You are on page 1of 45

ANTENATAL BLEEDING ( PERDARAHAN ANTEPARTUM )

Antenatal bleeding atau perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi selama masa kehamilan. Dimana pada perdarahan antepartum ini dapat dibagi menjadi dua besar, yaitu antepartum dini dan antepartum lanjut. Perdarahan antepartum lanjut diantaranya adalah plasenta previa dan solusio plasenta, sedangkan perdarahan antepantur dini diantaranya adalah abortus ( Graber, Mark A. 2006 ).

A. Plasenta Previa
1. Definisi Plasenta terbentuk pada awal kehamilan. Plasenta berfungsi untuk menyalurkan oksigen dan nutrisi dari bu ke janin dan membuang zat yang tidak diperlukan dari janin. Pada awal kehamilan, plasenta terletak dibagian bawah rahim. Semakin besar usia kehamilan, posisi plasenta akan tertarik keatas. Tetapi, pada kasus plasenta previa, plasenta tidak berpindah keatas melai nkan tetap dibawah sehingga menutupi jalan lahir atau menutup leher rahim. Kondisi ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan terus menerus selama kehamilan dan kram dibawah perut ( Sinsin, Lin. 2008 ). Dengan kata lain, Plasenta Previa adalah suatu kehamilan dimana plasenta berimplantasi abnormal pada segmen bawah rahim (SBR), menutupi ataupun tidak menutupi ostium uteri internum ( OUI ), sedangkan kehamilan itu sudah viable atau mampu hidup diluar rahim ( usia kehamilan >20 minggu dan/atau berat janin >500 gram ) ( Achdiat, Chrisdiono M. 2004 ). Plasenta Privera ini dapat diklasifikasikan berdasarkan letak dari

keabnormalan plasenta, pengklasifikasian tersebut diantaranya yaitu : Klasifikasi Plasenta previa marginalis Keterangan Implantasi plasenta di sekitar osteum uteri internum, dengan ujungnya berada pada tepi oteum internum pada

pembukaan serviks sekitar 2 cm Plasenta previa lateralis Implintasi plasenta sebagian menutupi osteum uteri internum pada pembukaan

serviks 2 cm Plasenta previa totalis Implintasi plasenta menutupi seluruh onteum uteri internum pada pembukaan 2 cm Plasenta previa sentralis merupakan salah satu bentuk plasenta previa totalis, dengan pusat plasenta identik dengan sumbu kanalis servikalis pada pembukaan 2 cm Plasenta letak rendah Implantasi plasenta dibagian bawah

uterus sehingga tepinya dapat diraba dengan jari pada pembukaan 2 cm (ujungnya sekitar 4 cm dari osteum uteri internum)

( M a n u a b a ,

Ida Bagus G. 2007) Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan endometrium yang kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau menutup ostium uteri internum. Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabka zigot mencari tempat implantasi yang lebih baik, yaitu tempat yang rendah dekat ostium uteri internum.

Keadaan-keadaan endometrium yang kurang baik tersebut dapat ditemukan pada keadaan : Multipara, terutama jika jarak antara kehamilannya pendek Mioma uteri Kuretasi yang berulang Umur lanjut Bekas seksio sesarea Perubahan inflamasi atau atrofi, misalnya pada wanita perokok atau pemakai kokain. Hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat ( lebih dari 20 batang sehari ) Plasenta previa ini juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas, seperti pada eritoblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multipel. ( Sastrawinata, Sulaiman. 2005 )

2. Epidemiologi Kejadian plasenta previa bervariasi antara 0,3-0,5% dari seluruh kelahiran. Dari seluruh kasus perdarahan antepartum, plasenta previa merupakan penyebab yang paling banyak. Oleh karena itu, pada kejadian perdarahan antepartum, kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan lebih dahulu ( Sastrawinata, Sulaiman. 2005 ). Plasenta Prieva lebih banyak terjadi pada kehamilan dengan paritas tinggi, dan sering terjadi pada usia di atas 30 tahun. Uterus yang cacat juga dapt meningkatkan angka kejadian plsenta previa. Pada beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah dilaporkan angka kejadian plasenta previa berkisar 1,7 % sampai dengan 2,9 %. Sedangkan di negara maju angka kejadiannya lebih rendah yaitu kurang dari 1 % yang mungkin disebabkan oleh berkurangnya wanita yang hamil dengan paritas tinggi. Kejadian plasenta previa terjadi kira-kira 1 dari 200 persalinan, insiden dapat meningkat diantaranya sekitar 1 dari 20 persalinan pada ibu dengan paritas tinggi.

3. Patofisiologi

FaktorPendukung

Multiparitas, gemeli

Usia ibu saat kehamilan

Kelainan pada rahim (atrofi, cacat)

Riwayat kehamilan (Caesar)

Merokok

Implantasi abnormal

Implantasi embrio (embryonic plate) pada bagian bawah (kauda) uterus

Isthmus uteri tertarik (melebar)menjadi dinding cavum uteri (SBR/ Segmen Bawah Rahim )

Desidua lepas dari plasenta

Laserasi

Servik membuka dan mendatar

Dinding rahim tipis

Perdarahan

Mudah diinvasi oleh pertumbuhan trofoblas

Hipovolemia

anemia

Defisit volume cairan

Cemas

Plasenta akan melekat lebih kuat Plasenta berkembang menutupi ostium interna

Perubahan perfusi jaringan

hipoksia

Lahir tidak dapat normal (lahir sesar)

Bayi lahir dengan BB rendah/ kematian (gawat janin)

4. Faktor Risiko Faktor-faktor risiko yang menjadi faktor predisposisi dari Plasenta Previa dapat dibagi menjadi 3 faktor, diantaranya yaitu : Melebarkan pertumbuhan plasenta a. Kesuburan endometrium kurang b. Kehamilan gemelli c. Tumbuh kembang plasenta tipis Kurang suburnya endometrium a. Pada grandemultipara b. Jarak kehamilan terlalu pendek c. Malnutrisi pada ibu hamil d. Melebarnya plasenta oleh karena gemelli Terlambatnya inplantasi a. Endometrium fundus kurang subur b. Terlambatnya tumbuh kembang hasil konsepsi dalam bentuk blastula siap untuk nidasi ( Manuaba, Ida Bagus G. 2003 )

5. Manifestasi Klinis Gejala-gejala yang timbul pada klien dengan Plasenta previa diantaranya yaitu sebagai berikut : a. Perdarahan Gejala yang terpenting pada plasenta privea adalah terjadinya perdarahan, dimana gejala perdarahan yang identik dengan plasenta prieva adalah perdarahan tanpa nyeri. Pasien mungkin berdarah sewaktu tidur dan sama sekali tidak terbangun; baru ketika ia terbangun, ia merasa bahwa ia mengalami perdarahan. Biasanya perdarahan karena plasenta previa baru timbul setelah bulan ke tujuh. Hal ini disebabkan oleh karena : Perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang tidak berbeda dari abortus Perdarahan pada plasenta previa disebabkan pergerakan antara plasenta dan dinding rahim. Keterangannya sebagai berikut : Setelah bulan ke-4 terjadi regangan pada dinding rahim karena isi rahim lebih cepat tumbuhnya dari rahim sendiri; akibatnya istmus

uteri tertarik menjadi bagian dinding korpus uteri yang disebut segmen bawah rahim Perdarahan pada plasenta previa, tidak mungkin terjadi tanpa pergeseran antara plasenta dan dinding rahim. Saat terjadinya perdarahan bergantung pada kekuatan insersi plasenta dan kekuatan tarikan pada istmus uteri. Perdarahan pada plasenta previa terjadi karena terlepasnya plasenta dari dasarnya. Perdarahan pada plasenta previa bersifat berulang-ulang karena setelah terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim. Oleh karena itu, regangan dinding rahim dan tarikan pada serviks berkurang, tetapi dengan majunya kehamilan regangan bertambah lagi dan menimbulkan perdarahan baru. Darah terutama berasal dari ibu ialah dari ruangan intervilosa, tetapi dapat juga berasal dari anak jika jonjot terputus atau pembuluh darah plasenta yang lebih besar terbuka. b. Peninggian bagian terendah anak Bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas panggul c. Berkurangnya ukuran panjang rahim Pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang maka pada plasenta previa ini lebih sering disertai kelainan letak jika perdarahan disebabkan oleh plasenta prieva lateral dan marginal serta robekannya marginal, sedangkan plasenta terletak rendah, robekannya beberapa senti meter dari tepi plasenta. ( Sastrawinata, Sulaiman. 2005 )

6. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan dalam mendiagnosa terjadinya plasenta previa diantaranya yaitu : a. Ultrasonografi ( USG ) Dengan pemeriksaan USG transabdominal ketepanan diagnosisnya mencapai 95%-98%. Sedangkan jika memeriksa dengan USG transvaginal atau transperineal ( translabial ), ketepatannya akan lebih tinggi lagi. Dengan bantuan USG, diagnosis plasenta previa/letak rendah sering kali sudah dapat ditegakkan sejak dini sebelum kehamilan trimester ketiga. Pemeriksaan

dalam langsung sebisa mungkin harus dihindari karena dapat mengakibatkan perobekan pada plasenta yang akan memperparah keadaan klien. ( Sastrawinata, Sulaiman. 2005 ) b. Pemeriksaan Laboratorium Jenis Pemeriksaan Darah lengkap Untuk Keterangan mendapatkan gambaran

keadaan darah dan persiapan untuk transfusi darah bila diperlukan Albumin Untuk menentukan jumlah absolute albumin yang mencerminkan tekanan osmotic darah. Jika albumin rendah dapat menyebabkan edema Trombosit darah Laju Edap Darah (LED) Waktu perdarahan Urine lengkap Harus diperhatikan haluaran urin tiap jam karena perdarahan yang banyak dapat menimbulkan oliguria ahkan anuria Untuk menetapkan apakah terjadi gangguan pembekuan darah

7. Terapi ( penatalaksanaan ) Pengobatan plasenta previa dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : a. Terminasi Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan yang membawa maut, misalnya: kehamilan cukup bulan, perdarahan banyak, parturien, dan anak mati ( tidak selalu ) Cara vaginal yang bermaksud untuk mengadakan tekanan pada plasenta, yang dengan demikian menutup pembuluh-pembuluh darah yang terbuka ( tamponade pada plasenta ) Dengan seksio sesarea, dimaksudkan untuk mengosongkan rahim hingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Seksio sesarea juga mencegah terjadinya robekan serviks yang agak serign terjadi pada persainan per vaginam. b. Ekspetatif

Dilakukan apabila janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia luar bagianya kecil sekali. Sikap ekspektatif tertentu hanya dapat dibenarkan jika keadaan ibu baik dan perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali, terapi ini dapat dibenarkan dengan alasan perdarahan pertama pada plasenta previa jarang fatal dan untuk menurunkan kematian bayi karena prematuritas. Syarat bagi terapi ekspektatif ialah bahwa keadaan ibu dan anak masih baik (Hb-nya normal) dan perdarahan tidak banyak. Pada terapi ekspektatif, pasien dirawat di rumah sakit sampai berat anak lebih kurang 2500 gr atau kehamilan sudah sampai 37 minggu. Selama terapi ekspektatif diusahakan untuk menentukan lokalisasi plasenta dengan pemeriksaan USG dan memperbaiki keadaan umum ibu. Penderita plasenta previa juga harus diberikan antibiotik mengingat kemungkinan terjadinya infeksi yang besar disebabkan oleh perdarahan dan tindkan-tindakan intrauterin. Cara-cara vaginal terdiri dari : Pemecahan ketuba Dapat dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta previa marginalis, dan plasenta previa lateralis yang menutup ostium kurang dari setengah bagian. Pada plasenta previa lateralis yang posisi plasentanya terdapat disebelah belakang, lebih baik dilakukan seksio sesarea kerena dengan pemecahan ketuban, kepala kurang menekan pada plasenta. Hal ini disebabkan kepala tertaham promotorium, yang dalam hal ini dilapisi lagi oleh jaringan plasenta. Pemecahan ketuban dapat menghentikan perdarahan karena : Setelah pemecahan ketuban, uterus mengadakan retraksi hingga kepala anak menekan pada plasenta Plasena tidak tertahan lagi oleh ketuban dan dapat mengikuti gerakan dinding rahim hingga tidak terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim Jika his tidak ada atau kurang kuat setelah pemecahan ketuban, dapat diberikan infus pitosin. Jika perdarahan tetap ada, dilakukan seksio sesarea Versi Braxton Hicks Tujuan dari perasat Braxton Hicks ialah untuk mengadakan tamponade plasenta dengan bokong dan untuk menghentikan

perdarahan dalam rangka menyelamatkan ibu. Versi Braxton Hicks biasanya dilakukan pada anak yang sudah mati atau pun masih hidup. Mengingat bahayanya, yaitu robekan pada serviks dan pada segmen bawah rahim. Syarat untuk melakukan versi Braxton Hicks ialah pembukaan yang harus dapat dilalui oleh 2 jari supaya dapat menurunkan kaki. Teknik ini dilakukan setelah ketuban dipecahkan atau setelah plasenta ditembus dengan tangan yang sepihak dengan bagianbagian yang kecil masuk. Setelah labia dibeberkan, satu tangan masuk secara obstetri dan 2 jari ( telunjuk dan jari tengah ) masuk kedalam kavum uteri. Tangan satunya menahan fundus, kepala anak ditolak kesamping yaitu ke pihak punggung anak. Tangan luar mendekatkan bokong kepada jari yang mencari kaki. Setelah kaki didapatkan oleh tangan dalam, tangan luar menolak kepala anak ke fundus dan kaki dibawa keluar. Pada kaki ini digantungkan timbangan yang seringan-ringannya, tetapi cukup berat untuk menghentikan perdarahan. Jika beratnya berlebihan, mungkin terjadi robekan serviks. Selanjutnya, kita tunggu sampai anak lahir sendiri. Sekali-kali jangan melakukan ekstraksi walaupun pembukaan sudah lengkap, mengingat mudahnya terjadi robekan pada serviks dan segmen bawah rahim. Cunam Willett-Gauss Tujuannya ialah untuk mengadakan tamponade plasenta dengan kepala. Kulit kepala anak dijepit dengan cunam Willett-Gauss dan berarti dengan timbangan 500 gram. Perasat ini hampir tidak pernah dilakukan lagi. Seksio Sesarea Tujuan melakukan seksio sesarea adalah untuk mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Robekan pada serviks dan segmen bawah rahim mudah terjadi bila anak dilahirkan pervaginam karena daerah tersebut pada plasenta previa banyak mengandung pembuluh darah. Seksio sesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Tindakan seksio sesarea pada

plasenta previa, selain dapat mengurangi kematian bayi, terutama juga dilakukan untuk kepentingan ibu. Oleh karena itu, seksio sesarea juga dilakukan pada plasenta previa walaupun anak sudah mati. ( Sastrawinata, Sulaiman. 2005 )

8. Asuhan Keperawatan a. Pengkajian Sirkulasi Perdarahan vagina tanpa nyeri ( jumlah tergantung pada apaka previa marginal, parsial,atau total ): Perdarahan besar dapat terjadi selama persalinan. Seksualitas Tinggi fundus 28 cm atau lebih. DJJ dalam batas yang normal Janin mungkin melintang atau tidak turun. Uterus lunak.

Pemeriksaan Diagnostik HDL : Dapat menunjukkan peningkatan sel darah putih(SDP), penurunan Hb dan Ht USG : Menetukan letak plasenta

b. Perencanaan Perawatan Defisit volume cairan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2X24 jam intake cairan klien adekuat Kriteria hasil : Klien dapat mendemostrasikan kestabilan / perbaikan

keseimbangan cairan yang dibuktikan oleh tanda-tanda vital stabil, pengisian kapiler cepat, sensorium tepat dan haluaran serta berat jenis urin adekuat secara individual. Intervensi Evaluasi, laporkan, dan catat Perkiraan Rasional kehilangan darah

10

jumlah serta jumlah kehilangan membantu darah. pembalut pengalas. Lakukan Timbang perhitungan diagnosa, pembalut peningkatan

membedakan Setiap berat gram pembalut

sama dengan kehilangan kira-kira 1 ml darah.

Lakukan tirah baring. Instuksikan Perdarahan klien untuk menghindari Valsalva dengan manuver dan koitus.

dapat reduksi

berhenti aktivitas.

