You are on page 1of 21

BAB 1 ISLAM DAN PERBANKAN Islam adalah kata bahasa Arab yang terambil dari kata salima yang

berarti selamat, damai, tunduk, pasrah dna berserah diri. Islam memberikan petunjuk mengenai bagaimana caranya menjalani kehidupan dengan benar agar manusia dapat mencapai kebahagiaan yang didambakannya itu, baik di dunia maupun di akhirat. Ajaran islam itu tidak hanya terbatas pada masalah hubungan antara seorang individu dengan penciptanya (hablum minallah), namun mencakup pula masalah hubungan antar sesama manusia (hablum minnnas), bahkan juga hubungan antara manusia dengan makhluk lainnya termask dengan alam dan lingkungan. Agama islam memiliki tigas aspek utama, yaitu aspek aqidah, aspek syariah, dan aspek akhlak. Aqidah adalah sesuatu yang dengannya diikatkan hati dan perasaan halus manusia atau yang dijadikan agama oleh manusia dan dijadikannya pegangan. Jadi, akidah ini bagaikan ikatan perjanjian yang kokoh yang tertanam jauh di dalam lubuh hati sabubari manusia. Singkatnya akidah adalah aspek yang berhuhungan dengan masalah-masalah keimanan dan dasardasar agama (ushuluddin). Akidah adalah ruh bagi setiap orang, yang apabila dipegang teguh akan memberikan kehidupan yang baik dan menggembirakan bagi yang bersangkutan. Sebaliknya tanpa akidah, hidup ini akan kehilangan maknanya dan karenanya akan matilah semangat keruhanian manusia. Dalam kaitannya dengan penerimaan terhadap akidah Islam, maka manusia dapat terbagi dalam lima golongan, yakni: Golongan Mumin (golongan yang menerima dan meyakini rukun iman yang enam dengan tulus dan jujur), Golongan Kafir (golongan yang menolak rukun iman secara terang-terangan), Golongan Munafik (golongan yang pada lahirnya menyatakan menerima akidah Islam, namun sebenarnya hati mereka menolak, tidak mempercayai akidah Islam), Golongan Musyrik (golongan yang memperserikatkan Allah SWT), dan Golongan Murtad (golongan yang dulunya beriman namun berbalik jadi kafir). Syariah adalah kata bahasa Arab yang secara harfiahnya berarti jalan yang ditempuh atau garis yang mesti dilalui. Syariah itu berisi peraturan dan hukumhukum yang menentukan garis hidup yang harus dilalui oleh seorang Muslim. Fiqih merupakan tafsiran ulama atas syariah, fiqih dibagi menjadi dua, yakni fiqih ibadah (tafsiran ulama atas perintah dan larangan dalam bidang ibadah) dan fiqih muamalah (tafsiran ulama atas perintah dan larangan dalam bidang muamalah). Dalam menafsirkan syariah yang berisi perintah dan larangan Allah terdapat dua golongan, yakni pasti dan tidak pasti. Perintah yang pasti disebut wajib dan yang tidak pasti disebuh sunnah, sedangkan larangan yang pasti disebut haram dan yang tidak pasti disebut makruh. Akhlak disebut juga Ihsan, yaitu engkau beribadat kepada Tuhanmu seolaholah engkau melihatNya sendiri, kalaupun engkau tidak melihatNya, maka ia melihatmu. Melalui ihsan seseorang akan selalu merasa bahwa dirinya dilihat oleh Allah. Akhlak memberikan panduan bagaimana seseorang harus berperilaku terhadap Allah, dan juga terhadap sesama makhluk. Iman adalah fondasi bangunan keagamaan seseorang agar ia dapat berperilaku mulia. Kuat0lemahnya iman seseorang dapat diukur dan diketahui dari perilaku akhlaknya, karena iman yang kuat mewujudkan akhlak yang baik dan mulia, begitu juga sebaliknya.

Page 1 of 21

BAB 2 SEJARAH PERBANKAN ISLAM Secara umum, bank merupakan lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Dan fungsi utama perbankan modern tersebut telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islamm bahkan sejak jaman Rasululloh SAW. Pemberian modal untuk modal kerja yang berbasis bagi hasil, seperti mudharabah, musaqah, muzaraah telah dikenal sejak awal diantara kaum Muhajirin dan Kaum Anshar. Beberapa istilah perbankan modern berasal dari khazanah ilmu fiqih, seperti istilah kredit (credit, credo) yang diambil dari istilah Qard yang artinya meminjamkan uang atas dasar kepercayaan dan istilah cek (check, cheque) yang diambil dari istilah Suq yang dalam bahasa Arab berarti pasar (alat bayar yang biasa digunakan di pasar). Perbankan mulai berkembang pesat ketika beredar banyak jenis mata yang pada zaman Abbasiyah sehingga perlu keahlian khusus untuk membedakan antara satu mata uang dengan mata uang lainnya. Peranan bankir pada zaman Abbasiyah mulai populer pada pemerintahan Khalifah Muqtadir (908-932 M). Pada saat itu, hampir setiap wazir (menteri) memiliki bankir sendiri. Kemajuan perbankan pada masa itu ditandai dengan beredarnya saq (cek) dengan luas sebagai media pembayaran. Bahkan peranan bankir telah meliputi 3 aspek, yaitu menerima deposit, menyalurkannya dan mentransfer uang. Ketika bangsa Eropa mulai menjalankan praktik perbankan, persoalan mulai timbul karena transaksi yang dilakukan menggunakan instrumen bunga yang dalam pendangan fiqih adalah riba, haram hukumnya. Eksperimen pendirian bank syariah yang paling sukses dan inovatif di masa modern ini dilakukan di Mesir pada tahun 1963, dengan berdirinya Mit Ghamr Local Saving Bank. Kesuksesan Mit Ghamr memberikan inspirasi bagi umat Muslim di seluruh dunia, sehingga timbulah kesadaran bahwa prinsip-prinsip Islam ternyata masih dapat diaplikasikan dalam bisnis modern. Kini perbankan syariah telah mengalami perkembangan yang cukup pesat dan menyebar ke banyak negara. Di Indonesia, bank Syariah yang pertama didirikan pada tahun 1992 adalah Bank Muamalat Indonesia. Industri perbankan syariah diprediksi masih akan berkembang dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi. Riset yang dilakukan oleh Karim Business Consulting pada tahun 2005 menunjukkan bahwa total aset bank syariah di indonesia diperkirakan akan lebih besar daripada apa yang diproyeksikan oleh Bank Indonesia. Perkembangan perbankan syariah ini tentunya juga harus didukung oleh sumber daya insani yang memadai, baik dari sehgi kualitas maupun kuantitasnya. Namun, realitas yang ada menunjukkan bahwa masih banyak sumber daya insani yang selama ini terlibat di institusi syariah tidak memiliki pengalaman akademis maupun praktis dalam Islamic Banking.

