You are on page 1of 3

Anak dan Penggunaan Internet Masa Kini

Indonesia merupakan negara kaya akan budaya. Mulai dari ragam seni dan aktifitas permainannya. Permainan tradisional banyak macamnya dan berbeda tiap daerah. Semua memiliki keunikan tersendiri. Mulai dari main ular naga, main congklak, balogo, main intingan, mainsaman dan masih banyak lagi. Sayangnya permainan ini kini semakin langka dimainkan anak anak Indonesia saat ini. Anak anak kini larut dengan permainan modern. Pengaruh perkembangan globalisasi teknologi membuat sedikit demi sedikit permainan tradisional menghilang. Apakah salah dengan perkembangan tekhnologi saat ini ? tentu tidak justru sangat baik sekali asalkan pemanfaatan teknologi secara positif bukan kecanduan secara negatif. Coba kita lihat fenomena saat ini kecanggihan teknologi dengan adanya internet membuat anak anak lebih suka memainkan permainan di dunia maya. Padahal jika ditelisik bisa memnyebabkan hal yang negatif apabila kurang kontrol dari orang tua. Anak yang sudah kecanduan permainan game online misalnya mereka rela menghabiskan jam pulang sekolah mereka dan menggunakan uang saku mereka hanya untuk bermain sehingga melupakan tugas mereka sebagai anak yakni belajar. Korelasinya nilai sekolah mereka ikut terkontaminasi. Internet sebagai wahana kemajuan iptek menjadi pisau bermata dua. Jika anak diarahkan menggunakan internet sebagai hal yang positif maka sangat akan membantu kemajuan prestasi mereka tapi jika anak sama sekali tidak dihiraukan alias tanpa bimbingan orang tua dalam menggunakan internet maka bisa saja anak akan menggunakan fasilitas ini secara kebablasan. Bijaksana dalam menggunakan internet berarti menyelamatkan anak-anak kita dari kecanduan internet secara negatif. Ingat memberikan fasilitas ke anak seperti membelikan laptop dan modem misalnya bukan berarti orang tua melepas begitu saja karena anak harus dibimbing dan di ajarkan menggunakan internet secara sehat dan aman. Jangan sampai karena kurangnya perhatian orang tua membuat anak anak rentan mengalami kejahatan di dunia maya. Orang tua yag baik adalah orang tua yang memberikan fasilitas tapi tidak lupa memberikan arahan bagaimana menggunakan fasilitas itu secara positif. Jangan sampai kasus kasus kejahatan dunia maya terjadi pada kita dan keluarga kita.

Anak Pilih Buku atau Gadget?


Karena kita hidup di abad ke-21, maka peradaban membawa kita pada dua sisinya yang paling berperan maju: kemanusiaan dan teknologi. Setidaknya kedua hal ini saling melengkapi dalam tatanan dunia yang semakin kompleks dengan berbagai permasalahannya. Teknologi digunakan untuk memperkuat kemanusiaan, sedangkan sebaliknya, kemanusiaan dijadikan alasan utama membangun teknologi. Masyarakat, seperti kita, mengikuti dengan alamiah, sebagian dengan penyesuaian. Buku, misalnya, adalah bagian paling bertahan dari peradaban manusia. Walaupun dalam perkembangan teknologi abad ini, ada namanya gadget, kelompok perangkat sakral yang bisa menjadi batu loncatan paling signifikan bagi generasi manusia khususnya anak-anak. Anak-anak masa kini seperti memiliki sahabat harian baru, gadget. Dibandingkan dua dekade lalu, para pakar menyimpulkan bahwa pada hari ini anak lebih suka menghabiskan waktu untuk mengetik pesan, atau berselancar di internet guna mendapatkan informasi yang diinginkannya, alih-alih menggunakan sumber tradisional seperti buku cetak ataupun manuskrip. Fakta sebagaimana dirilis Pew Internet and American Life Project, sebuah lembaga nirlaba yang berfokus pada riset perilaku internet remaja menyebutkan, sekitar 85% anak usia 10 hingga 19 tahun di Amerika memiliki sebuah telepon genggam. Hasil penelitian tersebut sepintas terdengar wajar saja sebab teknologi memang berkembang begitu cepat dan menyentuh hampir semua lini kehidupan anak. Tetapi fakta lanjutan lebih memprihatinkan, karena ternyata dari kelompok anak yang tergabung dalam angka ini belum belajar bagaimana memilah sumber dan menggunakan informasi dengan baik. Membantu anak-anak mengembangkan kemampuan membaca dan menyerap informasi jauh lebih diperlukan saat ini daripada sekadar menyediakan perangkat yang mereka butuhkan, jelaspenelitian itu. Gadget atau Buku? Pilihan mendapatkan informasi antara sumber gadget ataukah buku bagi anak masa kini dianggap relatif lebih mudah. Sekolah-sekolah menyediakan internet bahkan hingga tingkat desa. Sumber-sumber pelajaran diinformasikan agar mereka bisa mengakses dengan mudah. Perangkat-perangkat komputer meja bahkan tablet ditempatkan di perpustakaan yang dahulunya hanya berisi buku-buku. Bahkan, sejak 2010 lalu dipublikasikan hasil penelitian National Literacy Trust yang mengungkapkan kecenderungan anak memilih hadiah ponsel pintar ketimbang buku. Sebagaimana dilaporkan The Telegraph, didapat angka 9 dari 10 anak memiliki telepon pintar dan hanya dua pertiga yang memiliki buku di rumah.

