You are on page 1of 20

BAB II TEORI PENDUKUNG PENCAHAYAAN 2.1 Cahaya 2.1.

1 Definisi Cahaya Pada dasarnya cahaya merupakan bentuk perpindahan energi yang dapat merangsang indera penglihatan manusia. Jika ditinjau dari ilmu fisika, maka yang dimaksud dengan cahaya adalah sebagai arus partikel-partikel bagian materi atau sebagai arus gelombang elektromagnetik. Sedangkan IES (Iluminating Engineering Society), menerangkan bahwa yang dimaksud dengan cahaya adalah radiasi energi yang dievaluasi secara visual atau lebih sederhana adalah sebuah bentuk energi yang mampu dilihat oleh mata. Perambatan cahaya di ruang bebas dilakukan secara radiasi oleh gelombang-gelombang elektromagnetis yang mempunyai panjang gelombang 780 nm (1 nanometer = 10-9 m), getarang-getaran yang sejenis dengan cahaya ialah gelombang -gelombang panas, radio, televisi, radar, dan sebagainya (gambar 2.1). Melihat hal tersebut, tentunya cahaya juga mempunyai sifat-sifat yang serupa dengan gelombang, khususnya gelombang transversal. GAMBAR SPEKTRUM ELEKTROMAGNETIK 2.1.2 Sumber Cahaya Cahaya diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, yaitu : 2.1.2.1 Cahaya Alami Dalam perjalanannya memasuki atmosfir bumi, cahaya matahari akan dihamburkan oleh partikel-partikel yang ada di atmosfir, yang menyebabkan langit menjadi terang. Cahaya langit disebut juga dengan cahaya matahari difus. Cahaya inilah yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk pencahayaan alami di siang hari pada bangunan. 2.1.2.2 Cahaya Buatan Cahaya dapat dokelompokkan menurut sumbernya ialah inkandensen dan luminesen. Pada dasarnya penyebab terjadinya cahaya adalah sama, ialah terjadinya transisi elektron dari tingkat energi yang tinggi energi yang lebih rendah. Yang berbeda adalah terjadinya eksitasi elektron dan distribusi spektral dari radiasinya. a) Inkandensen Setiap benda yang mempunyai temperatur di bawah 600oC akan memancarkan energi yang tidak terlihat oleh mata karena mempunyai panjang gelombang di daerah inframerah. Transisi elektron dalam atom-atom pada temperatur lebih dari 600oC akan meradiasikan gelombang tampak bersama-sama dengan panas. Akttifitas ini yang terjadi dalam filamen, yang disebabkan oleh arus listrik yang memanasinya, akan menghasilkan cahaya dalam lampu pijar (lampu inkandensen). Cahaya yang dihasilkan mempuyai spektrum yang kontinu, yang mempunyai energi makin besar pada panjang gelombang yang makin besar. Yang termasuk dalam sumber cahaya inkandensen adalah cahaya api dan busur karbon.

b) Luminensen Radiasi dari sumber luminensen adalah akibat eksitasi elektron valensi tunggal dari sebuat atom, baik dalam keadaan gas maupun padat.

2.1.3 Warna Cahaya Cahaya adalah suatu bentuk gelombang elektromagnetik, cahaya memiliki panjang gelombang dan frekuensi, seperti gelombang pada umumnya. Untuk gelombang tampak berada pada daerah panjang gelombang 380.10-9 dan 770.10-9 dan 770 nanometer.

Gb. 2.1 Spektrum Warna Gelombang tampak terdiri dari warna warna :
y y y y y y

Ungu Biru Hijau Kuning Jingga Merah

: 380 - 450 nm : 450 - 500 nm : 500 - 570 nm : 570 - 590 nm : 590 - 610 nm : 610 - 770 nm

Percobaan oleh Isaac Newton dengan menggunakan sinar matahari sebagai proyeksi terhadap sebuah prisma yang menghasilkan gradasi warna dari merahmenuju violet kemudian diproyeksi kembali melalui prisma yang lain dan menghasilkan warna putih. D percobaan ini ari terbukti bahwa putih adalah warna yang mengandung warna lain atau dapat disimpulkan bahwa semua warna apabila digabungkan akan menjadi warna putih. Sebagai sumber yang memiliki spektrum warna terlengkap, matahari memiliki kemampuan untuk memberikan penyinaran terbaik dan memvisualisasikan warna benda secara sempurna. Setiap panjang gelombang memiliki kesan intensitas tertentu. Kepekaaan mata manusia terletak pada daerah 555 nm (kuning-hijau) dan akan semakin berkurang sensivitasnya dengan berkurang atau bertambahnya panjang gelombang tersebut dari harga optimum. Karakteristik mata ini disebut grafik kepekaan mata.

Gambar 2.2 Grafik kepekaan mata Warna yang terlihat dari tiap benda tergantung oleh :
y

Warna Sumber Cahaya Adalah warna yang dipancarkan oleh sumber, umumnya lampu. Pada lampu akan leih mudah merubah warna cahayanya, yaitu dengan mengganti lampunya ataupun dengan memberikan filter cahaya. Warna Objek Adalah warna yang ada pada objek atau benda, yakni warna yang dipantulkannya. Tiap warna memiliki pengaruh psikologis terhadap manusia, yang mana akan menimbulkan suatu persepsi terhadap warna tertentu. Pengaruh tersebut tentu saja memiliki tingkat pengaruh yang berada pada setiap individu. Sehingga tidak dapat dijadikan suatu standar, bahwa kombinasi warna tertentu dengan tingkat kecerahan tertentu, akan menimbulkan perasaan yang sama. Namun melihat warna mayoritas dari kombinasi itu akan mampu menghasilkan efek psikologis pada manusia. Warna mayoritas yang diambil adalah warna hitam, karena paling mewakili suasana.

