You are on page 1of 11

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA (UKRIDA)

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI BLOK 22 Neurology and Behavior Science (MORFIN)

Muhd. Azrin bin Md yusof 102008294 Badiuzzaman bin Abd kadir 102008295 Masliana binti Alias (102008298) Hazrena binti Hassim (102008299) Nor Fazillah binti Adam(102008297) Nurliyana binti Ramli(102008296) Siti Massita binti Misbari (102008293)

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI BLOK 22

PERSIAPAN 1.Hewan coba: kelinci, tikus putih , mencit dan kucing 2.Obat-obat: larutan morfin 4%, kafien benzoate 4% dan larutan nalokson 3.Alat-alat: timbangan hewan coba, baskom plastic, penggaris, semprit dan kandang hewan 4.Dosis larutan morfin 4% yang akan diberikan pada hewan coba: I. II. III. IV. Kucing : 20mg/kgBB Kelinci : 0.5ml/kgBB Tikus : 40-60mg/kgBB Nalokson: untuk kelinci 0.01mg/kgBB (=0.21ml)

5.Cara perhitungan dosis yang akan disuntikan: Misalnya: bb mencit = X gram X/1000 x 40mg = Y mg

larutan 40% ialah 40mg/100ml yang akan disuntikkan = Y/40x1000ml = Zml TATALAKSANA 1. Efek overdosis morfin dan antidoktumnya Untuk memperlihatkan efek morfin pada manusia seperti sedasi, lemas, dan miosis terutama gejala overdosis (OD) morfin dimana terjadi trias intoksikasi akut : depresi nafas, miosis hebat dan koma, maka observasi pada kelinci paling tepat menggambarkan hal tersebut. A. Kelinci 1.Ambillah seekor kelinci, perlakukan hewan coba dengan baik dan tidak kasar. 2. Timbanglah kelinci anda dengan timbangan hewan coba dengan akurat dan catat. 3.Lakukan observasi parameter dasar: sikap kelinci, reflex otot, diameter pupil kanan dan kiri, hitung frekuensi pernafasan dan denyut jantung, kelakukan kelinci. Sikap kelinci : biasanya lincah, jalan-jalan di meja laboratorium Refleks otot: tariklah (jangan terlalu keras) tungkai kaki depannnya, normal biasanya ada tahanan

Diameter pupil diukur dalam kondisi cahaya yang constant Frekuensi nafas dapat dihitung dengan meraba dada kelinci atau dengan menghitung kembang-kempinya cuping hidungnnya.Karena frekuensi nafas kelinci cepat maka hitunglah menit kemudian kalikan 4. Denyut jantung dihitung dengan meraba bagian dada bawah tubuh kelinci.

4. Setelah seluruh parameter dasar selesai, hitunglah berapa ml, larutan morfin yang akan disuntik pada kelinci dengan cara perhitungan diatas. 5. Mintalah pada instruktur larutan morfin 4% yang akan disuntik, dalam semprit yang telah disediakan. 6.Lakukan tindakan asepsis, dengan mengosok tempat suntikan dengan larutan alcohol 70%. 7. Suntikan larutan morfin 4% yang sesuai dengan perhitungan untuk kelinci anda secara subkutan di daerah subscapula.Pastikan seluruh cairan morfin tadi masuk ke dalam tubuh kelinci dan tidak ada yang tercecer keluar. 8. Biarakan kelinci tetap diatas meja laboratorium, dan lakukan observasi seluruh parameter tiap 5 menit. 9. Bila frekuensi pernafasan telah 20X/menit, laporkan pada instruktur dan mintalah larutan kafien benzoate 0,5ml dan suntikan secara subkutan pada daerah subscapula. 10.Bila frekuensi pernafasan tetap turun sampai kurang dari 15X/menit, laporkan pada instruktur agar disuntikan nalorfin 0,2ml pada vena marginalis kelinci. 11. Perhatikan pada saat terjadi overdosis pada kelinci yang ditandai dengan : depresi pernafasan, miosis, dan sikap kelinci menjadi cemas, tonus otot sangat menurun, maka beberapa detik setelah penyuntikan nalorfin, maka kelinci akan pulih seperti semula; aktif, tonus otot baik, frekuensi nafas normal. 2. Efek spesies difference morfin Selanjutnya untuk memperlihatkan adanya spesies difference pada morfin, kita menggunakan beberapa hewan coba yang akan memperlihatkan efek yang berlawanan dari kelinci yang mengalami depresi, beberapa jenis binatang seperti kucing, kuda, mencit dan tikus akan mengalami efek eksitasi.Efek muntah oleh morfin yang disebabkan rangsangan pada medulla oblongata dapat diperhatikan pada anjing, namun sudah tidak dilakukan lagi karena anjing tersebut akan sangat menderita. A. Tikus 1.Ambil dan timbanglah berat badan tikus putih dan taruh dalam baskom plastic.

