You are on page 1of 28

Laporan Praktikum Prinsip Teknik Pangan

Hari/Tanggal : Selasa/21 November 2006 Waktu Gol/Kel PJP Asisten : 10.00 - 12.00 WIB : C-2 : Ir. Subarna : Aji Nogroho Irma Pratiwi

PENGOLAHAN DENGAN PANAS (PROSES THERMAL)

Oleh : Indri Lestari M.T.Assyaukani Jamal Lulail Inke Kesumawati F24104070 F24104072 F24104073 F24104074 Citra Pangestuti Lestari F24104071

2006 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

I. A. Latar belakang

PENDAHULUAN

Pengawetan bahan pangan dalam botol dan wadah menggunakan proses pemanasan pertama kali dilakukan oleh Nicholas Apert pada tahun 1819. Proses pemanasan tersebut dimaksudkan untuk menghilangkan atau mengurangi aktivitas biologis yang tidak diinginkan, seperti aktivitas enzim dan mikroba. Namun selama proses pemanasan juga terjadi kerusakan zat gizi dan faktorfaktor yang menentukan mutu bahan pangan seperti warna, cita rasa, dan tekstur. Dengan adanya pemahaman terhadap prinsip-prinsip pindah panas serta suhu optimasi dalam memusnahkan mikroba dengan dan tetap diketahuinya sifat bahan pangan dan mikroba, dapat diketahui kondisi optimum mempertahankan zat gizi dan faktor mutu bahan pangan. Pemindahan panas merupakan suatu fenomena pemindahan energi. Meningkatnya panas akan menyebabkan molekul-molekul bergerak lebih cepat, sehingga dengan diserapnya panas energi kinetika molekul akan meningkat. Bila molekul yang bergerak dengan kecepatan lebih rendah, maka panas akan dipindahkan, sehingga molekul yang bergerak cepat akan kehilangan energi, sedangkan molekul yang bergerak lambat memperoleh tambahan energi. Perubahan energi panas dari bahan dapat diketahui dari perubahan suhunya, dan skala suhu yang biasanya digunakan yaitu Celcius dan Farenheit serta skalaskala absolut derajat Kelvin dan Rankine. Proses pengolahan panas memiliki beberapa persyaratan agar proses dapat berlangsung dengan baik, yaitu (1) hubungan antara waktu dan suhu proses harus dapat diperhitungkan untuk dapat mengontrol serta mengukur kecukupan panas produk, (2) tidak terjadi prubahan yang signifikan terhadap produk seperti kehilangan zat gizi, koagulasi protein, dan sebagainya, (3) pengoperasian harus sesuai dengan prosedur atau rencana kerja yang telah ditetapkan (Walstra et al., 1999). Beberapa alat yang digunakan dalam proses pengolahan dengan panas antara lain blancher, exhauster, pasteurizer, UHT (Ultra High Temperatur), dan retort. Umumnya alat-alat tersebut dilengkapi beberapa instrumen dan

komponen pelengkap. Instrumen yang digunakan adalah alat penunjuk suhu, alat pencatat suhu dan waktu, sistem kontrol suhu, dan pengatur tekanan (pressure gauge). Sedangkan komponen-komponen pelengkap yang digunakan ialah suplai uap, katup, bleeder, spreader, dan muffler. B. Tujuan Praktikum ini bertujuan mengenal dan memahami beberapa proses pengolahan dengan panas yang banyak digunakan di industri pangan, serta untuk memahami prinsip kerja dari alat-alat yang digunakan dalam proses pengolahan dengan panas serta pengalengan. II. A. Blancher Blancher adalah alat yang digunakan untuk melakukan pemanasan atau blanching pada makanan sebelum proses pembekuan, pengeringan atau pengalengan. Proses blanching ini dilakukan pada suhu kurang dari 100 oC selama beberapa menit dengan menggunakan air panas atau uap. Tujuan blanching tergantung dari proses yang akan dilakukan selanjutnya, diantaranya: (1) menginaktivasi enzim, (2) membersihkan bahan mentah dan mengurangi jumlah mikroba awal, (3) menghilangkan gas selular, mengurangi korosi pada kaleng, dan mencapai tingkat kevakuman headspace yang sesuai selama pengalengan, (4) melunakkan bahan sehingga memudahkan pengisian ke dalam wadah, (5) menghilangkan lendir, dan (6) memperbaiki tekstur terutama pada pangan yang didehidrasi. Namun, Blanching juga memiliki beberapa kelemahan, di antaranya dapat merusak vitamin yang tidak tahan terhadap panas dan nutrisi yang larut air. Selain itu, blanching yang berlebihan juga dapat menyebabkan kerusakan tekstur (..............................). Menurut Brennan et al. (1981), Blanching dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu blanching dengan menggunakan air panas dan blanching dengan menggunakan uap panas. Blanching dengan air panas dapat dilakukan dengan merendam bahan dalam air tersebut. Hal ini dapat dilakukan secara batch TINJAUAN PUSTAKA

maupun kontinyu dengan menggunakan drum yang berotasi pada tangki penampung air, tipe sekrup, atau pipa. Air panas yang digunakan bisa diresirkulasi lagi. Perlakuan blanching dengan air panas ini dapat menyebabkan komponen bahan banyak yang terlarut dalam air sehingga air tersebut dapat mengubah flavor dari bahan. B. Exhauster Exhauster adalah alat yang digunakan untuk membuat kondisi vakum pada headspace kaleng sebelum kaleng ditutup yang disebut dengan exhausting. Proses exhausting ini bertujuan mengurangi kadar oksigen dalam kaleng sehingga mengurangi korosi, membatasi proses oksidasi oleh makanan, dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme aerobik. Metode exhausting yang umum digunakan antara lain mechanical exhausting, hot filling, hot exhausting, dan steam-flow closing (). Exhauster terdiri dari rantai (konveyor belt), pipa yang dilengkapi spreader, kran pengatur aliran uap panas, dan exhaust box. Prinsip kerja dari exhauster adalah dengan mengalirkan uap panas dari boiler melalui pipa yang dilengkapi spreader ke dalam exhaust box. Uap panas ini digunakan untuk mengusir udara pada headspace kaleng yang berjalan pada rel dalam exhauster. Waktu exhausting diset dengan mengatur kecepatan konveyor belt. Sedangkan suhu exhausting di set dengan cara mengatur kran uap pada exhauster. C. Double Seamer Pengalengan makanan adalah pengemasan yang bersifat hermetis (kedap), yaitu tidak adanya transfer senyawa dari dalam kaleng maupun ke dalam kaleng. Oleh karena itu, penutupan pada proses pengalengan menjadi sangat penting dimana penutupan yang tidak sempurna dapat menjadi sumber kerusakan pada produk. Penutupan kaleng pada percobaan ini dilakukan dengan menggunakan double seamer sehingga terbentuk lipatan ganda antara tutup kaleng dengan badan kaleng yang disebut double seam seperti pada gambar ....

Gambar

. Lipatan badan kaleng dan tutup kaleng dengan double seamer

Pelipatan kaleng (can seaming) ini dapat dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pelipatan dengan roll pelipat dan tahap pengepresan untuk merapatkan lipatan. Double seamer terdiri dari bagian-bagian seperti base plate, seaming chuck, dan roll pelipat. Kaleng diletakkan pada base plate dan posisinya diatur sampai seaming chuck menekan tutup atas kaleng. Selanjutnya, roll pelipat diatur sehingga menyentuh tepi tutup kaleng. Roll pelipat ini akan membentuk lipatan ganda antara tutup kaleng dengan badan kaleng. Putaran roll diteruskan sehingga roll pengepres akan mengepres untuk merapatkan lipatan. D. Ultra High Temperature (UHT) UHT (Ultra High Temperature) merupakan proses pemanasan yang menggunakan suhu mulai dari 88C hingga 132C dengan holding time selama 2 detik atau kurang. Jika diinginkan produk dengan sterilitas tinggi, suhu pemanasan harus ditingkatkan hingga mencapai 150C selama 9 detik. Proses pemanasan susu dengan UHT seringkali dihubungkan dengan kerusakan flavor susu, akan tetapi di lain sisi penggunan UHT sangat efektif untuk membunuh bakteri. Setelah mengalami pemanasan, susu UHT biasanya disimpan pada suhu rendah karena susu masih mengandung mikroorganisme hidup dalam jumlah kecil Pemanasan dengan sistem UHT biasanya menggunakan tubular heat exchangers (THE) atau pemindah panas tabung. Permukaan THE per unit volume produk yang dipanaskan lebih kecil dari THE. Hal ini menyebabkan perbedaan suhu antara produk yang dipanaskan dan medium pemanas menjadi lebih besar. Oleh karena itu, produk harus dialirkan dengan laju aliran yang tinggi untuk meningkatkan pemindahan panas sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan. Namun, kenaikan tekanan ini tidak memiliki pengaruh

