You are on page 1of 100

LAPORAN TUTORIAL B BLOK 15

disusun oleh: Kelompok III Anggota: Melinda Rahcmadianty Kardiyus Syaputra. Meylinda Rahmat Taufan Dwi Novia Putri Dwi Jaya Sari Risha Meilinda Kinanthi Sabilillah Rullis Dwi I Raisa Putri S. Carollius P. Putra Fatimah Shellya Terry Mukminah S Robiokta Alfi Mona 04111001014 04111001016 04111001028 04111001030 04111001053 04111001056 04111001069 04111001071 04111001082 04111001095 04111001120 04111001123 04111001124 04111001125

Tutor : dr. Rini Nindela

PENDIDIKAN DOKTER UMUM FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SRIWIJAYA 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan Tutorial ini dapat terselesaikan dengan baik. Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian dari skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Tim Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan laporan ini. Tak ada gading yang tak retak. Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.

Tim Penyusun

DAFTAR ISI Halaman Judul Kata Pengantar.............................................................................................. Daftar Isi....................................................................................................... Pembahasan Skenario: I. II. III. IV. V. VI. Skenario.............................................................................................. Klarifikasi Istilah................................................................................ Identifikasi Masalah........................................................................... Analisis Masalah................................................................................ 3 4 5 6 1 2

Sintesis................................................................................................ 29 Kesimpulan......................................................................................... 98

VII. Kerangka konsep.................................................................................. 99 Daftar Pustaka.............................................................................................. 100

I.

SKENARIO
Seorang lakik laki, 62 tahun, dirawat di bagian saraf RSMH karena tidak bisa berjalan disebabkan kelemahan separuh tubuh sebelah kanan yang terajdi secara tiba tiba saat penderita sedang beristirahat. Saat serangan penderita mengalami sesak napas dan jantung berdebar. Pasien tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan maupun isyarat, tetapi masih dapat memahami isi pikiran orang lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat. Pasien menderita darah tinggi dan kencing manis selama 5 tahun tapi kontrol tidak teratur. Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya. Pemeriksaan fisik : a. Status generalikus : Sensorium : compos mentis, GCS : 15 Vital sign : TD : 170/100 mmHg, N : 100 x / mnt iregular, RR : 20 x/mnt, Temp : 36,7
o

BB : 80 kg, TB : 165 cm Kepala : dalam batas normal Thorax : Cor : ictus cordis 2 jari lateral LMC sinistra ICS V, HR : 115 bpm iregular, murmur sistolik grade II di areal katup mitral Pulmo : dalam batas normal b. Status neurologikus : Kerutan dahi simetris,lagofthalmus(-),plica nasobialis kanan datar, sudut mulut kanan tertinggal, lidah deviasi ke kanan, fasikulasi (-), atrofi papil (-),disatria (bicara pelo) Fungsi Motorik: Ext. Superior et inferior dextra et sinistra : Gerakan kurang/cukup, kekuatan 2/5, tonus meningkat/normal, clonus-/-, refleks fisiologis meningkat/normal, refleks patologis (babinsky, chaddock) +/Fungsi sensorik : dalam batas normal Fungsi luhur: afasia motorik Pemeriksaan neurologis lain dalam batas normal

Laboratorium : Darah rutin : Hb : 12,3 G/DL, Ht: 37 vol%, leukosit : 7000/mm3, LED : 30 mm/jam, trombosit : 270.000/mm3 Kimia klinik : Kolestrol total : 300 mg/dl, LDL : 190 mg/dl. HDL : 35 mg/dl, Trigleserida : 400 mg/dl BSN : 160 mg/dl, BSPP : 250 mg/dl Ureum : 40 mg/dl, creatinin : 1,1 mg/dl

EKG: HR: 1000115 bpm iregular, left axis deviation, LV stain

II.

