You are on page 1of 69

MALNUTRISI

Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Project Based Learning (PjBL) I BLOK SISTEM GASTROINTESTINAL

Oleh : EVA YENI RUSTIANA NIM: 0910720005

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL MALANG 2012

1. DEFINISI MALNUTRISI Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup, malnutrisi dapat juga disebut keadaaan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan di antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesehatan. Ini bisa terjadi karena asupan makan terlalu sedikit ataupun pengambilan makanan yang tidak seimbang. Selain itu, kekurangan gizi dalam tubuh juga berakibat terjadinya malabsorpsi makanan atau kegagalan metabolik (Oxford medical dictionary, 2007). Malnutrisi sebenarnya adalah gizi salah, yang mencakup gizi kurang atau lebih. Di Indonesia dengan masih tinggi angka kejadian gizi kurang, istilah malnutrisi lazim dipakai untuk keadaan ini. Secara umum gizi kurang disebabkan oleh kurangnya energy atau protein. Namun keadaan ini di lapangan menunjukkan bahwa jarang dijumpai kasus yang menderita deferensiasi murni. Anak yang dengan defisiensi protein biasanya disertai pula dengan defisiensi energi. Oleh karena itu istilah yang lazim dipakai adalah malnutrisi Energi Protein (Markum dkk, 1991) dan Nelson membuat sinonim Malnutrisi Energi Protein dengan kekurangan kalori protein (Nelson, 1992). Sumber gizi dapat dibagi kepada dua jenis, yaitu makronutrien dan mikronutrien. Makronurien adalah zat yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang besar untuk memberikan tenaga secara langsung yaitu protein sejumlah 4 kkal, karbohidrat sejumlah 4 kkal dan lemak sejumlah 9 kkal. Mikronutrien adalah zat yang penting dalam menjaga kesehatan tubuh tetapi hanya diperlukan dalam jumlah yang sedikit dalam tubuh yaitu vitamin yang terbagi atas vitamin larut lemak , vitamin tidak larut lemak dan mineral ( Wardlaw et al, 2004).

2. ETIOLOGI MALNUTRISI Malnutrisi merupakan masalah yang menjadi perhatian internasional serta memiliki berbagai sebab yang saling berkaitan. Penyebab malnutrisi menurut kerangka konseptual UNICEF dapat dibedakan menjadi penyebab langsung (immediate cause), penyebab tidak langsung (underlying cause) dan penyebab dasar (basic cause).

Kurangnya asupan makanan dan adanya penyakit merupakan penyebab langsung malnutrisi yang paling penting. Penyakit, terutama penyakit infeksi, mempengaruhi jumlah asupan makanan dan penggunaan nutrien oleh tubuh. Kurangnya asupan makanan sendiri dapat disebabkan oleh kurangnya jumlah makanan yang diberikan, kurangnya kualitas makanan yang diberikan dan cara pemberian makanan yang salah.

Di Indonesia, angka kebutuhan energi untuk kelompok umur 0-6 bulan adalah 550 kkal/hari, kelompok umur 7-12 bulan 650 kkal/hari, kelompok umur 1-3 tahun 1000 kkal/hari, dan kelompok umur 4-6 tahun 1550 kkal/hari. Pemberian makanan tambahan sebagai pendamping ASI dimulai saat anak berusia 6 bulan dengan tetap memberikan ASI. Pemberian makanan tambahan ASI dinaikkan bertahap dari segi jumlah, frekuensi pemberian, dan jenis dan konsistensi makanan yang diberikan. Untuk

anak yang mendapatkan ASI, rata-rata makanan tambahan yang harus diberikan 2-3 kali/hari untuk usia 6-8 bulan, 3-4 kali/hari untuk usia 9-11 bulan dan 4-5 kali/hari usia 12-24 bulan. Jika densitas dalam makanan rendah atau anak tidak lagi mendapatkan ASI mungkin diperlukan frekuensi makan yang lebih sering. Variasi makanan diberikan untuk memenuhi kebutuhan nutrien. Daging, ayam, ikan atau telur harus diberikan setiap hari atau sesering mungkin. Demikian pula buah dan sayuran, sebaiknya diberikan setiap hari. Kegagalan untuk menyediakan asupan makanan sesuai angka kebutuhan ini secara terus-menerus akan menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan.

Cara pemberian makanan yang salah dapat dapat disebabkan karena ibu tidak memiliki pengetahuan yang cukup, misalnya mengenai pemberian ASI eksklusif maupun cara pemberian makanan pendamping ASI. Ibu seharusnya mendapatkan informasi yang lengkap dan obyektif mengenai cara pemberian makanan yang bebas dari pengaruh komersial. Mereka perlu mengetahui masa pemberian ASI yang dianjurkan; waktu dimulainya pemberian makanan tambahan; jenis makanan apa yang harus diberikan, berapa banyak dan berapa sering makanan diberikan, dan bagaimana cara memberikan makanan dengan aman.

Kematian akibat penyakit dapat disebabkan salah satu atau kombinasi dari berbagai penyebab lain seperti rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan, kurangnya suplai air bersih dan fasilitas sanitasi, kurangnya kebersihan makanan serta pengasuhan anak yang tidak memadai. Pengasuhan anak yang tidak memadai sendiri dapat dikarenakan ibu bekerja sehingga ibu juga memiliki lebih sedikit waktu untuk memberi makan anaknya.

Penyebab tidak langsung yang dapat menyebabkan malnutrisi adalah kurangnya ketahanan pangan keluarga, kualitas perawatan ibu dan anak, pelayanan kesehatan serta sanitasi lingkungan. Ketahanan pangan dapat dijabarkan sebagai kemampuan keluarga untuk menghasilkan atau mendapatkan makanan. Sebagai tambahan, perlu diperhatikan pengaruh produksi bahan makanan keluarga terhadap beban kerja ibu dan distribusi makanan untuk anggota keluarga. Sanitasi lingkungan berpengaruh terhadap kesehatan, produksi serta persiapan makanan untuk dikonsumsi serta kebersihan. Pelayanan kesehatan bukan hanya harus tersedia, namun juga harus dapat diakses dengan mudah oleh ibu dan anak. Status pendidikan dan ekonomi perempuan yang rendah menyebabkan kurangnya kemampuan untuk memperbaiki status gizi keluarga.

Adapun penyebab dasar berupa kondisi sosial, politik dan ekonomi negara. Malnutrisi, yang dapat berupa gizi kurang atau gizi buruk, dapat bermanifestasi bukan hanya di tingkat individual namun juga di tingkat rumah tangga, masyarakat, nasional dan internasional sehingga upaya untuk mengatasinya perlu dilaksanakan secara

berkesinambungan di berbagai tingkatan dengan melibatkan berbagai sektor. Dengan demikian, penting untuk mengenali penyebab gizi kurang dan gizi buruk di tingkat individu, masyarakat, maupun negara agar selanjutnya dapat dilakukan tindakan yang sesuai untuk mengatasinya. UNICEF memperkenalkan pendekatan Assessment, Analysis and Action dalam penanganan malnutrisi. Setelah adanya penilaian (assessment) mengenai adanya malnutrisi, selanjutnya perlu dilakukan analisis mengenai penyebabnya. Berdasarkan analisis penyebab dan penilaian sumber daya yang tersedia, tindakan (action) dirancang dan dilaksanakan untuk mengatasi masalah. Malnutrisi merupakan manifestasi dari serangkaian penyebab yang saling berkaitan. Namun demikian, identifikasi penyebab langsung malnutrisi pada kasus-kasus individual ataupun pada masyarakat dengan prevalensi malnutrisi yang tinggi tetap relevan untuk dilakukan agar dapat dilakukan penanganan yang sesuai konteks kasus maupun masyarakat. Secara klinis, malnutrisi dinyatakan sebagai gizi kurang dan gizi buruk. Gizi kurang belum menunjukkan gejala khas, belum ada kelainan biokimia, hanya dijumpai gangguan pertumbuhan. Gangguan pertumbuhan dapat terjadi dalam waktu singkat dan dapat terjadi dalam waktu yang cukup lama. Gangguan pertumbuhan dalam waktu yang singkat sering terjadi pada perubahan berat badan sebagai akibat menurunnya nafsu makan, sakit seperti diare dan ISPA, atau karena kurang cukupnya makanan yang dikonsumsi. Sedangkan gangguan pertumbuhan yang berlangsung lama dapat terlihat pada hambatan pertambahan panjang badan.

3. EPIDEMIOLOGI MALNUTRISI Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data Dusenas menunjukkan bahwa jumlah BALITA yang BB/U < -3 SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun 1989 meningkatkan dari 6,3 % menjadi 7,2 % tahun 1992 dan mencapai puncaknya 11,6% pada tahun 1995. Upaya Pemerintah antara lain melalui pemberian makanan tambahan dalam jaringan pengaman sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi melalui pelatihan-pelatihan tatalaksana gizi buru kepada tenaga kesehatan, berhasil menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1% pada tahun 1998, 8,1%

pada tahun 1999, dan 6,3% tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali 7% dan pada tahun 2003 menjadi 8,15%. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Laporan Survei Departemen Kesehatan-Unicef tahun 2005, dari 343 kabupaten/kota di Indonesia penderita gizi buruk sebanyak 169 kabupaten/kota tergolong prevalensi sangat tinggi dan 257 kabupaten/kota lainnya prevalensi tinggi. Dari data Depkes juga terungkap masalah gizi di Indonesia ternyata lebih serius dari yang kita bayangkan selama ini. Gizi buruk atau anemia gizi tidak hanya diderita anak balita, tetapi semua kelompok umur. Perempuan adalah yang paling rentan, disamping anak-anak. Sekitar 4 juta ibu hamil, setengahnya mengalami anemia gizi dan satu juta lainnya kekurangan energi kronis (KEK). Dalam kondisi itu, rata-rata setiap tahun lahir 350.000 bayi lahir dengan kekurangan berat badan (berat badan rendah). Berdasarkan perkembangan masalah gizi, pada tahun 2005 sekitar 5 juta anak balita menderita gizi kurang (berat badan menurut umur), 1,5 juta diantaranya menderita gizi buruk. Dari anak yang menderita gizi buruk tersebut ada 150.000 menderita gizi buruk tingkat berat.21 Prevalensi nasional Gizi Buruk pada Balita pada tahun 2007 yang diukur berdasarkan BB/U adalah 5,4%, dan Gizi Kurang pada Balita adalah 13,0%. Prevalensi nasional untuk gizi buruk dan kurang adalah 18,4%. Bila dibandingkan dengan target pencapaian program perbaikan gizi pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2015 sebesar 20% dan target MDG untuk Indonesia sebesar 18,5%, maka secara nasional target-target tersebut sudah terlampaui. Namun pencapaian tersebut belum merata di 33 provinsi. Sebanyak 19 provinsi mempunyai prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam (26,5%), Sumatera Utara (22,7%), Sumatera Barat (20,2%), Riau (21,4%), Jambi (18,9%), Nusa Tenggara Barat (24,8%), Nusa Tenggara Timur (33,6), Kalimantan Barat (22,5%), Kalimantan Tengah (24,2%), Kalimantan Selatan (26,6%), Kalimantan Timur (19,2%), Sulawesi Tengah (27,6%), Sulawesi Tenggara (22,7%), Gorontalo (25,4%), Sulawesi Barat (16,4%), Maluku (27,8%), Maluku Utara (22,8%), Papua Barat (23,2%)dan Papua (21,2).10 Secara nasional, 10 kabupaten/kota dengan prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang pada Balita tertinggi berturut-turut adalah Aceh Tenggara (48,7%), Rote Ndao (40,8%), Kepulauan Aru (40,2%), Timor Tengah Selatan (40,2%), Simeulue (39,7%), Aceh Barat Daya (39,1%), Mamuju Utara (39,1%), Tapanuli Utara (38,3%), Kupang (38,0%), dan Buru (37,6%).

Sedangkan 10 kabupaten/kota dengan prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang pada Balita

terendah adalah Kota Tomohon (4,8%), Minahasa (6,0%), Kota Madiun (6,8%), Gianyar (6,8%), Tabanan (7,1%), Bantul(7,4%), Badung (7,5%), Kota Magelang (8,2%), Kota Jakarta Selatan (8,3%), dan Bondowoso (8,7%)

4. PATOFISIOLOGI MALNUTRISI

5. JENIS MALNUTRISI A. MARASMUS a. DEFINISI Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649). Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212). Marasmus adalah bentuk mal nutrisi protein kalori yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis, terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan, disertai retardasi pertumbuhan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya tampak sangat kurus (tinggal tulang terbungkus kulit), muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit, perut cekung, kulit keriput, rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Pada stadium lanjut yang lebih berat anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun. Marasmus ialah suatu bentuk kurang kalori-protein yang berat. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan, ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus.

Marasmus terjadi karena pengambilan energi yang tidak cukup. Pada penderita yang menderita marasmus, pertumbuhannya akan berkurang atau terhenti, sering berjaga pada waktu malam, mengalami konstipasi atau diare. Diare pada penderita marasmus akan terlihat berupa bercak hijau tua yang terdiri dari sedikit lendir dan sedikit tinja.
Gangguan pada kulit adalah tugor kulit akan menghilang dan penderita terlihat keriput. Apabila gejala bertambah berat lemak pada bagian pipi akan menghilang dan penderita terlihat seperti wajah seorang tua. Vena superfisialis akan terlihat jelas, ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan dagu menonjol dan mata tampak besar dan dalam. Perut

tampak membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas dan tampak atropi (Hassan et al, 2005).

Gambar 2.1 Marasmus (Dikutip dari: http://www.childclinic.net)

b. ETIOLOGI Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999). Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116). Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut: 1) Masukan makanan yang kurang Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak; misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer. 2) Infeksi

Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis kongenital. 3) Kelainan struktur bawaan Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas. 4) Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus Pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat. 5) Pemberian ASI Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup. 6) Gangguan metabolik Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance. 7) Tumor hypothalamus Jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab marasmus yang lain telah disingkirkan. 8) Penyapihan Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang kurang akan menimbulkan marasmus. 9) Urbanisasi Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya marasmus; meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu; dan bila disertai dengan infeksi berulang, terutama gastro enteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.

c. EPIDEMIOLOGI Pada umumnya masyarakat indonesia telah mampu mengkonsumsi makanan yang cukup secara kuantitatif. Namun dari segi kualitatif masih cukup banyak yang belum mampu mencukupi kebutuhan gizi minimum. Departemen Kesehatan juga telah melakukan pemetaan, dan hasilnya menunjukan bahwa penderita gizi kurang ditemukan di 72% kabupatendi Indonesia. Indikasinya 2 4 dari 10 balita di Indonesia menderita gizi kurang.

