 Belum pasti DM 100-199 90-199 100-125 90-99 DM 200 200 126 100

Catatan : Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun. Pemeriksaan gula urin. Pada penderita insulin-dependent diabetes mellitus, urin diperiksa tiap kali sebelum makan dan sebelum tidur untuk membantu kontrol penggunaan insulin. Penderita dengan kadar gula yang stabil cukup melakukannya 2 hari dalam satu minggu, sedangkan pada hari hari lainnya diperiksa urin puasa. Pemeriksaan urin pagi dan malam sudah cukup untuk penderita non-insulin dependent diabetes mellitus, bahkan jika terkontrol cukup diperiksa sekali sehari. Penggunaan tes strip sangat membantu penderita untuk melakukan pemeriksaan-pemeriksaan tersebut di rumah.

Penetapan benda keton urin. Pada umumnya cara-cara yang dipakai tidak menguji adanya 3-hidroksi butirat. Pemeriksaan terhadap benda keton diperlukan secara berkala pada penderita yang unstable. Selain itu juga diperlukan pada penderita IDDM yang sedang menderita penyakit lain dan pada glukosuria persisten dengan kadar gula urin lebih dari 2% (++ +). Penetapan albumin urin Penetapan ini dilakukan sekali atau dua kali setahun, cukup dengan menggunakan strip atau memasak urin hingga mendidih, jika tidak dapat diperiksa dengan cara sulfosalisil.
26

Pemeriksaan-pemeriksaan lain : Glycosylated hemoglobin. Kontrol DM secara keseluruhan dapat dinilai dari penetapankadar glycosylated hemoglobin (HbA1c) yang dalam keadaan normal jumlahnya tidak lebih dari 7% dari Hb total. Pada penderita DM yang kurang terkontrol jumlahnya akan melipat 2-3 kali. Kadar insulin Penetapan kadar insulin dapat mendeteksi adanya resistensi terhadap insulin pada penderita. Pada penderita-penderita ini didapat hiperglikemia walaupun kadar insulin darah tinggi. Kadar C-peptide Untuk menentukan jumlah insulin endogen dapat dilakukanpenetapan kadar Cpeptide. Penetapan kadar C-peptide mengujifaal sel-sel B pulau Langerhans. Pada keadaan normal kadar C-peptide darah puasa adalah 0.9-3.9 ng/ml. Setelah pemberianglukosa (75 g) kadarnya akan meningkat 5-6 kali. Pada kega-galan sel B pulau Langerhans kadar C-peptide rendah atau tidak ada.

27

6. Jenis Kuman pada Ulkus Kaki Diabetik Clostridium Perfringens Toksin: Clostridia menghasilkan sejumlah toksin dan enzim yang menyebabkan penyebaran infeksi. Kebanyakan toksin bersifat mematikan, menyebabkan nekrosis dan hemolisis. Toksin alfaC perfringens tipeA adalah suatu lesitinase (sifatnya sebanding laju pemecahan lesitin, unsur penting dalam selaput sel). Toksin teta mempunyai efek hemolitik dan nekrotik. Juga dihasilkan DNase dan hialuronidase, yaitu suatu kolagenase yang mencerna kolagen jaringan subkutan dan otot. C perfringens menghasilkan enterotoksin (merupakan komponen esensial dari pembungkus spora). Patogenesis : Pada infeksi klostridia yang menyebar, spora mencapai jaringan melalui kontaminasi pada daerah-daerah yang terluka atau saluran usus. Spora berkembang biak pada keadaan potensial reduksi-oksidas rendah, sel-sel vegetatif berkembang, meragikan karbohidrat yang terdapat dijaringan dan membentuk gangrene gas. Peregangan jaringan dan gangguan aliran darah bersama toksin menyebabkan nekrosis dan enzim hialuronidase mempercepat penyebaran infeksi. Nekrosis yang bertambah luas menyebabkan peningkatan pertumbuhan bakteri. Gambaran klinis : Dari luka yang terkontaminasi(misalnya fraktur terbuka, uterus postpartum), infeksi menyebar alam 1-3 hari dan menimbulkan krepitasi pada jaringan subkutan dan otot, secret berbau, nekrosis progresif yang cepat menyebar, demam, hemolisis, toksemia, syok dan kematian. Amputasi dini merupakan salah satu pengobatan. Uji laboratorium diagnostic : Specimen berasal dari luka, pus, jaringan. Adanya bakteri batang gram positif dalam jumlah besar pada usapan yang dicat dengan pengecatan gram gram menunjukan gas gangren oleh karena clostridia. Pengobatan : Aspek yang paling penting adalah debridemen yang cepat dan luas pada area yang terserang dan pembuangan semua jaringan mati yang merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan organisme. Pemberian obat anti mikroba khususnya penicillin dimulai secara bersamaan. Oksigen hiperbarik dapat bermanfaat dapat bermafaat dalam penatalaksanaan medis infeksi jaringan oleg clostridia. Pencegahan dan pengendaliaan : Pembersihan luka dini dan adekuat serta pembedahan debridemen, bersama dengan pemberian obat anti mikroba melawan klostridia (misalnya penicillin).
28

