You are on page 1of 9

1. Metode Pengolahan Data Spasial 1.1.

Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data penginderaan jauh dilakukan dengan cara memesan satu unit citra satelit (scene) atau image dengan tipe tertentu (IKONOS, Spot, QUICKBIRD, NOAA, Landsat, dll) yang sesuai dengan lokasi penelitian yang diinginkan, mengacu pada lembaga / institusi (provider) yang dipercaya untuk mengadakan dan menjual keperluan citra tersebut, seperti : LAPAN (Lembaga Antariksa Nasional), BIOTROP dan pihak swasta yang secara resmi memegang hak distribusi.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mencari secara detail lokasi penelitian dalam ruang lingkup pemotretan yang dilakukan oleh Landsat.org seperti dapat dilihat pada web site http:\\www.landsat.indonesia.org melalui Tropical Rain Forest Information Center (TRFIC) dapat memesan langsung via elektronik mail (email).

Lokasi Studi Pulau Pari

Gambar 1.1

Sistimatika Pemotretan Citra Landsat TM untuk Wilayah Indonesia berdasarkan Path dan Row

Untuk menunjang analisis, maka data berbasis vektor juga diperlukan sebagai peta dasar atau base map untuk melakukan koreksi geometri terhadap wilayah studi pada citra satelit. Data vektor ini sebagai gambaran untuk skala detil, maka proses digitasi peta dasar perlu dilakukan mengingat data digital vektor memiliki tingkat kedetilan yang tidak terlalu tinggi, sehingga informasi yang didapat menjadi bias dan sulit untuk mendesain wilayah dalam lingkup yang detil. Setelah data awal selesai dikerjakan, maka data yang terakhir digunakan adalah data hasil survei lapang (ground check) berupa data hasil indentifikasi lapangan, data peta detil lokasi studi yang diperoleh di pemerintah daerah setempat dan data hasil GPS atau Global Positioning System sebagai kontrol pengamatan dan basemark peta yang akan dikoreksikan kembali dalam peta dasar (base map).

1.2. Karakteristik Spasial Pengolahan data citra merupakan suatu cara memanipulasi data citra atau imagery menjadi suatu keluaran (output) sesuai dengan yang diinginkan. Adapun teknik pengolahan data citra tersebut melalui beberapa tahapan sampai menjadi suatu keluaran yang diharapkan. Tujuan dari pengolahan citra adalah untuk mempertajam data dan informasi geografis dalam bentuk digital menjadi suatu tampilan yang lebih berarti bagi pengguna atau user, sehingga dapat memberikan informasi kuantitatif suatu obyek serta mampu memecahkan masalah yang dihadapi (problem solving). Citra resolusi menengah yang sering kali digunakan untuk penelitian mengenai kondisi fisik terestrial maupun perairan adalah citra satelit Landsat TM (Tematic Mapper). Hal ini disebabkan karena citra Landsat relatif lebih murah dari sisi biaya dengan daerah liputan cukup luas bila dibandingkan dengan citra SPOT-5, Quickbird, dan lain sebagainya. Citra landsat TM yang akan digunakan disini adalah citra Landsat 7 ETM+ (Seri 7 Enhanced Thematic Mapper Plus) dengan karakteristiknya seperti disajikan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Karakteristik Landsat 7 ETM+ No 1 2 3 4 5 6 Karakteristik Sistem
Orbit Sensor Area yang diliput Resolusi Temporal Resolusi Spasial Resolusi Spektral

Landsat 7 ETM+
705 km, 98,20, sun-synchronous, 10.00 AM, 16 hari berputar kembali Enhance Thematic Mapper 185 km (FOV = 15) 16 hari 15 m (pankromatik); 30 m (band 1 5 dan band 7); 60 m (band 61) 0.45-0.52 (band1); 0.52-0.60 (band2); 0.63-0.69 (band3); 0.79-0.90(band4); 1.55-1.75 (band5); 10.4-12.5 (band6); 2.08-2.34 (band7) dan 0.50-0.0 (band 8 - pankromatik)

Sumber : Principles of Remote Sensing, International Institute for Aerospace Survey and Earth Sciences

