You are on page 1of 8

KONSTRUKSI DERAJAT KEDUA

DALAM PENELITIAN KUALITATIF

(Menemukan konstruk Derajat Kedua dalam buku Metode Penelitian


Komunikasi; Contoh-contoh Penelitian dengan Pendekatan Praktis)

Disusun sebagai tugas mata kuliah Metode Penelitian Kualitatif


Dosen : Prof. H. Deddy Mulyana,M.A., Ph.D.

Oleh :
Elly Yuliawati, S.Sos., M.Si.

PROGRAM DOKTOR ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2009
Penelitian dengan tradisi fenomenologis menganggap kesadaran manusia

dan makna subyektifnya sebagai fokus untuk memahami tindakan sosial, tugas

seorang peneliti interpretif adalah berusaha mengeksplorasi pengalaman

kesadaran manusia yang dalam konteks ini bersifat common sense knowledge

(rutin) menjadi pengalaman-pengalaman yang bersifat ilmiah sehingga diperoleh

realitas yang sesungguhnya dibalik realitas rutin.

Penulis berusaha menemukan proposisi, tipologi atau tema-tema sebagai

hasil konstruksi terhadap realitas rutin dalam penelitian yang tertuang dalam

buku Metode Penelitian Komunikasi ; Contoh-contoh Penelitian Kualitatif dengan

Pendekatan Praktis, buah karya Prof. H. Deddy Mulyana, M.A., Ph. D dan

kawan-kawan.

1. Manajemen Komunikasi Pengemis

Konstruk Derajat Pertama :

Fakta sosial dalam sudut pandang etik orang di luar pengemis mengatakan

bahwa perilaku mengemis dianggap sebagai “aktivitas menyimpang”

sehingga melahirkan sebutan : pengemis adalah “sampah masyarakat”,

“manusia tertindas”, “manusia yang perlu dikasihani”, “manusia korban

kemiskinan struktural” dan sebagainya.

Konstruk Derajat Kedua :

Konstruk derajat kedua yang berhasil ditemukan, antara lain :

• Sebagian pengemis menyatakan bahwa mereka adalah pekerja

jalanan dan bekerja di jalan, sebuah bentuk pengakuan bahwa

2
mengemis sebagai sebuah ‘pekerjaan’. Oleh karenanya mereka

mengkonstruksi konsep diri mereka secara positif.

• Pengemis berpengalaman, kategori pengemis yang tercipta karena

tradisi keluarga.

• Pengemis mengelola kesan melalui symbol verbal ketika mereka akan

memulai transaksi dengan calon dermawan secara eksplisit

menyatakan meminta (uang sedekah) atau mengucapkan salam yang

secara implicit bermakna meminta sedekah.

• Sebagian pengemis menyebut dirinya “musafir” sebagai justifikasi

agama terhadap tuduhan menjadi beban bagi orang lain. Mereka

beranggapan bahwa mereka sedang melaksanakan pengembaraan

dan melakukan perjalanan, sehingga mereka mempunyai hak untuk

mendapatkan sebagian rizki orang lain.

• Sebagai actor kehidupan, pengemis dapat mengekspresikan sikap

hidupnya melalui tindakan mengemis dengan penuh pertimbangan.

Mereka dapat menciptakan nilai social tersendiri. Mereka dapat

mengekspresikan peranannya sebagai actor di panggung depan (front

stage) ketika berhadapan dengan calon dermawan, namun mereka

juga dapat berperan lebih alami di panggung belakang (back stage),

ketika mereka bersama komunitasnya.

• Komunikasi interpersonal sesama pengemis memberi implikasi pada

pemahaman bersama atas semua consensus yang dibangun

3
• Penggunaan symbol nonverbal terlihat pada penggunaan nada suara,

isyarat, penampilan dan ekspresi wajah. Pengelolaan kesan melalui

symbol nonverbal lebih sering digunakan pengemis untuk memberi

kesan (impresi) seperti apa yang diharapkannya kepada (calon)

dermawan atau ekstra komunitas.

2. Sandiwara di Senayan : Studi Dramaturgis Komunikasi Politik di DPR RI

Konstruk Derajat Pertama :

Pekerjaan utama seorang politisi di lembaga legislative adalah sebagai aktor

politik yang memerankan diri untuk dan atas nama rakyat. Berdasarkan

statusnya para anggota DPR diharapkan dapat memainkan perannya secara

benar, tidak hanya memainkan peran politik yang dipersiapkan melalui

skenario kelompoknya, melainkan juga sesuai dengan tuntutan rakyat yang

mereka wakili. Realitas panggung politik DPR RI menyajikan suasana

kekerasan politik secara transparan.

Konstruk Derajat Kedua :

• “kesetiaan” politisi kepada politisi lain dari partai yang sama sekalipun,

tidak pernah abadi, tergantung pada sejauhmana kepentingan mereka

terakomodasi.

