You are on page 1of 10

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Broiler
Ayam broiler adalah galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki
karakteristik ekonomis dengan cirri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil
daging, masa panen pendek dan menghasilkan daging berserat lunak, timbunan
daging baik, dada lebih besar dan kulit licin (North and Bell, 1990). Menurut Rasyaf
(1999) ayam broiler merupaakan ayam pedaging yang mengalami pertumbuhan pesat
pada umur 1 – 5 minggu. Selanjutnya dijelaskan bahwa ayam broiler yang berumur 6
minggu sudah sama besarnya dengan ayam kampung dewasa yang dipelihara selama
8 bulan. Keunggulan ayam broiler tersebut didukung oleh sifat genetic dan keadaan
lingkungan yang meliputi makanan, temperature lingkungan dan pemeliharaan. Pada
umumnya di Indonasia ayam broiler sudah dipasarkan pada umur 5- 6 minggu dengan
berat 1,3 – 1,6 kg walaupun laju pertumbuhannya belum maksimum, karena ayam
broiler yang sudah berat sulit dijual (Rasyaf, 1999).
Menurut Mountney (1983) ayam broiler yang baik adalah ayam yang cepat
tumbuh dengan warna bulu putih, tidak terdapat warna-warna gelap pada karkasnya,
memiliki konfirmasi dan ukuran tubuh yang seragam. Ayam broiler akan tumbuh
optimal pada temperature lingkungan 19 – 210C (Soeharsono, 1976).

Konsumsi Ransum
Ternak akan dapat mencapai tingkat penampilan produksi tertinggi sesuai
dengan potensi genetiknya bila memperolh zat-zat makanan yang dibutuhkannya. Zat
makanan tersebut diperoleh ternak dengan jalan mengkonsumsi sejumlah makanan
(Sutardi,1980). Menurut Maynard and Loosly (1962) tujuan ternak mengkonsumsi
ransom adalah untuk hidup, bertumbuh dan berproduksi.
Konsumsi adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh hewan bila
diberikan secara ad libitum. (Parakkasi, 1999). Sedangkan menurut Tillman et al.
(1991) konsumsi diperhitungkan dari jumlah makanan yang dimakan oleh ternak,
dimana zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi
kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi hewan tersebut.
Palatabilitas juga merupakan factor yang menentukan tingkat konsumsi
ransom pada ternak. Menurut Church (1979) palatabilitas dipengaruhi oleh bentuk,
bau, rasa tekstur, dan suhu makanan yang diberikan. Ewing (1963) menambahkan
bahwa ayam lebih menyukai bahan –bahan makanan yang berwarna cerah.
Unggas mengkonsumsi ransom kira-kira setara dengan 5% dari bobot badan
(Wiradisastra, 1986). Menurut Wahju (19970 konsumsi ransom ayam jantan lebih
besar daripada ayam betina. NRC (1994) menyebutkan bahwa rataan konsumsi
ransom ayam broiler yang dipelihara selama 4 minggu adalah 1616 gr untuk jantan
dan 1490 gr untuk betina.

Konsumsi Air
Air merupakan senyawa penting dalam kehidupaan. Dua per tiga bagian tubuh
hewan adalah air dengan berbagai peranan untuk kehidupan (Parakkasi, 1999).
Menurut Scott et al. (1982) , air mempunyai fungsi sebagai berikut : (1) zat dasar dari
darah, cairan interseluler dan intraseluler yang bekerja aktif dalam transformasi zat-
zat makanan, (2) penting dalam mengatur suhu tubuh karena air mempunyais sifat
menguap dan specific heat, (3) membantu mempertahankan homeostatis dengan ikut
dalam reaksi dan perubahan fisiologis yang mengontrol pH, tekanan osmotis,
konsentrasi elektrolit.
Kandungan air dalam tubuh anak ayam berumur satu minggu adalah 85%
pada umur 42 minggu. Kehilangan air tubuh 10% dapat menyebabkan keruskan yang
sangat hebat dan kehilangan air tubuh 29% akan menyebabkan kematian (Wahju,
1997).
Pada ayam broiler konsumsi air minum erat hubungannya dengan bobot badan
dan konsumsi ransum. Menurut Ensminger et al (1990) pada umumnya ayam
mengkonsumsi air minum dua kali dari bobot pakan yang dikonsumsi. Konsumsi air
minum juga akan meningkatkan pada saat ayam pada temperatur lingkungan yang
tinggi. (May and Lott, 1992). Menurut NRC (1994) konsumsi air minum bertambah
sekitar 7% setiap peningkatan suhu 10C diatas suhu 210C.
Konsumsi Air Minum Ayam Broiler Tiap Minggu Pada Umur Yang Berbeda
Umur (Minggu) Konsumsi (ml/ekor)
1 225
2 480
3 725
4 10000
5 1250
6 1500
7 1750
8 20000
Sumber : NRC (1994)