Data digital yang tersimpan dalam citra Landsat TM disimpan dalam bentuk barisan kotak kecil dua dimensi yang disebut pixel atau picture elements dengan ukuran tertentu. Masing-masing pixel mewakili suatu wilayah yang ada dipermukaan bumi. Struktur ini kadang pula disebut raster, sehingga data citra atau imagery sering disebut juga data raster. Data raster tersusun oleh baris dan kolom dan setiap pixel pada data raster memiliki nilai digital seperti pada Gambar 1.2. Data yang diperoleh dari satelit umumnya terdiri beberapa tumpukan data yang sering disebut juga dengan layer atau band, yang mencakup wilayah yang sama.

Masing-masing band mencatat pantulan obyek dari permukaan bumi pada panjang gelombang yang berbeda. Data ini juga disebut sebagai multispectral data. Di dalam pengolahan citra juga dilakukan penggabungan kombinasi antara beberapa band (mosaik citra) untuk mengekstraksi informasi dari obyek-obyek yang spesifik seperti indeks vegetasi, parameter kualitas air, terumbu karang dan lain-lain.
Kolom

Baris

Gambar 1.2 Struktur Data Raster Teknik Pengolahan data citra adalah bagian penting untuk dapat menganalisa informasi kebumian melalui data satelit penginderaan jauh. Aplikasi-aplikasi yang dapat diterapkan melalui pengolahan data citra antara lain : pemantauan lingkungan, manajemen dan perencanaan kota dan daerah urban-rural, manajemen sumberdaya hutan, eksplorasi mineral, pertanian dan perkebunan, manajemen sumber daya air, manajemen sumber daya pesisir dan lautan, oseanografi fisik, eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi. 1.3. Pengolahan Data Citra Pengolahan data citra dimulai pada tahun 1960-an untuk memproses citra dari satelit yang mengelilingi bumi. Pengolahan data citra dibuat dalam bentuk disk to disk dengan cara menuliskan spesifikasi file yang akan diolah, dilanjutkan dengan memilih tipe pemrosesannya yang akan digunakan. Kemudian menunggu komputer untuk mengolah data tersebut serta menuliskan hasilnya ke dalam file baru. Sampai tahap akhir final file terbentuk baru dapat melihat hasil yang diharapkan. Tetapi bila hasilnya tidak sesuai, maka harus mengulangnya dari awal kembali. Sampai tahun 1980-an proses tersebut masih digunakan oleh beberapa produk pengolahan data citra. 1.4. Prosedur Pemrosesan Spasial Prosedur awal pengolahan citra adalah dengan melakukan import data satelit yang akan digunakan dalam format Imagine (.img). Tidak semua prosedur baku harus dilakukan, tetapi perlakuan yang diterapkan sesuai dengan keluaran yang diharapkan.