Peningkatan tekanan abdomen atau orgasme ( yang

meningkatkan aktivitas uterus) dapat meransang perdarahan Posisikan klien dengan tepat, Menjamin keadekuatan darah telentang dengan panggul yang tersedia untuk otak;

ditinggikan atau posisi semi peninggian panggul menghindari fowler. Hindari posisi kompresi vena kava. Posisi semifowler memungkinkan janin

trendelenburg.

bertindak sebagai tanpon. Catat tanda tanda vital Membantu menentukan kehilangan sianosis darah, dan

pengisian kapiler pada dasar beratnya kuku, warna menbran mukosa/ meskipun

kulit dan suhu. Ukur tekanan perubahan pada tekanan darah, vena sentral, bila ada nadi adalah tanda-tanda lanjut dari kehilangan sirkulasi atau terjadinya syok Hindari pemeriksaan rectal atau Dapat meningkatkan hemoragi, vagina khususnya bila plasenta previa marginal atau total terjadi. Berikan ekspander larutan plasma, intravena, Meningkatkan volume darah

darah sirkulasi dan mengatasi gejala-

lengkap, atau sel-sel kemasan, gejala syok sesuai indikasi

Perubahan perfusi jaringan

11

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2X24 jam perfusi jaringan klien berangsur-angsur kembali Kriteria hasil : Klien dapat mendemonstrasikan perfusi adekuat, dibuktikan oleh DJJ dan aktivitas DBN serta tes nonstres reaktif (NST) Intervensi Perhatikan status fisiologis ibu, Kejadian status sirkulasi, dan volume untuk darah. Rasional perdarahan potensial merusak kehamilan, menyababkan atau hipoksia

kemungkinan hipovolemia uteroplasenta

Auskultasi dan laporkan DJJ , Mengkaji berlanjutnya hipoksia catat takikardia. pada bradikardia Catat aktivitas atau janin . Pada awalnya , janin

perubahan berespon pada penurunan kadar janin oksigen dengan takikardia dan atau peningkatan gerakan . Bila tetap defisit, bradikardia dan

(hipoaktivitas hiperaktivitas)

penurunan aktivitas terjadi. Anjurkan tirah baring pada Menghilangkan vena kava tekanan inferior pada dan sirkulasi dan pertukaran

posisi miring kiri/kanan

meningkatkan plasenta/janin oksigen. Berikan suplemen oksigen pada Meningkatkan klien

ketersediaan

oksigen untuk ambilan janin volume untuk

Ganti kehilangan darah/cairan Mempertahankan ibu sirkulasi yang adekuat

transport oksigen.

Anxietas Tujuan : setelah diberikan tindakan keperwatan selama 2X24 jam anxietas klien dapat berkurang atau hilang Kriteria hasil :

12

Klien dapat mendiskusikan ketakutan mengenai diri, janin, dan masa depan kehamilan, mengenai ketakutan yang sehat dan tidak sehat.

Klien dapat mengungkapkan pengetahuan situasi yang akurat. Klien dapat melaporakan/menunjukkan berkurangnya ketakutan dan/atau perilaku yang menunjukkan ketakutan Intervensi Rasional dan Memberikan informasi tentang situasi reaksi individu terhadap apa yang terjadi dan Menandakan tingkat rasa takut yang sedang dialami

Diskusikan pemahaman

situasi tentang

dengan klien dan pasangan Pantau respon verbal

nonverbal klien/pasangan

klien/pasangan Dengarkan masalah klien dan Meningkatkan dengarkan secara aktif terhadap rasa situasi control dan

memberikan kesempatan pada klien untuk mengembangkan

solusi sendir Berikan informasi dalam bentuk Pengetahuan akan membantu verbal dan tertulis dan beri klien mengatasi apa yang sedang kesempatan mengajukan klien untuk terjadi dengan lebih efektif

pertanyaan.Jawab

pertanyaan dengan jujur Jelaskan prosedur dan arti gejala- Pengetahuan dapat membantu gejala menurunkan rasa takut dan meningkatkan terhadap situasi rasa control

13

B. SOLUSIO PLASENTA 1. Definisi Solusio plasenta atau yang juga disebut dengan Abrupsio plasenta adalah suatu keadaan dalam kehamilan viable, dimana plasenta yang tempat implantasinya normal ( pada fundus atau korpus uteri) terkelupas atau terlepas ( Achadiat, Chrisdiono M. 2004). Lepasnya plasenta ini dapat terjadi pada sebagian atau juga terjadi pada seluruh dinding uterus sebelum bayi dilahirkan. Kondisi ini dapat terjadi pada trimester kedua atau ketiga, atau terjadi diatas minggu ke 28 kehamilan. Lepasnya plasenta ini dapat terjadi secara tba-tiba atau setelah periode beberapa minggu ( Wheeler, Linda. 2004 ). Wanita dengan riwayat solusio plasenta memiliki peningkatan risiko kekambuhan sekitar 10 kali lipat pada kehamilan berikutnya. Penatalaksanaan kehamilan selanjutnya mungkin menjadi sulit karena pemisahan plasenta dapat terjadi mendadak kapan saja, bahkan jauh dari aterm. Pada sebagian besar kasus, kesejahteraan janin sebelum solusio normal sehingga metode evaluasi janin yang ada saat ini biasanya tidak bersifat prediktif. Perdarahan pada solusio plasenta hampir selalu bersifat maternal. Pada solusio plasenta nontraumatik, terdapat tanda-tanda perdarahan fetomaternal pada sekitar 20 % kasus dan biasanya berjumlah kurang dari 10 ml. Perdarahan janin yang signifikan lebih besar kemungkinannya terjadi pada solusio traumatik ( Leveno, Kenneth J. 2009 ). Solusia plasenta merupakan keadaan gawat kebidanan yang memerlukan perhatian karena penyulit yang ditimbulkan terhadap ibu maupun janin. Penyebab solusio plasenta adalah : a. Tidak diketahui sebabnya b. Trauma langsung terhadap uterus hamil : Terjatuh terutama dalam posisi tertelungkup Tertendang anak yang sedang digendong trauma yang secara langsung terkena pada uterus ibu hamil lainnya a. Trauma kebidanan artinya solusio plasenta terjadi karena tindakan kebidanan yang dilakukan : Setelah versi luar pada tali pusat yang kebetulan pendek atau lilitan tali pusat Kesalahan dalam melakukan versi luar yang menyebabkan tali pusat tegang dan menimbulkan perdarahan retroplasenter Setelah memecahkan ketuban Persalinan anak kedua hamil kembar

14

b. Dapat terjadi pada kehamilan dengan tali pusat yang pendek. Faktor predisposisi terjadinya solusio plasenta adalah : Tali pusat pendek/lilitan tali pusat dengan aktivitas janin yang besar dapat menimbulkan hematoma retrplasenter sirkulasi Hamil pada usia tua Mempunyai tekanan darah tinggi Bersamaan dengan pre-eklampsia atau eklampsia Tekanan vena kafa inferior yang tinggi Kekurangan asam folik

( Manuaba, Ida Bagus G. 1998; Manuaba. Ida Bagus G. 2007 ) Solusio plasenta ini dapat diklasifikasikan menurut beberapa jenis. Berikut klasifikasi solusio plasenta berdasarkan aliran perdarahan yang terjadi : a. Perdarahan yang dapat terlihat ( Revealed ) Biasanya pelepasan plasenta inkomplit, jarang disertai dengan toksimia, dan merupakan 80% dari solusio plasenta. Pada jenis ini, terjadi perdarahan pervaginam, gejala klinis sesuai dengan jumlah kehilangan darah, tidak terdapat ketegangan uterus, atau hanya ringan. Darah dari tempat pelepasan mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim dan akhirnya keluar dari serviks dan terjadilah perdarahan keluar atau perdarahan tampak. b. Perdarahan yang tersembunyi ( Concealed ) Biasanya pelepasan terjadi secara komplet, sering disertai dengan toksemia, dan hanya merupakan 20% dari solusio plasenta. Pada jenis ini, tidak terdapat perdarahan pervaginam, uterus tegang dan hipertonus, sering terjadi fetal distress berat. Tipe ini sering disebut perdarahan Retroplasental. Terkadang perdarahan yang terjadi berkumpul di belakang plasenta yang membentuk hematom retroplasenta. Terkadang pula darah masuk kedalam ruang amniom sehingga perdarahan tetap tersembunyi. Solusio dengan perdarahan tersembunyi ini menimbulkan tanda yang lebih khas karena seluruh pendarahan tertahan didalam dan menambah volume uterus. Umumnya lebih berbahaya karena jumlah perdarahan yang keluar tidak sesuai dengan beratnya syok. c. Solusio plasenta tipe campuran ( Mixed ) Terjadi perdarahan baik retroplasental atau pervaginam; uterus tetanik

15

( Leveno, Kenneth J. 2009 )

( Sastrawinata, Sulaiman. 2004; Nugroho, Taufan. 2010 ) Klasifikasi Solusio plasenta berdasarkan jumlah perdarahan ynag terjadi , yaitu : Derajat Ringan Sedang Keterangan Perdarahan pervaginam <100 ml Perdarahan pervaginam 100-500 ml,

hipersensitifitas uterus atau peningkatan tonus, syok ringan, dapat terjadi fetal distress Berat Perdarahan pervaginam luas >500 ml, uterus tetanik, syok maternal sampai kematian janin dan koagulopati Klasifikasi solusio plasenta berdasarkan luasnya bagian plasenta yang terlepas dari

uterus, yaitu : Derajat Ringan Keterangan Plasenta yang kurang dari bagian plasenta

