You are on page 1of 27

Makalah

ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN EPISIOTOMI DAN LASERASI

Dosen: Hasmia Naningsih, SST, M.Keb

Kelompok VII : Nur Afni Nur Ramayanti Nurfiati Raodarul Jannah

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI JURUSAN KEBIDANAN 2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur hanya kepada Allah Azzawa jala, terucap dari lubuk hati penulis yang menghamba. Sungguh, karena Dia-lah karya kecil ini selesai, tumbuh dalam

kesempurnaannya yang tidak sempurna. Selawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad, SAW. cintanya yang agung kepada Sang Pencipta dan kepada sesama makhluk adalah inspirasi cinta sejati yang tak ada bandingnya dalam sejarah umat manusia. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua orang, baik yang terlibat secara langsung maupun tidak. . Bagaimana mungkin merangkum bantuan dan kebaikan sekian banyak orang dalam selembar kertas dengan kalimat yang juga terbatas. Oleh karena itu, sebelumnya penulis minta maaf, jika ada yang tidak disebut. Dengan rendah hati penulis serahkan dan pasrahkan kepada Allah untuk membalas semua kebaikan dan ketulusan yang telah diberikan kepada penulis. Ucapan terima kasih selanjutnya,penulis sampaikan kepada Ibu Hasmia Naningsih, SST, M.Keb. selaku penasihat yang telah meluangkan waktu, memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul Penjahitan Luka Episiotomi/ Laserasi Terakhir, sekaligus yang terpenting adalah pembaca terhormat. Melalui Andalah, makalah ini mudah-mudahan bisa bermakna dan bermetaforfosa menjadi kupukupu yang apapun warnanya bisa mempercantik kehidupan. Kritik, komentar dan saran, penulis terima dengan pikiran terbuka. Semoga dapat bermanfaat. Amin

Kendari, November 2012

Penulis

DAFTAR ISI

Judul Halaman Kata Pengantar Darftar Isi Daftar Gambar i ii iii

BAB I

PENDAHULUAN 1 2 2 3

A. Latar Belakang ................................................................................... B. Masalah ............................................................................................. C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian ............................................................................ BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Ruptur Perineum B. Etiologi C. Rupture Perineum Spontan D. Teknik Menjahit Robekan Perineum E. Ruptur Perineum yang Disengaja (Episiotomi) F. Pemilihan Benang Jahit dalam Episiotomi G. Anastesi Lokal H. Penjahitan Laserasi Perineum dan Luka Episiotomi

4 5 6 7 8 11 14 17

BAB III PENUTUP 1. Simpulan 2. Saran DAFTAR PUSTAKA 25 27

DAFTAR GAMBAR

Judul Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Pengguntingan Perineum Episiotomi Medio-Lateral Pemberian Anastesi Lokal

Halaman 8 11 14

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Episiotomi adalah prosedur bedah minor di mana kulit dan otot-otot yang mendasari daerah perineum-antara vagina dan rektum-dipotong pada saat kala 2 untuk membantu dalam proses melahirkan dengan memperbesar pembukaan jalan lahir dan memungkinkan bayi untuk melalui vagina dengan lebih mudah. Meskipun tindakan episiotomi adalah intervensi yang umum, tapi sebenarnya tindakan ini harusnya bukan menjadi tindakan /intervensi rutin di setiap pertolongan persalinan pervagina, sekitar lebih dari 70% dari semua persalinan per vagina tidak perlu episiotomi. Anda dapat mencoba untuk menghindari kebutuhan akan episiotomi dengan pijat perineum, dan mengontrol nafas serta mengontrol kapan harus mengejan dan kapan tidak. Episiotomi dimulai dengan anesthestic lokal (baik blok saraf atau injeksi epidural) untuk mematikan rasa di daerah dimana pemotongan akan dibuat. Dua jari ditempatkan antara gunting dan kepala bayi untuk perlindungan. Ini diikuti dengan pemotongan secara mediolateral (miring ke satu sisi vagina untuk menghindari otot sfingter anus) atau pemotongan garis pertengahan atau median (potongan lurus kurang dari satu inci arah anus). Memotong memperbesar lubang vagina dan membantu dalam melahirkan bayi Anda.Jika Anda memerlukan forsep atau pengiriman vakum, maka panjang sayatan akan lebih panjang dari yang seharusnya jika bayi Anda lahir tanpa dibantu instrumen. Setelah bayi dan plasenta lahir, maka jalan lahir akan diperiksa untuk setiap robekan yang perlu perbaikan. Sayatan episiotomi dilakukan pada otot, kulit dan kulit perineum vagina dijahit menggunakan jahitan yang dapat diserap (langsung jadi kulit). Biasanya ini membutuhkan