Sesuai dengan survai di lapangan, insiden gizi buruk dan gizi kurang pada anak balita yang dirawat mondok di rumah sakit masih tinggi. Rani di RSU Dr. Pirngadi Medan mendapat 935 (38%) penderita malnutrisi dari 2453 anak balita yang dirawat. Mereka terdiri dari 67% gizi kurang dan 33% gizi buruk. Penderita gizi buruk yang paling banyak dijumpai ialah tipe marasmus. Arif di RS. Dr. Sutomo Surabaya mendapatkan 47% dan Barus di RS Dr. Pirngadi Medan sebanyak 42%. Hal ini dapat dipahami karena marasmus sering berhubungan dengan keadaan kepadatan penduduk dan higiene yang kurang di daerah perkotaan yang sedang membangun dan serta terjadinya krisis ekonomi di lndonesia.

d. FAKTOR RESIKO Bayi dan anak-anak merupakan resiko terbesar untuk mengalami kekurangan gizi karena mereka membutuhkan sejumlah besar kalori dan zat gizi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Mereka bisa mengalami kekurangan zat besi, asam folat, vitamin C dan tembaga karena makanan yang tidak memadai. Kekurangan asupan protein, kalori dan zat gizi lainnya bisa menyebabkan terjadinya kekurangan kalori protein (KKP), yang merupakan suatu bentuk dari malnutrisi yang berat, yang akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan. Kecenderungan untuk mengalami perdarahan pada bayi baru lahir (penyakit hemoragik pada bayi baru lahir), disebabkan oleh kekurangan vitamin K, dan bisa berakibat fatal. Orang-orang yang memiliki resiko mengalami kekurangan gizi: 1. Bayi dan anak kecil yang nafsu makannya jelek 2. Remaja dalam masa pertumbuhan yang pesat 3. Wanita hamil dan wanita menyusui 4. Orang tua 5. Penderita penyakit menahun pada saluran pencernaan, hati atau ginjal, terutama jika terjadi penurunan berat badan sampai 10-15% 6. Orang yang menjalani diet untuk jangka panjang 7. Vegetarian 8. Penderita ketergantungan obat atau alkohol yang tidak cukup makan 9. Penderita AIDS

10. Pemakaian obat yang mempengaruhi nafsu makan, penyerapan atau pengeluaran zat gizi 11. Penderita anoreksia nervosa 12. Penderita demam lama, hipertiroid, luka bakar atau kanker. e. PENCEGAHAN Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila penyebab diketahui.Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi. 1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang paling baik untuk bayi. 2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 6 tahun ke atas. 3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan kebersihan perorangan. 4. Pemberian imunisasi. 5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap. 6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan usaha pencegahan jangka panjang. 7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan. f. PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS

PATOFISIOLOGI MARASMUS Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan

mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. PATOGENESIS MARASMUS Pada keadaan ini yang mencolok adalah pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak dibawah kulit. Pada mulanya keadaan tersebut adalah proses fisiologis untuk kelangsungan hidup jaringan, ubuh memerlukan energi yang tidak dapat dipenuhi oleh makanan yang masuk, sehingga harus didapat dari tubuh sendiri, sehingga cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut.

B. KWASHIORKOR a. DEFINISI Kwashiorkor terjadi terutamanya karena pengambilan protein yang tidak cukup. Pada penderita yang menderita kwashiorkor, anak akan mengalami gangguan pertumbuhan, perubahan mental yaitu pada biasanya penderita cengeng dan pada stadium lanjut menjadi apatis dan sebagian besar penderita ditemukan edema. Selain itu, pederita akan mengalami gejala gastrointestinal yaitu anoreksia dan diare. Hal ini mungkin karena gangguan fungsi hati, pankreas dan usus. Rambut kepala penderita kwashiorkor senang dicabut tanpa rasa sakit (Hassan et al, 2005). Gangguan pada kulit adalah tugor kulit akan menghilang dan penderita terlihat keriput. Apabila gejala bertambah berat lemak pada bagian pipi akan menghilang dan penderita terlihat seperti wajah seorang tua. Vena superfisialis akan terlihat jelas, ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan dagu menonjol dan mata tampak besar dan dalam. Perut tampak membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas dan tampak atropi (Hassan et al, 2005).

b. ETIOLOGI Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang berlansung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersbut diatas antara lain : 1. Pola makan Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung protein/ asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein adri sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI. 2. Faktor sosial Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlansung turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor. 3. Faktor ekonomi Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya.

4. Faktor infeksi dan penyakit lain Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi. Selain oleh pengaruh negatif faktor sosio-ekonomi-budaya yang berperan terhadap kejadian malnutrisi umumnya, keseimbangan nitrogen yang negatif dapat pula disebabkan oleh diare kronik, malabsorpsi protein, hilangnya protein melalui air kemih (sindrom nefrotik), infeksi menahun, luka bakar, penyakit hati.

c. EPIDEMIOLOGI Kasus ini sering dijumpai di daerah miskin, persediaan makanan yang terbatas, dan tingkat pendidikan yang rendah. Penyakit ini menjadi masalah di negara-negara miskin dan berkembang di Afrika, Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Asia Selatan. Di negara maju sepeti Amerika Serikat kwashiorkor merupakan kasus yang langka. Berdasarkan SUSENAS (2002), 26% balita di Indonesia menderita gizi kurang dan 8% balita menderita gizi buruk (marasmus, kwashiorkor, marasmus-kwashiorkor). d. KOMPLIKASI Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksi dikarenakan lemahnya sistem imun. Tinggi maksimal dan kempuan potensial untuk tumbuh tidak akan pernah dapat dicapai oleh anak dengan riwayat kwashiorkor. Bukti secara statistik mengemukakan bahwa kwashiorkor yang terjadi pada awal kehidupan (bayi dan anak-anak) dapat menurunkan IQ secara permanen. Komplikasi jangka pendek - hipoglikemia - hipotermia - dehidrasi - gangguan fungsi vital - gangguan keseimbangan - elektrolit asam basa - infeksi berat - hambatan penyembuhan penyakit penderita Komplikasi jangka panjang: - stunting (tubuh pendek) - berkurangnya potensi tumbuh kembang

e. PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS PATOFISIOLOGI Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya. Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang disebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet akan terjadi kekurangan berbagai asam amino dalam serum yang jumlahnya yang sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan otot, makin kurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian berakibat timbulnya odema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta liprotein, sehingga transport lemak dari hati ke depot terganggu dengan akibat terjadinya penimbunan lemak dalam hati. PATOGENESIS Pada kwashiorkor yang klasik, terjadi edema dan perlemakan hati disebabkan gangguan metabolik dan perubahan sel. Kelainan ini merupakan gejala yang menyolok. Pada penderita defisiensi protein, tidak terjadi katabolisme jaringan yang berlebihan, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori yang cukup dalam dietnya. Namun, kekurangan protein dalam dietnya akan menimbulkan kekurangan berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Oleh karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot. Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebabnya kurang pembentukan albumin oleh hepar, sehingga kemudian timbul edema. Perlemakan hati disebabkan gangguan pembentukan

lipoproteinbeta sehingga transportasi lemak dari hati ke depot lemak juga terganggu dan akibatnya terjadi akumulasi lemak dalam hepar.

C. MARASMIK-KWASHIORKOR

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula (Depkes RI, 2000).
Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashirkor dengan gabungan gejala yang menyertai.

Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal. Gejala khas kedua penyakit tersebut nampak jelas, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit dan sebagainya.

Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan otot. Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan gangguan metabolic seperti gangguan pada ginjal dan pankreas. Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti meningkatnya kadar natrium dan fosfor inorganik serta menurunnya kadar magnesium. Gejala klinis Kwashiorkor-Marasmus tidak lain adalah kombinasi dari gejala-gejala masingmasing penyakit tersebut. Marasmus kwashiorkor adalah 1 dari 3 bentuk malnutrisi energi protein (MEP). Berikut ini perbandingan dan perbedaan antara marasmus dan kwashiorkor berdasar manifestasi klinisnya : Ciri Kwashiorkor Ada Ada Ada Biasanya ada Sangat sering Biasa Rendah Kadang-kadang Reduksi tapi masih ada Mungkin edema hati Ada Ada Ada Tidak ada Kurang biasa Tidak biasa Tidak terjadi Bagus Ada, sangat jarang Tidak ada Muka tua, keriput Tidak ada Marasmus

Gagal tumbuh Kurus kering Edema Perubahan rambut Perubahan mental Dermatosis Nafsu makan Anemia Lemak subkutan Muka Perlemakan (hepatomegali)

D. OBESITAS a. DEFINISI Obesitas adalah penyakit gizi yang disebabkan kelebihan kalori dan ditandai dengan akumulasi jaringan lemak secara berlebihan di seluruh tubuh. Merupakan keadaan patologis dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan

untuk fungsi tubuh. Gizi lebih (over weight) dimana berat badan melebihi berat badan rata-rata, namun tidak selalu identik dengan obesitas. Berat badan berlebihan tidak selalu obesitas. Terdapat 2 golongan obesitas : 1. Regulatory obesity, yaitu gangguan primer pada pusat pengatur masukan makanan 2. Obesitas metabolik, yaitu kelainan metabolisme lemak dan karbohidrat

b. ETIOLOGI 1. Faktor genetik Obesitas pada manusia biasanya keturunan, tetapi memisahkan penyebab genetik dengan lingkungan adalah sukar, kemungkinan: a) menempatkan senter makan di atas senter makan normal. b) Herediter abnormal pada faktor psikik c) Faktor genetik pada pemakaian energi dan penyimpanan energi Telah diobservasi bahwa pemakaian energi bayi lahir dari ibu obes kurang dibanding dengan bayi lahir dari ibu nonobes. Ada penyakit Impaired Glucose Tolerance (IGT) dengan pemeriksaan biologi molekular (b cell dysfunction) menunjukkan ada kelainan genetik dan dengan gejala obesitas. 2. Faktor Endokrin Hipotiroidei menjadi obes, kemungkinan karena hilangnya aktivitas katabolisme, juga karena kerja tiroksin untuk lipolisis, dapat dilihat pada miksudem. Resisten insulin pada diabetes tipe II sering merupakan akibat obesitas, menurunnya reseptor insulin terutama di otot skelet, hati dan jaringan lemak. Fenomena ini diikuti dengan menurunnya kemampuan insulin untuk tranpor glukose, oksidasi glukose, dan lipogenesis oleh sel adipos. Sensitivitasa penghambatan lipolisis dalam sel lemak individu obes naik. 3. Faktor saraf (nerogenik) Kerusakan ventromedial hipotaklamus pada hewan coba akan menunjukkan hiperinsulinisme, hiperfagi, dan jadi obes Pada manusia kerusakan fungsional atau struktural seperti tadi jarang ada, termasuk tumor, trauma dan inflamasi, sampai dengan memberikan obesitas. 4. Faktor psikologik Banyak makan dengan gerakan sedikit berakibat obesitas, dapat terjadi karena lingkungan atau budaya.

Juga emosi, stres akibat kematian salah seorang yang dicintainya, atau gagal sekolah.Kesenangan makan malam hari, ada hubungannya dengan stres psikologik. Makan yang selalu disediakan sebagai menghilangkan rasa bosan, sendiri, atau cemas. Makan dapat meredakan rasa tidak nyaman akibat marah atau depresi. Obesitas, keadaan kelebihan penyimpanan trigliserid mengakibatkan suatu efek penting pada proses metabolisme di jaringan adiposa Sebagai konsekwensi metabolik dan patologik obesitas, terjadi kenaikan penyimpanan trigliserid yang berkelanjutan dan berat badan menjadi berlebihan. c. Faktor Resiko Orang-orang yang memiliki resiko mengalami kelebihan gizi: 1. Anak-anak dan dewasa yang makannya banyak tetapi tidak melakukan olah raga 2. Kelebihan berat badan >20% 3. Makanan yang mengandung lemak tinggi dan garam tinggi 4. Orang yang mengkonsumsi asam nikotin (niasin) dosis tinggi, untuk mengobatihiperkolesterolemia 5. Wanita yang mengkonsumsi vitamin B6 (piridoksin) dosis tinggi, untuk mengobatisindroma premenstrual 6. Orang yang mengkonsumsi vitamin A dosis tinggi, untuk mengobati penyakit kulit 7. Orang yang mengkonsumsi zat besi atau mineral lainnya dalam dosis tinggi, tanpa resepdari dokter.

d. EPIDEMIOLOGI Obesitas adalah suatu masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius di seluruh dunia karena berperan dalam meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Prevalensi obesitas berbeda-beda di setiap negara, mulai dari 7% di Perancis sampai 32,8% di Brazil.. Prevalensi obesitas meningkat di setiap negara. Sebagai contoh, di Amerika Serikat prevalensi meningkat dari 12% pada tahun 1991 menjadi 17,8% pada tahun 1998. Penelitian Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) mendapatkan angka prevalensi obesitas pada wanita (11,02%) lebih besar daripada pria (9,16%). Obesitas meningkat di setiap negara, pada setiap jenis kelamin, dan pada semua kelompok usia, ras, dan tingkat pendidikan.

e. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi Obesitas Secara umum, obesitas dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan kalori, yang diakibatkan asupan energi yang jauh melebihi kebutuhan tubuh.Pada bayi (infant), penumpukan lemak terjadi akibat pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu dini, terutama apabila makanan ini memiliki kandungan karbohidrat, lemak, dan protein yang tinggi. Pada masa anak-anak dan dewasa, asupan energi bergantung pada diet seseorang. Penelitian yang dilakukan menemukan bahwa pengontrolan nafsu makan dan tingkat kekenyangan seseorang diatur oleh mekanisme neural dan humoral (neurohumoral) yang dipengaruhi oleh genetik, nutrisi, lingkungan, dan sinyal psikologis.Mekanismeini dirangsang oleh respons metabolik yang berpusat pada hipotalamus. Mekanisme neurohumoral ini dapat dibagi menjadi 3 komponen sesuai : a. Sistem perifer/sistem aferen menyalurkan sinyal dari berbagai tempat, dimana komponen utamanya adalah leptin dan adiponektin (dariadiposit), ghrelin (dari lambung), Peptida YY/PYY (dari ileum dan colon), insulin (pancreas). b. Nukleus arkuatus dalam hipotalamus memproses dan mengintegrasikan sinyal periferal dan menghasilkan sinyal eferen kepada 2 jenis neuron orde pertama, yaitu (a) POMC (pro-

opiomelanocortin) dan CART (cocaine and amphetamine-regulated transcripts) neuron, (b) neuropeptida Y (NPY), dan AgRP (Agouli-related peptide). Neuron orde pertama ini akan berkomunikasi dengan neuron orde kedua c. Sistem eferen yang menerima sinyal yang diberikan neuron orde pertama dari hipotalamus untuk mengontrol asupan makanan dan penggunaan energi. Hipotalamus juga berkomunikasi dengan otak depan dan tengah untuk mengontrol sistem saraf otonom.

