You are on page 1of 26

BAB I Undang-Undang Republik Indonesia No.

21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah


Disahkan di Jakarta, 16 Juli 2008

Dengan telah diberlakukannya UU tentang Perbankan Syariah, maka terdapat 2 (dua) UU yang mengatur perbankan di Indonesia, yaitu UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, dan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Azas, Tujuan dan Fungsi Dalam definisi Prinsip Syariah terdapat dua hal penting yaitu: (1) prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam, dan (2) penetapan pihak/lembaga yang berwenang mengeluarkan fatwa yang menjadi dasar prinsip syariah. Fungsi dari perbankan syariah, selain melakukan fungsi penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat, juga melakukan fungsi sosial yaitu:(1) dalam bentuk lembaga baitul maal yang menerima dana zakat, infak, sedekah, hibah dan lainnya untuk disalurkan ke organisasi pengelola zakat, dan (2) dalam bentuk lembaga keuangan syariah penerima wakaf uang yang menerima wakaf uangdan menyalurkannya ke pengelola (nazhir) yang ditunjuk (Pasal 4). Perizinan, Bentuk Badan Hukum, Anggaran Dasar dan Kepemilikan Pihak - pihak yang akan melakukan kegiatan usaha Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah (UUS) wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Syariah atau UUS dari Bank Indonesia. Selain mendirikan Bank Syariah atau UUS baru, pihak-pihak yang ingin melakukan kegiatan usaha perbankan syariah dapat melakukan pengubahan (konversi) bank konvensional menjadi Bank syariah. Pengubahan dari Bank Syariah menjadi bank konvensional merupakan hal yang dilarang dalam UU ini (Pasal 5). Bank Umum Syariah hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh warga negara Indonesia (WNI) dan/atau badan hukum Indonesia, WNI dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing (WNA) dan/atau badan hukum

Page 1 of 26

asing secara kemitraan, atau Pemerintah daerah. Sedangkan BPRS hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh WNI dan/atau badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya WNI, pemerintah daerah, atau gabungan dua pihak atau lebih dari WNI, badan hukum Indonesia dan pemerintah daerah (Pasal 9).

Jenis dan Kegiatan Usaha, Kelayakan Penyaluran Dana dan Larangan Bagi Bank Syariah dan UUS UU Perbankan Syariah hanya mengenal bentuk badan hukum Perseroan Terbatas (Pasal 7).Setiap upaya penggabungan, peleburan dan pengambilalihan Bank Syariah wajib mendapat izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia. Hasil penggabungan dan peleburan antara Bank Syariah dengan bank lainnya diwajibkan untuk menjadi Bank Syariah (Pasal 17) Istilah Bank Perkreditan Rakyat yang diubah menjadi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Perubahan ini untuk lebih menegaskan adanya perbedaan antara kredit dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Secara umum bank syariah dan UUS dilarang untuk melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah, melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di lantai bursa serta kegiatan perasuransian kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah (Pasal 24 dan Pasal 25). Bagi BPRS, selain larangan tersebut, juga dilarang untuk membuka produk simpanan giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran serta kegiatan valuta asing kecuali penukaran valuta asing (Pasal 25).

Pemegang Saham Pengendali, Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, Direksi dan Tenaga Kerja Asing UU Perbankan Syariah juga mewajibkan dibentuknya Dewan Pengawas Syariah di setiap Bank Syariah dan Bank Umum konvensional yang memiliki UUS, dengan tugas antara lain memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah (pasal 32). Dewan Pengawas Syariah tersebut diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.

Page 2 of 26

Tata Kelola, Prinsip Kehati-hatian dan Pengelolaan Risiko Perbankan Syariah Perbankan syariah wajib memenuhi tata kelola perusahaan yang baik mencakup prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggung jawaban, profesional, dan kewajaran dalam menjalankan usahanya. Bank Syariah dan diwajibkan untuk menempuh cara-cara yang tidak merugikan kepentingan nasabah deposan dalam penyaluran dana, seperti batasan maksimum 30% dari modal Bank Syariah. Sedangkan bagi pihak-pihak seperti pemegang saham yang memiliki 10% atau lebih, anggota dewan komisaris dan keluarga, anggota dewan direksi dan keluarga, pejabat bank, perusahaan yang didalamnya terdapat kepentingan pihak tersebut di atas, besarnya batas maksimum adalah 20%. Bank Syariah dan UUS wajib menjelaskan terkait resiko yang ada sehubungan dengan transaksi yang dilakukan. Jika keadaannya nasabah penerima fasilitas tidak dapat memenuhi kewajibannya, Bank Syariah dan atau UUS bisa membeli sebagian atau keseluruhan agunan, baik melalui lelang atau sukarela.