KLARIFIKASI ISTILAH
1. Lagoftalmus 2. Plica nasolabialis 3. Fasikulasi : ketidakmampuan mata untuk menutup sempurna : lipatan antara hiung dan sudut bibir : kontraksi kecil setempat dari otot volunter yang tampak pada permukaan kulit menggambarkan lautan spontasn sejumlah seabut yang dipersarafi oleh filamen saraf motorik tunggal 4. Clonus : rangkaian kontraksi dan relaksasi otot involunter serta brgantian secara cepat 5. Babinsky : dorso flexi ibu jari kaki pada perangsangan telapak kaki 6. Chaddock : pada lesi tractus piramidalis, perangsangan pada bawah maelous ekternalis akan hasilkan extensi ibu jari kaki 7. Afasia motorik : afasia berupa gangguan dalam kemampuan bicara dan menulis, terjadi akibat lesi di insula dan operculum sekelilingnya 8. Jantung berdebar : perasaan berdebar debar atau denyut jantung tidak

teratur yang sifatnya subjectif 9. Murmur sistolik grade II : bising jantung yang terdengar selama sistolik biasanya disebabkan oleh regurgitasi katup mitral atau trikuspid atau obstruksi katup aorta dan pulmonal 10. Refleks fisiologis : aksi atau gerakan yang dipantulkan atau jumlah total setiap respon automatic yang diperantai sistem saraf secara fisiologis bukan patologis 11. Kelemahan separuh tubuh : lemah / berkurang kekuatan ototnya, masih bisa bergeser atau diangkat taipi lemah, tangan dan tungkai ( heminparesis) 12. LV strain 13. Left axis deviasi : pembesaran ventrikel kiri : kondisi gelombang electric kontraks8i ventrikel COR di antara 30 odan - 90 o 14. Ictus cordis 15. Lidah deviasi ke kanan : adalah denyutan jantung pada apex jantung : ketikak lidah diminta keluar, maka lidah akan miring ke kanan 16. Sudut mulut kanan tertinggal : keadaan ketika sudut mulut kanan tidak bisa mengikuti pergerakan setiap mulut dan bibir terutama ke arah sebaliknya baik saat berbicara atau mengunyah 17. Kerutan dahi simetris 18. Sesak napas 19. Atrofi papil 20. Disatria ( bicara pelo ) : garis garis dahi sejajar ketika mengkerut : kesulitan dalam bernafas, nafas pendek (dyspnea) : Pengecilan ukuran sel pada papil. : ketidakmampuan melakukan artikulasi dengan baik dan benar

III.

IDENTIFIKASI MASALAH
1. Laki laki, 62 tahun, tidak bisa berjalan karena kelemahan separuh tubuh sebelah kanan secara tiba tiba saat beristirahat

2. Saat serangan penderita mengalami sesak napas dan jantung berdebar 3. Pasien tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan maupun isyarat, tetapi masih dapat memahami isi pikiran orang lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat 4. Pasien menderita darah tinggi dan kencing manis selama 5 tahun tapi kontrol tidak teratur. 5. Pemeriksaan fisik : Status generalikus : Vital sign : TD : 170/100 mmHg, N : 100 x / mnt iregular BB : 80 kg, TB : 165 cm Kepala : dalam batas normal Thorax : Cor : ictus cordis 2 jari lateral LMC sinistra ICS V, HR : 115 bpm iregular, murmur sistolik grade II di areal katup mitral Status neurologikus : Kerutan dahi simetris,lagofthalmus(-),plica nasobialis kanan datar, sudut mulut kanan tertinggal, lidah deviasi ke kanan, fasikulasi (-), atrofi papil (-),disatria (bicara pelo) Fungsi Motorik: Ext. Superior et inferior dextra et sinistra : Gerakan kurang/cukup, kekuatan 2/5, tonus meningkat/normal, clonus-/-, refleks fisiologis meningkat/normal, refleks patologis (babinsky, chaddock) +/Fungsi sensorik : dalam batas normal Fungsi luhur: afasia motorik

6. Pemeriksaan laboratorium Darah rutin : Hb : 12,3 G/DL, Ht: 37 vol%, leukosit : 7000/mm3, LED : 30 mm/jam, trombosit : 270.000/mm3 Kimia klinik : Kolestrol total : 300 mg/dl, LDL : 190 mg/dl. HDL : 35 mg/dl, Trigleserida : 400 mg/dl

BSN : 160 mg/dl, BSPP : 250 mg/dl Ureum : 40 mg/dl, creatinin : 1,1 mg/dl 7. EKG : HR: 1000115 bpm iregular, left axis deviation, LV stain

IV.

