You are on page 1of 7

SPESIES

PENDAHULUAN
Kebanyakan orang berfikir mengenai spesies melihat dari segi biologinya saja. Bagaimana spesies dapat bereproduksi, melakukan proses metabolisme, merespon terhadap sesuatu, mengalami pertumbuhan dan sebagainya. Itulah yang selalu menjadi perhatian dari perhatian para ahli biologi, namun ternyata sekarang ini orang mulai menyelidiki manusia itu dari berbagai sudut pandang. Ada yang menyelidiki manusia dari segi fisik disebut antropologi fisik, ada pula yang menyelidiki manusia dari sudut pandang budaya disebut antropologi budaya. Selain itu, ada yang menyelidiki manusia dari sisi hakekatnya disebut antropologi filsafat. Pendekatan dengan ilmu filsafat membantu untuk menelaah secara lebih mendalam, menyeluruh, radikal dan bertanggung jawab tentang apa, siapa dan bagaimana spesies itu sesungguhnya, karena memikirkan dan membicarakan hakekat manusia inilah yang menyebabkan orang tak henti-hentinya mencari kebenaran jawaban yang sesungguhnya. Tulisan ini akan membahas mengenai hakekat spesies dalam hal ini adalah manusia, perubahan yang ditunjukkan manusia terhadap etika dan estetika, pengaruh teknologi dalam mengkaji kehadiran spesies manusia ini.

PEMBAHASAN
A. Hakekat Manusia Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling unik. Mengapa disebut unik? Karena antar manusia satu dengan yang lainnya selalu menunjukkan perbedaan yang sangat jelas mulai dari fisik, ideologi, pemahaman dan lain-lain. Ciri apa yang mendasar bahwa manusia itu memiliki suatu keunikan? Kemampuan manusia yang dapat berfikir dapat

menjadi salah satu alasan manusia itu unik. Dia yang selalu berfikir, mencari sebuah kebenaran tentang, arti dan tujuannya hidupnya. Sifat keingintahuan yang besar dari manusia menimbulkan banyak pertanyaan tentang dirinya, kehadirannya, kebebasannya dan sebagainya. Terdapat beberapa hal yang akan dibahas dalam hakekat manusia ini. Ilmu yang mempelajari tentang hakekat manusia disebut antropologi filsafat. Berikut ini adalah pembahasan mengenai manusia: 1. Masalah Rohani dan Jasmani a. Aliran serba Zat Aliran ini lebih mengarahkan kepada bahwa manusia itu terdiri dari zat. Hal ini diperkuat oleh Syam (1988) bahwa manusia adalah apa yang nampak sebagai wujudnya, terdiri atas zat (darah, daging dan tulang). Aliran ini lebih mengarah kepada esensi manusia yang adalah zat atau materinya. b. Aliran serba Roh Ada sesuatu yang mampu menggerakkan tubuh manusia yaitu roh itu sendiri. Menurut Syam (1988), roh itu dapat diartikan sebagai jiwa, mental, rasio/akal. Karena itu, tubuh jasmani (materi/zat) merupakan alat jiwa untuk melaksanakan tujuan, keinginan dan dorongan jiwa (rohani, spirit, ratio) manusia. Tanpa roh/jiwa ini maka tubuh jasmani manusia tidak akan ada artinya, sia-sia dan tidak berdaya sama sekali. c. Aliran Dualisme Terdapat dua hal penting di dalam spesies itu yaitu jiwa dan raga, mereka merupakan satu kesatuan yang tidak mampu dipisahkan. Hal ini diperkuat oleh pendapat Jalaludin dan Abduloh (1997) yang menyatakan bahwa manusia itu pada