Pertumbuhan
Salah satu hal penting dalam menentukan produksi ternak adalah dengan
mengetahui pertumbuhannya. Pertumbuhan merupakan suatu proses yang sangat
kompleks yang meliputi pertambahan bobot hidup dan pertumbuhan secara merata
dan serentak (Maynard et al., 1979). Sedangkan menurut Anggorodi (1980)
pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan dalam bentuk dan jaringan seperti
urat daging, tulang, jantung, otak, dan semua jaringan tubuh lainnya.
Pertambahan bobot badan diperoleh melalui pengukuran kenaikan bobot
badan dengan melakukan pertimbangan berulang-ulang dalam waktu tiap hari, tiap
minggu atau tiap bulan (Tillman et al., 19910. kecepatan pertumbuhan mempunyai
variasi yng cukup besar, keaddan inibergantung pda tipe ayam, jenis kelamin, galur,
tata laksana, temperatur lingkungan, tempat ayam tersebut dipelihara serta kualitas
dan kuantitas makanan (Anggorodi, 1980). Scott et al (1982) menyatakan bahwa
dalam keaddan normal ayam jantan tumbuh lebih cepat dari pada ayam betina.
Keseimbngan zat-zat nutrisi terutama imbangan energi dan protein penting
karena nyata mempengaruhi pertumbuhan (Scott et al., 1982). Menurut Siregar et l
(9182) dan Wahju (1997) kualitas dari bahan-bahan makanan yang dipergunakan
untuk membuat ransum serta keserasiasn komposisi silai gizi yang sesuai dengan
kebutuhan untuk pertumbuhan merupakan dua hal yang penting dalam menentukan
puncak performan ayam broiler.
Pada umumnya semua ternak unggas, khususnya ayam broiler termasuk
golongan yang memiliki pertumbuhan cepat. Scott et al. (1982) berpendapat bahwa
poertumbuhan ayam pedaging sengat cepat dan pertumbuhan dimulai sejak menetas
sampai umur 8 minggu, setelah itu kecepatan pertumbuhan akan menurun.
Pertumbuhan sangat erat hubungannya dengan konsumsi, dan diperkirakan
63% dari penurunan pertumbuhan disebabkan karena menurunnya konsumsi ransum
dari ayam (Daghir, 1998). Leeson dan Summer (1991) menjelaskan bahwa temperatur
tinggi dan saat ayam dalam keadaan stress, pertumbuhannya akan menurun karena
konsumsi ransumnya menurun.

Konversi Ransum
Konversi ransum merupakan suatu ukuran yang dapat digunkan untuk menilai
efisiensi penggunaan ransum serta kualitas ransum. Konversi ransum adalah
perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot
badan dalam jangka waktu tertentu (North, 1984). Rasyaf (1992) menyatakan bahwa
salah satu ukuran efisiensi adalah dengan membandingkan antara jumlah ransum
yang diberikan (input) dengan hasil yang diperole baik itu daging atau telur (output).
Nilai suatu ransum selain ditentukan oleh nilai konsumsi ransum dan tingkat
pertumbuhan bobot badan juga ditentukan oleh tingkat konversi ransum, dimana
konversi ransum menggambarkan banyaknya jumlah ransum yang digunakan untuk
pertumbuhannya (Wiradisastra, 1986). Semakin rendah angka konversi ransum
berarti kualitas ransum semaikin baik. Anggorodi (1980) menyatakan bahwa nilai
konversi ransum dapat dipenuhi oleh beberapa factor, diantaranya adalah suhu
lingkungan, laju perjalanan ransum melalui alat pencernaan, bentuk fisik, dan
konsumsi ransum.
Nilai konversi ransum berhubungan dengan biaya produksi, khususnya biaya
ransum, karena semakin tinggi konversi ransum maka biaya ransum akan meningkat
karena jumlah ransum yang dikonsumsi untuk menghasilkan bobot badan dalam
jangka waktu tertentu semakin tinggi. Nilai konversi ransum ransum yang tinggi
menunjukkan jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menaikkan bobot badan
semakin meningkat dan efisiensi ransum semakin rendah (Card and Nesheim, 1972)

Mortalitas
Mortalitas atau angka kematian yaitu angka yang menunjukkan jumlah ayam
yang mati selama pemeliharaan. Mortalitas merupakan factor penting dan harus
diperhatikan dalam suatu usaha pengembangan peternakan ayam. Menurut Togatorop
et al. (1981) tingkat kematian ayam banyak terjadi pada minggu-minggu pertama
pemeliharaan dan sangat ditentukan oleh kondisi anak ayam pada saat penetasan
sampai pemeliharaan ayam.
Tingkat mortalitas dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya bobot badan,
bangasa, tipe ayam, iklim, kebersihan lingkungan, sanitasi peralatan dan
kandang,penyakit (North, 1984), serta suhu lingkungan (Sugiaarti, 1981).
Usaha-usaha dan pemberantasan penyakit yang dilaksanakan secara teratur
pada suatu peternakan ayam akan menguntungkan peternak, karena dapat mengurangi
tingkat kematian. Menurut Clayton (1967) tingkat kematian sebesar 5% tidak terlalu7
mempengaruhi biaya produksi, tetapi untuk kematian sebesar 20 30% pengaruhnya
besar sekali terhadap biaya produksi. Selanjutnya salah satu untuk menekan angka
kematian adalah dengan memilih bibit ayam yang bermutu baik.
MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan di Kandang C, Cikabayan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor. Waktu pelaksanaannya mulai dari tanggal 3 April 2005 - …
Mei 2005.