Page 2 of 21

BAB 3 IDENTIFIKASI TRANSAKSI YANG DILARANG Dalam bidang muamalah, semua transaksi dibolehkan kecuali yang diharamkan. Penyebab terlarangnya sebuah transaksi adalah disebabkan faktorfaktor antara lain Haram Zatnya, Haram Selain zatnya, dan Tidak Sah akadnya. Contoh dari haram zat-nya terjadi bila ada nasabah yang mengajukan pembiayaan murabahah, maka walaupun akadnya sah tapi transaksi ini haram karena objeknya haram. Untuk kategori Haram selain zatnya terjadi apabila melanggar prinsip an taradin minkum (Tadlis (penipuan), dan melanggar prinsip la Tazhlimuna wa la Tuzhlamun (tagrir/gharar, ikhtikar, bai najasy, riba, maysir, risywah). Unknown party atau tadlis,dan taghrir (gharar) dapat terjadi dalam 4 hal, yakni kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan. Gharar ini terjadi apabila kita memperlakukan yang pasti menjadi tidak pasti. Ikhtikar biasanya dilakukan dengan membuat entry barrier, yakni menghambat produsen/penjual lain masuk ke pasar agar ia menjadi pemain tinggal di pasar (monopoli), namun tidak semua monopoli disebut ikhtikar, contohnya BULOG. Bai najasy (rekayasa pasar dalam demand) terjadi bila seorang produsen (pembeli) menciptakan permintaan palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk itu akan naik. Dalam ilmu fiqih terdapat 3 jenis riba, yaitu Riba fadl, riba Nasiah, dan Riba jahiliyah. Riba fadl (riba buyu), yaitu riba yang timbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya, sama kuantitasnya, dan sama waktu penyerahannya. Riba Nasiah (riba duyun) yaitu riba yang timbul akibat utang-piutang yang tidak memenuhi kriteria untuk muncul bersama risiko dan hasil usaha muncul bersama biaya, riba ini muncil karena adanya perbedaan atau tambahan antara barang yang diserahkan hari ini dengan barang yang diserahkan kemudian. Dan yang terakhir adalah Riba jahiliyah yaitu utang yang dibayar melebihi pokok pinjaman, karena si peminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada waktu yang telah ditetapkan. Maysir atau perjudian adalah suatu permainan yang menempatkan salah satu pihak harus menanggung beban pihak lain akibat permainan tersebut. Sedangkan risywah adalah memberi sesuatu kepada pihak lain untuk mendapatkan sesuatu yang bukan haknya. Suatu perbuatan dapat dikatakan risywah jika dilakukan scara sukarela oleh kedua belah pihak. Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan suatu transaksi tidak sah/lengkap akadnya adalah rukun dan syarat tidak terpenuhi, terjadi taalluq, terjadi two in one. Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dalam suatu transaksi, misalnya penjual dan pembeli, pada umumnya rukun dalam muamalah istishadiyah ada tiga, yaitu pelaku, objek, dan ijab-kabul. Taalluq terjadi bila kita dihadapkan pada dua akad yang saling dikaitkan, maka berlaku akad 1 tergantung pada akad 2. Sedangkan two in one adalah kondisi dimana suatu transaksi diwadahi oleh dua akad sekaligus, sehingga terjadi ketidakpastian (gharar) mengenai akad mana yang harus digunakan. two in one terjadi bila semua dari ketiga faktor ini terpenuhi, yaitu objek sama, pelaku sama dan jangka waktu yang sama.

Page 3 of 21

BAB 4 TEORI PERTUKARAN DAN TEORI PERCAMPURAN Natural certainty contracts (NCC) adalah kontrak/akad dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktunya. Cash flownya bisa diprediksi dengan relatif pasti, karena sudah disepakati oleh kedua belah pihak yang bertransaksi di awal akad. Di lain pihak, Natural uncertainty contracts (NUC) adalah kontrak/akad dalam bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah, maupun waktunya. Teori pertukaran terdiri dari dua pilar, yaitu objek pertukaran dan waktu pertukaran. Fiqih membedakan dua jenis objek pertukaran, yaitu Ayn (real asset) berupa barang dan jasa serta Dayn (financial asset) berupa uang dan surat berharga. Fiqih membedakan dua waktu pertukaran yaitu penyerahan pada saat itu juga dan penyerahan kemudian. Dalam pertukaran ayn dengan dayn, maka yang dibedakan adalah jenis aynnya. Bila aynnya adalah barang, maka pertukaran ayn dengan dayn itu disebut jual beli. Sedangkan bila aynnya adalah jasa, maka pertukaran itu disebut sewa-menyewa/upah mengupah. Dari segi metode pembayaran Islam membolehkan jual beli dilakukan secara tunai, atau secara tangguh bayar, atau secara tangguh serah. Bay muajjal dapat dibayar secara penuh atau secara cicilan. Jual beli tangguh serah dapat dibedakan lagi menjadi pembayaran lunas sekaligus dimuka dan pembayarannya dilakukan secara cicilan dengan syarat harus lunas sebelum barang diserahkan. Dalam akad Ijarah Muntahua Bi Tamlik memberikan fleksibilitas harga sewa bulanan; suatu hal yang tidak mungkin dilakukan dalam akad murabahah. Akad ini juga membuka peluang bagi bank untuk memperpanjang waktu dengan melakukan akad sewa baru, bila di akhir periode sewa pertama nasabah belum mampu untuk melakukan pembelian barang tersebut. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia membolehkan forward agreement namun tetap tidak membolehkan forward transaction. Pelarangan ini juga dimaksud untuk mencegah terjadinya buble growth pada sektor finansial, dan mencegah terjadinya domino effect bila terjadi default pada salah satu mata rantai para pihak yang terlibat dalam transaksi forward buying-forward selling tersebut. Pencampuran antara Ayn dengan Dayn dapat mengambil beberapa bentuk, diantaranya adalah Syirkah Mudharabah dan Syirkah Wujuh. Sedangkan pencampuran antara dayn dengan dayn dapat mengambil beberapa bentuk pula. Bila terjadi antara uang dengan uang dalam jumlah yang sama, hal ini disebut syirkah mufawadhah. Namun bila jumlah uang yang dicampurkan berbeda, hal ini disebut dengan syirkah inan. Semua transaksi percampuran tangguh serah (deferred for deferred dan now for deferred) diharamkan. Yang dibolehkan hanyalah percampuran yang dilaksanakan secara tunai/naqdan (now for now). Dengan semakin kompleksnya transaksi perbankan, maka diperlukan keahlian untuk mendesain akad yang sesuai syariah. Dilakukannya seluruh fungsi perbankan oleh satu institusi mengakibatkan diperlukan beberapa akad fiqih untuk satu transaksi perbankan modern.

