You are on page 1of 12

DERMATO-TERAPI

Dermato-terapi adalah ilmu yang mempelajari tentang pengobatan penyakit kulit. Jenis-jenis dermato-terapi : a. Medikamentosa : topikal, sistemik b. Bedah kulit : bedah skalpel, bedah listrik, bedah kimia, bedah beku. c. Penyinaran : radioterapi, sinar UV, sinar laser d. Psikoterapi PENGOBATAN TOPIKAL Prinsip obat topikal secara umum terdiri atas 2 bagian: 1. Bahan dasar (vehikulum) 2. Bahan aktif BAHAN DASAR (VEHIKULUM) Vehikulum atau basis obat luar adalah bahan dasar obat luar yang dipakai untuk membawa bahan aktif pada kulit dan mampu meningkatkan penetrasi obat pada kulit. Vehikulum yang ideal haruslah stabil baik fisis maupun khemis, non iritatif, non alergenik baik secara kosmetis dan mudah digunakan dengan sesedikit mungkin efek samping. Oleh karena itu pemilihan vehikulum merupakan hal yang sangat penting dalam pengobatan topikal. Secara garis besar dikenal 3 vehikulum dasar yaitu: bedak, salep dan cairan. Dari ketiga vehikulum tersebut dapat dibuat kombinasi diantaranya yaitu bedak kocok, pasta dan krim. . Bahan dasar secara sederhana dibagi menjadi: a. Cairan Cairan terdiri atas : Solusio: larutan dalam air 1

Solusio dibagi menjadi kompres; rendam (bath), misalnya rendam kaki/tangan; dan mandi (full bath). Dikenal 2 macam cara kompres, yaitu: 1. Kompres terbuka Dasar: Penguapan cairan kompres disusul absorpsi eksudat atau pus Indikasi: - dermatitis madidans - infeksi kulit dengan eritema yang mencolok, misalnya erispelas. - ulkus kotor yang mengandung pus dan krusta Efek pada kulit: - kulit yang semula eksudatif menjadi kering - permukaan kering menjadi dingin - vasokonstriksi - eritema berkurang Cara: Kain kasa yang bersifat absorben dan non-iritasi serta tidak terlalu tebal dicelupkan ke dalam cairan kompres, diperas, lalu dibalutkan dan didiamkan, biasanya sehari dua kali selama 3 jam. Daerah yang dikompres luasnya 1/3 bagian tubuh agar tidak terjadi pendinginan. 2. Kompres tertutup (kompres impermeabel) Dasar: vasodilatasi (bukan penguapan) Indikasi: kelainan yang dalam, misalnya limfogranuloma venerium. Cara: digunakan pembalut tebal dan ditutup dengan bahan impermeabel, misalnya selofan atau plastik. Tingtura: larutan dalam alkohol

Prinsip pengobatan cairan: membersihkan kulit yang sakit dari debris (pus, krusta, dan sebagainya) dan sisa-sisa obat topikal yang pernah dipakai. Pengobatan cairan berguna juga untuk menghilangkan gejala, misalnya rasa gatal, rasa terbakar, parestesi oleh bermacam-macam dermatosis. Hasil akhir pengobatan adalah keadaan yang membasah menjadi kering, permukaan menjadi bersih sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh dan mulai proses epitelisasi. 2

b. Bedak Bahan dasarnya adalah talkum venetum. Biasanya bedak dicampur dengan seng oksida, sebab zat ini bersifat mengabsorpsi air dan sebum, astringen, antiseptik lemah dan antipruritus lemah. Bedak yang dioleskan di atas kulit membuat lapisan tipis di kulit yang tidak melekat erat sehingga penetrasinya sedikit sekali. Efek: - mendinginkan - antiinflamasi ringan karena ada sedikit efek vasokonstriksi - antipruritus lemah - mengurangi pergeseran pada kulit yang berlipat (intertrigo) - proteksi mekanis Indikasi: Dermatosis yang kering dan superfisial Mempertahankan vesikel/bula agar tidak pecah , misalnya pada varisela dan herpes zooster Kontraindikasi: Dermatitis yang basah, terutama bila disertai dengan infeksi sekunder. c. Salap Salap merupakan bahan berlemak atau seperti lemak, yang pada suhu kamar berkonsistensi seperti mentega. Bahan dasar biasanya vaselin, dapat pula lanolin atau minyak. Indikasi: Dermatosis yang kering dan kronik Dermatosis yang dalam dan kronik, karena daya penetrasi salap paling kuat jika dibandingkan dengan bahan dasar lainnya. Dermatosis yang bersisik dan berrkrusta. Dermatitis madidans 3 Kontraindikasi:

d.

Bedak kocok Bedak kocok terdiri atas campuran air dan bedak, biasanya ditambah dengan gliserin sebagai bahan perekat. Indikasi: Dermatosis yang kering, superfisial, dan agak luas, yang diinginkan adalah sedikit penetrasi Pada keadaan subakut Dermatitis madidans Daerah badan yang berambut Kontraindikasi:

e.

Krim Krim adalah campuran air (water), minyak (oil), dan emulgator. Krim ada 2 jenis: Krim W/O: fase dalam adalah air, sedangkan fase luar adalah minyak Krim O/W: fase dalam adalah minyak, sedangkan fase luar adalah air

Selain emulgator, ditambahkan juga bahan pengawet, misalnya paraben dan juga dicampur parfum. Indikasi: Indikasi kosmetik Dermatosis yang subakut dan luas, yang dikehendaki ialah penetrasi yang lebih besar daripada bedak kocok. Krim boleh digunakan di daerah yang berambut. Dermatitis madidans f. Pasta Kontraindikasi:

Merupakan campuran homogen bedak dan vaselin. Pasta bersifat protektif dan mengeringkan. Indikasi: penggunaan pasta ialah dermatosis yang agak basah Kontraindikasi: dermatosis yang eksudatif dan daerah yang berambut. Untuk daerah genital eksterna dan lipatan-lipatan badan, pasta tidak dianjurkan karena terlalu melekat. g. Linimen Linimen atau pasta pendingin merupakan campuran cairan, bedak, dan salap. Indikasi: dermatosis yang subakut Kontraindikasi: dermatosis madidans. h. Gel Gel ialah sediaan hidrokoloid atau hidrofilik berupa suspensi yang dibuat dari senyawa organik. Zat untuk membuat gel di antaranya ialah karbomer, metilselulosa, dan tragakan. Gel akan segera mencair jika berkontak dengan kulit dan membentuk satu lapisan. BAHAN-BAHAN AKTIF OBAT TOPIKAL 1. KORTIKOSTEROID Merupakan obat topikal yang paling banyak digunakan dalam pengobatan penyakit kulit. Hal ini disebabkan karena kortikosteroid mempunyai efek antiinflamasi, antimitosis dan antiproliferasi. Indikasi penggunaan kortikosteroid topikal pada bayi dan anak tidak banyak berbeda dengan dewasa. Yang perlu diingat adalah bahwa dengan konsentrasi yang sama dengan dewasa absorpsi kortikosteroid ke kulit anak dan bayi lebih besar. Pada umumnya golongan ekzema atau dermatitis merupakan golongan penyakit yang responsif terhadap steroid, sedangkan psoriasis palmo-plantar, lupus eritematosus diskoid dan likhen planus termasuk golongan yang kurang responsif. Sejak diketahui bahwa penambahan atom fluor pada salah satu gugus karbon 5