MATERI
Ternak
Praktikum ini menggunakan 50 ekor ayam yang sebelumnya telah berumur 1
hari.
Ransum
Bahan pakan yang digunakan adalah ransum starter dan ransum grower. ……
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………..

Kandang dan perlengkapan


Kandang yang digunkan adalah kandang jenis litter yang beralaskan sekam,
dengan ukuran 3m x 3m sebanyak I unit. Dalam satu kandang berisi 50 ekor ayam
Peralatan lainnya yang digunakan adalah lampu (penerang dan pemanas) 15
watt, wing band, tempat pakan dan tempat air minum, timbangan (untuk mengetahui
berat ayam per ekor).

Vaksin dan Obat-obatan


Pencegahan penyakit Newcasttle Disease (ND), dilakukan dengan vaksinasi.
Pemberian vaksin ND diberikan 2 kali yaiotu pada umur 4 hari dengan menggunakan
vaksin ND strain hitchner B1 melalui tetes mata dan pada umur 21 hari
menggunakan vaksin lasota melalui air minum. Sedangkan pada saat umur 2 minggu
diberi vaksin gumboro melalui air minum untuk mencegah penyakit gumboro. Dan
obat-obatan yang digunakan adalah vitamin antistress (Vitachicks)

METODE
Persiapan kandang
Sebelum kandang digunakan, seminggu sebelumnya kandang tersebut
dibersihkan dan di suci hamakan dengan cara disemprot disinfektan, lalu kandang
tersebut diberi litter/sekam, dan tempat makan dan air minum dibersihkan, serta
dipasangkan lampu sebagai penerangan/pemanas dan dipasangkan juga tirai.

Persiapan kedatangan DOC


Hal-hal yang perlu dipersiapkan ketika DOC akan datang
- Koran sebagai alat penutup sekam
- Seng untuk mempersempit ruangan agar hangat
- Mempersiapkan air gula untuk diberikan pada DOC yang baru datang.
TINJAUAN PUSTAKA

Anggorodi, R. 1980. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka


Utama. Jakarta
Card, L. E. and M. C. Nesheim. 1972. Poultry Production. 11th Ed. Lea and
Febiger. Philadelphia. California.
Church, D. C. 1979. Livestock Feed and Feeding. Durhan and Cowney, Inc.
Portland. Oregon.
Clayton, E. S. 1967. The economics of The Poultry Industry. Longmans.
Green and Co. Ltd. London.
Dewi, G. A. M. K. 1998. Studi pemanfaatan asam lemak sawit sebagai pakan
ternak ayam. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Paertanian
Bogor. Bogor.
Ewing, W. R. 1963. Poultry Nutrition. 5thEd. The Ray Ewing Company,
Publisher. Division of Hoffman Rocche Inc. Pasadena. Cal;ifornia.
Gillespie, J..M. 1992. Modern Livestock and Poultry Production. 4thEd.
Delmar Publisher Inc. Canada.
Lesson, S. and J. D. Summers 1991. Commercial Poultry Nutrition.
University Books. Guelph. Canada.
May, J. and B. D. Lott. 1992. Feed and water consumption patterns of broiler
at high environmental temperatures. Poultry Science 71 : 331 – 336.
Maynard, L. A., J. K. Loosly, H. F. Hinzt and R. G. Warner. 1979. Animal
NButrition. 7thEd. Lea and Febiger. Philadelphia. USA.
Murtidjo, B. A. 1987. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius. Yogyakarta.
NRC. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9thEd. National Academy of
Sciencxe. Washington DC.
North, M. O. and D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Product Manual. 4th
Ed. Van Nostrand Reinhold. New York.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.
Rakhmawati, U. 2002. Pengaruh penambahan supernatant jamur the
kambucha (Cembuya orientalis) dalam ransum dan air minum terhadap
performans ayam broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Rasyaf, M. 1999. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan Keemp[at Belas. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Scott, M. L., M. C. Nesheim and R. J. Young. 1982. Nutrition of The Chicken.
3rd Ed. M. L. Scott and Associate. Ithaca. New York.
Siregar, A. P., N. Sabrani dan S. Pramu. 1982. Teknik Beternak Ayam
Pedaging di Indonesia. Margie Group. Jakarta.
Skinner, J.T., Amy L. Izat and Park W. Waldroub. 1991. Research Note ;
Fumaric acid enhances performance of broiler chickens., Poultry
Science 70 : 1444-1466.
Soeharsono. 1976. Responns broiler terhadap berbagai kondisi lingkungan.
Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana. Universitas Padjadjaran. Bandung.
Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Jilid 1. Ilmu Nutrisi dan Makanan
Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tillman, A. D., H., Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S.
Lebdosoekodjo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Kelima.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Toelihere, M. R. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa.
Bandung.
Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah
Tropis. Gadjah Mada University. Yogyakarta.

You might also like