waktu sekitar 10-20 menit. Sayatan dijahit segera setelah melahirkan untuk mencegah kehilangan darah dan mengurangi kemungkinan infeksi. Sayatan median termudah untuk membuat dan memperbaiki, tetapi jika robekannya mellebar maka tidak memberikan perlindungan apapun untuk anus, artinya bisa sampai anusnya iikut robek. Potongan mediolateral lebih sulit untuk memperbaiki namun memberikan perlindungan terbaik terhadap kerusakan pada sfingter anal dan paling sesuai dengan tujuan episiotomi.

B. Masalah Masalah yang diagkat dalam makalah ini yaitu bagaimanakah penjahitan luka episiotomi/ laserasi ?

C. Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan penjahitan luka episiotomi/laserasi.

D. Manfaat Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah : 1. Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang penjahitan luka episiotomi/laserasi. 2. Pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang penjahitan luka episiotomi/laserasi.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Ruptur Perineum Ruptur adalah robekan atau koyaknya jaringan secara paksa, (Dorland, 1994), Perineum adalah bagian yang terletak antara vulva dan anus panjangnya rata-rata 4 cm. Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan dan tak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam tengkorak janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasanya sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang dari pada biasanya, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipitobregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal.

B. Etiologi Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan dimana : 1. kepala janin terlalu cepat lahir 2. persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya

3. sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut 4. pada persalinan dengan distosia bahu Persalinan seringkali menyebabkan perlukaan pada jalan lahir. Perlukaan pada jalan lahir tersebut terjadi pada dasar panggul/perineum, vulva dan vagina, servik uteri, dan uterus

sedangkan ruptur pada perineum spontan disebabkan oleh perineum kaku, kepala janin terlalu cepat melewati dasar panggul, bayi besar, lebar perineum, paritas. Ruptur perineum diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Ruptur Perineum Spontan Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur. 2. Ruptur perineum yang disengaja (Episiotomi) Yaitu luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan atau perobekan pada perineum: Episiotomi adalah torehan yang dibuat pada perineum untuk memperbesar saluran keluar vagina.

C. Rupture Perineum Spontan Luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur. Tingkat robekan perineum dapat dibagi atas 4 tingkatan : a. Tingkat I. Robekan hanya terjadi pada selaput lender vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum sedikit. b. Tingkat II. Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selama mengenai selaput lendir vagina juga mengenai muskulus perinei transversalis, tapi tidak mengenai sfingter ani. c. Tingkat III: Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai mengenai otot-otot sfingter ani. Ruptura perinei totalis di beberapa kepustakaan yang berbeda disebut sebagai termasuk dalam robekan derajat III atau IV. Beberapa kepustakaan juga membagi tingkat III menjadi beberapa bagian seperti :

a) Tingkat III a yaitu robekan < 50 % ketebalan sfingter ani. b) Tingkat III b yaitu robekan > 50% ketebalan sfinter ani. c) Tingkat III c yaitu robekan hingga sfingter ani interna d. Tingkat IV Robekan hingga epitel anus Robekan mukosa rektum tanpa robekan sfingter ani sangat jarang dan tidak termasuk dalam klasifikasi di atas.

D. Teknik Menjahit Robekan Perineum Teknik menjahit robekan perineum antara lain : a. Tingkat I : Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan hanya dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur (continuous suture) atau dengan cara angka delapan (figure of eight). b. Tingkat II : Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat II maupun tingkat III, jika dijumpai pinggir yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing diklem terlebih dahulu kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan. Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut. Kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur. Penjahitan selaput lendir vagina dimulai dari puncak robekan . Terakhir kulit perineum dijahit dengan benang sutera secara terputus-putus. c. Tingkat III : Mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit. Kemudian fasia peirektal dan fasia septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-

ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan diklem dengan klem pean lurus. Kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromil sehingga bertemu kembali.

Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II. d. Tingkat IV : Pasien dirujuk ke fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai.

