You are on page 1of 34

PROPOSAL TESIS PEMANFAATAN AGENS HAYATI DALAM MENGINDUKSI KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT KUTILA PADA TANAMAN NILAM (Pogostemon

cablin Benth.)

OLEH A S D A R G2A1 011 010

PROGRAM STUDI AGRONOMI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2013

HALAMAN PENGESAHAN Judul Penelitian : Pemanfaatan Agens Hayati Dalam Menginduksi

Ketahanan Terhadap Penyakit Kutil pada Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth). Nama Mahasiswa Nomor Stambuk Program Studi :ASDAR : G2A1 011 010 : Agronomi

Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Gusnawati H.S., SP, MP NIP.

Dr. Ir. Muhammad Taufik, M.Si NIP.

Mengetahui, Ketua Program Studi Agronomi,

Dr. Ir. Gusti Ayu K. Sutariati, M. Si NIP. 19690606 199303 2 001

ii

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii KATA PENGANTAR ................................................................................ iv DAFTAR ISI .............................................................................................. v I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................. 1 B. Tujuan dan Manfaat .......................................................................... 3 C. Rumusan Masalah ............................................................................ 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Nilam ................................................................................ 5 B. Penyakit Kutil................................................................................... 7 1. Organisme Penyebab Penyakit Kutil.............................................. 7 2. Ekobiologi Penyakit Kutil.............................................................. 8 3. Status Pengendalian Penyakit Kutil................................................ 11 C. Agens Hayati.................................................................................... 13 1. Tricoderma spp.............................................................................. 13 2. Mikoriza........................................................................................ 14 3. Rizobakteri .................................................................................... 16 D. Kerangka Pikir ................................................................................. 17 E. Hipotesis........................................................................................... 19 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat ......................................................................... 20 B. Bahan dan Alat ................................................................................ 20 C. Rancangan Penelitian ....................................................................... 20 D. Prosedur Penelitian........................................................................... 21 E. Pengamatan ..................................................................................... 24 F. Analisis Data .................................................................................... 25 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 26

iii

KATA PENGANTAR Puji Syukur Senantiasa penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Penelitian ini dengan judul Pemanfaatan Agens Hayati Dalam Menginduksi Ketahanan Terhadap Penyakit Kutil pada Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth). Penulisan Proposal Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat dan tahapan dalam proses penyelesaian program Starata Satu (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhamadiah Kendari. Proposal ini merupakan sebuah karya yang tidak mungkin terselesaikan sesuai pada waktunya tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, MS selaku Rektor Universitas Haluoleo Kendari sekaligus pimpinan dalam universitas 2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. La Rianda, MS selaku Direktur Pascasarjana Universitas Haluoleo. 3. Ibu Dr. Ir. Gusti Ayu K. Sutariati, M.Si Selaku Ketua Program Studi Agonomi Universitas Haluoleo. 4. Ibu Dr. Gusnawati H.S., SP, MP selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan proposal ini. 5. Bapak Dr. Ir. Muhammad Taufik, M.Si selaku dosen Pembimbing II yang telah turut serta dalam meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan proposal ini.

iv

6. Pegawai Administrasi dalam lingkup Program Pascasarjana yang telah mendukung penulis dalam mengukuti pendidikan 7. Rekan-Rekan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, dan olehnya itu penulis ucapaknya terima kasih yang sebesar-besarnya. 8. Keluargaku tercinta yang selalu memberikan dukungan baik moral maupun moril olehnya itu penulis persembahkan karya tulis ini.

Kendari,

Januari 2013

Penulis

vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam baik hayati maupun nonhayati. Sumberdaya alam hayati terlihat dengan melimpahnya macam-macam jenis flora yang tersebar di berbagai wilayah di seluruh pelosok tanah air. Dari sumberdaya hayati ini selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri dan bahan perdagangan yang menghasilkan devisa Negara serta pendorong pertumbuhan ekonomi negara. Selain terkenal rempahrempahnya, Indonesia juga terkenal dengan minyak dengan atsirinya. Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.) adalah salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang merupakan bahan baku penting dalam industri wewangian dan kosmetika dengan berbagai keunggulan seperti: (a) sukar menguap dibanding dengan minyak atsiri lainnya, (b) sukar tercuci, (c) dapat larut dalam alkohol, dan (d) dapat dicampur dengan minyak eteris lainnya. Karena sifat-sifat inilah minyak nilam dipakai sebagai fiksatif (pengikat bau/aroma) untuk industry wewangian (Rahma dan Mitarlis 2005). Selain tersebut di atas, minyak nilam dapat dimanfaatkan sebagai antiseptik, anti jamur, anti jerawat dan kulit pecah-pecah. Bahkan dapat juga membantu mengurangi kegelisahan dan depresi, atau membantu penderita insomonia (gangguan susah tidur). Karena itu, minyak ini sering dipakai untuk bahan terapi aroma. Tanaman nilam berasal dari daerah Cina bagian Selatan sampai perbatasan Asia Tenggara dan diduga tersebar ke Indonesia melalui Filipina, dengan penghasil utama di propinsi Nangroe Ace Darusalam (NAD), Sumatera,