16

yang lepas. Perdarahan kurang dari 250 ml Sedang Plasenta yang terlepas -1/2 Perdarahan <1000 m, uterus bagian. tegang,

terdapat fetal distress akibat insufisiensi uteroplasenta Berat Plasenta yang terlepas ml, >1/2 terdapat bagian fetal

perdarahan

>1000

distress sampai dengan kematian janin, syok maternal serta koagulopati ( Nugroho, Taufan. 2010 )

( Sakala, Elmar P. 2001 )

2. Epidemiologi Kejadian solusio plasenta sangat bervariasi dari 1 di antara 75 sampai 830 persalinan dan merupakan penyebab dari 20-35% kematian perinatal. Walaupun angka kejadiannya cenderung menurun pada akhir-akhir ini, namun morbiditas perinatal masih cukup tinggi, termasuk gangguan neurologis pada tahun pertama kehidupan. Solusioplasenta sering berulang pada kehamilan berikutnya. Kejadiannya tercatat sebesar 1 di antara 8 kehamilan ( Sastrawinata, Sulaiman. 2004 ). Penelitian Cunningham di Parkland Memorial Hospital melaporkan 1 kasus dalam 500 persalinan. Tetapi sejalan dengan penurunan frekuensi ibu dengan paritas tinggi, terjadi pula penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750 persalinan. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Deering didapatkan 0,12% dari semua kejadian solusio plasenta di Amerika Serikat

17

menjadi sebab kematian bayi. Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Ducloy di Swedia melaporkan dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5% terjadi solusio plasenta.

3. Patofisiologi

18

Faktor risiko : Paritas tinggi Hamil usia tua Kardiorenovascular Trauma langsung Leiomioma uteri Penyalah gunaan kokain

Perdarahan kedalam desidua basalis

Plasenta tertekan oleh hematoma yg terjadi

Sepasi desidua (Desidua terkelupas ) Terjadi perdarahan didalam uterus akibat pengelupasan

Pecahnya arteri spiralis desidua

Hematoma retroplasental (Conceled)

Darah merembes keluar

massa (darah)

Perluasan hematoma retroplasental

Terjadi perdarahan pervaginal (Revaled)

Massa menekan organ lain Uterus tdk dapat berkontraksi karena masih terdapat janin Risiko tinggi cedera janin

Nyeri

Darah merembes ke pinggir desidua dan keluar dari uterus

Perdarahan pervaginal

Anemia

Risiko syok hipovolemi

19

4. Faktor Risiko Faktor-faktor yang diduga menjadi faktor risiko dari terjadinya solusio plasenta diantaranya, yaitu : a. Paritas tinggi Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18 pada primipara. Pengalaman di RSUPNCM menunjukkan peningkatan kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium. b. Peningkatan usia ibu Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun. c. Faktor kardiorenovaskuler Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu. d. Merokok Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok 1 ( satu ) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya. Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan. e. Riwayat solusio pada kehamilan sebelumnya Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada

20

kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya. f. Leiomioma uteri yang terletak dekat plasenta Leiomioma uteri ( uterine leiomyoma ) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas/dibawah bagian yang mengandung leiomioma. g. Trauma langsung Trauma yang dapat terjadi antara lain: Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli. Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan. Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain h. Penyalah gunaan kokain Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan

peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnyaplasenta . Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 13-35%. i. j. Pelahiran plasenta kembar B setelah pelahiran kembar A Versi eksternal

k. Trombofilia l. Ras Afrika-Amerika

m. Preeklamsia n. Ketuban pecah dini o. Defisiensi asam folat p. PPROM q. Tali pusat pendek r. Dekrompesi uterus secara mendadak

( Leveno, Kenneth J. 2009 )

5. Manifestasi Klinis Manifestasi yang timbul dari terjadinya solusio plasenta dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

21

Derajat Kelas 0 : Asimptomatik

Gejala Klinik Diagnosis ditegakkan secara retrospektif dengan menemukan hematoma atau

daerah yang mengalami pendesakan pada plasenta. Ruptur sinus marginal juga

dimasukkan dalam kategori ini Kelas 1 : Gejala klinis ringan dan terdapat Mulai hampir 48% kasus dari tidak adanya perdarahan

pervaginam sampai perdarahan pervaginam ringan; uterus sedikit tegang; tekanan darah dan denyut jantung maternal normal; tidak ada koagulopati dan tidak ditemukan tanda-tanda fetal distress

Kelas 2 : gejala klinik sedang dan terdapat Perdarahan pervaginam bisa ada atau tidak hampir 27% kasus ada; ketegangan uterus sedang sampai berat tetanik; dengan kemungkinan maternal kontraksi dengan

takikardi

perubahan ortostatik tekanan darah dan denyut jantung; terdapat fetal distress, dan hipofibrinogenemi (150-250 mg/dl) Kelas 3 : gejala berat dan terdapat hampir Perdarahan pervaginam dati tidak ada 24% kasus sampai berat; uterus tetanik dan sangat nyeri; syok maternal; hipofibrinogenemi (<150 mg/dl); koagulopati serta kematian janin ( Nugroho, Taufan. 2010 ) Perubahan tanda-tanda kinis yang terjadi pada seseorang yang mengalami solusio plasenta berdasarkan derajat keparahan, yaitu sebagai berikut :

22

Perdarahan retroplasenter yang terjadi pada klien dengan solusio plasenta dipengaruhi oleh dua faktor penting, yaitu luasnya plasenta yang lepas dari implantasinya dan besarnya timbunan darah retroplasenter yang terjadi. Kedua faktor tersebut menimbulkan gejala klinik yang bervariasi. Masing-masing faktor memberikan kontribusi sebagai berikut : a. Perdarahan retroplasenter Meningkatkan ketegangan. Tekanan intrauteri meningkat sehingga dinding uterus menjadi keras dan sulit dilakukan palpasi untuk menentukan letak janin. Tekanan intrauteri yang semakin meningkat dapat mengganggu sirkulasi retroplasenter. Tekanan intrauteri dapat mencapat 50,75-100 mmHg Timbunan darah retroplasenter dapat masuk ke dalam miometrium sehingga akhirnya akan mengganggu kontraksi uterus dan menimbulkan atonia uteri Uterus akan berwarna biru-merah tanpa sanggup berkontraksi; disebut Couvelaire uteri atau apoflexya uteri, dikemukakan pertama kali oleh Couvelaire 1900 Dapat menimbulkan gangguan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 karena darah retroplasenter tidak berfungsi dan dapat menimbulkan gawat janin Tromboplastin substan darah akan masuk ke dalam sirkulasi umum sehingga menimbulkan koagulasi intravaskular dan selanjutnya terjadi fibrinolisis, sehingga menyebabkan makin menurunnya konsentrasi fibrinogen dalam darah maternal Diseminated intravascular coagulation ( DIC ) yang berkelanjutan akan memberikan dampak gangguan pembekuan darah secara menyeluruh b. Terlepasnya implentasi plasenta

23

Lepasnya implantasi plasenta, berarti plasenta tidak dapat berfungsi dalam sirkulasi retroplasenter sehingga mengurangi luas plasenta yang memberi nutrisi dan pertukaran CO2/O2

Luas plasenta yang lepas kurang dari 1/3 bagian masih sapat diatasi oleh kompensasi janin, sehingga tidak menimbulkan gejala gawat janin yang fatal

Keadaan janin dalam uterus sangat bervariasi bergantung pada seberapa luas plasenta yang lepas dari implantasinya

( Manuaba, Ida Bagus G. 2007 ) Selain pengklasifikasian diatas, dapat pula terjadi manifestasi yang lain, diantaranya yaitu : a. Koagulopati Konsumtif Salah satu kausa tersering koagulopati konsumtif yang secara klinis bermakna dalam obstetrik adalah solusio plasenta. Hipofibrinogemia yang nyata ( kurang dari 150 mg/dl ) disertai oleh peningkatan kadar produk penguraian fibrin, dimer D, dan penurunan fluktuatif faktor-faktor koagulasi lain ditemukan pada sekitar 30 persen wanita dengan solusio plasenta yang cukup parah sehingga mematikan janin. Pada permulaan, hipofibrinogemia yang parah mungkin disertai oleh trombositopenia mungkin juga tidak. Akan tetapi, setelah tranfusi darah berulang sering terjadi trombositopenia karena darah door kurang mengandung trombosit. Defek koagulasi yang parah ini lebih jarang dijupai pada kasus yang janinnya bertahan hidup. b. Uterus Couvelaire Seseorang yang mengalami solusio plasenta dapat terjadi ekstravasasi darah yang meluas ke dalam otot uterus dan dibawah serosa uterus. Gejala ini pertama kali dilaporkan oleh Couvelaire pada awal tahun 1900-an ini, gejala ini juga disebut Apooplesi uteroplasenta. Efusi darah ini juga kadang-kadang dijumpai dibawah serosa tuba, dijaringan ikat ligamentum latum, dan di parenkim ovarium, serta bebas di rongga peritonium. Perdarahan miometrium ini jarang mengganggu kontraksi uterus sedemikian berat sehingga menyebabkan perdarahan pascapartum dan bukan merupakan indikasi histerektomi. ( Leveno, Kenneth J. 2009 ) 6. Pemeriksaan Diagnostik

