Professional Documents
Culture Documents
WB
ETIOLOGI
Infeksi: herpes encephalitis, bacterial meningitis,
neurosisticercosis. Trauma yang menyebabkan perdarahan sehingga terjadi encefalomalasia ataupun jaringan parut pada kortikal, kelahiran dengan forceps. Hamartoma Malignansi (meningioma, glioma, angioma cavernosus) Kriptogenik Idiopatik (genetik): jarang
PATOFISIOLOGI
Pada epilepsi lobus temporalis sering didapatkan Mesial temporal sclerosis (MTS) dan hippocampal sclerosis (HS). Sklerosis ini akan menyebabkan kematian sel daerah hipokampus pada regio CA1, CA3, CA4, dan gyrus dentatus
Dentate Gyrus
SEMIOLOGY
PRE-IKTAL
Aura
: 30 detik 5 menit
IKTAL
: 1-2 menit Penurunan kesadaran, automasisasi POST-IKTAL : 2-15 menit Confused, amnesia
AURA Aura di klasifikasikan berdasarkan gejala: somatosensori, sensori khusus, otonom ataupun gejala fisik.
Fenomena psikis
dj vu atau jamais vu, suatu sensasi yang biasa ataupun tidak biasa. depersonalisasi (perasaan berbeda pada dirinya) atau derealisasi (merasa sekitarnya tidak nyata). Katakutan atau kecemasan biasanya muncul pada kejang yang letusannya berasal dari amigdala. disosiasi atau autoskopi, dimana mereka merasa mereka melihat tubuhnnya dari luar.
Iktal
Setelah adanya aura, kejang ELT di awali dengan gerakan-gerakan seperti mata melotot, dilatasi pupil, bergerak secara lambat, kecapan-kecapan pada bibir dan gerakan-gerakan menelan serta terdapat automatisasi ataupun postur distonik unilateral yang terjadi pada tubuh. reaksi automatisasi motorik, yakni gerakan berulang. Kejang kompleks terjadi berupa kejang tonik klonik.
Post-Iktal
Setelah kejang kompleks terjadi maka terdapat periode pasca kejang berupa kelelahan, kebingungan serta afasia yang biasa tejadi pada lobus temporal.
DIAGNOSIS
Anamnesis:
Aura dijumpai pada 80% penderita ELT. Aura yang timbul dapat berupa gejala penciuman, ilusi, halusinasi penglihatan dan halusinasi pendengaran. Kadang ditemukan adanya distorsi menilai ukuran benda dan jarak penderita dengan obyek. Pnenomena psikis yang dapat timbul adalah dejavu, depersonalisasi dan derealisasi. Juga dapat disertai dengan perasaan cemas dan takut. Penderita menjadi diam Mata melebar, pupil dilatasi Otomatisasi gerak bibir, gerakan mengecap, mengunyah atau menelan berulang Postur distonik unilateral tungkai
Pemeriksaan fisik:
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
EEG MEG MRI
EEG
Abnormalitas interiktal terdiri dari gelombang paku dan gelombang
tajam melambat dan berlokasi pada bagian anterior lobus temporalis (elektroda F7/F8 dan T3-T4) atau pada elektroda temporalis basalis (elektroda T1 atau T2). Selama perekaman EEG, elektroda sphenoidal dapat digunakan). Perekaman EEG pada pasien ELT tipikal biasanya menunjukkan data yang ritmik terdapat aktivitas teta yang berada pada frekuensi 5-7 Hz dan maksimal pada elektroda sphenoidal dan temporalis basal (menunjukkan lokasi focus epilepstikus) Pada lobus temporal dapat ditemukan perlambatan lateralisasi postiktal. Penggunaan EEG telemetri biasanya digunakan sebagai evaluasi sebelum operasi. Selain itu, dapat berguna untuk diagnosa ELT yang masih diragukan. EEG intracranial dapat digunakan sebelum operasi dan penggunaan MRI.
MEG
Metode lain yang mirip EEG yang digunakan untuk
melihat adanya aktivitas fisiologik pada otak adalah magnetoencephalography (MEG) Bisa digunakan untuk melihat gelombang epilepsi. Keunggulan MEG jika digunakan dengan MRI akan memberikan gambaran sumber magnetic (MSI) 3 dimensi.