yang negatif karena tabung memiliki ketahanan yang lebih kuat dibandingkan pelat (Fellows, 2000). Tubular heat exchangers banyak diaplikasikan pada sistem pemanasan suhu tinggi (mencapai 150C). Seperti halnya PHE, alat pemindah panas ini terdiri dari beberapa bagian yaitu bagian regenerasi, pemanasan, pendinginan pendahuluan (holding), dan pendinginan. THE dapat menggunakan dua atau tiga tabung konsentris atau tabung kecil dalam sel. Produk mengalir di tabung yang dalam pada tipe tabung ganda dan tabung tengah pada tipe tabung tripel, sedangkan medium pemanas mengalir dengan arah yang berlawanan dengan arah dalam tabung lainnya. Keuntungan pemindah panas ini adalah hanya sedikit gasket, kompak, dan tidak ada bagian yang bergerak. Kerugiannya adalah viskositas serta ukuran produk terbatas dan jika terjadi drop tekanan maka tidak dapat dibuka dan diperiksa (Fellows, 2000). Prinsip dasar dari UHT adalah pemaparan produk dengan suhu yang tinggi dalam waktu yang singkat sebelum produk tersebut dimasukkan ke dalam kemasan dalam kondisi atmosfer yang steril. Umumnya UHT digunakan pada bahan pangan cair seperti susu, jus dan konsentrat buah, yoghurt, dan lain-lain. UHT diterapkan dengan penggunaan UHT unit. Prinsip kerja alat ini adalah dengan mengalirkan uap panas dari boiler melalui pipa bagian luar dari tube heat exchangers, sedangkan bahan yang dialirkan secara counter current (berlawanan arah dengan aliran uap) pada pipa bagian dalam. Sebelum masuk ke heat exchanger, uap diatur jumlahnya melalui katup pengatur. Heat exchangers memiliki dua buah tabung dimana pertukaran panas terjadi melalui transfer panas dari medium pemanas dan produk. Medium pemanas terdapat di antara tabung besar dan tabung kecil. Holding tube merupakan bagian yang penting untuk mempertahankan suhu pemanasan. Produk yang dipanaskan akan berada dalam holding tube selama waktu tertentu. Lama produk melalui holding tube dipengaruhi oleh kecepatan pompa, sifat aliran bahan (laminar/turbulen), dan panjang pipa (holding tube). Suhu produk yang keluar dari holding tube harus sesuai dengan setting point, jika tidak maka produk dialirkan ke bagian regenerasi lagi. E. Pasteurizer

III.

BAHAN DAN METODE

A.

Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada praktikum terdiri dari kaleng,

blancher,exhauster,double seamer, pasteurizer, UHT (Ultra High Temperature), one piece can dan retort. Sedangkan bahan yang digunakan meliputi kentang, sirup, kornet, dan air. B. Metode

1. Pengenalan alat Diamati dan dicatat spesifikasi blancher, exhauster, double seamer, retort, pasteurizer, dan UHT Diamati bagian-bagian dan prinsip kerjanya 2. Proses pengalengan Disiapkan kornet dan sirup Diisi 1 kaleng dengan kornet, serta sirup pada 1 kaleng lainnya sampai batas head space (0.25 inch) Dilakukan exhausting Dilakukan seaming Dilakukan sterilisasi dengan retort selama ... menit

Diamati

3. Pengumpulan data penetrasi panas dalam produk Dilakukan kalibrasi thermocouple dan diberi nomor setiap thermocouple Dipasang thermocouple masing-masing pada pusat geometrik bahan (kornet dan syrup) Dihubungkan thermocouple dengan recorder Diletakkan kaleng yang berisi bahan dalam retortr suhu ...0C Ditabulasikan data suhu yang tercatat selama ... menit dalam recorder 4. Pengaruh lama waktu blanching terhadap perubahan warna Dicuci dan diiris bahan (kentang) Dimasukkan bahan dalam blancher pada ...0C Diambil masing-masing sampel setiap 2 menit sampai menit ke-10 Diamati warna permukaan maupun bagian dalam bahan

IV.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Hubungan Suhu retort, Produk dan Lethal Value pada kaleng Sirup
t (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 Tr 31,1 31,2 31,6 33,4 61,2 68,8 71,4 75,7 78,2 80,9 83,7 86,1 88,3 89,7 91,0 92,2 93,9 94,8 95,8 97,2 98,4 99,3 100,4 101,7 102,6 103,5 104,8 105,7 106,3 107,3 108,2 108,9 109,4 110,2 110,9 111,3 111,7 112,4 112,9 113,2 113,5 114,2 114,5 114,7 115,0 115,5 115,7 T1 31,9 32,0 32,1 31,6 34,0 51,6 64,6 71,1 75,7 79,2 82,0 84,6 87,0 88,9 90,5 91,9 93,3 94,5 95,5 96,7 97,9 99,1 100,1 101,2 102,3 103,3 104,3 105,3 106,2 107,1 107,8 108,7 109,3 109,9 110,5 111,2 111,6 112,1 112,6 113,1 113,4 113,9 114,2 114,6 114,9 115,1 115,5 T2 31,9 32,0 32,1 32,0 33,7 55,4 66,1 71,8 76,2 79,4 82,2 84,8 87,2 89,1 90,7 91,9 93,3 94,6 95,5 96,7 97,9 99,1 100,0 101,2 102,3 103,3 104,3 105,3 106,2 107,1 107,8 108,6 109,3 109,9 110,5 111,1 111,6 112,1 112,6 113,0 113,4 113,9 114,2 114,6 114,9 115,1 115,5 T rata2 31,9 32,0 32,1 31,8 33,9 53,5 65,4 71,5 76,0 79,3 82,1 84,7 87,1 89,0 90,6 91,9 93,3 94,6 95,5 96,7 97,9 99,1 100,1 101,2 102,3 103,3 104,3 105,3 106,2 107,1 107,8 108,7 109,3 109,9 110,5 111,2 111,6 112,1 112,6 113,1 113,4 113,9 114,2 114,6 114,9 115,1 115,5 T ( C) 32,0 32,1 32,0 32,8 43,7 59,4 68,4 73,7 77,6 80,7 83,4 85,9 88,1 89,8 91,3 92,6 93,9 95,0 96,1 97,3 98,5 99,6 100,6 101,8 102,8 103,8 104,8 105,8 106,7 107,5 108,2 109,0 109,6 110,2 110,8 111,4 111,9 112,4 112,8 113,2 113,7 114,1 114,4 114,8 115,0 115,3
o

t (menit) 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

LV 1,21619E-09 1,24451E-09 1,21619E-09 1,48765E-09 1,80926E-08 6,79986E-07 5,37032E-06 1,8197E-05 4,49262E-05 9,12011E-05 0,000169824 0,000301995 0,00049545 0,00074131 0,001035142 0,001412538 0,001916461 0,00246888 0,003162278 0,004168694 0,005495409 0,007038822 0,008963962 0,011614486 0,014791084 0,018620871 0,023442288 0,02917427 0,035892193 0,043151908 0,051582217 0,061305579 0,070794578 0,081283052 0,093864204 0,106536886 0,118850223 0,133352143 0,148764737 0,163117291 0,179887092 0,197242274 0,213796209 0,231739465 0,245470892 0,263026799

Fo 0,007038822 0,008963962 0,011614486 0,014791084 0,018620871 0,023442288 0,02917427 0,035892193 0,043151908 0,051582217 0,061305579 0,070794578 0,081283052 0,093864204 0,106536886 0,118850223 0,133352143 0,148764737 0,163117291 0,179887092 0,197242274 0,213796209 0,231739465 0,245470892 0,263026799

48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64

115,8 116,0 116,4 116,6 116,6 116,7 117,1 117,2 117,2 117,4 117,6 117,7 117,6 117,7 117,9 117,9 117,7

115,7 115,8 116,1 116,3 116,5 116,7 116,8 117,0 117,1 117,2 117,3 117,4 117,5 117,6 117,7 117,7 117,7

115,7 115,9 116,1 116,3 116,4 116,6 116,7 116,9 117,1 117,1 117,2 117,4 117,5 117,4 117,6 117,7 117,7