Rahasia Bank Pengaturan mengenai rahasia bank pada umumnya sama dengan UU Perbankan konvensional, yang wajib dirahasiakan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenainasabah penyimpan dan

simpanannya, serta kewajiban tersebut berlaku bagi bank dan pihak terafiliasi. Beberapa pengaturan mengenai rahasia bank dalam UU Perbankan Syariah yang berbeda dengan UU Perbankan konvensional, antara lain: Tidak diaturnya pengecualian rahasia bank untuk kepentingan piutang yang sudah diserahkan kepada BUPLN/PUPN, seperti halnya yang diatur dalam UU Perbankan konvensional. Dengan demikian pengecualian rahasia bank yang dapat dimintakan izinnya ke BI terbatas hanya untuk kepentingan perpajakan, dan kepentingan peradilan dalam perkara pidana. Di samping itu terdapat pengecualian lainnya yang tidak memerlukan izin dari BI, yaitu dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, dan atas

Page 3 of 26

permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah, serta bagi ahli waris yang sah dalam hal nasabah telah meninggal dunia. Pengaturan mengenai penyidik diperluas, tidak hanya terbatas pada jaksa atau polisi, tetapi berlaku juga bagi penyidik lain yang diberi wewenang berdasarkan UU (Pasal 43). Dengan demikian para penyidik di luar polisi atau jaksa dapat meminta keterangan mengenai rahasia bank, namun permintaan tersebut tetap diajukan oleh pimpinan instansi/departemen atau setingkat menteri.

Pembinaan dan Pengawasan Pembinaan dan Pengawasan terhadap Bank Syariah dilakukan oleh Bank Indonesia terkait mewajibkan Bank Syariah untuk memelihara tingkat kesehatan bank yang meliputi kecukupan modal, kualitas aset, likuiditas, rentabillitas, solvabilitas, kualitas manajemen serta aspek lainnya yang berhubungan dengan usaha Bank Syariah, sehingga memenuhi kriteria bank sehat. Pelaksanaan pengawasan tersebut adalah dengan cara memeriksa / mengambil data dari setiap tempat yang terkait dengan Bank, serta meminta keterangan terkait bank kepada pihak - pihak yang dinilai memiliki pengaruh terhadap bank. Jika Bank Syariah mengalami sebuah kesulitan yang membahayakan kelangsungan usaha, BI dapat melakukan tindakan seperti pembatasan kewenangan RUPS, direksi, komisaris, dan meminta pemegang saham menambahkan modal, atau jika sudah dalam keadaan yang tidak bagus, meminta Bank Syariah untuk melebur dan bersatu dengan Bank Syariah lain. Penyelesaian Sengketa Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama atau di luar Peradilan Agama apabila dalam akad telah diperjanjikan sebelumnya sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah (Pasal 55).

Sanksi Administratif Terkait sanksi administratif, BI menetapkan sanksi adminstratif kepada Bank Syariah atau UUS, anggota dewan direksi, anggota dewan pengawas

Page 4 of 26

syariah,

direksi,

atau

pihak

karyawan

yang

menghalangi

atau

tidak

melaksanakan prinsip syariah dalam menjalankan usahanya sesuai undang undang. Sanksi administratif dapat berupa denda uang, teguran tertulis,

penurunan tingkat kesehatan Bank Syariah, pembekuan kegiatan usaha, dan pemberhentian pengurus Bank Syariah atau Bank Konvensional yang memiliki UUS, hingga pencabutan izin usaha. Ketentuan Pidana Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha Bank Syariah, UUS, atau kegiatan penghimpunan dana berdasarkan prinsip syariah, dipidana penjara 5 hingga 15 tahun dengan dengan 10 milyar hingga 200 milyar. Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank syariah atau bank konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan terkait penyampaian laporan keuangan kepada BI dalam hal pengawasan, di ganjar dengan pidana 2 hingga 10 tahun, serta denda 5 milyar hingga 100 milyar. Dan anggota direksi atau pegawai bank syariah atau bank umum konvensional yang memiliki UUS, dengan sengaja melakukan penyalahgunaan dana nasabah, di pidana 2 hingga 8 tahun dengan denda 2 sampai 4 milyar. Ketentuan Peralihan Dalam Aturan Peralihan telah diatur mengenai batasan UUS beralih menjadi Bank Umum Syariah, mengingat UUS hanya bersifat sementara, yaitu : Dalam hal Bank Umum Konvensional memiliki UUS yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilai aset bank induknya, maka Bank Umum Konvensional dimaksud wajib melakukan Pemisahan UUS tersebut menjadi Bank Umum Syariah; atau 15 (lima belas) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Perbankan Syariah, maka Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS wajib melakukan pemisahan UUS yang dimilikinya menjadi Bank Umum Syariah.

Page 5 of 26

BAB II Fatwa Dewan Syariah Nasional


No. 01/DSN-MUI/IV/2000 tentang Giro Disahkan di Jakarta, 01 April 2000 Giro yang diperkenankan adalah Giro yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadiah, bukan berdasarkan perhitungan bunga. Beberapa Ketentuan Giro berdasarkan akad Mudharabah yaitu:

Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening, dan Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan. Ketentuan Umum Giro berdasarkan Wadiah yaitu Bersifat titipan, Titipan bisa diambil kapan saja (on call) dan Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank. ============================================================= No. 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan Disahkan di Jakarta, 01 April 2000 Tabungan yang diperkenankan adalah Tabungan yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadiah, bukan berdasarkan perhitungan bunga. Beberapa Ketentuan Tabungan berdasarkan akad Mudharabah yaitu: Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening, Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya, dan Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan. Ketentuan Tabungan berdasarkan Wadiah yaitu Bersifat simpanan, Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan, dan Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank. ============================================================= No. 03/DSN-MUI/IV/2000 tentang Deposito Disahkan di Jakarta, 01 April 2000 Page 6 of 26

