You are on page 1of 8

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELLITUS Pengertian Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan

n kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002). Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002). Klasifikasi Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut : Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM) Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM) Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya Diabetes mellitus gestasional (GDM) Etiologi Diabetes tipe I: Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA. Faktor-faktor imunologi Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen. Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta. Diabetes Tipe II Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor resiko : Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)

Obesitas Riwayat keluarga Tanda dan Gejala Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM lansia umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim. Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah : Katarak Glaukoma Retinopati Gatal seluruh badan Pruritus Vulvae Infeksi bakteri kulit Infeksi jamur di kulit Dermatopati Neuropati perifer Neuropati viseral Amiotropi Ulkus Neurotropik Penyakit ginjal Penyakit pembuluh darah perifer Penyakit koroner Penyakit pembuluh darah otak Hipertensi

Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak. Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas. Pemeriksaan Penunjang Glukosa darah sewaktu Kadar glukosa darah puasa Tes toleransi glukosa Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl) Bukan DM Kadar glukosa darah sewaktu Plasma vena Darah kapiler Kadar glukosa darah puasa Plasma vena Darah kapiler <110 <90 110-120 90-110 >126 >110 < 100 <80 100-200 80-200 >200 >200 Belum pasti DM DM

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan : Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

Penatalaksanaan Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal. Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes : Diet Latihan Pemantauan Terapi (jika diperlukan) Pendidikan

FAKTOR RISIKO TERJADINYA DISFUNGSI EREKSI PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 Oleh: KASIATI, K. Email: library@lib.unair.ac.id; library@unair.ac.id Post Graduate Airlangga University Dibuat: 2007-02-13 , dengan 1 file(s). Keywords: Erectile dysfunction, type 2 diabetes mellitus, risk factors Subject: IMPOTENCE; DIABETES Call Number: KKA KK TKR.02/07 Kas f Penelitian disfungsi ereksi (DE) sering dihubungkan dengan diebetes mellitus (DM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita DM berpeluang 2 sampai dengan 5 kali lebih banyak mengalami DE. Prevalensi DE pada DM mencapai 53%, sementara pada non-DM hanya 26.5 % dari populasi. Hal yang menarik pads penderita DE yang DM adalah sekitar 63% dari DE tidak diketahui oleh dokter atau disembunyikan pasien. Ironisnya penanganan komplikasi DM di bidang reproduksi pria tampaknya kurang mendapat perhatian di bandingkan dengan komplikasi DM lainnya. Kurangnya perhatian terhadap komplikasi DM tersebut, menurut Tjokroprawiro (1996), tidak seharusnya terjadi mengingat fertilitas dan seksualitas adalah masalah yang vital bagi kehidupan