You are on page 1of 7

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Transformasi lahan persawahan menjadi kawasan industri sudah banyak terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Salah satu dampak yang terjadi akibat banyaknya transformasi persawahan menjadi kawasan industri adalah terjadi pencemaran lingkungan akibat dari pembuangan limbah industri (Irawan, 2005). Salah satu limbah berbahaya yang dihasilkan oleh beberapa industri adalah logam berat Cu(II). Keberadaan logam berat tembaga Cu(II) di lingkungan perairan berasal dari pembuangan air limbah industri pengolahan kayu, gelangan kapal, alat-alat listrik, kerajinan perak, elektroplating dan pertambangan (Hatimah dkk, 2009). Logam Cu juga terdapat dalam proses pewarnaan dan pencetakan dalam industri tekstil (Smith, 1988). Menurut Andarani dan Roosmini (2009) pencemaran logam berat salah satunya tembaga Cu(II) terhadap air permukaan dan sedimen terjadi akibat proses pembuangan limbah industri tekstil di sekitar industri tekstil di Bandung. Limbah logam Cu(II) banyak tersebar di lingkungan dari keluaran limbah cair dari banyak industri, sehingga keberadaan ion logam Cu(II) sangat membahayakan bagi lingkungan dan apalagi jika sampai terkonsumsi oleh manusia. Ion Cu(II) merupakan kategori jenis logam berat yang berbahaya. Jumlah ion Cu yang relatif tinggi dapat membahayakan kesehatan manusia, karena

berpotensi mengganggu fungsi ginjal, kerusakan otak, dan pengendapan Cu pada kornea mata (Manahan, 2003). Pada kondisi air permukaan tembaga dapat meracuni tumbuhan air pada konsentrasi diatas 1 ppm dan dapat meracuni beberapa ikan. Sifat toksik ion Cu(II) yang dapat merusak lingkungan dan kesehatan manusia menyebabkan perlunya upaya dalam menangani air limbah untuk mengurangi atau menghilangkan konsentrasi ion Cu(II) yang ada melalui pengembangan metode penanganan air limbah sebelum limbah tersebut dibuang ke perairan. Penanganan masalah limbah ion Cu(II) sudah pernah dilakukan sebelumnya dengan beberapa metode. Salah satu metode yang digunakan adalah adsorpsi menggunakan lignin sebagai adsorben (Lelifajri, 2010), namun penanganan dengan menggunakan metode adsorpsi ternyata kurang efektif, karena limbah yang diadsorpsi tersebut akan terakumulasi dalam adsorben sehingga akan menimbulkan masalah baru seperti dihasilkanya fasa baru yang mengandung polutan yang lebih terkonsentrasi, selain itu metode penanggulangan limbah yang cukup efektif seperti klorinasi dan ozonasi ternyata memerlukan biaya operasional yang tidak sedikit (Wijaya, 2005). Penggunaan metode biosorpsi dalam menangani logam berat ternyata juga kurang efektif, karena dalam proses imobilisasi biomassa diperlukan banyak bahan kimia yang lain sehingga meningkatkan biaya dalam preparasi biomassa (Fahyuddin, 2011). Berangkat dari masalah tersebut dikembangkan sebuah metode

penanggulangan limbah logam berat dengan biaya yang relatif murah dan efisien. metode kimia yang terbarukan dan menarik perhatian sekarang adalah dengan

penggunaan fotokatalis dimana limbah ion logam Cu(II) direduksi menggunakan bantuan cahaya ultraviolet TiO2 dan dipercepat dkk, dengan bantuan fotokatalis penggunaan

semikonduktor

(Hatimah

2009).

Keunggulan

semikonduktor fotokatalis adalah dapat melakukan mineralisasi total terhadap polutan organik, biaya operasional yang rendah, prosesnya relatif cepat dan akurat, bahan yang digunakan tidak beracun dan mempunyai kemampuan penggunaan dalam jangka panjang (Damayanti, 2005). Semikonduktor Titanium Oksida (TiO2) merupakan bahan semikonduktor yang menjanjikan sebagai salah satu bahan semikonduktor fotokatalis. Titanium Oksida (TiO2) memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan bahan semikonduktor yang lain, yaitu tidak beracun (ramah lingkungan), sangat stabil secara kimia, relatif lebih murah, ketersediaan yang melimpah di alam, menghasilkan hole (h+) yang sangat oksidatif dan elektron (e-) yang mampu menghasilkan superoksida dari reduksi oksigen (Kaneko dan Okura, 2002). Penggunaan semikonduktor Titanium Oksida (TiO2) serbuk dalam menangani masalah logam berat masih menemukan beberapa kekurangan, diantaranya TiO2 serbuk di dalam cairan bertubulensi tinggi tidak efisien karena serbuk yang terdisperi dalam air tersebut sangat sulit diregenerasi dan campuran yang keruh akibat terdispersinya TiO2 dalam cairan membuat radiasi UV tidak mampu mengaktifkan seluruh partikel fotokatalis TiO2 (Tjahjanto dan Gunlazuardi, 2001). Selain itu penggunaan Titanium Oksida (TiO2) serbuk dalam menangani polutan juga diperlukan tahap pemisahan TiO2 dari suspensi, pemisahan ini memerlukan waktu yang lama dan biaya yang mahal (Andayani