Bengkulu, Jawa dan hingga saat ini telah banyak dibudidayakan di walayah Sulawesi Tenggara seperti Kabupaten Kolaka Utara, Kolaka, Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara dan Kota Kendari. Seperti halnya dengan tanaman budidaya lainnya, nilam juga rentan terhadap gangguan organisme penganggu tanaman (OPT) baik berupa hama maupun penyakit yang merupakan kendala yang banyak di jumpai disentra pertanaman nilam. Salah satu penyakit yang menyerang pertanaman nilam yakni penyakit kutila atau penyakit karat palsu (Kusanta, 2005) yang disebabkan oleh cendawan Synchytrium pogostemonis dengan gejala spesifik berupa tonjolan pada daun, batang dan ranting berwarna coklat kehitaman, daun menggulung dan tanaman menjadi kerdil (Sumardiyono et al.,2008) serta gejala ini mulai terlihat pada tanaman yang berumur dua bulan setelah tanam. Penyakit ini merupakan salah satu kendala utama pengembangan nilam di Indonesia yang secara ekonomi sangat merugikan petani, karena produksi menurun secara drastic dan telah banyak dijumpai hampir di semua daerah pengembangan nilam termasuk Propinsi Sulawesi Tenggara yang berawal dari Kabupaten Kolaka Utara. Umumnya upaya pengendalian terhadap hama dan penyakit tanaman masih mengandalkan penggunaan pestisida sebagai upaya pengendalian utama. Kenyataannya menunjukkan bahwa upaya pengendalian dengan menggunakan senyawa kimia bukan merupakan alternative yang terbaik, karena sifat racun yang terdapat dalam senyawa tersebut dapat meracuni manusia, ternak piaraan, serangga penyerbuk, musuh alami, tanaman, serta lingkungan yang dapat

menimbulkan polusi bahkan pemakaian dosis yang tidak tepat biasa membuat hama dan penyakit menjadi resisten. Pengendalian biologi (hayati) merupakan pengedalian yang dianggap dapat diterapkan tanpa harus memberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan dan sekitarnya. Pemanfaatan agens hayati seperti Tricoderma spp, Mikoriza dan Rizobakteri, memungkinkan dapat menekan aktivitas dari penyakit kutil pada tanaman nilam dengan menginduksi ketahanan tanaman terhadap infeksi dari penyakit kutil ini. Agens-agens hayati tersebut telah lama diketahui dapat digunakan untuk mengendalikan beberapa jenis patogen pada tanaman, baik itu jamur, bakteri maupun virus. Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pemanfaatan Agens Hayati Dalam Menginduksi Ketahanan Terhadap Penyakit Kutil pada Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth)

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan oleh agens hayati dalam menginduksi ketahanan tanaman nilam terhadap penyakit kutil. Manfaat dari penelitian ini diharapkan sebagai bahan informasi baru bagi petani dan masyarakat dalam teknik pengendalian penyakit kutil sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

C. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah dengan pemanfaatan beberapa agens hayati pada tanaman nilam dapat menekan penyebaran serangan penyakit kutil? 2. Kombinasi agens hayati manakah yang dapat mengendalikan penyakit kutil yang disebabkan oleh Synchytrium pogostemonis pada nilam?

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth.) Tanaman nilam merupakan tanaman perdu yang berakar serabut dengan bentuk daunnya agak membulat lonjong dan pada bagian bawah daun dan Tanaman ini memiliki umur tumbuh yang cukup

rantingnya berbulu halus.

panjang, yaitu sekitar tiga tahun, panen pertama dapat dilakukan pada umur 180 hari sesudah tanam atau berkisar 6-7 bulan setelah tanam dan seterusnya dalam kurun waktu 2-3 bulan (Mauludi dan Asman, 2005). Umunya tanaman nilam dipanen daunnya untuk disuling, tetapi selain daun, batang, ranting dan akar juga dapat diambil untuk disuling namun kandungan minyak yang dimilikinya relatif lebih sedikit. Menurut Guenther (1952) dalam Nuryani (2006) sistematika nilam adalah sebagai berikut: Devisi Klas Ordo Famili Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Lamiales : Labiateae : Pogostemon : - Pogostemon cablin Benth (Nilam Aceh) - Pogostermon heyneatus Benth (Nilam Jawa) - Pogostemon hortensis Backer (Nilam Jawa) Nilam termasuk tanaman yang mudah tumbuh seperti herba lainnya. Tanaman ini memerlukan suhu yang panas dan lembab. Tanaman nilam tumbuh

dan berproduksi dengan baik pada ketinggian sampai 700 m dpl (Nuryani, 2006). Mauludi dan Asman (2005) menyebutkan tanaman nilam dapat tumbuh pada ketinggian 10 1200 m dpl. Lebih lanjut disebutkan nilam dapat tumbuh pada segala jenis tanah, akan tetapi tumbuh lebih baik pada tanah yang gembur dan banyak mengandung humus, bertekstur lempung sampai liat berpasir, pH 5-5,7. Selain itu nilam juga memerlukan curah hujan yang merata. Tanaman nilam adalah tanaman penghasil minyak atsiri, oleh sebab itu produksi, kadar dan mutu minyak serta sifat ketahanan terhadap penyakit merupakan faktor penting yang dapat dipergunakan untuk menentukan keunggulan suatu varietas. Banyak faktor yang mempengaruhi kadar dan mutu minyak nilam, antara lain, genetik, budidaya, lingkungan, panen dan pasca panen (Nuryani, 2006). Komponen dalam minyak nilam adalah patchouly alkohol, patchouly camphor, eugenol, benzaldehyde, cinnamic aldehyde, dan cadinene. Namun yang utama adalah patchouly alkohol (30%). Kegunaan yang utama adalah untuk

keperluan industri wewangian, kosmetik, dsb. Selain itu dapat juga digunakan sebagai fiksatif atau pengikat bahan-bahan pewangi lain. Selain digunakan dalam bentuk minyak, daun nilam juga berguna untuk bahan pelembab kulit, menghilangkan bau badan, dan gatal-gatal pada kulit (Rukmana 2004). Minyak nilam mempunyai banyak keunggulan. Selain bermanfaat bagi berbagai ragam kebutuhan industri, masa panen tanaman nilam relatif singkat dan mempunyai jangka waktu hidup cukup lama. Proses pemeliharaan dan pengendalian tanaman relatif mudah dan potensi pasarnya sudah jelas. Pola perdagangan minyak nilam tidak terkena kuota ekspor dan sampai saat ini belum

ditemukan bahan sintesis atau bahan pengganti yang dapat menyamai manfaat minyak nilam ini. Oleh sebab itu, kondisi dan potensi minyak nilam tersebut merupakan basic power. Bila dikaitkan dengan suatu perencanaan pengelolaan (Nugroho 2008).