steroid dapat meningkatkan potensinya, sekarang telah banyak sediaan steroid topikal dengan berbagai potensi. Seperti diketahui kortikosteroid topikal dibagi menjadi 4 golongan menurut potensi klinisnya. Sayangnya peningkatan potensi steroid ini hampir selalu diikuti dengan peningkatan risiko efek samping. Dan efek samping ini akan lebih cepat timbul pada bayi dan anak. Oleh karena itu pertimbangan yang matang harus selalu dipikirkan sebelum memilih jenis steroid topikal. Efek samping kortikosteroid topikal Sistemik : - Supresi AHA - Sindrom Cushing Iatrogenik - Gangguan pertumbuhan Lokal : a. Katabolik: - atrofi kulit - telangiektasia - purpura/ ekimosis - hipertrikosis - striae Perubahan respon lokal : - tinea inkognito - glaukoma c. Dermatitis kontak alergi Pemakaian steroid sebaiknya dimulai dengan potensi lemah, apabila betulbetul diperlukan dapat dipakai steroid yang lebih poten dengan dosis minimal yang efektif untuk jangka waktu pendek dan segera diganti dengan potensi lemah bila efek yang diinginkan telah tercapai. Di samping itu jenis vehikulum dan stadium penyakit juga perlu diperhatikan. Jumlah pengolesan dianjurkan cukup 26 - hipopigmentasi - akne steroid - gangguan penyembuhan luka - rosasea - dermatitis perioral

3 kali sehari, tidak perlu terlalu sering karena tak ada beda efek terapeutiknya antara pengolesan 2-3 kali dengan beberapa kali sehari, bahkan dapat cepat terjadi efek takhipilaksis. Sedangkan jumlah total yang dianjurkan maksimal 13 g sehari seluas 1 m2 atau 2 g tiap 9% luas tubuh sehari, berarti antara 20-30 g sehari. Lama pemakaian steroid topikal sebaiknya tidak lebih dari 4-6 minggu untuk potensi lemah dan untuk potensi kuat tidak lebih dari 2 minggu.Harus selalu diingat bahwa steroid bukan obat kausatif melainkan lebih bersifat paliatif dan supresif. 2. ANTIJAMUR Merupakan salah satu dari obat-obat yang banyak digunakan dalam dermatologi. Obat ini sangat bervariasi baik dalam spektrum, sediaan maupun harganya. Obat antijamur lama atau konvensional umumnya mempunyai spektrum sempit dan mekanisme kerjanya tidak jelas, diperkirakan melalui efek keratolitik. Beberapa obat konvensional yang sampai saat ini masih banyak dipakai dan berkhasiat baik, misalnya; salep Whitfield, sulfur dan asam undeselinat. Antijamur generasi baru spektrumnya lebih luas, baik terhadap golongan Dermatofita. Kandida atau Pytirosprum. Kerjanya melaui gangguan sintesis atau integritas membran sel. Termasuk golongan antijamur baru yaitu: golongan imidazol. Siklopiroksilamin dan alilamin. Salep Whitfield. Mengandung asam salisilat 3-6% dan asam benzoat 6-12%. Pada anak-anak sebaiknya dipakai konsentrasi asam salisilat 3% dan asam benzoat 6%. Penurunan konsentrasi asam salisilat sampai 2% dapat mengurangi iritasi. Senyawa Sulfur. Hanya dipakai untuk mengobati Pitiriasis versikolor. Biasanya berupa cairan natrium tiosulfat 20% atau selenium sulfit 2,5%. Keuntungan obat ini murah dan praktis pemakaiannya tetapi dapat mengiritasi kulit terutama pada wajah dan kelamin, serta baunya tidak enak. Pemakaiannya dengan dioleskan1/4-1/2 jam sebelum mandi 7

setiap hari selama 5-7 hari.

Asam Undesilinat Kurang iritatif dibanding dengan kedua obat di atas. Biasanya terdapat dalam bentuk campuran dengan garamnya, misalnya salep Undecyl. Cukup efektif untuk Dermatofita tapi tidak untuk Kandida. Siklopiroksilamin Merupakan antijamur generasi baru yang efektif terhadap Dermatofita maupun Kandida. Tersedia dalam bentuk krim dan losio dengan konsentrasi 1%.