115,7 115,9 116,1 116,3 116,5 116,7 116,8 117,0 117,1 117,2 117,3 117,4 117,5 117,5 117,7 117,7 117,7

115,6 115,8 116,0 116,2 116,4 116,6 116,7 116,9 117,0 117,1 117,2 117,3 117,5 117,5 117,6 117,7 117,7

1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

0,281838293 0,29342695 0,307255737 0,323593657 0,336899216 0,350751874 0,363078055 0,375837404 0,391291127 0,400405468 0,407380278 0,419275997 0,431519077 0,436515832 0,444119661 0,454464537 0,45708819 Fo =

0,281838293 0,29342695 0,307255737 0,323593657 0,336899216 0,350751874 0,363078055 0,375837404 0,391291127 0,400405468 0,407380278 0,419275997 0,431519077 0,436515832 0,444119661 0,454464537 0,45708819 9,028044878

Asumsi : Suhu Letal diatas 100o C (suhu dibawah 100 tak memiliki Fo) Zo = 10 oC (Clostridium botulinum) Contoh perhitungan (pada t = 64 menit) : LV = 10
121,1117 , 7 10

= 0.45708819

Fo(64) = LV x t = 0.45708819 x 1 = 0.45708819 menit Fo = 9.028044878 menit Ket : Suhu retort terpasang = 121.1 oC Tabel 2. Hubungan Suhu retort, Produk dan Lethal Value pada kaleng Cornet
t (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Tr 31,1 31,2 31,6 33,4 61,2 68,8 71,4 75,7 78,2 80,9 83,7 86,1 88,3 89,7 91,0 T4 31,7 31,4 31,5 31,8 31,9 32,6 34,4 37,8 41,6 45,4 49,3 52,7 56,1 59,1 62,1 T5 31,8 31,9 32,0 31,9 32,1 32,9 34,6 37,7 42,3 46,7 50,9 54,7 58,0 60,9 63,7 T rata2 31,8 31,7 31,8 31,9 32,0 32,8 34,5 37,8 42,0 46,1 50,1 53,7 57,1 60,0 62,9 T (oC) 31,7 31,7 31,8 31,9 32,4 33,6 36,1 39,9 44,0 48,1 51,9 55,4 58,5 61,5 t (menit) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 LV 1,14815E-09 1,14815E-09 1,1749E-09 1,20921E-09 1,34122E-09 1,78855E-09 3,18053E-09 7,49894E-09 1,94984E-08 4,9831E-08 1,20226E-07 2,67609E-07 5,52713E-07 1,08393E-06 Fo -

16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64

92,2 93,9 94,8 95,8 97,2 98,4 99,3 100,4 101,7 102,6 103,5 104,8 105,7 106,3 107,3 108,2 108,9 109,4 110,2 110,9 111,3 111,7 112,4 112,9 113,2 113,5 114,2 114,5 114,7 115,0 115,5 115,7 115,8 116,0 116,4 116,6 116,6 116,7 117,1 117,2 117,2 117,4 117,6 117,7 117,6 117,7 117,9 117,9 117,7

65,0 67,9 70,6 73,1 75,6 78,1 80,4 82,8 84,9 87,1 89,2 91,2 93,1 94,8 96,6 98,1 99,6 100,9 102,2 103,4 104,6 105,6 106,6 107,4 108,3 109,0 109,8 110,5 111,2 111,7 112,2 112,7 113,2 113,6 113,9 114,3 14,6 114,9 115,2 115,5 115,7 115,9 116,1 116,3 116,5 116,6 116,7 116,9 116,9

66,4 69,1 71,2 73,4 75,8 78,1 80,4 82,6 84,7 86,7 88,8 90,8 92,6 94,4 69,1 97,6 99,1 100,4 101,7 103,0 104,2 105,2 106,1 107,1 107,9 108,8 109,6 110,3 110,9 111,6 112,1 112,7 113,1 113,5 113,9 114,3 114,7 115,0 115,3 115,6 115,8 116,0 116,2 116,5 116,6 116,7 116,9 117,1 117,1

65,7 68,5 70,9 73,3 75,7 78,1 80,4 82,7 84,8 86,9 89,0 91,0 92,9 94,6 82,9 97,9 99,4 100,7 102,0 103,2 104,4 105,4 106,4 107,3 108,1 108,9 109,7 110,4 111,1 111,7 112,2 112,7 113,2 113,6 113,9 114,3 64,7 115,0 115,3 115,6 115,8 116,0 116,2 116,4 116,6 116,7 116,8 117,0 117,0

64,3 67,1 69,7 72,1 74,5 76,9 79,3 81,6 83,8 85,9 88,0 90,0 91,9 93,7 88,7 90,4 98,6 100,0 101,3 102,6 103,8 104,9 105,9 106,8 107,7 108,5 109,3 110,1 110,7 111,4 111,9 112,4 112,9 113,4 113,7 114,1 89,5 89,8 115,1 115,4 115,7 115,9 116,1 116,3 116,5 116,6 116,7 116,9 117,0

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

2,0893E-06 3,98107E-06 7,24436E-06 1,2517E-05 2,1752E-05 3,80189E-05 6,53131E-05 0,000110917 0,000184077 0,000298538 0,000484172 0,000776247 0,001209205 0,001830206 0,000578762 0,000841395 0,005623413 0,007762471 0,010471285 0,014044297 0,018620871 0,023988329 0,030026174 0,037153523 0,045446454 0,054954087 0,066069345 0,078523563 0,091727594 0,105925373 0,120226443 0,135675053 0,152229913 0,167880402 0,183020611 0,199526231 0,00068786 0,00074131 0,251188643 0,26915348 0,285101827 0,298538262 0,312607937 0,329230453 0,344746607 0,354813389 0,365174127 0,380189396 0,389045145 Fo Total =

0,007762471 0,010471285 0,014044297 0,018620871 0,023988329 0,030026174 0,037153523 0,045446454 0,054954087 0,066069345 0,078523563 0,091727594 0,105925373 0,120226443 0,135675053 0,152229913 0,167880402 0,183020611 0,199526231 0,00068786 0,00074131 0,251188643 0,26915348 0,285101827 0,298538262 0,312607937 0,329230453 0,344746607 0,354813389 0,365174127 0,380189396 0,389045145 5,136580419

Asumsi : Suhu Letal diatas 100o C (suhu dibawah 100 tak memiliki Fo) Zo = 10 oC (Clostridium botulinum) Contoh perhitungan (pada t = 64 menit) : LV = 10
121,1117 , 7 10

= 0.389045145

Fo(64) = LV x t = 0.389045145 x 1 = 0.389045145 menit Fo = 9.028044878 menit Ket : Suhu retort terpasang = 121.1 oC

III. PEMBAHASAN Pengolahan dengan panas dilakukan dengan tujuan dasar yaitu untuk memberi setiap kaleng dalam kelompoknya suatu pengolahan tertentu yang sama, untuk menggunakan suatu media pemanas yang telah diketahui dengan baik dapat dikendalikan, dan untuk memanaskan dan mendinginkan kaleng secara cepat dan sepraktis mungkin untuk mengurangi pemasakan yang berlebihan dan untuk mengurangi kerusakan zat-zat gizi. Fungsi uap panas jenuh dan air panas adalah media pemanas yang biasa digunakan dalam pengalengan. Pengalengan makanan adalah suatu proses pengawetan makanan dengan mengepak bahan makanan tersebut di dalam wadah gelas atau kaleng yang ditutup secara hermetis hingga kedap udara, dipanaskan sampai suhu yang cukup untuk menghancurkan organisme pembusuk dan pathogen di dalam bahan, kemudian didinginkan dengan cepat untuk mencegah over cooking dari bahan makanan serta menghindari aktifnya kembali bakteri tahan panas. Blanching adalah proses pemanasan produk dengan uap atau air panas secara langsung pada suhu kurang dari 1000C selama kurang dari 10 menit. Alat yang digunakan dalam proses ini adalah blancher.. Prinsip kerjanya adalah panas yang disuplai oleh boiler dialirkan melalui pipa ke dalam bak yang berfungsi sebagai tempat pemanasan. Pengoperasian blancher yaitu mula-mula kran pada bagian bawah bak blancher ditutup, kemudian bak diisi dengan air sampai melewati pipa aliran panas pada bak. Kran aliran panas pada blancher dibuka. Uap panas dari boiler dialirkan ke dalam

blancher dengan cara membuka kran uap panas boiler.