24

Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakuka pada penderita solusio plasenta diantaranya yaitu : a. Pemeriksaan laboratorium Belum ada pemeriksaan laboratorium yang telah terbukti membantu mendiagnosis diferensial solusio plasenta, namun beberapa pemeriksaan laboratorium dapat membantu dalam pengelolaan masalah ini. Pemeriksaan darah lengkap dapat membantu menentukan status hemodinamik pasien, namun tidak dapat diandalkan untuk memperkirakan kerugian kehilangan darah akut. Dalam perdarahan akut, penurunan nilai hematokrit terjadi beberapa jam di setelah terjadi perdarahan dan dapat mengalami penurunan palsu dengan pemberian cairan kristaloid selama resusitasi. Blood-smear perifer dapat menunjukkan jumlah penurunan platelet. Kehamilan dikaitkan dengan hyperfibrinogemia, sehingga tingkat fibrinogen yang berkurang dapat mewakili koagulopati secara signifikan. Tingkat fibrinogen yang kurang dari 200 mg / dl menunjukkan bahwa pasien memiliki abruptio yang parah. Jika tingkat fibrinogen tidak dapat dipastikan, dapat dilakukan tes bedside sederhana, gumpalan uji. Sampel darah vena diambil dan ditempatkan dalam tabung reaksi bersih, dan diamati pembentukan bekuan dan lisis bekuan. Kegagalan pembentukan bekuan dalam waktu 5 menit atau pembubaran gumpalan terbentuk pada gemetar lembut tabung adalah penentu dari kurangnya fibrinogen dan trombosit. Kondisi hipovolemik disebabkan juga oleh fungsi abruptio yang berpengaruh secara signifikan ke ginjal, seperti dibuktikan oleh adanya peningkatan urea darah dan kadar kreatinin serum. Status koagulasi pasien dapat ditentukan dengan melakukan pemeriksaan trombosit, fibrinogen, waktu pengaktifan prothrombin/tromboplastin parsial dan produk degradasi fibrin / D-dinner. Jika abruptio terjadi secara signifikan, transfusi darah janin ke dalam sirkulasi ibu mungkin terjadi. Pada wanita yang memiliki Rh-negatif, transfusi janin-ke-ibu dapat menyebabkan isoimmunization dari ibu ke faktor Rh. Temuan tes Kleihauer-Betke membantu menentukan volume darah janin yang ditransfusikan ke dalam sirkulasi ibu. Tes ini dapat membantu menentukan dosis yang tepat dari Rh0 ( D ) immune globulin dalam kasuskasus perdarahan yang signifikan dari janin ke ibu.

25

b. Pemeriksaan Ultrasonografi Kualitas dan sensitivitas ultrasonografi ( USG ) dalam mendeteksi plasenta telah meningkat secara signifikan, namun, itu bukan modalitas yang sensitif untuk tujuan-temuan positif hanya 25% dari kasus yang dikonfirmasi saat melahirkan ( Sholl 1987 ). Alacental abruptio menunjukkan sebagai gumpalan retroplacental pada gambar USG, tapi tidak semua yang abruptio terdeteksi oleh ultrasonografi. Pada fase akut, pendarahan umumnya hyperechoic, atau bahkan isoechoic. Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain : Terlihat daerah terlepasnya plasenta Janin dan kandung kemih ibu Darah Tepian plasenta

c. Pemeriksaan plasenta Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas ( kreater ) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter. ( Daftary, Shirish N dan Shyam V Desai. 2008 )

7. Penatalaksanaan Penatakaksanaan yang dapat dilakukan pada klien dengan solusio plasenta diantaranya adalah : a. Jika solusio plasenta ringan dan janin belum matru, dapat diindikasikan penatalaksanaan kehamilan, dengan pemantauan denyut jantung janin, pemeriksaan ultrasonografi, dan laboratorium serial. Kadang-kadang terjadi pemisahan kecil tanpa masalah lebih lanjut. Pada pasien ini tidak terpadat gejala uterus. Pengamatan diperlukan, tetapi jika tidak terjadi gawat janin dalam 2 hari selanjutnya, pasien dapat dipulangkan. b. Pada semua kasus lainnya, persalinan merupakan indikasi. Persalinan pervaginam disukai jika tidak terdapat gawat janin atau janin tidak lagi dapat hidup. Seksio sesaria merupakan indikasi jika terdapat gawat janin. Seksio sesaria juga dilakukan jika nyawa ibu terancam atau percobaan persalinan gagal. Tujuan melakukan seksio sesarea adalah untuk mempersingkat

26

lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Robekan pada serviks dan segmen bawah rahim mudah terjadi bila anak dilahirkan pervaginam karena daerah tersebut banyak mengandung pembuluh darah. c. Syok harus diobati dengan penggantian darah yang mencukupi. Lebih baik diberikan darah lengkap segar. Sambil menunggu darah, dapat diberikan koloid ( 1 ml koloid [yaitu, albumin, Plasmanatel]) untuk setiap mililiter perkiraan kehilangan darah atau 3 ml kristaloid (yaitu, NS atau LR) persetiap mililiter darah. Keluaran urine harus dipertahankan 25 sampai 30ml/jam. Jalur tekanan vena sentral atau kateter Swan-Ganz akan membantu pemantauan sattus hemodinamika d. Koagulopati harus diobatai dengan darah lengkap segar. Plasma beku segar ( FFP ) digunakan sebagai alternatif. Satu unit FFP meningkatkan kadar fibrinogen 25 mg/dl. Tranfusi trombosit diperlukan jika hitung trombosit kurang dari 50.000. heparin tidak dapat digunakan pada DIC akibat solusio plasenta. ( Graber, Mark A. 2006 ) Penatalaksanaan pada solusio plasenta dapat diklasifikasikan berdasarkan tidakan yang akan dilakukan, yaitu : a. Tindakan Konservatif Hanya untuk solusio plasenta derajat ringan dan janin masih belum cukup bulan, apalagi jika jika janin telah meninggal Transfusi darah ( 1X 24 jam ) bila anemia ( Hb 10 % ) Apabila ketuban telah pecah, dipacu dengan Oksitosin 10 IU dalam larutan Saline 500 cc, kemudian ditunggu sampai lahir pervaginam Bila 1 botoltersebut belum lahir, ulangi dengan 1 botol lagi dan ditunggu sampai lahir. Dengan langkah ini biasanya sebagian besar kasus dapat diselesaikan dengan baik ( 90% ), sedangkan bagi yang gagal dapat dilakukan SC emergency b. Tindakan Aktif/Operatif Dilakukan untuk solusio plasenta derajat sedang sampai berat tanpa memandang usia kehamilan, dimana kala II tidak dapat diharapkan dalam waktu singkat ( maksimal 6 jam )

27

Diawali dengan pemecahan ketuban yang dilanjutkan dengan pemacuan seperti diatas Tindakan operatis ( SC ) dilakukan apabila 6 jam setelah pemacuan ternyata tidak tercapai kala II dan bayi masih hidup.

( Achadiat, Chrisdiono M. 2004 )

8. Asuhan Keperawatan a. Pengkajian Anamnesis Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat menunjukkan tempat yang dirasa paling sakit Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong ( non-recurrent ) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman. Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti ( anak tidak bergerak lagi ). Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunangkunang. Ibu terlihat anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar pervaginam. Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain. Inspeksi Palpasi Tinggi fundus uteri ( TFU ) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan. Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois ( wooden uterus ) baik waktu his maupun di luar his. Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas. Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut ( uterus ) tegang. Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan Pucat, sianosis dan berkeringat dingin Terlihat darah keluar pervaginam ( tidak selalu )

Auskultasi Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar

28

biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari satu per tiga bagian.

Pemeriksaan dalam Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup. Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun di luar his. Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini sering meragukan dengan plasenta previa.

Pemeriksaan umum Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat, kecil dan filiformis.