Indikasi dari penelitian ini menyebutkan bahwa di abad ke-21 ini terlalu banyak orang tua yang gagal melakukan perlindungan terhadap anaknya dari serangan negatif teknologi. Angka menyebutkan hanya 1 dari 6 orang tua yang bisa mengerti isi gadget anaknya. Kemampuan yang baik dalam membaca sumber-sumber primer seperti buku, majalah, atau surat kabar, membantu anak-anak menemukan karakternya secara lebih baik, bahkan jika mereka tidak sempat melalui proses sekolah sewajarnya, tulis laporan itu. Padahal, hasil penelitian lanjutan dari Nevada University sebagaimana dipublikasikanpastselect.com menyebutkan, anak yang menyimpan setidaknya 20 buku pribadi di rumah memiliki pemahaman serta kecerdasan yang lebih baik di sekolah. Anak-anak yang memiliki kemampuan membaca buku daripada sekadar menikmati gadget, memiliki kemampuan bertahan di sekolah rata-rata tiga tahun lebih lama daripada anak-anak yang tidak suka membaca buku. Hasil ini mematahkan pendapat sebelumnya yang mengatakan bahwa anak-anak penjelajah internet memiliki perkembangan IQ lebih baik daripada anak-anak tradisional. Saat hasil penelitian menyebutkan 85% anak memiliki telepon genggam, dari statistik yang sama disebutkan bahwa (hanya) 75% dari kelompok anak tersebut memiliki minimal satu buah buku. Meski belum ada data penelitian serupa untuk kasus di Indonesia, tetapi hasil penelitian tindakan remaja di AS ini menunjukkan keadaan yang kurang lebih sama secara global. Lalu, harus bagaimanakah para orang tua? Sebagaimana disarankan oleh hasil penelitian Nevada University dan banyak organisasi pemerhati anak lainnya, pendampingan serta bimbingan langsung dalam hal penggunaangadget jadi kunci belajar anak. Meski sulit untuk memberikan pilihan lebih baik bagi mereka menikmati buku daripada perangkat elektronik, minimal komunikasi dan cara menggunakan informasi dengan benar bisa mereka pelajari lebih awal. Penting bagi para orang tua untuk membentuk pemahaman anak, bahwa gadget bukanlah alat utama belajar, tetapi hanya instrumen paling efisien. Dan buku, adalah cara bagi mereka untuk lebih mengerti proses belajar hingga menghasilkan produk, lanjut penelitian itu. Kalau gadget membantu anak melihat masa depan, maka buku bisa membantu mereka melihat masa lalu sama baiknya dengan melihat masa depan. Mengajarkan kepada anak kebutuhan penggunaan gadget mereka adalah tanggung jawab orang tua sebagai pemberi kesempatan itu. Karena teknologi terus maju, masyarakat kita didorong agar lebih cerdas menggunakan banyak pilihan belajar. Karena secara komplementer, tentu saja memiliki sahabat buku sekaligus gadget akan lebih mencerdaskan. Secara umum, bahkan hal ini berlaku tidak hanya bagi anak-anak.

You might also like