You are on page 1of 32

Proposal Morbus Hansen/Kusta/Lepra

Minggu, 26 Desember 2010


Proposal Kusta

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyakit Morbus Hansen/Kusta/Lepra adalah salah satu penyakit menular yang sifatnya kronik dan dapat menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Sekitar 50% penderita kemungkinan tertular karena berhubungan dekat dengan seseorang yang terinfeksi. Infeksi juga mungkin ditularkan melalui tanah, armadillo (sejenis trenggiling yang mudah dipakai untuk pembiakkan kuman kusta, tetapi hingga kini belum berhasil dibiakkan dalam medium buatan), kutu busuk dan nyamuk. Sekitar 95% orang yang terpapar oleh kuman kusta tidak menderita kusta karena sistem kekebalannya berhasil melawan infeksi. Infeksi dapat terjadi pada semua umur, paling sering mulai dari usia 20-an dan 30-an. Kuman kusta (Morbus Hansen) biasanya menyerang saraf tepi kulit dan jaringan tubuh lainnya. Penyebab penyakit Morbus Hansen ialah suatu kuman yang disebut Mycobaterium leprae. Sumber penularan penyakit ini adalah penderita kusta Multi Basiler (MB) atau kusta basah. Penyakit Morbus Hansen pada umumnya sering dijumpai di negara-negara yang sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara dalam pemberian pelayanan kesehatan yang baik dan memadai kepada masyarakat. Penyakit Morbus Hansen sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan, ditimbulkannya. kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang

Di Indonesia penderita Morbus Hansen terdapat hampir di seluruh daerah dengan penyebaran yang tidak merata. Suatu kenyataan bahwa di Indonesia bagian Timur terdapat angka kesakitan Morbus Hansen yang lebih tinggi. Penderita Morbus Hansen 90 % tinggal diantara keluarga mereka dan hanya beberapa persen saja yang tinggal di Rumah Sakit Kusta, koloni penampungan atau perkampungan kusta. Prevalensi Morbus Hansen di Indonesia cenderung menurun dari tahun ke tahun. Tahun 1986 ditemukan 7,6 per 10.000 penduduk menjadi 5,9 per 10.000 penduduk. Pada tahun 1994 terjadi lagi penurunan menjadi 2,2 per 10.000 penduduk dan menjadi 1,39 per 10.000 penduduk pada tahun 1997. Penurunan prevalensi penyakit ini karena kemajuan di bidang teknologi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif di bidang penyakit kusta. Dengan teratasinya penyakit Morbus Hansen ini seharusnya tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Tetapi sampai saat ini penyakit Morbus Hansen masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu diperhatikan oleh pihak yang terkait, karena mengingat kompleksnya masalah penyakit ini, maka diperlukan program penanggulangan secara terpadu dan menyeluruh dalam hal

pemberantasan, rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial ekonomi dan permasyarakatan dari bekas penderita Morbus Hansen. Suatu penyataan bahwa sebagian besar penderita Morbus Hansen adalah dari golongan ekonomi lemah. Perkembangan penyakit pada diri penderita apabila tidak ditangani secara cermat dapat menimbulkan cacat dan keadaan ini menjadi halangan bagi penderita Morbus Hansen dalam kehidupan bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi mereka, juga tidak dapat berperan serta dalam pembangunan bangsa dan negara. (drh. Hiswani, 2001)

1.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang diangkat sebagai bahan untuk penyusunan program ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pemahaman masyarakat Kecamatan Kabila tentang penyakit Morbus Hansen dan cara menghilangkan kepercayaan atau persepsi yang salah/keliru di masyarakat sehubungan dengan penyakit Morbus Hansen? 2. Apa faktor yang mempengaruhi penularan penyakit Morbus Hansen? 3. Bagaimana cara penderita untuk memperoleh pengobatan? 4. Apa hambatan yang dihadapi penderita dalam memperoleh pengobatan?

1.3 Tujuan a. Tujuan Umum Menyusun rencana program kesehatan dalam rangka pencegahan dan

penanggulangan penyakit Morbus Hansen. b. Tujuan Khusus 1. Mengetahui karakteristik masyarakat Kecamatan Kabila (kondisi sosial, ekonomi, pendidikan dan budaya) dan membandingkannya dengan pemahaman mereka mengenai penyakit Morbus Hansen. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab timbulnya penyakit Morbus Hansen. 3. Menganalisis masalah-masalah yang ada sebagai bahan dalam penyusunan program pencegahan dan penanggulangan penyakit Morbus Hansen.

1.4 Manfaat 1. Untuk mengubah persepsi masyarakat yang salah tentang penyakit Morbus Hansen, khususnya masyarakat Kecamatan Kabila. 2. Untuk menambah wawasan masyarakat tentang penyakit Morbus Hansen sehingga mampu memproteksi dirinya secara mandiri dari infeksi penyakit tersebut. 3. Untuk mengetahui penanganan penyakit Morbus Hansen apabila telah didiagnosis terinfeksi penyakit tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi Penyakit Morbus Hansen Istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kushtha yang berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kumannya yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 di Norwegia, sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen. (dr. Zulkifli, 2003) Morbus Hansen adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. (Depkes RI, 1998) Morbus Hansen merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae. (Mansjoer Arif, 2000) Morbus Hansen adalah penyakit infeksi kronis yg disebabkan oleh

Mycobacterium leprae, pertama kali menyerang saraf tepi, setelah itu menyerang kulit dan organ-organ tubuh lain kecuali susunan saraf pusat. (Iwan Sain, 2009)

2.2 Sejarah Penyakit Morbus Hansen dan Pemberantasannya Penyakit Morbus Hansen diduga berasal dari Afrika atau Asia Tengah yang kemudian menyebar keseluruh dunia lewat perpindahan penduduk ini disebabkan karena perang, penjajahan, perdagangan antar benua dan pulau-pulau.