ANALISIS MASALAH
1. Laki laki, 62 tahun, tidak bisa berjalan karena kelemahan separuh tubuh sebelah kanan secara tiba tiba saat beristirahat a. Bagaimana etiologi hemiparesis ? Secara umum : Infark otak (80%) a. Emboli 1.Emboli kardiogenik Fibrilasi atrium dan aritmia lain Thrombus mural dan ventrikel kiri Penyakit katub mitral atau aorta Endokarditis (infeksi atau non infeksi) 2. Emboli paradoksal (foramen ovalepaten) Emboli arkus aorta Aterotrombotik (penyakit pembuluh darah sedang-besar) 3. Penyakit eksrakanial Arteri karotis interna Arteri vertebralis 4. Penyakit intracranial Arteri karotis interna Arteri serebri interna Arteri basilaris Lakuner (oklusi arteri perforans kecil) b. Pendarahan intraserebral (15%).

Hipertensi
.Malformasi artei-vena

.Angipati amiloid c.Pendarahan subaraknoid (5%) d. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan) Trobus sinus dura Diseksi arteri karotis atau vertebralis Vaskulitis system saraf pusat Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intracranial yang progesif) Migren Kondisi hiperkoagulasi Secara khusus : Lesi pada cortex motorik primer : cirinya terjadi gangguan fungsi luhur yaitu gangguan dalam berbahasa, gangguan fraksi, dan gangguan genosis. Lesi pada kapsula interna : terdapat nervus VII dan XII yang bersifat kontralateral. bila ada kelainan maka menyebabkan lesi pada otot-otot bicara yang mengakibatkan bicara pelo. Lesi pada batang otak : Lesi berupa kelumpuhan anggota gerak yang bersifat kontralateral (bila lumpuh pada sebelah kanan maa lesi pada saraf sebelah kiri)

b. Bagaimana hubungan jenis kelamin, usia dengan keluhan yang dialami ? Stroke dapat terjadi pada semua golongan usia. Pada umur 20 tahun prevalensi hipertensi adalah sebesar 2%. Angka ini meningkat menjadi 25% ketika usia 50 tahun dan selanjutnya prevalensi meningkat menjadi 50% ketika usia 70 tahun, tiga perempat serangan stroke terjadi pada orang orang dengan usia 65 tahun keatas. Menurut data statistik, stroke terbanyak dijumpai pada usia diatas 55 tahun, walaupun dapat terjadi pada semua golongan usia. Insidens stroke karena perdarahan lebih sering terjadi pada usia 40 60 tahun sedangkan akibat infark (emboli trombus) lebih sering