B. Penyakit Kutil 1. Organisme Penyebab Penyakit Kutil (Synshytrium pogostemonis) Pengetahuan mengenai jenis organism penyebab merupakan tahap awal dalam keberhasilan suatu pengendalian, karena menentukan tindakan yang seharusnya dilakukan, baik jenis pestisida yang sesuai, maupun cara budidaya yang efektif untuk menekan kejadian penyakit berdasarkan sifat eko-biologi dari organisme penyebab. Pada awalnya virus atau mikoplasma diduga sebagai penyebab utama penyakit Kutil pada tanaman nilam. Hasil pengamatan beberapa contoh tanaman nilam sakit menunjukkan gejala kutil pada permukaan daun, petiole dan batang tanaman nilam, serta adanya tunas yang pertumbuhannya terhambat pada beberapa contoh tanaman nilam yang diperoleh dari berbagai lokasi. Struktur reproduksi cendawan Synchytrium berupa spora berdinding tebal, berwarna oranye, konsisten ditemukan pada semua contoh tanaman yang sakit (Wahyuno et al., 2007). Berdasarkan adanya kesamaan gejala yang timbul di tanaman nilam sakit dengan hasil inokulasi (penularan) buatan, membuktikan bahwa Synchytrium merupakan cendawan penyebab penyakit Kutil pada tanaman nilam di Indonesia (Wahyuno, 2009).

Synchytrium termasuk dalam kelompok Chytridiales, bersifat obligat parasit khususnya pada kelompok angiospermae, yang dicirikan dengan adanya struktur reproduksi seksual yang dominan berupa sorus (yang di dalamnya terdapat sporangium) yang berkelompok (James et al., 2006). Salah satu karakteristik dari Synchytrium adalah kisaran inangnya yang sempit, sehingga jarang ditemukan satu spesies Synchytrium menyerang berbagai spesies tanaman dari berbagai famili yang berbeda. Berdasarkan deskripsi morfologi Synchytrium yang disampaikan oleh Dayal dalam Wahyuno (2010), spesies Synchytrium yang terdapat di Indonesia termasuk Synchytrium pogostemonis. Thornton (2002) yang melakukan inventarisasi jenis dan penyebaran Synchytrium di seluruh dunia menunjukkan bahwa S. pogostemonis merupakan satu-satunya spesies yang menyerang tanaman nilam (P. cablin). S. pogostemonis sebarannya terbatas hanya di Asia Selatan hingga Asia Tenggara di daerah Pogostemon banyak dibudidayakan (Thornton, 2002).

2. Ekobiologi Penyakit Kutil Jamur Synchytrium bersifat obligat parasit, yaitu hanya dapat tumbuh dan berkembang di jaringan tanaman yang masih hidup. Di jaringan tanaman yang telah mati dan mengalami nekrosa Synchytrium tidak akan aktif, tetapi tetap hidup, bertahan dengan membentuk spora berdinding tebal. Secara teori rotasi tanaman akan memotong siklus hidup Synchytrium di suatu lokasi penanaman nilam.

Selain karakteristik tersebut di atas, sebagian besar struktur bertahan Synchytrium juga merupakan struktur reproduksi yang dapat bertahan di dalam jaringan tanaman yang telah diserangnya. Pada tanaman nilam, spora berdinding tebal tersebut terdapat di dalam kutil yang terdapat pada daun, tangkai daun (petiole) dan batang, tetapi kutil tidak ditemukan pada perakaran nilam (Wahyuno dan Sukamto, 2010). Kutil yang terbentuk mengindikasikan terjadinya pertambahan jumlah sel (hiperplasia) dan ukuran sel (hipertrofi) tanaman sebagai reaksi dari tanaman akibat senyawa yang dikeluarkan oleh Synchytrium selama infeksi (Karling dalam Wahyuno, 2010). Adanya spora berdinding tebal menyebabkan S. pogostemonis dapat bertahan hidup dalam bentuk stadia istirahat, dan akan aktif kembali dengan melepaskan spora (zoospora) saat kondisi lingkungan menguntungkan, misalnya kelembaban tanah yang tinggi mendukung untuk perkembangbiakan S. pogostemonis. Daya tahan S. pogostemonis di dalam jaringan tanaman di tanah, sampai saat ini belum diketahui. Sebagai perbandingan, Synchytrium

endobioticum yang menyebabkan kudis pada umbi kentang juga mempunyai spora yang berdinding tebal dan dapat bertahan di dalam jaringan tanaman kentang yang telah terserang selama lebih dari 20 tahun (EPPO, 1999). Spora yang dilepas dari sporangium merupakan spora aktif (zoospora) yang dilengkapi dengan flagela untuk berenang dilapisan air yang menempel pada partikel tanah untuk menuju ke tanaman nilam. Penularan buatan yang dilakukan dengan media air menyebabkan terjadi infeksi yang lebih besar dibanding dengan media tanah yang basah pada setek nilam (Wahyuno, 2009).