Efek Psikologis yang menonjol antara lain :


y y y y y y

Putih menimbulkan kesan sejuk. Hijau menimbulkan kesan segar dan sering diasumsikan sebagai daun. Biru muda menghasilkan kesan segar dan diasumsikan sebagai langit biru. Campuran merah dan kuning menimbulkan kesan cerah. Campuran merah tua dan hitam menimbulkan kesan seram dan sering diasumsikan dengan darah. Campuran biru dan hitam menimbulkan kesan suram

Kualitas warna suatu sumber cahaya ditentukan oleh :


y

Temperatur warna (Colour Temperature ) Temperatur warna atau suhu warna merupakan istilah yang digunakan untuk mendiskripsikan penampilan warna dari suatu sumber cahaya dengan cara membandingkan sumber cahaya tersebut terhadap warna dari radiasi benda hitam.

Suhu warna dihitung dalam satuan derajat Kelvin, warna dari benda hitam akan menjadi merah pada suhu dari 8000 9000 Kelvin. Putih kekuningan pada suhu 3000 Kelvin. Putih pada suhu 50000 Kelvin dan warna kebiruan pucat antara 80 000 100000 Kelvin. Sebagai contoh : untuk lampu pijar bening yang banyak yang beredar di pasaran, mempunyai kemiripan warna tampak dengan benda hitam yang berpijar pada temperatur 2800 Kelvin, maka lampu itu dikatakan memiliki temperatur warna sebesar 28000 Kelvin. Sedangkan untuk lampu pelepasan listrik (TL) dari jenis warna putih sejuk (cold-white) memiliki kesan warna tampak yang mirip dengan benda hitam yang berpijar dengan temperatur/suhu 50000 Kelvin, maka lampu tersebut memiliki temperatur sebesar 50000 Kelvin.
y

Renderasi Warna (Colour Rendering) Renderasi warna ialah kesan warna yang ditimbulkan oleh suatu benda akibat pencahayaan yang diberikan oleh sumber cahaya yang disebut juga sebagai pergeseran warna. Pergeseran warna yang terjadi ketika benda dilihat dibawah sumber cahaya berbeda dapat diklasifikasikan dalam tiga cara : 1. Pergeseran Warna (Colourimetric Shift) Perbedaan warna (iluminasi dan kromatis) dari suatu benda yang diterangi oleh suatu sumber yang bukan standar dan warna benda yang sa tapi diterangi oleh ma sumber yang standar, biasanya diukur pada skala yang mampu melihat perbedaan tersebut. 2. Pergeseran Warna Adaptasi (Adaptive Clolour Shift) Perbedaan dalam kesan penganggapan warna dari benda yang hanya disebabkan oleh adaptasi kromatik. 3. Pergeseran Warna Resultan (Resultant Colour Shift) Perbedaaan antara kesan warna anggapan dari suatu benda yang diterangi oleh suatu sumber yang tidak standar dan hal sama bila diterangi dengan sumber yang standar untuk kondisi penglihatan spesifik. Biasanya kondisi ini adalah bahwa pengamat mempunyai visi warna normal dan teradaptasi pada lingkungan dari setiap sumber secara bergantian. Pergeseran warna yang terjadi adalah resultan dari pergeseran kolorimetrik dan pergeseran warna adaptasi.

2.2 Besaran-besaran Cahaya Dalam teknik pencahayaan terdapat bberapa satuan -satuan besar yang perlu dipahami, yaitu :
y y y y y y

Arus Cahaya ( ) Intensitas Cahaya ( I ) Tingkat Kuat Penerangan / Iluminasi ( E ) Luminasi ( L ) Permukaan Objek Cahaya ( A ) Sudut Ruang ( )

2.2.1 Arus Cahaya

Ada banyaknya energi yang dipancarkan pada panjang gelombang yang dapat dilihat mata yang dipancarkan dari sumber energi cahaya. Sumber cahaya dapat berupa benda yang mengeluarkan energi akibat kenaikan temperatur atau energi transmisi dari sumber lain Symbol : F = Satuan : Lumen ( Satuan daya yang dapat dilihat, yang merupakan ukuran physiologi ).
y y y

1 Watt cahaya = 1 Light Watt = 1 Watt energi cahaya yang dipancarkan pada panjang gelombang = 555 m 1 Lumen = Light Watt 1 Lumen = Banyaknya energi cahaya yang diterima permukaan bola seluas 1 Ft2 radius 1 Ft2 dari sumber cahaya dengan kuat sumber cahaya yang merata 1 candela yang terletak dipusat bola.

2.2.2 Intensitas Cahaya Intensitas cahaya adalah banyaknya arus cahaya atau Luminous flux yang lewat persatuan sudut ruang. Kekuatan sumber cahaya ditentukan untuk arah tertentu karena sumber cahaya tidak memancarkan energi (arus cahaya) yang sama untuk seluruh arah. Symbol : I Satuan : Candela (Cd) Mempunyai arah (direction) Besar kuat sumber cahaya pada sudut w : Arus Cahaya pada w =

Kuat cahaya rata-rata pada arah A (besar arus cahaya pada arah A) = Irata-rata = Untuk limit sudut ruang terkecil pada arah A : Irata-rata = I=
y y

Candela (cd) Sudut ruang 1 steradian adalah kerucut dari suatu bola dengan jari-jari 1 meter dan luas kuit bola = 1 m2 dengan pusat bola sebagai puncak 1 candela = 1/60 kuat sumber cahaya black radiator (benda hitam sempurna yang dipancarkan pada temperatur mencair platina = 1773o C = 2046o K. Kuat sumber cahaya dihitung dengan pengertian sumber cahaya berupa titik. Bila sumber cahaya bukan titik maka sumber cahaya dapat dianggap sebagai 1 seperti 1 titik dengan jarak pandang cukup jauh.

