You are on page 1of 6

Gallstones

Sumber : Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology 2nd Edition

Cholelithiasis merupakan salah satu dari gastrointestinal disease yang paling umum. Sebagian besar pasien dengan gallstone bersifat asimptomatik. Manifestasi klinis dari gallstone dapat berupa episodic pain, acute cholecystitis, atau obstructive jaundice, cholangitis, dan pancreatitis. Tiga komplikasi terakhir tersebut dihasilkan dari gallstone yang bermigrasi kedalam common bile duct. Classification Gallstone biasanya diklasifikasikan sebagai kolesterol atau pigment stone, hal ini didasarkan oleh 2 alasan. Pertama, stones mengandung hanya satu komponen atau dapat dikatakan bahwa komponen lainnya bersifat tidak umum. Kedua, pigment stones terbagi menjadi dua kelompok utama dengan pathogenesis yang berbeda: Black pigment stones terdiri atas polimer dari bilirubin dengan jumlah yang besar dari mucin glikoprotein . Sedangkan garam kalsium dari unconjugated bilirubin (calcium bilirubinate) membuat komponen utama dari brown pigment stones. Pathogenesis A. Cholesterol Stones Tiga unsur utama dari normal bile adalah kolesterol, asam empedu, dan fosfolipid, yang mana lebih dari 90% nya merupakan lecithin. Sebagian besar biliary cholesterol berasal dari de novo hepatic synthesis dibandingkan yang berasal dari sekresi kolesterol yang dikonsumsi. Primary bile acid, yakni chenodeoxycholic acid dan cholic acid, disekresikan ke dalam bile setelah dikonjugasi di liver dengan taurine dan glycine. Primary bile acid yang telah terkonjugasi kemudian di reabsorpsi didalam terminal ileum via sirkulasi enterohepatik, dan beberapa jumlah kecil lainnya dikonjugasikan kembali oleh bakteri yang terdapat di bagian distal bowel. Bile acid yang di dekonjugasikan tersebut kemudian di reabsorpsi, atau di dehidroksilasi oleh bakteri yang terdapat di kolon, yang kemudian akan membentuk secondary bile acid, yakni deoxycholic acid dan lithocholic acid. Kolesterol bergantung pada solubilitasnya didalam bile pada pembentukan dari mixed micelles yang mengandung kolesterol, bile acid dan lecithin. Pembentukan micelles didasarkan pada kemampuan dari molekul lipid untuk menyesuaikan diri, sehingga daerah hydrophilic mereka membentuk external environment dan daerah hydrophobic membentuk internal environment. Sebagai tambahan pada miscelles, phospholipid dan kolesterol didalam bile akan membentuk spherical bilayer, atau vesicles, yang mana hydrophobic portion akan selaras di bagian dalam, dan hydrophilic

di bagian luar. Dengan peningkatan konsentrasi dari kolesterol di dalam vesicles, kemudian vesicles tersebut akan berfusi menjadi bentuk multilamellar vesicles, dan selanjutnya akan mengalami nukleasasi menjadi bentuk yang solid. Hal yang penting dari pembentukan cholesterol gallstone adalah sintesis bile oleh hati dengan keadaan supersaturated cholesterol concentration. Pada pasien dengan equivalent degree of supersaturation, dimana bile akan membentuk kristal kolesterol pada kecepatan yang bervariasi, hal ini mengindikasikan keberadaan faktor lain yang berkontribusi pada pembentukan stone tersebut. Biliary protein, termasuk mucous glycoprotein, muncul untuk memainkan sebuah peran sebagai promoter dari nucleation dari kristal kolesterol. Peran tambahan telah dianggap berasal dari gangguan motilitas gallbladder pada pasien dengan supersaturated bile, mengarah pada stasis dan peningkatan pembentukan dari gallstone. Prekursor pada pembentukan stones pada beberapa pasien merupakan biliary sludge, terdiri atas viscous mucoprotein yang mengandung kristal kolesterol. Sludge dapat terlihat secara sonografi dan mungkin satu-satunya keabnormalitasan pada pasien dengan biliary pain, pancreatitis, atau cholangitis. B. Pigment Stones Black pigment stones terbentuk utamanya di gallbladder pada pasien dengan cirrhosis atau chronic hemolytic disease, seperti sickle cell anemia. Sedangkan brown pigment stones, dibentuk di gallbladder atau di bile duct, utamanya bile duct stones merupakan tipe ini. Infeksi bakteri, penyebab tersering untuk pembentukan dari primary bile duct stones, mengarah ke dekonjugasi dari bilirubin oleh bacterial -glucuronidases. Bilirubin yang ter dekonjugasi, kemudian berikatan dengan kalsium untuk membentuk insoluble calcium bilirubinate, yang nantinya akan menjadi nidus dari pembentukan primary duct stone.