manusia. Mengingat realitas tersebut, penelitian DM yang DE sepatutnya perlu dilakukan. Alasan lain dida_carkan pads pernyataan Soehadi (1996), hasil penelitian tentang gangguan seksualitas pads DM masih banyak yang bertentangan antara satu dengan yang lain. Faktor risiko DE lainnya seperti hipertensi, penyakit liver, penyakit jantung, hiperkolesterol, merokok, dan depresi kurang diperhatikan. Penelitian tentang hipertensi, penyakit liver, penyakit jantung, hiperkolesterol, merokok, dan depresi justru cenderung dikaitkan dengan DM. Berdasarkan kenyataan tersebut, faktor risiko dalam hubungannya dengan DE perlu dilakukan penelitian. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan bahwa peningkatan HbAlc, hipertensi, penyakit liver, penyakit jantung, hiperkolesterol, merokok, dan depresi sebagai faktor risiko terjadinya DE pada DM tipe 2. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menentukan persentase kemungkinan terjadinya DE pada DM Tipe 2 (DMT2) dari ketujuh faktor tersebut. Bahan dan Cara Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Bahan penelitian berupa buku medical record penderita DMT2, serum darah penderita DMT2, dan pria untuk pemeriksaan laboratorium HbA 1 c. Dan 73 penderita DMT2 sebagai sampel, 36 orang dipilih untuk sampel penderita DE dan 37 orang untuk NDE. Sampel tersebut diambil dari pasien yang berobat di Poliklinik Diabet RSU Dr. Sutomo Surabaya. Besarnya sampel dihitung dengan Case Control Studies. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan simple random sampling. Setelah data diperoleh, kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis tabulasi silang, khi kuadarat, odds ratio, dan regresi logistik. Hasil Hasil penelitian didapatkan pasien non-DE dalam hubungannya dengan regulasi DM yang menunjukkan persentase kelompok diabetes mellitus terawat jelek lebih rendah daripada kelompok diabetes mellitus terawat baik. Artinya, pasien non-DE yang teregulasi baik dapat mempertahankan kondisinya agar terhindar dari DE. Hasil lainnya, pasien DE cenderung terkena hipertensi hingga 61,0%, sebaliknya pasien non-DE yang terkena hipertensi menunjukkan persentase 31,0% daripada yang tidak terkena. Pasien DE pada DMT2 yang terkena penyakit liver hanya 6,6%, penyakit jantung 25,0%, dan depresi 11,0%. Pasien DE yang terkena hiperkolesterol tidak menunjukkan perbedaan yang berarti, yakni masing-masing memiliki persentasi 50,0%. Pasien DE dan non-DE yang merokek menunjukkan persentase lebih tinggi dibandingkan dengan pasien DE dan non-DE yang tidak merokok. Hasil pendeskripsian tersebut tampaknya sejalan dengan hasil analisis Khi Kuadrat dan Odds ratio. Hasilnya adalah hipertensi merupakan faktor risiko paling dominan di bandingkain faktor lainnya. Peningkatan HbA 1 c juga termasuk faktor risiko. Sedangkan faktor lainnya seperti penyakit liver, penyakit jantung, hiperkolesterol, merokok, dan depresi tidak menunjukkan hubungan yang berarti terhadap penderita DE. Kesimpulan Hipertensi dan HbA lc yang meningkat sebagai faktor risiko, sedangkan faktor lainnya seperti penyakit liver, penyakit jantung, hiperkolesterol, merokok, dan depresi tidak menunjukkan sebagai faktor risiko yang berarti. Semakin tinggi nilai HbA l c, semakin rendah skor DE, yang berarti terjadinya DE pada DMT2.