2.2.3 Kuat Penerangan


Kuat penerangan (E) adalah fluks cahaya ( yang dipancarkan oleh sumber cahaya terhadap suatu bidang (A) yang menerima sumber cahaya tersebut, seperti ditunjukkan pada Gambar

Gb. 2.3 Tinjauan kuat penerangan

E = ....1x
dengan: E = kuat penerangan (lx = lux) A = luas permukaan yang mendapat penerangan (m2) Dengan menganggap sumber penerangan sebagai titik yang jaraknya (h) dari bidang penerangan maka hubungan intensitas cahaya (I) terhadap kuat penerangan (E) pada suatu titik pada bidang penerangansesuai Gambar adalah:
Gambar. Tinjauan hubugan Intensitas cahaya terhadap kuat penerangan

Gb. 2.5 Sumber penerangan tegak lurus bidang penerangan

Gb. 2.6 Sumber penerangan tidak tegak lurus bidang penerangan

Hubungan kuat penerangan terhadap intenstitas cahaya dengan meninjau pada Gambar a, sebagai berikut :

E = ....1x
Dengan ; I = intensitas cahaya (cd) h = jarak sumber penerangan ke titik pengukuran (m )
2

Dari persamaan terlihat bahawa kuat penerangan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak, dan dikatakan bahwa kuat penerangan sumber mengikuti Hukum Kuadrat Terbalik ( Inverse Square Law).

Sekarang kita tinjau untuk sumber penerangan yang jatuh tidak tegak lurus dengan bidang, seperti pada Gambar.b

E = ....1x
dengan = sudut antara garis normal (n) dan h.

Apabila dalam suatu ruang menggunakan beberapa jenis sumber penerangan yanguniform, seperti pada Gambar

Gambar 2.4 Kuat penerangan untuk beberapa sumber Hubungan kuat penerangan dan intensitas cahaya adalah sebagai berikut Ep = E1 + E2 + E3 Ep =

Jika terdapat beberapa armatur, maka tingkat pencahayaan tersebut merupakan penjumlahan dari tingkat pencahayaan yang diakibatkan oleh masing masing armatur.

2.2.4 Luminasi Luminasi adalah suatu ukuran terangnya suatu benda baik pada sumber cahaya maupun pada suatu permukaan. Luminasi yang terlalu besar akan menyilaukan mata (contoh lampu pijar tanpa amatur). Luminasi suatu sumber cahaya dan suatu permukaan yang memantulkan cahayanya adalah intensitasnya dibagi dengan luas semua permukaan. Sedangkan luas semua permukaan adalah luas proyeksi sumber cahaya pada suatu bidang rata yang tegak lurus pada arah pandang, jadi bukan permukaan seluruhnya. L = I / A

Dimana :

L = Luminasi ( cd/m2 ) I = Intensitas cahaya ( cd ) A = Luas bidang yang diterangi ( m2 )

2.3 Sumber Cahaya Buatan dan Perlengkapan Sumber cahaya buatan merupakan sumber cahaya yang berasal dari lampu. Elemen yang mempengaruhi hasil sebuah pencahayaan adalah karakteristik dan armatur. 2.3.1 Lampu Lamu secara penertian sederhana dapat dijelaskan sebagai alat penerangan yang menggunakan energi listrik. Namun berdasarkan cara kerja dan konstruksi fisiknya, lampu dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam. Tentunya cara kerja dan konstruksi fisik tersebut pada masing-masing lampu akan mempengeruhi karakteristik yang terkait pada lampu dan juga rumah lampunya. 2.3.1.1 Jenis-jenis Lampu Terdapat jenis-jenis lampu, yaitu :
y y

Lampu pijar Lampu pelepasan gas

2.3.1.1 Lampu Pijar Lampu pijar merupakan salah satu jenis lampu yang paling banyak digunakan dan juga merupakan sumber cahaya dengan efikasi (lumen/watt) dan umur paling rendah. Pada lampu pijar cahaya dihasilkan dengan pemanaan kawat tungsten sampaidengan suhu 875 K (600 oC) oleh arus listrik yang dialirkan ke lampu. Umur lampu ditentukan oleh temperatu kawat. Semakin tingginya temperatur, semakin besar efikasinya dan umur lampu semakin berkurang.
o

Efikasi : 4-20 Lumen/Watt, dengan CRI : 90-100 2.3.1.1.2 Lampu Halogen


Lampu halogen termasuk dalam kelompok lampu pijar, sebab prinsip kerja lampu halogen adalah karena memijarnya filament. Lampu ini dibuat untuk mengatasi masalah ukuran fisik dan struktur yang dihadapi lampu pijar dalam pengunaannya untuk lampu sorot, lampu side projector , dan lampu film projector . Dalam bidang-bidang ini dibutuhkan ukuran bohlam yang sekecil-kecilnya sehingga sistem pengontrolan arah dan pemokusan cahaya dapat dilakukan dengan lebih presisi. Hal ini berarti kaca bohlam harus berada pada temperatur tinggi dimana menyebabkan bohlam lampu menghitam akbat tungsten yang berevaporasi. Kesulitan ini dapat diatasi dengan penambahan halogen ke dalam bohlam lampu, proses kerjanya disebut Tungsten Halogen Regenerative Cycle (Siklus regenaratif tungsten halogen). Elemen-elemen halogen itu sendiri terdiri dari iodine, bromine, fluorine, dan chlorine. Iodine dan bromine adalah gas yang digunakan sebagai gas tambahan terhadap gas normal (argon dan nitogen)

dalam produksi lampu-lampu halogen, sehingga lampu halogen juga disebut sebagai lampu Iodine Quartz (Quartz Iodine Lamp).

Gb. 2.5 Lampu Halogen Keterangan Gambar : 1. Terlihat gas halogen diantara gas-gas lainnya dalam lampu halogen. Secara kimia, gas halogen (butir merah) akan bereaksi dengan uap tungsten(butir hitam) yang kemudian menghasilkan halida tungsten. 2. Pada saat filamen tungsten membara, tungsten akan menguap. 3. Gas halogen mengikat uap tungsten tadi menjadi tungsten halida. Ketika halida tersebut menyentuh tungsten filamen yang sedang membara, senyawa tersebut kembali terpecah dimana gas halogen kembali terlepas sementara tungsten kembali melekat pada filamen. 4. Siklus ini berulang terus menerus yang menghasilkan cahaya lampu yang stabil dan umur lampu yang panjang.