Deposito yang diperkenankan adalah Deposito yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan bukan berdasarkan perhitungan bunga. Beberapa Ketentuan Deposito berdasarkan akad Mudharabah yaitu: Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya. Bank tidak diperkenankan untuk

mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan. ============================================================= No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah Disahkan di Jakarta, 01 April 2000 Murabahah yang berlaku dalam Bank Syariah yaitu bebas riba, barang yang diperjual belikan halal, bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian, bank menjual barang tersebut kepada nasabah senilai harga beli plus keuntungannya dimana bank memberitahukan harga pokoknya, Nasabah membayar dengan jangka waktu yang telah disepakati serta terdapat perjanjian khusus untuk mencegah penyalahgunaan. Serta bank mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang yang dinginkan kepada pihak ketiga. Salah satu Ketentuan Murabahah kepada nasabah yaitu jika nasabah kemudian emnolah untuk membeli barang yang sudah diperjanjikan, maka biaya riil bank harus dibayar dari uang muka yang nasabah berikan, jika kurang maka nasabah harus melunasi kekurangan tersebut. Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan. ============================================================= No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Mudharabah (Qiradh) Disahkan di Jakarta, 04 April 2000 Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Dalam pembuatan kontrak tidak boleh dikaitkan (muallaw) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi. Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah kecuali akibat dari kesalahan disengaha, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan. Jika terjadi perselisihan, maka

Page 7 of 26

penyelesaiannya dilakukan melalui badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. ============================================================= No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah Disahkan di Jakarta, 13 April 2000 Sighat Ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain yang equivalent, dengan cara penawaran dari aset (LKS) dan penerimaan yang dinyaatakan oleh penyewa (nasabah). Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan atau jasa, manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa. Jika terjadi perselisihan, maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. ============================================================= No. 13/DSN-MUI/IX/2000 tentang Uang Muka dalam Murabahah Disahkan di Jakarta, 16 September 2000 Uang Muka diperbolehkan apabila kedua pihak bersepakat dan besarnya sesuai dengan kesepakatan. Jika nasabah memnatalkan akad murabahah, nasabah harus memberikan ganti rugi kepada LKS dari uang muka tersebut. Jika uang muka lebih kecil dari kerugian, maka nasabah wajib membayar kekurangan dan jika lebih besar dari kerugian maka LKS harus mengembalikan kerugian kepada nasabah. ============================================================= No. 15/DSN-MUI/IX/2000 tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah Disahkan di Jakarta, 16 September 2000 Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip Bagi Hasil (Revenue Sharing) maupun Bagi Untung (Profit Sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabah)-nya.

Page 8 of 26

Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini, pembagian hasil usaha sebaiknya digunakan prinsip Bagi Hasil (Revenue Sharing). Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad. ============================================================= No. 16/DSN-MUI/IV/2000 tentang Diskon Dalam Murabahah Disahkan di Jakarta, 16 September 2000 Diskon adalah hak nasabah, jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian diskon tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuata dalam akad. Jika dalam jual beli murabahah LKS mendapatkan diskon dari supplier, harga sebenarnya adalah harga setalah diskon. ============================================================= No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran Disahkan di Jakarta, 16 September 2000 Nasabah yang tidak/belum mampu membayar disebabkan force majeur tidak boleh dikenakan sanksi. Nasabah mampu yang menunda-nunda

pembayaran dan/atau tidak mempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi. Sanksi didasarkan pada prinsip ta'zir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani. Dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial. ============================================================= No. 23/DSN-MUI/III/2002 tentang Potongan Pelunasan dalam Murabahah Disahkan di Jakarta, 28 Maret 2002 Jika nasabah dalam transaksi murabahah melakukan pelunasan

pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang telah disepakati, LKS boleh memberikan potongan dari kewajiban pembayaran tersebut, dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad Besar potongan sebagaimana dimaksud di atas diserahkan pada kebijakan dan pertimbangan LKS.

Page 9 of 26

============================================================= No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Disahkan di Jakarta, 26 Juni 2002 Rahn adalah pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan hutang. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan Marhun (barang) sampai semua hutang Rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya, Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh mengurangi nilai Marhun Murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak

dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya

pemeliharaan dan perawatannya. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. Apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingatkan Rahin untuk segera melunasi hutangnya. Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi hutangnya,

maka Marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah. Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi hutang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan dan Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban Rahin.

============================================================= No. 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas Disahkan di Jakarta, 26 Juni 2002 Rahn Emas dibolehkan berdasarkan prinsip Rahn (lihat Fatwa DSN nomor: 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn). Ongkos dan biaya penyimpanan barang (marhun) ditanggung oleh penggadai (rahin). Ongkos sebagaimana dimaksud ayat 2 besarnya didasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan. Biaya penyimpanan barang (marhun) dilakukan berdasarkan akad Ijarah. ============================================================= No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Al-Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al-Tamlik Disahkan di Jakarta, 28 Maret 2002 Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Ijarah (Fatwa DSN nomor: 09/DSNMUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad al ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik. Pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiah bi alTamlik harus melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik

Page 10 of 26

dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa Ijarah selesai. Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad Ijarah adalah wa'd ( ,)yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai.