Berdasarkan pemeriksaan kerangka-kerangka manusia di Skandinavia diketahui bahwa penderita Morbus Hansen ini dirawat di Leprosaria secara isolasi ketat. Penyakit ini masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke IVV yang diduga dibawa oleh orang-orang India yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan agamanya dan berdagang. (dr. Zulkifli, 2003) Menurut sejarah, pemberantasan penyakit Morbus Hansen di dunia dapat kita bagi dalam 3 (tiga) zaman, yaitu zaman purbakala, zaman pertengahan dan zaman modern. Pada zaman purbakala karena belum ditemukan obat yang sesuai untuk pengobatan penderita Morbus Hansen, maka penderita tersebut mengasingkan secara spontan karena penderita merasa rendah diri dan malu, disamping itu

masyarakat menjauhi mereka karena merasa jijik. Pada zaman pertengahan penderita Morbus Hansen diasingkan lebih ketat dan dipaksa tinggal di Leprosaria/koloni perkampungan penderita Morbus Hansen seumur hidup. 1. Zaman Purbakala Penyakit Morbus Hansen dikenal hampir 2000 tahun SM. Hal ini dapat diketahui dari peninggalan sejarah seperti di Mesir, di India 1400 SM, istilah kusta yang sudah dikenal di dalam kitab Weda, di Tiongkok 600 SM, di Nesopotamia 400 SM. Pada zaman purbakala tersebut telah terjadi pengasingan secara spontan penderita merasa rendah diri dan malu, disamping masyarakat menjauhi penderita karena merasa jijik dan takut. 2. Zaman Pertengahan Kira-kira setelah abad ke 13 dengan adanya keteraturan ketatanegaraan dan sistem feodal yang berlaku di Eropa mengakibatkan masyarakat sangat patuh dan takut terhadap penguasa dan hak azasi manusia tidak mendapat perhatian. Demikian pula yang terjadi pada penderita Morbus Hansen yang umumnya merupakan rakyat biasa. Pada waktu itu penyebab penyakit dan obat-obatan belum ditemukan, maka penderita Morbus Hansen diasingkan lebih ketat dan dipaksakan tinggal di Leprosaria/Koloni Perkampungan penderita Morbus Hansen untuk seumur hidup. 3. Zaman Modern Dengan ditemukannya kuman kusta oleh Hansen pada tahun 1874, maka mulailah era perkembangan baru untuk mencari obat anti kusta dan usaha penanggulangannya. Demikian halnya di Indonesia dr. Sitanala telah mempelopori perubahan sistem pengobatan yang tadinya dilakukan secara isolasi, secara bertahap dilakukan dengan pengobatan jalan. Perkembangan pengobatan

selanjutnya adalah sebagai berikut : a. b. Pada tahun 1951 digunakan DDS sebagai pengobatan penderita Morbus Hansen. Pada tahun 1969 pemberantasan penyakit Morbus Hansen mulai diintegrasikan di Puskesmas. c. Sejak tahun 1982 Indonesia mulai menggunakan obat kombinasi Multi Drug Therapy (MDT) sesuai rekomendasi WHO. (drh. Hiswani, 2001)

2.3 Penyebab/Etiologi Penyakit Morbus Hansen

Penyakit Morbus Hansen disebabkan oleh Micobacterium leprae yang menyebabkan penyakit menahun dengan menimbulkan lesi jenis granuloma infeksion. (drh. Hiswani, 2001) Micobacterium leprae merupakan Basil Tahan Asam (BTA) bersifat obligat intraseluler, menyerang saraf perifer, kulit dan organ lain seperti mukosa saluran nafas bagian atas, hati, sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat. Masa membelah diri Mycobacterium leprae 1221 hari dan masa tunasnya antara 40 hari 40 tahun. Kuman ini berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 8 micron, lebar 0,2 0,5 micron, biasanya berkelompok dan ada yang disebar satu-satu, hidup dalam sel dan BTA. (Pro-Health, 2008)

2.4 Tanda dan Gejala Umum Penyakit Morbus Hansen Tanda-tanda penyakit Morbus Hansen bermacam-macam, tergantung dari tingkat atau tipe dari penyakit tersebut. (dr. Zulkifli, 2003) Tanda-tanda umum : 1. Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia 2. Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin melebar dan banyak. 3. Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus, aulicularis magnus serta peroneus. Kelenjar keringat kurang kerja sehingga kulit menjadi tipis dan mengkilat. 4. Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yarig tersebar pada kulit 5. Alis rambut rontok 6. Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka singa) Gejala-gejala umum : 1. Panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil 2. Anoreksia 3. Nausea, kadang-kadang disertai vomitus 4. Cephalgia 5. Kadang-kadang disertai iritasi, orchitis dan pleuritis 6. Kadang-kadang disertai dengan Nephrosia, Nepritis dan hepatosplenomegali 7. Neuritis

2.5 Klasifikasi Penyakit Morbus Hansen

Berdasarkan klasifikasi WHO (1981), maka penyakit Morbus Hansen/Kusta dapat diklasifikasi menjadi 2 tipe, yaitu : 1. Kusta Kering atau Pausi Basiler (PB) atau tipe tuberkuloid 2. Kusta Basah atau Multi Basiler (MB) atau tipe lepramatosa (Pro-Health, 2008) Kriteria untuk Tipe PB dan MB Kelainan Kulit dan Hasil No. Pemeriksaan Bakteriologis 1 Bercak (makula) a. Jumlah b. Ukuran c. Distribusi 16 Kecil dan besar Unilateral atau bilateral asimetris d. Konsistensi e. Batas Kering dan kasar Tegas Banyak Kecil-kecil Bilateral atau simetris Halus, berkilat Kurang tegas Pausi Basiler (Tidak Menular) Multi Basiler (Menular)