Risk Factor Increasing age Female gender Pregnancy Estrogen Obesity Ethnicity (native Americans)

Cirrhosis Hemolytic Anemia (sickle cell disease) Total parenteral nutrition

Clinical Findings Sebagian besar orang yang memiliki gallstone (mendekati 80%) bersifat asimptomatik. Gambaran klinis pada pasien yang memiliki gejala antara lain seperti episodic pain dengan tingkat keparahan dan frekuensi yang bervariasi, acute cholecystitis, dan komplikasi yang dihubungkan kepada migrasi dari gallstone kedalam bile duct, seperti pain, jaundice, cholangitis, dan pancreatitis. Signs and Symptoms 1. Cystic duct obstruction Sebagian besar dari nyeri yang dihasilkan oleh gallstones terjadi ketika stones mengobstruksi cystic duct. Rasa nyeri yang muncul dari gallstone biasanya terasa dibagian right upper quadrant atau dibagian epigastrium. Nyeri dari bagian right upper quadrant tersebut juga menjalar ke sekitar sisi kanan dari punggung atau sisi kanan bahu. Sedangkan nyeri yang muncul pada bagian epigastrium dapat menjalar ke sisi kanan. Nyeri yang disebabkan oleh Gallstone dikarakteristikan dengan munculnya kram, kolik, dan nyerinya terus-terusan, dan nyeri ini sering di deskripsikan sebagai biliary colic . Banyak pasien yang merasakan nyeri tersebut selama 15 menit sampai 2 jam setelah makan, dengan makanan yang berlemak yang paling sering menyebabkan nyeri tersebut. Durasi dari biliary colic bisa berlangsung dari mulai beberapa menit sampai dengan 1-4 jam atau bahkan lebih lama lagi. Diiringi juga dengan adanya mual, dengan atau tanpa adanya muntah. Right upper quadrant tenderness biasanya muncul pada pasien dengan episode yang sering dari biliary colic dan biasanya apabila tenderness sudah muncul, maka mengindikasikan adanya inflamasi kronis dari gallbladder. 2. Acute cholecystitis Tidak seperti biliary colic, dimana pada keadaan ini terjadi obstruksi yang sudah berkepanjangan dari cystic duct, sehingga menyebabkan distensi gallbladder dan adanya proses inflamasi yang melibatkan sejumlah mediator seperti