============================================================= No. 31/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pengalihan Utang Disahkan di Jakarta, 26 Juni 2002 Pengalihan hutang adalah pemindahan hutang nasabah dari bank/lembaga keuangan konvensional ke bank/lembaga keuangan syariah. Al-Qardh adalah akad pinjaman dari LKS kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan pokok pinjaman yang diterimanya kepada LKS pada waktu dan dengan cara pengembalian yang telah disepakati. Terdapat 4 alternatif dalam pengelihan utang, yaitu LKS memberikan qardh kepada nasabah kemudian LKS menjual dengan akad murabahah ke nasabah, LKS membeli sebagian aset nasabah dengan seizin LKK (syirkah al-milk), nasabah melakukan akad Ijarah dengan LKS, dan memberikan Qardh, kemudian LKS memberikan IMBT kepada nasabah. ============================================================= No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang ganti Rugi (Tawidh) Disahkan di Jakarta, 11 Agustus 2004 Ganti rugi (ta`widh) hanya boleh dikenakan atas pihak yang dengan sengaja atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan akad dan menimbulkan kerugian pada pihak lain. Kerugian yang digolongkan tawidh adalah kerugian riil yang dapat diperhitungkan dengan jelas. Besar ganti rugi (ta`widh) adalah sesuai dengan nilai kerugian riil (real loss) yang pasti dialami (fixed cost) dalam transaksi tersebut dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya peluang yang hilang (oppor-tunity loss atau al-furshah al-dha-iah). Besarnya ganti rugi tidak boleh ditentukan dalam akad.

=============================================================

Page 11 of 26

No. 44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa Disahkan di Jakarta, 11 Agustus 2004 Pembiayaan Multijasa hukumnya boleh (jaiz) dengan menggunakan akad Ijarah atau Kafalah. Dalam hal LKS menggunakan akad ijarah, maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam Fatwa Ijarah. Dalam hal LKS menggunakan akad Kafalah, maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam Fatwa Kafalah. Dalam kedua pembiayaan multijasa tersebut, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau fee. Besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk prosentase.

============================================================= No. 46/DSN-MUI/II/2005 tentang Potongan Tagihan Murabahah Disahkan di Jakarta, 17 Februari 2005 LKS boleh memberikan potongan dari total kewajiban pembayaran kepada nasabah dalam transaksi (akad) murabahah yang telah melakukan kewajiban pembayaran cicilannya dengan tepat waktu dan nasabah yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran. Besar potongan sebagaimana dimaksud di atas diserahkan pada kebijakan LKS. Pemberian potongan tidak diperjanjikan dalam akad. ============================================================= No. 47/DSN-MUI/II/2005 tentang Penyelesaian Piutang Murabahah bagi Nasabah Tidak Mampu Bayar Disahkan di Jakarta, 17 Februari 2005 LKS dapat melakukan penyelesaian murabahah bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan pembiayaan, dengan ketentuan objek murabahah dijual ke LKS dengan harga pasar yang disepakati. Apabila hasil penjualan melebihi sisa utang, maka LKS mengembalikan sisanya tersebut. Dan jika nasabah benar benar tidak mampu membayar sisa utangnya, maka LKS dapat boleh

membebaskannya. ============================================================= No. 48/DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah Disahkan di Jakarta, 17 Februari 2005

Page 12 of 26

LKS diperbolehkan melakukan penjadwalan ulang tagihan murabahah kepada nasabahnya yang tidak bisa melunasi pembiayaan sesuai waktu yang ditentukan di awal akad, dengan ketentuan pembebanan biaya dalam proses penjadwalan kembali adalah biaya riil dan perpanjangan masa pinjaman harus berdasar keputusan bersama.

============================================================= No. 49/DSN-MUI/II/2005 tentang Konversi Akad Murabahah Disahkan di Jakarta, 17 Februari 2005 LKS diperbolehkan melakukan konversi dengan membuat akad baru bagi nasabahnya yang tidak bisa melunasi pembiayaan sesuai waktu yang ditentuka, tetapi ia masih prospektif. Akad awal harus dihentikan terlebih dahulu. Setelah beres, LKS dan nasabah ex-murabahah dapat membuat akad baru dengan akad IMBT, atau Mudharabah, atau Musyarakah.

============================================================= No. 77/DSN-MUI/V/2010 tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai Disahkan di Jakarta, 03 Juni 2010 Hukum jual beli emas secara tidak tunai baik melalui jual beli biasa maupun melalui jual beli murabahah hukumnya boleh selama emas tidak menjadi alat tukar yang resmi, dengan batasan harga jual yang tidak boleh bertambah dalam jangka waktu perjanjian meski ada pertambahan tempo. Emas yang dibeli dengan pembiayaan tidak tunai boleh dijadikan jaminan. Dan emas yang dijadikan jaminan tidak boleh dijualbelikan atau dijadikan objek akad lain yang menyebabkan perpindahan kepemilikan.