dijumpai pada usia 60 90 tahun. Pada usia tua, tunika intima vasa darah tidak selicin dahulu, akibatnya kan lebih mudah untuk mengalami aterosklerosis hingga terbentuk thrombus. Hal ini akan memperbesar resiko untuk mengalami hipertensi dan penyumbatan vasa darah otak akibat emboli atau thrombus. Menurut penelitian yang dilakukan Ecktstrorn dan kawan - kawan, juga penelitian yang dilakukan oleh Suharso, insiden menurut jenis kelamin tidak ada perbedaan bermakna antara pria dan wanita. Namun, berdasarkan penelitian di AS tahun 1950 hipertensi 80-90% dialami pria, karena pria cenderung merokok dan minum minuman beralkohol. Selain itu, wanita dengan adanya hormon estrogen yang mampu melindungi tunica intima, sehingga pada wanita yang belum menopause pembentukan trombus jarang terjadi namun kemungkinan tebentuknya meningkat seiring dengan adanya menopause. . c. Mekanisme dari kelemahan separuh tubuh kanan ? Hipertensi akan mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri jantung sebagai akibat langsung dari peningkatan bertahap tahanan pembuluh perifer dan beban akhir ventrikel kiri. Rangsangan simpato-adrenal yang meningkat dan peningkatan aktivasi system rennin-angiotensin-aldosteron (RAA) sebagai penunjang juga terjadinya hipertrofi ventrikel kiri. Pada stadium permulaan hipertensi , hipertrofi yang terjadi adalah difus (konsentrik). Rasio massa dan volume akhir diastolik ventrikel kiri meningkat tanpa perubahan berarti pada fungsi pompa efektif ventrikel kiri. Pada stadium selanjutnya, rasio antara massa dan volume berkurang oleh karena meningkatnya volume akhir diastolik. Hal ini akan mengakibatkan ventrikel kiri berdilatasi. Keadaan ini membuat pelebaran annulus katup mitral, sehingga sewaktu sistolik, darah yang dipompa tidak seluruhnya meninggalkan ventrikel kiri, sebagian memasuki atrium kiri akibat insufisiensi katup mitral. Akan terdapat aliran turbulensi di distal katup mitral.

Obesitas akan mengakibatkan meningkatnya kadar lemak dan kolesterol dalam darah. Konsentrasi kolesterol yang tinggi dalam plasma dalam bentuk lipoprotein berdensitas rendah. Bersama hipertensi, akan menyebabkan kerusakan endotel vascular dan perubahan lain dalam jaringan vaskular. Usia yang tua akan meningkatkan terjadinya

arteriosklerosis (kekakuan dan penebalan pembuluh darah. Kerusakan endotel vascular akan mengakibatkan timbulnya aterosklerosis

(terbentuknya lesi lemak yang disebut plak ateromatosa pada permukaan dalam dinding arteri) yang dihubungkan dengan meningkatnya paparan molekul adhesi dan lipoprotein berdensitas rendah yang tinggi kolesterol. Rupturnya plak akan mengakibatkan terbentuknya bekuan darah yang akan menyebabkan terbentuknya thrombus atau embolus. Diabetes mellitus berkaitan dengan insufisiensi insulin, sehingga mengakibatkan hiperglikemia. Terdapat beberapa mekanisme hubungan hiperglikemi dengan stroke. Pertama, hiperglikemi mungkin secara langsung bersifat tiksik terhadap otak. Meskipun mekanismenya tidak diketahui secara jelas, akumulasi laktat dan asidosis intraseluler dalam otak yang iskemik mungkin membemberikan kontribusi. Kedua, defisiensi insulin menyebabkan berkurangnya uptake glukosa perifer (yang berarti meningkatkan jumlah glukosa yang tersedia untuk berdifusi ke dalam otak. Dan meningkatnay asalm lemak bebas sirkulasi. Ketiga, pasien dengan diagnosis DM yang mengalami hiperglikemia stress cenderung memiliki abnormalitas gula darah atau DM yang tidak terdiagnosis ketika tidak dalam keadaan stress. Pasien ini mungkin mengalami kerusakan iskemik yang lebih besar pada waktu infark sebagai akibat dari vaskulopati serebral yang mendasari dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami hiperglikemia stress. Keempat, hiperglikemia mungkn mengganggu blood brain barrier dan memacu konversi infark hemoragik. Kelima,

hiperglikemia stress mungkin adalah marker luasnya kerusakan iskemik pada pasien stroke.

faktor-faktor pemicu terjadi nya stroke seperti usia, jenis kelamin, obesitas (dislipidemia dan atherosklerosis), hipertensi dan diabetes mellitus bisa memperberat kerja jantung, terutama ventrikel kiri yang memompa darah ke seluruh tubuh. Lama kelamaan karena ventrikel kiri memompa darah melawan tekanan yang tinggi di arteri, menyebabkan otot ventrikel membesar dan chamber juga membesar. Setelah terjadi hipertrofi ventrikel kiri, maka akan terjadi regurgitasi katup mitral dan dilatasi atrium karena terjadi bendungan volume darah terus menerus. Konduksi yang lebih panjang karena dilatasi atrium menyebabkan terjadi nya atrial fibrilasi yang mempermudah terbentukan thrombus karena aliran darah statis. Lama kelamaan thrombus lepas dan menjadi emboli. Sehingga pada akhirnya akan menyumbat dinding pembuluh darah, seperti pada kasus ini di otak yang menyebabkan stroke iskemik. Stroke iskemia menyebabkan kematian sel otak pada bagian

