Professional Documents
Culture Documents
22
PENGEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKAN SAPI POTONG
Perbibitan
esulitan dalam memperoleh bibit sapi potong lokal secara kuantitas maupun kualitas secara berkelanjutan merupakan masalah utama yang harus segera diselesaikan. Kesulitan ini tampaknya lebih disebabkan oleh banyak faktor yang saling terkait. Mencari permasalahan tentang kesulitan tersebut sudah banyak dilakukan dan sering pula didiskusikan, tapi aksi untuk menyelesaikan kesulitan tersebut kurang/ belum dilakukan. Oleh karena itu, secara umum beberapa kebijakan yang seharusnya segera diimplementasikan dalam kegiatan aksi mutlak diperlukan. Beberapa upaya pengembangan usaha perbibitan adalah:
K
1.
Penentuan jenis ternak sapi. Di Indonesia, berbagai jenis ternak sapi yang ada diklasifikan menjadi dua kelompok besar (Simanjuntak, 1999). Seluruh sapi di dalam masing-masing kelompok berpotensi dijadikan sebagai ternak bibit yang tentu saja didasarkan pada berbagai faktor. Pertama, kelompok sapi asli yang meliputi: sapi Bali, sapi Madura, sapi Sumba Ongole (SO), sapi Peranakan Ongole (PO), sapi Pesisir, sapi Aceh, dan sapi Hissar. Kedua, kelompok sapi persilangan dengan bangsa sapi import yang meliputi: sapi Simmental, sapi Limousin, sapi Angus, sapi Brahman, sapi Brangus. Pada umumnya, keunggulan yang dimilik oleh sapi lokal Indonesia adalah: daya adaptasi tinggi; tingkat kesuburan tinggi, persentase karkas lebih tinggi, dapat digunakan sebagai tenaga kerja; dan daya tahan terhadap caplak. Adapun sapi persilangan biasanya unggul dalam hal: pertumbuhan bobot badan yang tinggi; dan mempunyai kualitas daging lebih baik. Keduanya juga memiliki kelemahan. Kerugian bila menggunakan sapi lokal sebagai ternak bibit
Kumpulan Pemikiran
3. Perbanyakan jumlah ternak bibit Penyediaan ternak bibit lokal sebagai populasi dasar dapat dipenuhi melalui pengambilan ternak dari berbagai wilayah yang dikenal sebagai kantong-kantong ternak berpopulasi tinggi atau diperoleh melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) milik pemerintah seperti Balai Inseminasi Buatan (BIB) Singosari dan BIB Lembang. Dari ketersediaan ternak pilihan ini, kemudian dilakukan program pemuliaan di suatu kawasan yang melibatkan petani peternak dalam suatu sistem pembibitan Village Breeding Center (VBC). Sistem ini akan lebih efektif apabila dalam pelaksanaannya dikelola melalui program kemitraan antara swasta (sebagai pemodal), peternak (sebagai pelak-sana) dan pemerintah/perguruan tinggi/lembaga penelitian/asosiasi (sebagai pembina). Program semacam ini juga diharapkan agar seluruh ternak bibit yang dihasilkan dari program pemeuliaan ini dapat secara berkesinambungan digunakan sebagai bahan dasar untuk perbanyakan sehingga pemenuhan kebutuhan ternak bibit yang berkualitas secara terus menerus dapat terjamin. Peredaran ternak bibit Peredaran ini mencakup ternak bibit jantan maupun betina. Namun, karena penyediaan ternak bibit jantan dapat dilakukan melalui BIB Lembang atau BIB Singosari, sistem peredaran ternak bibit perlu difokuskan untuk ternak betina. Ternak bibit betina di sini didefinisikan sebagai ternak betina yang dipelihara hanya untuk menghasilkan pedet beberapa kali sampai betina tersebut dinyatakan tidak berfungsi lagi secara reproduktif. Dengan demikian, pola pengelolaannya mirip atau harus disamakan dengan pola yang digunakan pada ternak bibit jantan. Sistem pencatatan ternak ternak bibit betina, sertifikasi mutu, maupun standard minimal penampilannya perlu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan oleh perguruan tinggi atau lembaga penelitian atau asosiasi. Dengan dikembangkannya sistem tersebut, harga ternak bibit betina diharapkan akan menjadi lebih tinggi daripada ternak betina potong. Tanpa indikator kuantitatif yang jelas terhadap penampilan atau kinerja ternak bibit betina, upaya menghargai ternak bibit betina lebih daripada ternak betina potong akan sia-sia. Untuk itu, peredaran ternak bibit betina harus terkontrol. Informasi tentang jumlah dan jenis ternak yang diedarkan, lokasi penyebaran (luar kota atau luar pulau atau bahkan luar negeri) harus tercatat dengan baik; dan yang lebih penting perlu disusunnya pedoman pengedaran ternak bibit betina oleh pemerintah bersama dengan lembaga independen lainnya yang peduli terhadap kesinambungan pengadaan ternak bibit betina.
4.