Page 4 of 21

BAB 5 AKAD-AKAD DALAM BANK SYARIAH Fiqih muamalat Islam membedakan antara waad dengan akad. Waad adalah janji (promise) antara satu pihak kepada pihak lainnya, sementara akad adalah kontrak antara dua belah pihak. Waad hanya mengikat satu pihak, yakni pihak yang memberi janji berkewajiban untuk melaksanakan keawjibannya, sedangkan pihak yang diberi janji tidak memikul kewajib apa-apa terhadap pihak lainnya. Sedangkan akad, mengikat kedua belah pihak yang saling bersepakat, yakni masing-masing pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-masing yang telah disepakati terlebih dahulu. Selanjutnya, dari segi ada atau tidaknya kompensasi, akad dibagi menjadi dua bagian, akad tabarru dan akad tijarah muawadah. Akad tabarru adalah segala macam perjanjian yang menyangkut non profit transaction (transaksi nirlaba). Akad tabarru dilakukan dengan tujuan tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan. Namun demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta kepada counterpartnya untuk sekedar menutupi biaya (cover the cost) yang dikeluarkan untuk melakukan akad tabarru tersebut. Contoh dari akad tabarru adalah qard, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadiah, hibah, waqf, shadaqah dan lainnya. Konsekuensi logisnya, bila akad tabarru; dilakukan dengan mengambil keuntungan komersil, maka ia bukan lagi akad tabarru. Ia akan menjadi akad tijarah. Akad tabaruu ini adalah memberikan sesuatu atau meminjamkan sesuatu, terdapat tiga bentuk umum akad tabarru yaitu meminjam uang, meminjam jasa kita, dan meminjam sesuatu. Akad tabarru adalah akad untuk mencari keuntungan akhirat, karena itu bukan akad bisnis, akad ini tidak digunakan untuk tujuan-tujuan komersil. Bila tujuannya adalah mencari laba, maka akadnya berubah menjadi akad tijarah. Akad tijarah adalah segala macam perjanjian yang menyangkut profit transaction. Akad ini dilakukan dengan tujuan untuk mencari keuntungan, karena bersifat komersil. Berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperolehnya, akad tijarah dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu batural uncertainty contracts dan natural certainty contracts. Yang termasuk dalam kategori natural certainty contracts adalah kontrakkontrak yang berbasis jual-beli, upah-mengupah, dan sewa menyewa, yaitu akad jual beli dan akad sewa-menyewa. Dalam skema akad jual beli, terdapat 5 bentuk, yakni: al-bai naqdan, al-bai muajjal, al bai taqsith, salam dan istishna. Sedangkan akad yang terdapat dalams sewa-menyewa adalah akad ijarah dan ijarah muntahia bittamlik. Ijarah adalah akad untuk memanfaatkan jasa, baik atas barang atau pun jasa atas tenaga kerja. Sedangkan ijarah yang membuka kemungkinan perpindahan kepemilikan atas objek ijarahnya ini disebut sebagai ijarah muntahia bittamlik (IMBT). Yang termasuk dalam kontrak natural uncertainty contracts adalah kontrakkontrak investasi. Kontrak investasi ini secara sunnatulloh yidak menawarkan return yang tetap dan pasti, jadi sifatnya tidak fixed and predetermined. Contohcontoh dari transaksi ini adalah musyarakah, muzaraah, musawah, dan mukharabah. Secara umum, ketidakpastiana dapat terjadi pada empat hal, yaitu dalam pertukaran, dalam ahasil permainan, dalam bisnis atau investasi dan dalam risiko murni.

Page 5 of 21

BAB 6 DESIGNING SHARIA CONTRACS Terdapat empat teknik yang perlu dilakukan untuk mendesain suatu akad pembiayaan shariah, yaitu memahami karakteristik kebutuhan nasabah, memahami kemampuan nasabah, memahami karakteristik sumberdana pihak ketiga bagi bank dan memahami akad fiqih yang tepat. Apabila objek pembiayaan yang dibutuhkan nasabah adalah berupa barang, harus dilihat dari sisi apakah barang tersebut ready stock atau goods in process. Jika barang tersebut ready stock, maka pembiayaan yang layak untuk diberikan kepada nasabah adalah pembiayaan murabahah, namun jika barang tersebut berupa goods in process, harus dilihat lagi dari sisi apakah waktu yang diperlukan dalam proses barang tersebut pendek atau panjang. Jika proses barang tersebut berjangka pendek maka pembiayaan yang dapat diberikan adalah pembiayaan salam dengan asumsi nasabah akan mampu menyelesaikan kewajibannya dalam satu kali pembayaran sekaligus. Namun jika proses barang tersebut berjangka panjang, pembiayaan yang dapat diberikan adalah pembiayaan istishna dengan asumsi nasabah baru akan mampu menyelesaikan kewajibannya setelah melakukan beberapa kali pembayaran. Di sisi lain, apabila objek pembiayaan yang dibutuhkan basabah bukan berupa barang, melainkan jasam maka pembiayaan yang harus diberikan kepada nasabah adalah pembiayaan ijarah. Apabila kegunaan pembiayaan yang dibutuhkan nasabah adalah untuk kegiatan produktif, harus dilihat dari sisi apakah barang tersebut digunakan untuk modal kerja atau investasi. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah apakah sumber perndapatan nasabah sangat dapat diprediksikan atau tidak. Jika sumber pendapatan nasabah itu highly predictable, faktor berikutnya yang harus dilihat adalah apakah pembiayaan tersebut untuk pekerjaan konstruksi atau pengadaan barang. Dalam memahami karakteristik sumber dana pihak ketiga bank harus melakukan analisi arus kas, baik dari sisi cash in bankm dan arus kas dari sisi cash out bank. Dalam cash in bank, faktir yang harus diperhatikan adalah apakah ia berbentuk frace period atau tidak. Grace period adalah tenggang waktu yang diberikan bank debutur untuk tidak melakukan pembayaran cicilan sampai waktu tertentu. Terdapat transaksi-transaksi yang termasuk ke dalam kategori akad tijarah, kita dapat melakukan identifikasi lebih lanjut mengenai mana yang termasuk ke dalam akad tijarah yang berbasis natural certainty contracts dan mana yang termasuk akad tijaratah yang berbasis natural incertainty contracts. Tujuan dari identifikasi ini adalah untuk memperoleh kepastian pembayaranm baik dari segi jumlah maupun waktu.

Page 6 of 21

BAB 7 PRODUK DAN JASA PERBANKAN SYARIAH Pada dasarnya, produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu produk pernyaluran dana, produk penghimpunan dana dan produk jasa. Dalam menyalurkan dananya ke nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkana tujuan penggunaannya, yaitu: pembiayaan dengan prinsip jual beli, pembiayaan dengan prinsip sewa, pembiayaan dengan prinsip bagi hasil dan pembiayaan dengan prinsip akad pelengkap. Produk yang menggunakan prinsip jual beli seperti murabahah, salam, dan istishna serta produk yang menggunakan prinsip sewa yaitu ijarah dan IMBT. Pada produk bagi hasil keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati di muka. Produk perbankan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah musyarakah dan mudharabah. Murabahah adalah transaksi jual beli di mana bank menyebutkan jumlah keuntungannya. Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada, oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh sementara pembayaran dilakukan tunai. Sedangkan produk istishna menyerupai produk salam, tapi dalma istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa jali (termin) pembayaran. Skim istishna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi. Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat, jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual-beli objek transaksinya adalah barang, sedangkan pada ijarah objek transaksinya adalah jasa. Ijarah muntahhiyaj bittamlik adalah sewa yang diikuyi dengan berpindahnya kepemilikan. Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua bentuk usaha melibatkan dia pihak atau lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang beruwujud maupun yang tidak berwujud. Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana pemiliki modal mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerja sama dalam panduan kontribusi 100% modal kas dari shahib al maal dan keahlian dari mudharib. Perbedaan yang esesnsial dari musyarakah dan mudharabah terletak pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan atas salah satu diantara itu. Dalam mudharabah, modal berasala dari satu pihak sedangkan dalam musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih. Tujuan dari fasilitas hiwalah adalah untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar daoat melanjutkan produksinya. Bank mendapatkan ganti-baiay atas jasa pemindahan piutang. Tujuan dari akad rahn adalah memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Sedangkan qardh adalah pinjaman uang, aplikasi dalam perbankan biasanya dalam empat hal yaitu sebagai pinjaman talangan haji, sebagai pinjaman tunai, sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, dan sebagai pinjaman kepada pengurus bank. Wakalah dalam aplikasi perbankan dapat terajdi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu.