a. Import Data Langkah awal yang dilakuan adalah import data file kedalam format data yang diinginkan sesuai jenis data yang dipakai dalam software. Data file tersebut disimpan dalam bentuk magnetic tape atau CD-ROM. Data yang disimpan biasanya dalam bentuk data raster dan data vektor. b. Menampilkan Citra Setelah proses import data, selanjutnya adalah menampilkan citra tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kualitas dari data yang digunakan. Apabila data / citra tersebut memiliki kualitas yang tidak sesuai dengan yang diinginkan (berawan, bergaris, dan lain sebagainya), maka kita tidak perlu melanjutkan proses pengolahan, dan mencari data baru yang memiliki kualitas yang lebih baik. Terdapat beberapa cara untuk menampilkan citra antara lain; pseudocolor display, yaitu menampilkan citra dalam bnetuk hitam dan putih, biasanya hanya terdapat satu band / layer saja, RedGreen-Blue (RGB) yang menampilkan citra dalam kombinasi beberapa band. Setiap band ditampilkan satu layer (Red-Green-Blue) yang biasa disebut sebagai color composite, Hue-Saturation-Intensity (HIS) juga menampilkan citra melalui kombinasi band. Setiap band ditempatkan satu layer (Hue-Saturation-Intensity), cara ini biasanya menggunakan dua jenis data yaitu dari citra Radar dan citra Landsat TM. c. Rektifikasi Data Koreksi geometrik dapat dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak seperti ERMapper atau ERDAS Imagine atau software sejenis lainnya dengan referensi mengacu pada informasi geografis dari Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1 : 25.000. Hasil akurasi titik koreksi atau Root Means Square (RMS) yang diperoleh dari koreksi geometrik berkisar antara 0.6 0.9, artinya kisaran akurasi geometrik kurang dari 1 (satu) piksel (> 30 meter). Koreksi geometri dimana path dan row data citra satelit Landsat 7ETM+ mempunyai sistem koordinat UTM (Universal Transverse Mercator) yang belum tentu sama dengan basemap atau sistem proyeksi yang digunakan. Sehingga sebelum dilakukan pendugaan maka terlebih dahulu dilakukan koreksi secara geometris berdasarkan Ground Control Point (GCP) sebagai titik kontrol atau referensi. Setelah dilakukan koreksi secara geometrik, maka perlu melakukan koreksi secara atmosferik (radiometrik), untuk melihat sejauh mana citra tersebut layak untuk digunakan dalam proses interpretasi citra satelit. Sehingga citra satelti dapat dikatakan layak (clear) jika kondisi tutupan awan < 20 % yang digunakan sebagai acuan untuk penentuan histogram.

Koreksi radiometrik dan atmosferik sangat perlu dilakukan untuk menghilangkan gangguang / distorsi yang disebabkan oleh kondisi atmosfer, posisi sensor terhadap obyek dan posisi dan arah penyinaran matahari. Nilai yang ada pada raw data adalah digital number yang masih mengandung berbagai distorsi. Untuk suatu pengamatan pada lokasi yang di desain cukup detail perlu dilakukan pada wilayah yang sama dan akan membandingkan citra dari sensor yang sama dengan waktu yang berbeda, oleh karena itu maka koreksi radiometrik / atmosferik sangat perlu dilakukan. Adapun tahapan dari koreksi radiometrik/atmosferik adalah sebagai berikut: (i) Konversi digital number kedalam bentuk spektral radian,(ii) Konversi spektral radian menjadi apparent reflektan,dan (iii) Koreksi atmosferik Hal ini penting untuk mempertajam luas cakupan penutupan lahan yang dapat diidentifikasi termasuk waktu, jam dan tanggal pengambilan citra tersebut untuk mengetahui pola-pola penutupan lahan saat melakukan klasifikasi dimana panduannya dapat diestimasi dari rekaman kejadian yang terjadi pada saat citra diprogram. Pada saat pengambilan image kondisi masih dalam sistem UTM, agar kondisinya sesuai dengan koordinat datum, maka untuk itu dilakukan registrasi melalui koreksi geometri/radiometri. Gambar 1.3 dibawah ini menunjukkan kondisi sebelum dikoreksi dan setelah dikoreksi.

sudah terkoreksi

belum terkoreksi

Gambar 1.3 Proses Rektifikasi untuk Koreksi Geometri Citra d. Mosaik Citra Mozaik citra adalah proses menggabungkan / menempelkan atau lebih citra tumpang tindih (overlapping) sehingga menghasilkan data citra yang representatif dan kontinyu. Kondisi ini dilakukan manakala suatu lokasi yang menjadi pengamatan, tidak