hemispferium sebelah kiri. Persilangan ini dikarenakan pada medulla oblongata akan terjadi persilangan dari saraf motorik yang berasal dari hemisferium kiri ke sebelah kanan tubuh. Akibatnya jika terjadi stroke, maka akan terjadi kerusakan pada jaras saraf motorik, mengakibatkan terjadinya kelemahan otot pada bagian tubuh sebelah kanan. Mekanismenya : Sumbatan pembuluh darah otak Suplai darah menurun Iskemia jaringan Infark serebri lobus parietal kiri (Kontralateral)

Blok saraf motorik Paralisis tubuh sebelah kanan

Mekanisme kedua terkait dengan faktor aliran darah. Pada aliran laminar dengan kecepatan arus yang tinggi akan terbentuk trombus yang terutama mengandung trombosit karena pada arus yang berkecepatan tinggi, adhesi trombosit dan permukaan trombus di subendotelial tidak tergantung pada fibrinogen. Pada kecepatan arus yang tinggi terjadi penurunan deposit fibrin sementara agregasi trombosit meningkat. Sebaliknya, pada arus berkecepatan rendah seperti pada stasis aliran darah akan terbentuk trombus yang sebagian besar mengandung fibrin, karena pada kecepatan arus yang rendah pembentukan trombus membutuhkan fibrinogen. Stasis darah di atrium merupakan faktor predisposisi terjadinya emboli pada penderita fibrilasi atrium, fraksi ejeksi yang rendah, gagal jantung, infark miokardium dan kardiomiopati dilatasi. Emboli yang telah terbentuk akan keluar dari ventrikel kiri dan mengikuti aliran darah ke arkus aorta. Sekitar 90% emboli tersebut akan menuju otak melalui arteri karotis komunis (90%) dan arteri vertebralis (10%). Emboli melalui arteri karotis cenderung lebih banyak karena penampangnya lebih lurus dibandingkan dengan arteri vertebralis sehingga aliran darah melalui arteri karotis lebih banyak (300 ml/menit) dibandingkan dengan aliran darah yang melalui arteri vertebralis (100 ml/menit). Emboli sering menyumbat di percabangan arteri, karena diameter arteri di bagian distal percabangan lebih kecil daripada di bagian proksimalnya. Kondisi ini terutama dijumpai pada percabangan arteri serebi media bagian distal, arteri basilaris dan arteri serebri posterior. Emboli kebanyakan terdapat di arteri serebri media. Emboli yang berulang pun lebih sering terdapat pada arteri tersebut. Hal ini dikarenakan arteri serebri media merupakan percabangan langsung dari arteri karotis interna dan menerima sekitar 80% dari darah yang masuk ke arteri karotis interna (Japardi, 2002).