E. Ruptur Perineum yang Disengaja (Episiotomi) E.1. Definisi Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum.

Episiotomi adalah torehan dari perineum untuk memudahkan persalinan dan mencegah ruptur perienium totalis. Di masa lalu, dianjurkan untuk melakukan episiotomi secara rutin yang tujuannya adalah untuk mencegah robekan berlebihan pada perineum, membuat tepi luka rata sehingga mudah dilakukan penjahitan (reparasi), mencegah penyulit atau tahanan pada kepala dan infeksi tetapi hal tersebut ternyata tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang cukup (Enkin

et al, 2000; Wooley, 1995). Tetapi sebaliknya, hal ini tidak boleh diartikan bahwa episiotomi tidak boleh dilakukan karena ada indikasi tertentu untuk melakukan episiotomi (misalnya, persalinan dengan ekstraksi cunam, distosia bahu, rigiditas perineum). Para penolong persalinan harus cermat membaca kata rutin pada episiotomi karena hal itulah yang tidak dianjurkan, bukan episiotominya. Episiotomi rutin tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan : 1. Meningkatnya jumlah darah yang hilang dan berisiko hematoma. 2. Kejadian laserasi derajat tiga atau empat lebih banyak pada episiotomi rutin dibandingkan dengan tanpa episiotomi. 3. Meningkatnya nyeri pascapersalinan di daerah perineum 4. Meningkatnya resiko infeksi.

E.2. Tujuan Tujuan dilakukannya episiotomi yaitu : a. Episiotomi membuat luka yang lurus dengan pinggir yang tajam, sedangkan,ruptur perineum yang spontan bersifat luka koyak dengan dinding luka bergerigi. Luka lurus dan tajam lebih mudah dijahit dan sembuh dengan sempurna. b. Mengurangi tekanan pada kepala anak. c. Mempersingkat kala II. d. Episiotomi lateralis dan mediolateralis mengurangi kemungkinan ruptur perineum totalis.

E.3. Indikasi Indikasi untuk melakukan episiotomi dapat timbul dari pihak ibu maupun pihak janin. 1. Indikasi janin.

a) Sewaktu melahirkan janin premature. Tujuannya untuk mencegah terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala janin. b) Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, melahirkan janin dengan cunam, ekstraksi vakum, dan janin besar. 2. Indikasi ibu Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga ditakutkan akan terjadi robekan perineum. Misalnya, pada primipara, persalinan sungsang, persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum, dan anak besar. Namun indikasi sekarang yang digunakan untuk melakukan episiotomi telah banyak berubah. Indikasi untuk melakukan episiotomi untuk mempercepat kelahiran bayi bila didapatkan : a. Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan dengan tindakan. b. Penyulit kelahiran pervaginam ( sungsang, distosia bahu, ekstraksi cunam (forcep) atau ekstraksi vakum ) c. Jaringan parut pada perineum atau vagina yang memperlambat kemajuan persalinan. Ada empat macam episiotomi, yaitu sebagai berikut: 1) Episiotomi medialis yang dibuat di garis tengah. 2) Episiotomi mediolateralis dari garis tengah ke samping menjauhi anus. 3) Episiotomi lateralis, 1-2 cm di atas komisura posterior ke samping. 4) Episiotomi Schuchardt, kalau kita melihat ruptur perineum atau episiotomi medialis yang melebar sehingga mungkin menjadi ruptur perineum totalis, maka kita gunting ke samping.

F. Pemilihan Benang Jahit dalam Episiotomi Benang jahit terdiri atas dua macam yaitu sebagai berikut : a) Benang yang dapat diserap (plain catgut): terbuat dari jaringan ikat usus domba yang larut dalam seminggu, namun catgut yang direndam dalam larutan khromik oksida (chromic catgut) lebih lama absorpsinya dan bertahan selama 10-40 hari. Catgut chromic baik untuk penjahitan luka episiotomi dan robekan akibat persalinan. Benang buatan/sintetis (vicryl atau polyglatin 910) juga dapat diserap dalam 60-90 hari. b) Benang yang tidak diserap. Terbuat dari katun, sutera jaringan tumbuh-tumbuhan, logam dan bahan sintetis, serta cenderung menimbulkan reaksi jaringan. Benang yang digunakan untuk menjahit luka perineum adalah cat gut kromik. Cat gut adalah benang yang dapat diserap karena terbuat dari usus sapi yang bahan utamanya terdiri dari kolagen. Kolagen adalah suatu protein asing dalam tubuh manusia dan terurai oleh kerja enzim pencernaan (proteolisis). Cat gut kromik adalah benang cat gut yang telah dikombinasi dengan garam-garaman krom. Fungsi garam-garaman krom adalah menunda proses proteolisis yang menyebabkan cat gut diabsorpsi, sehingga memperpanjang waktu agar benang dapat dipertahankan dalam jaringan bersama-sama selama proses penyembuhan. Cat gut akan diabsorpsi kurang lebih