Depresi pada pasien Diabetes Melitus (28-Aug-2008) Oleh: IDS Kalbe.co.id - Pasien DM tipe 2 ternyata mempunyai risiko yang tinggi untuk terkena depresi, dan risiko akan meningkat hingga 3 kali pada DM tipe 2, demikian yang dikemukakan dari hasil penelitian kohort yang diberi judul the Multi-Ethnic Study of Atherosclerosis (MESA) dan dipublikasikan pada jurnal JAMA (the Journal of the American Medical Association) 2008. Ada 2 hal penting yang berhasil ditemukan, demikian menurut penelitinya Dr. Sherita Hill Golden, MHS, dari RS Johns Hopkins di Baltimore, Maryland. Hal pertama, yang berhasil dikonfirmasi bahwa gejala depresi berhubungan dengan meningkatkan untuk terkena DM, yang dihubungkan dengan kebiasaan pasien yang

kebanyakan mengalami peningkatan BB, mengkonsumsi banyak kalori, dan sedikit kegiatan yang dilakukan dan pasien banyak merokok, yang sama sekali tidak sehat dan ini berhubungan dengan depresinya yang akan memudahkan pasien untuk terkena DM. Yang kedua, yang berhasil ditunjukkan pada pasien DM yang telah mendapatkan pengobatan akan meningkatkan risiko terjadinya gejala depresi. Seseorang yang terkena DM dan telah mendapatkan pengobatan itu kebanyakan mempunyai peningkatan tekanan darah, dan terdapat protein dalam urinnya (terlebih bila ginjal pasien telah mengalami kerusakan akibat DM), ditambahkan lagi oleh panitia. Implikasinya adalah masih diperlukan penelitian pada pasien yang mempunyai gejala depresi sekaligus dilakukan intervensi yang juga akan memperbaiki gaya hidupnya tertutama dalam hal kesehatannya yang dihubungkan dengan gejala depresinya yang mana hal ini merupakan bagian dari upaya preventif untuk terkena DM. Ditambah lagi, para dokter diharuskan untuk perhatian terhadap gejala depresi ketika pasien diterapi DM nya, yang tentunya memerlukan skrining secara rutin terhadap pasien tersebut. Dari literatur didapatkan data bahwa perbandingan antara peserta penelitian tanpa DM, dan peserta dengan DM ternyata yang mempunyai bakat untuk terkena depresi hingga 2 kalinya adalah peserta yang sudah menderita DM, demikian menurut Dr. Golden. Dari temuan inilah disimpulkan bahwa pasien depresi akan mudah mengalami depresi atau DM akan memicu terjadinya depresi. Tetapi lebih jauh lagi Dr. Golden masih perlu dibutuhkan konfirmasi mengenai hal ini pada populasi yang sama. Antara tahun 2000 dan 2002, MESA telah berhasil mengumpulkan lebih dari 6000 etnis kulit putih, hitam, Cina dan Hispanik laki-laki dan wanita yang usianya 45 hingga 84 tahun, di 6 komunitas di Amerika, dan setiap peserta dievaluasi pada 3 klinik. Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian: Analisa 1 telah melihat data dari 5.201 peserta yang tidak menderita DM tipe 2, kemudian diestimasi untuk mendapatkan risiko terkena DM selama 3,2 tahun dengan peningkatan depresi vs peserta lain. Peningkatan gejala depresi dinilai dengan skoring CES-D/Epidemiological Studies Depression (CES-D) yang menunjukkan skoring 16 atau lebih, menggunakan antidepresan, atau keduanya. CES-D diukur sendiri oleh setiap peserta, yang terdiri dari 20 item kuisioner dengan acuan angka 0 -60. Analisa ke 2 dengan mengamati data dari 4.847 peserta tanpa depresi pada saat baseline dan diestimasikan dengan ratio odds untuk mengalami depresi dalam 3,1 tahun untuk pasien dengan gangguan kadar glukosa puasanya (prediabetes), tidak mendapatkan terapi DM, atau mendapatkan terapi DM vs subyek dengan glukosa puasa normal.

Temuan peneliti bahwa peserta penelitian tanpa depresi DM yang mengalami peningkatan gejala depresi pada saat baseline 42% lebih cepat terkena DM dalam 3,2 tahun dibandingkan yang tidak mempunyai gejala depresi, setelah dicocokkan dengan faktor demografi. Selain itu sebagian peserta yang telah mendapatkan terapi DM pada penelitian tersebut mempunyai risiko tinggi 54% untuk mengalami gejala depresi selama 3,1 tahun dibandingkan dengan peserta yang mempunyai kadar gula darah normal, dan telah dikontrol demografinya. Dari hasil follow up, bahwa peserta yang mengalami kelainan pada glukosa pusasanya mempunyai 21% mempunyai risiko yang rendah, dan pasien DM tipe 2 yang tidak diterapi mempunyai 25% risiko peningkatan terjadinya gejala depresi. Kesimpulan penelitian menyebutkan bahwa para dokter harus waspada akan peningkatan depresi pada pasien DM tipe 2 yang telah mendapatkan terapi dan perlu dilakukan skrining secara rutin untuk melihat atau memeriksa gejala depresi yang mungkin sekali terjadi.