• Dalam politik tiada musuh atau teman yang abadi, yang ada

kepentingan yang sejati.

4
• Komunikasi politik para anggota DPR kental dengan pengelolaan

kesan (impression management). Namun terdapat sedikit kekacauan

konsepsi tentang panggung pada panggung politik. Peristiwa yang

seharusnya terjadi di panggung belakang bias terjadi di panggung

depan, atau sebaliknya.

• Ciri atau karakteristik individual politisi lebih dominant dalam

mempengaruhi perilaku politik dan impression management politisi di

DPR RI daripada karakteristik partai politik yang mereka wakili.

• Busana lengkap menjadi symbol front stage yang jauh lebih dominant

dibandingkan dengan symbol lainnya.

• Busana dan aksesoris itu menjadi symbol front stage yang terbawa ke

back stage untuk tetap mendapatkan kesan status terhormat di luar

arena politik yang resmi.

• Manipulasi diri politisi sangat kental terjadi di panggung depan, baik

pada rapat paripurna, rapat komisi, rapat dengar pendapat dan rapat

gabungan.

• Sebagian besar politisi melakukan impression management dalam hal

ini manipulasi diri yang sangat kental dalam momen politik yang

dipertukarkan dan disiarkan secara langsung.

3. Pemendaman Identitas; Transformasi Identitas dalam Penjara dengan

Penjagaan yang Ketat.

Konstruk Derajat Pertama :

5
Kehidupan di penjara identik dengan kekerasan, kecemasan, ketidak pastian

dan ketakutan, begitulah anggapan kebanyakan orang yang berada di luar

penjara. Demikian pula halnya dengan gambaran yang dimiliki para

narapidana yang dihukum pertama kali. Perubahan identitas yang radikal

mungkin muncul dari keterpenjaraan mereka. Pada saat yang sama

kesadaran seorang napi akan tantangan terhadap identitasnya menghasilkan

resistensi terhadap perubahan identitas tersebut.

Konstruk Derajat Kedua :

Konstruk derajat kedua dalam penelitian ini ditemukan dalam model berikut :

Figur 1. Citra-citra Penjara dan Strategi Narapidana Baru

GAMBARAN ANTISIPASI STRATEGI BERTAHAN HIDUP YANG


Perspektif orang luar; kekerasan, DIANTISIPASI
ketidakpastian, ketakutan. Resolusi perlindungan ; untuk menghindari kontak
yang tidak perlu dengan napi; untuk menghindari
kontak yang tidak perlu dengan penjaga; tidak
berubaah dipenjara; untuk mengabaikan informasi
yang meragukan; untuk menghindari semua
permusuhan; untuk mempertahankan diri jika ada
permusuhan

STRATEGI BERTAHAN HIDUP


Kewaspadaan wilayah; Selektif dalam berhubungan
dengan napi; pengelolaan kesan bersama napi,
bekerjasama dengan napi lain; mendefinisikan ulang
bahwa kekerasan dipenjara adalah peristiwa yang
dapat dijelaskan ketimbang sebagai kjadian yang
acak

STRATEGI ADAPTASI
CITRA PERTENGAHAN MASA Pengalihan legal dan illegal; Penindasan pemiikiran
HUKUMAN tentang dunia luar; Meminimalkan kontak dengan
luar. Pengelolaan kesan bersama napi dan orang
Perspekif orang dalam; kebosanan
luar; kerjsama

CITRA PENUTUP MENGHILANGNYA STRATEGI


Perspektif sintesis; revisi citra penjara ADAPTASI
dan perumusan ulang citra dunia luar

6
Pengalihan lanjutan ; Penurunan pengelolaan kesan;
penurunan penindasan pemikiran luar; tidak
berasosiasi dengan mitra; perumusan rencana luar.

Figur 2. Dialektika Identitas yang dipendam

7
IDENTITAS SEBELUM DIPENJARAKAN

Dialog dengan diri

IS OLAS I DIRI

Dukungan oleh dialog sendiri tetapi ada kebutuhan akan


lebih banyak informasi dan kebimbangan perasaan yang
berbeda

DIRI DUALISTIK

PEMENDAMAN PEMBENTUKAN IDENTITAS


IDENTITAAS PENJARA MELALUI
PRAPENJARA PENGELOLAAN KESAN

Secara parsial
dipresentasikan untuk orang Kesadaran diri
luar dan mitra
Dialog diri yang terbatas Dipelajari

Identitas Privat Perhatian tentang Diarahkan pada napi dan


pemulihan identitas yang staf
dipendam dan menjadi
identitas dipenjarakan Transsituasional
Terhindar dari penegasan
terus-menerus Penegasan terus-menerus

IDENTITAS
BEBAS

IDENTITAS
SESUDAH
DIPENJARAKA
N

You might also like