You are on page 1of 32

ASSALAMUALAIKUM WR.

WB

EPILEPSI LOBUS TEMPORALIS

DEFINISI EPILEPSI LOBUS TEMPORAL


Kejang berulang tanpa provokasi yang berasal dari medial atau lateral lobus temporalis, biasanya berupa kejang parsial sederhana tanpa gangguan kesadaran, dengan atau tanpa aura, dan dapat berupa kejang parsial kompleks dengan gangguan kesadaran. (ILAE1985)

ETIOLOGI
Infeksi: herpes encephalitis, bacterial meningitis,

neurosisticercosis. Trauma yang menyebabkan perdarahan sehingga terjadi encefalomalasia ataupun jaringan parut pada kortikal, kelahiran dengan forceps. Hamartoma Malignansi (meningioma, glioma, angioma cavernosus) Kriptogenik Idiopatik (genetik): jarang

PATOFISIOLOGI
Pada epilepsi lobus temporalis sering didapatkan Mesial temporal sclerosis (MTS) dan hippocampal sclerosis (HS). Sklerosis ini akan menyebabkan kematian sel daerah hipokampus pada regio CA1, CA3, CA4, dan gyrus dentatus

Dentate Gyrus

SEMIOLOGY

PRE-IKTAL
Aura

: 30 detik 5 menit

IKTAL

: 1-2 menit Penurunan kesadaran, automasisasi POST-IKTAL : 2-15 menit Confused, amnesia

AURA Aura di klasifikasikan berdasarkan gejala: somatosensori, sensori khusus, otonom ataupun gejala fisik.

Somatosensori dan fenomena sensori khusus


Halusinasi penciuman dan gustatori Halusinasi pendengaran terdiri dari suara dengungan, suarasuara ataupun suara keras yang mengejutkan. Pasien juga menceritakan adanya distorsi dari bentuk, ukuran dan jarak suatu objek. Ilusi visual ini berbeda dari ilusi visual yang diakibatkan oleh kejang pada lobus oksipital dimana terdapat gambaran visual yang nyata. Pada epilepsi temporal gambaran visual terlihat seperti bayangan tidak nyata. Benda terlihat lebih kecil (mikropsia) atau lebih besar (makropsia) dari asalnya. Vertigo.

Fenomena psikis

dj vu atau jamais vu, suatu sensasi yang biasa ataupun tidak biasa. depersonalisasi (perasaan berbeda pada dirinya) atau derealisasi (merasa sekitarnya tidak nyata). Katakutan atau kecemasan biasanya muncul pada kejang yang letusannya berasal dari amigdala. disosiasi atau autoskopi, dimana mereka merasa mereka melihat tubuhnnya dari luar.

Fenomena otonom di karakteristikkan seperti

perubahan pada detak jantung, piloereksi, berkeringat ,dan mual.

Iktal

Setelah adanya aura, kejang ELT di awali dengan gerakan-gerakan seperti mata melotot, dilatasi pupil, bergerak secara lambat, kecapan-kecapan pada bibir dan gerakan-gerakan menelan serta terdapat automatisasi ataupun postur distonik unilateral yang terjadi pada tubuh. reaksi automatisasi motorik, yakni gerakan berulang. Kejang kompleks terjadi berupa kejang tonik klonik.

Post-Iktal

Setelah kejang kompleks terjadi maka terdapat periode pasca kejang berupa kelelahan, kebingungan serta afasia yang biasa tejadi pada lobus temporal.

DIAGNOSIS
Anamnesis:

Aura dijumpai pada 80% penderita ELT. Aura yang timbul dapat berupa gejala penciuman, ilusi, halusinasi penglihatan dan halusinasi pendengaran. Kadang ditemukan adanya distorsi menilai ukuran benda dan jarak penderita dengan obyek. Pnenomena psikis yang dapat timbul adalah dejavu, depersonalisasi dan derealisasi. Juga dapat disertai dengan perasaan cemas dan takut. Penderita menjadi diam Mata melebar, pupil dilatasi Otomatisasi gerak bibir, gerakan mengecap, mengunyah atau menelan berulang Postur distonik unilateral tungkai

Pemeriksaan fisik:

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
EEG MEG MRI

EEG
Abnormalitas interiktal terdiri dari gelombang paku dan gelombang

tajam melambat dan berlokasi pada bagian anterior lobus temporalis (elektroda F7/F8 dan T3-T4) atau pada elektroda temporalis basalis (elektroda T1 atau T2). Selama perekaman EEG, elektroda sphenoidal dapat digunakan). Perekaman EEG pada pasien ELT tipikal biasanya menunjukkan data yang ritmik terdapat aktivitas teta yang berada pada frekuensi 5-7 Hz dan maksimal pada elektroda sphenoidal dan temporalis basal (menunjukkan lokasi focus epilepstikus) Pada lobus temporal dapat ditemukan perlambatan lateralisasi postiktal. Penggunaan EEG telemetri biasanya digunakan sebagai evaluasi sebelum operasi. Selain itu, dapat berguna untuk diagnosa ELT yang masih diragukan. EEG intracranial dapat digunakan sebelum operasi dan penggunaan MRI.