Kumpulan Pemikiran
Peternak yang saat ini mengembangkan usaha peternakan rakyat dirangsang untuk meningkatkan skala usahanya, dengan campur tangan pemerintah atau swasta dalam hal penyediaan perangkat pendukungnya. Dalam hal ini kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, perbankan dan asosiasi menjadi sangat penting untuk mencapai keberhasilannya. Namun satu hal terpenting adalah kualitas peternak itu sendiri. Perlu seleksi yang sangat ketat terhadap peternak yang akan ditingkatkan skala usahanya. Untuk ini perlu disiapkan sistem seleksi terhadap peternak, yang dapat saja melibatkan perguruan tinggi atau asosiasi untuk merancangnya. Karena peternak menjadi subjek utama terhadap keberhasilan pengembangan industri peternakan sapi potong, peningkatan kualitas peternak mutlak harus dilakukan. Peningkatan keahlian dan keterampilan peternak harus diprogramkan secara sistematis dan terarah yang mencakup semua aspek manajemen on farm sejak fase pra produksi, produksi maupun masa panen, serta aspek pengelolaan produk pasca panen dan pemasaran. Sistem agroindustri dalam usaha ternak potong harus dikuasai secara baik oleh peternak sebagai pelaku utama.
Pewilayahan Perbibitan
Penampilan suatu ternak merupakan representasi dari potensi genetiknya apabila seluruh faktor non-genetiknya dibuat seragam. Dengan demikian perbedaan penampilan antar ternak di dalam populasi juga merupakan representasi perbedaan genetik. Oleh karena itu, untuk keberhasilan pengembangan ternak bibit, penentuan wilayah yang dapat memenuhi syarat bagi pertumbuhan optimal ternak sapi potong dalam suatu lingkungan yang relatif seragam menjadi sangat penting. Dalam konteks pengembangan ternak bibit di Jawa Barat, informasi tentang potensi wilayah yang memenuhi kriteria kestabilan faktor-faktor non-genetiknya (atau dapat dikatakn sebagai faktor lingkungan) meliputi daya dukung lahan, kecukupan ketersediaan pakan secara berkelanjutan, sumberdaya peternak, dan kultur masyarakatnya. a. Daya dukung lahan pengembangan ternak bibit lebih dititik-bertakan pada kondisi alam dan lokasi peternakan. Topografi lahan yang menyangkut posisinya dari permukaan laut terkait dengan suhu, kelembaban udara dan jenis tanaman alam yang tumbuh secara alami. Selain itu jenis permukaan tanah (berbukit, bergunung, dataran rendah, dataran tinggi) perlu mendapat perhatian. Berkaitan dengan lokasi pemeliharaan, yang terpenting adalah bahwa lokasi yang akan digunakan tidak bertentangan dengan kepentingan umum masyarakat setempat; terjaminnya sistem pengelolaan limbah sehingga tak mencemari lingkungan; dan tidak bertentangan dengan tata ruang daerah. tidakdifokuskan kepada jenis tanah yang layak untuk pemeliharaan ternak atau dapat merupakan suatu luasan lahan yang tersedia penyakit ternak yang mungkin endemik di daerah Jawa Barat
Kumpulan Pemikiran
dan karakteristik geografi wilayahnya harus tersedia sehingga investor merasa yakin dan optimis akan keberhasilannya dalam menanam investasinya di industri perbibitan sapi potong. b. Ketersediaan pakan harus ditinjau dari aspek kuantitas dan kualitas. Pakan merupakan salah satu faktor kunci untuk keberhasilan pengembangan ternak sapi bibit. Beberapa hal yang terkait dengan kecukupan pakan adalah: jenis pakan hijauan yang dapat ditanam di wilayah pengembangan; jumlah pakan yang dibutuhkan per ekor sapi harus tersedia sepanjang tahun. Teknologi penyimpanan pakan perlu dikembangkan untuk mengantisipasi kemarau panjang yang sering terjadi; pakan konsentrat yang bahan utamanya biasanya by-product pertanian menuntut agar wilayah pengembangan seharusnya berdekatan dengan wilayah pertanian. Sumberdaya peternak, tidak dapat dihindari, merupakan subjek utama atas keberhasilan pengembangan usaha ternak bibit. Dalam melakukan pembinaan terhadap peternak atau rekrutmen peternak baru yang dipersiapkan menjadi pelaku-pelaku industri peternakan, tingkat keterampilan, motivasi tinggi untuk mengembangkan/meningkatkan produktivitas ternak serta pengetahuan tentang budidaya peternakan seharusnya menjadi acuan dalam membuat kriteria penentuan peternak yang perlu dibina atau peternak baru yang akan disiapkan menjadi pelaku industri peternakan.
c.
d. Kultur masyarakat merupakan faktor penting yang harus dipertimbang-kan dalam menentukan wilayah pengembangan ternak sapi bibit. Walaupun dalam hal ini ada kecenderungan tidak menimbulkan masalah bagi masyarakat Jawa Barat sebagaimana biasanya terjadi pada babi, kajian dan evaluasi terhadap kultur masyarakat tetap perlu dilakukan untuk menghindari berbagai hal yang tidak diinginkan. e. Berkaitan dengan upaya pengendalian dan pencegahan penyakit ternak sapi potong, penentuan wilayah yang bebas penyakit (khususnya yang menular) harus diprioritaskan untuk keberhasilan usaha perbibitan sapi.
Kumpulan Pemikiran
Yang perlu dipertimbangkan juga dalam agribisnis peternakan sapi potong adalah masalah pemasaran. Ini harus dikaitkan dengan proses pengolahan dan pengendalian mutu daging sapi. Sedikitnya ada tiga hal pokok yang perlu menjadi perhatian, yaitu: (a) pola konsumsi pasar daging sapi di dalam negeri; (b) kebutuhan noma standard daging sapi untuk memenuhi pasaran daging berkualitas di dalam dan di luar negeri; (c) kebutuhan infrastruktur pelengkap untuk memenuhi norma-norma standard daging berkualitas.