Neuron POMC dan CART meningkatkan penggunaan energi dan penurunan berat badan dengan menghasilkan MSH (-Melanocyte Stimulating Hormone), dan mengaktifkan reseptor melanokortin nomor 3 dan 4 (MC3/4R) sebagai neuron orde ke 2 sebagai efek anoreksigenik. Sedangkan neuron NYP dan AgRP merangsang lapar (food intake) dan peningkatan berat badan dengan mengaktifkan reseptor Y1/5 pada neuron orde ke2nya sebagai efek oreksigenik.

f.

PENATALAKSANAAN MEDIS

Mengingat penyebab obesitas bersifat multifaktor, maka penatalaksanaan obesitas seharusnya dilaksanakan secara multidisiplin dengan mengikut sertakan keluarga dalam proses terapi obesitas. Prinsip dari tatalaksana obesitas adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran

energi, dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, dan mengubah / modifikasi pola hidup. 1. Menetapkan target penurunan berat badan Untuk penurunan berat badan ditetapkan berdasarkan: umur anak, yaitu usia 2 - 7 tahun dan diatas 7 tahun, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta/komplikasi. Pada anak obesitas tanpa komplikasi dengan usia dibawah 7 tahun, dianjurkan cukup dengan mempertahankan berat badan, sedang pada obesitas dengan komplikasi pada anak usia dibawah 7 tahun dan obesitas pada usia diatas 7 tahun dianjurkan untuk menurunkan berat badan. Target penurunan berat badan sebesar 2,5 - 5 kg atau dengan kecepatan 0,5 - 2 kg per bulan. 2. Pengaturan diet Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai dengan RDA, hal ini karena anak masih mengalami pertumbuhan dan perkembangan.5 Intervensi diet harus disesuaikan dengan usia anak, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada obesitas sedang dan tanpa penyakit penyerta, diberikan diet seimbang rendah kalori dengan pengurangan asupan kalori sebesar 30%. Sedang pada obesitas berat (IMT > 97 persentile) dan yang disertai penyakit penyerta, diberikan diet dengan kalori sangat rendah (very low calorie diet). Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang : Menurunkan berat badan dengan tetap mempertahankan pertumbuhan normal. Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 20-30% dengan lemak jenuh < 10% dan protein 15-20% energi total serta kolesterol < 300 mg per hari. Diet tinggi serat, dianjurkan pada anak usia > 2 tahun dengan penghitungan dosis menggunakan rumus: (umur dalam tahun + 5) gram per hari. 3. Pengaturan aktifitas fisik Peningkatan aktifitas fisik mempunyai pengaruh terhadap laju metabolisme. Latihan fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan motorik, kemampuan fisik dan umurnya. Aktifitas fisik untuk anak usia 6-12 tahun lebih tepat yang menggunakan ketrampilan otot, seperti bersepeda, berenang, menari dan senam. Dianjurkan untuk melakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari. Tabel Jenis kegiatan dan jumlah kalori yang dibutuhkan

Jenis kegiatan Jalan kaki 3 km/jam Jalan kaki 6 km/jam Joging 8 km/jam Lari 12 km/jam Tenis tunggal Tenis ganda Golf Berenang Bersepeda

Kalori yang digunakan/jam 150 300 480 600 360 240 180 350 660

4. Mengubah pola hidup/perilaku Untuk perubahan perilaku ini diperlukan peran serta orang tua sebagai komponen intervensi, dengan cara: Pengawasan sendiri terhadap: berat badan, asupan makanan dan aktifitas fisik serta mencatat perkembangannya. Mengontrol rangsangan untuk makan. Orang tua diharapkan dapat menyingkirkan rangsangan disekitar anak yang dapat memicu keinginan untuk makan. Mengubah perilaku makan, dengan mengontrol porsi dan jenis makanan yang dikonsumsi dan mengurangi makanan camilan. Memberikan penghargaan dan hukuman. Pengendalian diri, dengan menghindari makanan berkalori tinggi yang pada umumnya lezat dan memilih makanan berkalori rendah. 5. Peran serta orang tua, anggota keluarga, teman dan guru. Orang tua menyediakan diet yang seimbang, rendah kalori dan sesuai petunjuk ahli gizi.Anggota keluarga, guru dan teman ikut berpartisipasi dalam program diet, mengubah perilaku makan dan aktifitas yang mendukung program diet. 6. Terapi intensif

Terapi intensif diterapkan pada anak dengan obesitas berat dan yang disertai komplikasi yang tidak memberikan respon pada terapi konvensional, terdiri dari diet berkalori sangat rendah (very low calorie diet), farmakoterapi dan terapi bedah. Indikasi terapi diet dengan kalori sangat rendah bila berat badan > 140% BB Ideal atau IMT > 97 persentile, dengan asupan kalori hanya 600-800 kkal per hari dan protein hewani 1,5 - 2,5 gram/kg BB Ideal, dengan suplementasi vitamin dan mineral serta minum > 1,5 L per hari. Terapi ini hanya diberikan selama 12 hari dengan pengawasan dokter. Farmakoterapi dikelompokkan menjadi 3, yaitu: mempengaruhi asupan energi dengan menekan nafsu makan, contohnya sibutramin; mempengaruhi penyimpanan energi dengan menghambat absorbsi zat-zat gizi contohnya orlistat, leptin, octreotide dan metformin; meningkatkan penggunaan energi. Farmakoterapi belum direkomendasikan untuk terapi obesitas pada anak, karena efek jangka panjang yang masih belum jelas. Terapi bedah di indikasikan bila berat badan > 200% BB Ideal. Prinsip terapi ini adalah untuk mengurangi asupan makanan atau memperlambat pengosongan lambung dengan cara gastric banding, dan mengurangi absorbsi makanan dengan cara membuat gastric bypass dari lambung ke bagian akhir usus halus. Sampai saat ini belum banyak penelitian tentang manfaat dan bahaya terapi ini pada anak.

6. TANDA DAN GEJALA GEJALA KLINIS MARASMUS Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) : 1. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit 2. Wajah seperti orang tua 3. Iga gambang dan perut cekung 4. Otot paha mengendor (baggy pant) 5. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar

Gejala lain yang timbul diantaranya : 1. tampak sangat kurus (tinggal tulang terbungkus kulit), 2. muka seperti orangtua (berkerut), 3. tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit,

4. perut cekung,

5. kulit keriput(turgor kulit jelek), 6. rambut mudah patah dan kemerahan, 7. gangguan pencernaan (sering diare), 8. pembesaran hati dan sebagainya. 9. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. 10. Pada stadium lanjut yang lebih berat anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun. 11. Lethargi 12. Irritable 13. Ubun-ubun cekung pada bayi 14. Malaise

GEJALA KLINIS KWASHIORKOR Secara umumnya penderita kwashiorkor tampak pucat, kurus, atrofi pada ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial serta asites. Muka penderita ada tanda moon face dari akibat terjadinya edema. 1. Retardasi Pertumbuhan Gejala penting ialah pertumbuhan yang terganggu.Selain berat badan, tinggi badan juga kurang dibandingkan dengan anak sehat. 2. Perubahan Mental Biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan dan rewel.Pada stadium lanjut bisa menjadi apatis.Kesadarannya juga bisa menurun, dan anak menjadi pasif. 3. Edema Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun berat. Edemanya bersifat pitting. Edema terjadi bisa disebabkan hipoalbuminemia, gangguan dinding kapiler, dan hormonal akibat dari gangguan eliminasi ADH. 4. Kelainan Rambut Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya (texture), maupun warnanya.Sangat khas untuk penderita kwashiorkor ialah rambut kepala yang mudah tercabut tanpa rasa sakit. Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut akan tampak kusam, halus, kering, jarang dan berubah warna menjadi putih. Sering bulu mata menjadi panjang. 5. Kelainan Kulit Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar.Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit.Pada sebagian besar

penderita dtemukan perubahan kulit yang khas untuk penyakit kwashiorkor, yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan.Terutama bila tekanan itu terus-menerus dan disertai kelembapan oleh keringat atau ekskreta, seperti pada bokong, fosa politea, lutut, buku kaki, paha, lipat paha, dan sebagainya.Perubahan kulit demikian dimulai dengan bercak-bercak kecil merah yang dalam waktu singkat bertambah dan berpadu untuk menjadi hitam.Pada suatu saat mengelupas dan memperlihatkan bagianbagian yang tidak mengandung pigmen, dibatasi oleh tepi yang masih hitam oleh hiperpigmentasi. 6. Kelainan Gigi dan Tulang Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis, dan hambatan pertumbuhan. Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita (2). 7. Kelainan Hati Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan biopsi hati yang hampir semua sela hati mengandung vakuol lemak besar. Sering juga ditemukan tanda fibrosis, nekrosis, da infiltrasi sel mononukleus. Perlemakan hati terjadi akibat defisiensi faktor lipotropik. 8. Kelainan Darah dan Sumsum Tulang Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila disertai penyakit lain, terutama infestasi parasit ( ankilostomiasis, amoebiasis) maka dapat dijumpai anemia berat. Anemia juga terjadi disebabkan kurangnya nutrien yang penting untuk pembentukan darah seperti Ferum, vitamin B kompleks (B12, folat, B6). Kelainan dari pembentukan darah dari hipoplasia atau aplasia sumsum tulang disebabkan defisiensi protein dan infeksi menahun. Defisiensi protein juga menyebabkan gangguan pembentukan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya terjadi defek umunitas seluler, dan gangguan sistem komplimen. 9. Kelainan Pankreas dan Kelenjar Lain Di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis, lakrimal, saliva dan usus halus terjadi perlemakan. 10. Kelainan Jantung Bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi jantung disebabkan hipokalemi dan hipmagnesemia. 11. Kelainan Gastrointestinal Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting. Anoreksia kadang-kadang demikian hebatnya, sehingga segala pemberian makanan ditolak dan makanan hanya dapat diberikan dengan sonde lambung. Diare terdapat pada sebagian besar penderita. Hal ini terjadi karena

3 masalah utama yaitu berupa infeksi atau infestasi usus, intoleransi laktosa, dan malabsorbsi lemak. Intoleransi laktosa disebabkan defisiensi laktase. Malabsorbsi lemak terjadi akibat defisiensi garam empedu, konyugasi hati, defisiensi lipase pankreas, dan atrofi villi mukosa usus halus.

Dermatitis juga lazim ditemukan.Penggelapan kulit terjadi pada tempat-tempat yang mengalami iritasi,namun tidak pada daerah-daerah yang terkena sinar matahari.. Rambutnya biasanya jarang dan halus-halus serta kehilangan elastisitasnya. Pada anak-anak yang berambut gelap dapat terlihat jalur-jalur rambut berwarna merah atau abu-abu.Otot-otonya tampak lemah dan atrofi,tetapi sesekali dapat ditemukan lemak dibawah kulit yang berlebihan.

Tanda atau gejala lain yang dapat dilihat pada anak dengan Malnutrisi protein beratKwashiorkor, antara lain: 1. Gagal untuk menambah berat badan 2. Pertumbuhan linear terhenti. 3. Edema gerenal (muka sembab, punggung kaki, perut yang membuncit) 4. Diare yang tidak membaik 5. Dermatitis, perubahan pigmen kulit (deskuamasi dan vitiligo). 6. Perubahan warna rambut menjadi kemerahan dan mudah dicabut. 7. Penurunan masa otot 8. Perubahan mental seperti lethargia, iritabilitas dan apatis dapat terjadi. 9. Perubahan lain yang dapat terjadi adala perlemakan hati, gangguan fungsi ginjal, dan anemia. 10. Pada keadaan berat/ akhir (final stages) dapat mengakibatkan shock, coma dan berakhir dengan kematian. Gejala yang timbul diantaranya adalah edema di seluruh tubuh terutama punggung kaki, wajah membulat dan sembab, perubahan status mental: rewel kadang apatis, menolak segala jenis makanan (anoreksia), pembesaran jaringan hati, rambut kusam dan mudah dicabut, gangguan kulit yang disebut crazy pavement,pandangan mata tampak sayu. Pada umumnya penderita sering rewel dan banyak menangis. Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun. TANDA DAN GEJALA MARASMIK-KWARSHIORKOR

Klinis [Laboratoris]

Kwashiorkor [busung lapar]

Marasmus

Marasmik-Kwashiorkor

[hungeroedem] Anamnestis Defisiensi protein Defisiensi energi Peralihan kwash marasmus Marasmus diit tinggi E Tumbuh - kembang Konjungtiva Raut muka Rambut Terhambat Pucat Moon face Tipis, jrng kemerahan, mudah dicabut tanpa sakit Oedema [pitting] Asites BB Kulit Positif Positif 60 80 % std Crazy pavement Negatif Negatif < 60% Keriput, turgor / elastisitas kurang Hepar Infiltrasi lemak/hepatomegali Kadar Hb Kadar albumin Proteinuria Biokimiawi lain Rendah Rendah,<2,5 g vol% Negatif Rendah Dbn bawah Dbn bawah Negatif Rendah Rendah = kwashiorkor Negatif Rendah Dbn Positif Positif < 60% Keriput, turgor / elastisitas kurang Hepatomegali Terhambat Agak pucat Seperti orangtua Relatif lebih baik Terhambat Pucat Seperti orangtua Spt kwashiorkor