Pemeriksaan laboratorium Urin : Albumin ( + ), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan crossmatch test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT ( Clot Observation test ) tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen ( fiberindex ), dan tes kuantitatif fibrinogen ( kadar normalnya 15O mg% )

Pemeriksaan plasenta. Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas ( kreater ) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter

Pemeriksaaan Ultrasonografi ( USG ) Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain : Terlihat daerah terlepasnya plasenta Janin dan kandung kemih ibu Darah

29

Tepian plasenta

b. Perencanaan Perawatan Nyeri Tujuan : Setelah diberika tindakan keperawatan selama 1X24 jam nyeri yang dialami klien berkurang atau hilang Kriteria hasil : Klien menyatakan nyeri berkurang Klien tampak tenang, ekspresi wajah rileks TTv klien dalam batas normal RR: 20 x/mnt TD: 110/80 ND: 100x/mnt Intervensi Catat lokasi Rasional nyeri,lamanya Sebagai data awal, membantu mengevaluasi tempat obstruksi Posisi yang nyaman untuk dapat

intensitas dan penyebarannya Bantu pasien mengatur posisi tidur

membantu

merelaksasi

pasien dan mengurangi rasa nyeri Monitor tanda-tanda vital klien Tanda-tanda vital yang abnormal secara berkala harus segera dievaluasi dan

dilakukan tindakan Ajarkan pasien penggunaan Bertujuan untuk dan mengalihkan merelaksasikan

keterampilan manajeman nyeri : perhatian

teknik relaksasi, tertawa, musik dan pasien sehingga dapat mengurangi sentuhan terapeutik Ciptakan suasana perhatian terhadap rasa nyerinya lingkungan Dapat merelaksasikan klien untuk mengurangi rasa nyeri analgetik Analgetik berungsi untuk memblok oral rangsangan syaraf nyeri pada sistem

tenang dan nyaman Kolaborasi baik pemberian

injeksi

ataupun

bergantung pada ndikasi Risiko Syok Tujuan :

Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 2X24 jam pasien terhindar dari risiko syok dan perdarahan Kriteria hasil :

30

Tidak ada perdarahan / perdarahan berkurang TTV dalam batas normal RR: 20 x/mnt TD: 110/80 ND: 100x/mnt Rasional indikator awal dan

Intervensi

Monitor jumlah, warna, dan bau Sebagai dari perdarahan yang keluar Observasi TTV secara berkala

penentuan intervensi selanjutnya Nadi yang lemah, tekanan darah yang rendah merupakan indikasi pasien mengalami syok hipovolemi

Anjurkan pasien untuk bedrest Dengan bedrest total diharapkan total aktivitas pasien dapat berkurang serta untuk mengembalikan stamina klien Kolaborasi pemberian obat anti Untuk koagulan Risiko tinggi Cedera Janin Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam, klien risiko cedera janin berkurang atau hilang Kriteria hasil : Menunjukkan pertumbuhan janin pada batas normal Mencapai kehamilan pada masanya dengan ukuran tepat untuk usia gestasi Intervensi Tentukan penyalahgunaan Rasional zat Penyalahgunaan zat beresiko indikasi pengobatan klien sesuai

seperti alkohol, merokok dan obat terhadap janin obatan Auskultasi jantung Berikan informasi tentang Malnutrisi memperberat perkembanan dan laporkan irama Menandakan kesejahteraan janin

kebutuhan diet, sumber vitamin, ketidakadekuatan mineral

neonatus dan sel otak janin

31

C. ABORTUS 1. Definisi Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan, dimana janin belum mampu hidup di luar rahim ( belum viable ); dengan kriteria usia kehamilan <20 minggu lengkap ( 139 hari ) dihitung dari hari pertama haid terakhir atau berat janin <500 gram. Abortus dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria, yaitu : a. Menurut kejadiannya Abortus spontania Abortus spontania adalah kehilangan kehamilan pada usia <20 minggu atau janin dengan berat <500 gram tanpa intervensi medis maupun mekanis. Abortus tipe ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu abortus dini yang terjadi sebelum usia 12 minggu; sedangkan abortus tahap akhir ( late abortions ) terjadi antara minggu ke-12 dan ke 20. Abortus provokatus ( disengaja, digugurkan ), yaitu : Abortus buatan menurut kaidah ilmu ( Abortus provocatus artificialis atau abortus therapeuticus ). Indikasi abortus untuk kepentingan ibu, misalnya : penyakit jantung, hipertensi esensial, dan karsinoma serviks. Keputusan ini ditentukan oleh tim ahli yang terdiri dari dokter ahli kebidanan, penyakit dalam dan psikiatri, atau psikolog. Abortus buatan kriminal ( Abortus provocatus criminalis ) adalah pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh orang yang tidak berwenang dan dilarang oleh hukum atau dilakukan oleh yang tidak berwenang. Kemungkinan adanya abortus provokatus kriminalis harus di pertimbangkan bila ditemukan abortus febrilis. Aspek hukum dari tindakan abortus buatan harus dipertahankan. Bahaya abortus buatan kriminalis : a) Infeksi b) Infertilitas skunder c) kematian b. Menurut bentuk klinis Abortus iminen Disebut juga threatened abortion atau abortus yang bersifat mengancam yaitu proses awal dari suatu keguguran, yang ditandai dengan perdarahan pervaginam, sementara ostium uteri eksternum masih tertutup dan janin

32

masih baik intrauterin. Perdarahan pervaginam yang muncul tidak mengeluarkan hasil konsepsi. Seringnya dibarengi dengan adanya rasa kram yang menyebab rasatidak nyaman. Perdarahan biasanya mlai terjadi 2 minggu setelah janin berhenti berkembang. Setengah dari abortus iminens akan menjadi abortus komplet atau inkomplet, sedangkan pada sisanya kehamilan akan trus berlangsung. Abortus insipien Disebut juga inevitable abortion atau abortus yang sedang berlangsung yaitu proses abortus yang sedang berlangsung dan tidak lagi dapat dicegah, ditandai denga terbukanya ostium uteri eksternum, selain perdarahan. Perdarahan yang terjadi pervaginam atau kehilangan cairan amnion terjadi disertai dilatasi serviks, dengan atau tanpa nyeri abdomen Abortus inkompletus Abortus inkomplitus yaitu proses abortus di mana sebagian hasil konsepsi telah keluar melalui jalan lahir. Sebelum usia 12 minggu. Abortus cenderung berlangsung komplet; sedangkan setelah 12 minggu, hasil konsepsi cenderung tertahan Abortus kompletus Abortus kompletus yaitu proses abortus dimana keseluruhan hasil konsepsi telah keluar melalui jalan lahir. Pada abortus kompletus, perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhanti sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan segera menutup kembali. Jika perdarahan tidak berhenti setelah 10 hari, abortus inkomplitus atau endometritis pasca abortus harus dipikirkan. Abortus habitualis Abortus habitualis adalah abortus yang terjadi 3 ( tiga ) kali berturut-turut atau lebih karena adanya sebab tertentu. Kemungkinan abortus spontan berulang dua kali adalah 2,3 %; kemungkinan abortus spontan berulang tiga kali adalah 0,34 %. Etiologinya dapat terkait dengan faktor endokrin, genetik, atau medis; infeksi, faktor-faktor uterus; inkompetensi ostium servikal internal; atau pajanan pada obat, zat kimia, radiasi, atau rokok. Etiologi tidak ditemukan pada 50 % kasus. Abortus infeksiosus

33

Abortus infeksiosus atau juga disebut abortus septik adalah suatu abortus yang telah disertai komplikasi berupa infeksi, baik yang diperoleh dari luar rumah sakit maupun yang terjadi setelah tindakan di umah sakit ( akibat infeksi nosokomial ) Abortus tertinggal ( missed abortion ) Missed abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum 20 minggu, retensi hasil konsepsi 4-8 minggu setelah kematian janin. Pertumbuhan uterus berhenti, kemudian mengalami regresi. Denyut jantung janin tidak terdengar pada auskultasi ketika diperkirakan berdasarkan tanggal. Tidak terasaada gerakan janin dan pertumbuhan payudara menurun. Berat badan ibu berkurang, amenorea dapat berlanjut atau dapat terlihat bercak darah. ( Achadiat, Chisdiono M. 2004; Sinclair, Constance. 2010; Sastrawinata, Sulaiman. 2005 )

( Taber- Benzion. 1994 )

34

( Sakala, Elmar P. 2001 )

2. Epidemiologi Insiden abortus sulit ditentukan karena kadang-kadang seorang wanita dapat mengalami abortus tanpa mengetahui bahwa ia hamil, dan tidak mempunyai gejala yang hebat sehingga hanya dianggap sebagai menstruasi yang terlambat ( siklus memanjang ). Terlebih lagi insidensi abortus kriminalis, sangat sulit ditentukan karena biasanya tidak dilaporkan. Angka kejadian abortus dilaporkan oleh Rumah Sakit sebagai rasio dari jumlah abortus terhadap jumlah kelahiran hidup. Di USA, angka kejadian secara nasional berkisar antara 10-20 %. Di Indonesia kejadian berdasarkan laporan rumah sakit, seperti di RS Hasan Sadikin Bandung berkisar antara 18-19% ( Sastrawinata, Sulaiman. 2005 ). Menurut Badan Kesehatan Dunia ( WHO ) diperkirakan 4,2 juta Abortus dilakukan setiap tahun di Asia Tenggara, dengan perincian : 1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura antara 750.000 sampai 1,5 juta di Indonesia antara 155.000 sampai 750.000 di Filipina antara 300.000 sampai 900.000 di Thailand Di perkotaan Abortus dilakukan 24-57% oleh dokter,16-28% oleh bidan/ perawat, 19-25% oleh dukun dan 18-24% dilakukan sendiri. Sedangkan di pedesaan Abortus dilakukan 13-26% oleh dokter, 18-26% oleh bidan/perawat, 31-47% oleh dukun dan 1722% dilakukan sendiri. Cara Abortus yang dilakukan oleh dokter dan bidan/perawat adalah berturut-turut: kuret isap ( 91% ), dilatasi dan kuretase ( 30% ) sertas prostaglandin / suntikan ( 4% ).