7. Peranan Gizi dalam Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Peranan gizi pada penatalaksanaan Diabetes Melitus o Prinsip terapi gizi medis Melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individu. o Manfaat: 1) Menurunkan berat badan 2) Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik 3) Menurunkan kadar glukosa darah 4) Memperbaiki profil lipid 5) Meningkatkan sensitifitas reseptor insulin 6) Memperbaiki sistem koagulasi darah o Tujuan: 1) Mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal Glukosa puasa 90 130 mg/dl Glukosa darah 2 jam setelah makan 180 mg/dl Kadar A1C 7 % 2) Mencapai dan mempertahankan tekanan darah 130 / 80 mmHg 3) Mencapai dan mempertahankan profil lipid Kolesterol LDL 100 mg/dl Kolesterol HDL 40 mg/dl Trigliserida 150 mg/dl 4) Mencapai dan mempertahankan berat badan senormal mungkin o Faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola makan diabetes: Tinggi badan, berat badan, status gizi, status kesehatan, aktivitas fisik, faktor usia Faktor fisiologis: kehamilan, masa pertumbuhan, gangguan pencernaan pada usia tua Status ekonomi, lingkungan, kebiasaan / tradisi, kemampuan petugas kesehatan o Jenis bahan makanan Karbohidrat Tidak boleh lebih dari 55 65 % dari total kebutuhan energy sehari atau tidak lebih dari 70 % jika dikombinasikan dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA). Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energy sebesar 4 kilokalori.
29

Rekomendasi pemberian karbohidrat: - Kandungan total kalori ditentukan oleh jumah karbohidrat dibandingkan jenis karbohidrat. Dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber karbohidrat. - Jika ditambahkan MUFA sebagai sumber energy, maka jumlah karbohidrat maksimal 70% dari total kebutuhan kalori per hari. - Jumlah serat 25-50 gram/hari - Jumlah sukrosa sebagai sumber energy tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih dari total kalori per hari - Sebagai pemanis dapat digunakan pemanis non kalori seperti sakarin, aspartame, acesulfam, sukrolasa - Pengguna alcohol harus dibatasi. Tidak boleh lebih dari 10 gram per hari. - Fruktosa 60 gram/hari. Protein Jumlah kebutuhan yang direkomendasikan 10 15 % dari total kalori per hari. Pada penderita kelainan ginjal asupan protein dibatasi sampai 40 ram per hari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung energy 4 kilokalori / gram. Rekomendasi pemberian protein: - Kebutuhan protein 15-20% dai total kebutuhan energy per hari - Pada keadaan kadar glukosa darah terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi konsentrasi glukosa darah. Pada keadaan kadar glukosa darah tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8 1,0 mg/kgBB/hari - Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/kgBB/hari dan tidak lebih dari 40 gram - Jika terdapat komplikasi cardiovascular, sumber protein nabati lebih dianjurkan dari protein hewani. Lemak Kandungan energinya 9 kilokalori per gram. Penting untuk vitamin A, D, E, K. Dibagi menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolesterol sangat disarankan pada diabetes karena dapat memperbaiki profil lipid dan normal yang sering dijumpai pada diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA), dapat memperbaiki kadar glukosa darah dan profil lipid. MUFA pada diet diabetes dapat menurunkan kadar trigliserida, kolesterol total, kolesterol VLDL dan meningkatkan kadar kolesterol HDL. Asam lemak tidak jenuh rantai panjang (PUFA), melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit,
30

menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan meningkatkan aktivitas enzim lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jaringan perifer sehingga menurunkan kadar kolesterol LDL. Rekomendasi pemberian lemak: - Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total kebutuhan kalori per hari - Jika kadar kolesterol LDL 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai maksimal 7% dari total kalori per hari - Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL 100 mg/dl, maka maksimal kolesterol yang dapat dikonsumsi 200 mg/ hari - Batasi asupan asam lemak bentuk trans - Konsumsi ikan 1 minggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai panjang - Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori per hari. Kebutuhan kalori Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yai tu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll. Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifkasi adalah sbb: Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus dimodifkasi menjadi : Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg. BB Normal : BB ideal 10 % Kurus : < BBI - 10 % Gemuk : > BBI + 10 % Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh. Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/TB(m2) Klasifkasi IMT* BB Kurang <18,5 BB Normal 18,5-22,9 BB Lebih >23,0 - Dengan risiko 23,0-24,9
31

- Obes I 25,0-29,9 - Obes II >30 8. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus 8.1 Farmakoterapi Diabetes Mellitus Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. 1. Obat hipoglikemik oral (OHO) Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan: A. pemicu sekresi insulin 1. Sulfonilurea Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang. 2. Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. B. Penambah sensitivitas terhadap insulin Tiazolidindion Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala. C. Penghambat glukoneogenesis Metformin Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin
32

dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose) Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan fatulens. Cara Pemberian OHO, terdiri dari: OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal Sulfonilurea generasi I & II : 15 30 menit sebelum makan Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan Penghambat glukosidase (Acarbose) : bersama makan suapan pertama Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan. 2. Terapi insulin Terapi insulin pada pasien DM diberikan secara suntikan IV,IM. 1. Insulin kerja cepat. Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling sebentar. Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam. Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum makan. 2. Insulin kerja sedang. Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan. Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam. 3. Insulin kerja lambat. Contohnya adalah protamin zinc dan glargin yang telah dikembangkan. Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam. Standar internasional: kombinasi bovine+porcine insulin dengan kadar 24 u/mg
33

Indikasi : terutama untuk DM tipe 1, DM tipe 2 yang tidak dapat diatasi hanya dengan diet/antidiabetik oral, pasien DM pascapancreatektomi, DM dengan kehamilan, DM dengan ketoasidosis, koma nonketosis, sebelum tindakan operasi. Tujuan : menormalkan glukosa darah, memperbaiki metabolisme. Pada pasien DM, glukosa darah 90-120 mg/dl. Pada pasien DM glukosa darah 2 jam post prandial <150 mg/dl, HbA1c<7% / 6,5%. 8.2 pencegahan diabetes mellitus Upaya pencegahan penyakit diabetes mellitus dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut a. Pencegahan Primer Cara ini adalah cara yang paling sulit karena sasarannya orang sehat. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mencegah agar DM tidak terjadi pada orang atau populasi yang rentan (risiko tinggi), yang dilakukan sebelum timbul tanda-tanda klinis dengan cara : Makan seimbang artinya yang dimakan dan yang dikeluarkan seimbang disesuiakan dengan aktifitas fisik dan kondisi tubuh, dengan menghindari makanan yang mengandung tinggi lemak karena bisa menyebabkan penyusutan konsumsi energi. Mengkonsusmsi makanan dengan kandungan karbohidrat yang berserat tinggi dan bukan olahan. Meningkatkan kegiatan olah raga yang berpengaruh pada sensitifitas insulin dan menjaga berat badan agar tetap ideal. Kerjasama dan tanggung jawab antara instansi kesehatan, masyarakat, swasta dan pemerintah, untuk melakukan penyuluhan kepada masyarakat b. Pencegahan Sekunder Ditujukan pada pendeteksian dini DM serta penanganan segera dan efektif, sehingga komplikasi dapat dicegah. Hal ini dapat dilakukan dengan skrining, untuk menemukan penderita sedini mungkin terutama individu/populasi. Kalaupun ada komplikasi masih reversible / kembali seperti semula. Penyuluhan kesehatan secara profesional dengan memberikan materi penyuluhan seperti : apakah itu DM, bagaimana penatalaksanaan DM, obatobatan untuk mengontrol glukosa darah, perencanaan makan, dan olah raga. c. Pencegahan Tersier Upaya dilakukan untuk semua penderita DM untuk mencegah komplikasi. Mencegah progresi dari komplikasi supaya tidak terjadi kegagalan organ. Mencegah kecacatan akibat komplikasi yang ditimbulkan. 8.3 prognosis Diabetes mellitus
34

