You are on page 1of 66

TUMOR KOLOREKTAL

I. PENDAHULUAN I.1 Anatomi dan Fisiologi Usus besar

Usus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1,5 m ( 5 ft ) yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil yaitu sekitar 6,5 cm ( 2.5 inci ), tetapi semakin dekat anus diameternya menjadi mengecil.

Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum, terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar 2 3 inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal dari usus besar ke dalam usus halus.

Kolon di bagi lagi menjadi kolon asenden, transversum, desenden dan sigmoid. Tempat kolon membentuk kelokan tajam disebut sebagai fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid dimulai setinggi krista iliaka dan membentuk lekukan berbentuk huruf S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri sewaktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum, dan hal ini merupakan alasan anatomis mengapa memposisikan pasien ke sisi kiri saat memberikan enema. Pada posisi ini, gaya gravitasi membantu mengalirkan air dari rektum ke fleksura sigmoid.

Bagian utama usus besar yang terakhir disebut sebagai rektum dan membentang dari kolon sigmoid hingga anus ( muara ke bagian luar tubuh ). Satu inci terakhir dari rektum disebut kanalis ani dan dilindungi oleh otot sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani adalah sekitar 15 cm ( 5.9 inci ).

Secara ringkas, usus besar terdiri dari : 1. kolin asendens ( kanan ), berjalan kedinding depan perut pada sisi kanan bawah hati. 2. kolon transversum, usus besar berjalan sepanjang dinding depan rongga perut menuju sudut kiri atas rongga perut.

3. kolon desendens ( kiri ), tertutup oleh kelok kelok usus halus, lalu menuju ke bawah dan posterior sepanjang dinding lateral kiri rongga perut. 4. kolon sigmoid ( berhubungan dengan rektum ), terletak di fossa iliaka kiri dan memasuki panggul kecil dalam jerat berbentuk huruf S 5. rektum, mulai di depan vertebrae sakralis ke 2 3 dan berakhir pada anus.

Hampir seluruh usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti yang ditemukan pada bagian usus lain. Namun demikian, ada beberapa gambaran yang khas terdapat pada usus besar saja. Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi berkumpul dalam tiga pita yang disebut sebagai taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal, sehingga rektum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap.

Panjang taenia lebih pendek daripada usus, sehingga usus tertarik dan berkerut membentuk kantong kantong kecil yang disebut haustra. Apendises epiploika adalah kantong kantong kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat di sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus besar dan jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung sili atau rugae. Kripta lieberkuhn ( kelenjar intestinal ) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet dibandingkan dengan usus halus.

Berikut ciri ciri usus besar secara ringkas : 1. otot otot longitudinal eksternal tertekan menjadi 3 pita longitudinal selebar 1 cm, yakni taenia libera yang terletak di anterior, taenia omentalis, terletak di posterior dan medial kolon transversum di bawah asal omentum majus. 2. mempunyai kantung ( haustra ) dan lipatan yang menonjol ke dalam lumen 3. mempunyai lipatan semilunar 4. terdapat tambahan lemak kecil yang terproyeksi dari sub serosa kolon yaitu apendices epiploika.

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan berdasarkan pada suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior mendarahi bagian belahan kanan ( sekum, kolon asenden, dua pertiga proksimal kolon transversum), dan arteri mesenterika inferior mendarahi belahan kolon kiri ( sepertiga distal kolon transversum, kolon desenden, kolon sigmoid, dan bagian proksimal rektum ). Suplai darah tambahan ke rektum berasal dari arteri hemoroidales media dan inferior yang dicabangkan dari arteri iliaka interna dan aorta abdominalis.

Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena mesenterika superior, vena mesenterika inferior, dan vena hemoroidales superior ( bagian sistem

portal yang mengalirkan darah ke hati ). Vena hemoroidaled media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka sehingga merupakan bagian sirkulasi sistemik. Terdapat anastomosis antara vena hemoroidales superior, media dan inferior sehingga tekanan portal yang meningkat dapat menyebabkan terjadinya aliran balik ke dalam vena dan mengakibatkan terjadinya hemoroid.

Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian sfingter eksterna yang berada dalam pengendalian volunter. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf vegus ke bagian tengah kolon tranversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sakral menyuplai bagian distal. Serabut saraf simpatis meninggalkan medula spinalis melalui saraf splangnikus. Serabut saraf ini bersinaps dalam ganglia seliaka dan aortikorenalis, kemudian serabut paska ganglionik menuju kolon. Rangsangan simpatis menghambat sekresi dan kontraksi, serta merangsang sfingter rektum. Rangsangan parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan.

Usus besar dilayani oleh banyak jalinan pembuluh limfe serta saluran limfe mengikuti arteria regional ke nodi limfatici pre aorta pada pangkal arteri mesenterika superior dan inferior. Kemudian limfe di drainase ke dalam sisterna cili ( bagian sistem duktus torasikus ) yang kemudian bermuara ke dalam sistem vena pada sambungan vena subclavia dan jugularis sinistra. Karena hubungan ini maka karsinoma metastatik dari

traktus gastrointestinalis bisa ada di dalam kelenjar limfe leher ( kelenjar limfe Virchow ). Ke arah proksimal rectum sinambung dengan colon sigmoideum dan ke arah distal dengan canalis analis. Rectum berawal ventral dari vertebra sacrum ke tiga, mengikuti lengkung os sacrum dan os coccygis, dan berakhir di sebelah ventrokaudal ujung os coccygis dengan beralih menjadi canalis analis. Bagian akhir rectum yang melebar ialah ampulla recti yang menopang dan menyimpan massa tinja. Rectum berbentuk S dan memiliki tiga lengkungan yang tajam.

Perdarahan arterial melalui arteria rectalis superior, lanjutan dari arteria mesenterica inferior, memasok darah pada bagian proksimal rectum. Kedua arteria rectalis media mengantar darah ke rectum bagian tengah dan bagian distal, dan arteria rectalis inferior mengatur perdarahan bagian distal rectum.

Darah disalurkan kembali melalui vena rectalis superior, vena rectalis media dan vena rectalis inferior. Karena vena rectalis superior bermuara ke dalam sistem vena portal, dan vena rectalis media dan vena rectalis inferior menyalurkan isinya ke dalam

vena sistemik, hubungan ini merupakan anastomosis porto-kaval yang penting. Plexus venosus rectalis di sebelah dalam epitel rectum, dan plexus venosus rectalis externus yang terdapat di sebelah luar dinding otot rectum. Pembuluh limfe dari bagian proximal rectum melintas ke kranial, mengikuti pembuluh rectalis superior ke nodi lymphoidei pararectales (anorectales), lalu limfe disalurkan ke kelenjar-kelenjar limfe dalam bagian kaudal mesokolon sigmoideum dan selanjutnya ke nodi lymphoidei mesenterici inferiores dan nodi lymphoidei lumbales. Pembuluh limfe dari bagian distal rectum melintas ke kranial bersama arteria rectalis media dan ditampung oleh nodi lymphoidei iliaca interni.

Persarafan rectum berasal dari sistem simpatis dan sistem parasimpatis Persarafan simpatis berasal dari truncus simphaticus bagian lumbal dan plexus hypogastricus superior (nervus presacralis) melalui plexus-plexus sekitar cabang arteria mesenterica inferior. Persarafan parasimpatis berasal dari nervi splancnici pelvici (nervi erigentes). Serabut saraf ini melintas ke plexus hypogastricus inferior dexter dan plexus hypogastricus inferior sinistra untuk mempersarafi rectum.

Usus besar memiliki berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorbsi air dan elektrolit, yang sudah hampir selesai dalam kolon dekstra. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoar yang menampung massa feses yang sudah terdehidrasi hingga berlangsungnya defekasi.

Tugas penting utama kolon adalah penyerapan kembali air dan elektrolit yang telah memasuki usus bersama getah pencernaan. Mukosa usus besar terdiri dari kriptus dan tidak terdapat vilus. Epitel kriptus terdiri dari hampir seluruhnya ( paling banyak pada permukaannya ) atas sel sel goblet yang menghasilkan mukus pelumas. Epitel epitel lain mempunyai batas silia dari mikrovilus yang merupakan gambaran faal penyerapan air yang besar. Kolon mengabsorbsi sekitar 800 ml air per hari, bandingkan dengan usus halus yang mengabsorbsi sekitar 8000 ml. Namun, kapasitas absorbsi usus besar adalah sekitar 1500 200 ml /hari. Bila jumlah ini dilampaui ( misalnya akibat hantaran cairan berlebihan dari ileum ) akan mengakibatkan diare. Berat akhir feses yang dikeluarkan per

hari sekitar 200 gram, dan 80 90 % diantaranya adalah air. Sisanya terdiri dari residu makanan yang tidak terabsorbsi, bakteri, sel epitel yang terlepas, dan mineral yang tidak terabsorbsi.

Sejumlah kecil pencernaan dalam usus besar terutama disebabkan oleh bakteri dan bukan oleh kerja enzim. Usus besar mensekresi mukus alkali yang tidak mengandung enzim. Mukus ini bekerja untuk melumasi dan melindungi mukosa.

Bakteri usus besar mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B. Pembusukan oleh bakteri dari sisa protein menjadi asam amino dan zat yang lebih sederhana seperit peptida, indol, skatol, fenol dan asam lemak. Bila asam lemak dan HCl dinetralisasi oleh bikarbonat, akan dihasilkan karbondioksida (CO2 ). Pembentukan berbagai gas seperti NH3, CO2, H2, H2S, dan CH4 membantu pembentukan gas ( flatus ) dalam kolon. Beberapa substansi ini dikeluarkan dalam feses, sedangkan zat lain diabsorbsi dan diangkut ke hati untuk diubah menjadi senyawa yang kurang toksik dan dieksresikan melalui urin.

Fermentasi bakteri pada sisa karbohidrat juga melepaskan CO2, H2, dan CH4 yang juga berperan dalam pembentukan flatus dalam kolon. Dalam sehari secara normal dihasilkan sekitar 1000 ml flatus, kelebihan gas dapat terjadi pada aerofagia ( menelan udara secara berlebihan ) dan dari peningkatan gas dalam lumen usus ( yang biasanya berkaitan dengan jenis makanan yang dimakan ). Makanan yang mudah membentuk gas seperti kacang kacangan mengandung banyak karbohidrat yang tidak dapat dicerna.

Pada umumnya usus besar bergerak secara lambat. Gerakan usus besar yang khas adalah gerakan pengadukan haustral. Kantong atau haustra meregand dan dari waktu ke waktu otot sirkular akan berkontraksi untuk mengosongkannya. Gerakan ini tidak progresif, tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak balik dan meremas remas sehingga memberi cukup waktu untuk terjadinya absorbsi.

Terdapat dua jenis peristaltik propulsif : 1. kontraksi lambat, tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra, 2. peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul 2 3 kali sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik setelah makan, terutama setelah makanan yang pertama kali dimakan pada hari itu.

10

Propulsi feses ke dalam rektum menyebabkan terjadinya distensi dinding rektum dan merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna. Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, sedangkan sfinger eksterna dikendalikan oleh saraf volunter. Refleks defekasi terintegrasi pada pada medula spinalis segmen sakral ke dua dan ke empat. Serabut parasimpatis mencapai rektum melalui saraf splangnikus panggul dan menyebabkan terjadinya kontraksi rektum dan relaksasi sfingter interna.

Pada waktu rektum yang teregang berkontraksi, otot levator ani berelaksasi sehingga menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi pada waktu anus tertarik ke atas melebihi tinggi massa feses. Defekasi dipercepat dengan tekanan intra abdomen yang meningkat akibat kontraksi volunter otot dada dengan glotis yang tertutup, dan kontraksi otot abdomen secara terus menerus ( manuver atau peregangan Valsava ). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi otot volunter sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rektum secara bertahap menjadi rileks dan keinginan defekasi menghilang.

11

Rektum dan anus merupakan lokasi sebagian penyakit yang sering ditemukan pada manusia. Penyebab umum konstipasi adalah kegagalan pengosongan rektum saat terjadi peristaltik massa. Bila defekasi tidak sempurna, rektum menjadi rileks dan keinginan defekasi menghilang. Air tetap terus diabsorbsi dari massa feses, sehingga feses menjadi keras, dan menyebabkan lebih sukarnya defekasi selanjutnya. Bila massa feses yang keras ini terkumpul di satu tempat dan tidak dapat dikeluarkan, maka disebut sebagai impaksi feses.