2.3.1.1.3 Lampu Pelepasan Gas


Lampu ini tidak sama bekerjanya seperti lampu pijar. Lampu ini bekerja berdasarkan pelepasan elektron secara terus menerus di dalam uap yang diionisasi. Kadangkadang dikombinasikan dengan fosfor yang dapat berpendar. Pada umumnya lampu ini tidak dapat bekerja tanpa balast sebagai pembatas arus pada sirkit lampu. Lampu pelepasan gas mempunyai tekanan gas tinggi atau tekanan gas rendah. Gas yang dipakai adalah merkuri atau natrium. Salah satu lampu pelepasan gas tekanan rendah dan mema kai merkuri adalah lampu fluoresen tabung atau disebut TL (Tube Lamp).

2.3.1.1.3.1 Flouresen
Lampu floresen atau lebih dikenal dengan istilah lampu TL, sudah dikembangkan sejak tahun 1980, lampu ini bekerja menggunakan gas flour untuk menghasilkan cahaya, dimana energi listrik akan membangkitkan gas di dalam tabung lampu sehingga akan timbul sinar ultar violet. Sinar urtra violet itu akan mebangkitkan phosphors yang kemudian akan bercampur mineral lain yang telah dilaburkan pada sisi bagian dalam tabung lampu sehingga akan menimbulakan cahaya. Phosphors dirancang untuk meradiasi cahaya putih, sehingga sebagian besar model jenis lampu ini berwarna putih.

Gambar 2.6a

Gambar 2.6b Gb. 2.6a dan 2.6b Konstruksi Lampu Fluoresen Putih yang digunakan terbagi menjadi putih dingin (Cool White), putih hangat (Warm White), dan putih (White). Umur yang panjang, efikasi tinggi dan renderasi warna yang baik dari fluoresen membuat lampu ini cocok digunakan baik pada penerangan dalam maupun pada penerangan luar. Karena lampu ini merupakan sumber cahaya yang linear dengan iluminasi yang relatif rendah jika dibandingkan dengan lampu pijar dan lampu gas bertekanan tinggi, maka lampu ini cocok untuk aplikasi dalam ruangan dimana kualitas penerangan adalah penting dan langitlangit tidak terlalu tinggi. Umur lampu fluoresen tergantung dari jumlah waktu operasi setiap pemakaian, semakin lama waktu operasi setiap pemantik, semakin panjang umur lampu. Lampu fluoresen mempunyai CRI : 60-90, sedangkan dayanya berkisar antara 40-215 Watt. 2.3.1.1.3.2 Lampu Mercury
Prinsip kerja lampu merkuri sama dengan prinsip kerja lampu fluoresen, yaitu cahaya yang dihasilkan berdasarkan terjadinya loncatan elektron (electron discharge) didalam tabung lampu. Lampu merkuri terdiri dari dua tabung, yaitu tabung dalam (arc tube) dan tabung luar atau bohlam (bulb). Lampu merkuri dengan bohlam bentuk elips cocok bila digunakan untuk penerangan bidang kerja (downward lighting) di industri dimana situasi kerja berdebu.

Gb. 2.7 Konstruksi Lampu Mercury

Lampu merkuri terdiri dari tabung dalam dan tabung luar. Tabung dalam diisi merkuri untuk menghasilkan radiasi ultraviolet dan gas argon yang berfungsi untuk keperluan start. Sedangkan bohlam luar berfungsi sebagai rumah tabung dan menjaga kestabilan suhu di sekitar tabung. Lampu merkuri ini bekerja pada faktor daya yang rendah, oleh karena itu harus menggunakan kapasitor untuk memperbaiki faktor daya lampu. Keuntungan lampu ini adalah umurnya yang panjang (16.000 - 24.000 jam) dan harganya yang rendah dibandingkan dengan lampu gas bertekanan tinggi lainnnya. Lampu ini dipakai untuk penerangan di tempat umum dan industri dan bisa juga dipakai untuk penerangan dalam ruang pendingin karena tidak dipengaruhi oleh suhu rendah. Lampu jenis ini mempunyai CRI : 45, sedangkan dayanya berkisar antara 40 1000 Watt. 2.3.1.1.3.3 Metal Halide Lampu Metal Halide mempunyai konstruksi yang sama dengan lampu Mercury. Perbedaan utamanya adalah lampu ini menggunakan elemen metal sebagai penghasil cahaya dengan bahan seperti halium, indium, scandium dan dysprosium. Efikasi lampu mencapai 2 kali efikasi lampu Mercury. Lampu menggunakan ballas yang dirancang khusus untuk lampu Metal Halide. Lampu Metal Halide mempunyai renderasi warna yang sangat baik (mencapai 70), dan umur yang pendek (7500 20.000 jam), dengan daya berkisar antara 175 2500 Watt. Lampu metal halide hadir dengan 2 bentuk, tabung dan oval.

Gb. 2.8 Konstruksi Lampu Metal Halide 2.3.1.1.3.4 Lampu Sodium Tekanan Rendah (SOX) Lampu SOX ini termasuk dalam kelompok lampu tabung (discharge lamp). Oleh karena itu, prinsip kerja lampu ini sama dengan prinsip kerja lampu tabung lainnya. Yaitu berdasarkan terjadinya pelepasan elektron (electron discharge) dalam tabung gas (arc tube). Tujuan dibuatnya lampu sodium tekanan rendah adalah untuk mencapai efficacy yang setinggi-tingginya, yaitu sampai 200 lm/watt.