Awal infeksi diduga terjadi pada bagian tanaman yang berbatasan dengan permukaan tanah, yang ditandai dengan terbentuknya kutil pada bagian tersebut. Di lapang, gejala awal pada suatu lahan sering dimulai dari tunas-tunas yang tumbuh di dekat permukaan tanah. Selanjutnya kutil yang terbentuk cenderung berkembang menuju atas dibanding ke bagian batang tanaman yang terdapat di dalam tanah. Struktur jaringan yang lebih tua dan keras diduga sebagai salah satu sebab kutil bergerak ke atas (Wahyuno dan Sukamto, 2010). Pucuk nilam yang masih muda yang keluar dari permukaan tanah merupakan salah satu jalan bagi S. pogostemonis untuk masuk ke dalam jaringan tanaman (Wahyuno dan Sukamto, 2010). Di lapang, cara yang paling mudah untuk mendeteksi adanya serangan S.pogostemonis sejak awal adalah mengamati ada tidaknya gejala pemendekan tunas (roset) (Wahyuno dan Sukamto, 2010), kerdil maupun adanya kutil pada daun dari tunas-tunas nilam yang baru keluar dari tanah (Wahyuno,2009). Hal yang sama juga dilaporkan oleh Karami et al. (2009) ahwa daun wing bean (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC.) yang muda peka terhadap Synchytrium psophocarpi, dan kutil berwarna oranye biasanya terkumpul di sepanjang tulang daun, yang menimbulkan gejala daun keriting. Serangan yang berat dengan banyak kutil pada permukaan jaringan tanaman nilam jarang ditandai dengan adanya kematian jaringan (nekrosa). Tidak adanya jaringan yang mati dan kutil yang terbentuk memerlukan waktu 4 minggu merupakan salah satu sebab serangan S.pogostemonis tidak mudah dikenal pada tahap awal (Wahyuno, 2009). Organisme yang hanya memparasit jaringan tanaman masih hidup saja, mempunyai ciri tidak akan mematikan jaringan

10

tanaman inang dengan segera. Synchytrium memparasit jaringan tanaman untuk mendapatkan nutrisi yang diperoleh dari tanaman, yang digunakan untuk tumbuh dan bereproduksi dengan membentuk sporangium (kantung spora). Tanaman yang terparasit tidak segera mati tetapi tumbuh tidak normal dan akhirnya mati. Pada tanaman kentang, adanya varietas yang mampu menunjukkan nekrosa pada jaringan yang terinfeksi dimasukkan dalam kategori tahan terhadap S. endobioticum (EPPO, 2004). Kematian jaringan (nekrosa) akan menghambat penyebaran Synchytrium dari satu sel ke sel lainnya yang terjadi di dalam tanaman.

3. Status Pengendalian Penyakit Kutil Tidak banyak pustaka yang menulis tema Synchytrium pada tanaman nilam. Apabila melihat peran Indonesia yang dominan dalam memenuhi pasar minyak nilam di dunia, maka sebagian besar sumber pustaka yang berkaitan dengan budidaya nilam seharusnya datang dari Indonesia. Usaha penanggulangan penyakit kutil telah dimulai dengan identifikasi dan pengamatan struktur bertahan Synchytrium pada tanaman nilam sakit yang diperoleh dari berbagai lokasi (Wahyuno et al., 2007); penularan secara buatan untuk memperkuat pembuktian bahwa S. pogostemonis merupakan organism penyebab penyakit Kutil pada tanaman nilam di Indonesia (Wahyuno, 2009). Synchytrium masuk ke dalam bagian tanaman dengan cara menginfeksi jaringan yang masih muda. Melindungi bagian tanaman yang rentan dari kontak langsung dengan sumber inokulum merupakan salah satu cara mengurangi terjadi infeksi oleh Synchytrium.

11

Pengujian dengan cara menanam setek nilam dalam tabung untuk menghindari terjadinya kontak langsung antara setek dengan zoospora yang terdapat di permukaan tanah telah dilakukan, tetapi pengujian lanjutan masih diperlukan untuk mendapatkan ukuran tabung yang optimal bagi pertumbuhan akar nilam (Wahyuno, 2009). Sifat spesifikasi inang yang tinggi dapat digunakan sebagai cara pengendalian yang efisien apabila tersedia varietas nilam yang tahan. Hasil penggujian untuk mengetahui tingkat ketahanan beberapa varietas nilam yang telah dilepas dari kelompok nilam Aceh (P. cablin), serta ketahanan nilam varietas Girilaya dari kelompok nilam Jawa (P. heyneanus) terhadap Synchytrium telah dilakukan (Wahyuno dan Sukamto, 2010). Tiga varietas nilam kelompok nilam Aceh yang dilepas, yaitu, Lhokseumawe, Sidikalang dan Tapak Tuan tidak ada yang tahan terhadap S. pogostemonis, sedang varietas Girilaya dari kelompok nilam Jawa merupakan varietas yang tahan pada pengujian di laboratorium dan rumah kaca (Gambar 3) (Wahyuno dan Sukamto, 2010). Nilam Aceh merupakan jenis yang banyak dibudidayakan karena kandungan minyaknya lebih tinggi daripada nilam Jawa. Pengendalian secara kimia pernah dilakukan terhadap S. pogostemonis pada tanaman nilam. Kusanta et al. (2005) menggunakan beberapa jenis fungisida dengan bahan aktif benomyl, mancozeb dan triadimefon di lapang, dengan target sumber inokulum yang terdapat di tunas atau daun yang telah terinfeksi. Hasil penelitian menunjukkan benomyl lebih efektif dibanding mancozeb dan triadimefon (Kusanta et al., 2005). Pengujian penggunaan pembera tanah guna

12

meminimalkan inokulum yang terdapat di dalam tanah dengan kombinasi perlakuan berupa fungisida dan penambahan dolomit masih dalam evaluasi. S. pogostemonis juga telah dilaporkan keberadaannya pada tanaman nilam di India. Saran pengendalian yang dianjurkan di India adalah dengan melakukan eradikasi (memusnahkan tanaman yang sakit), sanitasi (membuang sisa-sisa tanaman yang ada), dan mengaplikasikan fungisida (Anonymous, 2007). Mencampurkan fungisida dengan bahan aktif ridomil saat penyiraman dapat menurunkan serangan Synchytrium pada nilam di India sedangkan untuk pencegahan dilakukan dengan aplikasi bubur Bordeaux yang dicampur dengan tembaga sulfat 10 sampai 15 hari sebelum tanam (Anonymous, 2007).

