You are on page 1of 10

VCT ( VOLUNTARY COUNSELING & TEST )

a. Definisi Konseling dalam VCT Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV&AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggungjawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahaman berbagai masalah terkait dengan HIV&AIDS.

Peran VCT

VCT Merupakan pintu masuk penting untuk pencegahan dan perawatan HIV Perencanaan masa depan Perawatan anak yatim piatu Pewarisan Penerimaan sero-status, coping & perawatan diri

Mem fasilitasi perubahan perilaku

Voluntary Normalisasi HIV/AIDS Counselling Testing Memfasilitasi intervensi MTCT

Rujukan dukungan sosial dan sebaya


Sumber: WHO, adaptasi

Terapi pencegahan & perawatan reproduksi

Manajemen dini infeksi oportunistik & IMS; introduksi ARV

Gambar 2.1 Skema Pelayanan VCT

Konseling dan Testing Sukarela yang dikenal sebagai Voluntary Counselling and Testing (VCT) merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat dan sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV&AIDS berkelanjutan.

1) Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada saat klien mencari
pertolongan medik dan testing yaitu dengan memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk konseling, dukungan, akses untuk terapi suportif, terapi infeksi oportunistik, dan ART.

2) VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk memperoleh intervensi
efektif dimana memungkinkan klien, dengan bantuan konselor terlatih, menggali dan memahami diri akan risiko infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV&AIDS, mempelajari status dirinya, dan mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku berisiko dan mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain guna mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat.

3) Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan, segera setelah
klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi, dan risiko. b. Prinsip Pelayanan Konseling dan Testing HIV&AIDS Sukarela (VCT) 1) Sukarela dalam melaksanakan testing HIV. Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaan klien, tanpa paksaan, dan tanpa tekanan. Keputusan untuk dilakukan testing terletak ditangan klien. Kecuali testing HIV pada darah donor di unit transfusi dan transplantasi jaringan, organ tubuh dan sel. Testing dalam VCT bersifat sukarela sehingga tidak direkomendasikan untuk testing wajib pada pasangan yang akan menikah, pekerja seksual, IDU, rekrutmen pegawai/tenaga kerja Indonesia, dan asuransi kesehatan.

2) Saling mempercayai dan terjaminnya konfidensialitas. Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan martabat semua klien. Semua informasi yang disampaikan klien harus dijaga kerahasiaannya oleh konselor dan petugas kesehatan, tidak diperkenankan didiskusikan di luar konteks kunjungan klien. Semua informasi tertulis harus disimpan dalam tempat yang tidak dapat dijangkau oleh mereka yang tidak berhak. Untuk penanganan kasus klien selanjutnya dengan seijin klien, informasi kasus dari diri klien dapat diketahui. 3) Mempertahankan hubungan relasi konselor-klien yang efektif. Konselor mendukung klien untuk kembali mengambil hasil testing dan mengikuti pertemuan konseling pasca testing untuk mengurangi perilaku berisiko. Dalam VCT dibicarakan juga respon dan perasaan klien dalam menerima hasil testing dan tahapan penerimaan hasil testing positif. 4) Testing merupakan salah satu komponen dari VCT. WHO dan Departemen Kesehatan RI telah memberikan pedoman yang dapat digunakan untuk melakukan testing HIV. Penerimaan hasil testing senantiasa diikuti oleh konseling pasca testing oleh konselor yang sama atau konselor lainnya yang disetujui oleh klien.

c. Sasaran Konseling dan Testing HIV&AIDS Sukarela (VCT) Masyarakat yang membutuhkan pemahaman diri akan status HIV agar dapat mencegah dirinya dari penularan infeksi penyakit yang lain dan penularan kepada orang lain. Masyarakat yang datang ke pelayanan VCT disebut dengan klien. Sebutan Klien dan bukan pasien merupakan salah satu pemberdayaan dimana klien akan berperan aktif didalam proses konseling. Tanggung jawab klien dalam konseling adalah bersama mendiskusikan hal-hal yang terkait dengan informasi akurat dan lengkap tentang

HIV&AIDS, perilaku berisiko, testing HIV dan pertimbangan yang terkait dengan hasil negatif atau positif.