Pengaturan suhu dengan

mengatur kran aliran panas pada bak dan ditentukan waktu prosesnya (Fellow, 1998). Blanching dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mempergunakan uap dan air (Frazier, 1998). Masing-masing cara mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri. Blancher uap menjamin kehilangan komponen gizi larut air lebih rendah, limbah sedikit, kemudahan membersihkan alat. Tapi disisi lain memiliki kekurangan, yaitu pembersih produk yang kurang baik, biaya kapital tinggi, kurang homogen, dan kurangnya efisien energi. Sedangkan blancher air mempunyai kelebihan yaitu biayanya lebih murah, efisiensi energi tinggi, tetapi mempunyai kekurangan adalah kemungkinan kehilangan zat gizi terlarut, limbah buangan air banyak, dan resiko kontaminasi terutama oleh bakteri termofilik. Bahan yang akan diblanching dimasukkan ke dalam keranjang bahan dan dimasukkan ke dalam air pada bak blancher. Kran uap panas pada boiler ditutup. Setelah proses selesai, air pada bak dibuang dengan cara membuka kran pada bagian bwah bak. Kran aliran uap panas pada bak blancher ditutup, alat dibersihkan. Fungsi blanching dalam pengalengan adalah untuk melayukan jaringan tanaman agar mudah dikemas, menghilangkan gas dari dalam jaringan (mengusir gelembung udara yang terperangkap dalam bahan), menginaktifkan enzim dan menaikkan suhu awal bahan sebelum disterilisasi. Jika terlalu banyak udara yang tertinggal dalam kaleng, suhu yang diinginkan mungkin tidak tercapai selama proses sterilisasi dan kemungkinan mikroorganisme masih hidup di dalam kaleng. Hampir semua bahan pangan yang berupa sayuran diblanching dengan cara dicelup dalam air mendidih atau diuapi, proses ini biasanya dilakukan dengan cara melewatkan bahan dalam suatu lorong uap dengan injeksi uap ke dalam. Pada beberapa macam sayuran tidak dibutuhkan blanching tetapi kebanyakan bahan pangan memerlukan proses ini. Memang lebih baik dilakukan blanching, tetapi perlu diperhatikan bahwa blanching yang kurang sempurna (underblanching)dapat lebih merusak dari pada tidak dilakukannya blanching. Panas yang diberikan tidak cukup untuk menginaktivasi enzim tetapi lebih merusak jaringan sehingga enzim dan substrat tercampur dan kerusakan enzimatis terjadi. Beberapa jenis enzim yang dimaksud antara lain lipoksigenase, polifenoloksidase, poligalakturonase, dan klorofilase. Juga ada enzim yang tahan panas

seperti katalase dan peroksidase. Oleh karena itu harus diperhatikan waktu blanching, ukuran bahan pangan, waktu proses, dan metode pemanasan. Exhauter adalah alat yang digunakan dalam proses exhauting. Exhauting adalah proses penghilangan sebagian besar udara / gas-gas lain dari kaleng sesaat sebelum penutupan kaleng, sehingga mengurangi tekanan dalam kaleng yang terlalu tinggi (terutama pada saat pemanasan dalam retort) dan mengurangi kemungkinan terjadinya proses pengkaratan dan reaksi oksidasi lainnya yang akan menurunkan mutu dan keamanan. Exhauster memiliki prinsip kerja yaitu uap yang disuplai oleh boiler, dialirkan melalui pipa ke dalam exhaust box. Uap panas ini digunakan untuk mengusir udara pada kaleng yang berjalan pada rel dalam exhauster. Exhauster dioperasikan dengan cara terlebih dahulu menekan tombol on, kecepatan exhausting diatur dengan mengatur kecepatan rel. Selanjutnya uap panas dari boiler dialirkan melalui pipa. Suhu exhauster dapat diatur dengan mengatur kran uap. Bahan yang akan diexhausting dalam kaleng diletakkan pada rantai di bagian luar exhaust box. Tutup wadah kaleng diletakkan di belakang kaleng dan melewati rel bersama-sama, setelah keluar dari exhaust box kaleng segera ditutup. Setelah proses selesai aliran uap boiler dihentikan dank ran aliran uap panas ditutup, alat dimatikan dan dibersihkan. Double seamer adalah alat untuk menutup kaleng setelah melewati proses exhausting. Proses penutupan ini sangat penting karena daya awet produk dalam kaleng sangat tergantung dari keadaan kaleng. Prinsip kerja alat ini adalah kaleng diletakkan dalam chuck penahan. Roll pelipat akan membentuk lipatan ganda di antara kaleng dengan tutup kaleng. Roll pengepres akan memperkuat lipatan yang telah dibentuk. Tutup kaleng segera dipasang pada kaleng segera setelah kaleng dan tutupnya keluar dari dalam exhausting box. Kaleng lalu dilewatkan pada double seamer, yang akan membengkokkan bagian pinggir tutup dan mulut kaleng bentuk gulungan. Gulungan tersebut kemudian dipipihkan sehingga membentuk suatu sugel tutup yang rapat, dan kedap udara. Setelah proses ini selesai, maka dilakukan proses sterilisasi menggunakan retort. Retort adalah alat untuk mensterilisai bahan pangan yang sudah dikalengkan. Sterilisasi adalah proses termal yang dilakukan pada suhu tinggi >1000C dengan tujuan

utama memusnahkan spora patogen dan pembusuk. Suatu produk dikatakan steril bila tidak ada satupun mikroba yang dapat tumbuh pada produk tersebut. Spora bakteri lebih tahan panas dibandingkan dengan sel vegetatifnya. Prinsip kerja retort yaitu elemen pemanas pada retort akan memanaskan air membentuk uap panas. Uap panas ini akan mengusir udara dari dalam retort, sehingga terbentuk uap panas murni. Uap panas murni tersebut digunakan untuk memanaskan bahan yang terdapat dalam wadah. Jumlah panas yang diperlukan untuk sterilisasi yang memadai tergantung beberapa faktor antara lain ukuran kaleng dan isinya serta pH bahan makanan. Sterilisasi makanan lebih tepat disebut sterilisasi komersial, artinya suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang dapat menyebabkan kebusukan makanan. Pada kondisi penyimpanan renik tahan proses sterilisasi, tetapi tidak mampu berkembang biak pada suhu penyimpanan normal yang ditetapkan untuk makanan tersebut. Sterilisasi komersial mempunyai dua tipe yaitu tipe sterilisasi dalam kemasan (in batch sterilization), dimana bahan dan kemasan disterilisasi bersama-sama setelah bahan dikalengkan, dan tipe aseptic (in flow sterilization), dimana bahan dan kemasan disterilkan secara terpisah kemudian bahan dimasukkan ke dalam kemasan dalam ruangan steril atau kondisi aseptis. Pasteurisasi, sebagaimana halnya blanching adalah proses termal yang dilakukan pada suhu kurang dari 1000C. Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi tergantung dari tinggi suhu yang digunakan (Belitz, 1999). Makin tinggi suhu pasteurisasi, makin singkat waktu yang diperlukan untuk pemanasannya. Tujuan utama proses termal dalam pasteurisasi adalah untuk menginaktifkan sel-sel vegetatif dari mikroba pathogen. Alat untuk melakukan pasteursasi adalah pasteurizer yang memiliki prinsip kerja sebagai berikut : bahan berupa cairan dialirkan ke heat exchanger sehingga terjadi pindah panas. Panas melalui plate dipindahkan dari air pemanas ke bahan. Air pemanas berasal dari tangki air yang dipanaskan dengan heat electric, kemudian dialirkan dengan arah yang berlawanan dengan arah aliran bahan. Lama pemanasan pada produk terjadi selama produk mengalir dalam holding tube. Jika proses dianggap kurang, maka bahan akan dikembalikan ke heat exchanger dan holding tube. Bahan keluar dari siklus dan masuk penampung produk jika proses sudah dianggap cukup. Pengaturan aliran dilakukan melalui katup pengatur. Pasteurisasi dapat dilakukan dengan menggunakan air panas yang dialirkan secara terputus (batch) dengan sistem

