You are on page 1of 6

Penyimpangan Demokrasi Indonesia Latar Belakang Masalah.

Sistem demokrasi Pancasila merupakan sintesis dari sistem demokrasi liberal dan sistem demokrasi terpimpin. Para "founding father" Republik Indonesia telah memilih dan merumuskan sistem ini sebagai alternatif terbaik berdasarkan kultur dan karakteristik bangsa Indonesia (musyawarah mufakat). Ironisnya adalah sistem demokrasi pancasila tidak pernah diterapkan secara murni dan konsekuen dalam sejarah perjalanan demokrasi Indonesia. Pada masa Presiden Soekarno corak demokrasi terpimpin sangat dominan dengan fakta penyelenggaraan pemilihan umum yang hanya sekali digelar (1955). Pada masa Presiden Soeharto sistem demokrasi Pancasila hanya menjadi jargon propaganda dengan adanya intimidasi yang sangat kuat terhadap lembaga MPR RI dalam proses pemilihan presiden. Menurut pendapat penulis, praktek demokrasi Pancasila murni hanya diterapkan ketika Abdurrahman Wahid terpilih menjadi Presiden RI dalam Sidang Umum MPR 1999. Pada saat itu anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat memilih Gus Dur dengan kebebasan idealisme tanpa tekanan politik dari pihak manapun. Dan pada orde reformasi sekarang, karakteristik demokrasi liberal lebih mewarnai negara kita dengan diterapkannya pemilihan presiden secara langsung yang jelas-jelas bertentangan dengan Sila ke-4 Pancasila sebagai landasan operasional sistem demokrasi Pancasila. Substansi Demokrasi Pancasila. Sistem demokrasi Pancasila bersumber dari Sila " Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan ". Substansi dari Sila ke-4 Pancasila adalah bahwa seluruh mekanisme kepemimpinan rakyat Indonesia (GBHN), termasuk figur pemimpin rakyat Indonesia (presiden) ditentukan secara "hikmah kebijaksanaan" oleh lembaga permusyawaratan perwakilan. Lembaga permusyawaratan perwakilan atau Majelis

Permusyawaratan Rakyat (MPR) inilah yang memegang kekuasaan tertinggi negara (suprematif), sebagai representasi kedaulatan rakyat melalui proses

pemilihan umum. Dan yang perlu ditekankan adalah, Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai lembaga tertinggi negara, memilih mandataris majelis (presiden dan wakil presiden) berdasarkan asas "hikmah kebijaksanaan" sebagaimana tuntunan Sila ke-4 Pancasila. Pada zaman orde baru yang sering mengklaim menerapkan sistem demokrasi Pancasila, asas "hikmah kebijaksanaan" tidak efektif berlaku disebabkan kuatnya tekanan rezim Soeharto terhadap lembaga permusyawaratan perwakilan. Dengan penerapan asas "hikmah kebijaksanaan" oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka praktek politik uang, politik dagang sapi,dan politik pragmatis dapat dihindari. Kelemahan Pemilihan Presiden Langsung. Pemilihan presiden secara langsung merupakan wujud implementasi demokrasi langsung (direct democracy) yang melibatkan rakyat secara langsung dalam memilih pemimpin. Sistem ini berbeda dengan demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan (representative democracy) dimana rakyat hanya memilih para wakil rakyat yang diserahi mandat untuk memilih pemimpin. Kelemahan pemilihan presiden langsung antara lain : 1. Presiden dipilih berdasarkan suara mayoritas orang-orang awam terhadap masalah kenegaraan. 2. Pemborosan finansial dengan pelaksanaan PEMILU presiden setelah PEMILU wakil rakyat. 3. Menimbulkan fenomena narsisme bagi calon presiden dan fenomena pragmatisme bagi pemilih. 4. Menimbulkan konflik horizontal di masyarakat akibat fanatisme figur yang berlebihan. 5. Lebih mencerminkan sistem demokrasi liberal dan "American style democracy". Dengan sejumlah argumen di atas, maka penulis berpendapat bahwa sistem pemilihan presiden langsung (demokrasi langsung) memiliki banyak kekurangan

jika dibandingkan dengan sistem permusyawaratan perwakilan (demokrasi tidak langsung). Demokrasi langsung merupakan praktek demokrasi kuno ketika ilmu ketatanegaraan belum mengenal pelembagaan aspirasi rakyat (parlemen atau house of representative). Dari perspektif logika, pemimpin yang ideal hanya bisa dihasilkan melalui proses pemilihan eksklusif oleh individu yang memiliki kompetensi dan kapasitas. Bahkan dari perspektif ideologi negara, sistem demokrasi langsung adalah manifestasi dari sistem demokrasi liberal yang bertentangan dengan sistem demokrasi pancasila. Karakteristik sistem demokrasi liberal adalah kebebasan inklusif bagi seluruh individu dalam memilih pemimpin, tanpa mempertimbangkan kompetensi dan kapasitas pemilih.

Penyimpangan Demokrasi Daerah.