C. Agens Hayati 1. Tricoderma spp Trichoderma sp. merupakan jamur imperfektif (tak sempurna) dengan ciriciri konidiofor tegak, bercabang banyak, agak berbentuk kerucut, dapat klamidospora, pada umumnya koloni dalam biakan tumbuh dengan cepat, berwarna putih sampai hijau (Baker dan Cook,1983 dalam Tandion, H., 2008). Selanjutnya jamur Trichoderma spp. digunakan sebagai jamur atau cendawan antagonis yang mampu menghambat perkembangan patogen melalui proses

mikroparasitisme, antibiosis, dan kompetisi (Rifai, et. al., 1996). Cendawan Trichoderma sp. dapat dijumpai pada hampir semua jenis

tanah dan pada berbagai habitat jamur ini dapat berkembang dengan baik dengan cepat pada daerah perakaran. Disamping itu Trichoderma sp. merupakan jamur pasif yang dapat menyerang dan mengambil nutrisi dari jamur lain. Peranan
13

Trichoderma sp. yang mampu menyerang jamur lain, namun sekaligus berkembang dengan baik pada daerah perakaran menjadi keberadaan jamur ini dapat berperan sebagai biocontrol dan memperbaiki pertumbuhan tanaman. Beberapa spesies Trichoderma sp. seperti T. viridea, T. harzianum, telah diteliti peranannya sebagai biocontrol Aspergillus nidulans yang mampu berkembang biak degan cepat dalam membentuk filamen-filamen jamur baik dalam media cair maupun media padat dan berbagai kandungan nutrisi (Setyawati et al.,2003). Potensi jamur Trichoderma spp. sebagai jamur antagonis yang bersifat preventif terhadap serangan penyakit diyakini dapat mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Disamping karakternya sebagai antagonis diketahui pula bahwa Trichoderm spp. juga berfungsi sebagai decomposer dalam pembuatan pupuk organik. Aplikasi jamur Trichoderma spp. Pada pembibitan tanaman guna mengantisipasi serangan OPT sedini mungkin.

2. Mikoriza Mikoriza merupakan salah satu tipe cendawan yang termasuk ke dalam kelas Zygomycetes, dengan ordo Glomales yang mempanyai sub ordo, yaitu Gigasporineae dan Glomineae. Gigasporoneae dengan famili Gigasporaceae mempunyai 2 genus, yaitu Gigaspora sp dan Scutellospora. Glomineae mempunyai 4 famili Glomineae dengan genus Glomus dan Sclerocystis, famili Aculosporaceae dengan genus Acaulospora dan Enteosphospora, Paraglomaceae dengan genus Archaeospora (Delvian,2005). Mikoriza dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok meliputi :

14

a. Ektomikoriza yakni mempunyai sifat antara lain akar yang terkena infeksi membesar, bercabang, rambut-rambut akar tidak ada, hifa menjorok ke luar dan berfungsi sebagai alat efektif dalam menyerap unsur hara dan air, hifa tidak masuk ke dalam sel tetapi berkembang didalam dinding-dinding sel jaringan korteks. b. Endomikoriza yakni memiliki sifat-sifat antara lain akar yang tidak terinfeksi membesar, lapisan hifa pada permukaan akar tipis, hifa masuk kedalam individu sel jaringan korteks, adanya bentukkan khusus yang berbentuk oval yang disebet vesikula (vesikel) dan sistem percabangan hifa yang dichotomous disebut arbuscules (arbuskula). c. Ektondomikoriza yakni bentuk antara (intermendiet) kedua mikoriza yang lain. Ciri-cirinya antara lain adanya selubung akar yang tipis berupa jaringan hartiq, hifa dapat menginfeksi dinding sel korteks dan juga sel-sel korteknya. Penyebaran terbatas dalam tanah-tanah hutan sehingga pengetahuan tentang hutan mikoriza tipe ini sangat terbatas (Brundrett et al., 1996). Imas dalam Nildayanti, 2011 mengemukakan bahwa mikoriza dapat berfungsi sebagai pelindung terhadap infeksi patogen akar dengan mekanisme sebagai berikut: (1) adanya selaput hifa (mantel) dapat berfungsi sebagai barier masuknya patogen, (2) mikoriza menggunakan hampir semua kelebihan karbohidrat dan eksudat lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok untuk patogen, (3) akar tanaman yang sudah diinfeksi fungi mikoriza, tidak dapat diinfeksi oleh fungi patogen yang menunjukkan adanya kompetisi.

15

Umumnya mikoriza sangat berperan dalam pertumbuhan tanaman sebab mikoriza mampu menyerap hara baik makro ataupun mikro. Selain itu akar yang mempunyai mikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan yang tidak tersedia bagi tanaman. Hifa eksternal pada mikoriza dapat menyerap unsur fosfat dari dalam tanah, dan segera diubah menjadi senyawa polifosfat. Arbuskula adalah sturktur hifa yang bercabang-cabang seperti pohon-pohon kecil yang mirip haustorium (membentuk pola dikotom), berfungsi sebagai tempat pertukaran nutrisi antara tanaman inang dan jamur (Dewi, 2007). Struktur ini mulai terbantuk 2-3 hari setelah infeksi, diawali dengan penetrasi cabang hifa lateral yang dibentuk oleh hifa ekstraseluler dan intraseluler kedalam dinding sel inang. 3. Rizobakteri Rizobakteri yaitu bakteri yang hidup di rizosfir tanaman dan mengalami interaksi yang intensif dengan akar tanaman maupun tanah. Kesehatan biologis suatu tanah akan banyak ditentukan oleh dominasi rizobakteri ini atas mikroorganisme patogen sehingga tanaman mendapatkan manfaat yang optimal dari keberadaan rizobakteri non pathogen (Regina dan Tualar, 2004). Rizobakteri merupakan salah satu kelompok bakteri menguntungkan yang secara agresif mengkolonisasi rizofer (lapisan tanah tipis 1-2 mm di sekitar zona perakaran). Berbagai jenis bakteri yang paling bayak diidentifikasi sebagai rizobakteri yaitu berasal dari kelompok garam-negatif jumlah strain paling banyak dari genus pseudomonas dan beberapa dari genus serratia. Selain kedua genus tersebut, dilaporkan antara lain genus Azotobacter, Azospirilium, actobakter, dan bacillus (Kloepper, 1993).