hakekatnya terdiri dari dua substansi, yaitu jasmani dan rohani. Masing-masing memiliki peranan yang sama-sama sangat vital. d. Aliran Eksistensialisme Manusia selalu berusaha untuk eksis dalam perwujudan yang sesungguhnya. Ia akan selalu menampilkan dirinya sebagai pribadi yang utuh dan berbeda dalam dunia. Seperti yang telah dikatakan oleh Jalaludin dan Abduloh (1997) bahwa hakekat manusia itu sendiri merupakan eksistensi atau perwujudan sesungguhnya dari manusia. 2. Sudut Pandang Antropologi Terdapat tiga sudut pandang mengenai hakekat manusia ditinjau dari segi antropologinya, yaitu manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk susila. a. Manusia sebagai makhluk individu Ada istilah di dalam bahasa filsafat yaitu self-existence dimana sumber pengertian manusia akan segala sesuatu yang meliputi: kesadaran adanya diri diantara semua realita/fenomena, self-respect, self-narcisme, egoisme, martabat kepribadian, perbedaan dan persamaan dengan pribadi lain. Dimana menjadi seorang individu manusia mempunyai ciri khasnya masing-masing. Menurut Syam (1988) menyatakan bahwa manusia sebagai individu itu memiliki hak asasi sebagai kodrat alami. Hak asasi manusia sebagai pribadi itu terutama hak hidup, hak memilih sesuatu dan hak milik. b. Manusia sebagai makhluk sosial Manusia tentu dalam hidupnya tidak akan pernah hidup sendirian, karena ia akan melakukan sebuah kontraksi dengan manusia yang lainnya dalam berkomunikasi, meminta tolong dan sebagainya. Oleh karena itu, manusia juga disebut sebagai

makhluk sosial. Esensi manusia sebagai makhluk sosial itu sendiri adalah kesadaran dari si manusia tentang status dan posisi dirinya dalam kehidupan bersama dan bagaimana tanggung jawab dan kewajibannya di dalam kebersamaan itu. c. Manusia sebagai makhluk susila Manusia dengan akal budinya mampu untuk secara sadar akan adanya nilai dan norma-norma dalam masyarakat. Kesadaran susila (sense of morality) tak dapat dipisahkan dengan realitas sosial, sebab justru adanya nilai-nilai, efektivitas nilainilai, berfungsinya nilai-nilai hanya di dalam kehidupan sosial. Asas kesadaran nilai, asas moralitas adalah dasar fundamental yang membedakan manusia daripada hidup makhluk-makhluk alamiah lainnya. Rasio dan budi nurani menjadi dasar adanya kesadaran moral tersebut (Syam, 1988). Ketiga esensi yang disebutkan diatas merupakan satu kesatuan yang tidak terlepaskan dari diri manusia, tergantung ia sadar ataukah tidak. Semua tergantung pemahaman dan pendidikan yang dialami individu tersebut. 3. Sudut Pandang Asal-Mula dan Tujuan Hidup Manusia Sebelum kita menjawab darimana manusia itu berasal dan apakah tujuan hidupnya di dalam kehidupan ini. Mari kita berfikir terlebih dahulu, apakah manusia berasal dari tanah? Sesuai dengan Firman Tuhan, ataukah manusia dulunya nenek moyangnya adalah seekor kera? Untuk apakah manusia hidup di dunia ini? Tujuan apa yang hendak mereka capai? Memang asal-mula dan tujuan hidup manusia merupakan substansi yang sulit untuk dijelaskan. Karena akal manusia sangat terbatas untuk mencapai pada substansi tersebut. Pikiran manusia tidak pernah mampu menjelaskan secara terperinci tentang substansi asal-mula tersebut. Meskipun demikian, pikiran manusia dapat dipastikan