suhu rendah dan waktu yang lama (Low Temperature Long Time), atau dengan menggunakan aliran air panas yang kontinyu dengan sistem suhu tinggi dan waktu yang singkat (High Temperature Short Time. Ultra High Temperature (UHT) adalah alat sterilisasi untuk memanaskan produk cair pada suhu sampai dengan 2950F. Prinsip kerja dari UHT adalah uap panas dari boiler mengalir pada pipa bagian luar. Bahan dialirkan pada pipa bagian dalam dengan arah aliran berlawanan dengan aliran uap. Sebelum masuk ke heat exchanger uap diatur jumlahnya melalui katup pengatur. Untuk mempertahankan suhu pemanasan digunakan holding tube. Lama produk melalui holding tube dipengaruhi oleh kecepatan pompa dan panjang holding tube. Teknik pengalengan makanan untuk pertama kalinya dikembangkan pada tahun 1809 pada zaman pemerintahan Napoleon Bonarpate. Beberapa keuntungan dari wadah kaleng adalah untuk makanan dan minuman yaitu mempunyai kekuatan mekanik yang tinggi, mempunyai sifat sebagai barier yang baik khususnya terhadap gas, uap air, jasad renik, debu, dan kotoran sehingga cocok untuk kemasan hermetis. Disamping itu walaupun mempunyai resiko adanya pengikisan atau migrasi unsur-unsur logam, akan tetapi toksisitasnya akan relatif rendah, tahan terhadap perubahan atau keadaan suhu yang ekstrim dan mempunyai permukaan yang ideal untuk pemberian dekorasi dalam labelling. Berikut ini adalah karakteristik logam dibandingkan dengan bahan-bahan lain (non logam). Tabel 1. Karakteristik logam dibandingkan dengan bahan lain (non logam) a. Logam Merupakan penghantar Non logam atau a. Konduktor yang buruk atau isulator

konduktor (panas, listrik) yang baik. yang baik b. Dapat ditempa dan dibengkokkan b. Rapuh dan tidak dapat ditempa dalam keadaan padat c. Mempunyai kilap logam d. Tidak tembus pandang e. Densitas (massa jenis) relatif tinggi f. Berbentuk padat (kecuali merkuri) (Syarief dkk, 1989) c. Kilap non logam d. Beberapa jenis bahan relatif tembus pandang atau translusid e. Densitas rendah f. Berbentuk padat, cair, atau gas

Mulanya wadah kaleng dibuat dari plat timah (tin plate) yang terdiri dari lembaran dasar baja dilapisi timah putih (Sn) dengan cara pencelupan dalam timah cair panas (hot dipping) atau dengan proses elektrolisa. Pelapisan dengan cara elektrolisa yaitu dengan menggunakan listrik galvanis sehingga menghasilkan lapisan timah yang lebih tipis dan merata. Kandungan timah putih dari kaleng plat timah berkisar antara 1,0 sampai 1,25% dari berat kaleng. Pengertian sesungguhnya dari plat timah atau tin plate yaitu lembaran atau gulungan baja berkarbon rendah serta mempunyai ketebalan 0,15 sampai 0,5 mm (Syarief dkk, 1989). Daya tahan timah terhadap karat tidak sempurna tetapi terhadap reaksi-reaksi dengan bahan pangan di dalamnya lebih lambat dari pada baja. Kaleng dengan lapisan timah yang lebih tebal biasanya digunakan untuk mengalengkan makanan yang mempunyai daya korosif yang lebih tinggi. Pemilihan jenis atau tipe kaleng yang digunakan perlu diperhatikan untuk mempertimbangkan sifat-sifat korosif tersebut dan sifat keasaman makanan. Tabel 2. Pemilihan tipe kaleng untuk pengemasan makanan dan minuman Klasifikasi Makanan a. Sangat korosif Sifat Keasaman Jenis Kaleng Makanan yang Tipe L mempunyai apel, ceri, acar) Makanan mempunyai sedang c. Sedikit korosif (sayur keasaman tinggi atau sedang (jus b. Korosif sedang yang Tipe MS, tipe MR keasaman asin

aprikot, anggur, pir) Makanan yang Tipe MR, tipe MC mempunyai rendah (kapri, keasaman jagung, tidak Tipe MR, tipe MC kering, tidak

d. Tidak korosif

daging, ikan) Makanan yang asam (produk yang makanan

diproses, makanan beku) (Syarief dkk, 1989)

Enamel atau lancquer adalah lapisan yang digunakan untuk mencegah kontak langsung antara bahan pangan dengan wadah logam dilakukan pelapisan atau coating dengan bahan non metal seperti polibutadiena, epon, oleoresin, vinil, epoksi, dan penolik (Syarief dkk, 1989). Penolik biasanya digunakan sebagai pelapis kaleng untuk hasil-hasil daging atau ikan. Tujuan lapisan enamel tidak hanya melapisi metal dari korosif tetapi juga melindungi kontak antara makanan dengan metal yang dapat menghasilkan warna dan flavor yang tidak diinginkan. Enamel sering dibedakan menjadi dua jenis yaitu pelindung dalam (LPD) dan lapisan pelindung luar (LPL). Pelapisan kaleng pada bagian luar kaleng yaitu selain mencegah korosi dari luar juga untuk dekorasi dari wadah. Aplikasi LPL yaitu sebagai lapisan dasar (white coating, untuk warna putih yang dominan dan sizing varnish, untuk kakleng transparan) dan aplikasinya sebagai warna yaitu solid (blok), untuk cetakan tanpa kombinasi warna dan rester / screen untuk gambar. Untuk mengidentifikasi ukuran kaleng industri pengalengan umumnya menggunakan nomor-nomor sebagai berikut 211*300, 303*406. Nomor dengan 3 digit pertama menunjukkan diameter kaleng dan 3 digit berikutnya menunjukkan tinggi kaleng. Digit pertama dari suatu nomor menunjukkan satuan inchi dan dua digit terakhir menunjukkan 1/16 inchi.

IV. KESIMPULAN

Pada proses pengalengan terjadi serangkaian tahapan yang harus dilakukan untuk menghasilkan produk dengan mutu yang baik. Keseluruhan proses yang meliputi blanching, exhauting, seaming, sterilisasi, pasteurisasi, dan proses ultra high temperatur harus berlangsung dengan baik. Juga sanitasi dan kebersihan peralatan pada keseluruhan proses perlu diperhatikan untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme. Agar proses pengalengan berjalan dengan sukses, maka perlakuan pemanasan yang diberikan harus cukup (tercapainya sterilitas komersial), wadah/kaleng harus tertutup secara hermetis dan penanganan kaleng sebelum, selama dan setelah pemanasan harus dipastikan baik yang meliputi integritas sambungan dan penutupan kaleng.

V.

PEMBAHASAN

*Blanching atau blansir merupakan perlakuan panas yang lazim dilakukan pada makanan sebelum proses pembekuan, pengeringan atau pengalengan. Proses blanching memiliki beberapa tujuan, antara lain : (1) menginaktivasi enzim, (2) membersihkan bahan mentah dan mengurangi jumlah mikroba awal, (3) menghilangkan gas selular, mengurangi korosi pada kaleng, dan mencapai tingkat kevakuman headspace yang sesuai selama pengalengan, (4) melunakkan bahan sehingga memudahkan pengisian ke dalam wadah, (5) memperbaiki tekstur terutama pada pangan yang didehidrasi. Blanching juga memiliki beberapa kelemahan di antaranya dapat merusak vitamin yang tidak tahan terhadap panas dan nutrisi yang larut air. Selain itu, blanching yang berlebihan juga menyebabkan kerusakan tekstur. Tujuan blanching tergantung proses yang akan dilakukan selanjutnya. Blanching sebelum proses pembekuan dan pengeringan adalah untuk menginaktivasikan enzim. Bila produk tidak diblansir terlebih dahulu maka produk tersebut akan mengalami perubahan warna, cita rasa, dan nilai gizi yang lebih cepat sebagai hasil aktivitas enzim. Blanching sebelum pengalengan bertujuan menghilangkan gas dari jaringan, membersihkan dan melunakkan jaringan sehingga mempermudah pengisian dalam kaleng, menaikkan suhu sebelum sterilisasi, dan untuk menginaktivasikan enzim. Produk yang dikalengkan akan mengalami pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi. Oleh karena itu, inaktivasi enzim tidak menjadi tujuan akhir perlakuan blanching. Pengeluaran gas dari jaringan dan pemanasan pendahuluan merupakan perlakuan yang sangat penting dalam pengalengan. Perlakuan ini berhubungan dengan kadar oksigen dalam makanan yang berpengaruh pada daya simpan produk dalam kaleng. Perlakuan blanching yang tepat akan menghasilkan derajat vakum yang tinggi dalam kaleng. Blanching dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu blanching dengan menggunakan air panas dan blanching dengan menggunakan uap panas. Blanching dengan air panas dapat dilakukan secara batch maupun kontinyu dan terdiri dari

