You are on page 1of 3

NAGABONAR JADI SEKJEND DPR RI

Bechta Perkasa Asky, M.A. Pengurus Lembaga Citra Demokrasi Indonesia (CDI) 0852 6179 3725 0878 6976 1545

Terlalu banyak energi anak bangsa yang akan terkuras untuk mengikuti dari media perdebatan kebenaran antara Marzuki Ali, Ketua DPR RI dan Nining Indra Saleh, Sekretaris Jenderal DPR RI dalam perang klarifikasi proyek renovasi ruang Badan Anggaran (BA) DPR RI yang dengan ukuran 10m x 10 m, menghabiskan anggaran sebesar 20,3 milyar uang negara . Dapat dipahami bahwa kedua kubu akan berusaha melakukan perlawanan sekeras mungkin kepada rivalnya, semata-mata bahwa kasus ini karena perlahan tapi pasti, telah masuk ke ranah publik nasional dan juga internasional. Terlebih, bila dilanjutkan ke ranah hukum, bukan tidak mungkin akan ada hukuman badan yang harus dijalani. Sungguh suatu cara menghabiskan masa tua dengan cara yang sangat tidak cerdas. Maka atmosfer perpolitikan nasional sekali lagi akan disuguhi perang pernyataan dan argumentasi mengenai permasalahan renovasi ruang BA tersebut. Serta merta tidak ada pengakuan kesalahan dalam perang tersebut. Dan terjadilah, untuk suatu objek yang sama, tidak ada kepastian definisi terhadap objek tersebut. Bila satu pihak mengatakan bahwa warna objek tersebut adalah kuning, maka dengan rumus yang dipaksakan, dinyatakanlah oleh pihak yang lain bahwa objek tersebut berwarna biru. Keduanya sama-sama mengklaim kebenaran. Adakah yang salah bila Sekjend DPR RI merespon harapan para anggota DPR RI, khususnya mereka yang bertugas di BA yang akan bekerja menguras energi, fikiran dan bahkan jiwa mereka untuk membangun Republik ini ? Bukankah tugas Sekretariat Jenderal DPR RI adalah memberikan bantuan teknis, administratif dan keahlian kepada anggota DPR RI ? Bukankah pekerjaaan para anggota BA adalah bagaikan pekerjaan para malaikat yang bertugas mengatur hidup, kehidupan, rezeki dan kesejahteraan makhluk-mahkluk hidup di wilayah geografis yang disebut Indonesia ? Pekerjaan mereka bukan pekerjaan sesederhana para petani ataupun nelayan. Sekedar bahwa mereka akan mendapat hasil yang akan dimanfaatkan untuk kehidupan keluarga mereka saja. Dan perlu diketahui, dengan segala kompleksitasnya, malaikat tak pernah dapat terbayar, apalagi cuma sekedar dua puluh milyar, walah, angka yang sangatsangat kecil. Mereka butuh kondisi dan suasana yang cukup prima. Jelas dan tak dapat dibantah, titik. Lagipula, keinginan untuk merenovasi ruang BA bukan kemauan dan kehendak Sekjend. Mereka hanya menjadi bagian yang bertugas mendukung kinerja para anggota Dewan yang terhormat. Bukankah seluruh alur prosedur sudah dijalankan secara tertib dan teratur ? Dan apakah ada kekeliruan bila pekerjaan seperti ini harus diserahkan kepada para professional, yang wajar toh kalau mereka harus dibayar mahal ? Demikian juga, pihak Ketua DPR RI yang notabene adalah Ketua BURT juga mengajukan logika yang sulit untuk dapat disalahkan. Mengapa Ketua harus terus menerus disalahkan dan dipojokkan, bukankah sudah ada Delegation of Authority ? Buat apa guna Delegation of