f. Kehilangan rasa pada bercak

Selalu ada dan jelas

Biasanya tidak jelas. Jika ada, terjadi pada yang sudah

g. Kehilangan kemampuan berkeringat, bulu rontok pada bercak


Bercak tidak berkeringat, ada bulu rontok pada bercak

lanjut Bercak masih berkeringat, bulu tidak rontok

Infiltrat a. Kulit Ada Ada, kadangkadang tidak b. Membran mukosa (hidung Tidak pernah ada tersumbat, pendarahan di hidung) ada Ada, kadangkadang tidak

ada 3 Ciri-ciri khusus Central Healing 1. Punched Out penyembuhan di tengah Lession.** 2. Medarosis 3. Ginekomastia 4. Hidung pelana 5. Suara sengau 4 Nodulus Tidak ada Kadang-kadang ada 5 Penebalan syaraf tepi Lebih sering terjadi dini, asimetris Terjadi pada yang lanjut, biasanya lebih dari satu dan simetris 6 Deformitas (cacat) Biasanya asimetris terjadi dini 7 Apusan BTA negatif BTA positif Terjadi pada stadium lanjut

** = lesi berbentuk seperti kue donat

2.6 Cara Penularan Penyakit Morbus Hansen Penyakit Morbus Hansen dapat ditularkan dari penderita Morbus Hansen tipe Multi basiller (MB) kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit Morbus Hansen dapat ditularkan melalui saluran pernafasan dan kulit. Faktor-faktor yang mempengaruhi penularan penyakit Morbus Hansen adalah sebagai berikut : 1. Faktor Sumber Penularan Sumber penularan adalah penderita Morbus Hansen tipe MB. Penderita MB inipun tidak akan menularkan penyakitnya apabila berobat teratur. 2. Faktor Kuman Kusta (Morbus Hansen)

Kuman kusta (Morbus Hansen) dapat hidup di luar tubuh manusia antara 1 sampai 9 hari tergantung pada suhu atau cuaca, dan diketahui hanya kuman kusta yang utuh (solid) saja yang dapat menimbulkan penularan. 3. Faktor Daya Tahan Tubuh Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit Morbus Hansen (95 %). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 100 orang yang terpapar, 95 orang tidak menjadi sakit, 3 orang sembuh sendiri tanpa obat, dan 2 orang menjadi sakit. (drh. Hiswani, 2001) 4. Faktor Usia Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa. 5. Faktor Jenis Kelamin Jenis kelamin laki-laki yang lebih banyak terjangkit penyakit Morbus Hansen. 6. Faktor Ras Bangsa Asia dan Afrika yang lebih banyak terjangkit penyakit Morbus Hansen. 7. Faktor Keadaan Sosial Pada umumnya negara-negara endemis penyakit Morbus Hansen adalah negaranegara dengan tingkat sosial ekonominya rendah.

8. Faktor Lingkungan Lingkungan fisik, biologi dan sosial yang kurang sehat juga dapat mempengaruhi penularan penyakit Morbus Hansen. (Iwan Sain, 2009)

2.7 Pencegahan Penyakit Morbus Hansen Imunisasi BCG pada bayi membantu mengurangi kemungkinan untuk terkena penyakit Morbus Hansen/Kusta. Segera berobat ke puskesmas yang merupakan pusat pelayanan tingkat pertama apabila mengalami kelainan kulit berupa bercak mati rasa. Cacat kusta dapat dicegah dengan minum obat dan pergi ke sarana pelayanan kesehatan (Puskesmas atau Rumah Sakit) untuk check up secara teratur. (Dikutip dari brosur tentang Penyakit Morbus Hansen)

2.8 Pengobatan Penyakit Morbus Hansen Jenis-jenis obat kusta (Morbus Hansen) : 1. Obat primer : dapsone, clofasimin, rifampisin, etionamide, prothionamide 2. Obat sekunder : INH, streptomycine

Dosis menurut rekomendasi WHO a. Kusta Pausi Basiler (PB) 1. Dapsone : 1 x 100 mg tiap hari 2. Rifampisin : 1 x 600 mg tiap bulan Pengobatan harus diberikan 6 bulan berturut-turut atau 6 dosis dalam 9 bulan dan diawasi selam 2 tahun. b. Kusta Multi Basiler (MB) 1. Dapsone : 1 x 100 mg tiap bulan 2. Rifampisin : 1 x 600 mg tiap hari 3. Clofazimine : 1 x 300 mg tiap bulan (hari pertama) kemudian dilanjutkan dengan 1 x 50 mg/hari Pengobatan harus diberikan 12 bulan berturut-turut dan diawasi 5 tahun. (Iwan Sain, 2009)

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Diagnosis Sosial 3.1.1 Gambaran Geografi Wilayah kerja Puskesmas Kabila berada di wilayah Kecamatan Kabila yang wilayahnya terdiri atas 5 (lima) Kelurahan, yakni Kelurahan Pauwo, Kelurahan Tumbihe, Kelurahan Oluhuta, Kelurahan Oluhuta Utara dan Kelurahan Padengo serta 7 (tujuh) Desa, yakni Desa Toto Selatan, Desa Talango, Desa Poowo, Desa Poowo Barat, Desa Tanggilingo, Desa Dutohe dan Desa Dutohe Barat. Luas wilayah Kecamatan Kabila adalah 3.158 km2 dengan kepadatan penduduk 6.132 jiwa/km 2, serta rata-rata jiwa per rumah tangga yakni 3,7 jiwa. Puskesmas Kabila terletak di Kelurahan Oluhuta dengan batas wilayah kerjanya sebagai berikut : v Sebelah Utara Bolango v Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Suwawa Kabupaten Bone Bolango : berbatasan dengan Kecamatan Tilongkabila Kabupaten Bone

v Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Botupingge Kabupaten Bone Bolango v Sebelah Barat : berbatasan langsung dengan Kota Gorontalo

Secara geografi, penyakit Morbus Hansen merupakan salah satu penyakit endemis (menetap dalam jangka waktu yang lama). Daerah endemis kusta (Morbus Hansen) adalah daerah dengan tingkat sosial ekonominya yang masih rendah, seperti kurangnya persediaan air bersih, asupan gizi yang buruk dan adanya penyakit lain yang dapat menekan sistem imun, misalnya HIV/AIDS.