Page 13 of 26

BAB III KYC Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/PBI/2009 Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum
Ditetapkan di Jakarta, 01 Juli 2009

Bab I Ketentuan Umum Di dalam ketentuan umum, yang dimaksud dengan pencucian uang adalah pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang. Sedangkan Pendanaan Terorisme adalah penggunaan harta kekayaan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Bank wajib menerapkan program APU (Anti Pencucian Uang) dan PPT (Pencegahan Pendanaan Terorisme), hal ini merupakan bagian dari penerapan manajemen risiko Bank secara keseluruhan, penerapannya paling kurang mencakup beberapa hal, yaitu: pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris, kebijakan dan prosedur, pengendalian intern, sistem informasi manajemen dan sumberdaya manusia dan pelatihan. Bab II Pengawasan Aktif Direksi dan Dewan Komisaris Direksi Bank minimal melakukan pengawasan aktif terhadap kebijakan dan prosedur APU dan PPT, mengusulkan kebijakan dan prosedur tertulis kepada Dewan Direksi serta memastikan penerapan program APU dan PPT ini sudah berjalan dan terawasi. Bank wajib membentuk unit kerja khusus atau menunjuk pejabat bank yang bertanggungjawab atas penerapan program APU dan PPT. Sedangkan ditingkat pejabat unit kerja khusus, tanggung jawab atas program ini adalah berupa pemantauan sistem pendukung dari APU dan PPT, memastikan kebijakan dan prosedur sudah sesuai dengan perkembangan terkini, dan pembuatan laporan mengenai dugaan transaksi keuangan yang mencurigakan sebelum

menyampaikan ke pejabat yang bertanggung jawab.

Page 14 of 26

Bab III Kebijakan dan Prosedur Ketika menerapkan program APU dan PPT, Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis yang paling kurang mencakup: permintaan informasi dan dokumen, Beneficial Owner, verifikasi dokumen, CDD yang lebih sederhana, penutupan hubungan dan penolakan transaksi, ketentuan mengenai area berisiko tinggi dan PEP, pelaksanaan CDD oleh pihak ketiga, pengkinian dan pemantauan, Cross Border Correspondent Banking, transfer dana, dan penatausahaan dokumen.

Permintaan Informasi dan Dokumen Bank wajib mengidentifikasi dan mengklasifikasikan calon nasabah atau nasabah kedalam kelompok perseorangan, perusahaan, atau beneficial owner. Beberapa informasi terkait nasabah perorangan yang harus diketahui adalah nama serta alias nasabah, alamat dan telepon, TTL, kewarganegaraan, pekerjaan dan jenis kelamin. Jika pada nasabah perusahaan, pastikan nama perusahaannya, nomor izin usaha,badan hukum perusahaan.

Beneficial Owner Bank wajib memastikan apakah calon Nasabah atau WIC mewakili Beneficial Owner untuk membuka hubungan usaha atau melakukan transaksi. Dalam hal calon Nasabah atau WIC mewakili Beneficial Owner untuk membuka hubungan usaha atau melakukan transaksi, Bank wajib melakukan prosedur CDD terhadap Beneficial Owner yang sama ketatnya dengan prosedur CDD bagi calon Nasabah atau WIC. Bukti identitas dan informasi yang wajib bank dapat mengenai beneficial owner antara lain, dokumen identitas, hubungan hukum antara calon nasabah degan beneficial owner, dan pernyataan dari calon nasabah mengenai kebenaran identitas maupun sumber dana dari beneficial owner. Dan jika dari data data yang telah dikumpulkan diatas, bank merasa ragu dengan keabsahan informasi, maka bank wajib menolak untuk melakukan hubungan usaha.

Verifikasi Dokumen

Page 15 of 26

Bank wajib meneliti dokumen pendukung dan melakukan verifikasi terhadap informasi tersebut, dan melakukan wawancara dengan calon nasabah untuk meyakini kebenaran dokumen berdasarkan sumber informasi lainnya yanag dapat dipercaya dan independen serta memastikan bahwa data tersebut adalah data terkini. Namun jika masih ragu, bank wajob meminta lebih dari satu dokumen identitas yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang. Proses dari pelaksanaan verifikasi berkisar antara 14 hari kerja bagi perorangan, dan 90 hari bagi nasabah perusahaan.

CDD Yang Lebih Sederhana Bank dapat menerapkan prosedur CDD yang lebih sederhana terhadap calon nasabah atau transaksi yang tingkat risikonya terjadi pencucian uang, dan pendaan terorisme tergolong rendah dan memenuhi kriteria antara lain, nasabah berupa lembaga pemerintah, tujuan pembukaan rekening untuk pembayaran gaji, transaksi pencairan cek yang dilakukan oleh WIC perusahaan. Dan bank wajib membuat dan menyimpan daftar nasabah yang mendapat perlakuan CDD yang lebih sederhana.