selama satu minggu dan akan mulai kehilangan kekuatannya setelah 3 hari. Cat gut kromik menunda absorpsi selama 10-40 hari bergantung jumlah garam-garaman yang digunakan, tetapi umumnya dapat mempertahankan kekuatannya selama 2-3 minggu. Jenis dan ukuran benang untuk penjahitan luka perineum. 1. Cat gut kromik 4-0 1) Perbaikan dinding anterior rectum pada laserasi derajat 4. 2) Perbaikan laserasi klitoris. 3) Perbaikan di tempat lain apabila memerlukan benang yang sangat halus. 2. Cat gut kromik 3-0 1) Perbaikan mukosa vagina. 2) Jahitan subkutan. 3) Jahitan subkutikular. 4) Perbaikan laserasi periurethra. 3. Cat gut kromik 2-0 1) Perbaikan sfingter ani ekstra. 2) Perbaikan laserasi serviks. 3) Perbaikan laserasi dinding vagina lateral. 4) Jahitan dalam terputus-putus pada otot pelvis. Benang yang ideal untuk episiotomi/perlukaan jalan lahir adalah 2/0 atau 3/0. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih ukuran diameter benang adalah bahwa otot memerlukan benang yang lebih kuat. Semakin besar nomor benang maka benang semakin halus (misalnya 4-0, 6-0, 8-0). Semakin kecil nomor benang maka semakin berat benang dan semakin kuat tegangan benang (misalnya 2-0, 1-0). Prinsip pengikatan simpul adalah sebagai berikut. 1. Simpul harus terikat kuat.

2. Simpul harus sekecil mungkin. 3. Ujung benang dipotong 1 cm dari simpul. 4. Simpul mati adalah yang terbaik

G. Anastesi Lokal Anastesi lokal diberikan pada setiap ibu yang memerlukan penjahitan laserasi atau episiotomi. Penjahitan sangat menyakitkan dan menggunakan anastesi lokal merupakan asuhan sayang ibu. Jika ibu menggunakan anastesi lokal saat dilakukan episiotomi, lakukan pengujian luka untuk mengetahui bahwa anastesi masih bekerja. Sentuh luka dengan jarum yang tajam atau cubit dengan forseps atau cunam. Jika ibu merasa tidak nyaman, maka ulangi lagi pemberian anastesi lokal sebelum penjahitan.

G.1. Manfaat dan Tujuan Pemberian Anastesi Lokal Manfaat dan tujuan anestesi lokal pada penjahitan laserasi perineum adalah salah satu dari penerapan asuhan sayang ibu. Penjahitan sangat menyakitkan pasienJadi, dengan dilakukannya pemberian anestesi local maka rasa sakit ini dapat diatasi. Memberikan pengalaman yang memuaskan bagi pasien sehingga proses adaptasi psikologis masa nifas

tidak terganggu dengan pengalaman yang tidak menyenangkan saat persalinan. Selain itu anastesi juga memberikan konsep yang positif tentang bidan bagi pasien.

G.2. Peralatan dalam Pemberian Anastesi Lokal Gunakan tabung suntik satu kali pakai dengan jarum ukuran 22 panjang 4 cc. Jarum yang lebih panjang atau tabung suntik yang lebih besar dapat digunakan, tetapi jarum harus berukuran 22 atau lebih kecil tergantung pada tempat yang memerlukan anastesi. Obat standar yang digunakan untuk anastesi lokal adalah 1% lidokain tanpa epineprin (silokain). Jika lidokain 1% tidak tersedia, gunakan lidokain 2% dengan dilarutkan terlebih dahulu dengan air steril dengan perbandingan 1 : 1 (sebagai contoh, larutkan 5 ml lidokain 2% dengan 5 ml air steril untuk membuat larutan lidokain 1%).