2. Hitunglah dosis larutan morfin 4% yang akan diberikan sesuai berat badan tikus dengan menggunakan rumus perhitungan diatas. 3.Laporkan hasil perhitungan dosis anda pada instruktur dan ambil larutan morfin 4% dalam semprit dengan jumlah yang tepat. 4. Lakukan tindakan asepsis pada suntikan. 5. Peganglah kuduk tikus dengan hati-hati, suntikan larutan morfin secara subkutan di daerah interskapula.Lakukan dengan baik sehingga seluruh larutan dalam semprit masuk ke dalam tubuh tikus dan tidak tercecer keluar. 6.Biarkan tikus tetap dalam baskom plastic dan lakukan observasi sampai timbul sikap katatonik, tikus akan tetap bertahan pada sikap yang diberikan oleh anda, misalnya sikap duduk.Sikap katatonik disebabkan karena kekakuan otot tubuh tikus. B. Mencit 1. Ambil dan timbanglah seekor mencit dengan menggunakan timbangan surat. 2.Hitung dosis larutan morfin 4% seperti rumus diatas. 3.Laporkan perhitungan dosis anda apada instructor dan mintalah larutan morfin 4% sebanyak dosis yang harus disuntikan 4.Lakukan tindakan asepsis pada daerah yang akan disuntik. 5.Peganglah kuduk mencit dengan halus, suntikan larutan morfin secara subkutan pada daerah interskapula, perhatikan jangan sampai ada larutan morfin yang tidak masuk ke dalam tubuh tikus. 6. Letakkan mencit dalam baskom plastic dan lakukan observasi sampai timbul efek rangsangan otot diafragma pelvis dan sfingter ani, yang akan terlihat sebagai efek Straub, yaitu ekor mencit menjadi tegang dan terangkat membentuk huruf S atau lurus ke atas. C. Kucing 1. Hanya dilakukan dalam bentuk demonstrasi. 2. Ambil dan timbang kucing. 3. Hitung dosis larutan morfin yang harus diberikan. 4.Lakuakan tindakan asepsis pada daerah yang akan disuntik. 5.Suntikan larutan morfin 4% sesuai perhitungan dosis secara subkutan pada daerah interskapula.

6. Masukan kucing ke dalam kandang dan lakukan observasi sampai terjadi efek eksitasi dimana kucing akan terlihat liar, pupilnya midriasis, keluar saliva dan gelisah.

Perkiraan: Berat badan kelinci: 2100gram(2,1kg) Dosis morfin: 2,1kg x 0,5kg = 1.05 ml Dosis nalokson: 0,2 ml Hasil pemeriksaan: Sebelum pemberian morfin Sikap kelinci Reflek otot Lincah Kuat Lincah Kuat Lincah Kuat Lincah Kuat Pasif Kuat Pasif Sedikit Melemah Diameter pupil kanan(cm) Diameter pupil kiri(cm) Frekuensi napas /menit Denyut jantung/menit 178 176 168 150 138 132 138 130 180 172 156 144 156 150 144 132 1,0 1,0 1,0 0,9 0,9 0,9 0,9 0,8 1,0 1,0 1,0 0,8 0,9 0,9 Pasif Sedikit Melemah 0,9 Pasif Sedikit melemah 0,8 Selepas pemberian morfin 5 menit 10 menit 15 menit 20 menit 25 menit 30 menit 35 menit