Imidazol. Merupakan antijamur spektrum luas yang kerjanya menghambat sintesis ergosterol pada membran sel. Yang termasuk golongan imidazol yaitu: klotrimasol, mikonasol, ekonasol, ketokonasol dll. Tersedia dalam bentuk bedak, krim dan losio. Angka kesembuhan untuk pemakaian golongan ini berkisar antara 60-100% dengan lama pengobatan antara 3-4 minggu dan pemakaian 2 kali sehari. Alilamin. Bekerja sebagai inhibitor sintesis ergosterol melalui hambatan epoksidase skualen dari sel jamur. Golongan ini sangat baik untuk semua Dermatofita tetapi kurang untuk Kandida. Termasuk golongan ini adalah naftifin dan terbenafin. 3. ANTIBIOTIK Pemakaian antibiotik topikal biasanya atas indikasi infeksi-infeksi pioderma primer dengan luas terbatas seperti impetigo, ektima, folikulitis atau furunkel maupun infeksi bakterial sekunder. Dalam memilih jenis antibiotika yang tepat harus dipertimbangkan faktor sensitivitas kuman terhadap antibiotik dan faktor biaya. Pada infeksi kulit yang luas pemakaian antibiotika topikal saja tidak cukup, 8

harus bersamaan dengan antibiotika sistemik. Berbagai macam antibiotika yang tersedia dan sering digunakan yaitu: Tetrasiklin. Golongan obat ini bersifat bakteriostatik dengan spektrum luas terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif, aerob dan anaerob. Golongan ini sekarang tak lagi diindikasikan pada infeksi oleh Streptokokus maupun Stafilokokus karena sering dijumpai resistensi. Tersedia dalam bentuk salep yang mengandung tetrasiklin 3%, klortetrasiklin 3% dan oksitetrasiklin 3%. Neomisin. Merupakan golongan aminoglikosida yang aktif terhadap beberapa kuman Gram positif seperti Stafilokokus aureus, H.influensa, E.coli, Proteus dan hanya sedikit efektif untuk Streptokokus. Sedangkan Pseudomonas biasanya resisten. Kebanyakan neomisin terdapat dalam bentuk kombinasi dengan antibiotika lain, antijamur atau kortikosteroid. Di beberapa negara neomisin dilaporkan banyak menyebabkan alergi kontak.

Gentamisin. Termasuk golongan aminoglikosida . Mempunyai aktivitas bakterisid terhadap kuman Gram negatif dan beberapa Gram positif. Digunakan secara topikal karena efektif terhadap Pseudomonas tetapi tidak efektif untuk Streptokokus sehingga kurang baik untuk Impetigo. Tersedia dalam bentuk salep dan krim dengan konsentrasi 0,1%. Basitrasin. Bersifat bakterisid hanya terhadap kuman Gram positif seperti Stafilokokus, Streptokokus dan Corynbacterium. Umumnya tersedia dalam bentuk kombinasi dengan neomisin dan polimiksin-B sulfat dalam konsentrasi 4-6%. Kombinasi dengan neomisin relatif aman dan dianggap rasional karena masingmasing bekerja secara sinergis. Digunakan pada ektima, impetigo dan folikulitis dengan dosis 3-4 kali sehari dan sebelum tidur. Silver sulfadiazine. Merupakan hasil reaksi antara silver nitrat dengan sodium 9