dan Sumartono, 2007). Oleh karena itu perlu dilakukan imobilisasi TiO2 dengan penambahan pengemban/padatan pendukung yang memiliki sifat mudah dibentuk dan dapat terikat secara fisik dan kimia, sehingga penggunaan TiO2 dalam mereduksi logam berat Cu(II) aktivitasnya dapat teroptimalisasi. Imobilisasi TiO2 ke dalam suatu pengemban memiliki beberapa keuntungan, diantaranya dapat meningkatkan aktivitas fotokatalis karena bertambahnya peluang kontak fotokatalis dengan senyawa target dan mampu mempermudah proses regenerasi fotokatalis setelah penggunaan. Adanya TiO2 yang tersebar dalam material pengemban menyebabkan terjadi perubahan karakteristik terutama sifat dispersi dalam larutan, sehingga memudahkan proses dikembalikan ( recovery ) setelah digunakan (Subechi, 2011). Kitosan merupakan biomolekul alternatif yang tepat karena salah satu sifatnya yang ramah lingkungan. Polimer organik aktif kitosan dapat meningkatkan fungsi material anorganik karena memiliki aktifitas penyerapan yang tinggi, kompatibilitas, hidrofilisitas, biodegradasi melalui kombinasi yang baik dengan suatu material anorganik dan sifatnya juga non toksik (Baklanova, 2011). Menurut penelitian sebelumnya Subechi (2011), Rusdi (2011) dan Purnama (2012) yang telah melakukan preparasi campuran TiO2-kitosan memperoleh hasil yang kurang baik, yaitu campuran yang diperoleh tidak stabil secara mekanik dan kimia sehingga TiO2 mudah lepas dari kitosan dan mudah terdispersi ke dalam larutan. Berdasarkan hal tersebut diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memperbaiki penelitian sebelumnya dalam proses fotodegradasi dan fotoreduksi

terkatalisis TiO2-kitosan. Penelitian yang akan dilaksanakan adalah melalui preparasi komposit TiO2-kitosan menggunakan metode sol-gel. Metode sol-gel merupakan proses pembentukan senyawa anorganik melalui reaksi kimia dalam larutan pada suhu rendah di mana dalam proses tersebut terjadi perubahan fase dari suspensi koloid (sol) membentuk fasa cair kontinyu (gel) dan kedua fasa yang saling terdispersi memiliki struktur jaringan internal. Dari preparasi ini diharapkan akan memperoleh komposit TiO2-kitosan yang stabil secara fisik dan kimia. Komposit TiO2-kitosan yang stabil secara fisik dan kimia dapat mengoptimalkan aktivitas reduksi logam berat Cu(II) menjadi ion Cu(0) yang lebih aman bagi lingkungan. Kemampuan komposit TiO2-kitosan dalam mereduksi ion Cu(II) juga dipengaruhi oleh konsentrasi ion Cu(II), pH larutan, waktu kontak dan kemampuan regenerasi TiO2-kitosan, oleh karena itu penelitian ini juga akan mempelajari kondisi optimum untuk faktor-faktor tersebut. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tentang keberadaan limbah logam berat tembaga Cu(II), identifikasi masalah yang ada yaitu : 1. Limbah tembaga Cu(II) merupakan suatu jenis logam berat yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. 2. Penanganan limbah logam berat tembaga Cu(II) perlu ditingkatkan dengan metode alternatif pengolahan limbah logam berat yang efektif sehingga limbah logam berat tembaga Cu(II) menjadi tidak berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia.

3. Mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan optimum proses fotoreduksi terkatalisis komposit TiO2-kitosan seperti konsentrasi tembaga Cu(II), waktu kontak polutan dengan TiO2-kitosan dan pH larutan. Selain itu kemampuan regenerasi komposit TiO2-kitosan optimum dalam fotoreduksi Cu(II), yang meliputi jenis pH larutan dan jenis larutan pengelusi. C. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang ada, maka penelitian ini dibatasi dengan rincian sebagai berikut : 1. Sintesis komposit TiO2-Kitosan menggunakan metode sol-gel. 2. Pengemban kitosan yang digunakan adalah berasal dari kepiting (callinictes sapidus) dengan derajat deasitilasi 77%. 3. Senyawa prekusor TiO2 menggunakan Titanium (IV) Isopropoksida. D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah yang ada, maka rumusan masalah yang diusulkan adalah : 1. Bagaimana kondisi optimum fotoreduksi Cu(II) terkatalisis komposit TiO2kitosan meliputi konsentrasi tembaga Cu(II), pH larutan, dan waktu kontak optimum ? 2. Bagaimana kondisi optimum dalam proses regenerasi komposit TiO2-kitosan dalam fotoreduksi Cu(II), yang meliputi jenis pH larutan dan jenis larutan pengelusi ?

E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui kondisi optimum fotoreduksi Cu(II) terkatalisis komposit TiO2kitosan meliputi waktu kontak optimum, konsentrasi tembaga Cu(II), dan pH larutan. 2. Mengetahui kondisi optimum dalam regenerasi komposit TiO2-kitosan dalam fotoreduksi Cu(II) yang meliputi jenis larutan dan konsentrasi larutan pengelusi. F. Manfaat Penelitian Berdasarkan masalah tentang keberadaan limbah logam berat Cu(II) yang berbahaya bagi lingkungan, maka hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan metode alternatif baru dalam menangani masalah pencemaran limbah logam berat tembaga Cu(II) yang efektifitas life time lebih efisien. Hasil penelitian juga dapat memberikan informasi terhadap kemampuan komposit TiO2-Kitosan optimum dalam mereduksi logam berat tembaga Cu(II).

You might also like