3.1.2 Gambaran Demografi a. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk di Kecamatan Kabila pada 31 Desember 2009 adalah 19.367 jiwa dengan perincian laki-laki sebanyak 9.570 jiwa dan perempuan 9.797 jiwa dengan jumlah 5.224 KK. Jumlah penduduk di Kecamatan Kabila dapat dirinci menurut golongan umur, seperti pada Tabel 1. di bawah ini. Tabel 1. Jumlah Penduduk di Kecamatan Kabila Pada Tahun 2009 Menurut Golongan Umur Jenis Kelamin Golongan Jumlah Umur (Tahun) Laki-laki Perempuan 01 14 59 10 14 15 19 20 24 25 29 30 34 35 39 40 -44 45 49 50 54 55 59 60 64 65 69 70 74 > 75 TOTAL 197 977 963 865 763 805 760 810 738 684 572 496 476 255 130 70 9 9.570 222 983 974 910 783 846 783 824 747 637 598 520 519 247 117 82 5 9.797 419 1.960 1.937 1.775 1.546 1.651 1.543 1.634 1.485 1.321 1.170 1.016 995 502 247 152 14 19.367

Sumber : Profil Puskesmas Kabila Tahun 2009 Penularan penyakit Morbus Hansen dapat terjadi pada semua golongan umur, dimana kasus ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan, karena laki-laki lebih mudah tertular penyakit ini dibanding perempuan. Faktor-faktor fisiologi seperti pubertas, menopause, kehamilan, faktor infeksi dan malnutrisi dapat meningkatkan perubahan klinis penyakit Morbus Hansen.

b.

Jumlah Masyarakat Miskin Jumlah masyarakat miskin di Kecamatan Kabila pada Tahun 2009 adalah 9.581 jiwa atau 1.981 KK atau 49,4 % (dilihat dari masyarakat miskin yang memperoleh kartu ASKESKIN). Sebagian besar penderita Morbus Hansen adalah dari golongan ekonomi lemah. Hal ini sebagai akibat keterbatasan kemampuan pemerintah dalam memberikan pelayanan yang memadai di bidang kesehatan, pendidikan,

kesejahteraan sosial dan ekonomi pada masyarakat. 3.1.3 Gambaran Sosial Budaya a. Agama dan Kepercayaan Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Kabila adalah mayoritas beragama Islam dan sisanya beragama Kristen. Kepercayaan yang berkembang pada masyarakat di wilayah Puskesmas Kabila tentang penyakit Morbus Hansen adalah penyakit ini merupakan penyakit menular, tidak dapat diobati, penyakit keturunan, kutukan Tuhan, najis dan menyebabkan kecacatan. Akibat anggapan yang salah ini penderita kusta merasa putus asa sehingga tidak tekun untuk berobat. Hal ini dibuktikan dengan kenyataan bahwa penyakit mempunyai kedudukan yang khusus diantara penyakit-penyakit lain. Hal tersebut disebabkan oleh karena adanya leprophobia (rasa takut yang berlebihan terhadap penyakit Morbus Hansen). Leprophobia ini timbul karena pengertian penyebab penyakit Morbus Hansen yang salah dan cacat yang ditimbulkan sangat menakutkan. Dari sudut pengalaman nilai budaya sehubungan dengan upaya pengendalian leprophobia yang bermanifestasi sebagai rasa jijik dan takut pada penderita Morbus Hansen tanpa alasan yang rasional. Terdapat kecenderungan bahwa masalah Morbus Hansen telah beralih dari masalah kesehatan ke masalah sosial. Leprophobia masih tetap mengakar dalam seluruh lapisan masalah pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kabila karena dipengaruhi oleh agama, sosial, budaya dan dihantui dengan kepercayaan tahayul. Hal ini akan merupakan hambatan terhadap upaya penanggulangan penyakit Morbus Hansen. Akibat adanya phobia ini, maka tidak mengherankan apabila penderita diperlakukan secara tidak manusiawi di kalangan masyarakat. b. Status Pendidikan Status pendidikan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Kabila adalah SD, SMP, SMA dan Sarjana/Pasca Sarjana, sedangkan yang lainnya adalah putus sekolah.

Salah satu upaya di dalam meminimalisasi penyebaran penyakit Morbus Hansen adalah dengan memberikan promosi kesehatan. Promosi kesehatan pada hakikatnya ialah suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan adanya pesan tersebut, maka diharapkan masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Pengetahuan tersebut akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku. Dengan kata lain, adanya promosi kesehatan ini diharapkan dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku objek/sasaran. Dengan demikian, kepercayaan-kepercayaan yang salah/keliru yang berkembang di masyarakat dihilangkan. c. Mata Pencaharian Mata pencaharian penduduk di wilayah kerja Puskesmas Kabila adalah sebagai berikut : 1) 2) 3) 4) 5) 6) Petani Buruh : sebanyak 1.208 jiwa : sebanyak 866 jiwa Kecamatan Kabila mengenai penyakit Morbus Hansen dapat

Wiraswasta/dagang : sebanyak 1.342 jiwa Pegawai Peternak Lain-lain : sebanyak 741 jiwa : sebanyak 175 jiwa : sebanyak 8495 jiwa