Penutupan Hubungan Kerja atau Penolakan Transaksi Bank wajib menolak hubungan kerja atau transaksi dengan WIC, jika tidak memenuhi ketentuan yang ada, menggunakan identitas palsu, dan berbentuk shell bank. Begitu juga pada transaksi, bank bisa saja membatalkan transaksi dan menutup hubungan usaha dengan existing customer. Bank wajib memberitahukan jika ada suatu transaksi yang mencurigakan di dalam laporan transaksi keuangan. Politically Exposed Person Dan Area Beresiko Tinggi Bank wajib meneliti adanya Nasabah dan Beneficial Owner yang memenuhi kriteria berisiko tinggi atau PEP. Nasabah dan Beneficial Owner yang memenuhi kriteria berisiko tinggi atau PEP dibuat dalam daftar tersendiri. Jika menemukan nasabag atau Beneficial Owner yang berisiko tinggi, maka bank wajib melakukan EDD secara berkala paling kurang berupa analisis terhadap informasi mengenai Nasabah atau Beneficial Owner, sumber dana, tujuan

Page 16 of 26

transaksi, dan hubungan usaha dengan pihak-pihak yang terkait, dan pemantauan yang lebih ketat terhadap Nasabah atau Beneficial Owner. Pelaksanaan CDD Oleh Pihak Ketiga Bank dapat menggunakan hasil CDD yang telah dilakukan oleh pihak ketiga terhadap calon Nasabahnya yang telah menjadi nasabah pada pihak ketiga tersebut. Bank wajib melakukan identifikasi dan verifikasi atas hasil CDD yang telah dilakukan oleh pihak ketiga. Bank yang menggunakan hasil CDD dari pihak ketiga bertanggung jawab untuk melaksanakan penatausahaan dokumen. Dalam hal Bank bertindak sebagai agen penjual produk lembaga keuangan lainnya, Bank wajib memenuhi permintaan informasi hasil CDD salinan dokumen pendukung apabila sewaktu-waktu dibutuhkan oleh lembaga keuangan lainnya tersebut dalam rangka pelaksanaan program APU dan PPT.

Pengkinian Dan Pemantauan Dalam melakukan pengkinian data, maka Bank wajib melakukan pemantauan terhadap informasi dan dokumen nasabah, menyusun laporan rencana pengkinian data, dan menyusun laporan realisasi pengkinian data. Dan semua laporan di atas wajib mendapatkan persetujuan dari Direksi. Jika terdapat kemiripan nama nasabah dengan nama yang tercantum dalam database daftar teroris, maka bank wajib memastikan kesesuaian identitas nasabah tersebut dengan informasi lain yang terkait.

Cross Border Correspondent Banking Sebelum menyediakan jasa Cross-border Correspondent Banking, Bank wajib meminta informasi mengenai: profil calon Bank Penerima dan/atau Bank Penerus, reputasi Bank Penerima dan/atau Bank Penerus berdasarkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, tingkat penerapan program APU dan PPT di negara tempat kedudukan Bank Penerima dan/atau Bank Penerus, dan informasi relevan lain yang diperlukan Bank untuk mengetahui profil calon Bank Penerima dan/atau Bank Penerus. Dan yang tak kalah penting adalah bank harus memastikan informasi diatas berasal dari sumber yang tepat. Bank wajib melakukan CDD terhadap existing Bank Penerima dan/atau Bank Penerus yang disesuaikan dengan pendekatan berdasarkan risiko apabila:

Page 17 of 26

terdapat perubahan profil Bank Penerima, informasi pada profil Bank Penerima yang tersedia belum dilengkapi. Transfer Dana Dalam melakukan kegiatan transfer dana di dalam wilayah Indonesia yang dilakukan oleh Bank, bank pengirim wajib memperoleh informasi dan melakukan identifikasi serta verifikasi terhadap Nasabah pengirim atau WIC pengirim, dan mendokumentasikan seluruh transaksi transfer dana. Bank Penerus wajib meneruskan pesan dan perintah transfer dana, serta menatausahakan informasi yang diterima dari Bank Pengirim serta Bank Penerima wajib memastikan kelengkapan informasi Nasabah pengirim dan WIC pengirim. Dalam hal informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tidak dipenuhi, Bank dengan menggunakan pendekatan berdasarkan risiko dapat menolak untuk melaksanakan transfer dana; membatalkan transaksi transfer dana; dan/atau mengakhiri hubungan usaha dengan existing customers. Penatausahaan Dokumen Bank wajib tetap menatausahakan dokumen yang terkait dengan data Nasabah atau WIC dengan jangka waktu paling kurang 5 (lima) tahun sejak berakhirnya hubungan usaha atau transaksi dengan Nasabah atau WIC, atau ditemukannya ketidaksesuaian transaksi dengan tujuan ekonomis dan/atau tujuan usaha. Serta dokumen Nasabah atau WIC yang terkait dengan transaksi keuangan dengan jangka waktu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Dokumen Perusahaan. Pengendalian Intern Bank wajib memiliki sistem pengendalian intern yang efektif. Pelaksanaan sistem pengendalian intern yang efektif antara lain dibuktikan dengan adanya batasan wewenang dan tanggung jawab satuan kerja terkait dengan penerapan program APU dan PPT, dan dilakukannya pemeriksaan terhadap efektivitas pelaksanaan program APU dan PPT oleh satuan kerja audit intern.