Gambar 2. 9 Konstruksi Lampu Sodium Tekanan Rendah (SOX) Tabung dalam berbentuk U dan di kedua ujungnya terpasang elektroda yang biasanyaterdiri dari filamen tungsten. Untuk menjaga dinding tabung dari kerusakan akibat tekanan uap sodium maka tabung gas dibuat dari gelas lime borate khusus yang tahan terhadap tekanan uap sodium. Ke dalam tabung gas dimasukkan gas argon dann neon, dan logam murni sodium. Gas argon dan neon dimaksudkan untuk keperluan penyalaan awal, sedangkan logam sodium dimaksudkan untuk menghasilkan cahaya kuning. Jika rangkaian lampu dihubungkan terhadap sumber arus bolak-balik, maka arus akan mengalir melalui ballast dan seterusnya ke lampu. Pada saat yang sama argon dan neon yang ada dalam tabung gas akan bekerja untuk menaikkan temperatur dalam tabung gas, dalam tahap ini lampu akan mengeluarkan cahaya kemerah-merahan. Setelah beberapa menit, panas dalam tabung gas akan mencapai temperatur tertentu sehingga sodium yang ada dalam tabung gas akan berubah menjadi uap (vapour). Dengan demikian pelepasan elektron yang terjadi melalui uap sodium akan menghasilkan cahaya yang sebenarnya, yaitu cahaya kuning. Lampu ini dibatasi pemakaiannya dalam ruangan karena mempunyai keluaran cahaya monochromatic (kuning), akibatnya warna-warna yang disinari oleh sumber cahaya ini akan menampilkan kesan warna abu-abu. Lampu sodium tekanan rendah jenis ini terutama digunakan pada peneranga n jalan, penerangan luar ruangan dan penerangan untuk pengamanan. 2.3.1.1.3.5 Lampu Sodium Tekanan Tinggi (SON) Lampu sodium tekanan tinggi sering juga disebut lampu SON. Prinsip kerjanya sama dengan prinsip kerja lampu sodium tekanan rendah, yaitu berdasarkan terjadinya pelepasan elektron di dalam tabung lampu. Sesuai dengan namanya, lampu ini mempunyai tekanan gas di dalam tabung kira-kira 1/3

atmosper (250mm merkuri), dibandingkan dengan tekanan gas dalam lampu sodium tekanan rendah yang kira-kira hanya 10-3 mm merkuri. Disamping itu, temperatur kerja tabung lampu sodium tekanan tinggi juga lebih tinggi.

Gb. 2.10 Konstruksi Lampu Sodium Tekanan Tinggi Lampu ini tidak mampu distart dengan tegangan nominal 220 Volt, maka dibutuhkan tegangan tinggi dan frekuensi tinggi sesaat. Gas xenon terionisasi untuk memulai terjadinya pelepasan elektron dalam tabung gas sampai mencapai temperatur kerja yang dibutuhkan. Periode pemanasan ini dapat berlangsung hingga kira-kira 10 menit karena tekanan uap merkuri-sodium awalnya sangat rendah sekali yang tidak dapat menjadikan pelepasan elektron dalam tabung gas. Setelah lampu bekerja normal, merkuri tidak akan tercapai yang menjadikan merkuri memancarkan cahaya. Lampu sodium tekanan tinggi mempunyai dua jenis starter, yaitu starter jenis snap yang bekerja berdasarkan panas yang terdiri dari bimetal dengan kontak tertutup dan sebuah kumparan pengontrol temperatur bimetal, dan starter jenis solid state adalah start lampu lebih dapat dipercaya dan dapat secara langsung, baik penyalaan awal maupun penyalaan kembali. Lampu sodium tekanan tinggi terdiri dari dua tabung, yaitu: 1. Tabung Gas (arc tube) Terbuat dari bahan yang tahan terhadap tekanan uap sodium yang harus bekerja pada temperatur tinggi, misalnya stellox ke dalam tabung gas dimasukkan sodium, merkuri yang berfungsi untuk menaikkan tekanan gas dan tegangan kerja lampu sampai batas tertentu, dan xenon untuk keperluan gas start. 2. Bohlam (bulb) Terbuat dari gelas yang sama sekali terpisah dari udara luar yang berfungsi untuk mencegah tabung gas terhadap kerusakan akibat bahan kimia dan juga berfungsi untuk mempertahankan kekonstanan temperatur tabung gas. 2.3.1.1.3.4 Lampu Light Emitting Diode (LED) Lampu ini tidak mampu distart dengan tegangan nominal 220 Volt, maka dibutuhkan tegangan tinggi dan frekuensi tinggi sesaat. Gas xenon terionisasi untuk memulai terjadinya pelepasan elektron dalam tabung gas sampai mencapai temperatur kerja yang dibutuhkan. Periode pemanasan ini dapat berlangsung hingga kira-kira 10 menit karena tekanan uap merkuri-sodium awalnya sangat rendah sekali yang tidak dapat menjadikan pelepasan elektron dalam tabung gas. Setelah lampu bekerja normal,

merkuri tidak akan tercapai yang menjadikan merkuri memancarkan cahaya. Lampu sodium tekanan tinggi mempunyai dua jenis starter, yaitu starter jenis snap yang bekerja berdasarkan panas yang terdiri dari bimetal dengan kontak tertutup dan sebuah kumparan pengontrol temperatur bimetal, dan starter jenis solid state adalah start lampu lebih dapat dipercaya dan dapat secara langsung, baik penyalaan awal maupun penyalaan kembali.