16

Secara umum, fungsi RPTT dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dibagi dalam tiga kategori, yaitu: (i) sebagai pemacu/perangsang pertumbuhan (biostimulants) dengan mensintesis dan mengatur konsentrasi berbagai zat pengatur tumbuh (fitohormon) seperti asam indol asetat (AIA), giberellin, sitokinin, dan etilen dalam lingkungan akar; (ii) sebagai penyedia hara (biofertilizers) dengan menambat N2 dari udara secara asimbiosis dan melarutkan hara P yang terikat di dalam tanah; dan (iii) sebagai pengendali patogen berasal dari tanah (bioprotectants) dengan cara menghasilkan berbagai senyawa atau metabolit anti patogen seperti siderophore, -1,3-glukanase, kitinase, antibiotik, dan sianida (Tenuta, 2006; Cattelan et al., 1999; Kloepper, 1993). Penggunaan rizobakteri sebagai alternatif biofungisida pengendali penyakit merupakan salah satu langkah untuk menyiasati penggunaan fungisida sintetik pada saat ini. Penggunaan rizobakteri sebagai agen hayati biofungsida memiliki beberapa keunggulan yang diantaranya selain mampu mengendalikan cendawan patogen didalam tanah, ternyata juga mampu menstimulasi

pertumbuhan tanaman dengan mensekresikan hormon pertumbuhan seperti IAA (auksin) dan sitokinin serta Lebih ramah lingkungan, karena agen biofungisida yang digunakan merupakan jasad hidup yang berasal dari tanah (Paul, 2007). D. Kerangka Pikir Sebagai pengasil minyak atsiri yang dikenal dengan sebutan patchouli oil, tanaman nilam banyak diperlukan dalam industri parfum, kosmetik dan obatobatan. Tanaman nilam telah tersebar luas di Indonesia sehingga tanaman nilam menjadi komoditas ekspor yang banyak diminati oleh pelosok dunia.

17

Seiring dengan perkembangan nilam di Indonesia nampaknya memiliki kendala dalam hal ini serangan penyakit kutil yang disebabkan oleh synsytrium pogostemon cablin sehingga menyebabkan penurunan kuantitas dari minyak atsiri yang dihasilkan, oleh karena itu perlu dilakukan pengujian yang berkaitan dengan hal tersebut.

Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.)

Infeksi Penyakit Kutil (Synchytrium pogostemon)

Teknik pengendalian yang tepat belum ditemukan

Pemanfaatan agens hayati

Trichoderma sp.

Mikoriza

Rizobakteri

Perlu suatu kajian penelitian untuk mengetahui keefektifan dalam mengendalikan penyakit

18

E. Hipotesis Hipotesis yang dapat dikemukakan pada penelitian ini yakni sebagai berikut: 1. Pemanfaatan beberapa agens hayati dapat menekan intensitas serangan kutil pada tanaman nilam 2. Minimal terdapat satu kombinasi agens hayati yang dapat mengendalikan penyakit kutil pada tanaman nilam?

19

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan selama tiga bulan yakni mulai bulan Maret hingga Mei 2013, yang bertempat di Laboratorium Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan serta rumah kasa Faperta Unhalu.

B. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah tanaman nilam sebagai sumber inokulum, biakan agens hayati (Trichoderma sp., Mikoriza dan Rizobakteri), media tanah, polybag, plastic sampel dan lain-lain, sedangkan alat yang digunakan diantaranya adalah pacul, gunting, alat tulis menulis, timbangan, mortar dan alu, alat penyiram, alat sterilisasi, dan kamera. C. Rancangan Penelitian Penelitian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL), yang terdiri atas 9 perlakuan yaitu sebagai berikut: K0 = Tanpa perlakuan (Kontrol) K1 = Tanpa agens hayati K2 = Mikoriza K3 = Rizobakteri K4 = Trichoderma sp. K5 = Mikoriza + Rizobakteri K6 = Mikoriza + Trichoderma sp. K7 = Rizobakteri + Trichoderma sp. K8 = Mikoriza + Rizobakteri + Trichoderma sp.

20

Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga total unit penelitian adalah 27 unit. Dalam setiap unit penelitian terdapat 3 tanaman sampel (ulangan) sehingga secara keseluruhan terdapat 81 tanaman sampel.

D. Prosedur Penelitian 1. Pengambilan sampel di lapangan Pengambilan sampel tanaman diperoleh dari tanaman nilam yang terinfeksi penyakit S. pogostemonis yang berada di kebun nilam petani di Kabupaten Kolaka Utara yang menjadi sentra penyebaran penyakit tersebut. Isolat jamur pathogen diambil pada bagian cabang dan daun yang terinfeksi penyakit tersebut yang selanjutnya dipotong-potong terlebih dahulu kemudian dicuci dengan menggunakan aquades.

2. Persiapan media tanam dan tanaman uji Media tanam yang akan digunakan berupa tanah dan pupuk kandang kemudian dicampur terlebih dahulu lalu dimasukan ke dalam polibag berukuran 20 x 30 cm dengan perbandingan 1 volum pupuk kandang dengan 2 volume tanah. Polibag yang telah diisi siap digunakan sebagai media tanam. Stek nilam dapat diambil dari cabang pangkal, tengah dan pucuk tanaman nilam yang masih muda. Setelah itu dipotong-potong dengan panjang sekitar 1523 cm atau 3-5 mata tunas. Untuk mengurangi penguapan, maka daun yang ada pada stek dihilangkan. Stek kemudian ditanam pada polibag yang telah berisi

21

media tanam sedalam 10 cm. Polibag yang berisi stek kemudian diletakkan dalam rumah kasa dengan jarak antar polibag sekitar 5 cm.