MEG
Metode lain yang mirip EEG yang digunakan untuk

melihat adanya aktivitas fisiologik pada otak adalah magnetoencephalography (MEG) Bisa digunakan untuk melihat gelombang epilepsi. Keunggulan MEG jika digunakan dengan MRI akan memberikan gambaran sumber magnetic (MSI) 3 dimensi.

MRI
MRI adalah pilihan utama pada pasien dengan ELT. Positron emission tomography dengan 18-flourodeoxyglukosa

(PET-FGD), merupakan alat yang digunakan sebagai kandidat bedah untuk melokalisasi lokasi bangkitan kejang yang saat diperiksa dengan MRI, hasilnya normal. Single-photon emission computed tomography (SPECT), juga digunakan sebagai pemeriksaan tambahan untuk pembedahan, memiliki keakuratan 80-90% dalam melokalisasi lokasi kejang. Teknik investigasional dengan MR spectroscopy di kemudian hari akan menjadi pilihan pemeriksaan sebelum pembedahan dengan normal MRI. MRI : dijumpai sklerosis hipokampus pada 87% penderita

Decreased Glucose metabolism during cessation

fMRI

DIAGNOSIS BANDING
Kejang Absense

tidak terdapat aura, biasanya hanya berlangsung 30 detik dan tidak ada periode post konvulsi. Pada EEG didapatkan gelombang spike yang bilateral dan dapat berubah dengan adanya fotosensitifitas. Perbedaannya dengan ELT biasanya dibedakan dengan ada tidaknya aura, lebih lama dan periode post konvulsi serta pada EEG ada gelombang spike yang fokal kejang parsial kompleks pada lobus frontal memiliki karakteristik khusus. Munculnya kejang dengan onset yang cepat dan minimal. Gejala yang khas meliputi perubahan sikap-sikap motorik kompleks dan automatisme seksual. Walaupun begitu, epilepsi lobus temporal dibedakan dengan lobus frontal secara pasti melalui EEG

Epilepsi Lobus Frontal

Temporal
Durasi Frekuensi 30-60 detik Jarang berulang

Absence
5-10 detik Beberapa kali sehari

Frontal
<30 detik Beberapa kali sehari

Onset Usia Automasisasi Aura Post-iktal

lambat berapapun Sering, lama Deja vu Bingung, bertahan lama focal

cepat 5-10 tahun Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Cepat

Jarang, singkat Tidak ada Bingung, bertahan singkat Tidak terlihat jelas

MRI

Normal

EEG

focal

generalis

focal

PENATALAKSANAAN
Carbamazepine dosis awal 5 mg/KgBB/hari PO,

kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan 15-20 mg/KgBB/hari PO, atau Phenytoin dosis awal 5-7 mg/KgBB/hari PO, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan 5-7 mg/KgBB/hari PO Bila tidak ada respon dan terjadi epilepsi lobus temporal refrakter dapat dilakukan stimulai N. Vagus atau lobektomi temporal anterior

Tabel 2. Dosis OAE untuk Anak-Anak Dibawah 12 Tahun


OBAT Carbamazepin Phenytoin Valproic Acid Phenobarbital Clonazepam Dosis Awal (mg/kg/hari) 5 4 5 4 25 mcg/kg Dosis Rumatan (mg/kg/hari) 10-25 4-8 20-40 4-8 0.1-0.3 untuk usia dibawah 12 bulan 0.3-1 untuk usia 1-5 tahun 1-2 untuk usia 5-12 tahun 0.25 (diatas usia 12 tahun, 10-15 mg) 10-50 (tidak dianjurkan untuk anak dibawah 6 tahun) 10-60 6.0 - 12.0 30-60 -0.5-8.0 when sodium valproate is taken as well. -2-12 when taken alone or with any other AEDs 10-20 15-35 0.5 20-30 5-30 mg/day bukan per kg (tidak dianjurkan untuk usia dibawah 12 tahun) Hingga 20-100 mg untuk pasaien refrakter atau 159 mg Jumlah dosis perhari 2 2 2 2 2/3

Clobazam Oxcarbazepin Levatiracetam Topiramate Gabapentin Lamotrigine

0.125 10 10 0.5-1.0 10 -0.1 to increase over 6 weeks to 0.5 when sodium valproate is taken as well -0.5 to increase over 6 weeks to 2 when taken alone or with any other AEDs 5 10 0.25 5 5 mg/day bukan per kg 40