Dengan Dependency ratio 50,9 orang

3.2 Diagnosis Epidemiologi Untuk menggambarkan tingkat prevalensi penyakit di wilayah kerja suatu puskesmas maka disusunlah 10 Penyakit Menonjol di Puskesmas tersebut. Kesepuluh penyakit menonjol ini disusun berdasarkan tingkat kunjungan pasien ke Puskesmas yang dapat digunakan sebagai bahan dalam penyusunan program pencegahan dan pemberantasan penyakit. Puskesmas Kabila pada tahun 2009 memiliki 10 penyakit menonjol dimana kasus tertinggi adalah penyakit ISPA dengan jumlah penderita sebanyak 5.276 jiwa dan terendah adalah penyakit mata lainnya dengan jumlah penderita sebanyak 181 jiwa. Untuk lebih jelasnya, maka dapat dilihat pada Tabel 2. di bawah ini. Tabel 2. 10 Penyakit Menonjol di Puskesmas Kabila Pada Tahun 2009

No. 1 2 3 4 5 6

Nama Penyakit Penyakit ISPA Penyakit Kulit Infeksi Hipertensi Reumatik Diare Kecelakaan Paksa Ruda

Jumlah Penderita 5.276 1.464 1.103 953 673 477

Prevalensi 48,85 13,5 10,2 8,8 6,2 4,4

7 8 9 10

Asma Bronkhitis Tonsilitis Penyakit Mata Lainnya

299 193 189 181

2,8 1,9 1,8 1,7

Sumber : Profil Puskesmas Kabila Tahun 2009 Untuk penyakit Morbus Hansen/Kusta yang berada di wilayah kerja Puskesmas Kabila pada Tahun 2009, jumlah penderitanya adalah 4 orang dengan perincian penderita PB (kusta kering) sejumlah 2 orang dan MB (kusta basah) sejumlah 2 orang. Untuk lebih jelasnya, maka dapat dilihat pada Tabel 3. berikut. Tabel 3. Penderita Morbus Hansen di Puskesmas Kabila Pada Tahun 2009 No. 1 2 3 4 Alamat Kelurahan Pauwo Kelurahan Tumbihe Kelurahan Oluhuta Kelurahan Utara 5 6 7 8 9 Kelurahan Padengo Desa Toto Selatan Desa Talango Desa Poowo Desa Poowo Barat 1 1 Oluhuta Penderita (orang) PB MB 2 Jumlah Penderita 2 -

10 11 12

Desa Tanggilingo Desa Dutohe Desa Dutohe Barat TOTAL

1 2

1 4

Sumber : Buku Register Pengobatan Cohort PB dan MB Berikut ini akan disajikan data penderita Morbus Hansen yang dirinci berdasarkan jenis kelamin per waktu kejadian, jenis kelamin per Desa/Kelurahan, dan jenis kelamin per golongan umur di wilayah kerja Puskesmas Kabila pada tahun 2009 yang disajikan dengan menggunakan diagram batang (bar chart). Data tersebut diambil dari Buku Register Pengobatan Cohort PB dan MB Puskesmas Kabila, dimana pada tahun 2009 tidak terjadi kasus kematian pada penderita Morbus Hansen tersebut. a. Penderita Morbus Hansen Berdasarkan Jenis Kelamin Per Waktu Kejadian

Sumber : Buku Register Pengobatan Cohort PB

Sumber : Buku Register Pengobatan Cohort MB

b.

Penderita Morbus Hansen Berdasarkan Jenis Kelamin Per Desa/Kelurahan

Sumber : Buku Register Pengobatan Cohort PB

Sumber : Buku Register Pengobatan Cohort MB

c.

Penderita Morbus Hansen Berdasarkan Jenis Kelamin Per Golongan Umur

Sumber : Buku Register Pengobatan Cohort PB

Sumber : Buku Register Pengobatan Cohort MB

3.3 Analisis Masalah Berdasarkan diagram di atas bahwa penularan penyakit Morbus Hansen dapat terjadi pada semua golongan umur. Namun jika ditelaah menurut tingkat kepekaan terhadap penyakit (kelompok yang berisiko tinggi), maka anak-anak yang lebih mudah terjangkit dibandingkan orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh faktor daya tahan tubuh (sistem imun). Pada usia anak-anak, sistem imun belum matang sehingga masih rentan terhadap penyakit. Oleh karena itu, orang tua harus melakukan pengawasan yang ekstra pada anaknya. Orang tua juga harus memastikan bahwa anaknya ketika masih bayi telah mendapatkan imunisasi dasar, yang dapat mencegah kemungkinan terjadinya penyakit atau dapat meningkatkan daya tahan tubuh anak terhadap penyakit infeksi yang dapat menyerang dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya. Misalnya dengan pemberian imunisasi BCG yang dapat mencegah kemungkinan terkena penyakit Morbus Hansen. Peningkatan daya tahan tubuh bukan saja diperoleh dari pemberian imunisasi, tapi juga melalui pemberian nutrisi yang baik, karena nutrisi merupakan zat yang membantu dalam pertumbuhan dan pencegahan terhadap penyakit. Penularan Morbus Hansen juga lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Hal ini karena kebanyakan laki-laki kurang memperhatikan personal

hygiene atau kebersihan pribadinya. Laki-laki mempunyai aktivitas yang lebih banyak dibandingkan perempuan, sehingga produksi keringat yang dihasilkan juga meningkat (banyak). Kondisi inilah yang memicu kuman untuk dapat

berkembangbiak lebih banyak, sehingga dapat bersifat patogen (menimbulkan penyakit). Selain faktor usia dan jenis kelamin, keterlambatan dalam