Selepas pemberian kafein benzoate 4% 40 menit Sikap kelinci Reflek otot Diameter pupil kanan(cm) Diameter pupil kiri(cm) Frekuensi napas/menit Denyut jantung/menit 132 130 144 138 0,8 0,9 Mulai lincah Sedikit melemah O,8 45 menit Lincah Sedikit melemah 0,9

Selepas pemberian nalokson

50 menit Lincah Kuat 0,9

0,9

160

156

Perbahasan hasil praktikum: 1. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik praktikum morfin pada kelinci menunjukkan adanya terjadi efek morfin seperti sedikit depresi pernafasan, miosis pupil mata, sikap kelinci yang sedikit pasif dan tonus otot yang sedikit melemah beserta frekuensi napas dan denyut jantung yang sedikit berkurang. 2. Hasil praktikum ini kurang memuaskan apabila efek morfin yang tidak terlalu berkesan dan tidak timbulnya tanda-tanda overdosis pada kelinci setelah ditunggu sehingga menit ke 35. 3. Morfin akan memberikan efek berupa depresei pernapasan, miosis dan penurunan kesadaran serta aktivitas motorik dari kelinci namun pada praktikum ini kurang memberikan efek seperti diatas. Hal ini bisa terjadi mungkin karena, kesalahan saat menyuntik morfin secara subkutan di subskapula kelinci menyebabkan jumlah yang masuk ke sistem tubuh kelinci berkurang. Mungkin juga karena,dosis yang diberikan tidak bersesuaian dengan berat badan kelinci. Yang terakhir mungkin disebabkan tubuh kelinci tersebut bersifat hipersensitivitas terhadap morfin.

4. Setelah pemberian kafein benzoate 4% pada menit ke 40, dilihat bahwa frekuensi napas dan denyut jantung menurun pada menit ke 45(terjadinya depresi pernapasan). Kafein benzoate memberi efek stimulasi sistim saraf pusat untuk mengurangi depresi pernafasan.Namun tidak begitu berhasil apabila kelinci terus mengalami depresi pernafasan. 5. Dan apabila disuntik dengan larutan nalokson, dilihat kesemuanya kembali normal semula. Pemberian nalokson ini bertujuan untuk menghindari kelinci daripada mati selepas beberapa jam praktikum dijalankan. Larutan nalokson disini berperan sebagai antagonis murni(anti dotum) terhadap overdosis morfin, sehingga gejala- gejala intoksikasi morfin (trias) berupa depresi pernapasan, miosis, dan penurunan kesadaran serta aktivitas motorik dapat dihilangkan pada kelinci tersebut. 6. Morfin digunakan untuk mengurangi nyeri dan sebagai cara penyembuhan dari ketagihan alkohol dan opium. Efek kerja dari morfin (dan juga opioid pada umumnya) relatif selektif, yakni tidak begitu mempengaruhi unsur sensoris lain, yaitu rasa raba, rasa getar (vibrasi), penglihatan dan pendengaran ; bahkan persepsi nyeripun tidak selalu hilang setelah pemberian morfin dosis terapi. 7. Efek analgesik morfin timbul berdasarkan 3 mekanisme ; (1) morfin meninggikan ambang rangsang nyeri ; (2) morfin dapat mempengaharui emosi, artinya morfin dapat mengubah reaksi yang timbul di korteks serebri pada waktu persepsi nyeri diterima oleh korteks serebri dari thalamus ; (3) morfin memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang rangsang nyeri meningkat. 8. Morfin merupakan agonis reseptor opioid, dengan efek utama mengikat dan mengaktivasi reseptor -opioid pada sistem saraf pusat. Aktivasi reseptor ini terkait dengan analgesia, sedasi, euforia, physical dependence dan respiratory depression. Morfin juga bertindak sebagai agonis reseptor -opioid yang terkait dengan analgesia spinal dan miosis. Morfin juga mengaktivasi reseptor , yang mana memegang peranan dengan menimbulkan depresi pernafasan seperti opioid. 9. Terdapat juga opioid endogen yang terdapat dalam tubuh manusia, terdapat tiga jenis yaitu endorphin, enkefalin dan dinorfin. 10. Factor yang dapat mengubah eksitasi morfin ialah idiosinkrasi dan tingkat eksitasi reflex SSP. Idiosyncrasy adalah suatu reaktivitas abnormal terhadap zat kimia yang