terjangkau dalam satu area orbit pemotretan kenampakan visual bumi atau lebih luas area cakupan yang mampu ditangkap oleh citra ketika melakukan pemotretan. e. Penajaman Citra (Enhancement) Penajaman kontras dilakukan untuk mendapatkan citra yang tajam dan jelas sehingga memudahkan proses penafsiran. Penajaman kontras ini dilakukan dengan mengubah histogram kedalam bentuk maksimum yang diperoleh citra Landsat 7+ETM pada saat pencitraan. f. Overlay / Komposit Citra satelit Landsat 7+ETM mempunyai 8 band (gelombang) (cakupan per scene 60 X 60 km) dengan resolusi 30 m (multispektral). Untuk keperluan penafsiran citra ini diperlukan beberapa band yang dikombinasikan (komposit) sehingga memudahkan dalam proses penafsiran. Proses overlay dilakukan untuk melihat kenampakan kombinasi band yang diinginkan dari cakupan gelombang yang dominan ingin ditampakkan. Kombinasi bandband ini akan sangat ditentukan oleh histogram yang set dalam penajaman kontras yang dilakukan dengan kemampuan spektral yang mampu diserap oleh wave masing-masing band. g. Klasifikasi Tak Terbimbing (unsupervised classification) Klasifikasi tak terbimbing dilakukan untuk dijadikan acuan pengkelasan dalam proses pengklasifikasian selanjutnya. Klasifikasi tak terbimbing ini dilakukan langsung menggunakan software dan dengan pendeteksian langsung berdasarkan gradasi warna yang terdapat pada kombinasi band yang digunakan. Tujuan utama dilakukannya klasifikasi ini yaitu untuk mengetahui jumlah kelas maksimum yang dapat dideteksi oleh software sehingga dalam proses pengklasifikasian selanjutnya hasil tersebut dapat dijadikan acuan dalam penentuan jumlah kelas. h. Klasifikasi Terbimbing (supervised classification) Setelah hasil klasifikasi tak terbimbing didapatkan, maka jumlah kelas untuk pengklasifikasian terawasi dapat ditentukan. Klasifikasi terawasi dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan sampel untuk setiap kelas atau membuat training site berupa poligon tertutup dalam bentuk vektor yang di-overlay-kan kedalam citra yang ada. Setelah training sample (AOI) dibuat, maka proses klasifikasi terbimbing dapat dilakukan.

i. Editing Setelah proses rasterisasi dilakukan dari hasil klasifikasi terbimbing, maka proses selanjutnya adalah dengan mengubah proses rasterisasi ke dalam format vektor, maka proses selanjutnya adalah dengan melakukan editing data hasil perubahan hasil vektorisasi. Tujuan editing adalah untuk menghaluskan garis hasil vektorisasi serta menghilangkan poligon-poligon yang sangat kecil dengan teknik generalisasi, dimana kenampakan yang sama dalam satu area/bidang plot, jika terdapat perbedaan klas diidentifikasi sebagai klas yang sama, terusnya dapat berlaku sama untuk bidang lainnya dengan klas berbeda, yang dalam skala pengeplotan dapat diabaikan. j. Labelisasi Label dari hasil pengklasifikasian terbimbing akan hilang pada proses vektorisasi, sehingga setelah editing diperlukan labeling ulang. Acuan yang digunakan yaitu hasil pengklasifikasian dalam format raster. Ini dilakukan agar informasi yang diperoleh dari proses klasifikasi pada proses rasterisasi tidak mengalami bias informasi. Proses ini menjadi bagian penting untuk diperhatikan. k. Pengkelasan (Classification) Dari hasil klasifikasi tak terbimbing citra Landsat 7ETM+ dan dengan tiga kombinasi band yang digunakan, akan diperoleh kelas-kelas penutupan lahan. Walaupun demikian tidak setiap wilayah atau pulau memiliki atau menampakkan kelas-kelas yang sama. Proses pengkelasan dilakukan sesuai dengan informasi yang hendak ditangkap pada setiap ekstraksi informasi yang dikehendaki. 2. Tahapan Analisis Data Spasial Kegiatan Penyusunan RDTR Kawasan Budidaya Rumput Laut di Pulau Pari Kepulauan Seribu, hal yang pertama dilakukan yaitu (i) mengidentifikasi kondisi eksisting dari kenampakan citra satelit Landsat 7ETM+; hal ini dilakukan diawal kegiatan dengan maksud untuk mendapatkan informasi awal mengenai sebaran informasi territorial dan pesisir laut yang mungkin dijumpai di lokasi dengan teknik-teknik penginderaan jauh, dan (ii) melakukan interpretasi citra dengan berbagai metode analisis dengan maksud untuk mendapatkan pola sebaran dari hasil identifikasi sehingga diperoleh kenampakan yang sesuai dengan kondisi eksisting lokasi penelitian. Agar hasil yang dicapai dapat dipertanggungjawabkan, maka hasil interpretasi tersebut diperkuat dengan melakukan ground check point terhadap lokasi pada wilayah