Jika kadar gula darah dan TD bisa dikendalikan dengan baik, maka komplikasi dapat dicegah.

35

9. Patofisiologi dan penanganan Ulkus Kaki Diabetik 9.1 Patofisiologi Ulkus Kaki Diabetik Diabetes seringkali menyebabkan penyakit vaskular perifer yang menghambat sirkulasi darah. Dalam kondisi ini, terjadi penyempitan di sekitar arteri yang sering menyebabkan penurunan sirkulasi yang signifikan di bagian bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang buruk ikut berperan terhadap timbulnya kaki diabetik dengan menurunkan jumlah oksigen dan nutrisi yang disuplai ke kulit maupun jaringan lain, sehingga menyebabkan luka tidak sembuh-sembuh. Kondisi kaki diabetik berasal dari suatu kombinasi dari beberapa penyebab seperti sirkulasi darah yang buruk dan neuropati. Berbagai kelainan seperti neuropati, angiopati yang merupakan faktor endogen dan trauma serta infeksi yang merupakan faktor eksogen yang berperan terhadap terjadinya kaki diabetik. Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik dan faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata mempunyai dampak negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga terhadap metabolisme protein dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran dan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gaangguan peredaran pembuluh darah besar dan kecil., yang mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik, pemberian makanan dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan aliran darah terutama derah kaki. Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi. neuropati juga dapat menyebabkan deformitas seperti Bunion, Hammer Toes (ibu jari martil), dan Charcot Foot. Sirkulasi yang buruk juga dapat menyebabkan pembengkakan dan kekeringan pada kaki. Pencegahan komplikasi pada kaki adalah lebih kritis pada pasien diabetik karena sirkulasi yang buruk merusak proses penyembuhan dan dapat menyebabkan ulkus, infeksi, dan kondisi serius pada kaki. Dari faktor-faktor pencetus diatas faktor utama yang paling berperan dalam timbulnya kaki diabetik adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Infeksi sendiri sangat jarang merupakan faktor tunggal untuk terjadinya kaki diabetik. Infeksi lebih sering merupakan komplikasi yang menyertai kaki diabetik akibat iskemia atau neuropati. Secara praktis kaki diabetik dikategorikan menjadi 2 golongan : A. Kaki Diabetik akibat angiopati / iskemia Penderita hiperglikemia yang lama akan menyebabkan perubahan patologi pada pembuluh darah. Ini dapat menyebabkan penebalan tunika intima hiperplasia membran basalis arteria, oklusi (penyumbatan) arteria, dan hiperkeragulabilitas atau abnormalitas tromborsit, sehingga menghantarkan pelekatan (adhesi) dan pembekuan (agregasi).
36