ganjil/ aneh yang ditimbulkan dari seorang individu. Respon idiosinkrasi mungkin berasal dari bentuk sensitifitas yang extreme terhadap dosis rendah atau insensitifitas ekstreme terhadap dosis tinggi dari suatu zat kimia. Kita sekarang tau dengan yakin bahwa reaksi idiosinkrasi dapat dihasilkan dari genetic polimorfisme yang menyebabkan individual differences dalam farmakokinetik obat. Polimorfisme juga dapat menyebabkan farmakodinamik obat berbeda ke individu seperti interaksi obat-reseptor 11. Farmakodinamik Efek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang mengandung otot polos. Efek morfin pada system syaraf pusat mempunyai dua sifat yaitu depresi dan stimulasi. Digolongkan depresi yaitu analgesia, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi alveolar. Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis, miosis, mual muntah, hiperaktif reflek spinal, konvulsi dan sekresi hormon anti diuretika (ADH). 12. Farmakokinetik Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang luka. Morfin juga dapat menembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi efek analgesik setelah pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgesik yang timbul setelah pemberian parenteral dengan dosis yang sama. Morfin dapat melewati sawar uri dan mempengaruhi janin. Ekskresi morfin terutama melalui ginjal. Sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam tinja dan keringat. 13. Indikasi Morfin dan opioid lain terutama diidentifikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid. Morfin dan opioid menimbulkan analgesia dengan cara berikatan dengan resptor opioid terutama di sistim saraf pusat(SSP) dan medulla spinalis yang berperan pada transmisi dan modulasi nyeri. Morfin sering diperlukan untuk nyeri (1) Infark miokard ; (2) Neoplasma ; (3) Kolik renal atau kolik empedu ; (4) Oklusi akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner ; (5) Perikarditis akut, pleuritis dan pneumotorak spontan ; (6) Nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur dan nyeri pasca bedah. 14. Dosis dan sediaan Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam bentuk larutan diberikan teratur dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengurangi

nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang sesuai yamg diperlukan. 15. Gejala kelebihan dosis : Pupil mata sangat kecil (pinpoint), depresi pernafasan dan coma (tiga gejala klasik). Bila sangat hebat, dapat terjadi dilatasi (pelebaran pupil). Sering disertai juga nausea (mual). Kadang-kadang timbul edema paru (paru-paru basah). Gejalagejala lepas obat : Agitasi, nyeri otot dan tulang, insomnia, nyeri kepala. Bila pemakaian sangat banyak (dosis sangat tinggi) dapat terjadi konvulsi(kejang) dan koma, keluar airmata (lakrimasi), keluar air dari hidung(rhinorhea), berkeringat banyak, cold turkey, pupil dilatasi, tekanan darah meninggi, nadi bertambah cepat, hiperpirexia (suhu tubuh sangat meninggi), gelisah dan cemas, tremor, kadang-kadang psikosis toksik.

