You are on page 1of 1

Laporan Dari Ibu, Halmahera Barat

Krisis agraria dan sosial-ekologis di Maluku Utara kian hari, kian meningkat. Dari Kabupaten Halmahera Barat, tepatnya di desa Togola Wayoli, Togola Sangir dan dan Tahafo di Kecamatan Ibu, sedang berlangsung perampasan tanah dan ruang hidup orang-orang Halmahera Barat. Saat ini, suatu proyek alih fungsi lahan besar-besaran untuk dijadikan sebagai lahan sawah baru sedang dikerjakan oleh Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat. Proyek ini (mungkin) adalah bagian dari program Kementerian Pertanian untuk menyiapkan lahan sawah baru di seluruh Indonesia. Untuk Provinsi Maluku Utara direncanakan seluas 10.400 ha (Rancangan RENSTRA Kementan 2010-2014). Diawali dengan pembangunan irigasi, kebun-kebun kelapa, pala dan cengkeh yang berada di sepanjang DAS Tahafo milik petani di tiga kampung diatas mulai digusur. Odhy, salah seorang peserta Sekolah Agraria Halmahera, menginformasikan bahwa alat-alat berat mulai bergerak menghancurkan pohonpohon kelapa, cengkeh dan pala masyarakat yang telah ditandai oleh pekerja disepanjang aliran sungai Tahafo (sungai yang akan dijadikan irigasi). Parahnya lagi, aparat keamanan juga ikut mengawal berlangsungnya proses penghancuran tersebut (dengan menyiapkan pos keamanan disetiap titik). Sedangkan lahan yang direncanakan menjadi lahan sawah baru merupakan lahan yang sebagian besar berada di wilayah dusun sagu suku Gamkonora (salah satu suku di Halmahera barat, dan ketiga kampung tersebut berada dalamnya). Merasa bahwa ruang hidup mereka terancam, mahasiswa (termasuk Odhy) dan masyarakat dari desa Tahafo dan Desa Togola Sangir yang menolak, mulai melakukan perlawanan. Sedangkan masyarakat dari desa Togola Wayoli cenderung menerima. Masyarakat dari kedua desa (desa Tahafo dan Togola Sangir) menyambangi lokasi penggusuran, sebagian besar membawa senjata tajam, sebagai bentuk protes agar penggusuran atas tanaman-tanaman mereka dihentikan. Alasan masyarakat kedua desa adalah, mereka tidak pernah akan mengganti tanaman (kelapa, pala dan cengkeh) dengan sawah, karena itu merupakan sumber hidup masyarakat. Namun penggusuran terus dilakukan karena aparat keamanan terus mengawal ketat. Konflik hampir pecah ketika aparat keamanan menyuruh pekerja untuk terus menghancurkan kebun-kebun masyarakat, dengan alasan bahwa lahan tersebut adalah tanah negara. Ketegangan kemudian mereda setelah Kepala Desa-Kepala Desa ketiga desa beserta Camat Ibu berjanji kepada masyarakat untuk sama-sama menemui Bupati Halmahera Barat agar meminta kejelasan terkait dengan proyek tersebut. Sebab, jika tidak ada kejelasan, orang-orang desa Tahafo dan Togola Sangir siap mati untuk mempertahankan tanah mereka.

You might also like