LED biru pertama yang dapat mencapai keterangan komersial menggunakan substrat galium nitrida yang ditemukan oleh Shuji Nakamura tahun 1993 sewaktu berkarir di Nichia Corporation di Jepang. LED ini kemudian populer di penghujung tahun 90-an. LED biru ini dapat dikombinasikan ke LED merah dan hijau yang telah ada sebelumnya untuk menciptakan cahaya putih. LED dengan cahaya putih sekarang ini mayoritas dibuat dengan cara melapisi substrat galium nitrida (GaN) dengan fosfor kuning. Karena warna kuning merangsang penerima warna merah dan hijau di mata manusia, kombinasi antara warna kuning dari fosfor dan warna biru dari substrat akan memberikan kesan warna putih bagi mata manusia. LED putih juga dapat dibuat dengan cara melapisi fosfor biru, merah dan hijau di substrat ultraviolet dekat yang lebih kurang sama dengan cara kerja lampu fluoresen. Metode terbaru untuk menciptakan cahaya putih dari LED adalah dengan tidak menggunakan fosfor sama sekali melainkan menggunakan substrat seng selenida yang dapat memancarkan cahaya biru dari area aktif dan cahaya kuning dari substrat itu sendiri.
2.3.1.2 Karakteristik Lampu Karakteristik yang dimiliki lampu berbeda satu sama lain baik dari segi lumen efikasi, indeks perubahan warna , dan umur lampu. Karakteristik tersebut yang mempengaruhi pemilihan jenis lampu yang akan dibutuhkan. 1. Lumen Efikasi Lumen efikasi adalah perbandingan antara banyaknya cahaya yang dapat dihasilkan oleh suatu lampu dengan daya listrik yang dibutuhkan Tabel 2.1 Lumen Efikasi Lampu Jenis Lampu Pijar Halogen Fluorescent Merkuri Metal Halide Sodium bertekanan tinggi Sodium bertekanan rendah Lumen Output 9 - 20 18-24 40 - 80 50 - 60 69 - 110 39 - 130 100 - 200

2. Warna Cahaya Lampu Warna cahaya lampu dipengaruhi oleh 2 hal, yaitu temperatur dan renderasi warna. a. Temperatur Warna Temperatur warna merupakan warna cahaya yang ditampilkan suatu lampu. Berdasarkan kesan warna yang dihasilkan, temperatur warna dapat dibedakan menjadi 4 kategori :

Tabel 2.2 Temperatur Warna Lampu Temperatur Warna ( oKelvin ) Jenis Lampu Warna pada lampu pijar, fluoresen /82 dan /92, fluoresen SL dan PL, sederhana, serta lampu SDW-T white SON. Biasa digunakan untuk penerangan umum, jalan atau pada lingkungan khusus dan santai. Warna lampu halogen, fluoresen /83 dan /93, serta PL83, dapat berpadu baik dengan cahaya lampu pijar. Digunakan pada ruangan yang terdapat masukan cahaya matahari. Warna fluoresen /84 dan /94, seperti juga lampu metal halide MHN. Berpadu baik dengan cahaya matahari. Biasa digunakan pada ruang-ruang komersil yang terlihat segar, tetapi efisien. Warna cahaya yang menyamai cahaya matahari, seperti fluoresen warna /86 dan /95. Digunakan untuk keperluan komersil dan industri.

2500 - 3000 ( kuning hangat )

3000 - 4000 ( putih netral / putih kekuning-kuningan )

4000 - 4900 ( putih / putih dingin )

5000 dan di atas cahaya matahari ( putih kebiru-bruan )

b. Indeks Renderasi Warna Indeks renderasi warna merupakan kemampuan suatu cahaya dala mempengaruhi tingkat kesempurnaan warna suatu objek berwarna, untuk hal ini ditandai dalam satuan indeks. Indeks Renderasi Warna (CRI) berskala nilai 100 dan dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu : Tabel 2.3 Indeks Renderasi Indeks Renderasi CRI Ra 90 - 100 CRI Ra 80 - 90 Keterangan Render warna baik Render warna baik Aplikasi penampakan warna yang tepat menjadi keharusan penampakan warna dianggap penting, tetapi tidak mutlak

CRI Ra 80 kebawah

ruang dimana kualitas Render warna kurang baik renderasi warna tidak penting

3. Umur Lampu Pemilihan jenis lampu dengan mempertimbangkan umurnya sangat pempengaruhi biaya perawatannya. Dalam hal ini yang dimaksud adalah umur ekonomis lampu, yaitu kondisi

dimana banyaknya cahaya yang dihasilkan oleh lampu tersebut masih sebanding dengan daya listrik yang digunakan ataudengan kata lain Lumen Efikasinya masih tinggi. Tabel 2.4 Umur Lampu Jenis Lampu Pijar Halogen Fluorescent Merkuri Metal Halide Sodium bertekanan tinggi Sodium bertekanan rendah Umur Lampu (jam) 1000-2000 2000-3000 8000-12000 6000-10000 4000-10000 10000-12000 6000-12000

4. Ukuran Lampu Ukuran lampu mempengaruhi ukuran armaturnya, yang perlu dipertimbangkan agar armatur lampu tidak mengganggu penampilan gedung, terutama pada siang hari.

2.3.2 Armatur Pemilihan armatur yang akan digunakan dalam pencahayaan sisi luar gedung harus disesuaikan dengan jenis pencahayaan yang dibutuhkan. Aspek yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis armatur berkaitan dengan sudut pencahayaan yang akan mempengaruhi intensitas cahaya yang akan dihasilkan. Aspek-aspek tersebut antara lain : a. Optikal Umurnya lampu jenis floodlight/sorot, terbagi atas sudut distribusi pencahayaannya. Faktor pemilihan besar dan arah sudut distribusi cahaya dapat terlihat dibawah : Tabel 2.5 Optikal Distribusi Cahaya Sudut Distribusi ( ) Melebar (wide beam) > 40o Sedang (medium beam) > 20o - 40o Bentuk Optikal Armatur persegi empat persegi empat bersudut sempit, atau bentuk bulat dengan sudut lebar Aplikasi Gedung yang melebar dan tidak tinggi Gedung yang cukup tinggi

Menyempit (narrow beam) Armartur berbentuk bulat yang Gedung / bangunan yang > 20o bersudut sempit sangat tinggi Sumber : Tim penyusun, Panduan Pencahayaan Sisi Luar Bangunan Tinggi dan Penting di Wilayah DKI Jakarta, Jakarta. Dinas Penerangan Jalan Umum DKI Jakarta 1999 : 18

Distribusi pecahayaan terbagi menjadi 2, yaitu :

