You are on page 1of 40

MAKALAH INTEGUMEN II Managemen Luka Bakar

DOSEN TUTORIAL: Ns.IMRAN, S.Kep OLEH KELOMPOK IV KELAS : 3 A / Semester V PRODI : SI REGULER ANDI MAULANA ARIS TRI WICAKSONO AYUNITA B DIAH FAURI YANI ETIK SUSILAWATI PUTRI RAHAYU TRI WULANDARI SITI HALWA BERRI HANDOKO M. ZAMRONNY NISWATUL JANNAH SUPARMANTO RIKA APRIANTI NURUL FAJRI WARIHARDI YUNDA ROHANINGSIH

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADYAH PONTIANAK TAHUN AKADEMIK 2012 / 2013

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb Puji serta syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkah dan limpahan karunia Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami ini masih jauh dari kesempurnaan, hal ini di sebabkan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki.Oleh karena itu, kritik dan saran serta masukan yang konstruktif sangat kami harapkan guna kesempurnaan di masa mendatang. Selama menyelesaikan makalah ini tidak terlepas pula dari bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak. Penghargaan dan ucapan serta haturan terima kasih pada dosen pembimbing mata kuliah yang bersangkutan ini dan teman teman yang telah mendukung dalam pembuatan makalah kami ini. Harapan kami semoga dengan adanya makalah ini, dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman teman semua.Namun, apabila terjadi kekeliruan di dalam pembuatan makalah ini, kami mohon maaf sebesar besarnya.Karena kami hanya manusia yang daif dan mempunyai banyak kekurangan. Wassalamualaikum Wr. Wb

Pontianak,2 Desember 2012

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar dapat dialami oleh siapa saja, dan dapat terjadi di mana saja baik di rumah, di tempat kerja bahkan di jalan atau di tempat-tempat lain. Anak-anak kecil dan orang tua merupakan populasi yang beresiko tinggi untuk mengalami luka bakar. Penyebab luka bakar pun bermacam-macam bisa berupa api, cairan panas, uap panas, bahan kimia, aliran listrik dan lain-lain. Luka bakar yang terjadi, akan menimbulkan kondisi kerusakan kulit selain itu juga dapat mempengaruhi berbagai sistem tubuh. Perawatan luka bakar disesuaikan dengan penyebab luka bakar, luas luka bakar dan bagian tubuh yang terkena. Luka bakar yang lebih luas dan dalam memerlukan perawatan lebih intensif dibandingkan dengan luka bakar yang hanya sedikit dan superfisial. Luka bakar yang terjadi karena tersiram air panas dengan luka bakar karena terkena zat kimia atau radiasi membutuhkan penanganan yang berbeda meskipun luas luka bakarnya sama. Luka bakar masih merupakan problema yang berat. Perawatan dan rehabilitasnya masih sukar dan memerlukan ketekunan serta biaya yang mahal, tenaga terlatih dan terampil. Mengingat banyaknya masalah dan komplikasi yang dapat dialami pasien, maka pasien luka bakar memerlukan penanganan yang serius.
B. Masalah

Rumusan masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah: 1) Jelaskan patofisiologi dari luka bakar ! 2) Jelaskan respon local dan luas dari luka bakar ! 3) Apa saja fase darurat/ resusitasi perawatan luka bakar ?
4) Bagaimana penatalaksanaan kehilangan cairan dan syok pada pasien dengan luka bakar ?

C. Tujuan

1) Dapat memberikan penjelasan mengenai patofisiologi luka bakar. 2) Dapat memberikan penjelasan mengenai respon local dan luas dari luka bakar. 3) Dapat menjelaskn fase darurat / resusitasi perawatan luka bakar. 4) Dapat memberikan penjelasan dari penatalaksanaan kehilangan cairan dan syok pada pasien dengan luka bakar. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. DEFINISI LUKA BAKAR Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam ( Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001 ). Luka bakar adalah luka yang dapat timbul akibat kulit terpajan ke suhu tinggi, syok listrik, atau bahan kimia ( Corwin, 2001 ). Luka oleh karena kontak dengan agen bersuhu tinggi, seperti api, air panas, listrik, bahan kimia radiasi, suhu sangat rendah ( Mansyoor, dkk, 2000 ). Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi ( Yefta Moenadjat, 2003 ). Cedera kulit oleh karena perpindahan energi dari sumber panas ke kulit ( Effendi, 1999; Smeltzer & Bare, 2002 ).
2. ETIOLOGI LUKA BAKAR

a) Air panas

b) Api
c) Listrik, petir, radiasi d) Bahan kimia ( sifat asam dan basa kuat )

e) Ledakan kompor, udara panas f) Ledakan ban. Bom g) Sinar matahari


h) Suhu yang sangat rendah ( frost bite )

3. KLASIFIKASI LUKA BAKAR Luka bakar dapat diklasifikasikan menurut dalamnya jaringan yang rusak dan disebut sebagai luka bakar superfisial partial thickness, deep partial thickness dan full thickness. Istilah deskriptif yang sesuai adalah luka bakar derajat-satu, -dua, -tiga. Kedalaman dan penyebab luka bakar Derajat satu ( superfisial ): tersengat matahari, terkena dengan intensitas rendah Derajat-dua (partialthickness): tersiram air Epidermis dermis Nyeri, Melepuh, dasar luka Kesembuhan berbintik-bintik dalam waktu minggu, epidermis 2-3 api Bagian kulit yang terkena Epidermis Kesemutan, hiperestesia (supersensivitas ), rasa mereda didinginkan jika Memerah, Gejala Penampilan luka Perjalanan kesembuhan menjadi Kesembuhan satu

putih ketika ditekan lengkap dalam minimal atau tanpa waktu minggu, terjadi pengelupasan kulit

nyeri edema

dan bagian hiperestesia, udara

sensitif terhadap merah, yang retak,

permukaan pembentukan

mendidih, terbakar nyala api oleh

dingin

luka basah, terdapat parut edema infeksi menjadi

dan dapat

depigmentasi, mengubahnya

Derajat-tiga (fullthickness): terbakar api, dalam yang tersengat listrik

Epidermis, keseluruhan

Tidak nyeri, (adanya

derajat-tiga terasa Kering, luka bakar Pembentukan syok, berwarna putih eskar, seperti bahan kulit diperlukan darah atau gosong, kulit pencangkokan lemak yang tampak, parut hilangnya kontur fungsi tangan ekstrenitas dapat terjadi serta kulit, atau sel dan

dermis dan hematuria

nyala kadangterkena kadang waktu subkutan lama, arus

dalam urin) dan retak dengan bagian , pembentukan kemungkinan pula darah terdapat masuk keluar luka listrik) (destruksi kemungkinan luka dan (pada bakar hemolisis terdapat edema merah),

cairan mendidih jaringan

hilangnya jari

GAMBAR LUKA BAKAR SESUAI DENGAN DERAJAT LUKA

Gambar luka bakar derajat I (superfisial)