beberapa tipe, yaitu dengan menggunakan drum yang berotasi pada tangki penampung air, tipe sekrup, atau dengan cara merendam bahan pada air kemudian dipanaskan hingga mencapai suhu blanching yang diinginkan. Blanching yang dilakukan pada percobaan adalah dengan cara yang terakhir yaitu merendam bahan dalam air panas. Air panas yang digunakan dapat diresirkulasikan, akan tetapi perlakuan blanching dengan air panas ini menyebabkan komponen bahan banyak yang terlarut dalam air sehingga air tersebut dapat menyebabkan perubahan flavor dari bahan (Brennan et al., 1981). Proses blanching dengan uap panas dilakukan dengan menggunakan uap jenuh pada tekanan atmosfer atau pada tekanan yang lebih rendah (150 kN/m2). Blanching dengan uap panas lebih memberikan retensi gizi yang optimum dibanding dengan air panas. Selain itu, cara ini juga dapat mencegah terjadinya efluen pada permukaan bahan karena tidak terjadi kondensasi, bahkan cara ini juga dapat menyebabkan pengeringan. Akan tetapi, blanching dengan uap panas kurang dapat memberikan efek pembersihan terhadap bahan sehingga diperlukan pencucian setelah bahan diblansir. Salah satu sistem blanching yang terbaik disebut Individual Quick Blanching (IQB). Proses ini dilakukan melalui dua tahap, yaitu setiap individu bahan dipanaskan dan setelah itu produk akan dipertahankan secara adiabatik sehingga suhu akan merata di seluruh bagian bahan. Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam pengolahan panas dengan blanching adalah penetrasi suhu yang sesuai dengan suhu blanching yang diinginkan ke dalam sampel. Kecukupan suhu blanching ini dapat dilihat dari suhu pada coldest point, yaitu apakah suhu pada titik tersebut sudah mencapai suhu blanching atau tidak. Coldest point biasanya terletak di tengah-tengah bahan den merupakan titik yang paling lambat menerima panas. Oleh karena itu, suhu pada coldest point dijadikan acuan untuk mengukur tingkat kecukupan panas pada bahan. Percobaan penetrasi panas dilakukan dengan menggunakan ubi jalar sebagai sampel. Ubi jalar tersebut diberi dua perlakuan yang berbeda untuk membandingkan penetrasi panas pada masing-masing perlakuan, yaitu ubi jalar yang diblansir dalam kondisi utuh dan yang diblansir pada kondisi telah terpotong menjadi bagian-bagian kecil. Suhu blanching yang digunakan pada percobaan adalah 90C. Suhu pada coldest point sampel diukur dengan menggunakan thermocouple setiap interval 5 menit selama 30 menit. Hasil percobaan pada Tabel 1 menunjukkan fluktuasi suhu serta pencapaian suhu yang lebih besar daripada suhu blanching, yaitu mencapai 204.8C pada pengukuran sampel utuh dengan kode 1(6). Hal ini dapat disebabkan oleh kerusakan teknis pada thermocouple maupun suhu blansir yang berfluktuasi. Dari hasil percobaan juga dapat dilihat bahwa suhu coldest point sampel utuh kedua dan sampel yang dipotong-potong terus mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya waktu blanching. Data hasil percobaan juga menunjukkan bahwa penetrasi suhu terjadi lebih cepat pada sampel yang dipotong-potong daripada sampel yang utuh. Hal ini disebabkan panas akan lebih cepat tertransfer ke apabila volume sampel lebih kecil. Selain faktor kecukupan suhu, perubahan mutu produk selama proses blanching juga harus diperhatikan. Pada percobaan, perubahan mutu produk yang diamati adalah warna, tekstur, dan aroma. Suhu blanching yang digunakan adalah 90C. Perubahan diamati setiap interval waktu 5 menit selama 30 menit. Hasil percobaan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa tekstur ubi semakin lunak dan aroma yang tercium semakin tajam seiring dengan bertambahnya waktu, sedangkan warna ubi terlihat semakin tua hingga

menit 20 kemudian memudar hingga menit 30. Pemudaran warna ini berpengaruh negatif terhadap penerimaan produk oleh konsumen. Oleh karena itu, sebaiknya blanching hanya dilakukan selama 20 menit. Selain itu, blanching selama 20 menit ini sudah cukup memberikan penetrasi panas serta tekstur dan aroma yang diinginkan. Menurut Brennan et al. (1981), ketika wadah tertutup (sebagai contoh makanan kaleng) dipanaskan, maka tekanan internal yang dihasilkan akan menimbulkan beberapa efek, antara lain : (1) isi kaleng meningkat, (2) tekanan uap air dalam kaleng meningkat, (3) udara dan gas-gas lain dalam headspace bertambah banyak. Perubahan-perubahan ini menyebabkan perlunya membuat suatu area bebas di atas makanan dalam kaleng yang disebut headspace. Selain sebagai sarana untuk memfasilitasi adanya peningkatan cairan dan gas, headspace juga berfungsi untuk memfasilitasi proses transfer panas selama proses agitasi. Secara umum, besarnya headspace tidak boleh melebihi 10% dari volume wadah.

*Tekanan uap pada kaleng pada dasarnya ditentukan oleh suhu proses. Akan tetapi, tekanan parsial pada udara dalam kaleng dapat dikurangi selama proses, yaitu dengan cara : (i) membebaskan makanan dari gas selular (dengan perlakuan blanching atau pre-vacuumising), dan (ii) membuat kondisi vakum pada headspace sebelum kaleng ditutup yang disebut dengan exhausting. Proses exhausting ini bertujuan mengurangi kadar oksigen dalam kaleng sehingga mengurangi korosi, membatasi proses oksidasi oleh makanan, dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme aerobik. Metode exhausting yang umum digunakan antara lain mechanical exhausting, hot filling, hot exhausting, dan steam-flow closing. Pelipatan kaleng (can seaming) dalam industri dilakukan dengan dua tahap. Oleh karena itu proses pelipatan kaleng disebut dengan dengan double seaming dan alat yang digunakan disebut dengan double seamer. Prinsip kerja dari double seamer adalah kaleng diletakkan di atas base penahan. Rol pelipat akan membentuk lipatan ganda antara tutup kaleng dengan badan kaleng dan rol pengepres akan memperkuat lipatan. Sambungan antara tutup kaleng dan badan kaleng sebaiknya tidak bergerigi dan saling menutup. Hal ini dimaksudkan agar produk yang dikalengkan tidak mengalami rekontaminasi setelah diretort. Selain itu, pengepresan lipatan juga harus diperkuat agar tercipta kondisi yang hermetis. *Sterilisasi dibagi menjadi dua macam yaitu sterilisasi aseptik dan sterilisasi konvensional. Sterilisasi aseptik dilakukan pada produk dan kemasan secara terpisah kemudian produk dimasukkan ke dalam kemasan di lingkungan yang steril, sedangkan sterilisasi konvensional dilakukan apabila produk sudah dimasukkan ke dalam kemasan. Selain itu, sterilisasi juga dibagi menjadi sterilisasi komersial dan sterilisasi murni. Sterilisasi murni ditujukan untuk membunuh semua jenis mikroba, sedangkan sterilisasi komersial ditujukan untuk membunuh mikroba tertentu yang berbahaya untuk keamanan pangan dan atau mikroba yang tidak diinginkan berada dalam bahan pangan. Produk kalengan dikatakan steril bila tidak ada satupun mikroba yang tumbuh pada produk tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan proses sterilisasi untuk membunuh mikroba patogen, terutama bakteri pembentuk spora dan sel vegetatif. Spora bakteri lebih tahan panas dibandingkan dibandingkan sel vegetatifnya. Selain itu, bakteri pembentuk spora lebih tahan panas dibandingkan mikroba lain. Oleh karena itu, bakteri