1. Sudut distribusi simetris, kedua sudut potongan memanjang dan melintang di sumbu pencahayaan memiliki sudut yang sama. 2. Sudut distribusi asimetris, sudut potongan memanjang b erbeda dengan sudut potongan memendek. Data penyebaran cahaya umumnya selalu disertakan dalam informasi mengenai karakteristik tipe armatur dan lampu, tujuannya untuk memperkirakan pola distribusi penyebaran cahaya pada suatu sistem pencahayaan, tetapi tidak untuk memperkirakan penampakan kontur. Penyebaran cahayam setelah jarak tertentu intensitasnya akan menurun hingga persentasi tertentu (biasanya 50%) dari nilai tertingginya. Tampilan yang umum digunakan antara lain adalah : 1. Diagram Intensitas Polar Intensitas pencahayaan (I) ditampilkan lewat bentuk diagram polar dalam satuan candela per 1000 lumens (cd/1000lm) pada fluks lampu nominal. Garis kurva pada diagram tersebut menunjukkan pola distribusi cahaya lampu dan sudut pencahayaan. Biasanya terdapat du a buah bentuk kurva, yang dibedakan dengan warna atau dengan pola garis. Maksud dari garis kurva tersebut adalah : y Garis tipis : perpotongan vertikal pada sumbu terpanjang. y Garis tebal : perpotongan vertikal pada sumbu terpendek. 2. Diagram Intensitas Kartesius Untuk lampu dengan distribusi cahaya melingkar simetris yang sangat sempit, diagram ini memberikan gambaran bentuk cahaya yang jatuh lebih baik dari diagram polar. Sudut distribusi cahaya digambarkan pada sumbu horisontal, sedangkan nilai intensi as terdapat t pada sumbu vertikal. b. Mekanikal Faktor mekanikal menyangkut pertimbangan akan bentuk, ukuran fisik dan ketahanan luminer terhadap cuaca. Faktor mekanikal meliputi : 1. Bentuk dan ukuran Bentuk dan ukuran lampu jangan sampai mengganggu penampilan gedung atau bangunan pada siang hari. 2. Indeks Proteksi Indeks proteksi menggambarkan akan tingkat ketahanan terhadap debu dan menggambarkan tingkat ketahanan terhadap air. c. Elektrikal Faktor elektrikal menyangkut pemilihan sistem penempatan komponen pendukung, seperti : ballast, ignitor, dan lainnya di dalam armatur. Untuk jenis lampu berdaya kecil dan menengah, komponen tersebut dapat menjadi satu kesatuan dengan armaturnya, sehingga ukuran armatur menjadi lebih besar. Sedangkan untuk lampu berdaya besar, biasanya komponen tersebut terpisah dari armaturnya.

2.4 Pencahayaan Outdoor 2.4.1 Pencahayaan Tampak Bangunan / Facade Lighting Bangunan yang baik perlu memiliki tiga kondisi yaitu komoditas (commodity), kekokohan (firmness) dan keindahan (delight). Hal tersebut tidak dalam pengertian sempit namun juga menyangkut segala hal yang menjadi bagian dari bangunan itu sendiri termasuk di dalamnya penampakan wajah bangunan serta pencahayaannya.
y y y

Komoditas, diartikan bahwa sebuah pencahayaan mampu memenuhi kebutuh dari an penggunanya. Kekokohan berarti teknologi pencahayaan mampu mengikuti perkembangan. Keindahan, berarti sebuah pencahayaan dapat berperan untuk menciptakan emosi dan karakteristik bangunan.

Sisi luar bangunan adalah elemen arsitektur yang terdapat pa bagian luar bangunan, maka hasil da visual yang akan tercipta tentu akan terlepas dari pencahayaan, baik pencahayaan alami di siang hari maupun pencahayaan buatan pada malam hari. 2.4.2 Bangunan Tinggi Secara fisik, bangunan tinggi didefinisikan sebagai bangunan yang memiliki banyak lantai, menyediakan lift untuk naik dan turun, dan dapat jga menggunakan ruang -ruang di dalamnya yang berada dalam ketinggian seperti ruang-ruang di bangunan rendah, sehingga terciptalah efisiensi penggunaan lahan. Bangunan tinggi adalah bangunan dengan ketinggian 10 lantai, yang merujuk pada ketinggian tangga pemadam kebakaran dan pada sekarang ini sudah digunakan tangga pemadam dengan ketinggian dengan lebih dari sepuluh lantai. Dinas Penerangan Jalan Umum DKI Jakarta, mendefinisikan bangunan tinggi sebagai suatu bangunan yang mempunyai ketinggian minimal 40m atau setara dengan bangunan bertingkat 10, terletak pada daerah perkantoran yang strategis pada jalur jalan protokol, jalur ekonomi/wisata, sehingga dapat mempengaruhi sua sana lingkungan menjadi lebih indah dan nyaman. 2.4.3 Pertimbangan Dasar Pencahayaan Bangunan Pencahayaan pada tanpak bangunan, monumen, air mancur dan taman termasuk di dalam kategori decorative lighting, yaitu untuk tujuan keindahan. Pada bangunan, penc hayaan yang a dimaksud terbatas pada sisi luar bangunan dimana adalah bagian luar dari permukaan dan selubung bangunan yang memberi daya tarik tersendiri dan banyak terlihat oleh umum. Aspek -aspek yang menjadi dasar pertimbangan untuk dapat memberikan pencahayaan sebuah bangunan, antara lain dadlah pengenalan bangunan, komposisi pencahayaan, jenis sistem pencahayaan.