Page 7 of 21

BAB 8 PEMBIAYAAN MURABAHAH DAN ISTHISNA Murabahah berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati, jadi singkatnya murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (marjin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan, dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah, dan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabag untuk membeli barang yang dipesannya sedangkan dalam murabahah yang bersifat mengikat, maka pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Murabahah muajjal dicirikan dengan adanya penyerahan barang di awal akad dan pembayaran kemudian (setelah awal akad), baik dalam bentuk angsuran maupun dalam bentuk lump sum (sekaligus). Transaksi istishna ini hukumannya boleh (jawaz) dan telah dilakukan oleh masyarakat muslim sejak masa awal tanpa ada pihak yang mengingkarinya. Dalam fatwa DSN MUI, dijelaskan bahwa jual beli istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli) dengan penjual (pembuat). Pada dasarnya, pembiayaan istishna merupakan transaksi jual beli cicilan pula seperti transaksi murabahah muajjal, namun, berbeda dengan jual beli murabahah, dimana barang diserahkan di muka sedangkan uangnya dibayar dengan cicilan, dalam jual beli istishna barang diserahkan di belakang, walaupun uangnya juga sama0sama dibayar secara cicilan.

Page 8 of 21

BAB 9 PEMBIAYAAN IJARAH DAN IMBT Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli, objek transaksinya barang, sedangkan pada ijarah, objek transaksinya adalah barang maupun jasa. Ijarah didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang atau jasa dengan membayar imbalan tertentu, menurut fatwa dewan syariah nasional, ijarah adalah akad perpindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melaluo pembayaran sewa taua upaj, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Dalam ijarah, yang menyewakan wajib mempersiapkan barang yang disewakan dapat digunakan oleh penyewa sedangkan penyewa wajib menggunakan barang yang disewakan menurut syarat-syarat akad atau menurut kelaziman penggunaannya. Penyewa juga wajib menjaga barang yang disewakan agar tetap utuh. Karena ijarah adalah akad yang mengatur pemanfaatan hak guna tanpa terjadi pemindahan kepemilikan, maka nanyak orang yang menyamakan ijarah ini dengan leasing. Hal ini terjadi karena kedua istilah tersebut sama-sama mengacu pada hal-ihwal sewa menyewa. Bila dilihat dari segi objek yang disewakan, leasing hanya berlaku untuk sewa menyewa barang saja, sedangkan dalam ijarah, objek yang disewakan bisa berupa barang maupun jasa atau tenaga kerja. Bila dilihat dari segi metode pembayarannya, leasing hanya memiliki satu metode pembayran saha, yakni yang bersifat not contingen performance, artinya pembayaran sewa pada leasing yidak tergantung pada kinerja objek yang disewa. Sedangkan dari segi metode pembayrannya ijarah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ijarah yang pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa dan ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa. Dari aspek perpindahan kepemilikan dalam leasing kita kenal ada dua jenis yaitu operating lease dan financial lease. Dalam operasting lease, tidak terjadi pemindahan kepemilikan aset, baik di awal maupun di akhir periode sewa. Dalam financial lease, diakhir periode sewa si penyewa diberikan pilihan untuk membeli atau tidak membelu barang yang disewa tersebut. Dilain pihak, ijarah sama dengan operasting lease, yakni tidak ada transfer of title baik di awal maupun diakhir periode. Namun dalam perbankan syariah, dikenal juga dengan akad ijarah muntahiyah bittamlik yaitu sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan. Terdapat dua jenia IMBT, yakni IMBT dengan janji menghibahkan barang di akhir periode sewa dan IMBT dengan janji menjual barang pada akhir periode sewa. Dalam syariah, akad lease and purchase diharamkan karena adanya two in one (dua akad sekaligus) hal ini dapat menyebabkan gharar dalam akad, yakni ada ketidakjelasan akad: apakah yang berlaku adalah akad sewa atau akad jual beli.

Page 9 of 21

BAB 10 PEMBIAYAAN MUDHARABAH Mudharabah adalah akad yang telah dikenal oleh umat Muslim sejak jaman nabi, akad mudharabah adalah persetujuan kongsi antara harta dari salah satu pihak dengan kerja dari pihak lain. Faktir-faktir yang harus ada (rukun) dalam akad mudharabah adalah pelaku, objek mudharabah, pertujuan kedua belah pihak dan nisbah keuntungan. Nisbah keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk prosentase antara kedua belah pihak, bukan dinyatakan dalam nilai nominal rupiahh tertentu. Bila bisnis dalam akad mudharabah mendatangkan kerugian, pembagian kerugian itu bukan didasartkan atas nisbah, tetapi berdasarkan porsi modal masing-masing pihak yang ikut dalam transaksi. Hal ini dilakukan karena ada perbedaan kemampuan untuk mengabsorpsi atau menanggung kerugian diantara kedua belah pihak yang bertransaksi, Untuk menghindari adanya moral hazard dari pihak mudharib yang lalai atau menyalahi kontrak ini, maka shahib al mal dib olehkan meminta jaminan tertentu kepada mudharib. Dalam praktiknya diperbankan modern, tawar menawar nisbaj antara pemilik modal dengan bank syariah hanya terjadi bagi deposan atau investor dengan jumlah yang besar karena mereka ini memiliki daya tawar yang relatif tinggi. Kondisi yang seperti ini disebut sebagai special nisbah. Sedangkan untuk deposan kecilm biasanya tawar menawar tidak terjadi. Mudharabah klasik memiliki ciri-ciri khusus yakni bahwa biasanya hubungan antara shahub al mal dengan mudharib merupakan hubungan personal dan langsung serta dilandasi oleh rasa saling percaya (amanah). Namun, bank syariah tidak dapay menyalurkan begitu saja sejumlah dana kepada musharib atas dasar kepercataan, karena selalu ada risiko bahwa pembiayaan yang telah diberikan kepada mudharib tidak dipergunakan sebagaimana mestinya untuk memaksimalkan keuntungan kedua belah pihak. Begitu dana dikelola oleh mudharib, maka akses informasi bank terhadap usaha mudharib menjadi terbatas. Dengan semikian, akan terkadi asymetris information dimana mudharib mengetahui informasi-informasi yang tidak diketahui oleh pihak bank. Pada prinsipnya, mudharabah sifatnya mutlak, dimana shahib al mal tidak menetapkan restriksi atau syarat-syarat tertentu kepada si mudharib. Pada dasarnya terdapat dua bentuk mudharabah yakni mutlaqah dan muqayyadah. Mudharabah muqayyadah yakni yang on balance sheet dan yang off balace sheet. Dalam Mudharabah muqayyadah on balance sheet aliran dana terjadi dari satu nasabah investor ke sekelompok pelaksana usaha dalam beberapa sektor terbatas, sedangkan Mudharabah muqayyadah off balance sheet, aliran dana berasal dari satu basabah investor kepada satu nasabah pembiayaan (yang dalam bank konvensional disebut debitur). Yang dimaksud dengan off balance sheet adalah transaksi ini tidak di catat dalam neraca bank, tapi hanya dicatat dalam rekening administratif saja.