Friday, August 3, 2007 NutRisi pada Penderita Diabetes Mellitus Diabetes Melitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang mengalami peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan hormone insulin secara absolute atau relatif. Bila DM tidak diobati, maka dapat menimbulkan komplikasi pada ginjal sehingga menimbulkan DM Nefropati. Pemberian nutrisi kepada penderita DM pada dasarnya bertujuan untuk membantu pasien memperbaiki kebiasaan makan dan olahraga untuk mendapatkan control metabolic yang lebih baik. Oleh karena itu pemberiannya harus memperhatikan syarat-syarat nutrisi yang benar, jenis nutrisi dan indikasi pemberiannya Penyakit DM dapat dibagi dalam 4 golongan Yaitu : 1.DM TIPE I (DM yang tergantung insulin) Terjadi karena tidak adanya insulin absolut, oleh karena destruksi sel-sel beta pulau Langerhans. 2.DM TIPE II (DM yang tidak tergantung insulin) Terjadi karena adanya insensivitas sel terhadap insulin, namun sel-sel beta pankreas tetap menghasilkan insulin. 3.DM Gestasional Keadaan ini terjadi pada wanita hamil yang disebabkan karena peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempengaruhi toleransi glukosa. 4.Toleransi Glukosa Terganggu Keadaan dimana kadar glukosa darah puasa kurang dari 140 mg/100 ml, bersifat asimptomatik, dan dianggap sebagai golongan resiko tinggi terhadap DM. Nutrisi pada Penderita DM tanpa komplikasi Tujuan Nutrisi penyakit DM adalah membantu pasien memperbaiki kebiasaan makan dan olahraga untuk mendapatkan control metabolic yang lebih baik, dengan cara : -Mempertahankan kadar glukosa darah supaya mendekati normal dengan menyeimbangkan asupan makanan dengan insulin (endogenous atau exogenous), dengan obat penurunan glukosa oral dan aktivitas fisik. -Mencapai dan mempertahankan kadar lipida serum normal. -Memberi cukup energi untuk mempertahankan atau mencapai berat badan normal. -Menghindari atau menangani komplikasi akut pasien yang menggunakan insulin seperti: hipoglikemia, komplikasi jangka pendek, dan jangka lama serta masalah yang berhubungan dengan latihan jasman9i. -Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang optimal Syarat pemberian Nutrisi Penyakit DM 1.Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal. Makanan dibagi dalam 3 porsi besar, yaitu makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi kecil untuk makanan selingan (masing-masing 10-15%). 2.Kebutuhan protein normal, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi toatal. 3.Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20-25% dari kebutuhan nergi total, dalam bentuk < style="fontweight: bold;">Nutrisi Penyakit Diabetes Melitus dengan Nefropati DM jika tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan timbulnya komplikasi pada berbagai organ tubuh, diantaranya ginjal. Manifestasi lanjut dari kelainan ginjal pada DM adalah Nefropati Diabetes. Tujuan Pemberian Nutrisi Pada Penderita DM dengan Nefropati, yaitu untuk mencapai dan mempertahankan status gizi optimal serta menghambat laju kerusakan ginjal, dengan cara : -Mengendalikan kadar glukosa darah dan tekanan darah. -Mencegah menurunnya fungsi ginjal. -Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. Syarat Nutrisinya 1)Energi adekuat, yaitu 25-30 kkal/kgBB ideal. 2)Protein rendah, yaitu 10% dari kebutuhan energi total atau 0,8 g/kgBB. Rendahnya kandungan protein ini tergantung dari kondisi pasien. 3)Karbohidrat sedang, yaitu 55-60% dari kebutuhan energi total. Kebutuhannya tergantung kadar glukosa dan lipida darah. Karbohidrat kompleks digunakan sebagai karbohidrat utama. Pemberian karbohidrat sederhana berupa gula murni dalam jumlah terbatas sebaiknya dilakukan

bersama makanan utama dan bukan diantara waktu makan. 4)Lemak normal, yaitu 20-25% dari kebutuhan enrgi total. Utamakan tidak jenuh ganda atau tunggal. Asupan asam lemak jenuh <>

You might also like