Tekanan pada feses yang berlebihan menyebabkan timbulnya kongesti vena hemoroidales interna dan eksterna, dan hal ini merupakan salah satu penyebab hemoroid ( vena varikosa rektum ). Inkontinensia feses dapat disebabkan oleh kerusakan otot sfingter ani atau gangguan medula spinalis. Daerah anorektal sering merupakan tempat terjadinya abses dan fistula. Kanker kolon dan rektum merupakan kanker saluran gastrointestinal yang paling sering terjadi. I.2 Pendekatan Tumor

Ilmu yang mempelajari penyakit yang disebabkan oleh tumor disebut onkologi. Tumor secara umum adalah benjolan atau pembengkakan abnormal dalam tubuh, namun secara khusus tumor adalah benjolan yang disebabkan neoplasma. Neoplasma dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasma ganas atau kanker terjadi karena timbul dan

12

berkembang biaknya sel secara tidak terkendali sehingga sel sel ini tumbuh terus merusak bentuk dan fungsi organ tempat tumbuhnya. Kanker, karsinoma, atau sarkoma tumbuh menyusup ( infiltratif ) ke jaringan sekitarnya sambil merusaknya ( destruktif ), dapat menyebar ke bagian lain tubuh, dan umumnya fatal jika dibiarkan. Neoplasma jinak tumbuh dengan batas tegas dan tidak menyusup, tidak merusak, tetapi membesar dan menekan jaringan sekitarnya ( ekspansif ), dan umumnya tidak bermetastasis, misalnya lipoma.

Sel tumor adalah sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh secara otonom lepas dari kendali pertumbuhan sel normal sehingga sel ini berbeda dari sel normal dalam bentuk dan strukturnya. Perbedaan sifat sel tumor bergantung pada besarnya penyimpangan dalam bentuk dan fungsi, autonominya dalam pertumbuhan, dan kemampuannya mengadakan infiltrasi dan menyebabkan metastasis.

Sel tumor bersifat tumbuh terus tanpa batas sehingga tumor makin lama main besar dan mendesak jaringan sekitarnya. Pada neoplasma ganas, selnya tumbuh sambil menyusup dan merembes ke jaringan sekitar. Selain bersifat menyusup, sel kanker dapat melepaskan diri meninggalkan tumor induknya dan masuk ke dalam pembuluh limfe atau pembuluh darah, terutama pembuluh kapiler. Dengan cara ini terjadi pemyebaran ( metastasis ) limfogen dan hematogen.

13

Tumor dapat menyumbat saluran tubuh dan menimbulkan obsturksi. Oleh karena kadang kecepatan tumbuh sel kanker tidak seimbang dengan pasokan darah, sebagian sel kanker akan mengalami hipoksia atau anoksia sehingga terjadi nekrosis yang menyebabkan ulkus di permukaan tumor. Pada umumnya tumor mulai tumbuh dari saut sel di suatu tempat ( unisentrik ). Tetapi kadang tumor berasal dari beberapa sel dalam satu organ ( multisentrik ) atau dari beberapa organ ( multilokuler ), pada waktu bersamaan ( sinkron ) atau berbeda ( metakron ). Bila terjadi infiltrasi ke organ sekitarnya, tumor dikatakan telah mencapai fase lokal invasif atau lokal infiltratif. Penyebaran lokal ini disebut penyebaran perkontinuitatum karena masih berhubungan langsung dengan tumor induknya.

Untuk mengukur kecepatan pertumbuhan tumor dipakai parameter waktu ganda ( doubling time ). Waktu ganda adalah waktu yang diperlukan tumor untuk mencapai volume menjadi dua kali semula. Makin pendek waktu ganda berarti makin cepat pertumbuhannya dan umumnya makin ganas tumor tersebut. Tahap tahap terjadinya tumor ganas : 1. inisiasi ; dipicu oleh suatu karsinogen sehingga satu sel tunggal berubah menjadi sel yang mampu berproliferasi. 2. promosi ; dipicu oleh suatu karsinogen menyebabkan pertumbuhan sel sel yang berbeda varian 3. progresi ; invasi sel menembus membran basalis atau kapsel.

14

Setelah sel mengalami transformasi sampai menunjukkan morfologi dan sifat biologi yang ganas dan khas, akhirnya tercapai tahap klinis dengan manifestasi dini berupa karsinoma in situ yang tidak ( atau belum ) invasif. Selanjutnya tumor berkembang menjadi karsinoma infiltratif yang dapat menyebabkan penyebaran ke mana mana. Penderita baru menyadari ada karsinoma pada tahap akhir setelah terjadi gejala atau tanda penyakit ganas ini.

Penyebaran tumor ganas : 1. Per kontinuitatum : terjadi karena sel atau jaringan kanker menyusup keluar dari organ tempat tumor induknya, kemudian menginfiltrasi organ atau jaringan di sekitarnya, artinya penyusupan langsung dari organ asalnya masuk ke dalam organ atau struktur di sampingnya. 2. Limfogen : terjadi karena sel kanker menyusup ke saluran limfe, kemudian ikut aliran limfe menyebar dan menimbulkan metastasis di kelenjar limfe regional. Pada umumnya permulaan kanker menyebar dengan cara ini dan kemudian menyebar secara hematogen. Setelah menginfiltrasi kelenjar limf, sel kanker dapat menembus dinding struktur sekitar menimbulkan perlekatan kelenjar limfe satu dan yang lain sehingga membentuk paket kelenjar limf. 3. Hematogen : terjadi akibat sel kanker menyusup ke kapiler darah kemudian masuk ke pembuluh darah dan menyebar mengikuti aliran darah vena sampai ke

15

organ lain. Bila organ itu ideal untuk hidupnya, sel kanker lalu tumbuh di sana dan menjadi tumor baru yang merupakan anak sebar yang letaknya jauh dari tumor primer. 4. Transluminal : terjadi dalam dinding saluran suatu sistem seperti saluran nafas, saluran cerna, dan saluran kemih. Sel lepas ke dalam lumen kemudian tertanam di satu atau beberapa tempat. Implantasi sel kanker juga dapat terjadi di dalam rongga tubuh. Kanker yang telah menyusup ke lapisan serosa dapat melepaskan sel nya ke dalam rongga tubuh, misalnya pleura atau peritoneum, lalu tersebar dan menimbulkan metastasis di tempat lain. 5. Iatrogen : terjadi akibat tindakan medis. Misalnya karena masase, palpasi kasar, atau tindakan dalam operasi, sel kanker lepas dari tempatnya, kemudian menyebar dan menimbulkan metastasis. Penyebaran iatrogen juga mungkin terjadi akibat kontaminasi lapangan operasi yang menimbulkan residif setempat.

Faktor penyebab kanker dapat berbeda beda, namun secara ringkas dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. karsinogenesis kimiawi, bahan kimia yang bersifat karsinogenik. Di antara bahan itu ada juga yang alami, namun ada yang sintetik atau semi sintetik. Contoh bahan alami adalah Aflatoksin dari Aspergillus flavus yang terdapat pada kacang kacangan. Vinilklorida adalah contoh bahan karsinogeik kimia yang berasal dari industri plastik.

16

2. karsinogenesis fisik, adanya bahan karsinogen yang berasal dari bahan bahan fisik seperti sinar ionisasi dan pajanan sinar ultraviolet. 3. hormon, dapat menjadi promotor terjadinya keganasan. Hal ini terbukti secara eksperimental maupun secara klinis. Seperti pada pemberian sediaan estrogen pada wanita pasca menopause mempengaruhi perkembangan karsinoma korpus uteri.

4. karsinogenesis viral, terdapat 4 famili virus yang berhubungan dengan keganasan pada manusia. Keganasan tersebut timbul pada orang dewasa maupun anak anak dan mengakibatkan mortalitas sekitar 25 % dari kasus kanker baru di dunia. Virus tersebut antara lain ; famili retrovirus, hepadna virus, human papilloma virus, dan Ebstein Barr virus. 5. faktor gaya hidup, khususnya kebiasaan makan merupakan salah satu sebab meningkatnya resiko terserang kanker. Asupan kalori berlebihan terutama yang berasal dari lemak binatang dan kebiasaan makan makanan yang kurang berserat meninggikan resiko terhadap berbagai keganasan seperti karsinoma payudara dan karsinoma kolon. Asap rokok dan alkohol juga turut serta menjadi pencetus beberapa karsinoma. 6. parasit, schistosoma hematobium dapat menyebabkan karisnoma planoseluler. 7. sirkumsisi dan fimosis, smegma yang tertimbun antara glans dan prepusium pada keadaan fimosis menyebabkan iritasi kronik yang dapat disertai balanopostitis. Rangsangan setempat yang menahun dapat menyebabkan terbentuknya karsinoma planoseluler di glans penis atau permukaan

17

dalam prepusium. Sunat atau sirkumsisi dapat mencegah terjadinya karsinoma penis. 8. faktor genetik, berperan dalam keganasan tertentu sehingga kanker ini ditemukan pada keluarga tertentu. Misalnya keluarga yang banyak mengidap poliposis koli yang merupakan penyakit familial bersifat maligna. 9. penurunan imunitas, karena tindakan kedoteran ( iatrogen ) misalnya penggunaan kemoterapi, pemberian kortikosteroid jangka panjang, atau terapi penyinaran luas dapat mengakibatkan timbulnya keganasan setelah sepuluh tahun atau lebih. Keganasan yang dapat timbul pada defisiensi imunitas ini, antara lain limfoma maligna dan leukimia.

Sewaktu menghadapi benjolan yang abnormal, perlu di pikirkan 4 hal ; 1. apakah benjolan tersebut disebabkan neoplasma ? lakukan biopsi untuk pemeriksaan histopatologik yang merupakan

pemeriksaan jaringan. Kadang dilakukan juga pemeriksaan sitologi untuk menentukan diagnosis. Diagnosis kemudian ditegakkan berdasarkan sifat sel maupun sifat jaringan. Manfaat dari pemeriksaan histopatologik ini adalah ; a. ada / tidaknya keganasan. b. Jenis keganasan. c. Sifat keganasan. d. Tingkat keganasan ( grading ) e. Luas penyebaran ( staging )

18

2. bila ternyata suatu karsinoma, tumor ganas jenis apa yang dihadapi ? hal ini juga dapat terjawab melalui pemeriksaan histopatologi untuk mengetahui tentang asal jaringan tumor. Karena meskipun berasal dari jaringan yang sama, seperti ; jaringan epitel berupa karsinoma yang berbeda jenis yaitu planoseluler dan basoseluler di kulit, keduanya memiliki perbedaan jelas pada gambaran klinis, cara pertumbuhan, pengobatan, dan prognosis. 3. berada pada tingkat keganasan yang mana ? dilihat dari derajat diferensiasi histologik. Bila semakin tidak teratur dan kacau susunan histologiknya, serta semakin besar perbedaan sel yang satu dengan yang lain berarti menunjukkan keagresifan sel tersebut. Derajat keganasan diberi tanda G ( grade ). Bermanfaat untuk meramalkan prognosis yang ditentukan oleh tingkat diferensiasi jaringan tumor. 4. seberapa luas penyebaran tumor ? dilakukan melalui penaksiran seksama dan teliti tentang besar tumor primer, luas pertumbuhan, dan luas penyebaran. Penentuan luas penyebaran atau staging dilakukan untuk berbagai tujuan antara lain penentuan tahap perkembangan, penentuan penanganan paling baik untuk penderita, serta untuk memperkirakan prognosis, menilai hasil pengobatan dan membandingkan efektivitas berbagai macam pengobatan ( untuk tujuan penelitian ).

Untuk melukiskan staging penyakit, dipakai sistem TNM dari UICC ( Union Internationale Contre le Cancer ), sebagai berikut : Tumor T Tx T0 Tis T1,T2,T3 Tumor primer Tumor primer tidak dapat ditaksir Tidak terdapat bukti adanya tumor primer Karsinoma in situ dari T1 sampai T3 tumor primer makin besar dan makin jauh infiltrasi di jaringan dan berdampingan. Nodus N Kelenjar limfe regional

19

Nx N0

Kelenjar limfe tidak dapat ditaksi / diperiksa Tidak adanya bukti penyebaran ke kelenjar limfe regional

N1,N2,N3

Menunjukkan

banyaknya

kelenjar

regional

yang

dihinggapi, dan ada / tidaknya infiltrasi di alat dan struktur berdampingan Metastasis M Mx M0 M1 Metastasis jauh Tidak dapat diperkirakan adanya metastasis Tidak ada bukti metastasis jauh Ada metastasis jauh

Tidak ada keluhan spesifik yang menunjukkan adanya kanker dini. Pada kanker stadium awal sering tidak ada keluhan atau tanda selama beberapa tahun. Umumnya penderita merasa sehat, tidak nyeri, dan tidak terganggu dalam melakukan pekerjaan sehari hari.