Page 10 of 21

BAB 11 JENIS-JENIS PEMBIAYAAN BANK SYARIAH Modal kerja adalah modal lancar yang dipergunakan untuk mendukung operasional perusahaan sehari-hari sehingga perusahaan dapay beroperasi secara noemal dan lancar. Konsep modal kerja mencakup tiga hal, yakni modal kerja, modal kerja brutto dan modal kerja netto. Modal kerja brutto adalah keseluruhan dari jumlah aktiva lancar. Pengertian modal kerja brutto didasarkan pada jumlah atau kuantitas dana yang tertanam pada unsur-unsur aktiva lancar dimana aktiva lancar adalah aktiva yang sekali berputar akan kembali dalam bentuk semula. Sedangkan modal kerja netto adalah kelebihan aktiva lancar atas hutang lancar. Dengan konsep ini sejumlah tertentu aktiba lancar harus digunakan untuk kepentingan pembayaran hutang lancar dan tidak boleh dipergunakan untuk keperluan lain. Sedangkan berdasarkan pernggunaannya, modal kerja dapat dilklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu modal kerja permanen dan modal kerja seasonal. Modal kerja permanen berasal dari modal sendiri atau dari pembiayaan jangka panjang, dimana sumber pelunasan modal kerja permanen berasal dari laba bersih setelah pajak ditambah dengan penyusutan. Sedangkan modal kerja seasonal bersumber dari modal jangka pendek dengan sumber pelunasan dari hasil penjualan barang dagangan, penerimaan hasil tagihan termin, atau dari penjualan hasil produksi. Unsur-unsur modal kerja permanen terdiri dari kas, piutang dagang, dam persediaan. Peningkatan penjualan perusahaan harus didukung oleh peningkatan produksi sehingga kelangsungan penjualan dapat terjamin. Peningkatan produksi sampai dengan batas maksimum kapasitas yang ada membutuhkan tambahan modal kerja. Tambahan modal kerja dapat dipenuhi dari sejumlah kas yang tersedia dari hasil penjualan, selanjutnya kas yang dimaksud digunakan untuk membeli bahan baku sehingga proses produksi berkesinambungan. Pembiayan modal kerja syariah adalah pembiayaan jangka pendek yang diberikan kepada perusahaan untuk membiayai kebutuhan modal kerja usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Fasilitas PMK dapat diberikan kepada seluruh sktor atau subsektor ekonomi yang dinilai prospek, tidak bertentangan dengan syariah islam dan tidak dilarang oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta yang dinyatakan jenuh oleh Bank Indonesia. Pemberian fasilitas pembiayaan modal kerja kepada debitur atau calon debitur dengan tujuan untuk mengeliminasi risiko dan mengoptimalkan keuntungan bank. Investasi adalah penanaman dana dengan maksud untuk memperoleh imbalan atau manfaat atau keuntungan di kemudian hari, yang mencakup hal-hal antara lain: - Imbalan yang diharapkan dari investasi adalah berupa keuntungan dalam bentuk finansial atau uang - Badan usaha umumnya bertujuan untuk memperoleh keuntungan berupa uang, sedangkan badan sosial dan badan pemerinta lainnya lebih bertujuan untuk memberikan manfaat sosial dibandingkan dengan keuntungan finansialnya - Badan usaha yang mendapat pembiayaan investasi dari bank harus mampu memperoleh keuntungan finansial agar dapat hidup dan berkembang serta memenuhi kewajibannya pada bank

Page 11 of 21

BAB 12 MANAJEMEN RISIKO BANK SYARIAH Sasaran kebijakan manajemen risiko adalah mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan jalannya kegiatan usaha bank dengan tingkat risiko yang wajar secara terarah, terintegrasi, dan berkesinambungan. Tujuan manajemen risiko itu sendiri adalah menyediakan informasi tentang rsiko kepada pihak regulator, memastikan bank tidak mengalami kerugian yang bersifat unacceptable, meminimalisasi kerugian dari berbagai risiko yang bersifat uncontrolled, mengukur eksposur dan pemusatan risiko dan mengalokasikan modal dan membatasi risiko. Identifikasi risiko yang dilakukan dalam bank isalam tidak hanya mencakup berbagai risiko yang ada pada bank-bank pada umumnya, melainkan juga meliputi berbagai risiko yang khas hanya ada pada bank-bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, keunikan bank islam terletak pada enam hal, yaitu proses transaksi pembiayaan, proses manajemen, sumber daya manusia, teknologi, lingkungan eksternal dan kerusakan. Antisipasti risiko dalam bank islam bertujuan untuk preventive, detective dan recovery. Secara umum, risiko-risiko yang melekat pada aktivitas fungsional bank dyariah dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis risiko, yaitu risiko pembiayaan, risiko pasar (yang terdiri dari forex risk, interest raterisk, liquidity risk, dan price risk) serta risiko oeprasional (yang terdiri dari transactional risk, compliance risk, strategic risk, reputation risk dan legal risk). Shinking risk adalah risiko yang terjadi pada second way out yang dipengaruhi oleh: pertama, unusual business risk yaitu risiko bisnis yang luar biasa yang biasanya ditentukan oleh penurunan yang drastis atas tingkat penjualan bisnis yang dibiayai, harga jual barang atau jasa dari bisnis yang di biayai dan harga barang atau jasa dari bisnis yang di biayai. Kedua, jenis bagi hasil yang dilakukan apakah profit and loss sharing atau revenue sharing, dan yang terakhir adalah disaster risk yaitu keadaan force majeure yang dampaknya sangat besar terhadap bisnis nasabah yang dibiayai bank. Bank menetapkan pemberian pembiayaan musyarakah dan mudharabah hanya dapat dilakukan atas dasar kontrak kerja atau pesanan untuk memberikan tingkat prediksi pendapatan yang relatif akurat, dengan mempertimbangkan dua hal yaitu kemampuan dan kredibilitas pemberi kontrak kerja untuk membayar nilai kontrak serta kemampuan dan kredibilitas nasabah untuk melaksanakan kontrak. Risiko pasar adalah risiko kerugian yang terjadi pada portofolio uang dimiliki oleh bank akibat adanya pergerakan variable pasar berupa suku bunga dan nilai tukar. Risiko harga adalah kemungkinan kerugian akibat perubahan harga instrumen keuangan. Sedangkan risiko likuiditas adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Risiko operasional adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh ketidakcukupan atau tidak berfungsi proses internal, human eror, kegagalan sistem atau adanya problem eksternal yang memperngaruhi operasional bank. Terdapat tiga faktir yang menyebabkan timbulnya risiko ini yaitu infrastruktur, proses dan sumber daya. Risiko operasional mencakup lima hal, yaitu risiko reputasi, risiko kepatuhan, risiko transaksi, risiko strategis, dan risiko hukum.