G.3. Langkah-langkah Anastesi Lokal Langkah-langkah pemberian anastesi lokal adalah sebagai berikut. 1. Jelaskan pada ibu apa yang akan dilakukan dan bantu ibu untuk merasa santai atau rileks. 2. Masukkan 10 ml larutan lidokain 1% ke dalam alat suntik sekali pakai ukuran 10 ml (jika diperlukan boleh digunakan tabung yang lebih besar), jika lidokain 1% tidak ada, boleh menggunakan lidokain 2%, tetapi dilarutkan dulu dengan perbandingan 1:1 dengan air steril). 3. Tempelkan/pasang jarum suntik ukuran 22 pada tabung suntik tersebut. 4. Tusukkan jarum ke ujung atau pojok luka (laserasi), tarik jarum sepanjang tepi luka (ke arah bawah di antara mukosa dan kulit perineum). 5. Aspirasi (tarik pendorong tabung suntik) untuk memastikan bahwa jarum tidak berada dalam pembuluh darah. Jika darah masuk ke tabung suntik, jangan teruskan penyuntikan dan tarik jarum seluruhnya. Pindahkan posisi jarum dan suntikan kembali (alasan: Ibu

dapat mengalami kejang dan kematian bila lidokain darah).

disuntikkan ke dalam pembuluh

6. Suntikan anestesi sejajar dengan permukaan luka pada saat jarum suntik ditarik perlahanlahan. 7. Tarik jarum sampai ke bawah tempat di mana jarum tersebut disuntikkan. 8. Arahkan lagi jarum ke daerah di atas tengah luka dan ulangi langkah empat. Tusuk jarum untuk ketiga kalinya sehingga tiga garis di satu sisi luka mendapat anastesi lokal. Ulangi proses ini di sisi lain luka tersebut. Setiap sisi luka akan memerlukan kurang lebih 5 ml lidokain 1% untuk mendapatkan anastesi yang cukup. 9. Tunggu selama dua menit dan biarkan anastesi tersebut bekerja dan kemudian uji daerah yang dianastesi dengan cara mencubit dengan forsep atau disentuh dengan jarum yang tajam. Jika ibu merasakan jarum atau cubitan tersebut, tunggu dua menit lagi dan kemudian uji kembali sebelum mulai menjahit luka.

H. Penjahitan Laserasi Perineum dan Luka Episiotomi H.1. Prinsip Dasar Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan pada saat melakukan penjahitan luka episiotomi atau laserasi perineum adalah sebagai berikut. 1. Bidan memiliki penglihatan yang baik terhadap lapang kerja penjahitan perineum. 2. Posisi pasien memungkinkan bidan dapat dengan nyaman dan leluasa melakukan penjahitan, yaitu litotomi. Jika diperlukan dapat ditambahkan pengganjal dibawah bokong dengan ketebalan beberapa cm. 3. Penggunaan cahaya yang cukup terang. 4. Anatomi dapat dilihat dengan jelas. 5. Teknik yang steril.

a) Menggunakan sarung tangan ekstra di atas sarung tangan steril yang telah dikenakan sebelumnya. Tujuannya untuk menghindari kontaminasi ketika melakukan

pemeriksaan rectum, dan setelah selesai melakukan pemeriksaan rectum sarung tangan ekstra ini segera dibuang. b) Mengatur posisi kain steril di area rektum dan dibawahnya sampai di bawah ketinggian meja atau tempat tdur untuk mengupayakan area yang tidak terkontaminasi jika benang jatuh ke area tersebut dan menyeka apapun yang terdapat di tempat tersebut 6. Tindakan cepat. 7. Aseptik dan antisepsis pada daerah episiotomi. 8. Jika luka episiotomi meluas, tangani seperti robekan derajat III dan IV. 9. Jahit mukosa vagina secara jelujur dengan catgut cromic 2-0. 10. Mulai dari sekitar 1 cm di atas puncak luka episiotomi sampai pada batas vagina. 11. Gunakan pinset untuk menarik jarum melalui jaringan vagina. 12. Jahit otot perineum dengan benang 2-0 secara interuptus. 13. Jahit kulit secara intruptus dan subkutikuler dengan benang 2-0. 14. Bekerja hati-hati. 15. Hati-hati jangan sampai kasa/kapas tertinggal dalam vagina. 16. Penjelasan dan pendekatan yang peka terhadap perasaan ibu selama tindakan. 17. Pentingnya tindak lanjut jangka panjang untuk menilai teknik dan pemilihan bahan untuk penjahitan. 18. Pencegahan trauma lebih lanjut yang tidak perlu pada jaringan insisi. Contoh-contoh trauma lebih lanjut yang tidak perlu, seperti berikut : a) Penggunaan jarum bermata (berlubang) yang menggunakan dua helai benang menembus jaringan.