TANDA DAN GEJALA OBESITAS 1. Terlihat sangat gemuk 2. Lebih tinggi dari anak normal seumur 3. Dagu ganda 4. Buah dada seolah-olah berkembang 5. Perut menggantung 6. Penis terlihat kecil 7. Lebih berat dan lebih tinggi dari anak seusianya. 8. Hidung dan mulut relatif kecil dengan dagu yang berbentuk ganda. 9. Perut cenderung membuncit 10. Karena malu, sering malas untuk bergaul dan bermain dengan temannya

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK, PERAWATAN MEDIS, DAN DIET PADA ANAK DENGAN MALNUTRISI

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis ditegakkan dengan anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 1. Anamesis Keluhan yanga sering ditemukan adalah pertumbuhan anak yang kurang, seperti berat badan yang kurang dibandingkan anak lain (yang sehat). Bisa juga didapatkan keluhan anak yang tidak mau makan (anoreksia), anak tampak lemas serta menjadi lebih pendiam, dan sering menderita sakit yang berulang. 2. Pemeriksaan Fisik Yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik antara lain: Perubahan mental sampai apatis Edema (terutama pada muka, punggung kaki dan perut) Atrofi otot Ganguan sistem gastrointestinal Perubahan rambut (warna menjadi kemerahan dan mudah dicabut) Perubahan kulit (perubahan pigmentasi kulit) Pembesaran hati Tanda-tanda anemia

3. Pemeriksaan penunjang Darah lengkap, urin lengkap, feses lengkap, protein serum (albumin, globulin), elektrolit serum, transferin, feritin, profil lemak. Foto thorak, dan EKG. Untuk menegakkan diagnosis kwashiorkor ini bisa kita lihat melalui pemeriksaan fisis dan pemeriksaan laboratorium. Dari pemeriksaan fisis yang pertama adalah inspeksi, dapat kita lihat fisik penderita secara umum seperti yang telah dijelaskan diatas antara lain edema dan kurus, pucat,moon face, kelainan kulit misalnya hiperpigmentasi, crazy pavement dermatosis. Pada palpasi ditemukan hepatomegali. Sementara untuk pemeriksaan laboratorium ada beberapa hal yang penting diperhatikan berupa: tes darah (Hb, glukosa, protein serum, albumin) kadar enzim pencernaan biopsi hati pemeriksaan tinja& urine

Perubahan yang paling khas adalah penurunan konsentrasi albumin dalam serum. Ketonuria lazim ditemukan pada tingkat awal karena kekurangan makanan,tetapi sering kemudian hilang pada keadaan penyakit lebih lanjut. Kadar glukosa darah yang rendah,pengeluaran hidrosiprolin melalui urin,kadar asam amino dalam plasma dapat menurun,jika dibandingkan dengan asam-asam amino yang tidak essensial dan dapat pula ditemukan aminoasiduria meningkat. Kerap kali juga ditemukan kekurangan kalium dan magnesium.Terdapat juga penurunan aktifitas enzim-enzim dari pancreas dan xantin oksidase,tetapi kadarnya akan kembali menjadi normal segera setelah pongobatan dimulai. Foto rontgen dapat membantu menentukan densitas tulang dan keadaan dari jantung dan paruparu, juga bisa menemukan kelainan saluran pencernaan yang disebabkan oleh malnutrisi. Pada malnutrisi yang berat, dilakukan pemeriksaan hitung jenis sel darah lengkap serta pemeriksaan darah dan air kemih untuk mengukur kadar vitamin, mineral dan limbah metabolit seperti urea. Pemeriksaan kulit juga bisa dilakukan untuk menilai jenis-jenis tertentu dari kekebalan. Status gizi dapat ditentukan secara langsung dan secara tidak langsung (Widardo, 1997). Sedangkan menurut Supariasa (2002), penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu : 1. Antropometri a. Pengertian Secara umum antropometri berarti ukuran tubuh manusia.Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometrigizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran

dimensitubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berat Badan Berat badan adalah parameter pertumbuhan yang paling sederhana, mudah diukur dan diulang dan merupakan indeks untuk status nutrisi sesaat.Hasil pengukuran berat badan dipetakan pada kurva standar Berat Badan/Umur (BB/U) dan Berat Badan/ Tinggi Badan (BB/TB). Adapun interpretasi pengukuran berat badan yaitu: BB/U dibandingkan dengan acuan standard (CDC 2000) dan dinyatakan dalam persentase. > 120 % : disebut gizi lebih 80 120 % : disebut gizi baik 60 80 % : tanpa edema ; gizi kurangdengan edema ; gizi buruk (kwashiorkor) < 60% : gizi buruk : tanpa edema (marasmus) dengan edema (marasmus kwashiorkor)

Tinggi Badan (TB)

Tinggi badan pasien harus diukur pada tiap kunjungan . Pengukuran beratbadan akan memberikan informasi yang bermakna kepada dokter tentang status nutrisi dan pertumbuhan fisis anak. Seperti pada pengukuran berat badan, untuk pengukuran inggi badan jugadiperlukan informasi umur yang tepat, jenis kelamin dan baku yang diacu yaitu CDC 2000. Interpretasi dari dari TB/U dibandingkan standar baku berupa: 90 110 % : baik/normal 70 89 % : tinggi kurang < 70 % : tinggi sangat kurang

Rasio Berat Badan menurut tinggi badan (BB/TB) Rasio BB/TB bila dikombinasikan dengan beraat badan menurut umur dan tinggi badan menurut umur sangat penting dan lebih akurat dalam penilaian status nutrisi karena ia mencerminkan proporsi tubuh serta dapat membedakan antar wasting dan stunting atau perawakan pendek. Indeks ini digunakan pada anak perempuan hanya sampai tinggi badan 138 cm, dan pada anak lelaki sampai tinggi badan 145 cm. setelah itu rasio BB/TB tidak begitu banyak artinya, karena adanya percepatan tumbuh (growth spurt). Keuntungan indeks ini adalah tidak diperlukannya faktor umur, yang seringkali tidak diketahui secara tepat. BB/TB (%) = (BB terukur saat itu) (BB standar sesuai untuk TB terukur) x 100%, interpretasi di nilai sebagai berikut : 120 % : Obesitas 110 120 % : Overweight 90 110 % : normal 70 90 % : gizi kurang < 70 % : gizi buruk

b. Penggunaan Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. 2. Klinis a. Pengertian Penilaian klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat.Metode ini didasarkan atas perubahan perubahan yang terjadi yang

dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi.Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (superficial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. b. Penggunaan Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys).Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi.Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit. 3. Biokimia a. Pengertian Penilaian satus gizi secara biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urin, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. b. Penggunaan Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan secara faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik. 4. Biofisik a. Pengertian Penentuan status gizi secara biofisik adalah penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. b. Penggunaan Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of nightblindness).Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga (Supariasa, 2002) yaitu : 1. Survei Konsumsi Makanan a. Pengertian Survei konsumsi makanan adalah penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlahdan jenis zat gizi yang di konsumsi. b. Penggunaan

Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zatgizi pada masyarakat, keluarga, dan individu.Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi. 2. Statistik Vital a. Pengertian Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistic kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan` dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. b. Penggunaan Penggunaan penilaian status gizi dengan statistik vital dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat. 3. Faktor Ekologi a. Pengertian Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksibeberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya.Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain lain. b. Penggunaan Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi persediaan pangandan asupan gizi seseorang adalah lingkungan fisik, biologis, budaya, sosial, ekonomi, dan politik (Achmadi, 2009). Cara Mengukur Status Gizi Anak Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengukur status gizi pada anak. Berikut adalah salah satu contoh pengukuran status gizi bayi dan balita berdasarkan tinggi badan menurut usia dan lingkar lengan atas.

Tabel Berat dan Tinggi Badan Menurut Umur (usia 0-5 tahun, jenis kelamin tidak dibedakan)

PERAWATAN MEDIS Penatalaksanaan kwashiorkor bervariasi tergantung pada beratnya kondisi anak. Keadaan shock memerlukan tindakan secepat mungkin dengan restorasi volume darah dan mengkontrol tekanan darah. Pada tahap awal, kalori diberikan dalam bentuk karbohidrat, gula sederhana, dan lemak.Protein diberikan setelah semua sumber kalori lain telah dapat menberikan tambahan energi. Vitamin dan mineral dapat juga diberikan. Dikarenakan anak telah tidak mendapatkan makanan dalam jangka waktu yang lama, memberikan makanan per oral dapat menimbulkan masalah, khususnya apabila pemberian makanan dengan densitas kalori yang tinggi. Makanan harus diberikan secara bertahap/ perlahan. Banyak dari anak penderita malnutrisi menjadi intoleran terhadap susu (lactose intolerance) dan diperlukan untuk memberikan suplemen yang mengandung enzim lactase. TATALAKSANA (10 LANGKAH) MEP BERAT 1. ATASI/CEGAH HIPOGLIKEMIA 2. ATASI/CEGAH HIPOTERMI 3. ATASI/CEGAH DEHIDRASI

4. KOREKSI GGN KESEIMBANGAN ELEKTROLIT 5. OBATI/CEGAH INFEKSI 6. KOREKSI DEFISIENSI MIKRONUTRIEN 7. MULAI PEMBERIAN MAKANAN 8. FASILITASI TUMBUH KEJAR 9. LAKUKAN STIMULASI DAN DUKUNGAN MENTAL 10. SIAPKAN/RENCANAKAN TINDAK LANJUT

Pemberian Makanan Jika zat makanan tidak dapat diberikan melalui mulut, bisa diberikan melalui sebuah selang yang dimasukkan kedalam saluran pencernaan (nutrisi enteral) atau secara intravena (nutrisi parenteral). Kedua cara tersebut bisa digunakan untuk memberikan makanan kepada orang-orang yang tidak mau atau tidak dapat makan, atau tidak dapat mencerna dan menyerap zat makanan.

Pemberian Makanan Melalui Selang Penberian makanan melalui selang digunakan pada berbagai keadaan, termasuk pada penyembuhan luka bakar dan penyakit peradangan saluran pencernaan.Sebuah selang plastik tipis (pipa nasogastrik) dimasukkan melalui hidung, menyusuri kerongkongan sampai mencapai lambung atau usus halus.Jika selang ini harus digunakan untuk waktu yang lama, bisa secara langsung dimasukkan melalui sayatan kecil di dinding perut, ke dalam lambung atau usus halus. Cairan yang dimasukkan melalui selang ini mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral.2-45% dari kebutuhan kalori total, berasal dari lemak. Masalah yang timbul dari pemberian makanan lewat selang ini sangat jarang dan tidak terlalu serius: Pada beberapa penderita terjadi diare dan gangguan perut Kerongkongan bisa mengalami iritasi dan peradangan Makanan bisa terhirup ke dalam paru-paru. Merupakan komplikasi yang serius, tapi jarang terjadi. Bisa dicegah dengan menempatkan kepala pada posisi yang lebih tinggi untuk mengurangi regurgitasi atau dengan memasukkan cairan secara perlahan. Pemberian Makanan Secara Intravena Pemberian makanan secara intravena digunakan jika penderita tidak dapat menerima sejumlah makanan yang cukup melalui pipa nasogastrik. Penderita yang mendapatkan makanan melalui intravena adalah:

Penderita yang mengalami malnutrisi yang sangat berat dan akan menjalani pembedahan, terapi penyinaran atau kemoterapi

Penderita luka bakar berat Kelumpuhan saluran pencernaan Diare atau muntah yang menetap.

Pemberian makanan melalui selang infus ini dapat memasok sebagian dari zat makanan yang dibutuhkan penderita atau seluruhnya (nutrisi parenteral total).Tersedia sejumlah cairan yang bisa diberikan dan dapat dimodifikasi untuk penderita penyakit ginjal atau hati. Nutrisi parenteral total memerlukan selang intravena yang lebih besar (kateter).Karena itu digunakan pembuluh balik (vena) yang lebih besar, misalnya vena subklavia.Seseorang yang menjalani nutrisi parenteral total dipantau secara ketat terhadap perubahan berat badan, pengeluaran air kemih dan tanda-tanda infeksi. Bila kadar gula darahnya menjadi terlalu tinggi, bisa ditambahkan insulin ke dalam cairan yang diberikan. Infeksi merupakan resiko karena kateter biasanya digunakan untuk waktu yang lama dan cairan yang mengalir di dalamnya memiliki kadar gula yang tinggi, dimana bakteri bisa tumbuh dengan mudah. Nutrisi parenteral total bisa menyebabkan komplikasi lainnya: Jika terlalu banyak kalori, terutama lemak, hati bisa membesar. Lemak yang berlebihan di dalam vena bisa menyebabkan sakit punggung, demam, menggigil, mual dan berkurangnya jumlah trombosit. Tetapi hal ini terjadi pada kurang dari 3% penderita. Penggunaan jangka panjang bisa menyebabkan nyeri tulang.

Pengembalian asupan makanan seperti sedia kala membutuhkan waktu tergantung pada berapa lama orang tersebut mengalami kelaparan dan seberapa parah organ tubuh yang terkena akibat kelaparan tersebut.Saluran pencernaan menyusut selama kelaparan, dan tidak dapat berfungsi langsung saat pertama kali. Cairan seperti jus, susu dan sup sangat disarankan bagi pasien yang dapat makan lewat mulut untuk pertama kali makan. Setelah beberapa hari makanan cair tersebut dapat diganti dengan makanan yang lebih padat dan kalorinya dinaikkan secara bertahap mulai dari 500 kalori/hari.Biasanya makanan padat yang dihancurkan diberikan dalam porsi kecil pada beberapa waktu untuk menghindari diare. Penderita harus bertambah 3 atau 4 pond seminggu sampai berat badan normal tercapai. Pada awalnya beberapa penderita harus mendapatkan makanannya lewat pipa nasogastrik.

Pemberian makanan lewat infus diperlukan bila penderita mengalami malabsorpsi dan diare persisten.

Penanganan KKP berat Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan awal dan rehabilitasi.Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.