Page 12 of 21

BAB 13 PENETAPAN MARJIN KEUNTUNGAN DAN NISBAH BAGI HASIL PEMBIAYAAN Bank syariah menerapkan marjin keuntungan pada produk-produk pembiayaan berbasis NCC (Natural Certainty Contract), yakni akad yang memberikan kepastian waktu dan jumlah, seperti murabahah, ijarah, IMBT, salam, dan istishna. Penempatan marjin keuntungan pembiayaan berdasarkan rekomendasi, usul, dan saran dari tim ALCO bank syariah, dengan mempertimbangkan: (DCMR) Direct Competitors Market Rate, (ICMR) Indirect Competitors Market Rate, Acquiring Cost, dan Overhead Cost . DCMR adalah tingkat marjin keuntungan rata-rata perbankan syariah, atau tingkat marjin keuntungan rata-rata beberapa bank dyariah yang ditetapkan dalam rapat ALCO. ICMR adalah tingkat suku binga rata-rata perbankan konvensional, ECRI adalah target bagi hasil kompetitif yang diharapkan dapat diberikan kepada dana pihak ketiga. Acquiring cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank yang langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga dan overhead cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh pihak bank yang tidak langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga. Harga jual didapatkan referensi marjin keuntungan ditambah harga beli (pokok) bank. Pengakuan angsuran harga jual dapat dihitung dengan empat metode, yaitu metode marjin keuntungan menurun, marjin keuntungan rata-rata, keuntungan flat, dan metode marjin keuntungan annuitas. Metode keuntungan menurun adalah perhitungan marjin keuntungan yang semakin menurun sesuai dengan menurunnya harga pokok sebagai akibat adanya cicilan harga pokok, jumlah angsuran yang dibayar nasabah setiap bulan semakin menurun. Marjin keuntungan rata-rata adalah marjin keuntungan menurun yang perhitungan secara tetap dan jumlah angsuran (harga pokok dan marjin keuntungan) dibayar nasabah tetap setiap bulan. Marjin keuntungan flat adalah perhitungan marjin keuntungan terhadap nilai harga pokok pembiayaan secara tetap dari satu periode ke periode lainnya, walaupun baki debetnya menurun sebagai akibat dari adanya angsuran harga pokok. Sedangkan Majin keuntungan annuitas adalah marjin keuntungan yang diperoleh dari perhitungan secara annuitas. Perhitungan annuitas adalah satua cara pengembalian pembiayaan dengan pembayaran angsuran harga pokok dan marjin keunrungan secara tetap. Perhitungan ini akan menghasilkan pola angsuran harga pokok yang semakin membesar sedangkan marjin keuntungan yang semakin menurun. Nisbah bagi hasil pembiayaan untuk bank ditentukan berdasarkan pada perkiraan penerimaan penjualan yang diperoleh nasabah dibagi dengan pokok pembiayaan dan referensi tingkat keuntungan yang telah ditetapkan dalam rapat ALCO. Perkiraan penerimaan penjualan dihitung dengan mempertimbangkan: perkiraan penjualan, lama cash to cash cycle dan delayed factor. Penentuan angsuran pokok dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: pembiayaan berjanga waktu di bawah satu tahun, dan pembiayaan berjangka waktu di atas satu tahun.

Page 13 of 21

BAB 15 AKUNTANSI PEMBIAYAAN BANK SYARIAH Akuntansi syariah adalah akuntansi yang didasarkan atas kaidah syariah yang sesuai dengan surat Al Baqoroh ayat 282 dan implementasinya diatur oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam Pernyataan Standar Akuntansi dan Keuangan No. 101 107 mengenai standar akuntansi syariah. Definisi dari pembiayaan adalah transaksi penyediaan dana atau barang serta fasilitas lainnya kepada mitra yang tidak bertentangan dengan syariah dan standar akuntansi perbankan Syariah. Dan fungsi dari pembiayaan adalah meningkatkan daya guna uang, daya guna barang, meningkatkan aktivitas investasi dan sebagai asset terbesar yang jadi income bank. Fasilitas pembiayaan dibedakan jadi, pembiayaan modal kerja, pembiayaan investasi, pembiayaan multiguna, pembiayaan sindikasi. Dan bentuk pembiayaan dibedakan jadi Syirkah (bagi hasil), Buyu (jual-beli), Ujrah (Jasa-upah), Ijarah (sewa). Produk-produk pembiayaan dapat berupa : Mudharabah, akad kerja sama dimana bank meminjamkan uang 100% (Shahibul Mal) dan nasabah (Mudharib) sebagai pengelola dengan keuntungan dibagi sesuai dengan akad. Pembiayaannya dapat berupa kas atau non-kas. Bagi hasil dilakukan dengan bagi laba/profit sharing dan bagi pendapatan/revenue sharing. Kerugian bukan karena kelalaian pengelola akan ditanggung bank, selain itu dilakukan arbitrase. Pembiayaan tidak memerlukan jaminan, namun pihak bank dapat memintanya. Musyrarakah, akad kerja sama dimana bank membiayai proyek nasabah dengan proporsi pendanaan. Untung/rugi dibagi bersama sesuai akad. Kerugian bukan karena kelalaian pengelola dapat diselesaikan secara abriterase. Murabahah, pembiayaan jual beli dengan keuntungan yang telah ditambah dari harga pokok. Keuntungan disebut margin. Pengadaan barang harus dilakukan oleh pihak bank. Bank memberi potongan untuk pelunasan, meminta uang muka dan memberi denda bila ada penyalah gunaan dana. Istishna, pembiayaan jual beli dengan pemesanan tertentu. Pengadaan barang harus dilakukan oleh bank. Bila pengadaan bermasalah, maka akad dapat diperbaiki. Bila kualitas barang lebih dari yang disepakati, maka bank tidak boleh menarik dana kembali. Bila kualitas barang lebih rendah dan nasabah rela, maka nasabah tidak boleh meminta penurunan harga. Ijarah, pembiayaan berupa sewa tanpa pemindahan kepemilikan. Bila ada perbaikan tidak rutin maka beban ditanggung pihak bank dengan persetujuan bank. Objek sewa dapat dilepas dengan cara hibah, sebelum waktu pembiayaan berakhir, penjualan pada akhir jangka waktu pembiayaan atau penjualan bertahap. Pembayaran ijarah dapat dilakukan di muka di belakang atau secara berangsur. Ijarah Muntahiya Bittamlik, pembiayaan berupa sewa yang berakhir dengan perubahan kepemilikan. Al Qard, peminjaman berdasarkan kesepakatan dengan pelunasan utang setelah jangka waktu tertentu.

Page 14 of 21

BAB 16 GIRO SYARIAH Giro wadiah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad wadiah atau titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemilik menghendaki. Dana tersebut dapat digunakan bank untuk keperluan komersial dengan syarat bank harus menjamin pembayaran kembali nominal dana wadiah tersebut. Keuntungan dan kerugian dari penyaluran dana ditanggung oleh bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan. Pemilik dana wadiah dapat mengambil dana miliknya sewaktu waktu. Dari pemaparan diatas dapat dinyatakan beberapa ketentuan umum giro wadiah sebagai berikut : Dana wadiah dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial dengan syarat bank harus menjamin pembayaran kembali nominal dana wadiiah tersebut. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedangkan pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Pemilik dana wadiah dapat menarik kembali dananya sewaktu-waktu, baik sebagian ataupun seluruhnya. Ketentuan umum giro wadiah adalah dana dapat dikelola bank denga penjaminan pembayaran kembali, pemilik dana (nasabah) tidak menanggung kentungan/ kerugian (namun dapat menerima insentif berdasarkan saldo terendah), dan pemilik dana dapat menarik uangnya sewaktu-waktu (on call). Tiga cara penghitungan insentif giro wadiah yaitu: Tarif bonus wadiah x saldo terendah bulan bersangkutan, Tarif bonus wadiah x saldo rata-rata bulan bersangkutan, dan Tarif bonus wadiah x saldo harian bulan yang bersangkutan x hari efektif Besarnya tarif bonus ditentukan oleh pihak bank. Saldo terendah berarti saldo yang terendah dalam satu bulan, Saldo rata-rata dibagi berdasarkan hari yang ada dalam satu bulan. Hari efektif adalah hari kalender kecuali tanggal pembukuan dan penutupan, tetapi termasuk tanggal tutup buku. Dana yang diendapakan kurang dari satu bulan tidak dihitung kecuali berdasarkan hari efektif. Giro mudharabah adalah giro yang berdasarkan akad mudharabah. Giro ini dibagi dua yaitu mutlaqah dan muqay-yadah. Perbedaan diantara keduannya adalah ada tidaknya persyaratan yang diberikan oleh nasabah (shahibul mal). Dalam kapasitasnya bank syariah dapat melakukakn berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudhrabah dengan pihak lain. Dengan demikian bank syariah dalam kapasitasnya sebagai mudharib memiliki sifat sebagai seorang wali amanah (trustee) yakni harus berhati hati atau bijaksana serta beriktikad baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya. Perhitungan bagi hasil giro mudharabah dilakukan berdasarkan saldo rata-rata harian yang dihitung di tiap akhir bulan dan di buku awal bulan berikutnya.