sulfadiazine. Obat ini efektif terhadap bakteri-bakteri Gram positif dan Gram negatif dan biasanya digunakan sebagai profilaksi atau terapi pada luka bakar. Tersedia dalam bentuk krim yang mengandung silver sulvadiazine 1%. Asam fusidat. Mempunyai spektrum aktivitas antibakteri yang sempit. Sangat efektif terhadap Stafilokokus aureus, termasuk galur penghasil penisilinase, juga terhadap bakteri Gram positif, anaerob dan aerob. Tersedia dalam bentuk salep dan krim Natrium fusidat dengan konsentrasi 2%. Mupirosin. Merupakan antibiotika topikal baru, sangat efektif terhadap Stafilokokus dan sebagian Streptokokus. Digunakan terutama pada impetigo, folikulitis, ekzema infektif, luka bakar atau ulkus kruris. Tersedia dalam bentuk salep dengan konsentrasi 1-3%. 4. ANTISEPTIK Sebenarnya indikasi pemakaian antiseptik lebih banyak ditujukan untuk mencegah terjadinya infeksi pada kulit, seperti tindakan-tindakan preoperatif, mengurangi infeksi nosokomial selama perawatan dan perawatan luka bakar. Namun sering kita lihat terjadi pemakaian antiseptik yang tidak semestinya misalnya penggunaan pada semua penyakit atau kelainan kulit yang sebenarnya tidak perlu. Ada beberapa antiseptik a.l: sabun , rivanol, kalium permanganat, povidon iodin dan alkohol. Sabun antiseptik. Selain sebagai pembersih sabun mempunyai sifat antiseptik ringan. Sabun bayi dan anak biasanya mengandung alkali yang lebih lemah sehingga mengurangi iritasi. Untuk memperoleh sifat antibakteri yang lebih besar beberapa sabun menambahkan bahan bersifat antiseptik seperti triklorokarbonilid atau tribromosalisilanida. Sayangnya kedua bahan tersebut menyebabkan sensitisasi sehingga harus waspada dalam penggunaannya. Rivanol. Merupakan serbuk berwarna kuning yang larut dalam air. Biasanya 10

digunakan sebagai kompres luka atau lesi yang eksudatif dalam larutan 0,5-1%.

Kalium permanganat. Selain sebagai antiseptik larutan kalium permanganat mempunyai sifat sebagai oksidator sehingga baik untuk membersihkan luka yang kotor. Digunakan dalam konsentrasi 1:10000, dalam bentuk kristal yang dilarutkan dalam air, yang akan memberikan warna merah jambu . Povidon iodin. Merupakan kompleks yodium dengan polivinyl pyrolidon. Bahan ini lebih disenangi karena tidak toksik dan tidak iritatif, walaupun pada beberapa orang dapat timbul alergi. Selain pada kulit dapat juga digunakan untuk selaput lendir jalan lahir. Tersedia dalam konsentrasi 1-10% dalam bentuk salep dan solosio. Alkohol. Biasanya dipakai etilalkohol atau isopropilalkohol. Sifat antiseptiknya paling besar pada konsentrasi 70%. Penggunaannya hanya dioleskan atau kompres. Pada luka sayat tidak dianjurkan karena dapat terjadi presipitasi protein jaringan sehingga akan membentuk massa bergumpal yang memungkinkan bakteri lebih mudah tumbuh. Selain itu penggunaan alkohol pada luka sayat akan menimbulkan rasa pedih dan panas. 5. ANTIPRURITUS Preparat ini merupakan obat simtomatik, digunakan hanya untuk mengurangi gejala, bukan untuk menyembuhkan. Banyak keluhan gatal yang bersumber tidak jelas sehingga memerlukan pengobatan simtomatik. Beberapa preparat antigatal yaitu: kalamin, urea, phenol, mentol dan kamfor serta antihistamin. Kalamin. Merupkan kombinasi dari seng oksida dan ferri oksida. Biasanya terdapat dalam bentuk bedak, bedak kocok, krim serta salep. Urea. Dapat bekerja sebagai antigatal karena efek hidrasi kulit dan emolient. Digunakan pada konsentrasi 2-10% pada basis krim. Sebaiknya digunakan pada kulit 11

yang utuh karena dapat menyebabkan rasa panas atau terbakar.

Fenol, mentol dan kamfor. Merupakan derivat fraksi oleoresin dari tumbuhtumbuhan. Penggunaannya dengan konsentrasi 0,5-1% yang ditambahkan pada lotio atau krim dan berefek sebagai pendingin. Bila konsentrasi lebih dari 2% dapat berakibat iritasi dan nekrosis lokal, terutama bila dipakai pada kulit yang tidak utuh. Antihistamin. Walaupun antihistamin topikal tersedia dalam bentuk krim, namun perlu diingat bahwa antihistamin merupakan bahan pemeka atau sensitizer yang poten sehingga menyebabkan dermatitis kontak alergi. Oleh karena itu tidak dianjurkan penggunaannya dalam klinik.

12

You might also like