20

Yayasan Kanker Amerika ( American Cancer Society ) telah mengeluarkan peringatan tentang tanda dan gejala yang mungkin disebabkan oleh kanker. Tanda ini disebut 7-danger signals CAUTION. Akan tetapi, tanda bahaya ini tidak terlalu mewakili tanda kanker dini. Yayasan kanker Indonesia menggunakan kata WASPADA untuk tanda yang perlu dicurigai. Berikut patokan tanda bahaya pada kanker :

: waktu buang air besar atau buang air kecil, ada gangguan atau perubahan kebiasaan

A S P A D A

: Alat cerna terganggu atau sukar menelan : Suara serak atau batuk yang tidak sembuh sembuh : Payudara atau bagian lain memperlihatkan benjolan : Andeng andeng ( tahi lalat ) yang berubah sifat, makin besar dan gatal : Darah atau lendir yang abnormal keluar dari tubuh : Adanya koreng atau borok yang tidak mau sembuh

C A U T I O N

: Change in bowel or bladder habit : A sore that does not heal : Unusual bleeding or discharge : Thickening in breast or elsewhere : Indigestion or difficulty in swallowing : Obvious change in wart or mole : Nagging cough or hoarseness

21

Jika ada tanda tanda tersebut di atas belum tentu tumor ganas, tetapi perlu untuk diselidiki : 1. Anamnesa, termasuk factor factor etiologi 2. Pemeriksaan fisik 3. Foto thorak 4. Arteriografi 5. Laboratorium 6. Mamografi 7. Biopsi 8. Histopatologi 9. Sitologi

Kira kira 40 50 % penderita dapat disembuhkan baik dengan cara bedah, kemoterapi, radioterapi maupun kombinasinya. Keberhasilan terapi kanker sangat bergantung pada jenis kanker dan luas penyebarannya. Umumnya dikatakan bahwa jika kanker masih terbatas di suatu region, terapi bedah ada manfaatnya karena tumor dapat dikeluarkan dengan tindakan radikal yang kadang disusul oleh radio terapi dan kemoterapi. Kebanyakan kanker yang sudah bermetastasi jauh ( M1 ) tidak dapat disembuhkan.

22

Ketika menderita kanker, tubuh kehilangan kontrol selular, yang mengakibatkan pertumbuhan sel yang tidak baik menjadi tidak terkontrol. Sel-sel kanker ini akan menyerang jaringan lokal, berpindah ketempat lain dan berkembang biak. Penyakit ini sendiri bermula dari sel yang bermutasi dan berubah. Sel abnormal ini mempertahankan mutasinya melalui proses reproduksi sel meskipun terdapat usaha dari sistem pertahanan tubuh yang berusaha mengeleminasi sel-sel abnormal. Sel-sel yang bermutasi ini (berasal dari DNA yang abnormal) kemudian bergerak ke sekujur tubuh dan berdiam di satu atau lebih organ tubuh. Saat ini ada lebih dari seratus jenis kanker yang tumbuh dalam tubuh manusia.

Penentuan hasil pengobatan, dilihat dari : Respon Pengobatan Ketentuan

Respon lengkap ( complete response )

(CR)

Semua metastasis, dimanapun, hilang lengkap pada pemeriksaan jasmani dan tidak ada lagi tanda pada pemeriksaan laboratorium dan sinar tembus Pengecilan metastasis sekurang kurangnya 50 % ( dua ukuran garis tengah tegak lurus )

Respon sebagian (partial response )

(PR)

Tidak ada perubahan (no change )

(NO)

Tidak ada perubahan ( pengecialn kurang dari PR tidak terukur )

Penyakit memburuk (progressive disease )

(PD)

Terjadi pembesaran atau muncul tumor atau metastasis baru.

23

Dalam penanganan secara keseluruhan disadari bahwa tujuan pengobatan adalah memperbesar angka harapan hidup ( life expectancy ) dan mengatasi gejala yang berarti memperbaiki mutu hidup ( quality of life ).

Sampai saat ini penyebab pasti kanker belum dapat diketahui. Kita dituntut supaya bisa memproteksi diri sendiri untuk menghindari terserang penyakit ini salah satunya dengan cara belajar hidup sehat.

Berikut ada beberapa langkah untuk menghindari penyakit kanker, yaitu : 1. Berhenti Merokok. Merokok merupakan sebab utama terjadinya kanker paruparu . Jauhi anak-anak dan ibu-ibu hamil dari asap rokok. karena sangat berbahaya bagi bayi yang dikandung. 2. Hindari Sinar Matahari. Lindungilah kulit dengan memakai krim tabir surya. Sinar matahari yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan pada kulit dan kanker kulit. 3. Kurangi Makanan Berlemak. Makan makanan berlemak berlebihan

menyebabkan kegemukkan yang nantinya akan berhubungan dengan kanker di kandungan, kandung empedu, payudara dan kolon. Diet tinggi secara langsung pun dapat menyebabkan terserang kanker kolon. Lakukan diet yang seimbang. 4. Banyak Makanan Berserat. Konsumsi makanan yang banyak mengandung serat seperti gandum, beras, sayuran dan buah-buahan, melindungi dari kanker kolorektal. 5. Kurangi Konsumsi Makanan Yang Diasap, Bakar dan Diawetkan. Konsumsi makanan yang banyak mengandung serat seperti gandum, beras, sayuran dan buah-buahan, melindungi anda dari kanker kolorektal. 6. Konsumsi Makanan Yang Mengandung Vitamin A dan C. Makanan yang mengandung vit.A dan C banyak terdapat dalam sayuran dan buah-buahan seperti jeruk, pisang, mangga, pepaya, tomat, brokoli yang dapat melindungi dari kanker oesofagus, laring, lambung dan paru.

24

7. Hindari Minuman Beralkohol. Banyak mengkonsumsi minuman beralkohol plus merokok, beresiko terserang kanker mulut, tenggorokan, laring dan oesofagus. 8. Periksakan Diri Secara Teratur. Usahakan untuk selalu memeriksakan diri secara teratur sebagai langkah awal mendeteksi penyakit sedini mungkin. 9. Pola Hidup Yang Seimbang. Makan yang cukup dan seimbang gizi. Seimbangkan antara bekerja, istirahat, rekreasi dan berolahraga, serta luangkan waktu Anda untuk selalu mendekatkan diri pada Tuhan dapat mengurangi resiko timbulnya penyakit kanker. Faktor Gizi pada Penyakit Kanker 1) Masukan lemak, energi dan kegemukan

Meski studi tentang hubungan masukan lemak dengan penyakit kanker masih memberikan hasil yang tidak taat azas, tetapi studi yang menggunakan hewan percobaan menunjukkan bahwa masukan lemak merupakan salah satu kunci dalam mencegah, kanker. Studi epidemiologi dan studi yang menggunakan hewan percobaan menunjukkan adanya hubungan antara konsumsi lemak dengan insiden kanker kolon dan kanker payudara. Kanker lain yang berhubungan dengan masukan lemak adalah kanker rektum, kanker indung telur/ovarium dan kanker endometrium. Beberapa peneliti berhasil menunjukkan hubungan antara kenaikan konsumsi lemak dan kegemukan dan kanker payudara hanya ditemukan pada usia yang lebih tua.

Tampaknya bukan konsumsi total lemak yang merupakan faktor penting dalam penyakit kanker, tetapi jumlah asam lemak tak jenuh ganda dalam diet lebih berperan. Hal yang harus diperhatikan dalam mengkaji hubungan antara masukan lemak dengan kanker ialah macam lemak (lemak jenuh dibandingkan dengan lemak tak jenuh; lemak hewani dibandingkan dengan lemak nabati). Asam lemak tak jenuh ganda (PUFA) lebih mudah teroksidasi dan PUFA yang telah rusak dapat merupakan awal dari proses terjadinya kanker.

25

Meskipun secara umum lemak baru berperan secara maksimum setelah pemberian karsinogen, tampaknya pemaparan diet tinggi lemak perlu waktu yang cukup lama sebelum eksposur karsinogen dapat mempengaruhi inisiasi tumor; pengaruh ini telah didemonstrasikan pada penelitian menggunakan tikus cobaan. Efek diet lemak dapat langsung atau tidak langsung. Lemak secara langsung mempengaruhi fungsi-fungsi seluler, termasuk cairan membran, metabolisme prostaglandin, dan sintesis radikal lemak peroksida yang potensial mutagenik.

Efek langsung juga mencakup perubahan-perubahan reseptor hormon (yang mungkin merangsang secara hormonal pertumbuhan tumor), karakteristik pertumbuhan sel, dan beberapa kimiawi intraseluler. Lemak mempengaruhi perubahan-perubahan empedu secara

komposisi asam empedu dalam kolon yang dapat mengubah asam

bakteriologis menjadi zat-zat yang mempromosi tumor atau secara langsung merusak jaringan mukosa.

Efek kholesterol pada insiden kanker sulit ditentukan karena kholesterol berkorelasi kuat dengan lemak hewani dan juga masukan protein hewani. Dalam satu studi didapatkan korelasi yang lebih kuat antara insiden kanker kolon dengan kholesterol daripada dengan lemak. . Di lain pihak, beberapa studi menunjukkan bahwa kholesterol darah yang terlalu rendah merupakan risiko kanker. Masih perlu studi lebih lanjut untuk sampai pada kesimpulan yang pasti tentang korelasi antara masukan kholesterol dengan kholesterol darah dan kanker. Masukan lemak tidak hanya berhubungan dengan kanker tetapi juga dengan penyakit jantung, kegemukan. Studi-studi dengan menggunakan hewan cobaan dan beberapa studi epidemiologi mendukung hipotesis bahwa masukan total energi mempengaruhi risiko kanker.

Pada beberapa studi menggunakan hewan cobaan dapat dilakukan pembandingan antara hewan yang diberi diet normal sebagai kontrol dengan hewan yang dibatasi masukan energinya. Akan tetapi cara semacam itu tidak dapat dilakukan pada manusia,

26

sehingga masukan energi pada percobaan dengan manusia diukur dengan pengukuran tidak langsung, yaitu dengan mengukur berat badan relatif atau indeks berat badan yang diperkirakan mempunyai korelasi kuat dengan kenaikan masukan energi. Studi epidemiologi yang dilakukan oleh Amstrong dan Doll pada 1975 berhasil mendapatkan korelasi antara masukan energi total perorang dengan kanker payudara, kolon, rektum, uterus, dan ginjal. Sementara itu studi kasus kontrol yang dilakukan oleh Miller Dkk mendapatkan korelasi positif antara masukan energi dengan kanker payudara, dan peneliti lain yaitu Jain dkk ; menemukan hubungan antara masukan energi dengan kanker kolorektal.

Hubungan yang positif antara kenaikan indeks massa tubuh (body mass index/BMI) dengan beberapa jenis kanker telah dilaporkan oleh beberapa peneliti seperti hubungan BMI dengan kanker payudara, BMI dengan kanker ginjal, BMI dengan kanker endometrium dan kanker prostat. Akan tetapi peneliti lain tidak menemukan hubungan antara berat badan dengan kenaikan risiko kanker payudara, kolon, dan prostat. Pada studi kohort yang dilakukan oleh Asosiasi Kanker Amerika Serikat, kematian karena kanker terendah diobservasi pada pria dengan berat badan 10% di bawah sampai 20% di atas rata-rata berat menurut tingginya. Sementara pada kohort wanita risiko terendah didapati pada wanita dengan berat badan 20% di bawah sampai 10% di atas rata-rata berat menurut tingginya. Pada kohort pria yang tidak merokok (berat badan biasanya lebih besar daripada pria perokok) didapatkan hubungan antara berat badan relatif dengan kematian karena kanker, dan hubungan tersebut hampir linier. . Pada studi dengan hewan cobaan, pembatasan masukan energi akan mengurangi insiden beberapa jenis kanker, dan meningkatkan umur binatang cobaan tersebut. Masukan energi total dan persen energi yang berasal dari lemak berhubungan dengan risiko kanker, akan tetapi hubungan ini bervariasi untuk jenis kanker yang berbeda. Studi yang dilakukan oleh Boissonneault dkk,1986, menemukan pengaruh energi yang berasal dari lemak terhadap kanker tergantung dari masukan energi total. 2) Protein

27

Hubungan antara konsumsi protein terutama protein hewani dengan insiden beberapa jenis kanker tertentu telah diselidiki dalam studi epidemiologi. Namun korelasi antara konsumsi protein dengan kanker dipengaruhi oleh korelasi yang tinggi antara konsumsi protein dengan zat gizi lain terutama lemak. Dengan demikian pengaruh langsung dari protein belum dapat ditentukan Dlam suatu studi kasus kontrol mengenai kanker payudara, asosiasi positif terbesar adalah asosiasi dengan protein, tinggi lemak, dan rendah serat makanan, tetapi setelah komponen diet diukur secara independen, ternyata lemak mempunyai asosiasi paling kuat. Studi lain juga menemukan asosiasi positif antara protein dan kanker kolon, tetapi dalam kajian selanjutnya ternyata asosiasi antara kanker kolon dengan lemak lebih kuat. Dalam studi kasus kontrol di Australia mengenai kanker usus (bowel), risiko tertinggi didapati pada tinggi protein, tinggi energi, dan rendah serat makanan . Studi menggunakan hewan cobaan menunjukkan pemberian masukan protein secara berlebihan tidak selalu berhubungan secara taat azas dengan kenaikan insiden tumor. Bila hewan diberi makanan secara ad libitum dengan kandungan protein 10-15% kalori, total insiden tumor tidak dipengaruhi, meski beberapa tumor tertentu seperti bladder papilloma dan tumor payudara ditingkatkan oleh peningkatan masukan protein.