Selain itu, hiperglikemia juga menyebabkan lekosit DM tidak normal sehingga fungsi khemotoksis di lokasi radang terganggu. Demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid intrasel menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme (bakteri), sukar untuk dimusnahkan oleh sistem plagositosis-bakterisid intraseluler. Hal tersebut akan diperoleh lagi oleh tidak saja kekakuan arteri, namun juga diperberat oleh rheologi darah yang tidak normal. Menurut kepustakaan, adanya peningakatan kadar fripronogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit, akan menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat, dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding arteria yang sudah kaku hingga akhirnya terjadi gangguan sirkulasi. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan/tindakan amputasi. Tanda-tanda dan gejala-gejala akibat penurunan aliran darah ke tungkai meliputi klaudikasi, nyeri yang terjadi pada telapak atau kaki depan pada saat istirahat atau di malam hari, tidak ada denyut popliteal atau denyut tibial superior, kulit menipis atau berkilat, atrofi jaringan lemak subkutan ,tidak ada rambut pada tungkai dan kaki bawah, penebalan kuku, kemerahan pada area yang terkena ketika tungkai diam, atau berjuntai, dan pucat ketika kaki diangkat. B. Kaki Diabetik akibat neuropati Pasien diabetes mellitus sering mengalami neuropati perifer, terutama pada pasien dengan gula darah yang tidak terkontrol. Di samping itu, dari kasus ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembanguya bakteri patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi. Secara klinis dijumpai parestesi, hiperestesi, nyeri radikuler, hilangnya reflek tendon, hilangnya sensibilitas, anhidrosis, pembentukan kalus, ulkus tropik, perubahan bentuk kaki karena atrofi otot ataupun perubahan tulang dan sendi seperti Bunion, Hammer Toes (ibujari martil), dan Charcot Foot. Secara radiologis akan nampak adanya demineralisasi, osteolisis atau sendi Charcot. Neuropati perifer pada kaki akan menyebabkan terjadinya kerusakan saraf baik saraf sensoris maupun otonom. Kerusakan sensoris akan menyebabkan penurunan sensoris nyeri, panas dan raba sehingga penderita mudah terkena trauma akibat keadaan kaki yang tidak sensitif ini.
37

Gangguan saraf otonom disini terutama diakibatkan oleh kerusakan serabut saraf simpatis. Gangguan saraf otonom ini akan mengakibatkan peningkatan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya tonus vaskuler. Hilangnya tonus vaskuler disertai dengan adanya peningkatan aliran darah akan menyebabkan distensi vena-vena kaki dan peningkatan tekanan parsial oksigen di vena. Dengan demikian peran saraf otonom terhadap timbulnya kaki diabetik neuropati dapat disimpulkan sebagai berikut : neuropati otonom akan menyebabkan produksi keringat berkurang, sehingga menyebabkan kulit penderita akan mengalami dehidrasi serta menjadi kering dan pecah-pecah yang memudahkan infeksi, dan selanjutnya timbulnya selullitis ulkus ataupun gangren. Selain itu neuropati otonom akan mengakibatkan penurunan nutrisi jaringan sehingga terjadi perubahn komposisi, fungsi dan keelastisitasannya sehingga daya tahan jaringan lunak kaki akan menurun yang memudahkan terjadinya ulkus. 9.2 Penanganan Ulkus Kaki Diabetik Perabaan Pulsasi Warna Ulkus Kaki neuropati Panas Besar Kemerahan Pada kasus yang terawat dengan baik Kaki neuroiskhemik Dingin Tidak ada Pucat bila diangkat dan merah bila digantung tidak Terbentuk rongga yang berisis cairan serosa

Penanganan yang dilakukan : - tingka 0 (Normal Foot) edukasi kepada pasien - tingkat 1 (High Risk Foot) debridemen jaringan nekrotik (pada jaringan infeksius, perawatan local, pengurangan beban) - tingkat 2 (Ulcerated Foot) debridemen, antibiotik sesuai kultur, perawatan local, pengurangan beban berarti - tingkat 3 (Infected Foot) debridemen jaringan gangrene, amputasi imobiliti, antibiotik parentral. - Tingkat 4 (Necrotic Foot) amputasi sebagian atau seluruhnya 9.3 Pencegahan Ulkus Kaki Diabetik 1) Pencegahan primer Tujuan : untuk mencegah kaki diabetik 2) Pencegahan sekunder Tujuan : untuk pengelolaan holistikus ulkus/gangren diabetik, yaitu dapat dilakukan melalui cara : .a Kontrol metabolik