yang menjadi fokus pengamatan. Untuk memenuhi kebutuhan data dan informasi mengenai kondisi fisik permukaan bumi tersebut, maka teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu alternatif teknologi yang dapat dimanfaatkan mengingat kemampuannya dalam menghimpun informasi fisik kebumian secara tepat, cepat dan terkini (up-to date) dengan biaya yang relatif lebih mudah terjangkau. Sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja, data penginderaan jauh yang dipergunakan adalah Data Citra Satelit Landsat 7ETM+. Adapun data dan informasi yang dibutuhkan melalui pengolahan dan analisis citra ini adalah kondisi pemanfaatan ruang yang diidentifikasi dari kondisi tutupan lahan (land cover), kondisi hidro-oceanografi (tingkat kecerahan perairan dan arus laut), kondisi bentang alam perairan pulau Pari (kondisi batimetri), kondisi dan sebaran ekosistem pesisir (mangrove, terumbu karang, padang lamun, rumput laut), potensi bencana serta identifikasi kondisi dan permasalahan lingkungan. Teknik Penginderaan Jauh untuk penataan budidaya rumput laut dapat diilustrasikan seperti pada flow chart dibawah ini. Tahapan pelaksanaan teknik kegiatan ini adalah sebagai berikut :

Pengolahan citra satelit yang dimulai dengan koreksi geometris dan resampling dengan referensi titik kontrol GPS. Setelah melalui proses interpretasi dan klasifikasi penutup lahan, diperoleh basis data spasial dan tabular (atribut). Basis data spasial dan data atribut disamping diperoleh melalui proses interpretasi citra satelit juga diperoleh melalui hasil digitasi peta persil. Selanjutnya menjadi dasar kompilasi data fisik dan sosial baik untuk data primer maupun data sekunder. Dengan tolak ukur dan kriteria lingkungan pesisir dan laut selanjutnya hasil kompilasi data tersebut ditetapkan sebagai dasar penilaian lingkungan wilayah pesisir dan laut. Hasil penilaian lingkungan wilayah pesisir dan laut selanjutnya menjadi dasar penetapan potensi kawasan budidaya rumput laut. Dengan tolak ukur dan kriteria pengembangan wilayah budidaya rumput laut diperoleh kesesuaian rencana pengembangan kawasan budidaya rumput laut. Kesesuaian rencana pengembangan kawasan budidaya rumput laut selanjutnya menjadi dasar bagi rekomendasi dan arahan perencanaan dan pengelolaan kawasan budidaya rumput laut selanjutnya. Setelah tahapan analisis dengan citra Landsat 7 ETM+ dilakukan, maka untuk

dilakukan ground check ke lokasi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan analisis yang juga ditunjukan diatas. Hal ini penting dilakukan untuk mendapatkan gambaran hasil analisis yang dilakukan menunjukkan kondisi aktual dilapangan. Dilokasi dilakukan dua proses yaitu dengan analisis secara visual kenampakan kondisi eksisting

lokasi dan yang kedua melakukan Ground Control Point terhadap titik-titik landcover di lapangan. Proses perbandingan (comparison) hasil analisis melalui citra Landsat 7ETM+, dilakukan untuk mendetilkan informasi yang diperoleh dari analisis citra, lalu dikuatkan dengan kondisi eksisting di lapangan. Pola alir tahapan nnalisis pengolahan citra Landsat 7-ETM+ dapat dilihat pada Gambar 1.4.

Landsat 7ETM+/QUICKBIRD
Pangkajene Kepulauan

Koreksi Radiometrik & Geometrik PresIsI Interpretasi Penajaman & Filterisasi Warna Komposit Klasifikasi Unsupervised Re-klasifikasi Supervised Training Area Algoritma Editing
Ground Control Point

GPS Navigasi

Digitasi
Overlay Peta

Analisis Citra

Gambar 1.4. Bagan Alir Tahapan Analisis Pengolahan Citra Satelit

You might also like