3. Persiapan agens hayati dan aplikasi ke media tanam o Trichoderma sp. Isolat Trichoderma sp. diperoleh dari koleksi Laboratorium Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan. Miselium Trichoderma sp. dipanen dari media padat yang berumur satu minggu dan disuspensikan ke dalam aquadest steril (5 g/100 ml). Suspensi Trichoderma sp. selanjutnya diinokulasikan ke dalam media beras yang telah dikukus dan disterilkan untuk perbanyakan massal. Aplikasi Trichoderma sp. pada media tanam dilakukan dengan cara mencampurkan 1 kg media Trichoderma sp. dengan 12 kg media tanam sebelum media tanam dimasukkan ke dalam polibag. o Rizobakteri Isolat rizobakteri yang berasal dari stok penyimpanan Laboratorium Unit IHPT ditumbuhkan pada media TSA dalam cawan petri dan diinkubasi selama 2 x 24 jam. Bakteri tersebut disuspensikan ke dalam air steril sebanyak 1 ose per 10 ml yang diperkirakan setara dengan 109-1010 cfu/ml. Formulasi rizobakteri dibuat dengan mencampurkan bahan formulasi berupa gambut dan lempung halus yang telah disterilkan dengan perbandingan 3:2, kemudian dilakukan pencampuran suspensi rizobakteri sebanyak 100 ml/1 kg bahan formulasi. Formulasi tersebut diberikan pada media tanam dengan cara mencampur 10 gram formulasi

22

rizobakteri dengan media tanam dalam setiap polibag sebelum dilakukan penanaman stek.

o Mikoriza Isolat mikoriza yang digunakan adalah isolat dari hasil pengembangan Laboratorium Kehutanan IPB Bogor yang terdiri atas mikoriza genus Gigaspora, Glomus, Acaulospora dan Scutellospora. Aplikasi mikoriza diberikan pada media tanam dengan cara memasukkan 5 g isolat mikoriza pada lubang-lubang yang telah dibuat di sekitar stek tanaman nilam. 4. Inokulasi Penyakit S. pogostemonis virus secara mekanis Cabang dan daun nilam yang terinfeksi oleh penyakit S. pogostemonis kemudian di potong-potong dan direndam kedalam 100 ml aquades steril selama 24 jam untuk mendapatkan suspense jamur pathogen kemudian diinokulasikan pada batang dan daun tanaman nilam yang sehat.

5. Pemeliharaan Pemeliharaan dilakukan dengan cara mengatur kelembaban yaitu dilakukannya penyiraman dua kali sehari pada waktu pagi dan sore atau sesuai kebutuhan. Penyiangan dengan cara mencabut gulma pengganggu tanaman bila ada. Pengendalian hama dilakukan secara manual dengan mengambil dan mematikan hama yang ditemukan pada tanaman.

23

E. Pengamatan Parameter yang akan diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tinggi Tanaman Tinggi tanaman diukur setelah aplikasi penyakit S. pogostemonis pada tanaman uji, yang diamati setiap minggunya hingga akhir penelitian 2. Jumlah Daun Jumlah daun tanaman dihitung setiap minggunya setelah dilakukan aplikasi S. pogostemonis pada tanaman uji. 3. Masa Inkubasi Masa inkubasi ditandai dengan waktu munculnya gejala dan bentuk gejala yang pertama kali muncul pada tanam uji yang diamati setiap hari sejak aplikasi penyakit S. pogostemonis. 4. Persentase Tanaman Bergejala Persentase tanaman bergejala dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Habibah, 2012): Persentase Tanaman Bergejala= Jumlah tanaman bergejala x 100% Jumlah tanaman yang diamati

5. Intensitas Serangan Intensitas serangan penyakit dinyatakan berdasarkan skor penyakit sebagai berikut (Kusnanta, 2005) : Skor 0 1 2 3 Intensitas Serangan Bagian tanaman yang terserang 0% sehat Bagian tanaman terserang 1-25% serangan ringan Bagian tanaman terserang 51-75% serangan berat Bagian tanaman terserang > 75% gejala sangat berat.

24

Intensitas serangan penyakit dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Intensitas Serangan = Dimana : (n x v) x 100% N x Z

n = Jumlah tanaman dari setiap kategori serangan v = Nilai skor dari setiap kategori serangan N = Jumlah tanaman yang diamati Z = Nilai skor dari kategori serangan tertinggi (Nurmansyah, 2010) : F. Analisis Data Data yang sifatnya kualitatif seperti bentuk gejala disusun ke dalam tabel dan dianalisis secara deskriptif, sedangkan data yang sifatnya kuantitatif disusun ke dalam tabel dan dilakukan analisis ragam (uji F) pada taraf kepercayaan 95% dan jika hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncans Multiple Range Test).

