You are on page 1of 4

Bersamaan dengan semangat reformasi berbagai kebijakan pembangunan dibidang kehutanan sering dikritik, tapi tentu saja bias

digunakan untuk membuat perbaikan. Kritik umumnya ditujukan terhadap kebijakan eksploitasi hutan dan penggunaan dan pelepasan kawasan hutan untuk pertambangan di luar kegiatan kehutanan seperti: budidaya pertanian, perkebunan dan pertambangan. kondisi di atas mendorong berbagai kalangan termasuk Departemen Kehutanan untuk merumuskan paradigma baru dan kebijakan baru di bidang kehutanan yang pada gilirannya akan mencapai suatu evaluasi bahwa Undang-Undang Pokok Kehutanan No.5/1967 tentang penyediaan f sesi Utama Kehutanan (Lembaran Negara RI tahun 1967 No.8) perlu disempurnakan. Untuk tujuan ini, UndangUndang No.5/1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan digantikan oleh UU No.41/1999 tentang Kehutanan. Dalam pelaksanaan kegiatan kehutanan di samping mengacu pada UU No.41/1999 juga mengacu pada UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam serta sistem Eco. Yang terakhir ini lebih khusus mengatur kawasan konservasi yang mencakup kawasan cagar alam dan konservasi alam, yang kemudian diatur lebih rinci dalam Peraturan Pemerintah No.68/1998. Peraturan Pemerintah ini mengatur bagaimana mengelola areal konservasi dan pemanfaatan yang lisasi. Pada dasarnya, sebuah kawasan konservasi hutan dapat dimanfaatkan secara terbatas, termasuk penggunaan yang tidak mengubah lahan batang. kondisi di atas mendorong berbagai kalangan termasuk Departemen Kehutanan untuk merumuskan paradigma baru dan kebijakan baru di bidang kehutanan yang pada gilirannya akan mencapai suatu evaluasi bahwa Undang-Undang Pokok Kehutanan No.5/1967 tentang penyediaan f sesi Utama Kehutanan (Lembaran Negara RI tahun 1967 No.8) perlu disempurnakan. Untuk tujuan ini, Undang-Undang No.5/1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan digantikan oleh UU No.41/1999 tentang Kehutanan. Namun, dalam memanfaatkan ruang secara umum, atau pemanfaatan ruang pada kawasan hutan, 'berlari' dalam pemanfaatan ruang untuk tujuan sektor-sektor lainnya, masih ditemukan termasuk untuk kepentingan energi dan sumber daya mineral, meskipun sektor-sektor yang beroperasi di bawah permukaan bumi, tetapi dalam pelaksanaan membuka hutan tidak dapat dihindari. Misalnya, batubara dan nikel hanya dapat ditambang jika hutan dihapus oleh penebangan pohon hutan, sedangkan untuk fungsi hutan yang tertentu, misalnya sebuah hutan konservasi di mana pertambangan dilarang, di pertambangan hutan lindung pit terbuka adalah dilarang. Pengaturan pemanfaatan (dia ruang pada kawasan hutan untuk kepentingan di luar untuk- kegiatan kehutanan seperti jauh kepentingan eneigi dan sumber daya mineral telah ditampung dalam Pasal 38 UU No.41/1999. Ini Artikel pada dasarnya mengatur: (1) pemanfaatan th kawasan hutan untuk kepentingan mengembangkan di luar kegiatan kehutanan termasuk pertambangan dapat dilakukan hanya dalam wilayah hutan lindung dan hutan produksi, (2)kegiatan pertambangan di dalam hutan tidak akan mengubah yang pokok berfungsi sebagai hutan; (3) issu yang asuransi izin untuk menggunakan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan harus dalam pertimbangan batas hutan pengawetan; (4) tidak terbuka Izin pertambangan di Indonesia yang dituntut oleh 2 (dua) officesie pemerintah. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Departemen Kehutanan. masalah ESDM itu izin pertambangan, KP batubara dan kontrak kerja, sedangkan Departemen Kehutanan meminjam isu-di-gunakan izin kawasan hutan. Penerbitan UU No 41/1999 tentang kehutanan memiliki aktivitas pertambangan sejauh ini dibatasi