prostaglandin dan mediator lainnya. Nyeri yang dihasilkan dari keadaan ini juga berbeda dari biliary colic, baik dalam hal intensitasnya serta lama durasinya yang mencapai lebih dari beberapa jam. Mual dan muntah juga seringkali muncul, dan pain terlokalisasi di bagian right upper quadrant. Pemeriksaan fisik pada pasien dengan acute cholecytitis menunjukan adanya right upper quadrant tenderness yang kemudian meluas ke epigastrium serta adanya Murphys sign . Serum liver test dapat menunjukan ada sedikit keabnormalitasan, namun peningkatan pada serum ini juga dapat meningkatkan adanya kemungkinan terjadinya obstruksi pada bile duct, yang mungkin terjadi seiring atau sebagai pengganti dari acute cholecystitis. 3. Bile duct obstruction Nyeri yang muncul dari obstruksi bile duct oleh gallstone mirip seperti nyeri yang disebebkan oleh obstruksi pada cystic duct. Apabila obstruksi pada bile duct oleh stone berada pada durasi dan tingkat keparahan yang cukup, maka jaundice dapat muncul. Apabila obstruksi dari bile duct diiringi dengan adanya infeksi yang menyebabkan cholangitis, maka fever akan semakin parah. Pada keadaan ini, suhu tubuh seringkali lebih tinggi daripada pasien yang mengalami cholecystitis, dimana suhu dapat melebihi 40o . Pemeriksaan fisik pada pasien dengan obstruksi bile duct yang disebabkan stones dikarakteristikan dengan less abdominal tenderness dibandingkan pada pasien dengan inflamasi gallbladder. Fever dan jaundice dapat muncul. Murphys sign tidak ada. Sebagian besar pasien dengan obstruksi ini memiliki peningkatan enzim hati, walaupun gejala yang muncul bersifat transien. Derajat elevasi enzim pada pasien dengan obstruksi bile duct jauh lebih tinggi daripada yang terlihat pada pasien dengan obstruksi cystic duct. Pada acute bile duct obstruction, dimana alanine aminotransferase (ALT) dan aspartate aminotransferase (AST) meningkat dengan cepat, dan dapat mencapai atau melebihi sekitar 10 kali batas atas normalnya. Walaupun obstruksi berlangsung terus-menerus,, namun enzim ini kemudian akan turun kembali secara cepat mencapai angka normal, sebaliknya level alkaline phosphatase secara cepat akan naik. Hyperbilirubinemia tidak akan muncul apabila obstruksi bersifat transient. Diagnostic Studies

1. Ultrasonography Merupakan prosedur diagnosis pada pasien yang diduga mengalami cholelithiasis, dimana sensitivitasnya dalam mendeteksi adanya gallstone mencapai lebih dari 96%. Karakteristik dari finding nya adalah adanya echogenic focus. Mobilitas dari echogenic focus dapat membantu untuk membedakan gallstones dari gangguan lain seperti polyp. Ultrasonography juga akan menunjukan penebalan dinding gallbladder, konformasi, dan ukurannya, yang dapat merefleksikan derajat dari akut maupun kronik inflamasi. Ultrasonography juga dapat secara akurat mengidentifikasi common bile duct dilatation. Common bile duct stones dapat diidentifikasi melalui ultrasonography, walaupun sensitivitasnya tidak lebih dari 50%. 2. Oral cholecystography Pada kondisi yang tidak umum, dimana oral cholecystography dapat mendeteksi stones ketika sonographic studies menunjukan negative. Oral cholecystography juga berguna dalam memeriksa pasien untuk menjalani nonsurgical therapy of gallstones, karena dia dapat menyediakan informasi mengenai fungsi gallbladder, ukuran dan jumlah gallstones, dan komposisi dari gallbladder. 3. Computed tomography (CT) CT jarang sekali digunakan untuk primary screening untuk gallstones. CT kurang sensitive dan jauh lebih mahal daripada metode screening lainnya. Bagaimanapun juga, CT dapat memvisualisasikan gallstone dan system biliary yang digunakan pada pasien yang diduga mengalami obstruksi biliary. 4. Magnetic resonance imaging (MRI) Dalam beberapa tahun ini MRI telah meningkat penggunaannya untuk mendeteksi bile duct stones dengan penggunaan T2-weighted images. Adaptasi MRI ini, disebut juga sebagai magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) yang memiliki sensitivitas mendekati 85% untuk bile duct stones. MRCP merupakan pilihan yang tepat ketika terdapat kecurigaan yang lemah pada bile duct stones, sebelum dilakukannya laparoscopic cholecystectomy, karena negative MRCP dapat meniadakan kebutuhan ERCP. Teknik ini dalam mendeteksi adanya gallbladder stones dapat dikatakan akurat, namun perannya pada pasien dengan negative ultrasound belum diketahui. 5. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ECRP)

Dapat digunakan untuk mendiagnosis gallstone di dalam gallbladder ketika pemeriksaan noninvasive imaging studies menyatakan negative, namun jarang hal ini dilakukan hanya untuk tujuan tersebut.

You might also like