Page 15 of 21

BAB 17 TABUNGAN SYARIAH Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengna ketentuan yang berlaku, tetapi tidak dapat dilakukan dengan cek, bilyet giro dan alat lain yang dipersamakan. Jenis tabungan ini dibagi dua, sama seperti giro, yaitu wadiah dan mudharabah. Tabungan wadiah merupakan tabungan yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat sesuai dengan kehendak pemiliknya. Berkaitan dengan produk tabungan wadiah, bank syariah menggunakan akad wadiah yad adh-dhamanah. Dalam hal ini nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada banksyariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya, sedangkan bank syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi dana atau barang yang disertai dengan hak untuk menggunakan atau memanfaatkan dana atau barang tersebut. Dari pembahasan diatas, dapat diintisarikan beberapa ketentuan umum tabungan wadiah sebagai berikut : Tabungan wadiah merupakan tabungan yang bersifat titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat (on call) sesuai dengan kehendak pemilik harta. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana atau pemanfaatan barang menjadi milik atau tanggungan bank, sedangkan nasabah penitip tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik harta sebagai sebuah insentif selama tidak diperjanjikan dalam akad pembukaan rekening. Yang dimaksud dengan tabungan mudharabah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah. Dari hasil pengelolaan dana mudharabah, bank syariah akan membagihasilkan kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening. Dari pembahasan diatas dapat disarikan beberapa ketentuan umum tabungan mudharabah sebagai berikut : Dalam transaksi ini nasabah berindak sebagai shahibul mal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana. Dalam kapasitasnya, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk didalamnya mudharabah dengan pihak lain. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang. Pembagian keuntugan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam bentuk akad pembukaan rekening.

Page 16 of 21

BAB 18 DEPOSITO SYARIAH Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud deposito berjangka adalah simpanan yang enarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan. Adapun yang dimaksud dengan deposito syariah adalah deposito yang dijalankan berdsarkan prinsip syariah. Dalam hal ini DSN-MUI telah mengeluarkan fatwa yang mengatakan bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah. Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak pemilik dana, terdapat dua bentuk mudharabah. Antara lain: Mudharabah Mutlawah (Unrestricted Investment Account, URIA) dan Mudharabah Muqayyadah (Restricted Investment Account, RIA) Dalam deposito mudharabah mutlaqah (URIA), pemilik dana tidak memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada Bank Syariah dalam mengelola investasinya, baik yang berkaitan dengan tempat, cara maupun objek investasinya. Dalam menghitung bagi hasil deposito mudharabah mutlaqah, basis perhitungan adalah hari bagi hasil sebenarnya, termasuk tanggal tutup buku. Pembayaran bagi hasil deposito mudharabah mutlaqah dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu anniversary date, dan end of month. Pada mudharabah muqayyadah, pemilik dana membatasi batasan atau persyaratan tertentu kepada Bank Syariah dalam mengelola investasinya, baik yang berkaitan dengan tempat, cara, maupun objek investasinya. Dalam menggunakan dana deposito mudharabah muqayyadah terdapat dua metode, yaitu Cluster Pool of Fund atau penggunaan dana untuk beberapa proyek dalam satu jenis industri, dan Spesific product atau penggunaan dana untuk suatu proyek tertentu. Pembayaran bagi hasil deposito dapat dilakukan dengan menggunakan metode anniversary date, dan end of month. Perhitungan bagi hasil spesific project dalam hal pencairan terdapat ketentuan. Khusus untuk cluster, apabila dikehendaki deposan, deposito mudharabah muqayyadah dapat dicairkan atau ditarik kembali sebelum jatuh tempo. Dan untuk specific project, deposito tidak dapat dicairkan atau ditarik sebelum jatuh tempo atau tanpa konfirmasi persetujuan tertulis dari bank.

Page 17 of 21

BAB 19 SISTEM PERHITUNGAN BAGI HASIL SISI PENDANAAN Perhitungan pendanaan dari sudut pandang nasabah investor terdapat tiga skema, yaitu mudharabah muqayyadah off balance sheet, mudharabah muqayyadah on balance sheet, mudharabah mutlaqah on balance sheet. Dalam mudharabah muqayyadah off balance sheet, dana berasal dari satu investor kepada satu nasabah pembiayaan. Disini bank syariah hanya sebagai arranger saja. Disebut mudharabah karena skema bagi hasil, muqayyadah karena ada pembatasan yaitu untuk pelaksanaan usaha tertentu. Dalam mudharabah muqayyadah on balance sheet, dana berasal dari satu investor ke sekelompok pelaksana usaha dibeberapa sektor terbatas. Selain berdasar sektor, nasabah dapat saja mensyaratkan berdasarkan jenis akad yang digunakan. Skema ini membuat bank terlibat dalam mudharabah muqayyadah on balance sheet. Disebut on sheet karena dicatat dalam neraca bank. Dalam mudharabah mutlaqah on balance sheet, seluruh dana nasabah investor kepada bank digunakan tanpa ada pembatasan tertentu pada pelaksana usaha yang dibiayai maupun akad yang digunakan. Earning assets adalah yang menjadi sumber pendapatan bank, yang pada gilirannya akan dibagihasilkan oleh bank kepada nasabah pihak ketiga (pemilik rekening giro, deposito dan tabungan). Dari sudut pandang nasabah investor, terdapat tiga skema aliran dana dari nasabah investor kepada bank, yakni Mudharabah Muqayyadah off Balance Sheet, dalam skema ini aliran dana berasal dari satu nasabah pembiayaan(yang dalam konvensional disebut debitur), Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet, dalam skema ini aliran dana dapat terjadi dari satu nasabah investor ke sekelompok pelaksana usaha dalam beberapa sector terbatas, dan Mudharabah Mutlaqah on Balance Sheet, dalam skema ini seluruh dana nasabah investor kepada bank digunakan tanpa ada batasan tertentu pada pelaksana usaha yang dibiayai maupun akad yang digunakan. Jika dilihat dari sudut pandang pihak bank, akan memperhitungkan bagi hasil yang juga untuk menentukan berapa besar nisbah bagi hasil dan alokasi bagi hasil yang akan dibagikan pada nasabah. Penentuan tingkat bobot adalah tingkat prosentase produk pendanaan yang dapat dimanfaatkan untuk dana pembiayaan. Faktor yang menentukan tingkat bobot adalah tingkat giro wajib minimum yang ditetapkan bank sentral, besarnya cadangan dana yang dibutuhkan oleh bank untuk menjamin terlaksananya operasional perbankan, serta tingkat besarnya dana yang ditarik setor oleh nasabah atau investor. Jika melihat pada implementasi Bank Syariah di dunia, terdapat dua instrument yang digunakan dalam distribusi bagi hasil, yakni nasabah dan bobot. Untuk di Indonesia, implementasi distribusi bagi hasil yang dilakukan oleh salah satu Bank Syariah adalah melakukan perubahan formula yang bertujuan, untuk Mendorong Transparansi, Lebih fair, Lebih Sederhana, dan menghilangkan kesan kurang syariah. Pada tingkat bagi hasil atau Determining the Profit Sharing Ratio, penentuan nisbah adalah hal yang sangat penting untuk mendapatkan tingkat bagi hasil. Pihak manajemen harus dapat menentukan tingkat nisbah yang maksimal untuk dapat mendapatkan target perolehan dana dari nasabah.