d. Prinsip Pelayanan Konseling dan Testing HIV & AIDS Sukarela (Voluntary Counseling Test = VCT) Prinsip ini diatur oleh Kepmenkes RI nomor 1507/Menkes/SK/X/2005 sebagai berikut : 1) Sukarela dalam melakukan testing HIV 2) Ini berarti keputusan testing di tangan klien, kecuali testing HIV donor darah di unit transfusi dan transplantasi jaringan, organ tubuh, dan sel. Atas dasar sukarela inilah tidak direkomendasikan untuk testing wajib bagi pasangan yang akan menikah, pekerja seksual, Intravenous Drug User (IDU), rekrutmen pegawai/tenaga kerja Indonesia dan asuransi kesehatan. 3) Saling mempercayai dan terjaminnya konfidensialis 4) Mempertahankan hubungan relasi konselor-klien yang efektif 5) Testing merupakan salah satu komponen dari VCT 6) WHO dan Depkes RI memberikan pedoman testing HIV. Penerimaan hasil testing diikuti konseling pascatesting oleh konselor yang sama atau konselor lainnya yang disetujui klien.

e. Tempat Tes HIV & AIDS Tempat tes HIV & AIDS adalah klinik VCT. Ada sembilan klinik VCT rujukan ARV di seluruh Jawa Tengah, yaitu: 1) RS dr. Kariadi Semarang 2) RS Tugurejo Semarang 3) RSUD Kota Semarang 4) RS Panti Wilasa Citarum, Semarang

5) RS Margono Soekarjo Banyumas 6) RSUD Banyumas 7) RS Ambarawa 8) RS dr. Moewardi Solo 9) RS dr. Oen Solo.

f. Prosedur Tes HIV Ada beberapa metode tes HIV & AIDS, yaitu Rapid Test, Elisa Test, dan Western Blot. Metode yang digunakan di klinik VCT RSDK sekarang adalah Rapid Test. Pada Rapid Test, darah akan diambil sebanyak 5 cc dari lengan, langsung diperiksa, dan jadi dalam satu hari.

PREVENTION MOTHER TO CHILD TRANSMISSION (PMTCT)

1) INTEGRASI PROGRAM a) Kebijakan umum pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi sejalan dengan kebijakan umum kesehatan ibu dan anak dan kebijakan penanggulangan HIV&AIDS di Indonesia. b) Layanan pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi diintegrasikan dengan paket pelayanan kesehatan ibu dan anak dan layanan keluarga berencana di tiap jenjang pelayanan kesehatan.Semua perempuan yang datang ke pelayanan kesehatan ibu dan anak dan layanan keluarga berencana di tiap jenjang pelayanan kesehatan mendapatkan informasi pencegahan penularan HIV selama masa kehamilan dan menyusui.

2) PRONG

Program untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke bayi, dilaksanakan secara komprehensif dengan menggunakan empat prong, yaitu:

a) Prong 1: Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduktif; b) Prong 2: Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif; c) Prong 3: Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke bayi yang dikandungnya; d) Prong 4: Memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu HIV positif beserta bayi dan keluarganya.

Pada daerah dengan prevalensi HIV yang rendah, diimplementasikan Prong 1 dan Prong 2. Pada daerah dengan prevalensi HIV yang terkonsentrasi, diimplementasikan semua prong. Ke-empat prong secara nasional dikoordinir dan dijalankan oleh pemerintah, serta dapat dilaksanakan institusi kesehatan swasta dan lembaga swadaya masyarakat.

1) KONSELING DAN TES HIV SUKARELA

a) Konseling HIV menjadi salah satu komponen standar dari pelayanan kesehatan ibu dan anak dan layanan keluarga berencana di tiap jenjang pelayanan kesehatan. b) Penatalaksanaan konseling dan tes HIV sukarela untuk pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi mengikuti Pedoman Nasional Konseling dan Tes HIV Sukarela. c) Tes HIV dilakukan kepada semua ibu hamil (routine HIV testing) di seluruh rumah sakit rujukan Odha yang telah ditetapkan pemerintah. d) Ibu hamil menjalani konseling dan diberikan kesempatan untuk menetapkan sendiri keputusannya untuk menjalani tes HIV atau tidak. e) Di daerah prevalensi HIV tinggi yang tidak terdapat layanan pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi, untuk menentukan faktor-faktor risiko ibu hamil digunakan beberapa kriteria, seperti memiliki penyakit menular seksual, berganti-ganti pasangan, pengguna narkoba, dan lain - lain.