3) Vitamin dan mineral Dalam makalah ini hanya dibahas vitamin A, karoten, vitamin C, E, zat besi dan selenium. Banyak bukti menunjukkan bahwa makanan yang mengandung banyak vitamin A dan karoten dapat mencegah beberapa jenis kanker epitel. Dari beberapa studi epidemiologi, konsentrasi vitamin A dalam darah berhubungan dengan kenaikan risiko kanker, tetapi beberapa penelitian lain tidak menemukan hubungan tersebut. Demikian pula hubungan antara karotenoid dalam darah dengan kanker. Suatu studi kohort berhasil menunjukkan bahwa risiko semua jenis kanker dapat diturunkan dengan meningkatkan konsumsi sayuran yang kaya karoten.

Bukti paling kuat mengenai peranan vitamin A dalam pencegahan kanker didapat dari studi epidemiologi yang menghubungkan antara konsumsi sayuran yang kaya karo-

28

ten atau makanan yang kaya vitamin A dengan kanker paru. Pada hewan cobaan, pemberian vitamin A dosis tinggi dapat mencegah kanker serviks, vagina, kolon, kulit, lambung, tracheobronchi, pankreas, dan hati. Karotenoid diperlukan untuk diferensiasi sel normal. Defisiensi karotenoid dapat menyebabkan proses diferensiasi terhambat. Pada hewan cobaan retinoid mungkin dapat mencegah tahap inisiasi dan promosi dari proses karsinogenesis.

Makanan yang kaya vitamin A dapat mencegah pembentukan radikal oksigen dan peroksida lemak, dan beta karoten sangat efisien dalam menetralisir radikal oksigen. Vitamin A, bersama dengan vitamin C, vitamin E, dan selenium dapat menetralisir efek peroksida dan mengurangi karsinogenesis. Vitamin A dan karoten mempunyai efek penghambatan terhadap kanker mulut dan oesofagus terutama pada pengunyah tembakau (tobacco chewer) dan terhadap kanker paru pada perokok.

Dari studi pada manusia, dapat ditunjukkan bahwa terdapat asosiasi protektif antara makanan yang kaya vitamin C dengan kanker esofagus, kanker lambung. Di dalam saluran pencernaan, vitamin C akan memblok pembentukan nitrosamin yang bersifat karsinogenik dari nitrat dan nitrit, serta mencegah oksidasi zat-zat kimia tertentu menjadi bentuk karsinogenik yang aktif. Vitamin C merupakan faktor pembatas reaksi nitrosasi pada manusia, dan ini telah didemonstrasikan pada penderita gastrektomi dan gastritis atropik akuta.

Dari beberapa studi berhasil ditunjukkan bahwa efek toksik dari ozon pada paru dapat dicegah secara efisien dengan vitamin E. Kadar vitamin E dalam serum mempunyai asosiasi protektif dengan kanker paru. Dalam studi biokimia, vitamin E berfungsi sebagai antioksidan yang larut dalam lemak dan sebagai free radical scavenger. Dengan demikian peranan vitamin E dalam efek pencegahan kanker hampir sama dengan vitamin A dan C.

Vitamin E, seperti juga vitamin C, dapat mencegah pembentukan nitrosamin secara in vitro. Tetapi hams diingat bahwa vitamin E larut dalam lemak, sehingga efek

29

pencegahannya dipengaruhi oleh kehadiran lemak, sedangkan vitamin C tidak, karena larut dalam air. Banyak bukti menunjukkan bahwa peningkatan simpanan besi dalam tubuh berhubungan dengan peningkatan risiko kanker. Stevens, dkk dalam penelitiannya menemukan mampu ikat besi (total iron binding capacity) lebih rendah, sedangkan jenuh transferin lebih tinggi pada penderita kanker dibandingkan dengan bukan penderita.

Selenium dalam tanaman maupun hewan berbentuk selenat, selenocystin, selenomethionin, dan bentuk-bentuk lain yang belum diidentifikasi. Pengkajian dari angka rata-rata konsumsi selenium per kapita yang berasal dari 27 negara, mendapatkan hubungan terbalik dengan total kematian karena kanker, kematian karena leukemia, dan kanker kolon, rektum, payudara, ovarium, dan kanker paru. Dari beberapa studi kasus kontrol didapatkan bahwa penderita kanker mempunyai selenium darah yang Iebih rendah daripada kontrol.

4) Serat makanan

Serat makanan meliputi selulosa, hemiselulosa, lignin, gums, pektin. Sumber utama serat makanan adalah sayuran, buah-buahan dan biji-bijian penuh atau utuh. Dari beberapa studi epidemiologi, didapatkan korelasi antara konsumsi serat makanan dengan risiko kanker kolon. Pada studi dengan manusia, masih belum cukup informasi tentang komponen dari serat makanan dan pengaruh terhadap risiko kanker. Diperkirakan jenis serat memegang peranan penting. Pada beberapa studi lain juga diamati hubungan dengan zat gizi lain, karena walaupun terdapat korelasi yang kuat antara risiko kanker kolon dengan pola makanan tinggi serat, komponen diet lainnya mungkin berpengaruh terhadap korelasi ini.

Dari 19 studi kasus kontrol yang mengukur peran serat makanan pada kanker kolon, tiga studi tidak menemukan peran, tiga studi menemukan hubungannya dengan kenaikan risiko kanker, dan 13 studi menemukan efek protektif serat makanan, khususnya sayuran. Efek protektif dikemukakan dalam dua studi kasus kontrol yang menguji risiko relatif untuk diet tinggi lemak dan rendah lemak.

30

5) Makanan olahan

Cara penyimpanan dan pengolahan makanan bervariasi antar negara, dan perbedaan ini mungkin memberikan kontribusi yang besar dalam variasi beberapa jenis kanker. Pengasapan makanan dapat membentuk senyawa hidrokarbon polisiklik aromatik (polycyclic aromatic hydrocarbon), beberapa di antaranya diketahui bersifat karsinogenik pada hewan. Zat-zat yang bersifat karsinogenik dapat terbentuk pada waktu proses pemasakan dan jumlahnya berhubungan dengan penggunaan suhu tinggi dan jangka waktu pemasakan. Misal pemasakan dengan cara pembakaran menggunakan api oven, dapat membentuk senyawa hidrokarbon polisiklik aromatik pada permukaan makanan yang dibakar tersebut. Pembakaran asam amino dengan gula selama proses pemasakan, menghasilkan berbagai zat kimia yang bersifat mutagenik, dan beberapa di antaranya bersifat karsinogenik.

Penggaraman dan pengasaman makanan dapat membentuk nitrosamin yang bersifat karsinogenik untuk mulut dan lambung. Bukti-bukti dari studi epidemiologi menunjukkan masyarakat yang banyak mengkonsumsi makanan yang diawet dengan diasin, diasam, dan diasap, mempunyai insiden kanker lambung dan esofagus lebih banyak.

31

II. Pembahasan II.1 Pendekatan Kanker Kolorektal

Kanker kolorektal merupakan penyakit keganasan ketiga paling sering ditemui dan menjadi penyebab kematian akibat kanker. Di Amerika Serikat menurut New England Medicine Journal edisi 3 Februari 2005 lalu, terdapat 145.290 kasus baru dan diperkirakan 56.290 meninggal sepanjang 2005. Di dunia, kanker kolorektal masih menempati urutan keempat penyakit keganasan dengan jumlah kasus baru mencapai 1.023.000 dan kematian 529.000 meninggal tiap tahun .

Kanker kolon sebagaimana sifat kanker lainnya, memiliki sifat dapat tumbuh dengan relatif cepat, dapat menyusup atau mengakar (infiltrasi) ke jaringan disekitarnya serta merusaknya, dapat menyebar jauh melalui kelenjar getah bening maupun pembuluh darah ke organ yang jauh dari tempat asalnya tumbuh, seperti ke liver atau ke paru-paru, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian bila tidak ditangani dengan baik.

Pembedahan, ternyata masih menjadi pilihan utama terapi. Prinsip-prinsip pembedahan kolorektal pertama kali diformulasikan oleh Lord Moynihan pada 1908, termasuk dasar-dasar reseksi pada daerah limpatik. Hingga kini basis terapi tersebut

32

masih menjadi prognostikator. Meski begitu, seperti dikemukakan Cornelis J.H. van de Velde, profesor ahli bedah dari Leiden University Medical Center - Belanda, telah banyak dilakukan pengembangan besar terutama dalam stadium preoperatif.

Penemuan MRI dan CT Scan dalam mendeteksi metastasis kanker sangat berpengaruh pada tindakan pembedahan. Belakangan, terapi bedah standar dengan laparotomi dan laparaskopi juga mulai meningkat. Hasil beberapa studi randomisasi terkontrol terbaru menunjukkan keuntungan jangka pendek seperti kembalinya fungsi usus besar dengan cepat, pendarahan minimal dan perawatan rumah sakit yang lebih singkat, dengan dua metode bedah ini. Namun diikuti dengan peningkatan biaya operasi dan manfaat jangka panjang yang tidak bisa diduga.

Dr Joe Tjandra, pakar bedah kolorektal dari Epworth Colorectal Center & Royal Melbourne Hospital, University of Melbourne, Australia, menjelaskan, operasi kolorektal dengan laparaskopi kini sudah berhasil baik. Perannya dalam mengatasi kanker kolon sudah diakui oleh ahli bedah yang tergabung dalam American society of Colon and Rectal. Organisasi ini menyatakan tingkat keamanan dan efikasi laparaskopi melalui dua studi random meta analisis dari berbagai studi random. II.2.Definisi Kanker kolon/usus besar adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas di dalam permukaan usus besar atau rektum. Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas atau disebut adenoma, yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang tumbuh sangat cepat). Pada stadium awal, polip dapat diangkat dengan mudah. Tetapi, seringkali pada stadium awal adenoma tidak menampakkan gejala apapun sehingga tidak terdeteksi dalam waktu yang relatif lama dan pada kondisi tertentu berpotensi menjadi kanker yang dapat terjadi pada semua bagian dari usus besar.

33

Kanker usus termasuk dalam jenis kanker yang paling sering terjadi di dunia. Di Indonesia, penyakit itu kini banyak diderita orang berusia di bawah 40 tahun, di mana itu adalah usia produktif seseorang. Kanker usus besar (kolorektal) adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas di dalam permukaan usus besar atau rektum. Penyakit ini sering dijumpai di masyarakat dan termasuk salah satu kanker yang dapat disembuhkan dan dicegah penyebarannya. Meski begitu, penyakit ini tergolong fatal karena diperkirakan 50 persen penderita kanker kolorektal meninggal karena penyakit ini.