pembentuk spora digunakan sebagai indikator. Jika keberadaan spora dalam kaleng sudah tidak ada, maka dapat disimpulkan bakteri pembentuk spora dan mikroba lain tidak ada dalam kaleng. Prinsip kerja dari retort adalah elemen pemanas yang akan memanaskan air membentuk uap panas. Uap panas ini akan mengusir udara dalam retort, sehingga terbentuk uap panas murni yang digunakan untuk memanaskan bahan yang terdapat dalam wadah. Proses ini dilakukan pada suhu 121oC selama 15 menit. Namun pada percobaan, suhu yang digunakan adalah 100oC selama 15 menit karena hanya bertujuan untuk pengukuran penetrasi panas terhadap bahan dan bukan untuk mensterilisasi produk. Pengukuran penetrasi panas terhadap bahan yang dikalengkan dilakukan dengan mengukur suhu bahan pada bagian yang paling lambat dipanaskan (coldest point). Bahan yang dikalengkan adalah wortel dengan media penghantar panas larutan garam 1% (3 kaleng) dan sirup (2 kaleng). Selain sebagai media penghantar panas pada produk, larutan garam yang ditambahkan juga memiliki beberapa kegunaan, antara lain : (1) mengawetkan produk, (2) menghilangkan udara dan gas dari ingredien padat dan menurunkan tekanan pada wadah selama proses pengalengan, (3) memperbaiki flavor dan cita rasa, (4) menghambat reaksi pencoklatan pada beberapa produk tertentu seperti apel, pir, dan kentang (Brennan et al., 1981). Setelah exhausting, salah satu kaleng dari masing-masing sampel didinginkan terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam proses retorting untuk dibandingkan penetrasi panasnya dengan sampel yang tidak didinginkan. Hasil percobaan penetrasi panas dapat dilihat pada Tabel 2, sedangkan suhu retort dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa come up time (CUT) retort untuk mencapai suhu proses (100oC) adalah 2 menit. Selain itu beberapa penyimpangan dapat ditemukan pada pengukuran penetrasi panas terhadap hampir semua sampel yang digunakan. Penyimpangan ini ditunjukkan oleh adanya coldest point sampel yang jauh melebihi suhu proses (lebih dari 100 oC). Sampel yang menunjukkan penyimpangan yang signifikan adalah wortel dingin yang suhunya mencapai 125.4 oC, tetapi kemudian terus menurun. Penyimpangan-penyimpangan ini dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan, diantaranya adalah adanya kerusakan pada thermocouple yang digunakan sehingga menunjukkan suhu yang salah. Selain itu penutupan retort yang kurang rapat sehingga menyebabkan keluarnya uap dari bagian pengunci yang mengakibatkan adanya kesalahan pengukuran suhu retort maupun suhu bahan. Walaupun terdapat penyimpangan hasil percobaan, masih terdapat beberapa hal yang dapat dijelaskan. Berdasarkan data penetrasi panas pada kaleng sirup panas dan sirup dingin dapat dilihat bahwa sirup panas mengalami kenaikan suhu yang lebih cepat dibandingkan dengan sirup dingin. Hal ini disebabkan oleh suhu produk sekaligus media penghantar panas yang suhunya masih relatif tinggi sehingga waktu yang diperlukan untuk menaikkan suhu coldest point lebih pendek daripada sirup dingin. Berdasarkan data penetrasi panas pada kaleng sirup panas dan wortel panas dapat dilihat bahwa sirup panas mengalami kenaikan suhu yang lebih cepat dibandingkan dengan wortel panas. Adanya perbedaan penetrasi panas pada kedua produk ini dapat disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik produk yang dikalengkan. Sirup merupakan zat cair yang menghantarkan panas lebih cepat dibandingkan wortel yang juga menggunakan zat cair (larutan garam 1%) sebagai media

penghantar panas, tetapi adanya ketidakseragaman bentuk dan ukuran wortel yang dikalengkan dapat menghambat penetrasi panas dari media ke dalam bahan. Bagian-bagian retort diantaranya adalah vent dan bleeder. Vent merupakan katup dengan pembuka yang dapat dikembalikan untuk membuang udara dalam retort dan menggantikannya dengan uap sebelum proses sterilisasi dimulai dan dihitung waktunya. Vent dipasang pada arah berlawanan dengan lubang masuknya uap ke retort. Bleeder bukan vent melainkan lubang pembuangan udara yang masuk bersama-sama uap yang berfungsi membuat sirkulasi uap ke dalam retort. Bleeder harus selalu terbuka dan mengeluarkan uap terus-menerus secara bebas (Fellows,2000). Proses penetrasi panas terjadi dari kondisi panas ke kondisi dingin membentuk kondisi seimbang, dalam hal ini panas berpindah dari lingkungan ke badan kaleng dan diteruskan ke bahan pangan yang ada di dalamnya. Dalam proses sterilisasi ada 3 macam perpindahan panas, yaitu konveksi, konduksi, dan radiasi cahaya. Pada proses konveksi terjadi penetrasi panas melalui medium pemanas. Pemanasan dengan konveksi biasanya terjadi pada makanan dalam bentuk cairan, sedangkan proses konduksi terjadi karena panas dipindahkan melalui molekul aktif dan diteruskan dari satu bagian zat ke zat lain. Proses konduksi terjadi pada makanan padat. Pemanasan dengan konduksi lebih lambat dibandingkan dengan yang lain. Pemindahan panas dengan proses radiasi dipindahkan melalui cahaya dengan kecepatan yng sama. Pada proses pemanasan produk, dapat digunakan salah satu atau kombinasi dari ketiga jenis tersebut (Desroier,1978). Pada proses pemanasan produk, dapat digunakan salah satu atau kombinasi dari ketiga jenis tersebut. Untuk produk berbentuk cairan atau produk dengan partikel tersuspensi dalam cairan, maka proses perpindahan panas terjadi secara konveksi. Proses perpindahan panas pada produk dengan viskositas tinggi terjadi secara konveksi dan konduksi. Sedangkan untuk produk berbentuk padatan atau produk dengan viskositas sangat tinggi terjadi secara konduksi (Desroier, 1978). Makanan yang disterilkan biasanya dikemas dalam wadah kedap udara untuk mencegah terjadinya rekontaminasi. Karena kandungan oksigen rendah, maka mikroba yang termasuk obligat aerob tidak dapat tumbuh baik untuk menyebabkan kebusukan atau membahayakan kesehatan. Spora bakteri obligat aerob biasanya tidak tahan panas. Akan tetapi dalam daging kaleng dimana oksigen masih terdapat dalam jumlah yang nyata, beberapa jenis mikroba aerob seperti Bacillus mycoides, dan Bacillus subtilis masih hidup dan dapat menyebabkan kebusukan. Pasteurisasi adalah pemanasan yang dilakukan pada suhu kurang dari 100C, akan tetapi dengan waktu yang bervariasi mulai dari beberapa detik hingga menit tergantung dari berapa suhu tersebut. Makin tinggi suhu pasteurisasi, makin singkat proses pemanasannya. Pasteurisasi umumnya dikombinasikan dengan proses pengawetan lainnya, seperti fermentasi atau penyimpanan pada suhu rendah. Pasteurisasi umumnya diaplikasikan untuk mengawetkan berbagai jenis pangan seperti es krim, susu, krim, buah kalengan, jus buah, acar, bir, anggur, dan lain-lain. Tujuan utama pasteurisasi ialah menginaktifkan sel-sel vegetatif mikroba patogen atau membentuk toksin. Tujuan kedua adalah untuk membunuh mikroba yang menyebabkan kebusukan produk serta spora khamir dan kapang. Pada produk-produk tertentu seperti es krim, pemanasan dapat membantu pembentukan flavor yang lebih disukai oleh konsumen. Kerusakan produk akibat pemanasan lebih rendah pada produk yang dipasteurisasi dibandingkan dengan produk yang disterilisasi. Akan tetapi, pasteurisasi juga memiliki kelemahan yaitu masih terdapatnya aktivitas enzim pada

produk. Hal ini menyebabakan kebusukan produk selama penyimpanan (Brennan, et al., 1981).