Authority yang diberikan kepada para wakil ketua lainnya pada saat Ketua harus berhalangan hadir dalam rapat-rapat BURT ? Apakah sebagai Ketua, diwajibkan untuk mengetahui segala sesuatunya hingga detail-detail sekali ? bukankah pihak Sekjend sudah pernah diberi peringatan bahwa segala sesuatunya harus dikomunikasikan kepada Ketua ? Bila pada akhirnya Ketua tidak mengetahui informasi tersebut, salahkanlah mekanisme yang ada mengapa hal tersebut sampai terjadi ? Bila ditilik dari salah satu sisi yang sederhana saja, tidak ada yang dapat menyangkal bahwa perdebatan dan perang argumentasi dua pihak yang berkedudukan di ibukota negara ini adalah perang alur berfikir dari dua orang sarjana di Indonesia. Dari catatan biografinya, Marzuki Ali dinyatakan menyelesaikan Magister Manajemennya di UNSRI Palembang, sedang Nining Indra Saleh juga seorang sarjana S2 dengan titel M.Si. dalam posisi ini dapat dikatakan bahwa kedua sosok ini jelas merupakan gambaran masyarakat terpelajar di Indonesia. Lalu, bandingkan dengan pola rekrutmen pegawai dan staff di lingkungan Sekretariat Jenderal DPR RI. Perhatikan ungkapan yang digunakan seperti ini : Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia membuka kesempatan bagi putra-putri terbaik Warga Negara Indonesia lulusan S-1 dan S-2 untuk diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Perhatikanlah, penekanan pada ungkapan putera-puteri terbaik. Biasanya, selain berbagai bentuk tes dan seleksi yang ada, salah satu alat ukur untuk mendapatkan mereka yang terbaik adalah dukungan lembaran sertifikat dan ijazah dari Perguruan Tinggi yang selalu dikaitkan dengan kata sandang Terbaik. Dengan demikian, jelas, DPR RI dipenuhi oleh insan Indonesia terbaik, sebahagiannya dinyatakan dengan dukungan legitimasi politik yang mereka bawa melalui hasil pemilihan umum beberapa tahun lalu, sedang untuk pihak kesekretariatan, diisi oleh profil-profil terbaik dari para terbaik yang diseleksi secara ketat dan professional. Betapa cepatnya tercapai tujuan pembangunan dan usaha mensejahterakan masyarakat, karena para wakil-wakil rakyat yang tehormat didukung sepenuhnya oleh profil rakyat yang terbaik. Betapa surga dunia akan tercontohkan kepada seluruh penduduk dunia lain di alam semesta ini dari kombinasi terhormat dan terbaik yang ada. Namun kenyatannya, contoh kasus renovasi ruang BA, setelah sebelumnya tercatat beberapa pekerjaan sia-sia dan menghanguskan sejumlah yang yang tidak sia-sia, seperti rencana pembangunan gedung baru DPR RI, dan yang terakhir, pemborosan uang negara untuk proyek kalender 2012, menunjukkan bahwa ilmu, kepandaian, keahlian bahkan predikat terhormat ataupun terbaik yang ada, nyaris tidak berguna. Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan pejabat di DPR RI ini jelas bukan pekerjaan para ilmuwan sejati. Pekerjaan menukang-nukangi anggaran untuk mendapatkan penggelontoran dana yang tidak sedikit, sangat mudah dilakukan oleh orang yang tidak berpendidikan tinggi-tinggi. Tinggal dibutuhkan sedikit kemampuan menjual tema pengkondisian bahwa apa yang akan dikerjakan sangat penting dan urgen dan mendesak. Dengan demikian, bila nyatalah bahwa alam fikiran dan mental para pejabat di lingkungan DPR RI sedemikian sederhananya, yakni hanya mampu memanfaatkan jabatan dan wewenang untuk keuntungan diri pribadi dan golongan, maka mari

kita serahkan urusan negara ini kepada sosok Nagabonar yang bahkan tidak mengerti dan tidak mau tahu pangkat apa yang lebih tinggi di dalam sistem kepangkatan tentara. Walau hanya sebuah fiksi, paling tidak kesederhanaan berfikir Nagabonar dapat membawa kemenangan bagi pasukannya. Bisa jadi, bila Nagabonar ada dan hidup pada zaman sekarang, melihat kisruh renovasi ruang Badan Anggaran, diapun akan berucap ; Sekjend-sekjend, sudah kubilang, tak perlu kau sekolah tinggi-tinggi. Kalau cuma mengolah-olah anggaran sajanya kerja di DPR ini, akupun bisa, kurasa lebih bagus kau kutransmigrasikan saja , bah !

You might also like