Di negara barat, kanker usus besar (kolon) dan rektum (kanker kolorektal) adalah jenis kanker no 2 yang paling sering terjadi dan kanker penyebab kematian no 2. 34

Angka kejadian kanker kolorektal mulai meningkat pada umur 40 tahun dan puncaknya pada umur 60-75 tahun. Kanker usus besar (kanker kolon) lebih sering terjadi pada wanita, kanker rektum lebih sering ditemukan pada pria. Sekitar 5% penderita kanker kolon atau kanker rektum memiliki lebih dari satu kanker kolorektum pada saat yang bersamaan. Kanker kolon biasanya dimulai dengan pembengkakan seperti kancing pada permukaan lapisan usus atau pada polip. Kemudian kanker akan mulai memasuki dinding usus. Kelenjar getah bening di dekatnya juga bisa terkena. Karena darah dari dinding usus dibawa ke hati, kanker kolon biasanya menyebar (metastase) ke hati segera setelah menyebar ke kelenjar getah bening di dekatnya. II.3 Epidemiologi Insiden kanker kolorektal di Amerika pada tahun 2007 menempati urutan no.3 pada laki laki dan wanita dengan jumlah kasus baru pertahun 112.340 dan diperkirakan 52.180 penderita meninggal akibat kanker tersebut pada tahun yang sama. Meskipun secara statistik mortalitas terus menurun dibandingkan 30 tahun yang lalu karena kemajuan deteksi dini dan modalitas terapi yang semakin membaik. Di Amerika Serikat, kanker kolorektal merupakan penyebab terbanyak nomor 2 kematian akibat kanker. Kanker kolorektal itu sendiri dapat dicegah dengan deteksi dan pengangkatan polip adenomatosa, dan angka ketahanan hidup secara bermakna lebih baik jika kanker kolorektal didiagnosa saat masih terlokalisasi. Pada tahun 2002, terdapat lebih dari satu juta kasus kanker kolerektal baru yang menempatkan kanker ini pada urutan ke -3 jenis kanker yang paling sering terjadi di dunia. Di seluruh dunia, 9.5% pria penderita kanker terkena kanker kolorektal sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9.3% dari jumlah total penderita kanker. Diperkirakan lebih dari 50% penderita kanker kolorektal meninggal karena penyakit ini. Pada tahun 2002, lebih dari setengah juta orang meninggal karena kanker kolorektal. Di Eropa, kanker kolorektal menempati urutan kedua sebagai kanker yang paling sering terjadi pada

35

pria dan wanita. Kanker kolorektal biasanya ditemukan pada pria dan wanita yang berusia diatas 50 tahun. Data dari Cancer Incidence, Mortality and Prevalence Worldwide JARC tahun 2004 pada tahun 2002 terdapat 1 juta penderita kanker kolorektal baru dan kanker kolorektal menempati urutan ke-3 paling sering di dunia dengan kejadian 90 % ditemukan pada pria atau wanita berusia di atas usia 50 tahun. Di Indonesia insiden kanker kolorektal di Indonesia berbeda dengan di beberapa negara maju, bila di negara maju penyakit ini meningkat tajam setelah seseorang berusia di atas 50 tahun dan hanya 3 % di bawah 40 tahun, di Indonesia berdasarkan data bagian Patologi Anatomi FKUI tahun 1997-1999 menunjukkan angka penderita kanker kolorektal di bawah 40 tahun hingga 35,26 % dan menempati urutan ke 10. Februari 2005 lalu, terdapat 145.290 kasus baru dan diperkirakan 56.290 meninggal sepanjang 2005. Di dunia, kanker kolorektal masih menempati urutan keempat penyakit keganasan dengan jumlah kasus baru mencapai 1.023.000 dan kematian 529.000 meninggal tiap tahun .

Keberhasilan pembangunan dari Pelita I sampai Pelita V mengakibatkan kesejahteraan masyarakat bertambah baik; derajat kesehatan dan gizi masyarakat bertambah baik pula. Komposisi penduduk juga mengalami perubahan, ditandai dengan peningkatan jumlah usia lanjut. Akibat peningkatan kesejahteraan, derajat kesehatan dan

36

gizi masyarakat tersebut serta perubahan komposisi penduduk, akan terjadi pula perubahan pola penyakit yaitu berkurangnya penyakit-penyakit menular dan gizikurang di satu pihak, dan bertambahnya penyakit-penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, diabetes dan kanker di lain pihak. Perubahan ini diperkirakan mulai terjadi di sekitar tahun 2000.

Fenomena ini di dalam ilmu kesehatan masyarakat disebut transisi epidemiologi sebagai akibat transisi demografi. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1972, 1980, dan 1986 memberikan gambaran perubahan pola penyakit tersebut. Peringkat kematian yang disebabkan karena kanker meningkat dari urutan 11, 9 dan 8.

II.4 Patofisiologi Kanker Kolorektal

Jenis utama pada kanker kolorektal adalah adenokarsinoma, yang sebelumnya dicetuskan dengan polip adenomatosa, dapat tumbuh pada mukosa colon yang normal. Penelitian yang dilakukan oleh Bert Vogelstein, dkk lebih dari 20 tahun yang lalu berhasil mengidentifikasikan alterasi genetic yang terpenting, dimana akan berkembang menjadi kanker kolorektal.

Pada awalnya terjadi peningkatan gen APC (adenomatosa poliposis coli), dimana bersifat mutasi individual oleh familial adenomatosa poliposis (FAP). Protein yang mengkode target gen APC dengan mendegradasi beta-catenin, suatu komponen protein

37

transkripsional kompleks yang mengaktivasi growth-promoting onkogen, seperti cyclin D1 atau c-myc. Mutasi APC dan beta-catenin sering teridentifikasi pada kanker koloretal yang bersifat sporadic.

Perubahan metilasi DNA dapat terjadi pada stadium polip. Kanker kolorektal dan polip mengalami ketidakstabilan metilasi genomic DNA, dengan hipometilasi global dan regional. Hipometilasi dapat meningkatkan aktivasi onkogen, dimana hipometilasi dapat meningkatkan tumor supresor gen. ras mutasi gen umumnya dapat terjadi pada polip yang besar, yang akan mempengaruhi pertumbuhan onkogen polip.

Delesi kromosom 18q dapat dihubungkan pada pertumbuhan kanker yang bersifat lanjut. Delesi kromosom ini meningkatkan target DPC4 (suatu gen delesi pada kanker pancreas dan meningkatkan factor transforming-growth [TGF]-beta pada jalur penanda growth-inhibitor) dan DCC (suatu gen delesi pada kanker kolon). Kehilangan kromosom 17p dan mutasi gen tumor supresi p53 terjadi pada keadaan lanjut kanker kolon. Overexpresi Bc12 akan meningkatkan inhibisi kematian sel, hal ini terjadi pada perkembangan kanker kolorektal. Delesi 18q akan terdeteksi pada stadium kanker kolon Dukes B, dimana akan terjadi peningkatan rekurensi pembedahan, dan pada penelitian akan lebih baik jika dilakukan kemoterapi adjuvant.

Predisposisi terjadinya kanker kolon lainnya, yaitu hereditary nonpoliposis kanker kolon, dimana terjadi mutasi beberapa gen, yang meningkatkan mismatch repair DNA, termasuk MSH2, MLH1 dan MLH1 dan PMS2. ras mutasi gen akan terdeteksi pada feses pasien dengan kanker kolorektal.

II.5 Faktor Resiko Penyebab pasti kanker kolorektal masih belum diketahui, tetapi kemungkinan besar disebabkan oleh:

Peradangan (inflamasi) usus dalam periode lama, seperti : kolitis ulseratif dan penyakit Crohn.

38

Riwayat keluarga, Sejarah keluarga dengan kanker kolorektal. Genetik (5-20% dari kanker kolorektal adalah herediter). Sindrom poliposis: poliposis familial, sindrom Gardner, sindrom Turcot, kanker kolorektal non-poliposis herediter (H NPCC, Hereditary Non-polyposis Colorectal Cancer): Lync I (hanya kolon), Lynch II (kolon, ovarium, payudara, endometrium).

Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) merupakan penyakit keturunan dengan risiko terjadi kanker kolorektal pada usia muda, ditemukan polip dalam jumlah sedikit.

Familial adenomatous polyposis (FAP) merupakan penyakit keturunan yang jarang ditemukan dapat ditemukan ratusan polip pada kolon dan rektum.

Pola makan dan gaya hidup, makanan rendah serat, makanan dengan kadar lemak tinggi dan lamanya waktu transit sisa hasil pencernaan dalam kolon dan rektal meningkatkan risiko kanker kolorektal.

Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak seperti fast food atau gorengan adalah salah satu penyebab kanker usus. Salah satu bukti mengenai kaitan antara gaya hidup dengan kanker usus. Beberapa puluh tahun lalu Jepang adalah negara dengan jumlah penderita kanker usus terkecil di dunia karena masyarakatnya melakukan diet makanan. Namun kini angka penderita kanker usus dari generasi ke-dua orang Jepang yang bermigrasi ke Hawaii sudah sama dengan jumlah penderita di Eropa dan Amerika. Kemungkinan besar karena anak-anak Jepang yang tumbuh di Hawaii banyak mengkonsumsi junk food.

39

Diabetes, meningkatkan 40 % berkembangnya kanker kolorektal Rokok dan alkohol Riwayat polip atau kanker kolorektal Umur (resiko meningkat pada usia diatas 50 tahun) Kanker usus biasanya ditemukan pada pria dan wanita yang berusia di atas 50

tahun. Namun seiring dengan perubahan gaya hidup, kini 50 persen penderita kanker ini berusia di bawah 40 tahun atau berada pada usia produktif saat mereka sedang sibuk membangun karir. Kanker kolon kini banyak diderita orang muda dan umumnya mereka datang pada stadium lanjut yang harapan kesembuhannya kecil.

Jarang melakukan aktifitas fisik

II.6 Gejala dan Tanda

Nyeri perut adalah keluhan paling sering yang disampaikan penderita (22 % 65%).

Usia, umumnya kanker kolorektal menyerang lebih sering pada usia tua. Lebih dari 90 persen penyakit ini menimpa penderita diatas usia 50 tahun. Walaupun pada usia yang lebih muda dari 50 tahunpun dapat saja terkena. Sekitar 3 % kanker ini menyerang penderita pada usia dibawah 40 tahun.

Polyp kolorektal, adalah pertumbuhan tumor pada dinding sebelah dalam usus besar dan rektum. Sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Kebanyakan polyp ini adalah tumor jinak, tetapi sebagian dapat berubah menjadi kanker. Menemukan dan mengangkat polyp ini dapat menurunkan resiko terjadinya kanker kolorektal.

Riwayat kanker kolorektal pada keluarga, bila keluarga dekat yang terkena maka resiko untuk terkena kanker ini menjadi lebih besar, terutama bila keluarga yang terkena tersebut terserang kanker ini pada usia muda.

Kelainan genetik, perubahan pada gen tertentu akan meningkatkan resiko terkena kanker kolorektal. Bentuk yang paling sering dari kelainan gen yang dapat menyebabkan kanker ini adalah hereditary nonpolyposis colon cancer (HNPCC), yang disebabkan adanya perubahan pada gen HNPCC. Sekitar tiga dari empat

40

penderita cacat gen HNPCC akan terkena kanker kolorektal, dimana usia yang tersering saat terdiagnosis adalah diatas usia 44 tahun.

Pernah menderita penyakit sejenis, dapat terserang kembali dengan penyakit yang sama untuk kedua kalinya. Demikian pula wanita yang memiliki riwayat kanker indung telur, kanker rahim, kanker payudara memiliki resiko yang tinggi untuk terkena kanker ini.

Polip Kolorektal Polip kolorektal adalah massa yang menonjol kedalam saluran usus. Polip dapat dibedakan atas polip bertangkai dan polip tidak bertangkai (sessile polip). Secara Histopatologis dikelompokkan atas polip neoplastik dan polip nonneoplastik. Termasuk kedalam polip neoplastik adalah polip adenoma (polip prakanker) dan yang termasuk kedalam polip neononplastik adalah polip hiperplastik, polip juvenile, polip inflamasi dan hamartoma.

Minute Polip Polip kecil (minute polip) yang berukuran 5 mm disebut sebagai polip kecil. Dari suatu study ternyata 41% diantaranya adalah suatu adenoma, 37% merupakan polip hiperplasi dan 18% adalah mucosal tags atau limphoid aggregates, 4% adalah bentuk campuran, 0,26 adalah diplasit berat, dan tidak satupun yang merupakan yang merupakan polip ganas (malignant).

Polip Adenoma Pada studi autopsi didapatkan pravalensi polip adenoma berkisar 30 s/d 50%, dengan sebaran usia 30% pada usia 50th; 40 s/d 50% pada usia 60 tahun; dan 50s/d 65% pada usia 70 tahun. Studi endoskopi menghasilkan gambaran polip 10% lebih rendah.Perbedaan ini terjadi karena terdapat perbedaan pada metode pemeriksaan.

