You are on page 1of 3

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Salah satu limbah yang menimbulkan masalah bagi lingkungan yaitu aluminium foil yang menimbun di tempat penimbunan sampah. Bungkus berlapis aluminium foil merupakan kemasan produk yang sering ditemui di masyarakat. Sebagian besar bungkus berlapis aluminium foil ini hanya digunakan sebagai pembungkus produk sekali pakai: makanan, minuman, deterjen, dan lain-lain. Dari data yang diperoleh di salah satu rumah makan di Surabaya konsumsi aluminium foil tiap harinya 20 lembar untuk ukuran 20 cm 2 sehingga bisa menghabiskan sampai 6 rol akuminium foil tiap minggunya. Tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi terhadap produk-produk berkemasan berupa bungkus berlapis aluminium foil ini membuat sampah-sampah tersebut kian menjamur di tempat pemrosesan akhir, tidak seperti botol-botol plastik yang dapat berakhir di tangan para pendaur ulang plastik. Sampah yang jumlahnya sangat banyak ini tentunya membutuhkan mekanisme pengelolaan sehingga penekanan jumlah sampah di TPA dapat dilakukan. Aluminium foil umumnya terdiri atas 92 sampai 99% logam aluminium serta memiliki ketebalan berkisar antara 0.00017 sampai 0.0059 inci. Aluminium foil memiliki banyak kegunaan di dunia industri, salah satunya sebagai bahan pelapis makanan. Hal ini disebabkan aluminium foil memiliki harga produksi yang murah, tahan lama, tidak beracun, dan anti air. Bahkan lebih jauh lagi, aluminium foil dapat menangkal zat kimia berbahaya dan bertindak sebagai pelindung terhadap sifat kemagnetan. (Gale, Thomshon. 2005) Khusus di dalam industri pengemasan makanan, aluminium foil sangat membantu dalam menangkal cahaya matahari, oksigen, dan bakteri yang mungkin masuk. Hal ini sangatlah penting karena kedua elemen itu dapat merusak struktur makanan sehingga kualitasnya tidak maksimal. Selain itu, aluminium foil pun dapat menjaga rasa, bau, serta kelembaban yang sangat penting dalam industry makanan. Harga produksi aluminium foil yang murah, menyebabkan produksi aluminium foil berkembang pesat (Robertson,G. 2006) Di samping semua kelebihannya, aluminium foil tetap memiliki banyak kekurangan. Dalam setiap pemrosesan bijih aluminium menjadi aluminium siap pakai, II-1

I-2

Bab I Pendahuluan
ternyata dibutuhkan sumber daya energi yang tidak sedikit. Pada umumnya, dibutuhkan sekitar 15,7 kWh listrik untuk mendapatkan 1 Kg saja aluminium. (The aluminium association. http://aluminum.org februari 2013) Aluminium foil sangat tahan lama dan sulit untuk dapat terurai. Dibutuhkan waktu 400 tahun untuk aluminium agar dapat terurai di tanah. Dengan membakarnya di udara bebas bahkan menyebabkannya menjadi masalah baru, yakni terlepasnya logam beracun dan gas berbahaya ke lapisan atmosfer. Daur ulang merupakan sebuah solusi yang tepat bagi aluminium foil dalam menekan permasalahan lingkungan. Salah satu cara mendaur ulang aluminium foil bekas yaitu dengan dioalah menjadi bahan koagulan penjernih air (tawas) mengingat kandungan aluminum dalam aluminium foil 92-99 %. (http://eartg911.com/recycling/metal/aluminium-foil/fact-about-aluminum-foil/ 2013) Aluminium sulfat [Al2(SO4)3] atau yang lebih dikenal dengan tawas merupakan salah satu bahan kimia yang sangat diperlukan baik dalam industri pengolahan air. Tawas dikenal ada dua jenis yaitu tawas alam dan tawas buatan. Tawas alam merupakan garam sulfat rangkap dari logam Al, Cr ataupun logam lainnya. Tawas yang terbentuk sendiri di alam terdiri dari bebrapa jenis dan tergantung unsur pe,bentuknya, diantaranya potassium aluminium sulfat dengan rumus kimia K.Al(SO4)2 12H2O atau Al(SO4)3.K2SO4.24H2O. Pada umumnya dalam industry tawas yang digunakan adalah tawas buatan, baik yang berupa garam tunggal aluminium sulfat, Al2(SO4)3. 17H2O atau 18 H2O dan ammonium aluminium sulfat NH4.Al(SO4)2. 12H2O. Kebutuhan aluminium sulfat selama ini diimpor dari luar negeri misalnya dari Singapura dan Australia dengan harga yang sangat mahal, sedang-kan kebutuhannya cukup banyak. Industri yang menggunakan aluminium sulfat diantaranya adalah industri kertas, industri kulit, industri batik, industri tekstil, industri kosmetik dan industri bahan pemadam api (Zakaria, 2003). Sebagian besar konsumsi tawas dalam negeri dipergunakan oleh industry penjernih air yaitu sebesar 56,90 %, kemudian diikuti oleh industry kertas yaitu 35,05% dan sisanya industry-industri lainnya. Seperti industry kimia dasar, industry makanan dan minuman, industry pupuk, dan sebagainya. Kebutuhan tawas di Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan angka yang terus meningkat seiring dengan berkembangnya industry. Berdasarkan data statistic kebutuhan tawas di Indonesia berkisar anatar 60.000-70.000 ton / tahun, hamper 40% kebutuhan Program Studi D3 Teknik Kimia FTI ITS Inovasi Tawas Kalium Aluminium Sulfat dari Aluminium Foil Februari

I-3

Bab I Pendahuluan
tawas di Indonesia masih di impor. (Tim pertambangan dan energy, 1994) Kebutuhan aluminium sulfat selama ini diimpor dari luar negeri misalnya dari Singapura dan Australia dengan harga yang sangat mahal.

I.2 Perumusan Masalah Permasalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengetahui cara pembuatan tawas dari aluminium foil bekas.

I.3 Batasan Masalah Dalam percobaan batasan masalah yang akan digunakan adalah membuat tawas dari aluminium foil bekas.

I.4 Tujuan Inovasi Produk Tujuan dari pembuatan tawas dari aluminium foil bekas yaitu : 1. Untuk mengetahui proses pembuatan tawas dari aluminium foil bekas 2. Untuk mengetahui kegunaan dan manfaat tawas 3. Untuk mengetahui apakah tawas yang dihasilakan memenuhi standar atau belum

I.5 Manfaat Inovasi Produk Manfaat dari penelitian adalan diperoleh informasi tentang pembuatan tawas dari aluminium foil bekas; meningkatkan nilai tambah dari aluminium foil bekas manjadi tawas.

Program Studi D3 Teknik Kimia FTI ITS

Inovasi Tawas Kalium Aluminium Sulfat dari Aluminium Foil

You might also like