MRI
MRI adalah pilihan utama pada pasien dengan ELT. Positron emission tomography dengan 18-flourodeoxyglukosa
(PET-FGD), merupakan alat yang digunakan sebagai kandidat bedah untuk melokalisasi lokasi bangkitan kejang yang saat diperiksa dengan MRI, hasilnya normal. Single-photon emission computed tomography (SPECT), juga digunakan sebagai pemeriksaan tambahan untuk pembedahan, memiliki keakuratan 80-90% dalam melokalisasi lokasi kejang. Teknik investigasional dengan MR spectroscopy di kemudian hari akan menjadi pilihan pemeriksaan sebelum pembedahan dengan normal MRI. MRI : dijumpai sklerosis hipokampus pada 87% penderita
fMRI
DIAGNOSIS BANDING
Kejang Absense
tidak terdapat aura, biasanya hanya berlangsung 30 detik dan tidak ada periode post konvulsi. Pada EEG didapatkan gelombang spike yang bilateral dan dapat berubah dengan adanya fotosensitifitas. Perbedaannya dengan ELT biasanya dibedakan dengan ada tidaknya aura, lebih lama dan periode post konvulsi serta pada EEG ada gelombang spike yang fokal kejang parsial kompleks pada lobus frontal memiliki karakteristik khusus. Munculnya kejang dengan onset yang cepat dan minimal. Gejala yang khas meliputi perubahan sikap-sikap motorik kompleks dan automatisme seksual. Walaupun begitu, epilepsi lobus temporal dibedakan dengan lobus frontal secara pasti melalui EEG
Temporal
Durasi Frekuensi 30-60 detik Jarang berulang
Absence
5-10 detik Beberapa kali sehari
Frontal
<30 detik Beberapa kali sehari
Cepat
Jarang, singkat Tidak ada Bingung, bertahan singkat Tidak terlihat jelas
MRI
Normal
EEG
focal
generalis
focal
PENATALAKSANAAN
Carbamazepine dosis awal 5 mg/KgBB/hari PO,
kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan 15-20 mg/KgBB/hari PO, atau Phenytoin dosis awal 5-7 mg/KgBB/hari PO, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan 5-7 mg/KgBB/hari PO Bila tidak ada respon dan terjadi epilepsi lobus temporal refrakter dapat dilakukan stimulai N. Vagus atau lobektomi temporal anterior
0.125 10 10 0.5-1.0 10 -0.1 to increase over 6 weeks to 0.5 when sodium valproate is taken as well -0.5 to increase over 6 weeks to 2 when taken alone or with any other AEDs 5 10 0.25 5 5 mg/day bukan per kg 40
2 2 2 2 3 2
2 2 2/3 2 3 2
1 10 600-900
4 10-30 600-3000
2-10 2-6
Levatiracetam Topiramate
1000-2000 100
1000-3000 100-400
2X 2X
6-8 20-30
2 2-5
Gabapentin
Lamotrigine
900-1800
50-100
900-3600
20-200
2-3X
1-2X
5-7
15-35
2
2-6
Clonazepam
Ethosuksimide Gabapentin Lamotrigine
0,5-2
750-1500 900-2700 100-300
Levatiracetam
Oxcarbazepine Phenobarbitol Phenytoin Tiagabine Topiramate Valproat Viagabatrin Zonisamide
500-1500
600-1500 50-150 100-400 15-35 100-200 500-2000 500-2000 100-400
Phenitoin
Nistagmus, ataksia, mual , muntah, hypertrofi gusi, depresi, ngantuk, paradoxical increase in seizure, anemia megaloblastik
Valproid acid
Phenobarbital
Clonazepam
Kelelahan, sedasi, mengantuk, dizziness, agresi ( pada anak) hiperkinesia ( pada anak)
Tabel 7. Efek samping Obat Anti Epilepsi Baru (PERDOSSI, 2007) Efek samping utama Obat Leviracetam Somnolen, astenia, sering muncul ataksi, penurunan ringan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin dan hematocrit. Somnolen, kelelahan , ataxia, dizziness, gangguan sal cerna Efek samping yang lebih serius, namun jarang
Gabapentin
Lamotrigine
Ruam, dizziness, tremor, ataxia, diplopia, nyeri kepala, gangguan sal cerna
Sedasi, dizziness, irritability, depresi, dysinhibition Dizziness, diplopia, ataxia, nyeri kepala, kelemahan, ruam , hiponatermia
Clobazam
Oxcarbazepine
Topiramate
Gangguan cognitive, tremor, dizziness, ataxia, nyeri kepala, kelelahan, gangguan pencernaan, batu ginjal
PROGNOSIS
Penderita ELT memiliki kecenderungan mengalami
kematian mendadak 50x lebih tinggi daripada populasi normal. Jika setelah 2 tahun tidak mengalami kejang kembali dapat dikatakan memiliki prognosis yang baik. Penderita dapat mengalami gangguan bicara dan defisit fungsi memori. Sekitar 50% dari pasien menjadi bebas kejang dengan pengobatan medis. Pasien dengan TLE refraktori biasanya memiliki defisit dalam fungsi memori. Pasien dengan TLE yang dominan sering memiliki gangguan fungsi bahasa
WASSALAMUALAIKUM WR. WB
TERIMA KASIH