Layanan tes HIV dipromosikan dan dimungkinkan bagi laki-laki dan perempuan yang merencanakan untuk memiliki bayi. Pada tiap jenjang pelayanan kesehatan yang memberikan konseling dan tes HIV sukarela dalam paket pelayanan kesehatan ibu dan anak dan layanan keluarga berencana, harus terdapat tenaga petugas yang mampu memberikan konseling sebelum dan sesudah tes HIV. Pada pelayanan kesehatan ibu dan anak dan layanan keluarga berencana yang memberikan layanan konseling dan

tes HIV sukarela, konseling pasca tes (post-test counseling) bagi perempuan HIV negatif memberikan bimbingan untuk tetap HIV negatif selama kehamilan, menyusui, dan seterusnya. Pada tiap jenjang pelayanan kesehatan tersebut harus terjamin aspek kerahasiaan ibu hamil ketika mengikuti proses konseling sebelum dan sesudah tes HIV. Untuk program pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi, pemerintah memberikan bantuan biaya konseling dan tes HIV bagi ibu hamil di tiap jenjang layanan kesehatan.

2) PERSALINAN YANG AMAN

a) Ibu

hamil

HIV

positif

perlu

mendapatkan

konseling

sehubungan

dengan

keputusannya untuk menjalani persalinan secara operasi seksio secarea ataupun persalinan normal. b) Pelaksanaan persalinan, baik secara operasi seksio secarea maupun persalinan normal, harus memperhatikan kondisi fisik dari ibu hamil HIV positif. c) Tindakan menolong persalinan ibu hamil HIV positif, baik secara operasi seksio secarea maupun persalinan normal, mengikuti standar kewaspadaan universal yang biasa berlaku untuk persalinan ibu hamil HIV negatif. d) Untuk program pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi, pemerintah memberikan bantuan layanan persalinan gratis kepada ibu hamil HIV positif.

3) PEMBERIAN MAKANAN BAYI

a) Ibu hamil HIV positif

perlu mendapatkan konseling sehubungan dengan

keputusannya untuk menggunakan susu formula ataupun ASI eksklusif. b) Untuk mengurangi risiko penularan HIV melalui pemberian ASI, ibu HIV positif bisa memberikan susu formula kepada bayinya.

c) Pada daerah tertentu dimana pemberian susu formula tidak memenuhi persyaratan AFASS dari WHO (Acceptable = mudah diterima, Feasible = mudah dilakukan, Affordable = harga terjangkau, Sustainable = berkelanjutan, Safe = aman penggunaannya), maka ibu HIV positif dianjurkan memberikan ASI eksklusif hingga maksimal tiga bulan atau lebih pendek jika susu formula memenuhi AFASS sebelum tiga bulan. d) Setelah usai pemberian ASI eksklusif, bayi hanya diberikan susu formula dan menghentikan pemberian ASI. e) Sangat tidak direkomendasikan pemberian makanan campuran (mixed feeding) untuk bayi dari ibu HIV positif, yaitu ASI bersamaan dengan susu formula dan makanan/minuman lainnya. f) Untuk program pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi, pemerintah menyediakan susu formula generik secara gratis kepada ibu hamil HIV positif jika susu formula memenuhi AFASS. g) Susu formula generik tersebut disimpan di pusat, dan didistribusikan secara rutin sesuai dengan kebutuhan daerah. Depot di daerah difungsikan untuk menyimpan susu formula. Pengadaan susu formula harus terpusat untuk menjamin ketersediaan susu formula generik dan mencegah terjadinya promosi susu formula terhadap ibu yang HIV negat Program PMTCT dilaksanakan untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi dan mengurangi dampak epidemi HIV terhadap ibu dan bayi. Prevalensi HIV pada ibu hamil diharapkan turun 25% dan bayi yang terinfeksi HIV dari ibu HIV positif menjadi 10% dalam lima tahun mendatang dengan pelaksanaan program PMTCT.

Strategi penanggulangan HIV dari ibu ke bayi merupakan program prioritas. Depkes RI dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) nasional telah berkomitmen untuk

meningkatkan cakupan program PMTCT di Indonesia. Pelaksanaan program PMTCT diintegrasikan dengan program pelayanan KIA untuk efisiensi pembiayaan, efektivitas kegiatan, dan menjaga kesinambungan pelayanan.

You might also like