penanganan/pengobatan juga dapat menyebabkan penyakit Morbus Hansen bertambah parah, sehingga dapat dengan mudah menularkan pada orang lain. Dalam memperoleh pengobatan, penderita sering mendapat hambatan, misalnya tidak mengerti dengan tanda dan gejala dini Morbus Hansen (pendidikannya kurang), malu untuk datang ke Puskesmas, tidak tahu bahwa obat tersedia cumacuma di Puskesmas, dan jarak penderita ke Puskesmas terlalu jauh. Berdasarkan hasil observasi (pengamatan) bahwa seseorang dengan penyakit Morbus Hansen akan mengalami trauma psikis. Sebagai akibat dari trauma psikis ini, respon penderita berbeda-beda antara lain sebagai berikut : 1. Dengan segera mencari pertolongan pengobatan. 2. Mengulur-ulur waktu karena ketidaktahuan atau malu bahwa ia atau keluarganya menderita penyakit Morbus Hansen. 3. Menyembunyikan (mengasingkan) diri dari masyarakat sekelilingnya, termasuk keluarganya. 4. Oleh karena berbagai masalah, pada akhirnya penderita bersifat masa bodoh terhadap penyakitnya. Sebagai akibat dari hal-hal tersebut diatas timbullah berbagai masalah antara lain : 1. Masalah terhadap diri penderita Pada umumnya penderita Morbus Hansen merasa rendah diri, merasa tertekan batinnya, takut terhadap penyakitnya dan terjadinya kecacatan, takut mengahadapi keluarga dan masyarakat karena sikap penerimaan mereka yang kurang wajar. Segan berobat karena malu dengan orang lain. 2. Masalah Terhadap Keluarga Keluarga menjadi panik, berubah mencari pengobatan alternatif misalnya pergi ke dukun dan mencari pengobatan tradisional, keluarga merasa takut kalau misalnya diasingkan oleh masyarakat disekitarnya, berusaha menyembunyikan penderita agar

tidak diketahui masyarakat disekitarnya, dan mengasingkan penderita dari keluarga karena takut ketularan. 3. Masalah Terhadap Masyarakat Pada umumnya masyarakat mengenal penyakit Morbus Hansen dari tradisi kebudayaan dan agama, sehingga timbul pendapat bahwa penyakit Morbus Hansen merupakan penyakit yang sangat menular, tidak dapat diobati, penyakit keturunan, kutukan Tuhan, najis dan menyebabkan kecacatan. Sebagai akibat kurangnya pengetahuan/informasi tentang penyakit Morbus Hansen, maka penderita berpikir bahwa dirinya sulit untuk diterima di tengah-tengah masyarakat, masyarakat menjauhi keluarga dari periderita, merasa takut dan menyingkirkannya. Sebagai solusi dari ketiga masalah di atas, yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit Morbus Hansen kepada masyarakat, sehingga dapat mengubah ataupun menghilangkan persepsi yang salah akan penyakit Morbus Hansen itu sendiri yang telah membudaya di masyarakat, khususnya masyarakat di Kecamatan Kabila.

3.4 Diagnosis Pendidikan dan Organisasi 3.4.1 Latar Belakang

Dalam kaitannya dengan penurunan angka kesakitan akibat penyakit Morbus Hansen pada semua golongan umur di wilayah kerja Puskesmas Kabila, maka perlu dilakukan suatu diagnosis pendidikan dan organisasi. Pada diagnosis ini tidak semua faktor yang akan diperhatikan tetapi lebih menekankan pada perilaku Faktor Predisposisi (Predisposing Factor) saja. Adapun perilaku yang diintervensi yakni : 1. Memperhatikan personal hygiene dan kebersihan lingkungan. 2. Memperhatikan asupan gizi yang masuk ke dalam tubuh (gizinya harus seimbang). 3. Memberikan imunisasi dasar pada bayi, misalnya imunisasi BCG yang membantu mengurangi kemungkinan untuk terkena penyakit Morbus Hansen. 4. Menjaga tubuh agar tetap dalam keadaan sehat, sehingga dapat resisten/tahan terhadap serangan mikroorganisme patogen (yang dapat menimbulkan penyakit)

3.4.2

Tujuan

a. Tujuan Umum

Terjadi perubahan perubahan perilaku pada masyarakat secara menyeluruh yang mendukung cara hidup bersih dan sehat serta mampu mencegah timbulnya penyakit Morbus Hansen. b. Tujuan Khusus 1. Mengetahui penyebab penyakit Morbus Hansen 2. Mengetahui tanda dan gejala umum penyakit Morbus Hansen 3. Mengetahui cara penularan penyakit Morbus Hansen 4. Mengetahui bahaya-bahaya penyakit Morbus Hansen 5. Mengetahui cara pencegahan penyakit Morbus Hansen 3.4.3 Sasaran Sasaran dalam program ini adalah seluruh masyarakat Kecamatan Kabila karena infeksi dapat terjadi pada semua golongan umur. 3.4.4 Isi Penyuluhan

a. Tentang Penyakit Morbus Hansen 1. Pengertian Morbus Hansen 2. Penyebab/etiologi Morbus Hansen 3. Tanda-tanda dan gejala-gejala umum Morbus Hansen 4. Cara penularan penyakit Morbus Hansen 5. Bahaya-bahaya penyakit Morbus Hansen 6. Cara pencegahan penyakit Morbus Hansen b. Cara menjaga kebersihan diri sendiri dan lingkungan serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh setiap individu. 3.4.5 Metode Metode-metode yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Metode Pendidikan Individual Metode pendidikan individual (perorangan) yang bertujuan untuk membina perilaku baru atau membina seseorang yang mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakannya pendekatan individual ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut. Bentuk-bentuk pendekatan yang dilakukan yakni : 1. Bimbingan dan Penyuluhan (Guidance and Counceling)