Gambar luka bakar derajat II (partial-thickness)

gambar klasifikasi luka bakar

Gambar luka bakar III (Full thicknes )

4. RESPON LOKAL DAN LUAS LUKA BAKAR a) Respon lokal Pada luka bakar terjadi 2 respon: 1) Respon lokal 2) Respon sistemik Pada respon lokal terdapat 3 zona menurut Jackson:
1)

Zona koagulasi terjadi maksimum, (tidak dengan bisa bersifat kembali

kerusakan irreversibel meskipun adekuat)


2)

penanganan

Zona stasis terjadi penurunan aliran darah (pucat), bersifat

reversibel dengan penanganan adekuat

3)

Zona hiperemia terjadi penurunan perfusi, berwarna kemerahan,

sembuh meskipun tanpa penanganan.

b) Luas Luka Bakar 1) Perhitungan luas luka bakar antara lain berdasarkan Rule of Nine dari Wallace, yaitu : Kepala dan leher = 9 %
Ekstremitas atas = 2 x 9% (kiri dan kanan)

Paha dan betis kaki = 4 x 9% (kanan dan kiri) Dada, perut, bokong dan punggung = 4 x 9% Perineum dan genitalia = 1 % 2) Rumus tersebut tidak digunakan pada anak dan bayi karena luas relatif permukaan kepala anak lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Oleh karena

itu, digunakan rumus 10 untuk bayi dan rumus 10 15 20 dari Lund dan Browder untuk anak. a) Untuk anak : Kepala dan leher 15 % Bagian depan dan belakang masing masing 20 % Ekstremitas atas kanan dan kiri masing masing 10 % Ekstremitas bawah kanan dan kiri masing masing 15 %

b) Luasnya luka bakar:

rumus 10 untuk bayi rumus 10-15-20 untuk anak rumus 9 untuk orang dewasa c) Klasifikasi luka bakar Berat atau kritis bila : tangan Luka bakar disertai dengan trauma jalan nafas atau jaringan lunak Derajat 2 dengan luas > 25 % Derajat 3 dengan luas >10 % atau terdapat di muka, kaki, dan

luas atau fraktur Luka akibat listrik

Sedang bila : Derajat 2 dengan luas 15 25 % Derajat 3 dengan luas <10% kecuali muka , kaki dan tangan

Ringan bila : Derajat 2 dengan luas < 15 % Derajat 3 < 2 %

5. PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air, natrium, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyebabkan terjadinya edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi. Kehilangan cairan tubuh pada klien luka bakar dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: peningkatan mineralokortikoid (retensi air, natrium, klorida, ekskresi kalium), peningkatan permeabilitas pembuluh darah, perbedaan tekanan osmotik intra dan ekstra sel. Perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler melalui kebocoran kapiler yang mengakibatkan kehilangan Na, air dan protein plasma serta edema jaringan diikuti dengan; penurunan curah jantung, hemokonsentrasi sel darah merah, penurunan perfusi pada organ mayor, edema menyeluruh. Dengan menurunnya volume intravaskuler, maka aliran plasma ke ginjal dan GFR akan menurun yang mengakibatkan penurunan haluaran urine. Sepertiga dari klien-klien luka bakar akan mengalami masalah pulmoner yang berhubungan dengan luka bakar. Meskipun tidak terjadi cedera pulmoner, hipoksia (starvasi oksigen) dapat dijumpai. Pada luka bakar yang berat, konsumsi oksigen oleh jaringan tubuh klien akan meningkat dua kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan repon lokal. Cedera inhalasi merupakan penyebab utama kematian pada korban-korban kebakaran. Karbonmonoksida mungkin merupakan gas yang paling sering menyebabkan

cedera inhalasi karena gas ini merupakan produk sampingan pembakaran bahan-bahan organik. Efek patofisiologiknya adalah hipoksia jaringan yang terjadi ketika karbonmonoksida berikatan dengan hemoglobin untuk membentuk karboksihemoglobin. Respon umum yang biasa terjadi pada klien luka bakar >20% adalah penurunan aktivitas gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek repson hipovolemik dan neurologik serta respon endokrin terhadap adanya perlukaan luas. Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Semua tingkat respon imun akan dipengaruhi nsecara merugikan. Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal, perubahan kadar imunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil, dan penurunan jumlah limfosit ( limfositopenia ). Imunosupresi membuat klien luka bakar berisiko tinggi untuk mengalami sepsis. Hilangnya kulit juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh untuk mengatur suhunya. Karena itu klien-klien luka bakar dapat memperlihatkan suhu tubuh yang rendah dalam beberapa jam pertama pasca luka bakar, tetapi kemudian setelah keadaan hipermetabolisme menyetel kembali suhu inti tubuh, klien luka bakar akan mengalami hipertermi selama sebagian besar periode pasca luka bakar kendati tidak terdapat infeksi.