b) Penggunaan jarum dan benang dengan ukuran yang lebih besar dari pada yang diperlukan. c) Penggunaan jarum potong traumatik yang tidak tepat, bukan jarum bundar atraumatik. Jarum potong berbentuk segitiga dan setiap sisinya memiliki sisi pemotong. Jarum ini akan menyebabkan trauma yang lebih besar dari pada jarum yang berbentuk bundar. Jarum bundar ini memiliki titik runcing dan akan melewati jaringan lunak lebih mudah dengan trauma yang lebih sedikit. d) Jumlah pungsi (penusukan) jarum berlebihan yang tidak perlu terjadi. e) Penempatan jahitan yang salah sehingga perlu diangkat atau dijahit lagi. f) Terlalu banyak jahitan dan terlalu rapat. g) Stranggulasi jaringan karena jahitan yang terlalu ketat. Stranggulasi jaringan mengurangi kekuatan jaringan dan jika jahitan terlalu ketat menyebabkan sirkulasi tidak adekuat bahkan dapat menyebabkan jaringan tanggal (lepas). h) Tindakan berulang menyentuh dan membersihkan luka yang tidak perlu. Tujuan dari dilakukannya penjahitan pada laserasi perineum adalah menyatukan kembali jaringan tubuh dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu memastikan hemostatis. Setiap dilakukan penusukan jarum saat menjahit, kita sama saja membuat suatu luka baru pada jaringan, oleh karena itu upayakan jahitan sesedikit mungkin namun dengan hasil perapatan jaringan semaksimal mungkin. Secara umum prosedur untuk menjahit episiotomi sama dengan menjahit laserasi perineum. Jika episiotomi telah selesai, lakukan penilaian secara hati-hati untuk memastikkan lukanya tidak meluas. Semaksimal mungkin, gunakan jahitan jelujur. Jika ada sayatan yang terlalu dalam hingga mencapai otot, mungkin diperlukan penjahitan secara terputus untuk merapatkan jaringan.

H.2. Teknik Jahitan Jelujur Keuntungan teknik jelujur yaitu. 1. Mudah dipelajari (hanya perlu belajar satu jenis dan satu atau dua jenis simpul). 2. Tidak terlalu nyeri karena lebih sedikit benang yang digunakan

3. Menggunakan lebih sedikit jahitan.

H.3. Persiapan Penjahitan Persiapan yang perlu dilakukan ketika akan dilakukan penjahitan diantaranya adalah : 1. Bantu pasien mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada di tepi tempat tidur atau meja. Topang kakinya dengan alat penopang atau minta anggota keluarganya untuk memegang kaki pasien sehingga tetap berada dalam posisi litotomi. 2. Tempatkan handuk atau kain bersih dibawah bokong pasien 3. Jika mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehingga perineum dapat terlihat lebih jelas. 4. Gunakan teknik aseptik pada saat memeriksa robekan atau episiotomi, berikan anastesi lokal dan jahit luka. 5. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir. 6. Pakai sarung tangan DTT dan steril 7. Dengan menggunakan teknik aseptik, persiapkan peralatan dan bahan DTT untuk penjahitan. 8. Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah dilihat dan penjahitan dilakukan tanpa kesulitan. 9. Gunakan kain kassa DTT untuk menyeka vulva, vagina, dan perineum pasien. 10. Periksa vagina dan perineum secara lengkap. Patikan bahwa laserasi merupakan laserasi derajat satu dan dua. Jika laserasinya dalam atau luka episiotominya meluas, periksa lebih jauh dan pastikan bahwa tidak terjadi robekan derajat tiga atau empat. Masukan jari yang

sudah bersarungtangan ekstra kedalam anus dengan hati-hati dan angkat jari tersebut secara perlahan untuk mengidentifikasi sfingter ani. Raba tonus atau ketegangan sfingter. Jika sfingter terluka, pasien mengalami laserasi derajat tiga atau empat dn harus dirujuk. 11. Lepaskan sarung tangan ekstra yang tadi telah digunakan untuk memeriksa rektum , lalu buang. 12. Berilah anastesi lokal. 13. Siapkan jarum (pilih jaru yang batangnya bulat, tidak pipih) dan benang. Gunakan benang cat gut kromik no 2-0 atau 3-0. 14. Tempatkan jarum pada pegangan jarum dengan sudut 90 derajat, lalu jepit jarum tersebut.