Bentuk negara kesatuan (unitaris) berbeda dengan bentuk negara serikat (federal). Dalam paradigma negara kesatuan (unitaristik), pemerintah pusat memiliki hierarki kekuasaan terhadap pemerintah daerah dan merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Sedangkan dalam paradigma negara serikat (federalistik), pemerintah negara bagian memiliki kedaulatan khusus yang bebas dari intervensi kekuasaan pemerintah federal. Pemilihan langsung gubernur negara bagian di Amerika Serikat adalah manifestasi dari kedaulatan negara bagian. Bentuk negara Republik Indonesia sesuai konstitusi adalah negara kesatuan, dimana status dan fungsi pemerintah daerah adalah sebagai mandataris pemerintah pusat. Pemerintah pusat memberikan mandat kekuasaan kepada pemerintah daerah di level provinsi, kabupaten dan kota untuk menjalankan roda pemerintahan dalam bingkai otonomi daerah. Otonomi daerah adalah kemandirian daerah dalam hal manajemen birokrasi daerah dan bukan dalam hal suksesi kepala daerah. Pemilihan kepala daerah langsung lebih menyerupai mekanisme negara serikat dalam memilih gubernur negara bagian. Proses pemilihan kepala daerah melalui lembaga DPRD juga menurut pendapat penulis adalah suatu kerancuan mekanisme penyelenggaraan negara.

Secara perspektif ketatanegaraan, status lembaga DPRD dan lembaga eksekutif daerah adalah sederajat dalam struktur trias politika daerah. Adalah suatu keanehan jika pimpinan eksekutif daerah (gubernur, bupati dan walikota) ditentukan oleh lembaga yang sederajat (DPRD). Mekanisme pemilihan kepala daerah yang ideal dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah "bottom up and top down system". Sistem ini melibatkan lembaga negara (suprastruktur politik) yang menjalankan fungsi "top down", dan partai politik (infrastruktur politik) yang menjalankan fungsi "bottom up". Mekanismenya adalah sebagai berikut : 1. Partai-partai politik (infrastruktur poltik) di tingkat provinsi mengajukan calon gubernur (bottom up), untuk dipilih menjadi mandataris oleh pemerintah pusat (suprastruktur politik), melalui mekanisme "fit and propert test" yang transparan dan akuntabel (top down). 2. Partai-partai politik (infrastruktur politik) di tingkat kabupaten/kota mengajukan calon bupati/walikota (bottom up), untuk dipilih menjadi mandataris oleh pemerintah provinsi (suprastruktur politik), melalui mekanisme "fit and propert test" yang transparan dan akuntabel (top down). Keterlibatan partai politik dalam proses pemilihan kepala daerah sudah memenuhi syarat demokratisasi yang tercantum dalam konstitusi. Partai politik secara normatif merupakan instrumen utama demokrasi yang menjadi wadah penyalur aspirasi rakyat. Kekhawatiran terjadinya praktek sentralistik dalam proses penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dihindari dengan penguatan peran lembaga legislatif dan yudikatif daerah untuk mengawal pelaksanaan UU Otonomi Daerah. Closing Statement.

Ideologi Pancasila dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan "harga mati" bagi bangsa dan negara Indonesia. Adapun konstitusi (UUD 1945) menurut pendapat penulis, bukan merupakan kitab suci yang tidak boleh berubah. Kebijakan amandemen konstitusi menyebabkan konten UUD 1945 yang ada sekarang sudah sangat berbeda dengan UUD 1945 yang asli. Sehingga idealnya nama konstitusi kita cukup UUD RI bukan UUD 1945. Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum negara, maka sudah selayaknya konstitusi negara (UUD) tidak bertentangan dengan ideologi negara (Pancasila). Mekanisme pemilihan presiden secara langsung (demokrasi langsung) dalam konstitusi jelasjelas melanggar tuntunan ideologi negara (sila ke-4 Pancasila) yang menganut asas permusyawaratan perwakilan (demokrasi perwakilan). Paradigma negara kesatuan (unitaris) memandang kedaulatan nasional sebagai satu kesatuan yang utuh, tidak terpecah-pecah sebagaimana paradigma negara serikat (federal). Pemilihan langsung gubernur negara bagian merupakan manifestasi kedaulatan negara bagian. Sedangkan dalam negara kesatuan tidak mengenal adanya kedaulatan daerah dan praktek demokrasi lokal. Yang berdaulat adalah rakyat negara secara keseluruhan yang diwujudkan dalam pesta demokrasi secara nasional. Pemilihan kepala daerah secara langsung menunjukkan adanya kedaulatan daerah dan praktek demokrasi lokal ala negara serikat yang bertentangan dengan prinsip negara kesatuan. Melalui artikel ini penulis mengajak para pembaca untuk mencermati fenomena penyimpangan demokrasi Indonesia saat ini yang lebih mencerminkan praktek demokrasi liberal dan "American style democracy". Marilah kita kembali ke sistem demokrasi Pancasila secara murni dan konsekuen yang menjadi falsafah negara dan jati diri bangsa, dan bukan sekedar jargon propaganda seperti di zaman orde baru.

Website

reynoldhelingo.blogspot.com.

You might also like