38

.b

.c

.d

Kadar glukosa darah usahakan senormal mungkin untuk memperbaiki berbagai faktor hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka. Insulin yang dapat menormalisasi kadar glukosa darah] Nutrisi yang baik Kadar albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenisasi jaringan Fungsi ginjal Kontrol vaskular Keadaan vaskular yang buruk akan menghambat kesembuhan luka Kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali dengan cara : - Warna dan suhu kulit - Perubahan arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior dan pengukuran tekanan darah - Evaluasi pembuluh darah seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle preassure, toe preassure, TcPO2, pemeriksaan echodoppler, dan pemeriksaan arteriografi, dengan disertai modifikasi faktor resiko berupa : - Stop merokok - Perbaiki faktor resiko terkait aterosklerosis yaitu hiperglikemi, hipertensi, dan dislipidemia - Terapi farmakologis seperti aspirin untuk pembuluh darah kaki DM - Revaskularisasi yaitu jika kemungkinan kesembuhan luka rendah/klaudikasio intermitten yang hebat Kontrol luka Perawatan luka sejak pertama pasien datang harus dikerjakan dengan baik dan teliti, dengan menggunakan dressing (pembalut) sesuai keadaan dan letak luka. Debridement yang baik dan adekuat akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan oleh tubuh sehingga akan mengurangi produksi pus/cairan dari ulkus/gangren. Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan beranjuk pada proses selanjutnya yaitu granulasi dan kemudian epitalisasi. Untuk menjaga suasana yang kondusif bagi kesembuhan luka dapat dipakai kasa yang diberi salin. Sarana yang dapat digunakan untuk kontol luka yaitu deragraft, apligraft, growth factor, protease inhibitor yang dapat mempercepat luka. Kontrol mikrobiologi Umumnya pola kuman yang polimikrobial, campuran gram positif dan gram negatif dan kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau. Untuk pengibatannya dapat diberikan antibiotik dengan spektrum luas, mencakup gram positif dan negatif (contohnya dari golongan sefalosporin), yang dikombinasi dengan obat untuk kuman anaerob (contohnya metronidazol)
39

.e

.f

Kontrol tekanan Jika kaki masih dipakai untuk berjalan (yaitu kaki yang menahan berat badan), luka yang selalu dapat tekanan tidak dapat sembuh, apalagi luka terletak dibagian plantar. Cara untuk mencapai non-weight bearing : - Removable cast walker - Total contact wasting - Temporary shoes - Felt padding - Crutches (tongkat ketiak untuk jalan) - Wheel chair - Elctric carts Cara surgical untuk mengurangi tekanan pada luka : - Dekrompresi ulkus/abses dengan insisi abses - Koreksi bedah untuk hammer toe, metatarsal head reaction, achilles tendon, leghtening partial calcanectomy. Kontrol edukasi Penyuluhan pada penyandang DM dan ulkus/gangren Rehabilitasi untuk mengurangi kecacatan

40

10. Kenajisan Nanah dan Darah Nanah yang berada disekeliling luka yang hampir sembuh adalah suci, jika tidak diketahui nanah itu telah bercampur dengan darah Darah manusia dan setiap binatang yang memiliki darah memancar ketika dipotong uratnya adalah najis Darah dan nanah dapat termasuk najis yang dimaafkan, sekalipun banyak dengan syarat : Berasal dari orang itu sendiri Bukan atas perbuatan sengaja Najis itu tidak melampaui dari tempat yang biasa

41

DAFTAR PUSTAKA Armstrong, D & Lawrence, A . Diabetic Foot Ulcers,Prevention,Diagnosis and Classification. 1998. http://www.aafp.org/afp/980315ap/armstron.html Eroschenko, Victor. 2003. Atlas Histologi Di Fiore. Jakarta:EGC http://ocw.tufts.edu/ Junquiera,Luiz Carlos. 2007.Histologi Dasar teks dan Atlas. Jakarta: EGC Konsensus Pengelolaan dan dan Pencegahan Diabetes Mellitus tahun 2006 Scobie,N Ian . Atlas of Diabetes Mellitus Ed:3rd. http://www.scribd.com/doc/19543891/Atlas-ofDiabetes-Mellitus-3rd-Ed0415376491 Sherwood, lauralle.2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC Sloanne. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta:EGC Sudoyo, Aru. W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, edisi IV. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

42

You might also like