H.4. Langkah-langkah Penjahitan Laserasi pada Perineum Langkah-langkah penjahitan laserasi pada perineum adalah sebagai berikut. 1. Cuci tangan secara saksama dan gunakan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril. Ganti sarung tangan jika sudah terkontaminasi atau jika tertusuk jarum maupun peralatan tajam lainnya. 2. Pastikan bahwa peralatan dan bahan-bahan yang digunakan untuk melakukan penjahitan sudah didisinfeksi tingkat tinggi atau steril. 3. Setelah memberikan anastesi lokal dan memastikan bahwa daerah tersebut telah dianastesi, telusuri dengan hati-hati dengan menggunakan satu jari untuk secara luas menentukan batas-batas luka. Nilai kedalaman luka dan lapisan jaringan yang terluka.Dekatkan tepi laserasi untuk menentukan bagaimana cara menjahitnya menjadi satu dengan mudah. 4. Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm di atas ujung laserasi di bagian dalam vagina. Setelah membuat tusukan pertama, buat ikatan dan potong pendek benang yang lebih pendek dari ikatan. 5. Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah ke arah cincin himen.

6. Tepat sebelum cincin himen, masukan jarum ke dalam mukosa vagina lalu ke bawah cincin himen sampai jarum berada di bawah laserasi. Periksa bagian antara jarum di perineum dan bagian atas laserasi. Perhatikan seberapa dekat jarum ke atas puncak luka. 7. Teruskan ke arah bawah,tetapi tetap pada luka, hingga jelujur mencapai bagian bawah laserasi. Pastikan bahwa jarak antara jahitan sama dan otot yang terluka telah dijahit. Jika laseiSsi meluas ke dalam otot, mungkin perlu melakukan satu atau dua lapisan putusputus untuk menghentikan perdarahan dan atau mendekatkan jaringan tubuh secara efektif. 8. Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum ke atas dan teruskan penjahitan dengan menggunakan jahitan jelujur untuk menutup jaringan subkutikuler.Jahitan ini akan menjadi jahitan lapis kedua. Periksa lubang bekas jarum tetap terbuka berukuran 0,5 cm atau kurang. Luka ini akan menutup dengan sendirinya saat penyembuhan luka. 9. Tusukkan jarum dari robekan perineum ke dalam vagina. Jarum harus keluar dari belakang cincin himen. 10. Ikat benang dengan membuat simpul di dalam vagina. Potong ujung benang dan sisakan sekitar 1,5 cm. Jika ujung benang dipotong terlalu pendek, simpul akan longgar dan laserasi akan terbuka. 11. Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan tidak ada kasa atau peralatan yang tertinggal di dalam. 12. lembut, masukkan jari paling kecil ke dalam anus. Raba apakah ada jahitan pada rektum. Jika ada jahitan yang teraba, ulangi pemeriksaan rektum enam minggu pascapersalinan. Jika penyembuhan belum sempurna (misalnya jika ada fistula rektovaginal atau ibu melapor inkontinensia alvi atau feses), ibu segera dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan. 13. Cuci daerah genital secara lembut dengan sabun dan air disinfeksi tingkat tinggi,kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang nyaman.

14. Nasihati ibu untuk melakukan hal-hal berikut. a) Menjaga perineumnya selalu bersih dan kering. b) Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineum. c) Cuci perineumnya dengan sabun dan air bersih yang mengalir tiga sampai empat kali per hari. d) Kembali dalam seminggu untuk memeriksakan penyembuhan lukanya. Ibu harus kembali lebih awal jika ia mengalami demam atau mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari daerah lukanya atau jika daerah tersebut menjadi lebih nyeri.