Dengan cara ini setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat diteliti dan dibantu penyelesaiannya, sehingga dengan sukarela, berdasarkan kesadaran, dan penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut (mengubah perilaku). 2. Wawancara (Interview) Wawancara digunakan untuk menggali informasi mengapa ia belum atau tidak melakukan perubahan, apakah ia tertarik atau tidak terhadap perubahan, untuk mengetahui apakah perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat. Apabila belum maka perlu penyuluhan yang mendalam lagi. b. Metode Pendidikan Kelompok Bentuk pendekatan yang dilakukan adalah ceramah, dengan jumlah peserta penyuluhan lebih dari 15 orang. 3.4.6 Media Media pendidikan yang digunakan dalam program ini adalah leaflet. Leaflet adalah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan (informasi seputar penyakit Morbus Hansen) melalui lembaran yang dilipat. Isi informasinya merupakan gabungan dari teks (kalimat) dan gambar. Dengan media ini, maka diharapkan dapat menjadi salah satu alat bantu yang mampu menyampaikan informasi kepada masyarakat secara luas karena informasinya dapat diinformasikan lagi kepada orang lain. 3.4.7 a. Rencana Penilaian Evaluasi program dilakukan setelah program tersebut telah berjalan atau dilaksanakan selama satu tahun.

b. Indikator penilaian, yakni : 1. Terjadi perubahan sikap/perilaku dalam hal pencegahan penyakit Morbus Hansen/Kusta, seperti : Senantiasa memperhatikan personal hygiene dan kebersihan lingkungan. Membawa bayi ke posyandu untuk diberikan imunisasi BCG yang membantu mengurangi kemungkinan untuk terkena penyakit Morbus Hansen. Senantiasa menjaga agar tubuh tetap dalam keadaan sehat (menjaga sistem imun), sehingga tahan/kebal terhadap masuknya kuman penyakit. Jumlah prevalensi untuk kasus Morbus Hansen menurun. 2. Yang melakukan evaluasi :

2 orang petugas Puskesmas ditambah dengan Kades atau Lurah. 3. Metode dan Instrumentasi Evaluasi Metode - Wawancara - Ceramah Instrumentasi 3.4.8 : Pedoman wawancara dan kuesioner : - Bimbingan dan Penyuluhan

Rencana Kerja

a. Tempat dan Waktu Tempat Waktu : Wilayah Kecamatan Kabila (Puskesmas Kabila) : Minggu pertama tiap bulan, Pukul 08.30 WITA

b. Rencana Kegiatan Waktu (Bulan) Kegiatan 1. Persiapan Pertemuan lintas sektoral tingkat kecamatan Pertemuan tingkat desa 2. Pelaksaan Program Penyuluhan tentang penyakit Morbus Hansen (penyebab, tanda dan gejala, cara penularan, bahaya dan pencegahannya) Penyuluhan tentang pentingnya imunisasi dasar khususnya imunisasi BCG X X X X X X X X 11 12 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10

pada bayi yang dapat mencegah kemungkinan terkena kusta. Penyuluhan tentang pentingnya PHBS Kunjungan langsung ke rumah-rumah warga (melakukan wawancara) 3. Evaluasi

X X

X X X X

3.4.9

Instrumentasi

a. Pedoman wawancara 1. Dapat menjelaskan pengertian Morbus Hansen...................... (10) 2. Dapat menyebutkan penyebab Morbus Hansen..................... (10) 3. Dapat menyebutkan tanda-tanda dan gejala-gejala dari Morbus Hansen....................................................................... (20) 4. Dapat menjelaskan bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh penyakit Morbus Hansen................................................ (20)

5. Dapat menjelaskan cara-cara penularan penyakit Morbus Hansen....................................................................... (20) 6. Dapat menjelaskan cara-cara pencegahan penyakit Morbus Hansen....................................................................... (20) b. Kuesioner KUESIONER PENYAKIT MORBUS HANSEN

No. Urut Responden : Alamat Responden :

Tanggal Wawancara : I. Karakteristik Responden Nama Umur : :

Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Lama menderita II. Sumber Informasi 1.

: : : :

Dari mana informasi tentang penyakit Morbus Hansen yang pernah saudara peroleh? (jawaban bisa lebih dari satu)

a. Televisi b. Radio c. Leaflet d. Majalah/Koran e. Teman/Tetangga f. Petugas kesehatan g. Dan lain-lain (sebutkan) 2. Informasi apa saja yang pernah saudara peroleh? (jawaban bisa lebih dari satu)

a. Tentang penyakit Morbus Hansen dan penularannya b. Cara pencegahan penyakit Morbus Hansen c. Tahapan-tahapan pengobatan Morbus Hansen III. Pengetahuan Petunjuk Pengisisan Beri tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang saudara anggap benar! 1. Menurut saudara apakah penyakit Morbus Hansen itu? (4) (3) (2) (1)

a. Penyakit menular dan menahun b. Penyakit menular c. Penyakit kutukan dan keturunan d. Tidak tahu 2. Menurut saudara, apa penyebab penyakit Morbus Hansen?

a. Kuman tahan asam b. Mycobacterium leprae c. Kuman d. Tidak tahu 3.

(3) (4) (2) (1)

Apa tanda-tanda penyakit Morbus Hansen yang saudara ketahui? (3)

a. Bercak putih tipis seperti panu dan semakin lebar

b. Bercak putih tipis seperti panu dan mati rasa c. Bercak putih tipis terasa gatal - gatal dan tidak mati rasa d. Tidak tahu 4. Apakah penyakit Morbus Hansen dapat menular?

(4) (2) (1)

a. Ya b. Tidak 5.

(2) (1)

Jika dapat menular, menurut saudara bagaimana cara penularannya? (1) (2) (3)

a. Bercakap-cakap dengan penderita Morbus Hansen b. Mengunakan bekas peralatan penderita Morbus Hansen c. Bersentuhan dengan penderita Morbus Hansen dalam waktu lama 6.

Apakah saudara tahu akibat yang ditimbulkan oleh penyakit Morbus Hansen?

a. Kecacatan b. Penderita tidak sembuh c. Kematian d. Tidak tahu 7. Apakah penyakit Morbus Hansen dapat disembuhkan?

(4) (3) (2) (1)

a. Ya b. Tidak 8.