Sistem Informasi Manajemen

Page 18 of 26

Bank wajib memiliki sistem informasi yang dapat mengidentifikasi, menganalisa, memantau, dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh Nasabah Bank. Sumber Daya Manusia Dan Pelatihan Bank wajib menyelenggarakan pelatihan yang berkesinambungan tentang implementasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan program APU dan PPT; Teknik, metode, dan tipologi pencucian uang atau pendanaan terorisme; dan Kebijakan dan prosedur penerapan program APU dan PPT serta peran dan tanggungjawab pegawai dalam memberantas pencucian uang atau pendanaan terorisme. Penerapan Program APU dan PPT Bagi kantor Cabang Dari bank Yang Berbadan Hukum Indonesia di Luar Negeri Bank yang berbadan hukum Indonesia wajib meneruskan kebijakan dan prosedur program APU dan PPT ke seluruh jaringan kantor dan anak perusahaan di luar negeri, dan memantau pelaksanaannya. Dalam hal di negara tempat kedudukan jaringan kantor dan anak perusahaan di luar negeri memiliki peraturan APU dan PPT yang lebih ketat dari yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini, jaringan kantor dan anak perusahaan dimaksud wajib tunduk pada ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas negara dimaksud. Dalam hal penerapan Program APU dan PPT sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini mengakibatkan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku di negara tempat kedudukan jaringan kantor dan anak perusahaan berada maka pejabat kantor Bank di luar negeri tersebut wajib menginformasikan kepada kantor pusat Bank dan Bank Indonesia bahwa kantor Bank dimaksud tidak dapat menerapkan Program APU dan PPT sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.

Pelaporan Dalam rangka menerapkan program APU dan PPT, Bank wajib menyampaikan, Action plan, laporan rencana kegiatan pengkinian data, laporan realisasi pengkinian data, Bank wajib menyampaikan laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan, Laporan transaksi keuangan tunai, dan laporan lain

Page 19 of 26

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang kepada PPATK. Ketentuan Lain-Lain Bank wajib mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan pengembangan teknologi dalam skema pencucian uang atau pendanaan terorisme. Sanksi Bank yang terlambat menyampaikan pedoman serta laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1), dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari keterlambatan per laporan. Bank yang belum menyampaikan pedoman atau laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan dalam waktu lebih 1 (satu) bulan sejak batas akhir waktu penyampaian dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan kewajiban membayar sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Ketentuan Peralihan Bank yang telah memiliki Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah wajib menyesuaikan dan menyempurnakan menjadi Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia ini.

Ketentuan Penutup Ketentuan lebih lanjut mengenai Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia.

Page 20 of 26

Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
Disahkan di jakarta pada tanggal 22 Oktober 2010.

Bab I ketentuan Umum Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disingkat PPATK adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang. Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan; Transaksi Keuangan oleh Pengguna jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini; Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.

Bab II Tindak Pidana Pencucian Uang Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan,

membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Page 21 of 26

Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Bab III Tindak Pidana Lain yang Berkaitan dengan Tindak Pidana

Pencucian Uang Pejabat atau pihak yang menerima dokumen atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut. Setiap orang yang melanggar dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Pihak Pelapor dilarang memberitahukan kepada Pengguna Jasa atau pihak lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan cara apa pun mengenai laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang sedang disusun atau telah disampaikan kepada PPATK. Pelanggaran atas ketentuan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Bab IV Pelaporan dan Pengawasan Kepatuhan Pihak Pelapor meliputi penyedia jasa keuangan (bank, perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi, dana pensiun lembaga keuangan, perusahaan efek, manajer investasi, kustodian, wali amanat, perposan sebagai penyedia jasa giro, pedagang valuta asing, penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu, penyelenggara e-money dan/atau e-wallet, koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam, pegadaian, perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi, atau penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang) penyedia barang dan/atau jasa lain (perusahaan properti/agen properti, pedagang kendaraan bermotor, pedagang permata dan perhiasan/logam mulia, pedagang barang seni dan antik, atau balai lelang). Setiap Orang yang melakukan Transaksi dengan Pihak Pelapor wajib memberikan identitas dan informasi yang benar yang dibutuhkan oleh Pihak

Page 22 of 26

Pelapor dan sekurang-kurangnya memuat identitas diri, sumber dana, dan tujuan Transaksi dengan mengisi formulir yang disediakan oleh Pihak Pelapor dan melampirkan Dokumen pendukungnya. Identitas dan Dokumen pendukung yang diminta oleh Pihak Pelapor harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh setiap Lembaga Pengawas dan Pengatur. Dalam hal Pengawasan Kepatuhan atas kewajiban pelaporan tidak dilakukan atau belum terdapat Lembaga Pengawas dan Pengatur, Pengawasan Kepatuhan atas kewajiban pelaporan dilakukan oleh PPATK. Dalam hal Lembaga Pengawas dan Pengatur menemukan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang tidak dilaporkan oleh Pihak Pelapor kepada PPATK, Lembaga Pengawas dan Pengatur segera menyampaikan temuan tersebut kepada PPATK. Lembaga Pengawas dan Pengatur wajib

memberitahukan kepada PPATK setiap kegiatan atau Transaksi Pihak Pelapor yang diketahuinya atau patut diduganya dilakukan baik langsung maupun tidak langsung dengan tujuan melakukan tindak pidana Pencucian Uang. Bab V Pembawaan Uang Tunai dan Instrumen Pembayaran Lain ke Dalam atau ke Luar Daerah Pabean Indonesia Setiap orang yang membawa uang tunai dalam mata uang rupiah dan/atau mata uang asing, dan/atau instrumen pembayaran lain dalam bentuk cek, cek perjalanan, surat sanggup bayar, atau bilyet giro paling sedikit Rp.