BAB III PENUTUP

A. Simpulan Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum. Tujuan dilakukannya episiotomi yaitu : e. Episiotomi membuat luka yang lurus dengan pinggir yang tajam, sedangkan,ruptur perineum yang spontan bersifat luka koyak dengan dinding luka bergerigi. Luka lurus dan tajam lebih mudah dijahit dan sembuh dengan sempurna. f. Mengurangi tekanan pada kepala anak. g. Mempersingkat kala II. h. Episiotomi lateralis dan mediolateralis mengurangi kemungkinan ruptur perineum totalis. Meskipun tindakan episiotomi adalah intervensi yang umum, tapi sebenarnya tindakan ini harusnya bukan menjadi tindakan /intervensi rutin di setiap pertolongan persalinan pervagina, sekitar lebih dari 70% dari semua persalinan per vagina tidak perlu episiotomi. Anda dapat mencoba untuk menghindari kebutuhan akan episiotomi dengan pijat perineum, dan mengontrol nafas serta mengontrol kapan harus mengejan dan kapan tidak. Episiotomi dimulai dengan anesthestic lokal (baik blok saraf atau injeksi epidural) untuk mematikan rasa di daerah dimana pemotongan akan dibuat. Dua jari ditempatkan antara gunting dan kepala bayi untuk perlindungan. Ini diikuti dengan pemotongan secara mediolateral (miring ke satu sisi vagina untuk menghindari otot sfingter anus) atau pemotongan garis pertengahan atau median (potongan lurus kurang dari satu inci arah anus). Memotong memperbesar lubang vagina dan membantu dalam melahirkan bayi Anda.Jika Anda memerlukan forsep atau pengiriman vakum, maka panjang sayatan akan

lebih panjang dari yang seharusnya jika bayi Anda lahir tanpa dibantu instrumen. Setelah bayi dan plasenta lahir, maka jalan lahir akan diperiksa untuk setiap robekan yang perlu perbaikan. Sayatan episiotomi dilakukan pada otot, kulit dan kulit perineum vagina dijahit menggunakan jahitan yang dapat diserap (langsung jadi kulit). Biasanya ini membutuhkan waktu sekitar 10-20 menit. Sayatan dijahit segera setelah melahirkan untuk mencegah kehilangan darah dan mengurangi kemungkinan infeksi. Sayatan median termudah untuk membuat dan memperbaiki, tetapi jika robekannya mellebar maka tidak memberikan perlindungan apapun untuk anus, artinya bisa sampai anusnya iikut robek. Potongan mediolateral lebih sulit untuk memperbaiki namun memberikan perlindungan terbaik terhadap kerusakan pada sfingter anal dan paling sesuai dengan tujuan episiotomi.

B. Saran Sebagai calon bidan yang profesional, sudah merupakan keharusan bagi kita yang tidak boleh ditawar lagi untuk mengetahui dan terampil melakukan penjahitan luka episiotomi seraya berkomunikasi dengan begitu baik pada ibu sehingga ibu mampu melewati persalinan kala II dan episiotomi ,persalinan kala III dan IV ,serta ibu mampu mengatasi ketakutannya saat dilakukan penjahitan luka episiotomi/ laserasi Dalam praktiknya ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu : 1. Tidak perlu menjahit laserasi derajat satu yang tidak mengalami perdarahan dan dapat mendekat dengan baik. 2. Gunakan seminimal mungkin jahitan untuk mendekatkan jaringan dan memastikan hemostasis. 3. Selalu gunakan teknik aseptik.

4. jika ibu mengeluh sakit pada saat dilakukan penjahitan. Berikan lagi anastesi lokal untuk memastikan kenyamanan ibu, inilah yang disebut asuhan sayang ibu.

DAFTAR PUSTAKA

Saifudin, Abdul Bari. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiohardjo.edisi 4. Jakarta . PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2008 Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu kandungan. Edisi 2. Jakarta.Yayasan Bina Sarwono Prawirohardjo. 2005 Kamus kedokteran Dorlan. Jakarta . EGC. 1994 Snell, Richard S. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Jakarta. EGC. 2000 Wiknjosastro , Hanifa. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi Pertama. Jakarta. Yayasan Bina Sarwono Prawirohardjo.2007 Cunningham FG et al. William Obstetrics. 22nd . New York. McGraw-Hill.2005 DEPKES RI. Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. 2008 Sulistyawati Ari, Nugraheny E. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Jakarta : Salemba Medika

You might also like