Distribusi polip berbeda sesuai usianya. Studi kolonoskopi pada 600 kasus polip adenoma menyatakan bahwa 55% dari polip berukuran < 5mm dan 75 dari polip adenoma berukuran 10 mm atau lebih pada kelompok usia < 55 tahun berada dibagian

41

distal usus besar, sedang pada pasien berusia > 65 tahun angka polip di daerah proksimal meningkat menjadi 75% pada polip berukuran < 5mm dan 50% pada polip berukuran 10 mm. Data lain menunjukkan bahwa 2/3 dari polip berada distal dari fleksura lienalis.

Polip adenoma (premalignan polip) dapat dibedakan atas tubuler, villous dan tubolvillous. Lebih kurang 70% dari polip yang diagkat saat kolonoskopi adalah polip adenoma. Laporan dari National polip study 78% dari 3.358 polip adenoma adalah tipe tubuler, 8% adalah tubulovillous dan 5% adalah villous. Polip hiperplastik Polip hiperplastik merupakan polip kecil yang berdiameter 1-3 mm yang berasal dari epitel mukosa yang hiperplastik dan metastatik dan sering tidak bergejala. Poliposis kolon (polipois familial) Merupakan suatu penyakit herediter. Kadang terdapat mulas atau diare disertai perdarahan rectum. Sindrom gardner Merupakan penyakit herediter yang terdiri dari poliposis kolon disertai osteoma (terutama pada mandibula, tulang tengkorak dan sinus hidung), tumor epidermoid multiple, kista sebaseus dan tumor dermoid.

Radang usus besar, berupa colitis ulceratif atau penyakit Crohn yang menyebabkan inflamasi atau peradangan pada usus untuk jangka waktu lama, akan meningkatkan resiko terserang kanker kolorektal.

Diet, makanan tinggi lemak (khususnya lemak hewan) dan rendah kalsium, folat dan rendah serat, jarang makan sayuran dan buah-buahan, sering minum alkohol, akan meningkatkan resiko terkena kanker kolorektal.

Merokok, dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker ini karena terjadi induksi oleh 5-lipoxygenaseassociated angiogenic pathways.

42

wanita postmenopause yang menggunakan hormone replacement terapi. Perdarahan peranus (34-60%) berupa darah segar bercampur atau tanpa disertai dengan tinja/feses. Gejala-gejala awal penyakit ini antara lain pendarahan pada usus besar yang ditandai dengan ditemukannya darah pada feses saat buang air besar

Diare atau perubahan bentuk feses, BAB tidak lancar dan dapat disertai rasa mual berlebihan. diare atau sembelit tanpa sebab yang jelas dan berlangsung lebih dari enam minggu

Gejala umum lain yaitu lelah, lesu, berat badan menurun drastis, penurunan berat badan, nyeri perut, serta perut masih terasa penuh meski sudah buang air besar.

Terkadang pasien lambat memeriksakan diri ke dokter karena gejala kanker usus yang relatif bergejala ringan dan berkaitan dengan saluran cerna seperti rasa kembung di perut, rasa sakit serta sembelit.

Kolon asendens: anemia defisiensi zat besi, nyeri abdomen yang tumpul dan tidak jelas (biasanya tidak disertai dengan obstruksi karena diameter lumen yang lebar dan feses yang encer). Usus besar sebelah kanan (kolon asendens) memiliki diameter yang besar dan dinding yang tipis. Karena isinya berupa cairan, kolon

43

asendens tidak akan tersumbat sampai terjadinya stadium akhir kanker. Tumor pada kolon asendens bisa begitu membesar sehingga dapat dirasakan melalui dinding perut. Lemah karena anemia yang berat mungkin merupakan satu-satunya gejala

Kolon desendens: perubahan pola defekasi, obstruksi, nyeri kolik pada abdomen, hematokezia. Usus besar sebelah kiri (kolon desendens) memiliki diameter yang lebih kecil dan dinding yang lebih tebal dan tinjanya agak padat. Kanker cenderung mengelilingi bagian kolon ini, menyebabkan sembelit dan buang air besar yang sering, secara bergantian. Karena kolon desendens lebih sempit dan dindingnya lebih tebal, penyumbatan terjadi lebih awal. Penderita mengalami nyeri kram perut atau nyeri perut yang hebat dan sembelit. Tinja bisa berdarah, tetapi lebih sering darahnya tersembunyi, dan hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan laboratorium.

Kebanyakan

kanker

menyebabkan

perdarahan,

tapi

biasanya

perlahan.

Pada kanker rektum, gejala pertama yang paling sering adalah perdarahan selama buang air besar. Jika rektum berdarah, bahkan bila penderita diketahui juga menderita wasir atau penyakit divertikel, juga harus difikirkan kemungkinan terjadinya kanker. Pada kanker rektum, penderita bisa merasakan nyeri saat buang air besar dan perasaan bahwa rektumnya belum sepenuhnya kosong. Duduk bisa terasa sakit. Tetapi biasanya penderita tidak merasakan nyeri karena kankernya, kecuali kanker sudah menyebar ke jaringan diluar rektum. Terdapat perbedaan gejala klinis antara tumor yang berada pada kolon kanan dan kolon kiri, seperti dikemukakan pada tabel berikut. Kolon kanan Tipe tumor Kaliber viskus Isi viskus Vegetatif ulseratif Besar Setengah cair Kolon kiri Stenosis, infiltratif/ invasif Kecil Setengah padat

44

Fungs utama

Absorbsi

Penyimpanan

berdasarkan perjalanan penyakit dapat dibedakan menjadi : 1. Kanker Kolon Dini

Karsinoma kolorektal dini adalah keganasan usus besar yang masih terbatas pada lapisan mukosa dan submukosa dinding usus, dengan bermacam bentuk manifestasi, diantara berbagai tipe kanker kolorkatal dini, tipe depress merupakan tipe yang paling sulit dikenali khususnya dengan pemeriksaan endoskopi konvensional.

Perkembangan tumor secara transmural lebih cepat ditemukan pada kanker kolorektal dini tipe deress. Pada tipe protrude invasi kearah submukosa lebih jarang disbanding type yang lain.

45

Pada type depress secara histopatologi didapat 3 pola invasi kedalam lapisan submukosa yaitu : Penetrasi, ekspansi ke samping dan penyebaran superficial.

1. Tipe Penetrasi Invasi secara penetrasi kedalam lapisan submukosa terjadi melalui ruang perivaskuler saat tumor masih kecil dengan diameter sama atau lebih kecil dengan diameter sama atau lebih kecil dari 5 mm. Tumor mengalami pembelahan dalam lapisan submukosa membentuk massa yang akan menghasilkan tonjolan kea rah luar.

2. Ekspansi Kesamping Pada keadaan ini terjadi ekspansi kesamping mencapai jarak mendekati 10 mm, sebelum terjadi invasi kedalam lapisan submukosa. Lapisan mukosa normal ditepi tumor akan menonjol sebagai akibat penekanan tumor.

3. Penyebaran Superficial Penyebaran ini terjadi karena ekstensi pada lapisan mukosa permukaan.

2. Kanker kolon lanjut

Perkumpulan gastroenterologi Jepang mengusulkan istilah kanker kolon dini apabila lesi masih terbatas sampai daerah submukosa lapisan usus besar. Terdapat persamaan menurut klasifikasi yang diajukan oleh Joint Commite on Cancer/ Union Internationale Contre le Cancer. Stadium tumor merupakan faktor prognosis yang sangat penting. Dasar utama penentu kelangsungan hidup penderita adalah penyebaran massa tumor kedalam dinding usus, kelenjar getah bening dan organ lain yang terlibat. Berbagai macam penentuan stadium penyakit telah digunakan untuk menentukan angka kelangsungan hidup. Kanker kolon merupakan akhir dari suatu proses perubahan menuju kanker dari mukosa usus besar normal yang memakan waktu sdikitnya 10 tahun. Perubahan berjalan

46

perlahan, oleh karenanya tidaklah mengherankan pabila acapkali dijumpai penderita kanker kolon tanpa gejala atau relatif bergejala ringan pada saat penyakit ditemukan. Gejala yang muncul dapat berkaitan dengan saluran cerna.

Gejala Umum Gejala umum yaitu perasaan cepat lelah, lesu dan berat badan menurun. Keadaan tersebut disebabkan karena anemia. Dua studi kolonoskopi yang dilakukan pada penderita anemia kekurangan zat besi ditemukan 6% dan 11% penderita kanker kolorektal.

Gejala spesifik mempunyai nilai prediksi yang tinggi, namun harus diingat bahwa 20% s/d 40% penderita kanker kolon tidak memberikan gejala atau tanda spesifik.

Gejala Ekstrakolon Gejala ini muncul setelah terjadi penyebaran setempat atau penyebaran ke organ yang jauh. Dapat terjadi fistel pada kantong kemih, vagina atau usus. Gejala kadangkadang dapat muncul sebagai gejal infeksi. Jika telah terjadi metastasis ke organ lain, muncul gejala yang susuai dengan tempat terjadinya metastasis.

Gejala Asimtomatik Menentukan pravalensi kanker kolon asimtomatik tidaklah mudah hal ini berkaitan dengan design studi yang dilakukan. Banyak penelitian yang dilakukan pada

47

kasusu operasi, yang sebagian besar kasusu-kasus stadium awal dan kasus yang dapat ditangani secara endoskopi. Oleh karena itu studi dari US dan Eropa hanya memperlihatkan angka 5% s/d 12.5%. II.7 Diagnosis Untuk mendiagnosa penyakit kanker usus, dokter akan melakukan pemeriksaan laboratorium lewat pemeriksaan tinja serta pemeriksaan kolonoskopi. Pemeriksaan kolonoskopi dilakukan dengan memasukkan pipa lentur yang dilengkapi kamera dan jarum biopsi. Melalui pemeriksaan ini selaput lendir usus besar dapat dilihat dan bagian yang mencurigakan dapat dipotret serta dibiopsi (diambil sedikit jaringan).

Pemeriksaan kolonoskopi relatif aman, tidak berbahaya, hanya memang pemeriksaan ini tidak menyenangkan.

Seperti kanker

lainnya,

pemeriksaan penyaring rutin, membantu penemuan dini dari kanker kolorektal. Tinja diperiksa secara mikroskopik untuk menghitung jumlah darah. Untuk membantu meyakinkan hasil pemeriksaan yang tepat, penderita memakan daging merah tinggi serat selama 3 hari sebelum pengambilan sampel tinja.

Bila pemeriksaan penyaring ini menunjukan kemungkinan kanker, dibutuhkan pemeriksaan lanjutan. Sebelum dilakukan endoskopi, usus dikosongkan, seringkali dengan menggunakan pencahar dan beberapa enema.

48

Sekitar

65%

kanker

kolorektal

dapat

dilihat

dengan

sigmoidoskop.

Bila terlihat polip yang mungkin ganas, seluruh usus besar diperiksa dengan kolonoskopi, yang daya jangkaunya lebih panjang. Beberapa pertumbuhan yang terlihat ganas diangkat dengan menggunakan alat bedah melalui kolonoskopi, pertumbuhan lainnya harus diangkat dengan pembedahan biasa.

Kolonoskopi Pemeriksaan darah dapat membantu dalam menegakkan diagnosis.

Pada 70% orang yang menderita kanker kolorektal, kadar antigen karsinoembriogenik dalam darahnya tinggi. Bila sebelum kanker diangkat kadar antigen ini tinggi, maka sesudah pembedahan kadarnya bisa turun. Pada kunjungan berikutnya, kadar antigen ini diukur kembali; jika kadarnya meningkat berarti kanker telah kambuh kembali. Bisa juga dilakukan pengukuran 2 antigen lainnya, yaitu CA19-9 dan CA 125, yang mirip dengan antigen karsinoembbriogenik. Pemeriksaan kolonoskopi merupakan pilihan dan cara membuat diagnosis kanker kolorektal yang akurat. Pengamatan kolonoskopi sebelum tindakan operasi harus dikerjakan. Dengan pemeriksaan kolonoskopi dapat dilakukan biopsi untuk memastikan ada tidaknya suatu kanker. Dapat pula dilakukan polipektomi pada polipsinkronos jinak, karena sinkronos polip jinak dapat ditemukan pada 13% s/d 62% kasus. Sinkronos kanker juga dapat ditemukan pada 2% s/d 8% kasus, sehingga kemungkinan strategi operasi dapat berubah. Apabila tindakan operasi akan dikerjakan melalui operasi laparoskopi. II.8 Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboraturium

Carcinoembryonic antigen
o

Level preoperative carcinoembryonic antigen (CEA) level dapat membantu manajemen klinik kanker kolorektal. CEA meningkat pada poorly differentiated colon or rectal carcinomas.