Menurut Arisman, 2004:105 Komposisi ppemberian CRO (Cairan Rehidrasi Oral) sebanyak 70-100 cc/kg BB biasanya cukup untuk mengoreksi dehidrasi. Cara pemberian dimulai sebanyak 5 cc/kg BB setiap 30 menit selama 2 jam pertama peroral atau NGT kemudian tingkatkan menjadi 5-10 cc/kg BB/ jam. Cairan sebanyak itu harus habis dalam 12 jam. Pemberian ASI sebaiknya tidak dihentikan ketika pemberian CRO/intravena diberikan dalam kegiatan rehidrasi. Berika makanan cair yang mengandung 75-100 kkal/cc, masing-masing disebut sebagai F-75 dan F-100. Menurut Nuchsan Lubis Penatalaksanaan penderita marasmus yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap, yaitu : 1. Tahap awal :24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan IV.
o

cairan yang diberikan adalah larutan Darrow-Glukosa atau Ringer Laktat Dextrose 5%.

o o o

Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya. Cairan diberikan 200ml/kg BB/ hari.

2. Tahap penyesuaian terhadap pemberian makanan


o

Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/ kg BB/ hari atau rata-rata 50 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 1-1,5 gr/ kg BB/ hari.

Kemudian dinaikkan bertahap 1-2 hari hingga mencapai 150-175 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 3-5 gr/ kg BB/ hari. Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet TKTP ini lebih kurang 7-10 hari.

Untuk menentukan status gizi menggunakan beberapa langkah. Langkah pertama adalah dengan melihat berat badan dan umur anak disesuaikan dengan grafik KMS (Kartu Menuju Sehat). Bila dijumpai berat badan di bawah garis merah (BGM) maka dilanjutkan dengan langkah menentukan status gizi balita dengan menghitung berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB) berdasarkan standar WHO-NCHS. Dinyatakan gizi buruk bila BB/TB <-3 SD standar WHO-NCHS.

PENATALAKSANAAN GIZI BURUK SECARA UMUM 1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi. Hipoglikemi jika kadar gula darah < 54 mg/dl atau ditandai suhu tubuh sangat rendah, kesadaran menurun, lemah, kejang, keluar keringat dingin, pucat. Pengelolaan berikan segera cairan gula: 50 ml dekstrosa 10% atau gula 1 sendok teh dicampurkan ke air 3,5 sendok makan, penderita diberi makan tiap 2 jam, antibotik, jika penderita tidak sadar, lewat sonde. Dilakukan evaluasi setelah 30 menit, jika masih dijumpai tanda-tanda hipoglikemi maka ulang pemberian cairan gula tersebut. 2. Mencegah dan mengatasi hipotermi. Hipotermi jika suhu tubuh anak <35oC , aksila 3 menit atau rectal 1 menit. Pengelolaannya ruang penderita harus hangat, tidak ada lubang angina dan bersih, sering diberi makan, anak diberi pakaian, tutup kepala, sarung tangan dan kaos kaki, anak dihangatkan dalam dekapan ibunya (metode kanguru), cepat ganti popok basah, antibiotik.Dilakukan pengukuran suhu rectal tiap 2 jam sampai suhu > 36,5oC, pastikan anak memakai pakaian, tutup kepala, kaos kaki. 3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi. Pengelolaannya diberikan cairan Resomal (Rehydration Solution for Malnutrition) 70-100 ml/kgBB dalam 12 jam atau mulai dengan 5 ml/kgBB setiap 30 menit secara oral dalam 2 jam pertama. Selanjutnya 5-10 ml/kgBB untuk 4-10 jam berikutnya, jumlahnya disesuaikan seberapa banyak anak mau, feses yang keluar dan muntah. Penggantian jumlah Resomal pada jam 4,6,8,10dengan F75 jika rehidrasi masih dilanjutkan pada saat itu. Monitoring tanda vital, diuresis, frekuensi berak dan muntah, pemberian cairan dievaluasi jika RR dan nadi menjadi cepat, tekanan vena jugularis meningkat, jika anak dengan edem, oedemnya bertambah. 4. Koreksi gangguan elektrolit. Berikan ekstraKalium 150-300mg/kgBB/hari, ekstra Mg 0,4-0,6 mmol/kgBB/hari dan rehidrasi cairan rendah garam (Resomal) 5. Mencegah dan mengatasi infeksi.

Antibiotik(bila tidak komplikasi : kotrimoksazol 5 hari,bila ada komplikasi amoksisilin 15 mg/kgBBtiap 8 jam 5 hari. Monitoring komplikasi infeksi (hipoglikemia atau hipotermi) 6. Mulai pemberian makan. Segera setelahdirawat, untuk mencegah hipoglikemi, hipotermidan mencukupi kebutuhan energi dan protein.Prinsip pemberian makanan fase stabilisasi yaituporsi kecil, sering, secara oral atau sonde, energy 100 kkal/kgBB/hari, protein 1-1,5 g/kgBB/hari,cairan 130 ml/kgBB/hari untuk penderitamarasmus, marasmik kwashiorkor ataukwashiorkor dengan edem derajat 1,2, jikaderajat 3 berikan cairan 100 ml/kgBB/hari. 7. Koreksi kekurangan zat gizi mikro. Berikan setiap hari minimal 2 minggu suplemenmultivitamin, asam folat (5mg hari 1,selanjutnya 1 mg), zinc 2 mg/kgBB/hari, cooper0,3 mg/kgBB/hari, besi 1-3 Feelemental/kgBB/hari sesudah 2 mingguperawatan, vitamin A hari 1 (<6 bulan 50.000IU, 612 bulan 100.000 IU, >1 tahun 200.000IU) 8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar Satu minggu perawatan fase rehabilitasi, berikan F100 yang mengandung 100 kkal dan 2,9 g protein/100ml, modifikasi makanan keluarga dengan energi dan protein sebanding, porsi kecil, sering dan padat gizi, cukup minyak dan protein. 9. Memberikan stimulasi untuk tumbuhkembang. Mainan digunakan sebagai stimulasi,macamnya tergantung kondisi, umur

danperkembangan anak sebelumnya.Diharapkandapat terjadi stimulasi psikologis, baik mental,motorik dan kognitif. 10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut dirumah. Setelah BB/PB mencapai -1SDdikatakan sembuh, tunjukkan kepada orang tuafrekuensi dan jumlah makanan, berikan terapibermain anak, pastikan pemberian imunisasiboster dan vitamin A tiap 6 bulan10.

PENGATURAN DIET
1. Fase Stabilisasi Pada fase ini, peningkatan jumlah formula diberikan secara bertahap dengan tujuan memberikan makanan awal supaya anak dalam kondisi stabil.Formula hendaknya hipoosmolar rendah laktosa, porsi kecil dan sering. Setiap 100 ml mengandung 75 kal dan protein 0,9 gram. Diberikan makanan formula 75 (F 75). Resomal dapat diberikan apabila anak diare/muntah / dehidrasi, 2 jam pertama setiap .jam, selanjutnua 10 jam berikutnya diselang seling dengan F758.

Kebutuhan zat gizi fase stabilisasi Zat Gizi Stabilisasi (hari ke 1-7) Energi 80-100 kkal/kgBB/hari Protein 1-1,5 gram/kgBB/hari Cairan cairan 130ml/kgBB/hari Fe Sulfas ferosus 200mg + 0,25 mg asam folat, sirup besi 150 ml.

2. Fase Transisi Pada fase ini anak mulai stabil dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak (cathup).Diberikan F100, setiap 100 ml F100 mengandung 100 kal dan protein 2,9 gram.

3. Fase Rehabilitasi Terapi nutrisi fase ini adalah untuk mengejar pertumbuhan anak.Diberikan setelah anak sudah bisa makan.Makanan padat diberikan pada fase rehabilitasi berdasarkan BB< 7 kg diberi MP-ASI dan BB 7 kg diberi makanan balita. Diberikan makanan formula 135 (F 135) dengan nilai gizi setiap 100 mlF135 mengandung energi 135 kal dan protein 3,3 gram. Kebutuhan zat gizi fase transisi Zat Gizi Transisi (hari ke 8-14) Energi 100-150 kkal/kgBB/hari Protein 2-3 gram/kgBB/hari Cairan 150ml/kgBB/hari Fe Sulfas ferosus 200mg + 0,25 mg asam folat, sirup besi 150 ml.

4. Fase tindak lanjut dilakukan di rumah Setelah anak dinyatakan sembuh, bila BB/TB atau BB/PB -2 SD, tidak ada gejala klinis danmemenuhi kriteria selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan, ada perbaikan kondisi mental, anak sudah dapat tersenyum, duduk, merangkak, berdiri atau berjalan sesuai umurnya, suhu tubuh berkisar antara 36,5 37, 7 oC, tidak muntah atau diare, tidak ada edema, terdapat kenaikan BB sekitar 50g/kg BB/minggu selama 2 minggu berturut-turut. Mineral Mix dapat diberikan sebagai nutrisi gizi buruk yang terbuat dari bahan yang terdiri dari KCl, tripotasium citrat, MgCl2.6H2O, Zn asetat 2H2O dan CuSO4.5H2O, bahan ini

dijadikan larutan. Mineral mix ini dikembangkan oleh WHO dan telah diadaptasi menjadi pedoman Tatalaksana Anak Gizi Buruk di Indonesia.Mineral mix digunakan sebagai bahan tambahan untuk membuat Rehydration Solution for Malnutrition (ReSoMal) dan Formula WHO. Kebutuhan zat gizi fase rehabilitasi Zat Gizi Rehabilitasi (minggu ke 2-6) Energi 150-200 kkal/kgBB/hari Protein 3-4 gram/kgBB/hari Cairan 150 200 ml/kgBB/hari Fe Berikan awal selama 4 minggu. 8. KONSEP METABOLISME KARBOHIDRAT

PENGERTIAN Karbohidrat adalah sumber energi utama bagi manusia.Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 Kkal.Sebagian karbohidrat berada di dalam sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi segera dan sebagian lagi disimpan sebagai glikogen di dalam hati dan jaringan otot, dan sebagian diubah menjadi lemak (Almatsier, 2006). Karbohidrat adalah senyawa yang mengandung unsur-unsur: C, H dan O, terutama terdapat didalam tumbuh-tumbuhan yaitu kira-kira 75%. Dinamakan karbohidrat karena senyawa-senyawa ini sebagai hidrat dari karbon; dalam senyawa tersebut perbandingan antara H dan O sering 2 berbanding 1 seperti air. Jadi C6H12O6 dapat ditulis C6(H2O)6, C12H22O11 sebagai C12 (H2O)11 dan seterusnya, dan perumusan empiris ditulis sebagai CnH2nOn atau Cn (H2O)n (Sastrohamidjojo, H., 2005). Karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul karbon, hidrogen danoksigen. Di dalam ilmu gizi, secara sederhana karbohidrat dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks dan berdasarkan responnya terhadap glukosa darah di dalam tubuh, karbohidrat juga dapat dibedakan berdasarkan nilai tetapan indeks glicemiknya (glycemic index).Contoh dari karbohidrat sederhana adalah monosakarida seperti glukosa, fruktosa & galaktosa atau juga disakarida seperti sukrosa & laktosa. Jenis-jenis karbohidrat sederhana ini dapat ditemui terkandung di dalam produk pangan seperti madu, buah-buahan dan susu.Sedangkan contoh dari karbohidrat kompleks adalah pati (starch), glikogen (simpanan energi di dalam tubuh), selulosa, serat (fiber) atau dalam konsumsi sehari-hari karbohidrat kompleks dapat ditemui terkandung di dalam produk pangan seperti, nasi, kentang, jagung, singkong, ubi, pasta, roti dsb.

FUNGSI Fungsi utama karbohidrat adalah penghasil energi di dalam tubuh. Tiap 1 gram karbohidrat yang dikonsumsi akan menghasilkan energi sebesar 4 kkal dan energi hasil proses oksidasi (pembakaran) karbohidrat ini kemudian akan digunakan oleh tubuh untuk menjalankan berbagai fungsi-fungsinya seperti bernafas, kontraksi jantung dan otot serta juga untuk menjalankan berbagai aktivitasfisik seperti berolahraga atau bekerja. METABOLISME Di dalam sistem pencernaan dan juga usus halus, semua jenis karbohidrat yang dikonsumsi akan terkonversi menjadi glukosa untuk kemudian diabsorpsi oleh aliran darah dan ditempatkan ke berbagai organ dan jaringan tubuh. Molekul glukosa hasil konversi berbagai macam jenis karbohidrat inilah yang kemudian akan berfungsi sebagai dasar bagi pembentukan energi di dalam tubuh. Melalui berbagai tahapan dalam proses metabolisme, sel-sel yang terdapat di dalam tubuh dapat mengoksidasi glukosa menjadi CO2 & H2O dimana proses ini juga akan disertai dengan produksi energi. Proses metabolisme glukosa yang terjadi di dalam tubuh ini akan memberikan kontribusi hampir lebih dari 50% bagi ketersediaan energi. Di dalam tubuh, karbohidrat yang telah terkonversi menjadi glukosa tidak hanya akan berfungsi sebagai sumber energi utama bagi kontraksi otot atau aktifitas fisik tubuh, namun glukosa juga akan berfungsi sebagai sumber energi bagi sistem syaraf pusat termasuk juga untuk kerja otak. Selain itu, karbohidrat yang dikonsumsi juga dapat tersimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk glikogen di dalam otot dan hati.Glikogen otot merupakan salah satu sumber energi tubuh saat sedang berolahraga sedangkan glikogen hati dapat berfungsi untuk membantu menjaga ketersediaan glukosa di dalam sel darah dan sistem pusat syaraf.

Konsep glikolisis, glukoneogenesis, glikogenolisis, oksidasi asam piruvat, dan siklus asam sitrat secara umum
GLIKOLISIS Tahap awal metabolisme konversi glukosa menjadi energi di dalam tubuh akan berlangsung secara anaerobik melalui proses yang dinamakan Glikolisis (Glycolysis). Proses ini berlangsung dengan mengunakan bantuan 10 jenis enzim yang berfungsi sebagai katalis di dalam sitoplasma (cytoplasm) yang terdapat pada sel eukaryotik (eukaryotic cells). Inti dari keseluruhan proses Glikolisis adalah untuk mengkonversi glukosa menjadi produk akhir berupa piruvat. Pada proses Glikolisis, 1 molekul glukosa yang memiliki 6 atom karbon pada rantainya (C 2H12 O6 ) akan terpecah menjadi produk akhir berupa 2 molekul piruvat (pyruvate) yang memiliki 3 atom karbom (C3 H3 O3 ). Proses ini berjalan melalui beberapa tahapan reaksi yang disertai dengan terbentuknya beberapa senyawa

antara seperti Glukosa 6-fosfat dan Fruktosa 6-fosfat. Selain akan menghasilkan produk akhir berupa molekul piruvat, proses glikolisis ini juga akan menghasilkan molekul ATP serta molekul NADH (1 NADH3 ATP). Molekul ATP yang terbentuk ini kemudian akan diekstrak oleh sel-sel tubuh sebagai komponen dasar sumber energi. Melalui proses glikolisis ini 4 buah molekul ATP & 2 buah molekul NADH (6 ATP) akan dihasilkan serta pada awal tahapan prosesnya akan mengkonsumsi 2 buah molekul ATP sehingga total 8 buah ATP akan dapat terbentuk.