35

Abortus yang dilakukan sendiri atau dukun memakai obat/hormon ( 8% ), jamu/obat tradisional ( 33% ), alat lain ( 17% ) dan pemijatan ( 79% ).

3. Patofisiologi
Etiologi: Faktor kelainan telur. Faktor penyakit pada ibu Faktor suami Faktor lingkungan /eksogen

Buah kehamilan pada usia 20 minggu dan berat < 500 gram

Janin dapat beradaptasi

Janin tidak dapat beradaptasi

Usia kehamilan dapat dipertahankan > 37 minggu atau BB janin > 2500 gram

Janin gugur

Rangsangan pada uterus

Lepasnya buah kehamilan dari implantasinya

Terganggunya psikologis ibu

Kontraksi uterus

Terputusnya pembuluh darah ibu

Kecemasan Defisit pengetahuan

Prostaglandin

Perdarahan dan nekrose desidua

Dilatasi serviks Defisit volume cairan Resiko gawat janin Nyeri Resiko terjadi infeksi

36

4. Faktor Risiko Faktor risiko dan penyebab dari terjadinya abortus dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu : a. Faktor Infeksi Infeksi adalah penyebab yang paling umum atau paling sering dari terjadinya abortus spontan kala dini. Agen penyebab tersering dari infeksi adalah Chlamydia tracbomatis dan Listeria monocytogenes. Pemeriksaan serologis membuktikan adanya peran dari Mycoplasma bominis dan Ureaplasma urealyticum pada abortus. Selain itu, abortus juga terkait dengan serum dari Shypilis, infeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV )-1, dan kolonisasi Streptococci grup B di vagina. b. Faktor Endocrin Autoantibodi Thyroid berhubungan dengan peningkatan insiden dari abortus spontan, bahkan tanpa perlu adanya bukti kinis dari terjadinya Hypothyroidism. Pada wanita yang menderita diabetes tipe 1, derajat dari kontrol metabolisme pada kehamilan muda berhubungan dengan peningkata terjadinya abortus spontan dan malformasi kongenital c. Faktor Lingkungan Faktor risiko dari abortus meningkat pada kebiasaan gaya hidup merokok yang linear setiap hari. Baik abortus spontan dan anomali fetal dapat sering terjadi pada pengkonsumsian dose tinggi pada 8 minggu pertama kehamilan. Radiasi terapeutik dlam treatment kanker dapat menjadi agen obortus. Namun, paparan radiasi kurang dari 5 rads tidak meningkatkan faktor risiko dari terjadinya baortus. d. Faktor imun Ada sejumlah gangguan genetik dari pembekuan darah yang dapat meningkatkan risiko dari trombosis areri dan vena. Pada beberapa penelitian menyatakan bahwa thrombophilias menjadi penyebab stimulasi pada faktor gen leiden V, mutasi prothrombin G20210A, antitrombin III, protein C dan S, dan methylene tetrahydrofolate reductase ( hyperhomocysteinemia ). Dimana kesemuanya adalah penyebab tersering yang berhubungan dari keguguran yang berulang. e. Faktor Uterus Adanya pembentukan multipel leiomyomas uteri sangat sering terjadi dan menjadi penyebab dari abortus. Pada banyak kasus, lokasi dari leiomioma lebih penting dibandingkan besarnya benjolan, dimana yang paling berbahaya pada terjadinya abortus adalah leiomyoma submucosa, hal ini dikarenakan leiomyoma

37

submucosa menyebabkan gangguan dari perkembangan dan penempelan janin. Pada eksposur rahim dengan dietilstilbestrol ( DES ) telah dikaitkan dengan uteri/rahim berbentuk tidak normal serta inkompetensi serviks dan aborsi spontan. sinekia intrauterin ( Asherman sindrom ), suatu kondisi yang disebabkan oleh kuretase rahim dengan destruksi dan jaringan parut endometrium, juga dapat menjadi penyebab aborsi spontan. ( Beckmann, Charless R. B., at all. 2010 )

5. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis pada klien dengan abortus dapat diklasifikasiakn menurut jenisnya, yaitu sabagai berikut : a. Abortus imminens Perdarahan per-vaginam sebelum minggu ke 20. Kadang nyeri, terasa nyeri tumpul pada perut bagian bawah menyertai perdarahan. Nyeri terasa memilin karena kontraksi tidak ada atau sedikit sekali. Tidak ditemukan kelainan pada serviks. Serviks tertutup.

b. Abortus incipiens Perdarahan per vaginam masif, kadang kadang keluar gumpalan darah. Nyeri perut bagian bawah seperti kejang karena kontraksi rahim kuat. Serviks sering melebar sebagian akibat kontraksi.

c. Abortus incomplete Perdarahan per vaginam berlangsung terus walaupun jaringan telah keluar. Nyeri perut bawah mirip kejang. Dilatasi serviks akibat masih adanya hasil konsepsi di dalam uterus yang dianggap sebagai corpus allienum. Keluarnya hasil konsepsi (seperti potongan kulit dan hati).

d. Abortus completus Serviks menutup. Rahim lebih kecil dari periode yang ditunjukkan amenorea. Gejala kehamilan tidak ada. Uji kehamilan negatif.

e. Missed abortion

38

f.

Rahim tidak membesar, malahan mengecil karena absorpsi air ketuban dan maserasi janin. Buah dada mengecil kembali. Gejala kehamilan tidak ada, hanya amenorea terus berlangsung.

Abortus febrilis Demam kadang kadang menggigil. Lochea ( secret vagina yang berlangsung selama minggu pertama atau minggu kedua setelah persalinan ) berbau busuk.

6. Pemeriksaan Diagnostik Pada klien dengan abortus dapat dilakukan pengujian Uji laboratorium : Uji kehamilan positif pada 75 % kasus, jadi uji kehamilan yang negatif tidak menyingkirkan kemungkinan terjadinya baortus Hitung darah lengkap, golongan darah, uji tapis antibodi pada semua pasien untuk memeriksa status Rh. Rh0GAM diindikasikan pada semua wanita Rh-negatif, dan antibodi-negatif Ultrasonografi uterus atau pemeriksaan patologi jaringan dapat dilakukan jika diindikasikan ( Garber, Mark A. 2006 )

7. Penatalaksanaan Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada klien dengan abortus diantaranya yaitu : a. Tentukan apakah wanita secara hemodinamis stabil Takikardia, sinkop, pusing, atau berkunang-kunang menunjukkan ketidakstabilan dan wanita tersebut harus segera menerima penggantian cairan IV dan dievaluasi untuk menerima intervensi kedaruratan b. Lakukan pemeriksaan pelveis Pemeriksaan pelvis harus dilakukan secara hati-hati, perhatikan darah forniks, kenormalan vagina dan serviks ( singkirkan sebab-sebab pedarahan pervaginam selain abortus ), apakah serviks terbuka, nyeri tekan, dan ukuran uterus, dan/atau massa pada adneksa. Buang setiap jaringan di dalam serviks dan simpan untuk pemeriksaan petologi. Lakukan kultur bila diindikasikan c. Kaji kemampuan hidup ( viabilitas ) kehamilan.