49

Jika level CEA preoperative meningkat, dapat dilakukan monitoring untuk mengetahui adanya rekurensi, dimana CEA dapat pula meningkat jika terjadi gangguan pada pancreas dan hepatobiliaris, dan peningkatan tidak selalu akibat dari proses keganasan. Perlu ditunjang dengan test lain seperti CT scan dan kolonoskopi.

Antigen kanker 19-9: tumor markers lainnya yang dapat membantu dalam penegakkan diagnosa.

Pemeriksaan hematology, termasuk jumlah sel darah dan elektrolit, dan pemeriksaan kimia darah. Pemeriksaan test fungsi hati, biasanya akan meningkat apabila terjadi metastase ke hati.

Urinalysis

2. Pemeriksaan radiologi

Foto thorax, merupakan evaluasi rutin dan dapat mengetahui stadium pada kanker kolon jika terjadi metastase pada paru-paru.

Computed tomographic scanning


o

Abdominal atau pelvic CT scans sangat membantu dalam mendiagnosa kanker kolon, jika terjadi metastase ke nodus limfatikus dank ke hati. Multiple metastase ke hati merupakan inoperable untuk operasi dan kemoterapi.

50

Chest CT scans dapat mengidentifikasikan adanya metastase ke hati. Prognosis akan memburuk pada pasien dengan metastase ke hati dan paru.

PET imaging (FDG-PET) dapat membantu dalam menentukan stadium kanker kolorektal dan mendeteksi adanya rekurensi.

3. Prosedur pemeriksaan dengan kolonoskopi

Kolonoskopi dilakukan dengan memasukan alat ke dalam kolon dan dapat dilakukan untuk biopsy pada pasien dengan polip kolon. o Pembersihan bowel yang adekuat dengan polyethylene glycol 3350 [GoLYTELY, NuLYTELY], magnesium citrate [Citroma], senna [XPrep]) untuk mempersiapkan pasien untuk endoscopy, colonoscopy, and barium x-ray. o Pemeriksaan total kolonoskopi sebaiknya dikerjakan bila menemukan polip adenoma dibagian distal kolon. Pendapat ini didasarkan pada hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa resiko adenokarsinoma kanker kolorektal di bagian proksimal seesar 0,5% untuk polip tubulus berukuran 1 cm; 2,9 s/d 6,6% pada kelompok tubulovilus, vilus polip besar didaerah kolon distal. Kemungkinan ditemukan polip daerah proksimal akan meningkat bila ditemukan polip multipel. o Angka kejadian polip kolon proksimal lebih besar pada penderita polip adenoma kolon distal lanjut ( > 10% ) dibandingkan dengan penderita dengan polip berukuran 1 cm ( < 1% ).

Double-contrast barium enemas merupakan pemeriksaan untuk skrinning dan diagnosa kanker kolon.
o

Kemampuan kombinasi pemeriksaan barium dan enema

51

sigmoidoskopi pada kasus perdarahan saluran cerna bawah lebih baik daripada pemeriksaan kolonoskopi terutama untuk mendiagnosis kelainan jinak seperti divertikel, tetapi kolonoskopi tetap lebih sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis.

Flexible sigmoidoscopy merupakan pemeriksaan skrinning untuk mendeteksi polip atau kanker yang berjarak 60 cm dari anus.

Pemeriksaan lain yang juga dapat membantu menentukan diagnosa :


Fecal occult blood test, pemeriksaan darah samar feses di bawah mikroskop Colok dubur. Biopsi, tindakan pengambilan sel atau jaringan abnormal dan dilakukan pemeriksaan di bawah mikroskop.

52

II.9 Stadium Langkah penentuan stadium (kecuali stadium IV saat diagnosis)

CT scan abdomen dan pelvis Uji fungsi hepar, foto rontgen toraks Informasi terbaik untuk penentuan stadium diporoleh saat operasi CEA: petanda tumor yang meningkat pada kanker kolon (dan keganasan lain termasuk payudara, paru, dan pankreas) yang sebaiknya dipergunakan hanya pada pas/en dengan riwayat karsinoma kolon untuk mencari rekurensi atau untuk mengikuti respons terhadap pengobatan

Stadium 0 (carcinoma in situ) Kanker belum menembus membran basal dari mukosa kolon atau rektum. Stadium I Kanker telah menembus membran basal hingga lapisan kedua atau ketiga (submukosa/ muskularis propria) dari lapisan dinding kolon/ rektum tetapi belum menyebar keluar dari dinding kolon/rektum (Duke A). Stadium II Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding usus kolon/rektum dan ke jaringan sekitar tetapi belum menyebar pada kelenjar getah bening (Duke B). Stadium III Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada organ tubuh lainnya (Duke C). Stadium IV Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya (Duke D). Stadium TNM menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC)

53

Stadium 0 I

T Tis T1 T2

N N0 N0 N0 N0 N0 N1 N1 N2 Any N

M M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M1

Duke A

II A II B III A III B III C IV

T3 T4 T1-T2 T3-T4 Any T Any T

Keterangan T : Tumor primer Tx : Tumor primer tidak dapat di nilai

T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer Tis : Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau terjadi invasi pada lamina propria T1 : Tumor menyebar pada submukosa T2 : Tumor menyebar pada muskularis propria T3 : Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa atau ke dalam jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum mengenai peritoneal. : Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan perforasi peritoneum viseral. : Kelenjar getah bening regional/node : Penyebaran pada kelenjar getah bening tidak dapat di nilai

T4

N Nx

N0 : Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening N1 : Telah terjadi metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional N2 : Telah terjadi metastasis pada lebih dari 4 kelenjar getah bening 54

: Metastasis

Mx : Metastasis tidak dapat di nilai M0 : Tidak terdapat metastasis M1 : Terdapat metastasis II.10 Penatalaksanaan Tujuan dari pengobatan kanker adalah mencapai kesembuhan. Kesembuhan sangat ditentukan oleh jenis kanker dan stadium penyakit saat diagnosis dibuat. Banyak penderita kanker lanjut baru dating ke dokter, sehingga kesembuhan tidak dapat dicapai. Keadaan ini terjadi karena kewaspadaan terhadap penyakit kanker masih rendah. Pemahaman tentang perkembangan penyakit ini belum banyak diketahui. Pengobatan utama pada kanker kolorektal adalah pengangkatan bagian usus yang terkena dan sistem getah beningnya. 30% penderita tidak dapat mentoleransi pembedahan karena kesehatan yang buruk, sehingga beberapa tumor diangkat melalui

elektrokoagulasi. Cara ini bisa meringankan gejala dan memperpanjang usia, tapi tidak menyembuhkan tumornya. Pada kebanyakan kasus kanker kolon, bagian usus yang ganas diangkat dengan pembedahan dan bagian yang tersisa disambungkan lagi. Untuk kanker rektum, jenis operasinya tergantung pada seberapa jauh jarak kanker ini dari anus dan seberapa dalam dia tumbuh ke dalam dinding rektum.

55

Pengangkatan seluruh rektum dan anus mengharuskan penderita menjalani kolostomi menetap (pembuatan hubungan antara dinding perut dengan kolon). Dengan kolostomi, isi usus besar dikosongkan melalui lubang di dinding perut ke dalam suatu kantung, yang disebut kantung kolostomi. Bila memungkinkan, rektum yang diangkat hanya sebagian, dan menyisakan ujung rektum dan anus. Kemudian ujung rektum disambungkan ke bagian akhir dari kolon. Terapi penyinaran setelah pengangkatan tumor, bisa membantu mengendalikan pertumbuhan tumor yang tersisa, memperlambat kekambuhan dan meningkatkan harapan hidup. Pengangkatan tumor dan terapi penyinaran, efektif untuk penderita kanker rektum yang disertai 1-4 kanker kelenjar getah bening. Tetapi kurang efektif pada penderita kanker rektum yang memiliki lebih dari 4 kanker kelenjar kelenjar getah bening.

Jika kanker kolorektal telah menyebar dan tampaknya pembedahan tidak membantu penyembuhan, bisa dilakukan kemoterapi dengan florouracil dan levamisole, yang bisa meningkatkan harapan hidup.

Bila kanker kolorektal telah begitu menyebar sehingga tidak dapat diangkat seluruhnya, pembedahan untuk meringankan penyumbatan usus, bisa meringankan gejala. Tetapi harapan hidupnya hanya sekitar 7 bulan. Jika kanker telah menyebar hanya ke hati, obat kemoterapi dapat disuntikan langsung ke dalam pembuluh darah yang menuju ke hati. Meskipun mahal, pengobatan ini bisa memberikan lebih banyak keuntungan daripada kemoterapi yang biasa. Tetapi pengobatan ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Bila kanker telah menyebar di luar hati, pengobatan ini tidak efektif lagi. Setelah kanker kolorektal diangkat seluruhnya melalui pembedahan, dilakukan kolonoskopi untuk memeriksa usus yang tersisa, sebanyak 2-5 kali setiap tahunnya.Bila

56

pemeriksaan ini tidak menunjukkan adanya kanker, pemeriksaan berikutnya dilakukan setiap 2-3 tahun sekali Meski pada intinya mengandalkan pembedahan, namun pilihan terapi kanker kolorektal yang tepat pada dasarnya disesuaikan dengan stadium kanker. Hal ini dikemukakan oleh Prof. Yoshihiro Moriya dari Jepang. "Tujuan dilakukan stadium preoperatif adalah untuk menentukan teknik pembedahan dan memilih terapi adjuvan yang appropiate pasca-operasi. Maka perlu dilakukan diagnosis yang akurat tentang penyebaran tumor di pelvis dan mengintegrasikan hasil diagnosis dengan penemuanpenemuan selama operasi".

Untuk kanker rektal stadium 1 (T1), ada beberapa pilihan terapi, namun untuk T2 atau stadium yang lebih tinggi, laparotomi dan pembedahan radikal merupakan standar internasional. Kanker yang sudah mencapai stadium 3, ada perbedaan penanganan yang sangat jelas antara di Barat dan di Jepang terutama dalam hal terapi adjuvan dan jangkauan reseksi. Di negara Barat, Total Mesorectal Excicion (TME) merupakan gold standart. Dan untuk T3 yang sudah meluas dan hampir mendekati mesorectal fascia, radioterapi diberikan sebagai terapi adjuvan. Selain itu, di negara Barat, diagnosis untuk menentukan derajat penetrasi ke dinding rektal ditetapkan dalam posisi penting sebagai prosedur preoperatif.

Menurut Dr. Roger Leicester asal Inggris, pasien dengan kanker yang sudah bermetastasis luas tidak akan mendapat keuntungan dengan tindakan reseksi tumor utama, bahkan mungkin mengalami gejala berat berkaitan dengan obstruksi maupun keluarnya darah dan mukus. "Pasien usia lanjut dengan risiko morbiditas juga menunjukkan risiko tinggi untuk pembedahan dan tidak akan mendapat hasil yang fungsional akibat reseksi anterior bawah". 1. Kemoterapi First-line standard therapy dari metastase kanker kolorektal, dengan kombinasi 5FU, leucovorin (LV), dan irinotecan (CPT11) lebih baik daripada menggunakan 5-FU/leucovorin atau CPT11 secara tunggal. Pada tahun 2004, therapi anti-VEGF

57

dengan bevacizumab (Avastin) menunjukan peningkatan survival-rate pada pasien yang mendapatkan kombinasi Avastin dengan irinotecan, 5-FU, dan

leucovorin. Kanker kolorektal merupakan tipe kanker pertama yang berespons terhadap terapi antiangiogenik, yang telah diteliti oleh Herb Hurwirtz, dkk. Standard therapy untuk metastase pada kanker kolon, yaitu CPT11 plus 5FU/leucovorin, atau lebih dikenal dengan Saltz regimen. Pada tahun 2005, standard therapy untuk metastase pada kanker kolon adalah IFL dengan bevacizumab (irinotecan, 5-FU, leucovorin, Avastin).
o

Agents Saltz regimen diberikan secara injeksi IV seminggu sekali selama 4 minggu, dan dilanjutkan pada minggu ke-6.

Diare merupakan efek samping dari regimen ini,

kombinasi dari

5-

FU/leucovorin/CPT11 mempunyai potensial toksisitas yang berat, dimana akan meningkatkan dehidrasi dan kolaps pembuluh darah.