mampu secara logis menyimpulkan dan menilai bahwa hakekat asal mula itu hanya ada satu, bersifat universal, dan berada di dunia metafisis, karena itu bersifat absolut dan tidak mengalami perubahan serta sebagai sumber dari segala sumber yang ada (Suparlan, 2007). Menurut Suparlan (2007), akal pikiran manusia dapat memastikan bahwa kehidupan ini berawal dari causa prima (Tuhan) dan pada akhirnya kembali kepada causa prima (Tuhan) pula. B. Perubahan yang Ditunjukkan Manusia Terhadap Etika dan Estetika Manusia memiliki sifat yang dinamis, ia akan selalu berubah bisa menjadi lebih baik atau bahkan justru lebih buruk. Itu merupakan sebuah pilihan dari si manusia sendiri dimana Tuhan telah memberikan kehendak bebas kepada setiap individu di kehidupan ini. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa manusia itu merupakan makhluk susila yaitu dengan akal budinya mampu untuk secara sadar akan adanya nilai dan norma-norma dalam masyarakat. Marilah kita telaah dari segi filsafat, mengapa manusia itu berubah? Faktor-faktor apa saja yang mendorong manusia untuk berubah dalam hal ini etika dan estetikanya. Lalu, apa saja yang dapat dirubah oleh manusia tersebut untuk menciptakan suatu harmonisasi yang indah antara etika dan estetika. Manusia mampu berfikir lebih jauh dan mendalam, mulai mengagumi karya indah ciptaan Tuhan, mempunyai sifat agamis yaitu percaya pada Tuhan merupakan beberapa contoh perubahan yang dilakukan oleh manusia terhadap nilai etika dan estetika. Mereka (dibaca: manusia) mulai mampu untuk mengontrol dirinya agar supaya apa yang mereka pikirkan, tindakan yang akan dilakukan dan resiko yang diterima bila ia melakukan sesuatu adalah alasan mengapa manusia perlu untuk mengenal etika dan estetika ini. Karena dengan adanya kedua nilai ini maka kedinamisan pemikiran manusia dapat dikendalikan dengan adanya etika dan estetika tersebut.

C. Pengaruh Teknologi dalam Mengkaji Kehadiran Manusia Dewasa ini, perkembangan teknologi sungguh cepat dalam kehidupan ini. Para ahli mulai merambah ke ranah teknologi untuk menghadirkan spesies (manusia) baru/tiruan, menghasilkan spesies yang unggul sehingga keindahan dari proses kehidupan etika dan estetika mulai sedikit terguncang dengan kemajuan teknologi yang pesat. Banyak contoh yang telah dilakukan para ahli biologi yang kini mulai bekerja dengan teknologi. Di bidang molekular misalnya, manusia mampu membuat spesies baru/tiruan yang hampir mirip. Dengan melakukan sebuah teknologi yang disebut kloning, lalu bagaimana dari segi etika dan estetikanya? Suatu kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir merupakan arti dari kata etika itu sendiri menurut bahasa Yunani yaitu Ethos. Etika ini disebut dengan moral (Mos/Mores) dalam bahasa Latin dimana telah memiliki pengertian adat kebiasaan atau kesusilaan. Penyerapan inderawi, pemahaman intelektual, dan pengamatan spiritual merupakan ciri arti kata estetika yang berasal dari bahasa Yunani yaitu aisthesis. Di sisi lain, estetika ini berarti studi yang dilakukan dalam ilmu filsafat yang mempersoalkan atau mengkaji hal-ihwal nilai keindahan. Salah satu contoh kedinamisan pemikiran manusia adalah bagaimana bila mereka membuat spesies yang ter- artinya disini adalah terbaik, terunggul, dan biasanya mendekati sempurna. Bila manusia tidak mengingat akan pentingnya kedua nilai tersebut maka akan terjadi suatu chaos di dalam dunia ini. Banyak terobosan dari para peneliti dengan penelitian yang hebatnya, namun mereka juga berfikir akan dampak yang akan terjadi bila mereka mementingkan ego mereka untuk melakukan penelitian jauh di luar mereka. Oleh karena itu, banyak peneliti yang mengurungkan niatnya untuk mengembangkan penelitian terlalu jauh yang menimbulakan kekacauan nantinya.

KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat penulis tulis dari beberapa uraian diatas yaitu: Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling unik Spesies manusia dikaji dari beberapa sudut pandang seperti masalah rohani dan jiwa, antropologi filsafat, asal-mula dan tujuan hidup dari manusia itu sendiri. Manusia memiliki sifat yang dinamis untuk selalu berubah Teknologi yang mempengaruhi kedinamisan pemikiran manusia untuk

mengembangkan ilmunya namun tetap harus mengacu pada nilai etika dan estetikanya dalam penelitiannya.

REFERENSI
Mohammad Noor Syam. 1988. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional. cet 4. Jalaludin dan Abdulloh. 1997. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama. Suparlan Suhartono. 2007. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.

You might also like