Praktikum tikus dan mencit. PEMBAHASAN Efek morfin pada setiap species adalah berbeza (species difference). Kelinci memperlihatkan efek yang paling mirip dengan manusia; efek depresi nafas pada kelebihan dosis morfin (OD). Pada percobaan, mencit dan tikus terlebih dahulu ditimbang berat badannya untuk menentukan dosis yang akan diberikan. Dosis larutan morfin 4% yang diberikan pada hewan coba adalah seperti berikut: Kucing: 20mg/kgBB Tikus: 40-60mg/kgBB Mencit: 40mg/kgBB Perhitungan dosis larutan morfin 4% adalah seperti berikut: 1. Berat badan (BB) mencit = 20 gram/ 1000 x 40mg = 0.8 mg Larutan morfin 4% yang disuntikkan= 0.8mg/40mg x 1ml = 0.02 ml

2. BB tikus = 100g /1000g x 60mg = 6mg Larutan morfin 4% yang disuntikkan = 6mg /40mg x 1ml = 0.15ml Setelah dilakukan penimbangan, mencit dan tikus diobservasi untuk dilihat reflex dan tonus otot, sikap hewan coba, dan kelakuan umum. Pada mencit dan tikus tidak dilakukan observasi frekuensi dan dalam nafas, frekuensi dan denyut jantung, reaksi atas tonus pada rangsang nyeri, serta diameter pupil karena cukup sulit untuk mengamatinya. Perbedaan efek suatu obat dapat disebabkan oleh perbedaan jenis hewan, misalnya: morfin menyebabkan eksitasi pada kucing dan kuda, tetapi pada kelinci menyebabkan depresi. Pada tikus menunjukkan perubahan tonus badan; sikap katatonik yaitu badan berada dalam sikap yang diberikan oleh pembuat percobaan (katalepsi); sedangkan percobaan pada mencit menunjukkan eksitasi sedang, ekornya diangkat dan berbentuk S (efek Straub). Reaksi Straub memberi petunjuk bahwa ada rangsangan terhadap susunan saraf pusat (khususnya sumsum tulang belakang) atau pembebasan adrenalin yaitu rangsangan terhadap otot diafragma pelvis dan sfingter ani. Gejala Straub terlihat pada semua mencit yang menerima morfin. Pada beberapa spesies, efek eksitasi morfin jauh lebih jelas. Misalnya pada kucing, menunjukkan eksitasi (rangsangan) yang umumnya hebat, pupil melebar, hipersalivasi, hipertermia, konvulsi tonik dan klonik yang dapat berakhir dengan kematian. Fenomena ini juga timbul ada kucing tanpa korteks serebri (decorticated cat). Suatu peristiwa pada manusia yang menyerupai species difference ini ialah peristiwa idiosinkrasi (efek obat yang terjadi pada individu tertentu tetapi berbeda dengan efek yang terjadi pada umumnya, yang disebabkan oleh kelainan genetik). Misalnya: morfin yang pada kebanyakan orang menyebabkan efek depresi, pada orang tertentu, khususnya wanita, menyebabkan eksitasi misalnya mual dan muntah yang mendahului depresi, tetapi delirium dan konvulsi jarang timbul. Kesimpulan: Hasil praktikum morfin terhadap kelinci menunjukkan terjadinya depresi napas, miosis dan sikap kelinci menjadi lemas serta tonus menurun yang mana memperlihat efek pada kelinci yang setara pada manusia apabila diberikan morfin. Manakala pemberian morfin pada tikus dan

mencit menunjukkan hasil species difference yaitu eksitasi, katatonik untuk tikus dan efek Straub untuk mencit.

Referensi: 1. Sulistia GG, Rianto.S, Nafrialdi. Farmakologi terapi 5Ed . Seksi III: Obat susunan saraf pusat: analgesic opioid dan antagonis oleh Hedi.RD. Department farmakologi dan terapeutik, Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta: 2007;210-29. 2. Perbahasan efek morfin terhadap kelinci, diunduh pada 5 feb 2011. http://www.scribd.com/doc/40968223/PRAKTIKUM-MORFIN-KELINCI 3. Dewoto H R. Farmakologi dan terapi edi 5. FKUI. Jakarta: 2007; 214.

You might also like