6. Fase Emergent/ Darurat (Resusitasi) Fase emergensi dimulai pada saat terjadinya injury dan diakhiri dengan membaiknya permeabilitas kapiler, yang biasanya terjadi pada 48-72 jam setelah injury. Tujuan utama pemulihan selama fase ini adalah untuk mencegah shock hipovolemik dan memelihara fungsi dari organ vital. Yang termasuk ke dalam fase emergensi adalah A. Perawatan sebelum di rumah sakit (pre-hospital care) Perawatan sebelum klien dibawa ke rumah sakit dimulai pada tempat kejadian luka bakar dan berakhir ketika sampai di institusi pelayanan emergensi. Pre-hospital care dimulai dengan memindahkan/menghindarkan klien dari sumber penyebab LB dan atau menghilangkan sumber panas

Petunjuk perawatan klien luka bakar sebelum di rumah sakit 1. Jauhkan penderita dari sumber LB Padamkan pakaian yang terbakar Hilangkan zat kimia penyebab LB Siram dengan air sebanyak-banyaknya bila karena zat kimia Matikan listrik atau buang sumber listrik dengan menggunakan objek yang kering dan tidak menghantarkan arus (nonconductive)

2. Kaji ABC (airway, breathing, circulation): Perhatikan jalan nafas (airway) Pastikan pernafasan (breathibg) adekwat Kaji sirkulasi 3. Kaji trauma yang lain 4. Pertahankan panas tubuh 5. Perhatikan kebutuhan untuk pemberian cairan intravena 6. Transportasi (segera kirim klien ka rumah sakit) B. Penanganan dibagian emergensi Perawatan di bagian emergensi merupakan kelanjutan dari tindakan yang telah diberikan pada waktu kejadian. Jika pengkajian dan atau penanganan yang dilakukan tidak adekuat, maka pre hospital care di berikan di bagian emergensi. Penanganan luka (debridemen dan pembalutan) tidaklah diutamakan bila ada masalah-masalah lain yang mengancam kehidupan klien, maka masalah inilah yang harus diutamakan 1. Penanganan Luka Bakar Ringan

Perawatan klien dengan LB ringan seringkali diberikan dengan pasien rawat jalan. Dalam membuat keputusan apakah klien dapat dipulangkan atau tidak adalah dengan memperhatiakn antara lain a. kemampuan klien untuk dapat menjalankan atau mengikuti intruksi-instruksi dan kemampuan dalam melakukan perawatan secara mandiri (self care) b.lingkungan rumah. Apabila klien mampu mengikuti instruksi dan perawatan diri serta lingkungan di rumah mendukung terjadinya pemulihan maka klien dapatdipulangkan.

Perawatan di bagian emergensi terhadap luka bakar minor meliputi :


a.

Managemen nyeri

Managemen nyeri seringkali dilakukan dengan pemberian dosis ringan morphine atau meperidine dibagian emergensi. Sedangkan analgetik oral diberikan untuk digunakan oleh pasien rawat jalan. b. Profilaksis tetanus

Petunjuk untuk pemberian profilaksis tetanus adalah sama pada penderita LB baik yang ringan maupun tipe injuri lainnya. Pada klien yang pernah mendapat imunisasi tetanus tetapi tidak dalam waktu 5 tahun terakhir dapat diberikan boster tetanus toxoid. Untuk klien yang tidak diimunisasi dengan tetanus human immune globulin dan karenanya harus diberikan tetanus toxoid yang pertama dari serangkaian pemberian imunisasi aktif dengan tetanus toxoid.
c.

Perawatan luka awal

Perawatan luka untuk LB ringan terdiri dari membersihkan luka (cleansing) yaitu debridemen jaringan yang mati; membuang zat-zat yang merusak (zat kimia, tar, dll); dan pemberian/penggunaan krim atau salep antimikroba topikal

dan balutan secara steril. Selain itu juga perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan tentang perawatan luka di rumah dan manifestasi klinis dari infeksi agar klien dapat segera mencari pertolongan. Pendidikan lain yang diperlukan adalah tentang pentingnya melakukan latihan ROM (range of motion) secara aktif untuk mempertahankan fungsi sendi agar tetap normal dan untuk menurunkan pembentukan edema dan kemungkinan terbentuknya scar. Dan perlunya evaluasi atau penanganan follow up juga harus dibicarakan dengan klien pada waktu itu. d. Pendidikan / penyuluhan kesehatan

Pendidikan tentang perawatan luka, pengobatan, komplikasi, pencegahan komplikasi, diet, berbagai fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat yang dapat di kunjungi jika memmerlukan bantuan dan informasi lain yang relevan perlu dilakukan agar klien dapat menolong dirinya sendiri.
2.

Penanganan Luka Bakar Berat.

Untuk klien dengan luka yang luas, maka penanganan pada bagian emergensi akan meliputi reevaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi ) dan trauma lain yang mungkin terjadi; resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang); pemasangan kateter urine; pemasangan nasogastric tube (NGT); pemeriksaan vital signs dan laboratorium; management nyeri; propilaksis tetanus; pengumpulan data; dan perawatan luka. Berikut adalah penjelasan dari tiap-tiap penanganan tersebut, yakni sebagai berikut.
a.

Reevaluasi jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi dan trauma lain yang

mungkin terjadi. Menilai kembali keadaan jalan nafas, kondisi pernafasan, dan sirkulasi unutk lebih memastikan ada tidaknya kegawatan dan untuk memastikan penanganan secara dini. Selain itu melakukan pengkajian ada tidaknya trauma lain yang menyertai cedera luka bakar seperti patah tulang, adanya perdarahan dan lainlain perlu dilakukan agar dapat dengan segera diketahui dan ditangani.

b.

Resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang)

Bagi klien dewasa dengan luka bakar lebih dari 15 %, maka resusitasi cairan intravena umumnya diperlukan. Pemberian intravena perifer dapat diberikan melaui kulit yang tidak terbakar pada bagian proximal dari ekstremitas yang terbakar. Sedangkan untuk klien yang mengalami luka bakar yang cukup luas atau pada klien dimana tempat-tempat untuk pemberian intravena perifer terbatas, maka dengan pemasangan kanul (cannulation) pada vena central (seperti subclavian, jugular internal atau eksternal, atau femoral) oleh dokter mungkin diperlukan. Luas atau persentasi luka bakar harus ditentukan dan kemudian dilanjutkan dengan resusitasi cairan. Periode resuscitasi dimulai dengan tindakan resusitasi cairan dan diakhiri bila integritas kapiler kembali mendekati keadaan normal dan perpindahan cairan yang banyak mengalami penurunan. Resusitasi cairan dimulai untuk meminimalkan efek yang merusak dari perpindahan cairan. Tujuan resuscitasi cairan adalah untuk mempertahankan ferfusi organ vital serta menghindari komlikasi terapi yangtidak adekuat atau berlebihan. Terdapat beberapa formula yang digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan seperti tampak dalam tabel diatas.Banyaknya/jumlah cairan yang pasti didasarkan pada berat badan klien dan luasnya injury luka bakar. Faktor lain yang menjadi pertimbangan meliputi adalah adanya inhalasi injuri, keterlambatan resusitasi awal, atau kerusakan jaringan yang lebih dalam. Faktor-faktor ini cenderung meningkatkan jumlah/banyaknya cairan intravena yang dibutuhkan untuk resusitasi adekuat di atas jumlah yang telah dihitung. Dengan pengecualian pada formula Evan dan Brooke, cairan yang mengandung colloid tidak diberikan selama periode ini karena perubahan-perubahan pada permeabilitas kapiler yang menyebabkan kebocoran cairan yang banyak mengandung protein kedalam ruang interstitial, sehingga meningkatkan pembentukan edema. Selama 24 jam kedua setelah luka bakar, larutan yang mengandung colloid dapat diberikan, dengan dextrose 5% dan air dalam jumlah yang bervariasi.

Sangat penting untuk diingat bahwa senmua formula resusitasi yang ada hanyalah sebagai alat bantu dan harus disesuaikan dengan respon fisiologis klien. Keberhasilan atau keadekuatan resusitasi cairan pada orang dewasa ditandai dengan stabilnya vital signs, adekuatnya output urine, dan nadi perifer yang dapat diraba

c.

Pemasangan kateter urine

Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengukur produksi urine setiap jam. Output urine merupakan indikator yang reliable untuk menentukan keadekuatan dari resusitasi cairan. d. Pemasangan nasogastric tube (NGT)

Pemasangan NGT bagi klien LB 20 % -25 % atau lebih perlu dilakukan untuk mencegah emesis dan mengurangi resiko terjadinya aspirasi. Disfungsi ganstrointestinal akibat dari ileus dapat terjadi umumnya pada klien tahap dini setelah luka bakar. Oleh karena itu semua pemberian cairan melalui oral harus dibatasi pada waktu itu. e. Pemeriksaan vital signs dan laboratorium

Vital signs merupakan informasi yang penting sebagai data tambahan untuk menentukan adekuat tidaknya resuscitasi. Pemeriksaan laboratorium dasar akan meliputi pemeriksaan gula darah, BUN (blood ures nitrogen), creatini, elektrolit serum, dan kadar hematokrit. Kadar gas darah arteri (analisa gas darah), COHb juga harus diperiksa, khususnya jika terdapat injuri inhalasi. Tes-tes laboratorium lainnya adalah pemeriksaan x-ray untuk mengetahui adanya fraktur atau trauma lainnya mungkin perlu dilakukan jika dibutuhkan. Monitoring EKG terus menerus haruslah dilakukan pada semua klien dengan LB berat, khususnya jika

disebabkan oleh karena listrik dengan voltase tinggi, atau pada klien yang mempunyai riwayat iskemia jantung atau dysrhythmia. f. Management nyeri

Penanganan nyeri dapat dicapai melalui pemberian obat narcotik intravena, seperti morphine. Pemberian melalui intramuskuler atai subcutan tidak dianjurkan karena absorbsi dari jaringan lunak tidak cukup baik selama periode ini bila hipovolemia dan perpindhan cairan yang banyak masih terjadi. Demikian juga pemberian obat-obatan untuk mengatasi secara oral tidak dianjurkan karena adanya disfungsi gastrointestial. g. Propilaksis tetanus

Propilaksis tetanus pada klien LB adalah sama, baik pada luka bakar berat maupun luka bakar yang ringan. h. Pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan tanggung jawab yang sangat penting bagi team yang berada di ruang emergensi. Kepada klien atau yang lainnya perlu ditanyakan tentang kejadian kecelakaan LB tersebut. Informasi yang diperlukan meliputi waktu injuri, tingkat kesadaran pada waktu kejadian, apakah ketika injuri terjadi klien berada di ruang tertutup atau terbuka, adakah truma lainya, dan bagaimana mekanisme injurinya. Jika klien terbakar karena zat kimia, tanyak tentang zat kimia apa yang menjadi penyebabnya, konsentrasinya, lamanya terpapar dan apakah dilakuak irigari segera setelah injuri. Sedangkan jika klien menderita LB karena elektrik, maka perlu ditanyakan tentang sumbernya, tipe arus dan voltagenya yang dapat digunakan untuk menentukan luasnya injuri. Informasi lain yang diperlukan adalah tentang riwayat kesehatan klien masa lalu seperti kesehatan umum klien. Informasi yang lebih khusus adalah berkaitan dengan penyakit-penyakit jantung, pulmoner, endokrin dan penyakit ginjal karena itu semua mempunyai implikasi terhadap treatment.

Disamping itu perlu pula diketahui tentang riwayat alergi klien, baik terhadap obat maupun yang lainnya. i. Perawatan luka