(2) (1)

Jika ya, berapa lama pengobatan penyakit Morbus Hansen sampai sembuh? (4) (3) (2) (1)

a. Dalam waktu 6-12 bulan b. Dapat sembuh setelah minum obat c. Sangat lama d. Tidak tahu 9. Apa akibat apabila tidak menyelesaikan pengobatan?

a. Penyakitnya kambuh kembali dan bertambah parah b. Tidak bisa diobati lagi c. Penyakitnya kambuh kembali dan tidak bertambah parah 10.

(3) (1) (2)

Apakah saudara tahu pengobatan Morbus Hansen dengan MDT (Multi Drug Therapy)?

a. Tahu b. Tidak tahu 11. Jika tahu, apa obat MDT (Multi Drug Therapi) tersebut? a. Obat kombinasi terdiri dari DDS dan rifampisin

(2) (1)

(2)

b. Obat kombinasi terdiri dari DDS, rifampisin dan klofazimin c. Obat terdiri dari DDS, rifampisi dan klofazimin yang tidak kombinasi 12. Kapan saja penderita Morbus Hansen harus mengambil obat? a. Setiap bulan b. Setiap 2 bulan c. 2 minggu sekali

(3)

(1)

(3) (1) (2)

13. Dari mana penderita Morbus Hansen mendapatkan obat selama ini? a. Apotik b. Puskesmas dan Rumah Sakit c. Praktek dokter 14. Dimana saja penderita Morbus Hansen dapat berobat? a. Praktek Dokter b. Rumah Sakit dan Puskesmas c. Dukun d. Tidak tahu IV. Sikap Berikan jawaban saudara dengan tanda check list () No. 1 Pertanyaan Penyakit Morbus Hansen bukan penyakit kutukan 2 Penyakit Morbus Hansen adalah penyakit menular 3 Penyakit Morbus Hansen dapat sembuh SS 4 S 3 KS 2 TS 1 (3) (4) (2) (1) (1) (3) (2)

setelah minum obat 4 Penyakit Morbus Hansen harus minum obat sesuai anjuran petugas kesehatan 5 Penyakit Morbus Hansen dapat diobati

disemua pelayanan kesehatan 6 Setiap 2 bulan sekali penderita mengambil obat 7 Penderita Morbus Hansen bisa bergaul

1 4

2 3

3 2

4 1

dengan masyarakat 8 Keluarga boleh menyentuh penderita Morbus Hansen 9 Penyakit Morbus Hansen adalah penyakit yang menakutkan 10 MDT merupakan pengobatan paling baik bagi penderita Morbus Hansen 11 Keluarga mengawasi penderita setiap minum obat 12 Penyakit Morbus Hansen selalu menyebabkan luka Keterangan : SS = Sangat Setuju S = Setuju 2 3 4 1

KS = Kurang Setuju TS = Tidak Setuju V. Proses Penyembuhan Beri tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang saudara anggap benar. 1. Kemana keluarga menganjurkan penderita berobat? (3) (1) (2)

a. Rumah Sakit atau Puskesmas b. Dukun c. Praktek Dokter 2.

Apakah keluarga melakukan pengawasan setiap hari pada penderita Morbus Hansen?

a. Ya b. Tidak 3. Jika ya, dalam hal apa keluarga mengawasi?

(2) (1)

a. Bergaul dengan masyarakat b. Minum obat dan kebersihan diri c. Minum obat 4. Apabila obat penderita habis, apa yang keluarga lakukan?

(1) (3) (2)

a. Menganjurkan penderita mengambil obat b. Menganjurkan dan mengantar penderita mengambil obat

(2) (3)

c. Diam saja

(1)

5.

Apakah keluarga mengingatkan penderita untuk minum obat setiap hari? (3) (2) (1)

a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak 6.

Jika mengambil obat ke pelayanan kesehatan, apakah obat tersebut selalu ada? (3) (2) (1)

a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak 7.

Apakah keluarga memberitahu penyakit Morbus Hansen dapat disembuhkan apabila minum obat secara teratur?

a. Ya b. Tidak 8.

(2) (1)

Apa yang keluarga lakukan agar tidak tertular penyakit Morbus Hansen? (3) (2) (1)

a. Selalu mencuci tangan setelah menyentuk penderita kusta b. Tidak memakai alat-alat yang dipakai penderita kusta c. Tidak menyentuh penderita kusta 9.

Apakah keluarga selalu memberikan dorongan kepada penderita Morbus Hansen, agar penderita yakin akan sembuh?

a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak

(3) (2) (1)

10. Apakah keluarga pernah melarang penderita Morbus Hansen untuk bergaul dengan masyarakat? a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak (1) (2) (3)

11. Apabila terdapat luka pada penderita Morbus Hansen, apakah keluarga membantu membersihkan? a. Ya (3) b. Kadang-kadang (2) c. Tidak (1)

12. Apakah keluarga selalu menganjurkan penderita Morbus Hansen untuk memakai alas kaki apabila keluar rumah? a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak 13. (3) (2) (1)

Apa yang saudara lakukan pada penderita kusta terhadap persepsi masyarakat bahwa penyakit Morbus Hansen merupakan penyakit kutukan dan tidak dapat disembuhkan?

a. Menyakinkan penderita Morbus Hansen bahwa hal itu tidak benar b. Menyakinkan penderita bahwa penyakit Morbus Hansen dapat sembuh, apabila dirawat dan minum obat secara teratur c. Diam saja (3) (1) (2)

3.4.10 Scoring a. Wawancara Menjawab lengkap Menjawab agak lengkap Tidak dapat menjawab atau kurang lengkap b. Kuesioner Baik Sedang Kurang : skor > 80 : skor = 70 : skor < 60 : skor > 80 : skor = 70 : skor < 60

Diposkan oleh Tri Septian Maksum di 23:11 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook 0 komentar: Poskan Komentar Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Pengikut Arsip Blog

2010 (1) o Desember (1)

Proposal Kusta

Mengenai Saya

Tri Septian Maksum Lihat profil lengkapku Template Travel. Diberdayakan oleh Blogger.

You might also like