2 2 2 2 3 2

Acetazolamide Ethosuksimide Nitrazepam Primidone Tiagabine Vigabatrin

2 2 2/3 2 3 2

Tabel 3. Dosis OAE untuk dewasa


OBAT Dosis Awal (mg/hari) 400-600 200-300 500-1000 50-100 Dosis Rumatan (mg/hari) 400-1600 200-400 500-2500 50-200 Jumlah dosis perhari 2-3 X 1-2 X 2-3 X 1 Waktu paruh plasma (jam) 15-35 10-80 12-18 50-170 Waktu tercapainya steady state (hari) 2-7 3-15 2-4

Carbamazepin Phenytoin Valproic Acid Phenobarbital

Clonazepam Clobazam Oxcarbazepin

1 10 600-900

4 10-30 600-3000

1 atau 2 2-3 X 2-3 X

20-60 10-30 8-15

2-10 2-6

Levatiracetam Topiramate

1000-2000 100

1000-3000 100-400

2X 2X

6-8 20-30

2 2-5

Gabapentin
Lamotrigine

900-1800
50-100

900-3600
20-200

2-3X
1-2X

5-7
15-35

2
2-6

Table 4. Dosis OAE Untuk Orang Tua


Dosis (mg/hari) OAE Carbamazepine Clobazam 400-1000 10-30

Clonazepam
Ethosuksimide Gabapentin Lamotrigine

0,5-2
750-1500 900-2700 100-300

Levatiracetam
Oxcarbazepine Phenobarbitol Phenytoin Tiagabine Topiramate Valproat Viagabatrin Zonisamide

500-1500
600-1500 50-150 100-400 15-35 100-200 500-2000 500-2000 100-400

Tabel 6. Efek Samping Obat Anti-Epilepsi Klasik (PERDOSSI, 2007)


Efek samping Obat Terkait dosis Carbamazepin Diplopia, dizziness, nyeri kepala, mual mengantuk, netropenia, hiponatremia Idiosinkrasi Ruam morbiliform, agranulositosis, anemia aplastik, efek hepatotoksik, syndrom steven Johnson, efek teratogenik Jerawat, coarse facies, hirsuitism, lupus like syndrome, ruam, syndrome steven Johnson, dupuytren contracture, efek hepatotoksik, daan efek teratogenik

Phenitoin

Nistagmus, ataksia, mual , muntah, hypertrofi gusi, depresi, ngantuk, paradoxical increase in seizure, anemia megaloblastik

Valproid acid

Tremor, berat badan bertambah, dyspepsia, mual, muntah, kebotakan, teratognik


Kelelahan, restlessness, deperesi, insomia, (pada anak), distractibility (pada anak), irritability ( pada anak)

Pancreatitis akut, efek hepatotoksik, trombositopenia, ensefalopati, oedem perifer


Ruam makulopapular, ekfoliasi, nekrosis epidermal toxic, eick hepatotoxic, arthitic changes, dupuytren contracture, efek teratogenic Ruam, trombositopenia

Phenobarbital

Clonazepam

Kelelahan, sedasi, mengantuk, dizziness, agresi ( pada anak) hiperkinesia ( pada anak)

Tabel 7. Efek samping Obat Anti Epilepsi Baru (PERDOSSI, 2007) Efek samping utama Obat Leviracetam Somnolen, astenia, sering muncul ataksi, penurunan ringan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin dan hematocrit. Somnolen, kelelahan , ataxia, dizziness, gangguan sal cerna Efek samping yang lebih serius, namun jarang

Gabapentin

Lamotrigine

Ruam, dizziness, tremor, ataxia, diplopia, nyeri kepala, gangguan sal cerna
Sedasi, dizziness, irritability, depresi, dysinhibition Dizziness, diplopia, ataxia, nyeri kepala, kelemahan, ruam , hiponatermia

Syndrome steven Johnson

Clobazam

Oxcarbazepine

Topiramate

Gangguan cognitive, tremor, dizziness, ataxia, nyeri kepala, kelelahan, gangguan pencernaan, batu ginjal

PROGNOSIS
Penderita ELT memiliki kecenderungan mengalami

kematian mendadak 50x lebih tinggi daripada populasi normal. Jika setelah 2 tahun tidak mengalami kejang kembali dapat dikatakan memiliki prognosis yang baik. Penderita dapat mengalami gangguan bicara dan defisit fungsi memori. Sekitar 50% dari pasien menjadi bebas kejang dengan pengobatan medis. Pasien dengan TLE refraktori biasanya memiliki defisit dalam fungsi memori. Pasien dengan TLE yang dominan sering memiliki gangguan fungsi bahasa

WASSALAMUALAIKUM WR. WB

TERIMA KASIH

You might also like