39

Krause dan Graves mengusulkan regimen berikut : <7 minggu : human gonadotropin korionik ( hCG ) atau progesteron serum 7-8 minggu : hCG serial atau progesteron serum; secara bergantian dengan ultrasonografi transvaginal yang diikuti dengan pemeriksaan hCG jika terlihat aktivitas jantung 8-10 minggu : ultrasonografi transvaginal yang diikuti dengan pemeriksaan hCG atau progesteron jika tidk ada aktivitas jantung 10 minggu : bunyi jantung janin menggunakan Doppler; jika tidak terdengar, ultrasonografi d. Lakukan pemeriksaan secara berkala hCG setiap 2-3 hari, ultrasonografi transvaginal mingguan, dan kunjungan klinik mingguan sampai prognosis kehamilan pasti. Todak ada terapi medis yang dapat mencegas abortus spontan, bahkan pemberian progesteron kepada wanita dengan defek fase luteal yang diketahui tidak mengurangi risiko e. Berikan Rh0GAM kepada ibu Rh-negatif jika perdarahan mulai terjadi f. Penanganan pada abortus inkomplet Lakukan pendekatan terapi alternatif dan risiko serta manfaatnya kepada ibu dan buat rencana terapi tersebut bersama-sama. Koagulasi intravaskular diseminata (KID) adalah komplikasi yang jarang, yang tidak dapat dicegah melalui intervensi

40

bedah, dan masalah terkait komplikasi ini tidak perlu medikte keputusan penatalaksanaan. Penatalaksanaan pada wanita hamil dapat direncanakan. Analgesik dan peredaan nyeri narkotik diprogramkan untuk kram, dan istirahat pelvis dianjurkan. Terapi medis atau bedah umumnya dilakukan setelah 3 hari tanpa ada pengeluaran hasil konsepsi. Tujuh puluh sembilan persen akan mengeluarkan hasil konsepsi dalam 3 hari Inversi medis dan bedah memerlukan konsultasi dengan dokter Penatalaksanaan medis mencakup pemberian ergot alkaloid, ergot yang dikombinasi dengan misoprostol, atau misoprostol saja atau dengan metotreksat. Kombinasi yang terakhir memiliki angka keberhasilan 45-95%. Efek samping terjadi pada 25-88% wanita dan meliputi mual, muntah, diare, nyeri kepala, pusing, dan wajah kemerahan (hot flushes) Indikasi untuk dilatasi dan kuretase ( D&C ) meliputi kematian intrauterus trimester kedua, abortus septik, abortus akibat kegagalan pengobatan, kegagalan penatalaksanaan pada wanita hamil, atau pilihan klien g. Berikan pengetahuan Anjurkan wanita yang mengalami abortus inkomplet tanpa komplikasi untuk mengobservasi istirahat pelvis selama 3 hari. Berikan kontrasepsi hormonal untuk dimulai setelah abortus spontan bagi wanita yang menginginkannya. Berikan edukasi wanita yang menginginkan konsepsi untuk menunggu sekurangkurangnya satu siklus untuk memungkinkan normalisasi endometrium dan memaksimalkan kesempatan untuk berhasil pada kehamilan berikutnya h. Lakukan tindak lanjut dengan melakukan kunjungan klinik dalam 2 minggu untuk memeriksa uterus; mengecek ulang kadar hCG dalam urine ( 85% akan negatif; yang lain harus dicek kembali dalam 2 minggu kemudian ) i. Atasi masalah emosional Termasuk masalah mengenai penyebab, apakah ingin menamai bayi, apakah akan melakukan kebaktian memorial, dan bagaimana mendiskuskan kehilangan dengan anak yang lain. Konseling tentang berduka dan konseling keagaman dapat bermanfaat bagi pasangan yang mengalami kesulitan menyelesaikan proses berduka

41

j.

Wanita yang mengalami abortus iminens tetapi meneruskan kehamilan dapat meningkatkan risiko mengalami persalinan kurang bulan, pertumbuhan janin terhambat (PJT) dan oligohidramnion ( Sinclair, Constance. 2010 )

8. Asuha Keperawatan a. Pengkajian b. Perencanaan perawatan Nyeri Tujuan : Setelah diberika tindakan keperawatan selama 1X24 jam nyeri yang dialami klien berkurang atau hilang Kriteria hasil : Klien menyatakan nyeri berkurang Klien tampak tenang, ekspresi wajah rileks TTv klien dalam batas normal RR: 20 x/mnt TD: 110/80 ND: 100x/mnt Intervensi Rasional

Catat lokasi nyeri,lamanya intensitas Sebagai data awal, membantu dan penyebarannya Bantu pasien mengatur posisi tidur mengevaluasi tempat obstruksi Posisi yang nyaman dapat

membantu untuk merelaksasi pasien dan mengurangi rasa nyeri Monitor tanda-tanda vital klien secara Tanda-tanda vital yang abnormal berkala harus segera dievaluasi dan

dilakukan tindakan Ajarkan keterampilan pasien penggunaan Bertujuan untuk mengalihkan nyeri : perhatian dan merelaksasikan sehingga dapat

manajeman

teknik relaksasi, tertawa, musik dan pasien sentuhan terapeutik

mengurangi perhatian terhadap rasa nyerinya

Ciptakan suasana lingkungan tenang Dapat dan nyaman

merelaksasikan

klien

untuk mengurangi rasa nyeri

42

Kolaborasi pemberian analgetik baik Analgetik

berungsi

untuk

injeksi ataupun oral bergantung pada memblok rangsangan nyeri pada ndikasi sistem syaraf

Defisit volume cairan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2X24 jam intake cairan klien adekuat Kriteria hasil : Klien dapat mendemostrasikan kestabilan / perbaikan

keseimbangan cairan yang dibuktikan oleh tanda-tanda vital stabil, pengisian kapiler cepat, sensorium tepat dan haluaran serta berat jenis urin adekuat secara individual Intervensi Evaluasi, laporkan, dan catat jumlah Perkiraan serta jumlah kehilangan darah. membantu Rasional kehilangan darah

membedakan Setiap berat gram pembalut

Lakukan

perhitungan

pembalut diagnosa, peningkatan

Timbang pembalut pengalas.

sama dengan kehilangan kira-kira 1 ml darah. Lakukan tirah baring. Instuksikan klien Perdarahan untuk menghindari Valsalva manuver dengan dan koitus. dapat reduksi berhenti aktivitas.

Peningkatan tekanan abdomen atau orgasme ( yang

meningkatkan aktivitas uterus) dapat meransang perdarahan Posisikan klien dengan tepat, Menjamin keadekuatan darah tersedia untuk otak;

telentang dengan panggul ditinggikan yang

atau posisi semi fowler. Hindari peninggian panggul menghindari posisi trendelenburg. kompresi vena kava. Posisi semifowler memungkinkan janin

bertindak sebagai tanpon. Catat tanda tanda vital pengisian Membantu kapiler pada dasar kuku, warna beratnya menentukan kehilangan darah,

43

menbran mukosa/ kulit dan suhu. meskipun Ukur tekanan vena sentral, bila ada

sianosis

dan

perubahan pada tekanan darah, nadi adalah tanda-tanda lanjut dari kehilangan sirkulasi atau terjadinya syok

Hindari vagina

pemeriksaan

rectal

atau Dapat meningkatkan hemoragi, khususnya bila plasenta previa marginal atau total terjadi.

Berikan larutan intravena, ekspander Meningkatkan

volume

darah

plasma, darah lengkap, atau sel-sel sirkulasi dan mengatasi gejalakemasan, sesuai indikasi gejala syok

Anxietas Tujuan : setelah diberikan tindakan keperwatan selama 2X24 jam anxietas klien dapat berkurang atau hilang Kriteria hasil : Klien dapat mendiskusikan ketakutan mengenai diri, janin, dan masa depan kehamilan, mengenai ketakutan yang sehat dan tidak sehat Klien dapat mengungkapkan pengetahuan situasi yang akurat Klien dapat melaporakan/menunjukkan berkurangnya ketakutan dan/atau perilaku yang menunjukkan ketakutan Intervensi Rasional

Diskusikan situasi dan pemahaman Memberikan informasi tentang tentang situasi dengan klien dan reaksi individu terhadap apa pasangan yang terjadi

Pantau respon verbal dan nonverbal Menandakan tingkat rasa takut klien/pasangan yang sedang dialami

klien/pasangan Dengarkan masalah klien dan Meningkatkan terhadap rasa situasi control dan

dengarkan secara aktif

memberikan kesempatan pada klien untuk mengembangkan

44

solusi sendir Berikan verbal informasi dan dalam dan bentuk Pengetahuan akan membantu beri klien mengatasi apa yang sedang

tertulis

kesempatan klien untuk mengajukan terjadi dengan lebih efektif pertanyaan.Jawab pertanyaan dengan jujur Jelaskan prosedur dan arti gejala- Pengetahuan dapat membantu gejala menurunkan meningkatkan terhadap situasi rasa takut dan

rasa

control

45

You might also like