Page 18 of 21

BAB 20 STUDI KASUS TEKNIK DISTRIBUSI BAGI HASIL DANA PIHAK KETIGA Dalam kegiatan distribusi bagi hasil, pedoman yang digunakan adalah fatwa MUI tentang Sistem distribusi hasil usaha dalam Lembaga Keuangan Syariah, dan Prinsip distribusi hasil usaha dalam Lembaga Keuangan Syariah. Pendapatan netto yang dibagihasilkan antara nasabah dengan bank adalah pendapatan dari aktiva produktif yang dibiayai oleh DPK. Penentuan sumber pendapatan yang akan dibagihasilkan ada dengan tiga metode, yaitu setiap jenis sumber dana disalurkan ke aktiva produktif yang berbeda, berikutnya adalah seluruh sumber dana baik itu DPK atau modal bank, disalurkan ke aktiva produktif yang tidak dapat dipisahkan. Dan yang terakhir adalah sebagian sumber dana pihak ketiga disalurkan ke aktiva produktif Beberapa variasi distribusi hasil adalah, centralisasi dan desentralisasi atau bagi hasil dihitung di kantor pusat atau kantor cabang. Selanjutnya adalah memakai bobot atau tidak pada setiap jenis sumber dana. Memasukkan unsur Giro Wajib Minimum atau tidak, dan berdasarkan Prioritas Pendapatan atau pooling. Dalam prosedur penghitungan bagi hasil, dilakukan dalam dua tahap, yaitu yang pertama menghitung pendapatan yang akan dibagihasilkan (PAD), lalu menghitung bagi hasil untuk masing masing nasabah.

Page 19 of 21

BAB 21 TREASURY BANK SYARIAH Fungsi intermediasi yang dilakukan bank ternyata menimbulkan masalah yang dapat digolongkan menjadi empat aspek, yaitu Manajemen Likuiditas, Manajemen Gap, Manajemen Perubahan Kurs Mata Uang, dan manajemen perbedaan Imbal Hasil dan Risiko Instrumen Investasi. Dalam manajemen likuiditas, pada sisi penghimpunan dana, sebagian besar dana masyarakat yang diterima bank sifatnya jangka pendek semisal produk giro, dan produk tabungan yang relatif lebih lama mengendap di bank karena tidak menggunakan alat tarik cek dan bilyet giro. Dalam sisi penyaluran dana, sebagian dana yang disalurkan bank adalah sifatnya jangka menengah panjang seperti pembiayaan consumer (KKB,dll), lalu pembiayaan modal kerja yang biasanya 1-3 tahun, serta pembiayaan investasi. Gap Likuiditas adalah selisih antara outstanding asset dengan liabilities atau secara dinamis, selisih perubahan asset dengan liabilities. Gap positif terjadi ketika asset lebih besar dari liabilities, sedangkan gap negative adalah kebalikannya. Di manajemen gap likuiditas, secara umum dilakukan jika terjadi kekurangan likuiditas adalah menjual asset likuidnya, menerima penempatan dana/likuiditas dari bank syariah lain. Dan jika terjadi kelebihan likuiditas, Bank Syariah menempatkan dana antara lain dengan membeli asset likuid agar produktif dan menempatkan dana pada Bank Syariah lain. Instrumen dalam manajemen likuiditas antara lain Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Deposito Antar-Bank Syariah, Sertifikasi Investasi Mudharabah Antar-Bank Syariah (SIMA), Fasilitas Bank Indonesia Syariah (FASBIS), Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah (FPJPS), dan Fasilitas Likuidasi Intrahari bagi Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah (FLIS). Manajemen Aset dan Liability (ALMA) adalah proses dari perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan, yang berfungsi sebagai pengendali aktiva dan pasiva secara terpadu yang saling berhubungan dalam usaha mencapai keuntungan bank. ALMA Bank Syariah lebih bertumpu pada kualitas asset yang akan menentukan kemampuan bank untuk meningkatkan daya tarik pada nasabah. Salah satu bagian penting ALMA adalah Gap Management. Gap Management adalah suatu strategi untuk memaksimalkan NIM (Net Income Marjin) melalui siklus pricing, dan akan dipengaruhi oleh RSA (rate sensitive asset) dan RSL (rate sensitive liabilities). Gap positif jika RSA lebih besar dari RSL, gap negative adalah sebaliknya. Sedangkan jika sama besar disebut zero gap atau tidak ada pengaruh terhadap apapun. Tujuan gap management adalah agar dapat mengelola risiko perubahan tingkat pricing untuk tujuan repricing structure pada kedua sisi neraca.

Page 20 of 21

BAB 22 PERANCANGAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN PADA BANK SYARIAH Penerapan hukum syariah dapat diwujudkan dalam kegiatan perbankan syariah. Berkaitan dengan hal tersebut, para pihak yang melakukan hubungan hukum, yaitu bank syariah dan nasabah, dapat melakukan aspek syariah dalam konteks hukum positif Indonesia sesuai dengan keinginan kedua belah pihak. Saat ini, paradigm prinsip memberikan banyak keleluasaan untuk mewarnai perbankan syariah dengan berbagai akad fiqih, menghidupkan kembali prinsip syariah dalam berbagai transaksi perbankan. Ketika berbicara tentang akad dan perjanjian dalam perspektif hukum positif, ada kesamaan antara keduanya. Hal ini tentu berbeda dengan prinsip syariah. Pada prinsip syariah, akad tidak selalu berarti perjanjian, karena suatu akad baru bisa dikatakan perjanjian jika ada kesepakatan antara bank syariah dengan nasabah terkait kualitas, kuantitas, harga dan waktu penyerahan. Dalam membuat suatu kontrak perjanjian, harus memperhatikan hal hal sebagai berikut, yaitu penguasaan atas aspek bisnis dari kontrak, harus melakukan identifikasi pihak pihak yang terlibat dengan kontrak, pengenalan karakteristik pihak dalam kontak, penguasaan atau pemahaman akan regulasi, dan penggunaan tenaga lain. Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah kesepakatan Para pihak terkait, negosiasi rancangan kontrak, penandatanganan kontrak, pelaksanaan kontrak, dan sengketa kontrak (jika ada). Sebab munculnya ada perbedaan penafsiran antar bank syariah adalah karena adanya perbedaan ketentuan yang ada dalam fatwa DSN-MUI yang ada di regulasi Bank Indonesia. Seperti halnya pada definisi kredit, pada UU Perbankan No. 10/1998 kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utang setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Sedangkan definisi Pembiayaan pada UU Perbankan Syariah No.21/1998 menyatakan jika pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil, transaksi sewa menyewa, transaksi jual beli, transaksi pinjam meminjam, transaksi sewa menyewa jasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

Page 21 of 21

You might also like