Kemoterapi intrahepatic pada kanker kolon dengan metastase ke liver dapat digunakan intrahepatic (intraarterial) chemotherapy dengan floxuridine (FUDR), dapat digunakan pda keadaan :
o o

Setelah reseksi primer kanker kolon dan nodus limfatikus. Pilihan kedua untuk pasien dengan lesi liver multiple atau pada lesi yang berukuran besar.

Sclerosing cholangitis

Terapi adjuvant untuk kanker colon adalah 5-FU/leucovorin


o

Pada penelitian menunjukan peningkatan survival rate pada pasien dengan Dukes C yang mendapatkan kemoterapi adjuvant. 5-FU digunakan secara infus setiap hari untuk 5 hari setiap 4 minggu (Mayo Clinic regimen) dan setiap minggu untuk 6 minggu dengan 2 minggu berhenti (Roswell Park regimen).

Kontroversial kemoterapi untuk stadium II (Dukes B), dimana harus menentukan pasien yang dapat menerima kemoterapi seperti (large primary tumor [T4], pathologic T3 level of invasion >15 mm, lokasi tumor pada bagian kiri, tumor yang telah mengalami obstruksi atau perforasi,

58

tumor poorly differentiated, invasi perineural, dan telah menginvasi ke vena. Kemoterapi pada kanker kolorektal metastasis dan rekurensi

Sekitar 50-60 % pasien kanker kolorektal terdiagnosis dalam stadium lanjut. Kanker kolorektal stadium IV atau rekurensi seringkali mengenai hati, paru atau bermetastasis pada peritoneal. Alur pilihan regimen kemoterapi pada kanker kolon stadium lanjut atau metastasis berdasarkan pedoman terapi kanker kolorektal National Comprehensive Cancer Network V.2.2007. Terapi Pertama Terapi setelah progresif I FOLFIRI atau Irinotecan atau FOLFOX + Bevacizumab atau CapeOX + Bevacizumab FOLFIRI Cetuximab atau Cetuximab Irinotecan Atau FOLFOX atau CapeOX atau Pasien yang mentoleransi terapi intensif FOLFORI + Bevacizumab Cetuximab atau Panitumumab atau Cetuximab Irinotecan Atau 5FU/Leucovorin + FOLFOX CapeOX atau Irinotecan Cetuximab Panitumumab atau atau Cetuximab Panitumumab atau Cetuximab + Irinotecan FOLFOX atau + CapeOX atau + Terapi setelah progresif II Cetuximab Panitumumab atau atau

Cetuximab + Irinotecan + Penelitian atau terapi suportif

59

Bevacizumab Irinotecan atau FOLFIRI

Cetuximab + Irinotecan Cetuximab Panitumumab atau Cetuximab + Irinotecan atau

Regimen yang diakui oleh FDA untuk kanker kolorektal stadium lanjut Diakui oleh FDA Amerika Regimen Terapi lini Terapi lini Tahun pertama Bevacizumab + regimen berbasis 5-FU (FOLFOX-4,IFL, FOLFIRI dan LV5FU2) Cetuximab (monoterapi / + irinotecan) FOLFOX 2004 Lini I : 2004, Lini II : 2002 FOLFIRI IFL Irinotecan Capecitabine 2000 2000 1998 2002 kedua FDA 2004 diakui oleh

Bevacizumab, terapi anti-angiogenesis pertama yang merupakan pendekatan baru untuk terapi kanker metastatik yang telah disetujui penggunaannya oleh FDA di Amerika Serikat pada bulan Februari 2004 untuk terapi kanker kolorektal stadium lanjut dengan kombinasi kemoterapi berbasis 5-FU, setelah melewati fast-track status di tahun 2003. Bevacizumab mendapatkan persetujuan di Eropa tahun 2005. Di Indonesia, bevacizumab juga telah mendapatkan persetujuan pada bulan Mei 2006 dari Badan POM.

60

Obat ini membidik VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor), mediator kunci angiogenesis, dengan menutup akses pasokan darah yang sangat penting untuk pertumbuhan tumor, mencegah penyebaran ke seluruh tubuh (metastasis) dan meningkatkan efektifitas kemoterapi pada tumor. Pengembangan bevacizumab merupakan puncak penelitian selama bertahun-tahun yang mewujudkan harapan lama akan pembuktian bahwa terapi anti-angiogenesis memiliki peranan yang sangat penting dalam terapi kanker. 2. Tata laksana pembedahan pada tumor kolon Kolosnoskopi Polipektomi

Kolonoskopi dan polipektomi merupakan langkah kuratif pada karsinoma insitu yang berasal dari transformasi polip. Tampaknya pada keadaan ini tidak terdapat potensi penyebaran (metastasis). Sedangkan karsinoma submukosa yang berasal dari

transformasi polip dianjurkan untuk dilakukan operasi reseksi usus. Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa potensi metastasis ke kelenjar getah bening sebesar 12% bilamana ditemukan proses metastases di kelenjar getah bening tambahan pemberian terapi obat anti kanker merupakan pilihan yang bijaksana. Pembedahan Operasi merupakan terapi utama kanker kolon lanjut. Tujuan dari operasi adalah penyembuhan dan mengurangi keluhan. Operasi pengangkatan tumor pada proses metastase tetap diperlukan dengan tujuan menghindari terjadinya penyumbatan oleh masa tumor, atau mencegah perdarahan karena kanker. Bilamana peluang penyembuhan kanker masih ada, banyak pilihan teknik operasi dapat diterapkan. Namun pada dasarnya reseksi harus dapat menghasilkan batas sayatan bebas tumor dan jaringan pericolic juga bebas tumor.

Reseksi dinyatakan kuratif apabila dicapai penurunan resiko penyebaran lokoregional dan kekambuhan. Oleh karena itu untuk mencapai hal tersebut batas sayatan

61

harus lebih besar 5 cm dari batas tumor untuk kanker kolon bagian kanan, kolon transversum, fleksure lienalis, kolon desendens dan kolon sigmoid. Untuk daerah rectum sayatan dapat lebih pendek karena jarak dengan anus terlalu dekat. Hal tersebut terpaksa dilakukan untuk menghindari pembuatan anus buatan.

Kolektomi

Kanan

Tumor didaerah cecum, kolon asending, atau fleksura hepatika memerlukan homikolektomi kanan. Hemokolektomi kanan adalah pengangkatan daerah 5 sampai 8 cm ileum terminal, cecum, kolon asenden, fleksura hepatika dan bagian proksimal kolon transversum. Setelah dilakukan reseksi kemudian dilakukan penyambungan

(anastomesis) antara ileum dan kolon ( side-to-side) Kolektomi Transverse Pengangkatan kolon transversum karena tumor didaerah colon transversum proksimal, tengah dan distal. Operasi kolektomi transverse untuk mengangkat tumor bagian proksimal acapkali mengalamai kesulitan. Diperlukan operasi ekstended hemikolektomi kanan. Sedangkan bila melakukan operasi untuk pengangkatan tumor kolon transversum bagian tengah atau distal, acap ditemukan kesulitan pada penyambungan memerlukan tarikan dan pembebasan jaringan fasia dibelakangnya.

Kadang diperlukan tindakan kolektomi subtotal yaitu mengangkat kolon bagian kanan, transversum, desenden dan sigmoid. Keadaan ini dimaksudkan untuk menjamin

62

asupan darah ke rectum. Operasi ini juga bermanfaat pada keadaan sumbatan total di daerah fleksura lienalis. Kolektomi Kiri dan Sigmoid

Operasi ini dilakukan untuk mengatasi tumor di daerah puncak sigmoid, bagian bawah sigmoid dan rektosigmoid.Potongan bagian proksimal kolon desendus atau bagian kolon transversum disambung dengan bagian proksimal rectum.

3.Radioterapi

Meskipun radical reseksi rektum merupakan terapi yang sering dilakukan, namun memiliki rekurensi yang tinggi (30-50 %). Adenokarsinoma rectum merupakan tumor yang sensitive terhadap ionisasi radiasi. Terapi radiasi dapat dilakukan sebelum aatau setelah operasi dengan atau tanpa kemoterapi tergantung stadium kanker rectum.

Keuntungan dilakukannya radiasi preoperative, yaitu menurunkan stadium tumor menjadi operable, bila tumor tersebut sebelumnya inoperable. Dapat dilakukannya sphincter-sparing procedure dan menurunkan rekurensi local.

Keuntungan dilakukannya terapi radiasi postoperative yaitu dilakukannya reseksi definitive intermediate dan dapat memberikan informasi stadium patologik secara akurat sebelum dimulainya radiasi ionisasi. Sedangkan kerugian radiasi postoperative dapat menunda terapi radiasi adjuvant jika terdapat komplikasi postoperative.

II.11 Skrining Pasien Kanker Berikut disampaikan rangkuman konsensus paduan deteksi dini kanker kolorektal mengenai pilihan-pilihan skrining tersebut : Skrining dilakukan pada orang dewasa berusia 50 tahun.

63

Tujuan utama skrining kanker kolorektal yaitu pencegahan kanker kolon melalui pemeriksaan struktural jika memungkinkan.

Pemeriksaan feses kurang efektif dalam prevensi kanker kolon dibandingkan pemeriksaan struktural. Pemeriksaan feses hanya efektif jika dilakukan secara rutin, dan jika terdapat kelainan, perlu dilakukan kolonoskopi.

Pemeriksaan gFOBT (guaiac-based fecal occult blood test) high sensitivity tiap tahun merupakan pilihan skrining kanker kolorektal. Diambil 2 sampel feses dari 3 sampel yang berurutan. Hasil 3 uji klinis acak terkontrol menyebutkan bahwa gFOBT dapat mendeteksi kanker pada stadium dini dan menurunkan mortalitas kanker kolorektal sebesar 15 % vs 33 %. Jika hasilnya positif, dilanjutkan pemeriksaan kolonoskopi.

Pilihan pemeriksaan lainnya yaitu pemeriksaan FIT (fecal immunochemical test) tiap tahun. Dua tes lebih optimal dibandingkan 1 tes. Jika hasilnya positif, maka dilanjutkan pemeriksaan kolonoskopi.

Pemeriksaan sDNA untuk mendeteksi perubahan DNA pada sel adenoma dan karsinoma yang terdapat dalam feses merupakan pilihan skrining kanker kolorektal, namun interval pemeriksaan belum diketahui. Pemeriksaan ini membutuhkan sedikitnya 30g sampel feses. Jika hasilnya positif dilanjutkan pemeriksaan kolonoskopi.

Pemeriksaan FSIG (flexible sigmoidoscopy) untuk memeriksa rektum, sigmoid, dan kolon desenden setiap 5 tahun merupakan pilihan deteksi kanker kolorektal dan polip. Pemeriksaan tambahan yang dianjurkan yaitu gFOBT highly sensitive atau FIT tiap tahun. Jika hasilnya positif, dilanjutkan pemeriksaan kolonoskopi.

Pemeriksaan kolonoskopi tiap 10 tahun dapat menjadi pilihan skrining kanker kolorektal dan polip.

Pemeriksaan barium enema kontras ganda atau barium enema air-contrast tiap 5 tahun merupakan pilihan skrining kanker kolorektal dan polip. Adanya hasil abnormal merupakan indikasi kolonoskopi.

Pemeriksaan CTC (computed tomographic colonography) tiap 5 tahun merupakan pilihan skrining untuk kanker kolorektal dan polip. Adanya polip berukuran 6mm merupakan indikasi kolonoskopi.

64

Setiap pilihan skrining mempunyai keunggulannya sendiri dan telah terbukti bersifat cost-effective, berhubungan dengan risiko dan keterbatasannya masingmasing. Pilihan skrining didasari pada pilihan pasien dan ketersediaan sarana.

DAFTAR PUSTAKA 1. Bagian Bedah Staf Pengajar FKUI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Edisi 1. Jakarta : 1995. 2. http://www.emedicine.com, cancer colorectal. Di download tanggal 11 agustus 2008 3. http://www.library.usu.ac.id/download.pdf. Di download tanggal 11 agustus 2008, pukul 19 : 25 WIB. 4. http ://www.mayoclinic.com, di download tanggal 11 agustus 2008 5. http ://www.depkes.go.id, gaya hidup penyebab kanker kolorektal. Di download tanggal 11 juli 2008 6. http :www.cancer.gov, colon and rectal cancer. Di download tanggal 11 agustus 2008 7. Leonhardt, Helmut. Atlas Berwarna & Teks Anatomi Manusia. Edisi 6. Hipokrates. Jakarta : 1997.

65

8.

Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi II jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta : 2001.

9. Sabiston, David. C. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta : 1994. 10. Sjamsuhidajat.R., Jong, W.D. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta : 2005.

66

You might also like