Luka yang mengenai sekeliling ekstremitas dan torak dapat mengganggu sirkulasi dan respirasi, oleh karena itu harus mendapat perhatian. Komplikasi ini lebih mudah terjadi selama resusitasi, bila cairan berpindah ke dalam jaringan interstitial berada pada puncaknya. Pada LB yang mengenai sekeliling ekstremitas, maka meninggikan bagian ekstremitas diatas jantung akan membantu menurunkan edema dependen; walaupun demikian gangguan sirkulasi masih dapat terjadi. Oleh karena pengkajian yang sering terhadap perfusi ekstremitas bagian distal sangatlah penting untuk dilakukan. Escharotomy merupakan tindakan yang tepat untuk masalah gangguan sirkulasi karena LB yang melingkari bagian tubuh. Seorang dokter melaukan insisi terhadap eschar yang akan mengurangi/menghilangkan konstriksi sirkulasi. Umumnya dilakukan ditempat tidur klien dan tanpa menggunakan anaetesi karena eschar tidak berdarah dan tidak nyeri. Namun jaringan yang masih hidup dibawah luka dapat berdarah. Jika perfusi jaringan adekuat tidak berhasil, maka dapat dilakukan fasciotomy. Prosedur ini adalah menginsisi fascia, yang dilakukan di ruang operasi dengan menggunakan anestesi. Demikian juga, escharotomy dapat dilakukan pada luka bakar yang mengenai torak untuk memperbaiki ventilasi. Setelah dilakukan tindakan escharotomy, maka perawat perlu melakukan monitoring terhadap perbaikan ventilasi. Perawatan luka dibagian emergensi terdiri-dari penutupan luka dengan sprei kering, bersih dan baju hangat untuk memelihara panas tubuh. Klien dengan luka bakar yang mengenai kepala dan wajah diletakan pada posisi kepala elevasi dan semua ekstremitas yang terbakar dengan menggunakan bantal sampai diatas permukaan jantung. Tindakan ini dapat membantu menurunkan pembentukan edema dependent. Untuk LB ringan kompresdingin dan steril dapat mengatasi nyeri. Kemudian dibawa menuju fasilitas kesehatan.

6. PENATALAKSANAAN KEHILANGAN CAIRAN DAN SYOK

Setelah menangani kesulitan pernapasan, kebutuhan yang paling mendesak adalah mencegah terjadinya syok irreversible dengan menggantikan cairan dan elektrolit yang hilang. Perubahan cairan dan Elektrolit Pada Fase Emergensi/Resusitasi dalam Perawatan Luka Bakar Fase Akumulasi Cairan (Fase Syok) Plasma menuju cairan interstisial (Edema pada tempat yang terbakar) Observasi Dehidrasi yang Menyeluruh penjelasan Plasma mengalir keluar (bocor) lewat pembuluh darah kapiler yang rusak Terjadi sekunder akibat hilangnya plasma Berkurangnya volume darah penurunan tekanan darah dan berkurangnya curah jantung Terjadi sekunder akibat:

- kehilangna aliran darah renal - kehilangan cairan Berkurangnya haluran urin - Retensi Na&air karena peningkatan kortek adrenal (hemolisis sel darah merah yang menyebabkan hemoglobinuria&mionekrosis/mioglobinuria

Trauma seluler yang massif menyebabkan pelepasan ion K+ ke dalam cairan ekstraseluler Sejumlah besar ion Na+ hilang dalam cairan edema yang terperangkap dan mengalami eksudasi serta berpindah ke dalam sel ketika ion K+ dilepas dari dalam sel Kehilangan ion-ion bikarbonat menyertai Kadar K+ yang Berlebihan kehilangan natrium Komponen darah yang cair mengalir ke dalam ruang ekstravaskuler

Kadar Na+ yang kurang/deficit

Asidosi metabolic (deficit basabikarbonat)

Hemokonsentrasi (Kenaikan hematokrit)

Selang infus dan kateter urin harus sudah terpasang sebelum resusitasi cairan dimulai. Hasil pengukuran BB dan tes laboratorium juga dicatat dan dipantausecara ketat. Penggantian Cairan Kebutuhan cairan yang diproyeksikan dalam 24 jam pertama dihitung oleh dokter berdasarkan luas luka baker. Beberapa kombinasi kategori cairan dapat digunakan (1) koloid-whole blood, plasma serta plasma ekpander, dan (2)kristaloid/elektrolit-larutan natrium klorida fisiologik atau larutan ringer laktat.

Resusitasi cairan yang adequate menghasilkan sedikit penurunan volume darah selama 24 jam pertama pasca luka bakar dan mengembalikan kadar plasma dalam nilai yang normal pada akhir periode 48 jam. Pedoman Rumus untuk Penggantian Cairan Pada Pasien Luka Bakar Rumus Konsensus Larutan Ringer Laktat (atau larutan saline seimbang lainnya): 2-4 ml X kg BB X % luas luka baker. Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam selanjutnya.

Rumus Evans 1. Koloid: 1ml X kg BB X % luas luka bakar 2. Elektrolit (saline): 1ml X kg BB X % luas luka bakar 3. Glukosa (5% dalam air): 2000ml untuk kehilangan insensible Hari 1: Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16 jam selanjutnya. Hari 2: Separuh dari cairan elektrolit dan koloid yang diberikan pada hari sebelumnya, seluruh penggantian cairan insensible. Maksimum 10.000 selama 24 jam. Luka baker derajat II dan III yang melebihi 50% luas permukaan tubuh dihitung berdasarkan 50% luas permukaan tubuh.

Rumus Brooke Army 1. Koloid: 0,5ml X kg BB X % luas luka baker 2. Elektrolit (larutan ringer laktat): 1,5ml X kg BB X % luas luka baker

3. Glukosa (5% dalam air): 2000ml untuk kehilangan insensible Hari 1: Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16 jam selanjutnya. Hari 2: Separuh dari cairan koloid, separuh elektrolit, seluruh penggantian cairan insensible. Luka baker derajat II dan III yang melebihi 50% luas permukaan tubuh dihitung berdasarkan 50% luas permukaan tubuh.

Rumus Parkland/Baxter Larutan ringer laktat: 4ml X kg BB X luas luka baker Hari 1: Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16 jam selanjutnya. Hari 2: Bervariasi. Ditambahkan koloid Larutan Salin Hipertonik Larutan pekat natrium klorida dan laktat dengan konsentrasi 250-300 mEq natrium perLiter yang diberikan pada kecepatan yang cukup untuk mempertahankan volume keluaran urin yang diinginkan. Jangan meningkatkan kecepatan infuse selama 8 jam pertama pasca luka baker. Kadar natrium serum harus dipantau dengan ketat. Tujuan: meningkatkan kadar natrium serum dan osmolalitas untuk mengurangi edema dan mencegah komplikasi paru.

ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR A. Pengkajian Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data baik data subyektif maupun data obyektif. Data subyektif diperoleh berdasarkan hasil wawancara baik dengan klien ataupun orang lain, sedangkan data obyektif diperoleh berdasarkan hasil observasi dan pemeriksaan fisik. 1. Data biografi Langkah awal adalah melakukan pengkajian terhadap data biografi klien yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, ras, dan lain-lain.

2. Luas luka bakar Untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan salah satu metode yang ada, yaitu metode rule of nine atau metode Lund dan Browder, seperti telah diuraikan didepan 3. Kedalaman luka bakar Kedalaman luka bakar dapat dikelompokan menjadi 4 macam, yaitu luka bakar derajat I, derajat II, derajat III dan IV, dengan ciri-ciri seperti telah diuraikan didepan 4. Lokasi/area luka Luka bakar yang mengenai tempat-tempat tertentu memerlukan perhatian khusus, oleh karena akibatnya yang dapat menimbulkan berbagai masalah. Seperti, jika luka bakar mengenai derah wajah, leher dan dada dapat mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada yang diantaranya disebabkan karena edema pada laring . Sedangkan jika mengenai ekstremitas maka dapat menyebabkan penurunan sirkulasi ke daerah ekstremitas karena terbentuknya edema dan jaringan scar. Luka bakar yang mengenai mata dapat menyebabkan terjadinya laserasi kornea, kerusakan retina dan menurunnya tajam penglihatan Oleh karena itu pengkajian terhadap jalan nafas (airway) dan pernafasan (breathing) serta sirkulasi (circulation) sangat diperlukan. Lebih lanjut data yang akan diperoleh akan sangat tergantung pada tipe luka bakar, beratnya luka dan permukaan atau bagian tubuh yang terkena luka bakar. Data tersebut melipuri antara lain pada aktivitas dan istirahat mungkin terjadi penurunan kekuatan otot, kekakuan, keterbatasan rentang gerak sendi (range of motion / ROM) yang terkena luka bakar, kerusakan massa otot. Sedangkan pada sirkulasi kemungkinan akan terjadi shok karena hipotensi (shok hipovolemia) atau shock neurogenik, denyut nadai perifer pada bagian distal dari ekstremitas yang terkena luka akan menurun dan kulit disekitarnya akan terasa dingin. Dapat pula ditemukan

tachikardia bila klien mengalami kecemasan atau nyeri yang hebat. Gangguan irama jantung dapat terjadi pada luka bakar akibat arus listrik. Selain itu terbentuk edema hampir pada semua luka bakar. Oleh karena itu pemantauan terhadap tanda-tanda vital (suhu, denyut nadi, pernafasan dan tekanan darah) penting dilakukan. Data yang berkaitan dengan respirasi kemungkinan akan ditemukan tanda dan gejala yang menunjukan adanya cidera inhalasi, seperti suara serak, batuk, terdapat partikel karbon dalam sputum, dan kemerahan serta edema pada oropharing, lring dan dapat terjadi sianosis. Jika luka mengenai daerah dada maka pengembangan torak akan terganggu. Bunyi nafas tambahan lainnya yang dapat didengar melalui auskultasi adalah cracles (pada edema pulmoner), stridor (pada edema laring) dan ronhi karena akumulasi sekret di jalan nafas. Data lain yang perlu dikaji adalah output urin. Output urin dapat menurun atau bahkan tidak ada urin selama fase emergen. Warna urine mungkin tampak merah kehitaman jika terdapat mioglobin yang menandakan adanya kerusakan otot yang lebih dalam. sedangkan pada usus akan ditemukan bunyi usus yang menurun atau bahkan tidak ada bunyi usus, terutama jika luka lebih dari 20 %. Oleh karena itu maka dapat pula ditemukan keluhan tidak selera makan (anoreksia), mual dan muntah. 5. Masalah kesehatan lain Adanya masalah kesehatan yang lain yang dialami oleh klien perlu dikaji. Masalah kesehatan tersebut mungkin masalah yang dialami oleh klien sebelum terjadi luka bakar seperti diabetes melitus, atau penyakit pembuluh perifer dan lainnya yang akan memperlambat penyembuhan luka. Disamping itu perlu pula diwaspadai adanya injuri lain yang terjadi pada saat peristiwa luka bakar terjadi seperti fraktur atau trauma lainnya. Riwayat alergi perlu diketahui baik alergi terhadap makanan, obat-obatan ataupun yang lainnya, serta riwayat pemberian imunisasi tetanus yang lalu. 6. Data Penunjang

a. Sel darah merah (RBC): dapat terjadi penurunan sel darah merah (Red Blood Cell) karena kerusakan sel darah merah pada saat injuri dan juga disebabkan oleh menurunnya produksi sel darah merah karena depresi sumsum tulang. b. Sel darah putih (WBC): dapat terjadi leukositosis (peningkatan sel darah putih/White Blood Cell) sebagai respon inflamasi terhadap injuri. c. Gas darah arteri (ABG): hal yang penting pula diketahui adalah nilai gas darah arteri terutama jika terjadi injuri inhalasi. Penurunan PaO2 atau peningkatan PaCO2. d. Karboksihemoglobin (COHbg) :kadar COHbg (karboksihemoglobin) dapat meningkat lebih dari 15 % yang mengindikasikan keracunan karbon monoksida. e. Serum elektrolit : 1) Potasium pada permulaan akan meningkat karena injuri jaringan atau kerusakan sel darah merah dan menurunnya fungsi renal; hypokalemia dapat terjadi ketika diuresis dimulai; magnesium mungkin mengalami penurunan. 2) Sodium pada tahap permulaan menurun seiring dengan kehilangan air dari tubuh; selanjutnya dapat terjadi hipernatremia. 1. Sodium urine :jika lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan resusitasi cairan, sedangkan jika kurang dari 10 mEq/L menunjukan tidak adekuatnya resusitasi cairan. 2. Alkaline pospatase : meningkat akibat berpindahnya cairan interstitial/kerusakan pompa sodium. 3. Glukosa serum : meningkat sebagai refleksi respon terhadap stres. BUN/Creatinin : meningkat yang merefleksikan menurunnya perfusi/fungsi renal, namun demikian creatinin mungkin meningkat karena injuri jaringan. 4. Urin : adanya albumin, Hb, dan mioglobin dalam urin mengindikasikan kerusakan jaringan yang dalam dan kehilangan/pengeluaran protein. Warna urine merah kehitaman menunjukan adanya mioglobin