GLUKONEOGENESIS Glukoneogenesis terjadi jika sumber energi dari karbohidrat tidak tersedia lagi. Maka tubuh adalah

menggunakan lemak sebagai sumber energi. Jika lemak juga tak tersedia, barulah memecah protein untuk energi yang sesungguhnya protein berperan pokok sebagai pembangun tubuh. Glukoneogenesis mencakup semua mekanisme dan lintasan yang bertanggungjawab untuk mengubah senyawa-senyawa nonkarbohidrat menjadiglukosa atau glikogen. Substrat utama untuk glukoneogenesis adalah asam-asamamino glukogenik, laktat, gliserol dan propionate. Hepar dan ginjal merupakan jaringan utama yang terlibat, karena kedua organ tersebut mengandung komplemenlengkap enzim-enzim yang diperlukan. Glukoneogenesis memenuhi kebutuhan tubuh akan glukosa pada saat karbohidrat tidak tersedia dengan jumlah yang mencukupi didalam makanan. Pasokan glukosa yang terus-menerus sangat diperlukan sebagaisumber energi khususnya bagi jaringan sistem saraf dan eritrosit. Di bawah kadar glukosa darah yang yang kritis , akan timbul disfungsi otak yang dalam keadaanhipoglikemia berat dapat mengakibatkan koma dan kematian. Glukosa jugadibutuhkan di dalam jaringan adipose sebagai sumber gliserida-gliserol, dan mungkinmempunyai peranan dalam mempertahankan kadar senyawa-senyawa antara padasiklus asam sitrat di dalam banyak jaringan tubuh. Bahkan dalam keadaan dimanalemak memasok sebagian besar kebutuhan kalori organisme tersebut, selalu terdapatsuatu kebutuhan basal tertentu akan glukosa. Di samping itu, glukosa merupakansatu-satunya bahan bakar yang akan memasok energi bagi otot rangka dalam keadaananaerob. Mekanisme glukoneogenesis dipakai untuk membersihkan berbagai produk metabolisme jaringan lainnya dari dalam darah, misalnya laktat yang dihasilkan olehotot serta eritrosit, dan gliserol , yang secara berkesinambungan dihasilkan oleh jaringan adipose. GLIKOGENOLISIS Jika glukosa dari diet tidak dapat mencukupi kebutuhan, maka glikogen harus dipecah untuk mendapatkan glukosa sebagai sumber energi. Proses ini dinamakan glikogenolisis. SIKLUS ASAM SITRAT Siklus ini juga sering disebut sebagai siklus Krebs dan siklus asam trikarboksilat dan berlangsung di dalam mitokondria. Siklus asam sitratmerupakan jalur bersama oksidasi karbohidrat, lipid dan protein. Siklus asam sitrat merupakan rangkaian reaksi yang menyebabkan katabolisme asetil KoA, dengan membebaskan sejumlah ekuivalen hidrogen yang pada oksidasi menyebabkan pelepasan dan penangkapans ebagaian besar energi yang tersedia dari bahan baker jaringan, dalam bentuk ATP. Residu asetil ini berada dalam bentuk asetil-KoA (CH3-CO KoA, asetat aktif), suatu ester koenzim A. Ko-A mengandung vitamin asam pantotenat. Fungsi utama siklus asam sitrat adalah sebagai lintasan akhir bersama untuk oksidasi karbohidrat, lipid dan protein. Hal ini terjadi karena glukosa, asam

lemak dan banyak asam amino dimetabolisir menjadi asetil KoA atau intermediat yang ada dalam siklus tersebut. Siklus asam sitrat sebagai jalur bersama metabolisme karbohidrat,lipid dan protein (dipetik dari: Murray dkk. Biokimia Harper) Selama proses oksidasi asetil KoA di dalam siklus, akan terbentuk ekuivalen pereduksi dalam bentuk hidrogen atau elektron sebagai hasil kegiatan enzim dehidrogenase spesifik. Unsur ekuivalen pereduksi ini kemudian memasuki rantai respirasi tempat sejumlah besar ATP dihasilkan dalam proses fosforilasi oksidatif. Pada keadaan tanpa oksigen (anoksia) atau kekurangan oksigen (hipoksia) terjadi hambatan total pada siklus tersebut. Enzim-enzim siklus asam sitrat terletak di dalam matriks mitokondria, baik dalam bentuk bebas ataupun melekat pada permukaan dalam membran interna mitokondria sehingga memfasilitasi pemindahan unsur ekuivalen pereduksi ke enzim terdekat pada rantai respirasi, yang bertempat di dalam membran interna mitokondria. Lintasan detail Siklus Krebs (dipetik dari: Murray dkk. Biokimia Harper)

Reaksi-reaksi pada siklus asam sitrat diuraikan sebagai berikut: 1. Kondensasi awal asetil KoA dengan oksaloasetat membentuk sitrat,dikatalisir oleh enzim sitrat sintase menyebabkan sintesis ikatan karbon ke karbon di antara atom karbon metil pada asetil KoA dengan atom karbon karbonil pada oksaloasetat. Reaksi kondensasi, yangmembentuk sitril KoA, diikuti oleh hidrolisis ikatan tioester KoA yang disertai dengan hilangnya energi bebas

dalam bentuk panas dalam jumlah besar, memastikan reaksi tersebut selesai dengan sempurna. Asetil KoA + Oksaloasetat + H2O Sitrat + KoA 2. Sitrat dikonversi menjadi isositrat oleh enzim akonitase (akonitathidratase) yang mengandung besi Fe2+ dalam bentuk protein besi-sulfur (Fe:S). Konversi ini berlangsung dalam 2 tahap, yaitu: dehidrasi menjadi sis-akonitat, yang sebagian di antaranya terikat pada enzimdan rehidrasi menjadi isositrat.

OKSIDASI ASAM PIRUVAT


Apabila ada oksigen, asam piruvat masuk kedalam mitokhondria. Asam piruvat akan mengalami oksidasi dekarboksilasi menjadi asetil-KoA. Dalam reaksi ini : Menghasilkan NADH. Untuk 1 mol glukosa 2 mol NADH = 2 x 3 ATP Enzim : Piruvat Dehidrogenase Komplek. Dihambat oleh hasil reaksinya dll. Kekurangan vitamin B1 juga menghambat reaksi ini sehingga mengakibatkan beri-beri. Asam piruvat dalam respirasi anaerob

Asam piruvat dalam respirasi aerob

Pembongkaran sempurna terjadi pada oksidasi asam piruvat dalam respirasu aerob. Dari proses ini dihasilkan CO2 dan H2O serta energy yang lebih banyak , yaitu 38 ATP. Dalam jalur ini, piruvat dioksidasi (dekarboksilasi oksidatif) menjadi Asetil-KoA, yang terjadi di dalam mitokondria sel. Reaksi ini dikatalisir oleh berbagai enzim yang berbeda yang bekerja secara berurutan di dalam suatu kompleks multienzim yang berkaitan dengan membran interna mitokondria. Secara kolektif, enzim tersebut diberi nama kompleks piruvat dehidrogenase dan analog dengan kompleks -keto glutarat dehidrogenase pada siklus asam sitrat. Jalur ini merupakan penghubung antara glikolisis dengan

siklus Krebs. Jalur ini juga merupakan konversi glukosa menjadi asam lemak dan lemak dan sebaliknya dari senyawa non karbohidrat menjadi karbohidrat.Rangkaian reaksi kimia yang terjadi dalam lintasan oksidasi piruvat adalah sebagai berikut : 1. Dengan adanya TDP (thiamine diphosphate), piruvat didekarboksilasi menjadi derivate hidroksietil tiamin difosfat terikat enzim oleh komponen kompleks enzim piruvat dehidrogenase. Produk sisa yang dihasilkan adalah CO2. 2. Hidroksietil tiamin difosfat akan bertemu dengan lipoamid teroksidasi, suatu kelompok prostetik dihidroksilipoil transasetilase untuk membentuk asetil lipoamid, selanjutnya TDPlepas. 3. Selanjutnya dengan adanya KoA-SH, asetil lipoamid akan diubah menjadi asetil KoA, dengan hasil sampingan berupa lipoamid tereduksi. Siklus ini selesai jika lipoamid tereduksi direoksidasi oleh flavoprotein, yang mengandung FAD, pada kehadiran dihidrolipoil dehidrogenase. Akhirnya flavoprotein 4. Tereduksi ini dioksidasi oleh NAD+, yang akhirnya memindahkan ekuivalen pereduksi kepada rantai respirasi. Piruvat + NAD+ + KoA Asetil KoA + NADH + H+ + CO2

SIKLUS ASAM SITRAT SECARA UMUM


Siklus ini juga sering disebut sebagai siklus Krebs dan siklus asam trikarboksilat dan berlangsung di dalam mitokondria. Siklus asam sitrat merupakan jalur bersama oksidasi karbohidrat, lipid dan protein.Siklus asam sitrat merupakan rangkaian reaksi yang menyebabkan katabolisme asetil KoA, dengan membebaskan sejumlah ekuivalen hidrogen yang pada oksidasi menyebabkan pelepasan dan penangkapan sebagaian besar energi yang tersedia dari bahan baker jaringan, dalam bentuk ATP. Residu asetil ini berada dalam bentuk asetil-KoA (CH3-COKoA, asetat aktif), suatu ester koenzim A. Ko-A mengandung vitamin asam pantotenat. Fungsi utama siklus asam sitrat adalah sebagai lintasan akhir bersama untuk oksidasi karbohidrat, lipid dan protein. Hal ini terjadi karena glukosa, asam lemak dan banyak asam amino dimetabolisir menjadi asetil KoA atau intermediat yang ada dalam siklus tersebut.

Siklus asam sitrat sebagai jalur bersama metabolisme karbohidrat, lipid dan protein (dipetik dari: Murray dkk. Biokimia Harper) Selama proses oksidasi asetil KoA di dalam siklus, akan terbentuk ekuivalen pereduksi dalam bentuk hidrogen atau elektron sebagai hasil kegiatan enzim dehidrogenase spesifik. Unsur ekuivalen pereduksi ini kemudian memasuki rantai respirasi tempat sejumlah besar ATP dihasilkan dalam proses fosforilasi oksidatif. Pada keadaan tanpa oksigen (anoksia) atau kekurangan oksigen (hipoksia) terjadi hambatan total pada siklus tersebut. Enzim-enzim siklus asam sitrat terletak di dalam matriks mitokondria, baik dalam bentuk bebas ataupun melekat pada permukaan dalam membran interna mitokondria sehinggamemfasilitasi pemindahan unsur ekuivalen pereduksi ke enzim terdekat pada rantai respirasi, yang bertempat di dalam membran interna mitokondria.

PROTEIN

PENGERTIAN Protein adalah molekul makro yang terdiri dari rantai-rantai panjang asam amino yang terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen; beberapa asam amino mengadung unsur-unsur tambahan seperti fosfor dan besi yang terikat satu sama lain dengan ikatan peptide (Tortora G.J. and Derrickson B., 2006). Terdapat enam jenis protein di dalam tubuh manusia yang dibagi berdasarkan fungsinya yaitu, protein struktural, protein regulatori, protein kontraksi, protein imun, protein transport, dan protein katalitik (Tortora G.J. and Derrickson B., 2006).

FUNGSI Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam- asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula posfor, belerang dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Budianto, A.K, 2009). Protein memegang peranan penting dalam berbagai proses biologi. Peran-peran tersebut antara lain: 1. Katalisis enzimatik Hampir semua reaksi kimia dalam sistem biologi dikatalisis oleh enzim dan hampir semua enzim adalah protein. 2. Transportasi dan penyimpanan Berbagai molekul kecil dan ion-ion ditansport oleh protein spesifik.Misalnya transportasi oksigen di dalam eritrosit oleh hemoglobin dan transportasi oksigen di dalam otot oleh mioglobin. 3. Koordinasi gerak Kontraksi otot dapat terjadi karena pergeseran dua filamen protein. Contoh lainnya adalah pergerakan kromosom saat proses mitosis dan pergerakan sperma oleh flagela. 4. Penunjang mekanis Ketegangan kulit dan tulang disebabkan oleh kolagen yang merupakan protein fibrosa. 5. Proteksi imun Antibodi merupakan protein yang sangat spesifik dan dapat mengenal serta berkombinasi dengan benda asing seperti virus, bakteri dan sel dari organisma lain. 6. Membangkitkan dan menghantarkan impuls saraf Respon sel saraf terhadap rangsang spesifik diperantarai oleh oleh protein reseptor.Misalnya rodopsin adalah protein yang sensitif terhadap cahaya ditemukan pada sel batang retina.Contoh lainnya adalah protein reseptor pada sinapsis. 7. Pengaturan pertumbuhan dan diferensiasi Pada organisme tingkat tinggi, pertumbuhan dan diferensiasi diatur oleh protein faktor pertumbuhan.Misalnya faktor pertumbuhan saraf mengendalikan pertumbuhan jaringan saraf. Selain itu, banyak hormon merupakan protein (Santoso, H. 2008). METABOLISME PROTEIN SECARA UMUM Proses Pencernaan Protein Protein dalam makanan tidak dapat diserap oleh mukosa usus, akan tetapi setelah dalam bentuk asam amino dapat diserap dengan baik.