dalam hutan: kegiatan pertambangan dapat dilakukan hanya dalam hutan produksi sedangkan pada hutan lindung kegiatan pertambangan telah menerapkan metode penambangan terbuka non-pit. Ini berarti bahwa setiap kegiatan pertambangan harus menerapkan bawah tanah (terlampir) metode penambangan, dan tidak ada jenis lain dari operasi pertambangan akan diperbolehkan dalam sebuah kawasan konservasi. Berdasarkan data dari ESDM yang jumlah perusahaan yang telah memperoleh izin sebelum berlakunya pada UU No.41 / 1999 adalah 150, tetapi hanya 22 perusahaan yang diprioritaskan untuk diproses lebih lanjut untuk dipertimbangkan.Identifikasi orang-orang 22 perusahaan sebagai diusulkan oleh ESDM telah kembali Dilihat oleh Departemen Kehutanan. Ke luar dari 22 perusahaan, 13 perusahaan lo berdedikasi di hutan lindung akan menempati luas total 610.603 ha. Sebelumnya kegiatan pertambangan dapat hanya mengacu pada Pasal 38 UU No.41 /1999, tetapi kemudian pada Pasal 19 Undang-Undang sekarang dapat digunakan untuk mengubah status pemanfaatan hutan (mengubah status hutan menggunakan berarti bahwa bagian tertentu dari hutan dikonversi menjadi wilayah non-hutan). Itu pembenaran adalah: meskipun dgn berlebih-lebihan dlm pujiannya Pasal 38 mengatur bahwa itu sudah final bahwa kegiatan pertambangan dilarang dalam kawasan hutan, tetapi dengan kemungkinan merubah status pemanfaatan hutan,akan ada alasan untuk kegiatan pertambangan di hutan.Dalam upaya untuk secara efektif menggunakan Pasal 19 Menteri Koordinator Ekonomi telah diusulkan untuk penerbitan Keputusan Presiden tertentu (Keppres) tentang perubahan pemanfaatan hutan demi kegiatan pertambangan. Diskusi telah diselenggarakan dengan Komisi III dan Komisi VII House of People Perwakilan (DPR), tapi sejauh ini hasilnya belum akhir, dan nasib orang-orang 22 perusahaan tidak tertentu belum.

Reklamasi Eks-tambang Reklamasi ex-tambang dalam kawasan hutan sejauh ini telah diatur penambangan diperbolehkan; (5) pertambangan tertentu aktivitas yang dapat menghasilkan manfaat besar dalam lingkup yang luas dan strategis akan nilai-nilai disetujui oleh DPR. Berdasarkan kriteria setiap kegiatan pertambangan dapat dilakukan dalam hutan produksi dan hutan lindung. Dalam hutan lindung hanya bawah tanah (terlampir) pertambangan akan diizinkan. Berdasarkan identifikasi semua hutan diIndonesia seluas 120.343.000 ha terdiri dari sebagai berikut: @ Luas hutan konservasi sekitar 20.500.000 ha (17 persen) @ Luas hutan lindung dari sekitar 33.520.000 ha (29 persen) @ Luas hutan produksi dari sekitar 66.324.000 ha (57 persen) Kriteria Lindung dan Konservasi Hutan Kawasan Lindung Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Pertanahan Nasional, kriteria kawasan lindung akan sebagai berikut: @ Hutan dengan faktor-faktor seperti kemiringan, jenis tanah, dan intensitas hujan dan faktor-faktor

dikalikan dengan variabel masing-masing variabel, dan hasilnya harus skor 175 atau lebih besar. @ Hutan dengan kemiringan bidang 40 persen atau yang lebih besar, dan / atau @ Hutan dengan ketinggian dari permukaan laut dari 2000 meter atau lebih.