5. Rontgen dada: Untuk mengetahui gambaran paru terutama pada injuri inhalasi. 6. Bronhoskopi: untuk mendiagnosa luasnya injuri inhalasi. Mungkin dapat ditemukan adanya edema, perdarahan dan atau ulserasi pada saluran nafas bagian atas 7. ECG: untuk mengetahui adanya gangguan irama jantung pada luka bakar karena elektrik. 8. Foto Luka: sebagai dokumentasi untuk membandingkan perkembangan

penyembuhan luka bakar. DIAGNOSA KEPERAWATAN

no 1

diagnosa Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya scret mucus

Tujuan & kritera hasil KH:Pasien tidak sesak nafas, auskultasi suara paru bersih, tanda vital

intervensi Airway Manajemen Bebaskan jalan nafas dengan posisi leher ekstensi jika memungkinkan. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Identifikasi pasien secara actual atau potensial untuk membebaskan jalan nafas. Lakukan terapi dada jika memungkinkan Keluarkan lender dengan suction Asukultasi suara nafas Lakukan suction melalui ET Atur posisi untuk mengurangi dyspnea Monitor respirasi dan status oksigen jika memungkinkan Airway suction

Tentukan kebutuhan suction melalui oral atau tracheal Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction Informasikan pada keluarga tentang suction Masukan slang jalan nafas melalui hidung untukmemudahkan suction Bila menggunakan oksigen tinggi (100% O2) gunakan ventilator atau rescution manual. Gunakan peralatan steril, sekali pakai untukmelakukan prosedur tracheal suction. Monitor status O2 pasien dan status hemodinamik sebelum,selama, san sesudah suction. Catat type dan jumlah sekresi dengan segera 2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler -alveolar KH: Menunjukkan peningkatan Ventilasi dan oksigen cukup AGD dbn Airway manajemen Bebaskan jalan nafas Dorong bernafas dalam lama dan tahanbatuk Atur kelembaban udara yang sesuai Atur posisi untuk mengurangi dispneu Monitor frekuensi nafas b/d penyesuaian Oksigen

Monitor Respirasi Monitor kecepatan,irama,kedalaman dan

upaya bernafas Catat pergerakan dada, lihat kesimetrisan dada, menggunakan alat bantu dan retraksi otot intercosta Monitoring pernafasan hidung, adanya ngorok Monitor pola nafas, bradipneu, takipneu, hiperventilasi, resirasi kusmaul dll Palpasi kesamaanekspansi paru Perkusi dada anteriordan posterior dari keduaparu Monitor kelelahan otot diafragma Auskultasi suara nafas, catat area penurunan dan atau ketidakadanya ventilasi dan bunyi nafas Monitor kegelisahan,cemas dan marah Catat karakteristik batuk dan lamanya Monitor sekresi Pernafasan Monitor dispneu dan kejadian perkembangan dan perburukan Lakukan perawatan terapi nebulasi bila perlu Tempatkan pasien kesamping untuk mencegah aspirasi

Manajemen asam basa lakukan pemeriksaan laboratoriuam

( missal AGD,urin dan tingkatan serum) Monitor AGD selama PH rendah Pertahankan kebersihan jalan udara (suction dan terapi dada) Monitor pola respiorasi Monitor kerja pernafsan (kecepatan pernafasan) 3 Nyeri akut berhubungan dengan agen injury: fisik KH: Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala 2-3 Ekspresi wajah tenang klien dapat istirahat dan tidur v/s dbn Manajemen nyeri Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi. Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri kliensebelumnya. Kontrol factor lingkungan yang mempengaruhi nyeriseperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan. Kurangi factor presipitasi nyeri.

Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis).. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,

distraksi dll) untuk mengetasi nyeri.. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrolnyeri. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberiananalgetik tidak berhasil.

Analgetik Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi. Cek riwayat alergi.. Tentukan analgetikpilihan, rute pemberian dan dosis optimal. Monitor TV Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul & Evaluasi gejalaefek sampingnya. 4 Deficit volume cairan b/d peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka bakar KH: Urine 30 ml/jam V/S dbn Kulit lembab dan tidak ada tanda-tanda dehidrasi Manajemen Cairan Monotor diare, muntah Awasi tanda-tanda hipovolemik (oliguri, abd. Pain, bingung) Monitor balance cairan Monitor pemberian cairan parenteral Monitor BB jika terjadi penurunan BB drastis Monitor td dehidrasi Monitor v/s Berikan cairan peroral sesuai kebutuhan

Anjurkan pada keluarga agar tetap memberikan ASI danmakanan yang lunak Kolaborasi u/ pemberian terapinya 5 Hypertermi b/d proses infeksi dengan kriteria: - Bebas dari kedinginan - Suhu tubuh stabil 36-37 C Termoregulasi Pantau suhu klien (derajat dan pola) perhatikan menggigil/diaforsis Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi Berikan kompres hangat hindari penggunaan akohol Berikan minum sesuai Kebutuhan Kolaborasi untukpemberian antipiretik Anjurkan menggunakan pakaian tipis menyerap keringat. Hindari selimut tebal 6 Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidak mampuan pemasukan faktor biologis KH: Mengkonsumsi nutrisi yang adekuat. Identifikasi kebutuhan nutrisi. Bebas dari tanda malnutrisi. Manajeman Nutrisi Kaji pola makan klien Kaji kebiasaan makan klien dan makanan kesukaannya Anjurkan pada keluarga untuk meningkatkan intake nutrisi dan cairan kelaborasi dengan ahli gizi tentang kebutuhan kalori dan tipe makanan yang dibutuhkan tingkatkan intake protein, zat besi dan vit c monitor intake nutrisi dan kalori Monitor pemberian masukan cairan lewat

parenteral. Nutritional therapi - kaji kebutuhan untuk pemasangan NGT - berikan makanan melalui NGT k/p - berikan lingkungan yang nyaman dan tenang untuk mendukung makan - monitor penurunan dan peningkatan BB - monitor intake kalori dan gizi 7 Risiko infeksi b/d Penurunan imunitas tubuh, prosedur invasive KH: Bebas dari tanda dangejala infeksi. Keluarga tahu tanda-tanda infeksi. Angka leukosit normal. Kontrol Infeksi -Batasi pengunjung. - Bersihkan lingkungan pasien secara benar setiap setelah digunakan pasien. -Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat pasien, dan ajari cuci tangan yang benar. - Pastikan teknik perawatan luka yang sesuai jika ada. - Tingkatkan masukkan gizi yang cukup. - Tingkatkan masukan cairan yang cukup. - Anjurkan istirahat.