1. Pencernaan protein di mulut: secara mekanis, sedangkan secara enzimatis belum. 2. Pencernaan protein di lambung: sel mukosa lambung yaitu sel parietal (Chief cell) mensekresikan asam lambung (HCl), sedangkan sel zymogen mensekresikan proenzim pepsinogen. Proenzim pepsinogen oleh HCl diaktifkan menjadi enzim pepsin. Protein setelah didenaturasi (dirusak) oleh HCl, kemudian dihidrolisis oleh enzim pepsin menjadi peptida sederhana. 3. Pencernaan di usus halus: cairan pankreas mengandung proenzim trypsinogen dan chymotrypsinogen. Proenzim trypsinogen dan chymotrypsinogen diaktifkan menjadi enzim trypsin dan chymotrypsin oleh enzim enterokinase yang dihasilkan oleh sel-sel mukosa usus halus. Enzim trypsin dan chymotrypsin berperan memecah polipeptida menjadi peptida sederhana. Selanjutnya peptida tersebut dipecah menjadi asam amino oleh enzim peptidase (erepsin). Enzim peptidase dapat dibedakan menjadi 2 macam berdasarkan aktivitasnya yaitu enzim aminopeptidase memecah gugus amina dari polipeptida dan karboksipeptidase memecah gugus karboksil dari polipeptida. Nuklease memecah asam nukleat (DNA dan RNA) menjadi nukleotida. 4. Absorpsi protein: setelah menjadi asam amino selanjutnya diabsorpsi dengan cara difusi fasilitasi melalui mukosa yeyenum dan ileum. Asam amino yang berasal dari makanan (diet) dan dari pemecahan protein tubuh selanjut dibawa oleh sirkulasi darah ke dalam amino acid pool (gudang penimbunan asam amino) yaitu darah dan cairan jaringan (interseluler). Asam amino selanjutnya digunakan untuk: biosintesis protein tubuh di dalam ribosom, mengganti jaringan yang rusak, dan jika diperlukan dapat diubah menjadi sumber energi.

LEMAK

PENGERTIAN Lemak adalah senyawa-senyawa heterogen yang bersifat tidak larut dalam air (hidrofobik). Lemak juga termasuk dalam sumber energi manusia selain bertindak sebagai koenzim bagi vitamin larut lemak (Champ and Harvey, 2005). Lemak juga berfungsi sebagai sumber energi yang menghasilkan 9 Kkal untuk setiap gram yaitu kira-kira tiga kali besar energi yang dihasilkan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama. Lemak merupakan cadangan energi tubuh paling besar. Lemak disimpan sebanyak 50% di subkutan, 45% di sekeliling organ dalam rongga perut dan 5% di jaringan intramuskuler (Almatsier S., 2006). Lemak merupakan kelompok senyawa heterogen yang berkaitan dengan asam lemak, baik secara aktual maupun potensial. Sifat umum lemak yaitu relative tidak larut dalam air dan larut dalam pelarut non polar seperti eter, kloroform, alcohol dan benzena. Lipid diklasifikasikan menjadi: 1. Lipid sederhana adalah ester asam lemak dengan berbagai alkohol. Misalnya: lilin dan minyak.

2. Lipid majemuk adalah ester asam lemak yang mengandung gugus lain selain alkohol dan asam lemak yang terikatpada alkoholnya. Misalnya: fosfolipid, glikolipid, solfolipid, amino lipid dan lipoprotein. 3. Derivate lipid, misalnya: alkohol, asam lemak, gliserol,steroid, lemak-lemak aldehid dan vitamin A, D, E, dan K. FUNGSI Fungsi lemak umumnya yaitu sebagai sumber energi, bahan baku hormon, membantu transport vitamin yang larut lemak, sebagai bahan insulasi terhadap perubahan suhu, serta pelindung organ-organ tubuh bagian dalam. Sebuah penelitian pernah melaporkan bahwa hewanhewan percobaan yang tidak mendapatkan jumlah lemak yang cukup dalam makanannya akan mengalami hambatan pertumbuhan, bahkan ada yang berhenti tumbuh dan akhirnya mati. Kurangnya lemak dalam makanan juga akan menyebabkan kulit menjadi kering dan bersisik. Dalam saluran pencernaan, lemak dan minyak akan lebih lama berada di dalam lambung dibandingkan dengan karbohidrat dan protein, demikian juga proses penyerapan lemak yang lebih lambat dibandingkan unsur lainnya. Oleh karena itu, makanan yang mengandung lemak mampu memberikan rasa kenyang yang lebih lama dibandingkan makanan yang kurang atau tidak mengandung lemak. Salah satu fungsi lemak memang untuk mensuplai sejumlah energi, dimana satu gram lemak mengandung 9 kalori, sedangkan 1 gram karbohidrat hanya mengandung 4 kalori. Fungsi lain dari lemak adalah untuk membantu absorbsi vitamin yang larut dalam lemak. Selain itu, lemak juga merupakan sumber asam-asam lemak esensial yang tidak dapat dihasilkan tubuh dan harus disuplai dari makanan. Fungsi lemak sebagai bahan baku hormon juga sangat berpengaruh terhadap proses fisiologis di dalam tubuh, contohnya yaitu pembuatan hormon seks. Lemak tubuh dalam jaringan lemak (jaringan adipose) mempunyai fungsi sebagai insulator untuk membantu tubuh mempertahankan temperaturnya, sedangkan pada wanita dapat memberikan kontur khas feminim seperti jaringan lemak di bagian bokong dan dada. Selain itu, lemak tubuh dalam jaringan lemak juga berperan sebagai bantalan yang melindungi organ-organ seperti bola mata, ginjal, dan organ lainnya. METABOLISME Pemecahan lemak menjadi asam lemak, monogliserida, kolin dan sebagainya, terjadi hampi semuanyasecara eksklusif dalam duodenum dan jejunum, melalui kerja sama antara garam-garam empedu dan lipase pancreas, dalam lingkungan pH yang lebih tinggi yang disebabkan oleh sekresi bikarbonat. Asam-asam lemak, monogliserida, fosfat, kolesterol bebas dan bahan penyusun lain dari lemak yang terbenuk oleh proses pencernaan, diserap ke dalam sel mukosa intestine. Penyerapan terjadi

dengan jalan difusi pasif, terutama dalam setengah bagian atas usus kecil. Garam-garam empedu yang disekresi untuk menolong pencernaan dan penyerapan akan diserap kembali dalam saluran pencernaan bagian bawah. Setelah masuk ke dalam mukosa intestin, trigliserida, fosfolipid dan ester kolesterol disintesis kembali, di bungkus dengan sedikit protein kemudian disekresikan ke dalam kilomikron ke dalam ruang ekstraselular, memasuki lacteal system limfe. Bagian terbesar dari lemak makanan yang telah memasuki system limfe secara perlahan memasuki aliran darah (sebagai kiomikron) melalui ductus turachicus jadi mencegah perubahan besar kadar lemak darah permukaan. Masuknya darah ke dalam darah dari limfe terus selama berjam-jam setelah makan banyak lemak. Kilomikron dan VLDL terutama diproses oleh sel-sel adipose dan urat daging. Apoprotein di permukaan mengaktifkan lipase lipoprotein (LPL) yang terikat pada permukaan pembuluh darah kecil dan kapiler dalam jaringan-jaringan tersebut. Ini menyebabkan pembebasan secara local asam lemak bebas yang secara cepat diserap an digunakan untuk energy atau diinkoporasikan kembali menjadi trigliserida untuk digunakan kemudian. Kelebihan fosfolipid permukaan dan beberapa kolesterol dan protein dipindahkan ke HDL. Sisa trigliserida yang terdeplesi dalam kilomikron, dengan ester kolesterol memasuki hati melalui reseptor khusus. Di dalam hati, ester kolesterol akan mendapat proses esterifikasi dan bersama asam-asam lemak memasuki pool hati yang ada. Kolesterol diekskresikan ke dalam empedu atau diesterifikasi dan diinkoporasikan ke dalam VLDL untuk nanti diangkut lebih lanjut. Asam-asam lemak terbentuk terutama dari kelebihan karbohidrat yang tidak dibutuhkan secara local untuk enegi atau membrane sel diinkorporasikan kembali ke dalam trigliserida. Dan bersama fosfolipid, koleserol dan protein dikemas dalambentuk VLDL hati memasuki aliran darah dan melalui lintasan yang sama dengan VLDL-intestin.yaitu khilangan komponen trigliserida sampai lipase lipoprotein. Tetapi umumnya, lebih lama dalam plasma daripada kilomikron. Hampir semua asam lemak memasuki jaringan lemak atau urat daging untuk disimpan dalam bentuk trigliserida. Lipoprotein yang tinggal itu menjadi LDL atas pertolongan HDL dan LechithinCholsterol Acyl Transferase (LCAT) yang mengesterifikasi kolesterol dengan asam lemak poli tidak jenuh dari posisi 2 pada lesitin. LDL yang pada prinsipnya terdiri dari inti ester kolesterol, protein dan fosfolipid permukaan kemudian diambil oleh hampir semua jaringan permukaan. Pengambilan LDL secara normal juga tergantung ikatannya pada reseptor terutama pada membrane sel. Reseptorreseptor tesebut bisa tidak mempunyai atau mengandung secara tidak sempurna salah satu atau lebih bentuk-bentuk hiperkolesterolemia yang sehubungan. Kalau LDL plasma meningkat,

peningkata katabolisme terjadi atas pertolongan makrofag-makrofag retikuloendotelial atau peningkatan pengambilan yang tidak spesifik. Jaringan lemak melepas asam lemak bebas dan gliserol ke dalam darah, dimana asam lemak tersebut diangkut dengan albumin ke hamper semua organ. Di lain pihak, gliserol berjalan terutama ke dalam hati dan sedikit ke dalam ginjal, hanya jaringan-jaringan ini tempatnya dapat digunakan. Langkah pertama memerlukan proses fosforilasi oleh asam alfa gliserol kinasne, yang tidak didapatkan dalam jaringan lain. Tidak adanya enzim ini dalam jaringan lemak mungkin dapat menolong mencegah agar sikus pembentukan dan pemecahan trigliserida dalam tubuh tidak sia-sia, karena pembentukan alfa gliserol fosfat dalam jaringan lemak akan menyebabkan tersintesisnya kembali trigliserida. Sintesis trigliserida dalam jaringan lemak tergantung pada pembentukan alfa gliserol fosfat dari glukose dan dalam kondisi dimana lemak dibutuhkan untuk energi dengan glucose tidak tersedia untuk proses ini.

9. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN MALNUTRISI Trigger An. W, usia 2,5 th dibawa ke rumah sakit karena kakinya terlihat bengkak dan nafsu makan anaknya berkurang sejak 2 bulan yg lalu. Biasanya an. w hanya makan memakai lauk seadanya karena status ekonomi keluarganya yang tidak mampu. Ayah an. W hanya bekerja sbg buruh tidak tetap dan ibunya seorang tukang cuci. Ibu klien mengatakan tidak mengetahui tentang kondisi dan cara merawat anaknya. Hasil pemeriksaan didapatkan: konjungtiva anemis, BB=7 kg, edema pada ektremitas bawah +, ascites +, karakteristik rambut tipis, mudah rontok dan berwarna merah, kadar albumin 2 mg/dL. Saat ini an.W dalam perawatan untuk meningkatkan status nutrisinya. FORMAT PENGKAJIAN RUANG PERAWATAN ANAK I. Biodata A. Identitas Klien 1. Nama/Nama panggilan 2. Tempat tgl lahir/usia 3. Jenis kelamin 4. A g a m a 5. Pendidikan 6. Alamat 7. Tgl masuk 8. Tgl pengkajian 9. Diagnosa medik 10. Rencana terapi B. Identitas Orang tua 1. Ayah a. N a m a b. U s i a c. Pendidikan : Tn.W : : : An.W : 2,5 thn : : : : : 26 Februari 2012 (jam ............) : 26 Februari 2012 : Kwashiorkor :

d. Pekerjaan/sumber penghasilan : Buruh e. A g a m a f. Alamat 2. Ibu a. N a m a : Ny. W : :

b. U s i a c. Pendidikan

: :

d. Pekerjaan/Sumber penghasilan: Tukang cuci e. Agama f. Alamat C. Identitas Saudara Kandung No NAMA USIA HUBUNGAN STATUS KESEHATAN : :

II. Riwayat Kesehatan A. Riwayat Kesehatan Sekarang : Keluhan Utama : Kaki klien terlihat bengkak dan nafsu makannya berkurang sejak 2 bulan yg lalu. Riwayat Keluhan Utama : An. W, usia 2,5 th dibawa ke rumah sakit karena kakinya terlihat bengkak dan nafsu makan anaknya berkurang sejak 2 bulan yg lalu. Biasanya an. w hanya makan memakai lauk seadanya karena status ekonomi keluarganya yang tidak mampu. Ayah an. W hanya bekerja sbg buruh tidak tetap dan ibunya seorang tukang cuci. Ibu klien mengatakan tidak mengetahui tentang kondisi dan cara merawat anaknya. Keluhan Pada Saat Pengkajian : B. Riwayat Kesehatan Lalu (khusus untuk anak usia 0 5 tahun) 1. Prenatal care a. Ibu memeriksakan kehamilannya setiap minggu di. Keluhan selama hamil yang dirasakan oleh ibu, tapi oleh dokter dianjurkan untuk b. Riwayat terkena radiasi : .

c. Riwayat berat badan selama hamil : .. e. Riwayat Imunisasi TT : ..

f. 2. Natal

Golongan darah ibu .. Golongan darah ayah ..

a, Tempat melahirkan : . b. Jenis persalinan : . c. Penolong persalinan : e. Komplikasi yang dialami oleh ibu pada saat melahirkan dan setelah melahirkan : ........................................................................................................................................ .... 3. Post natal a. Kondisi bayi : . APGAR .

b. Anak pada saat lahir tidak mengalami : . (Untuk semua Usia) Klien pernah mengalami penyakit : .pada umur : ..

diberikan obat oleh : .. Riwayat kecelakaan : Riwayat mengkonsumsi obat-obatan berbahaya tanpa anjuran dokter dan menggunakan zat/subtansi kimia yang berbahaya : . Perkembangan anak dibanding saudara-saudaranya :

................................................................... C. Riwayat Kesehatan Keluarga Genogram Ket : IV. Riwayat Immunisasi (imunisasi lengkap) NO Jenis immunisasi 1. 2. 3. 4. 5. BCG DPT (I,II,III) Polio (I,II,III,IV) Campak Hepatitis V. Riwayat Tumbuh Kembang A. Pertumbuhan Fisik 1. Berat badan : 7kg Waktu pemberian Frekuensi Reaksi pemberian setelah Frekuensi

2. Tinggi badan :. cm. 3. Waktu tumbuh gigi . gigi tanggal ........... Jumlah gigi ...................... buah. B. Perkembangan Tiap tahap Usia anak saat 1. Berguling 2. Duduk : bulan : bulan

3. Merangkak : bulan 4. Berdiri 5. Berjalan : tahun : tahun

6. Senyum kepada orang lain pertama kali : tahun 7. Bicara pertama kali : tahun dengan menyebutkan : 8. Berpakaian tanpa bantuan : VI. Riwayat Nutrisi A. Pemberian ASI ..................................................................................................................................................... ... B. Pemberian susu formula 1. Alasan pemberian 2. Jumlah pemberian 3. Cara pemberian : : :

Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini Usia Jenis Nutrisi Lama Pemberian

VII. Riwayat Psikososial Anak tinggal bersama : ................................................di: ................................................