25

DAFTAR PUSTAKA Anonymous, 2007. Handbook on Medicinal and Aromatic Plants. http//www.assamagribusiness. NEDFI

Abdullahi, L., M. Koerler, H. Stachewis and S. Winter, 2005. The 185 rDNA of Synchytrium endobioticum and its Utility in Microrrays for The Simulatenous Detection of Fungal and Viral Phatogens of Potato. Appl. Microbia Biotechnlogy. 68:368:375. Brundrett MC, Boughar N, Dell R, Grove R, Malajczuk N., 1996. Working with Mycorrrhiza in Forest and Agriculture. Wimbley: CSIRO Center for Mediterranean Agriculture Research. Cattelan, A.J., P.G. Hartel, and J.J. Fuhrmann. 1999. Screening for plant growthpromoting rhizobacteria to promote early soybean growth. Soil Sci. Soc. Am. J. 63: 1.670-1.680. EPPO, 1999. Synchytrium endobiotikum. EPPO Quarantine Pest. Prepared By CABI and EPPO For The EU. 1-5 pp. EPPO, 2004. EPPO Standarts. Diagnostic Protocols For Regulated Pests. EPPO Buletin 34:213-218. James, T.Y., P.M. Letcher, J.E. Longcore, S.E Mozley-Standridge, D. Porter, M.J. Powell, G.W. Griffith and R. Vilgalys, 2006. A Moleculer Phylogeny of The Flagellated fungin (Chytridiomycota) and Description of New Phylum (Blastocladiomycrota). Mycologia. 98:860-871. Karami, A., Z.A.M. Ahmad dan K. Sijam, 2009. Morphological Characteristics and Phatogenicity of Synchytrium psophocarpi (Rac.) Gaumann Associated With False Rust on Winged Bean. American J. of Applied Sciences. 11:1876-1879. Kusnanta, M.A., 2005. Identifikasi dan Pengendalian Penyakit Karat Palsu Pada Tanaman Nilam (Pogostemo cablin Benth) dengan fungisida. Tesis Pasca Sarjana. Universitas Gaja Mada, Yogyakarta. Kloepper, J.W. 1993. Plant growth promoting rhizobacteria as biological control agents. p. 255-274. In F.B. Meeting, Jr. (Ed.). Soil Microbial Ecology, Applications in Agricultural and Environmental Management. Marcel Dekker, Inc. New York.

26

Mauludi, L. dan Asman, A., 2005. Profil Investasi Pengusahaan Nilam. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Nildayanti, 2011. Peranan Bakteri Kininolitik dan Fungsi Mikoriza Arbuskular dalam Pengendalian Busuk Pangkal Batang Kelapa Sawit. Tesis Institut Pertanian Bogor. Nurmansyah, 2010. Pengaruh Penyakit Budok Terhadap Produksi Tanaman Nilam. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bul. Litro. Vol. 22 No. 1, 2011, 65-73. Sumatra Barat. Nuryani, Y., 2006. Budidaya Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth). Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Nuryani. Y, Emmyzar dan A. Wahyudi, 2007. Nilam. Perbenihan dan Budidaya Pendukung Varietas Unggul. Puslitbangbun, Badan Litbang Pertanian. 17 hlm. Jakarta. Nugroho A., 2008. Business plan. www.lontar.ui.ac.id/file pdf. Diakses pada tanggal 18 Agustus 2012 Oyen, L.P.A., 1999. Patchoil. (Eds) Oyen, L.P.A dan N.X. Dung. In PROSEA 19. Essential oil plants. Backhuys Pub. Leiden, The Netherlands. 19:151157. Rahma. I dan Mitarlis. 2005. Peningkatan Kadar Patchouli Alcohol Pada Minyak Nilam (Pogostemon cablin Benth) Dengan Metode Distilasi Fraksinasi Vakum. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya. Berk. Panel. Hayati 10 (123-127). Rifai, M., Mujim, S., dan Aeny, T.N., 1996. Pengaruh Lama Investasi Trichoderma viride Terhadap Intensitas Serangan Pythium sp. Pada Kedelai. Jurnal Penelitian Pertama VII : 8 : 20-25 Regina, H dan Tualar, S., 2004. Potensi Rizobakteri Azotobakter Dalam Meningkatkan Kesehatan Tanah. Jurnal Natur Indonesia. Laboratorium Biologi Tanah, Fakultas Ilmu Pertanian Universitas Padjajaran. Bandung. Rukmana R., 2004. Nilam: Prospek Agribisnis dan Teknik Budidaya. Penerbit Kanisius Yogyakarta.
27

Sumardiyono, C., Hartono, S dan Sukamto, 2008. Pengembangan Teknik Identifikasi dan Studi Epidemik Penyakit Budok pada Tanaman Nilam. Laporan Penelitian Tanaman Perkebunan. Kerjasama Balittro dan Universitas Gada Mada. 16 hal. Tenuta, M. 2006. Plant Growth Promoting Rhizobacteria: Prospect for increasing nutrient acquisition and disease control. Available: http://www.umanitoba.ca/afs/agronomists_conf/2003/pdf/tenuta_rhiz obacteria.pdf . [Accessed 22 July 2006]. Tandion, H., 2008. Pengaruh Jamur Antagonis Trichoderma harzianum dan Pupuk Organik Untuk Mengendalikan Patogen Tular Tanah Sclerotium roflsii acc. Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.) di Rumah Kasa. http://repository.usu.ac.id.pdf Akses 10 Agustus 2010 Thornton, H., 2002. Synchytrium Bio-Geography. www//SynchytriumBioGeography-edu Wahyuno, D., Sukamto, D. Manohara, A. Kusanta, C. Sumardiyono dan S. Hartono, 2007. Synchytrium a potential threat of patchouli in Indonesia. Proceeding International Seminar on Essential Oil. Jakarta92-99 hlm. Wahyuno, D., 2009. Synchytrium Penyebab Penyakit Budok pada Nilam (Pogostemon cablin). Prosiding Seminar Nasional dan Kongres Ilmiah PFI, Makassar. Wahyuno, D., 2010. Pengelolaan Perbenihan Nilam untuk Mencegah Penyebaran Penyakit Budok (Synchytrium pogostemonis). Balai Penelitian Tanaman dan Aromatik. Perspektif Vol. 9 No. 1 Juni 2010. Hlm 01-11 ISSN : 1412-8004. Wahyuno, D. dan Sukamto, 2010. Ketahan Pogostemon cablin dan Pogostemon heyneanus terhadap Synchytrium pogostemonis. J. Penelitian Tanaman Industri. 16 : 91-97.

28

You might also like