Berikan therapi antibiotik yang sesuai, dan anjurkan untuk minum sesuai aturan. -Ajari keluarga cara menghindari infeksi serta tentang tanda dan gejala infeksi dan segera untuk melaporkan keperawat kesehatan.

-Pastikan penanganan aseptic semua daerah IV (intra vena).

Proteksi infeksi -Monitor tanda dan gejala infeksi. -Monitor WBC. -Anjurkan istirahat. -Ajari anggota keluarga cara-cara menghindari infeksi dan tanda-tanda dan gejala infeksi. -Batasi jumlahpengunjung. - Tingkatkan masukan gizi dan cairan yang cukup 8 Cemas berhubungan dengan krisis situasional, hospitalisasi KH: ekspresi wajah tenang , anak / keluarga mau bekerjasama dalam tindakan askep. Pengurangan Kecemasan Bina hubungan saling percaya. Kaji kecemasan keluarga dan identifikasi kecemasan pada keluarga. Jelaskan semua prosedur pada keluarga. Kaji tingkat pengetahuan dan persepsi pasien dari stress situasional. Berikan informasi factual tentang diagnosa dan program tindakan.

Temani keluarga pasien untuk mengurangi

ketakutan dan memberikan keamanan. Anjurkan keluargauntuk mendampingi pasien. Berikan sesuatu objek sebagai sesuatu simbol untuk mengurang kecemasan orangtua. Dengarkan keluhankeluarga.

Ciptakan lingkungan yang nyaman. Alihkan perhatian keluarga untuk mnegurangi kecemasan keluarga. Bantu keluarga dalammengambil keputusan. Instruksikan keluargauntuk melakukan teknik relaksasi. 9 Kerusakan integritas jaringan d.b mekanikal (luka bakar) kriteria hasil : melaporkan penurunan sensasi atau nyeri pada area kerusakan jaringan/ luka mendemonstrasikan pemahaman rencana tindakan untuk perawatan Wound care Kaji area luka dan tentukan penyebabnya Tentukan ukurankedalaman luka Monitor area luka minimal sehari sekali thd perubahan warna,kemerahan, peningkatan suhu, nyeri dantanda-tanda infeksi Monitor kondisi sekitar luka, monitor praktek klien dalam peran serta merawat luka, jenis sabun/pembersih yangdigunakan, suhu air, frekuensi membersihkan kulit/ area luka dan sekitar luka Anjurkan klien untuk tidak membasahi area

jaringan dan pencegahan injuri keadaan luka membaik (kering)dan peningkatan jaringan granulasi

luka dan sekitar luka Minimalkan paparan terhadap kulit (area luka dan sekitarnya) Buat rencana mobilisassi bertahap: miring kanan/kiri, duduk, duduk, berdiri dan berjalan, gunakan alatbantu jika perlu Gunakan lotion untuk kelembabkan kulit Dorong intake protein adekuat Anjurkan ibu untuk menghindari cedera, menghindar dari benda berbahaya, menghindar penekanan terhadap area luka menghindar batuk,mengejan terlalu kuat

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam ( Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001 ). Luka bakar adalah luka yang dapat timbul akibat kulit terpajan ke suhu tinggi, syok listrik, atau bahan kimia ( Corwin, 2001 ).

Luka bakar dapat diklasifikasikan menurut dalamnya jaringan yang rusak dan disebut sebagai luka bakar superfisial partial thickness, deep partial thickness dan full thickness. Istilah deskriptif yang sesuai adalah luka bakar derajat-satu, -dua, -tiga. Penderita luka bakar memerlukan penanganan secara holistik dari berbagai aspek dan disiplin ilmu. Perawatan luka bakar didasarkan pada luas luka bakar, kedalaman luka bakar, faktor penyebab timbulnya luka dan lain-lain. Pada luka bakar yang luas dan dalam akan memerlukan perawatan yang lama dan mahal. Dampak luka bakar yang dialami penderita dapat menimbulkan berbagai masalah fisik, psikis dan sosial bagi pasien dan juga keluarga. Dengan makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka makin berkembang pula teknik/cara penanganan luka bakar sehingga makin meningkatkan kesempatan untuk sembuh bagi penderita luka bakar.

B. SARAN Dalam menangani korban luka bakar harus tetap memegang prinsip steril dan sesuai medis, tidak boleh dilakukan sembarangan karena bisa mempengaruhi waktu kesembuhan luka bakar. Setiap individu baik tua, muda, maupun anak-anak diharapkan selalu waspada dan berhati-hati setiap kali melakukan kegiatan/aktivitas terutama pada hal-hal yang dapat memicu luka bakar.

DAFTAR PUSTAKA Doenges, M.E., et al. (1995). Nursing care plans guidelines for planning patient care. (2nd ed.). Philadelphia: F.A. Davis Co. Luckmann & Sorensen. (1993). Medical-surgical nursing a psychophysiologic approach, (4th ed.). Philadelphia: W.B. Saunder Co.

Nettina, S. (1996). The Lippincott manual of nursing practice. (6th ed.). Lippincott: LippincottRaven Publisher. Thompson, J.M. (1987). Clinical nursing. St. Louis: Mosby. Smeltzer, Suzanne C. Buku ajar keperawatan medikal-bedah Burnner & Suddarth ? editor, Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare ; alih bahasa, Agung Waluyo, dkk; editor edisi bahasa indonesia, Monica Ester. Ed.8. Jakarta : EGC, 2001

You might also like