100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau yang nilainya setara dengan itu ke dalam atau ke luar daerah pabean Indonesia wajib memberitahukannya kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Setiap orang yang telah memberitahukan pembawaan uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain tetapi jumlah uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain yang dibawa lebih besar dad jumlah yang diberitahukan dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 10% (sepuluh perseratus) dari kelebihan jumlah uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain yang dibawa dengan jumlah paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Bab VI Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

Page 23 of 26

PPATK

dalam

melaksanakan

tugas

dan

kewenangannya

bersifat

independen dan bebas dari campur tangan dan pengaruh kekuasaan mana pun. PPATK bertanggung jawab kepada Presiden. Setiap Orang dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan PPATK. PPATK mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang. PPATK mempunyai fungsi sebagai berikut: pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang; pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK; pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi tindak pidana Pencucian Uang dan/atau tindak pidana lain PPATK membuat dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenangnya secara berkala setiap 6 (enam) bulan. Laporan disampaikan kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Kepala PPATK adalah penanggung jawab yang memimpin dan mengendalikan pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang PPATK.

Bab VII Pemeriksaan dan Penghentian Sementara Transaksi PPATK melakukan pemeriksaan terhadap Transaksi Keuangan

Mencurigakan terkait dengan adanya indikasi tindak pidana Pencucian Uang atau tindak pidana lain. Dalam hal ditemukan adanya indikasi tindak pidana Pencucian Uang atau tindak pidana lain, PPATK menyerahkan Hasil

Pemeriksaan kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan. PPATK dapat meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian Transaksi. Dalam hal penyedia jasa keuangan memenuhi permintaan PPATK pelaksanaan penghentian sementara dicatat dalam berita acara penghentian sementara Transaksi. Bab VII Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksanaan di Sidang Pengadilan Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan serta pelaksanaan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini dilakukan Page 24 of 26

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini. Untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana Pencucian Uang tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya. Untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana Pencucian Uang, penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang meminta Pihak Pelapor untuk memberikan keterangan secara tertulis mengenai Harta Kekayaan dari orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik; tersangka; atau terdakwa. Penyidikan tindak pidana Pencucian Uang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut Undang-Undang ini. Dalam hal penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana Pencucian Uang dan tindak pidana asal, penyidik menggabungkan penyidikan tindak pidana asal dengan penyidikan tindak pidana Pencucian Uang dan memberitahukannya kepada PPATK. Penuntut umum wajib menyerahkan berkas perkara tindak pidana Pencucian Uang kepada pengadilan negeri paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya berkas perkara yang telah dinyatakan lengkap. Dalam hal penuntut umum telah menyerahkan berkas perkara kepada pengadilan negeri, ketua pengadilan negeri wajib membentuk majelis hakim perkara tersebut paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya berkas perkara tersebut. Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa Harta Kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana. Bab IX Pelindungan Bagi Pelapor dan Saksi Pejabat dan pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, atau hakim wajib merahasiakan Pihak Pelapor dan pelapor. Setiap Orang yang melaporkan terjadinya dugaan tindak pidana Pencucian Uang wajib diberi perlindungan khusus oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan din, jiwa, dan/atau hartanya, termasuk keluarganya. Di sidang pengadilan, saksi, penuntut umum, hakim, dan orang lain yang terkait dengan tindak pidana Pencucian Uang yang sedang dalam pemeriksaan

Page 25 of 26

dilarang menyebutkan nama atau alamat pelapor atau hal lain yang memungkinkan dapat terungkapnya identitas pelapor. Setiap Orang yang memberikan kesaksian dalam pemeriksaan tindak pidana Pencucian Uang wajib diberi perlindungan khusus oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan din, jiwa, dan/atau hartanya, termasuk keluarganya. Bab X Kerja Sama dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Kerja sama internasional dilakukan oleh PPATK dengan lembaga sejenis yang ada di negara lain , dan lembaga internasional yang terkait dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang. Kerja .sama internasional yang dilakukan PPATK dapat dilaksanakan dalam bentuk kerja sama formal atau berdasarkan bantuan timbal balik atau prinsip resiprositas. Dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang, dapat dilakukan kerja sama bantuan timbal balik dalam masalah pidana dengan negara lain melalui forum bilateral atau multilateral sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bab XI Ketentuan Lain-Lain Dalam hal ada perkembangan konvensi internasional atau rekomendasi internasional di .bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme, PPATK dan instansi terkait dapat melaksanakan ketentuan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Page 26 of 26

You might also like