2.4.3.1 Pengenalan Bangunan Sebelum memulai untuk mencahayai sebuah objek bangunan, terlebih dahulu harus diketahui jenis konsep pencahayaan yang sesuai dengan karakteristik bangunan. Untuk itu perlu diketahui karakteristik bangunan dan konsep awal perancangan dari arsiteknya. Selain itu perlu pula

dipertimbangan kesesuaian antara pencahayaan secara umum pengenalan terhadap bangunan disekitarnya. Secara Umum pengenalan terhadap bangunan meliputi : 1. Arah dan Jarak Pandang Arah dan jarak pandang merupakan satu hal kesatuan yang saling terkait. Pada bangunan bertingkat tinggi, untuk memperoleh sudut visual yang baik umumnya hanya dapat terlihat dari arah dan jarak yang cukup jauh, meskipun tak jarang pula ada yang hanya mampu terlihat dari arah dan jarak yang dekat. Penentuan akan sangat mempengaruhi impresi wujud sebuah bangunan yang dilihat. Jarak pandang dekat akan lebih menonjolkan detail detail arsitektural. Untuk itu perlu diperhatikan penentuan titik arah dan jarak pandang yang baik yang dapat dijangkau oleh mata manusia. Berdasarkan hal tersebut, maka suatu bangunan dapat dibedakan atas keterjangkauan visual yang dimilikinya, adapun : a. Satu Arah dan Jarak Pandang Dekat Arah dan jarak pandang ini, umumnya hanya dimiliki bangunan yang terletak dilokasi yang cukup padat. Sisi-sisi bangunan, sebagian besar, secara visual terhalangi oleh bangunan-bangunan disekitarnya yang memiliki ketinggian hampir merata. b. Banyak Arah dan Jarak Pandang Jauh Arah pandang seperti ini dimiliki oleh bangunan yang memiliki ketinggian di atas rata rata ketinggian bangunan lain, atau bangunan berada pada lingkungan yang tidak terlalu padat dan pada daerah yang cukup luas. 2. Kondisi Lingkungan Sekitar Kondisi tingkat pencahayaan di lingkungan sekitar bangunan pada malam hari akan mempengaruhi tingkat kuat pencahayaan yang akan diberikan pada bangunan. Konsep dasar yang harus dipegang oleh seorang arsitek maupun lighting designer adalah kepekaan terhadap tingkat kecemerlangan (brightness) dan kekonsentrasan (contrast) pencahayaan bangunan terhadap lingkungan sekitarnya. Karena lingkungan sekitarnya merupakan bagian dari latar belakang bangunan itu sendiri. Secara umum kondisi lingkungan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Lingkungan dan Latar Terang Lingkungan sekitar dengan tingkat pencahayaan yang tinggi akan menuntut sebuah bangunan untuk di berikan pencahayaan yang jauh lebih tinggi dari lingkungan disekitarnya. Hal ini berlaku apabila pada lingkungan disekitarnya sudah banyak dipenuhi oleh cahaya-cahaya yang bersumber dari bangunan lain, lampu-lampu jalan dan lampu-lampu reklame. Perbandingan intensitas cahaya yang tinggi antara bangunan dengan lingkungan, membutuhkan banyak pertimbangan, ole karena itu kondisi ini sebaiknya disiasati dengan memberikan kekonsentrasan warna cahaya. b. Lingkungan dan Latar Gelap Pencahayaan bangunan untuk lingkungan yang gelap relatif membutuhkan kuat pncahayaan yang kecil. Hal ini dikarenakan kekontrasan yang telah terbentuk oleh latar belakang yang gelap sudah dapat mambantu untuk menciptakan sosok bangunan tampil dengan baik meskipun dengan kondisi pencahayaan yang relatif kecil.

3. Detail Arsitektural Pada bangunan-banguna tertentu detail-detail arsitekturnya dan warna yang dimiliki oleh bangunan dapat merupakan daya tarik tersendiri yang mampu mendefinisikan bangunan sebagai sosok yang berbeda dengan bangunan lan. Beberapa detail arsitektur yang dapat ditampilkan melalui pencahayaan antara lain adalah elemen -elemen arsitektural, seperti kubah, pilar, bagian atap dan lain sebagainya. 4. Material Kulit Bangunan Tingkat keberhasilan dari pencahayaan sebuah bangunan tergantung pada kemampuan lighting designer dalam memanipulasi hubungan tingkat kecemerlangan, tekstur dan warna. Setiap meterial bangunan memiliki karakteristik tingkat refleksi cahaya berbeda-beda yang mempengaruhi tingkat kuat pencahayaan yang diberikan, sekaligus juga menentukan pemilihan jenis lampu. Tingkat refleksi material bangunan terbagi atas refleksi tinggi, refleksi sedang dan refleksi rendah. a. Tingkat Refleksi Tinggi Material yang dapat memantulkan cahaya, seperti stainless stell, one way glass, dan material lainnya dengan permukaan yang licin. Material ini sebaiknya tidak menggunakan jenis lampu sorot, namun jenis lampu tabung neon atau lampu serat optik untuk menghindari pencahayaan yang berlebih dan terbuang, karena pemantulan yang dihasilkan tidak akan menghasilkan kesan terang bagi pengamat. b. Tingkat Refleksi Sedang Material yang sebagiaan memantulkan da sebagian lagi menyerap cahaya, n seperti granit dan marmer berwarna gelap. Material jenis ini akan memberikan kesan tidak cukup terang bagi pengamat. c. Tingkat Refleksi Rendah Material yang mampu banyak menyerap cahaya, seperti batu bata tanpa plesteran dan batu bara alam. Cahaya pada permukaan material jenis ini akan memberikan kesan terang bagi mata pengamat karena sinar yang mengenai permukaan material akan terpantulkan difusikan ke berbagai arah. Intensitas sebuah material dinyatakan dalam angka 2 desimal, dengan nilai maksimal 1, atau dalam satuan persen (%). Bangunan yang memiliki tingkat refleksi kurang dari 20% umumnya akan sulit untuk diberikan sorotan lampu karena tidak akan ekonomis. Setiap kesan terang yang diterima oleh mata dipengaruhi oleh daya pantulan atau nilai refleksi yang dimiiki oleh material. Setiap material memiliki daya pantulan atau nilai refleksi yang dimiliki oleh material. Setiap material memiliki daya pantulan yang berbeda.

You might also like