*Pasteurisasi susu pertama kali dilakukan oleh Dr. Soxhlet di Jerman pada tahun 1886, sedangkan pasteurisasi komersial pertama kali dilakukan di Amerika Serikat sekitar tahun 1900. Peralatan pasteurisasi pertama kali dirancang untuk memanaskan susu pada suhu 71.1C (160F) selama 3060 detik. Tinggi suhu dalam pemanasan dalam pasteurisasi tergantung pada ketahanan panas mikroba yang akan dibunuh dan sensitivitas mutu makanan terhadap pemanasan. Penggunaan metode HTST (High Temperatur Short Time) biasanya membutuhkan produk dengan mutu yang lebih baik dibandingkan metode LTLT (Low Temperature Long Time). Pada pasteurisasi susu, kondisi HTST yang digunakan adalah 161F selama 15 detik. Khususnya untuk susu pasteurisasi ini ditujukan untuk membunuh Coxiella burnetti, jenis mikroba ricketsia yang dapat menyebabkan demam Q. Pada minuman hasil fermentasi seperti bir dan anggur, pasteurisasi digunakan untuk membunuh kapang liar atau kontaminan. Pada produk-produk yang mengandung banyak lemak dan gula seperti susu coklat, krim, es krim, dan sebagainya, temperatur yang digunakan harus lebih tinggi karena adanya efek perlindungan terhadap mikroorganisme oleh lemak dan gula (Campbell & Marshall, 1975). Pasteurisasi susu biasanya dilakukan dengan sistem pemanasan tidak langsung dari medium pemanas yang ditransfer melalui permukaan, yaitu dengan pemindah panas pelat (plate heat exchangers)/ PHE.Alat pemindah panas lain yang biasa digunakan adalah pemindah panas tabung (tubular heat exchangers) dan pemindah panas dengan pengikis permukaan. (scraped surface heat exchangers). Cara lain yang digunakan untuk susu adalah penggunaan uap panas yang langsung kontak dengan produk. Pemindahan panas pelat digunakan untuk cairan yang homogen dengan viskositas rendah, seperti susu dan sari buah. Pemindahan panas pelat pada pasteurisasi susu termasuk ke dalam tipe pasteurisasi kontinyu. Susu yang akan dipasteurisasi dialirkan melalui plate heat exchangers yang terdiri dari piringan atau pelat baja tahan karat yang tipis yang dirangkaikan secara ketat dalam kerangka. Jumlah piringan dapat diatur sesuai kebutuhan. Pada plate heat exchangers terdapat empat tahapan proses, yaitu pemanasan awal (regenerasi), pemanasan, pendinginan pendahuluan dan pendinginan (Brennan et al., 1981). Setiap tahapan proses terdiri dari banyak pelat yang terhubung satu sama lain. Pelat-pelat tersebut dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan turbulensi cairan dan pemindahan panas. Mekanisme yang terjadi pada plate heat exchangers yaitu produk mengalir pada satu sisi dan medium pemanas mengalir pada sisi sebelahnya dengan arah yang berlawanan. Walstra et al. (1999) menyatakan bahwa perbedaan suhu antara produk dan medium pemanas pada PHE kecil, misalnya 2C untuk susu yang dipanaskan pada suhu 65C hingga 75C. Hal ini disebabkan oleh besarnya permukaan pelat pemindah panas per unit volume produk yang dipanaskan. Perbedaan suhu yang kecil ini memiliki beberapa keuntungan antara lain cocok digunakan untuk produk-produk yang sensitif terhadap panas. Keuntungan lain yaitu konsumsi energi untuk proses pemanasan dan pendinginan menjadi lebih kecil karena panas dapat diregenerasi. Prinsip regenerasi tersebut yaitu susu yang baru masuk ke dalam pelat dapat mengalami pemanasan oleh susu yang telah mengalami pemanasan terlebih dahulu dan pada saat yang bersamaan

susu mengalami pendinginan oleh susu yang baru masuk. Setelah terjadi proses pendinginan oleh susu yang baru masuk, proses pendinginan dilanjutkan dengan menggunakan air dingin atau medium pendingin lainnya. *UHT (Ultra High Temperature) merupakan proses pemanasan yang pertama kali dikembangkan pada tahun 1950an dengan menggunakan suhu mulai dari 88C hingga 132C dengan holding time selama 2 detik atau kurang. Akan tetapi, untuk saat ini standar peraturan yang berlaku menyatakan bahwa produk dengan label UHT harus dipanaskan pada suhu yang lebih tinggi yaitu 137.8C atau lebih dengan waktu pemanasan paling pendek 2 detik. Suhu pemanasan harus ditingkatkan hingga mencapai 150C selama 9 detik jika diinginkan produk dengan sterilitas tinggi. Proses pemanasan susu dengan UHT seringkali dihubungkan dengan kerusakan flavor susu, akan tetapi di lain sisi penggunan UHT sangat efektif untuk membunuh bakteri. Setelah mengalami pemanasan, susu UHT biasanya disimpan pada suhu rendah karena susu masih mengandung mikroorganisme hidup dalam jumlah kecil Pemanasan dengan sistem UHT biasanya menggunakan tubular heat exchangers (THE) atau pemindah panas tabung. Permukaan THE per unit volume produk yang dipanaskan lebih kecil dari THE. Hal ini menyebabkan perbedaan suhu antara produk yang dipanaskan dan medium pemanas menjadi lebih besar. Oleh karena itu untuk meningkatkan pemindahan panas, produk harus dialirkan dengan laju aliran yang tinggi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan. Akan tetapi kenaikan tekanan ini tidak memiliki pengaruh yang negatif karena tabung memiliki ketahanan yang lebih kuat dibandingkan pelat. Tubular heat exchangers banyak diaplikasikan pada sistem pemanasan suhu tinggi (mencapai 150C). Sama seperti PHE, alat pemindah panas ini terdiri dari beberapa bagian yaitu bagian regenerasi, pemanasan, pendinginan pendahuluan (holding), dan pendinginan. THE dapat menggunakan dua atau tiga tabung konsentris atau tabung kecil dalam sel. Produk mengalir dalam tabung yang dalam pada tipe tabung ganda, dan pada tabung yang tengah pada tipe tabung tripel, sedangkan medium pemanas mengalir dengan arah yang berlawanan dengan arah dalam tabung lainnya. Keuntungan pemindah panas ini adalah hanya sedikit gasket, kompak, dan tidak ada bagian yang bergerak. Kerugiannya adalah viskositas serta ukuran produk terbatas dan jika terjadi drop tekanan maka tidak dapat dibuka dan diperiksa. Prinsip dasar dari UHT adalah pemaparan produk dengan suhu yang tinggi dalam waktu yang singkat sebelum produk tersebut dimasukkan ke dalam kemasan dalam kondisi atmosfer yang steril (Fellows,2000). Umumnya UHT digunakan pada bahan pangan cair seperti susu, jus dan konsentrat buah, yoghurt, dan lain-lain. UHT diterapkan dengan penggunaan UHT unit. Prinsip kerja alat ini adalah uap panas dari boiler mengalir pada pipa bagian luar dari tube heat exchangers, sedanngkan bahan yang dialirkan secara counter current (berlawanan arah dengan aliran uap) pada pipa bagian dalam. Heat exchangers memiliki dua buah tabung, pertukaran panas terjadi melalui transfer panas dari medium pemanas dan produk. Medium pemanas terdapat diantara tabung besar dan tabung kecil. Holding tube merupakan bagian yang penting untuk mempertahankan suhu pemanasan. Produk yang dipanaskan akan berada dalam holding tube selama waktu tertentu. Lama produk melalui holding tube dipengaruhi oleh kecepatan pompa dan panjang holding tube.Suhu produk yang keluar dari holding

tube harus sesuai dengan setting point, jika tidak maka produk dialirkan ke bagian regenerasi lagi. Percobaan untuk menentukan holding time produk dilakukan dengan menentukan residence time dan beberapa parameter lainnya. Berikut merupakan perhitungan untuk menentukan holding time : Debit air ( Q ) = 500 ml/ 33.38 s = 0.5 L/ 33.38 s = 5x 10-4 m3/33.38 s Diameter dalam = 0.7747 cm = 7.747 x 10-3 m Panjang = 213.35 cm = 2.1336 m Holding time = x 3.14 D2 L / Q = x 3.14 x ( 2.1336 ) 2 x 7.747 x 10-3 / 5x 10-4/ 33.38 = 1849.12 s = 0.51 jam Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh debit air sebesar 5x 10-4 m3 / 33.38 s. Holding time yang diperoleh sebesar 1849.12 detik atau 0.51 jam. Artinya produk akan berada dalam holding tube selama 1849.12 detik atau 0.51 jam untuk mempertahankan suhu pemanasan. Waktu ini dihitung sejak bahan masuk ke dalam holding tube sampai bahan tersebut keluar. Beberapa faktor yang mempengaruhi holding time adalah panjang pipa (holding tube), kecepatan pompa, dan sifat aliran bahan (laminar/turbulen).

Brennan, J.G., J.R Butters, N.D. Cowell, dan A.E.V. Lilley. 1981. Food Engineering Operations, 2nd Edition. Applied Science Publishers Limited, London. Fellows, P. 2000. Food Processing Technology Principles and Practice. Ellis Horwood, New York. Belitz, H. D. 1999. Food Chemistry. Springer. Germany Fellow, P. J. 1998. Food Processing Technology. Principles and Practise. Ellis Horwood. New York Frazier, W. C. 1988. Food Mocrobiology. Singapore

Syarief, Rizal, Sasya Santausa dan St. Isyana B., 1989. teknologi Pengemasan Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

You might also like