Lingkungan berada di : ................................................ Rumah dekat dengan : ................................................, tempat bermain

................................................ kamar klien : ................................................ Rumah ada tangga : ................................................

Hubungan antar anggota keluarga : ................................................ Pengasuh anak : ................................................ VIII. Riwayat Spiritual Support sistem dalam keluarga : ................................................ Kegiatan keagamaan : ................................................ IX. Reaksi Hospitalisasi A. Pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap - Ibu membawa anaknya ke RS karena : ................................................ - Apakah dokter menceritakan tentang kondisi anak : ................................................ - Perasaan orang tua saat ini : ................................................ - Orang tua selalu berkunjung ke RS : ................................................ - Yang akan tinggal dengan anak : ................................................ B. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap ..................................................................................................................................................... X. Aktivitas sehari-hari A. Nutrisi Kondisi 1. Selera makan Sebelum Sakit An.W sering makan dengan lauk seadanya tanpa Saat Sakit

mengetahui status gizi dan sejak 2 bulan frekuensi

makannya menurun B. Cairan Kondisi 1. Jenis minuman 2. Frekuensi minum 3. Kebutuhan cairan 4. Cara pemenuhan C. Eliminasi (BAB&BAK) Kondisi 1. Tempat pembuangan 2. Frekuensi (waktu) 3. Konsistensi Sebelum Sakit Saat Sakit Sebelum Sakit Saat Sakit

4. Kesulitan 5. Obat pencahar D. Istirahat tidur Kondisi 1. Jam tidur Siang Malam Sebelum Sakit Saat Sakit

2. Pola tidur 3. Kebiasaan sebelum tidur 4. Kesulitan tidur

E. Olah Raga Kondisi 1. Program olah raga 2. Jenis dan frekuensi 3. Kondisi raga setelah olah Sebelum Sakit Saat Sakit

F. Personal Hygiene Kondisi 1. Mandi - Cara - Frekuensi - Alat mandi 2. Cuci rambut - Frekuensi - Cara 3. Gunting kuku - Frekuensi - Cara 4. Gosok gigi - Frekuensi - Cara Sebelum Sakit Saat Sakit

G. Aktifitas/Mobilitas Fisik Kondisi 1. Kegiatan sehari-hari 2. Pengaturan jadwal harian 3. Penggunaan alat Bantu Sebelum Sakit Saat Sakit

aktifitas 4. Kesulitan pergerakan tubuh

H. Rekreasi Kondisi 1. Perasaan saat sekolah 2. Waktu luang 3. Perasaan rekreasi 4. Waktu senggang klg 5. Kegiatan hari libur setelah Sebelum Sakit Saat Sakit

XI. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum 2. Kesadaran 3. Tanda tanda vital : a. Tekanan darah b. Denyut nadi c. Suhu d. Pernapasan 4. Berat Badan 5. Tinggi Badan 6. Kepala Inspeksi Keadaan rambut & Hygiene kepala a. Warna rambut b. Penyebaran c. Mudah rontok : merah : : mudah rontok dan tipis : ..................................... mmHg : ..................................... x / menit : ..................................... o C : ..................................... x/ menit : 7 kg : : Compos mentis :GCS456

d. Kebersihan rambut Palpasi Benjolan : ada / tidak ada Nyeri tekan : ada / tidak ada Tekstur rambut : kasar/halus 7. Muka Inspeksi a. Simetris / tidak b. Bentuk wajah c. Gerakan abnormal d. Ekspresi wajah Palpasi Nyeri tekan / tidak Data lain 8. Mata Inspeksi a. Pelpebra : Edema / tidak Radang / tidak b. Sclera c. Conjungtiva : Icterus / tidak : Radang / tidak Anemis d. Pupil : : : : : :

: : :

: - Isokor / anisokor - Myosis / midriasis - Refleks pupil terhadap cahaya :

e. Posisi mata : Simetris / tidak f. Gerakan bola mata : : : : : : - Kabur / tidak - Diplopia / tidak Palpasi Tekanan bola mata :

g. Penutupan kelopak mata h. Keadaan bulu mata i. j. Keadaan visus Penglihatan

Data lain 9. Hidung & Sinus Inspeksi a. Posisi hidung b. Bentuk hidung c. Keadaan septum d. Secret / cairan Data lain 10. Telinga Inspeksi a. Posisi telinga b. Ukuran / bentuk telinga c. Aurikel d. Lubang telinga e. Pemakaian alat bantu Palpasi Nyeri tekan / tidak Pemeriksaan uji pendengaran a. Rinne b. Weber c. Swabach Pemeriksaan vestibuler Data lain

: : : : :

: : : : Bersih / serumen / nanah :

: : : : :

11. Mulut Inspeksi a. Gigi Keadaan gigi Karang gigi / karies Pemakaian gigi palsu : : :

b. Gusi Merah / radang / tidak c. Lidah Kotor / tidak : :

d. Bibir Cianosis / pucat / tidak Basah / kering / pecah Mulut berbau / tidak Kemampuan bicara : : : : :

Data lain 12. Tenggorokan a. Warna mukosa b. Nyeri tekan c. Nyeri menelan 13. Leher Inspeksi Kelenjar thyroid Palpasi a. Kelenjar thyroid b. Kaku kuduk / tidak c. Kelenjar limfe Data lain 14. Thorax dan pernapasan a. Bentuk dada b. Irama pernafasan c. Pengembangan di waktu bernapas d. Tipe pernapasan Data lain Palpasi a. Vokal fremitus b. Massa / nyeri Auskultasi a. Suara nafas b. Suara tambahan Perkusi Redup / pekak / hypersonor / tympani Data lain 15. Jantung : : :

: Membesar / tidak

: Teraba / tidak : : Membesar atau tidak :

: : : : :

: :

: Vesikuler / Bronchial / Bronchovesikuler : Ronchi / Wheezing / Rales

Palpasi Ictus cordis Perkusi Pembesaran jantung : :

Auskultasi a. BJ I b. BJ II c. BJ III d. Bunyi jantung tambahan Data lain 16. Abdomen Inspeksi a. Membuncit b. Ada luka / tidak Palpasi a. Hepar b. Lien c. Nyeri tekan Auskultasi Peristaltik Perkusi a. Tympani b. Redup Data lain 17. Genitalia dan Anus 18. Ekstremitas Ekstremitas atas a. Motorik Pergerakan kanan / kiri Pergerakan abnormal Kekuatan otot kanan / kiri Tonus otot kanan / kiri Koordinasi gerak : : : : : : : : : : : : : : acites (+) : : : : : :

b. Refleks Biceps kanan / kiri Triceps kanan / kiri : :

c. Sensori Nyeri Rangsang suhu Rasa raba : : :

Ekstremitas bawah a. Motorik Gaya berjalan Kekuatan kanan / kiri Tonus otot kanan / kiri : : :

b. Refleks KPR kanan / kiri APR kanan / kiri Babinsky kanan / kiri : : :

c. Sensori Nyeri Rangsang suhu Rasa raba : : : : terdapat edema

Data lain 19. Status Neurologi Saraf saraf cranial a. Nervus I (Olfactorius) : penghidu b. Nervus II (Opticus) : Penglihatan -

: :

c. Nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlearis, Abducens) Konstriksi pupil Gerakan kelopak mata Pergerakan bola mata Pergerakan mata ke bawah & dalam : : : :

d. Nervus V (Trigeminus) Sensibilitas / sensori Refleks dagu : :

f.

Refleks cornea

e. Nervus VII (Facialis) Gerakan mimik Pengecapan 2 / 3 lidah bagian depan : :

Nervus VIII (Acusticus) Fungsi pendengaran :

g. Nervus IX dan X (Glosopharingeus dan Vagus) i. Refleks menelan Refleks muntah Pengecapan 1/3 lidah bagian belakang : Suara : : :

h. Nervus XI (Assesorius) Memalingkan kepala ke kiri dan ke kanan : Mengangkat bahu :

Nervus XII (Hypoglossus) Deviasi lidah :

Tanda tanda perangsangan selaput otak a. Kaku kuduk b. Kernig Sign c. Refleks Brudzinski d. Refleks Lasegu Data lain XI. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan (0 6 Tahun ) Dengan menggunakan DDST 1. Motorik kasar 2. Motorik halus 3. Bahasa 4. Personal social XII. Test Diagnostik = Laboratorium kadar albumin 2 mg/dL = Foto Rotgen, CT Scan, MRI, USG, EEG, ECG XIII. Terapi saat ini (ditulis dengan rinci) Saat ini An.W senang mendapatkan perawatan untuk mengembalikan status nutrisinya. : : : : :

INTERPRETASI DATA DATA SUBJEKTIF Ibu klien mengatakan nafsu makan klien berkurang sejak 2 bulan yang lalu. Ibu klien mengatakan klien hanya makan memakai lauk seadanya. Ibu klien mengatakan bahwa status ekonomi keluarganya tidak mampu. Ibu klien mengatakan tidak mengetahui tentang kondisi dan cara merawat anaknya.

DATA OBJEKTIF Kaki terlihat bengkak. Konjungtiva anemis. BB : 7 kg Edema pada ekstemitas bawah + Ascites + Karakteristik rambut tipis, mudah rontok, dan berwarna merah Kadar albumin 2 mg/dL

ANALISA DATA DATA DS Ibu nafsu klien mengatakan klien Asupan karbohidrat (glukosa) kurang ETIOLOGI Asupan makan kurang MASALAH KEPERAWATAN Ketidakseimbangan nutrisi :

kurang dari kebutuhan tubuh

makan

berkurang sejak 2 bulan yang lalu. Ibu klien mengatakan klien Katabolisme hanya makan memakai Protein

katabolisme lemak

lauk seadanya. Ibu klien mengatakan Asam amino ekonomi asam lemak Gliserol Keton bodies

bahwa

status

keluarganya tidak mampu. Ibu klien mengatakan tidak mengetahui tentang

kondisi dan cara merawat anaknya.

Digunakan sebagai sumber energy

DO Kaki terlihat bengkak. Konjungtiva anemis. BB : 7 kg Edema pada ekstemitas bawah + Ascites + Karakteristik rambut tipis, mudah rontok, dan Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh Cadangan makanan untuk sumber energy habis Katabolisme protein & lemak berjalan terus-menerus

berwarna merah DS Ibu nafsu klien mengatakan klien Asupan protein kurang Kadar albumin 2 mg/dL Asupan makan kurang Kelebihan volume cairan

makan

berkurang sejak 2 bulan yang lalu. Ibu klien mengatakan klien hanya makan memakai Produksi albumin dlm hepar kurang Asam amino dlm serum kurang

lauk seadanya. DO Kaki terlihat bengkak. BB : 7 kg Edema pada ekstemitas bawah + DS Ibu klien mengatakan ekonomi Ascites + Kadar albumin 2 mg/dL

Edema

Kelebihan volume cairan

Status ekonomi keluarga tdk mampu

Kurang pengetahuan

bahwa

status

keluarganya tidak mampu. Ibu klien mengatakan tidak mengetahui tentang

Klien hanya makan memakai lauk seadanya

kondisi dan cara merawat anaknya.

Klien mengalami malnutrisi

DO Kaki terlihat bengkak. Konjungtiva anemis. BB : 7 kg Edema pada ekstemitas bawah + Ascites + Karakteristik rambut tipis, mudah rontok, dan

Ibu tidak mengetahui kondisi dan cara merawat anaknya

Kurang pengetahuan

berwarna merah Kadar albumin 2 mg/dL

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI 1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanantidak adekuat (nafsu makan berkurang). (Wong, 2004) Tujuan :Pasien mendapat nutrisi yang adekuat Kriteria hasil : meningkatkan masukan oral. Kebutuhan nutrisi terpenuhi Nafsu makan meningkat Tanda-tanda kwashiorkor berkurang/ hilang

Intervensi : a. Dapatkan riwayat diet R : Riwayat diet untuk data klien. b. Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau adadisaat makan R : Sebagai support untuk anak sewaktu makan. c. Minta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadimenyenangkan R : untuk menambah semangat makan si anak. d. Gunakan alat makan yang dikenalnya R : untuk menambah semangat makan si anak. e. Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegahgangguan dan memuji anak untuk makan mereka R : untuk menambah semangat makan si anak.

f.

Sajikan makansedikit tapi sering R : untuk menambah semangat makan si anak.

g. Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah R : untuk menambah semangat makan si anak.

2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi (Doengoes, 2004) Tujuan :pengetahuan pasien dan keluarga bertambah Kriteria hasil: Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup, mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala.

Intervensi : a. Tentukan tingkat pengetahuan orangtua pasien R : Pengetahuan orang tua pasien mempengaruhi perawatan pasien. b. Mengkaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai indikasi R : Jawaban sesuai indikasi agar tidak membingungkan orang tua pasien c. Dorong konsumsi makanan tinggi serat dan masukan cairan adekuat R : Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien d. Berikan informasi tertulis untuk orangtua pasien R : Menambah wawasan orang tua klien dalam perawatan.

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein (malnutrisi). (Carpenito, 2001:143). Tujuan : Kelebihan volume cairan tidak terjadi. Kriteria hasil : Menyebutkan faktor-faktor penyebab dan metode-metode pencegahan edema, memperlihatkan penurunan edema perifer dan sacral. Intervensi : a. Pantau kulit terhadap tanda luka tekan b. Ubah posisi sedikitnya 2 jam c. Kaji masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan.

You might also like