Selain kriteria tersebut, sebuah tertentu wilayah dapat dianggap sebagai bagian dari yang dilindungi hutan jika memenuhi persyaratan sebagai berikut: @ Memiliki kemiringan bidang yang lebih besar dari 45 persen @ Itu sangat rentan terhadap erosi karena tanah berisi ragosol, litosol, Organosol dan retvdna dan kemiringan lapangan adalah lebih besar dari 15 persen. @ Berfungsi sebagai daerah aliran sungai / tepi sungai, di minimal 100 meter di kedua kiri dan kanan sungai / air sungai. @ Dapat digunakan untuk melindungi keberadaan mata air, setidaknya dalam radius 200 meter dari hub. , @ Memiliki ketinggian dari permukaan laut dari 2.000 meter atau lebih. @ Untuk tujuan tertentu / perhatian, dapat diputuskan sebagai bagian dari hutan lindung oleh Menteri Kehutanan (Keputusan Menteri Pertanian No 837 / Kpts / Um/11 / 1980 tanggal24 No vember, 1980 tentang Kriteria dan Prosedur untuk Tentukan Hutan Lindung). Wilayah Konservasi ^ Alam Sanctuary @ Sanctuary Alam terdiri dari bidang cagar alam dan melestarikan fauna berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 68 / 1998 tentang Suaka Alam dan Alam Pelestarian dengan kriteria sebagai berikut: Cagar Alam @ Meliputi keanekaragaman flora dan faunadengan tipe ekosistem tertentu. @ Mewakili formasi biota tertentu termasuk unsur-unsurnya @ Memiliki sifat perawan dengan biota asli dan pengaturan fisik yang belum dipelihara oleh manusia. @ Memiliki ukuran yang memadai dan spesifik jenis wilayah yang dapat dikelola secara efektif dalam Agar proses ekologi secara alami akan terjadi. @ Memiliki potensi yang spesifik dan dapat digunakan sebagai model ekosistem, yang keberadaannya memang selalu kekal; dan / atau @ Memiliki komunitas flora atau tanaman dan /atau fauna serta ekosistem yang dianggap langka dan keberadaannya mungkin akan punah.Fauna Sanctuary @ Adalah ruang untuk hidup dan pemuliaan hewan yang perlu dilestarikan @ Memiliki keanekaragaman tinggi dan jumlah penduduk

bawah Keputusan Bersama (SKB) dari keduaMenteri Pertambangan dan Energi dan Menteri Kehutanan No ... (Sic) Jo. Tidak.... (Sic) dan Pasal 7 (2) menyatakan bahwa dengan akhir eksploitasi pertambangan yang terbukapit / permukaan sistem pertambangan dalam kawasan hutan operator (perusahaan) harus memulihkan daerah dieksploitasi dengan reklamasi. Pasal 44 ayat (1)

UU No.41 / 1999 menyebutkan bahwa "hutan reklamasi meliputi kegiatan pemulihan tanah dan berdiam di lahan yang terkena hutan sehingga dapat kembali wilayah ditinggalkan fungsi secara optimal sesuai dengan mantan yang status digunakan. Namun dalam kenyataannya untuk memulihkan lahan di hutan tidak sesederhana itu karena pola dan metode penambangan di hutan dari vertikal penggalian, sehingga setiap saya mantan lokasi tidak akan berhasil menjadi diisi dengan bahan yang mungkin tumbuh oleh pohon dan vegetasi. Bukti-buktinya bias ditemukan di lokasi eks-tambang di Provinsi Bangka Belitung, Prov yang Lampung Nusa Tenggara, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua. Tetapi Departemen Kehutanan tampaknya harus berkomitmen untuk pemulihan lahan lokasi bekas tambang; vegetasi harus berhasil dalam memulihkan lokasi-lokasi yang terkena dampak dan fungsi hutan harus optimal kembali. Kegiatan pertambangan di dalam hutan ar EAS diatur dalam Undang-undang No.41 / 1999; khususnya mengacu pada Pasal 38 dari hukum. Pasal tersebut menyatakan bahwa kegiatan pertambangan dapat dilakukan hanya dalam kawasan hutan produksi dan juga di hutan lindung, tetapi tidak semua jenis kegiatan pertambangan akan diperbolehkan di hutan lindung, hanya di bawah tanah (terlampir) tambang yang diperbolehkan dalam itu. Dalam menyelesaikan kasus tumpang tindih wilayah dengan operator pertambangan berdasarkan pada kontrak kerja yang telah disetujui sebelum berlakunya UU No.41 / 1999 tentang kehutanan, hanya 22 perusahaan akan dipertimbangkan oleh cara mengubah status pemanfaatan hutan dengan mengacu dalam Pasal 19 dari hokum tapi dengan persetujuan dari DPR. kegiatan Pertambangan memang dapat dilakukan dalam kawasan hutan tetapi Peran teknologi akan menjadi titik yang sangat penting untuk menyadari mereka.

You might also like