Emboli yang menyumbat pembuluh darah yeng menuju ke otak akan mengurangi atau menghentikan aliran darah ke bagian distal dari sumbatan. Sejalan dengan berkurangnya aliran darah, fungsi neuron akan terganggu dalam dua tahap. Pertama-tama, dengan penurunan aliran darah otak dibawah titik kritis, sekitar 20 ml/100 gr otak/menit, akan terjadi kehilangan fungsi elektrisitas neuron. Tahap ini merupakan tahap yang reversibel. Tahap berikutnya merupakan tahap kerusakan ireversibel. Tahap ini terjadi beberapa menit setelah aliran darah otak menurun dibawah titik kritis yang kedua, yaitu 10 ml/100 gr otak/menit. Pada kondisi tersebut, metabolisme aerobik mitokondria mengalami kegagalan dan digantikan dengan metabolisme anaerobik yang kurang memadai dalam menghasilkan energi. Akibat dari defisit energi tersebut, terjadi kegagalan homeostasis ion selular yang tergantung energi. Kondisi ini akan menyebabkan efluks kalium dari dalam sel dan influks natrium serta air ke dalam sel. Kalsium juga memasuki sel dan memperburuk kerusakan mitokondria. Kehilangan homeostasis ion selular tersebut akan menyebabkan kematian sel. Identifikasi dari dua tahap kegagalan fungsi neuron tersebut telah melahirkan konsep iskemik penumbra. Yang dimaksud dengan iskemik penumbra adalah daerah pada otak yang telah mencapai tahap kerusakan reversibel dimana terdapat kegagalan elektrik neuron tapi belum memasuki tahap kerusakan ireversibel dimana terdapat kegagalan homeostasis neuron. Berdasarkan konsep tersebut, jaringan iskemik penumbra dapat diselamatkan dengan memberikan agen penghancur trombus, sehingga perfusi ke otak kembali normal atau dengan memberikan agen yang dapat melindungi neuron yang rentan tersebut dari kerusakan yang lebih parah atau kombinasi dari keduanya. Meskipun ada bukti mengenai validitas konsep iskemik penumbra tersebut, masih belum diketahui seberapa lama neuron yang telah mengalami kerusakan tersebut dapat bertahan. Hal ini menyebabkan rentang waktu penanganannya tidak dapat dipastikan. Didapati pula variasi rentang waktu penanganan pada masing-masing pasien dan banyak faktor yang dapat mempengaruhi durasi waktu penanganan tersebut (Davenport dan Dennis, 2000).

Emboli menyumbat arteri cerebri media cabang arteri rolandix yang memperdarahi gyrus presentralis akan menyebabkan lesi pada daerah subcortex, yang mengatur area broca, sehinggat terlihat pada kasus ini pasien mengalami gangguan fungsi bicara.

d. Mengapa kelemahan separuh tubuh bagian kanan terjadi saat istirahat ? Emboli bisa timbul kapan saja Istirahat parasimpatis lebih dominan vasodilatasi pembuluh darah emboli dapat bergerak kemana-mana salah satunya obstruksi ke arteri yang menyuplai darah ke otak yang menyebabkan iskemia jaringan syaraf dan pembuluh darah tempat terjadinya iskemia

e. Mengapa kelemahan tubuh terjadi di sebelah kanan? Kelemahan tubuh terjadi di sebelah kanan karena sumbatan akibat emboli yang menyebabkan stroke iskemik adalah pada bagian kiri otak, yaitu sumbatan di arteri cerebri media kiri. Sehingga karena pada jaras motorik ini mengalami persilangan, maka kelemahan tubuh akan terjadi di bagian kanan . f. Bagaimana perbedaan kondisi tubuh pada serangan pertama dan berulang? Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kematian jaringan otak akan terjadi dalam waktu 4 - 10 menit setelah suplai darah terhenti, Kemudian stroke bias menjadi bertambah buruk dalam

beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Pada orang dewasa normal, cerebral blood flow (aliran darah menuju otak) adalah 50-55 ml/100gram /menit. Bila terdapat trombus atau embolus yang menyebabkan oklusi pada arteri otak, maka aliran darah ke otak akan berkurang. Otak sebenarnya sudah mempunyai mekanisme kompensasi untuk hal yang demikian, misalnya vasodilatasi. Tetapi jika sumbatan yang terjadi tetap berlangsung sehingga aliran darah ke otak <12 ml/100 gram/ menit, maka neuron akan menjadi anoxia dan akan mati dalam beberapa menit. Stroke masih bisa membayangi jika pasien menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan seperti diabetes mellitus. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengontrol diabetesnya sehingga strokenya pun tidak bisa dijaga agar kambuh. Setelah stroke, sel otak mati dan hematom yg terbentuk akan diserap kembali secara bertahap. Proses alami ini selesai dlm waktu 3 bulan. Pada saat itu, 1/3 orang yang selamat menjadi tergantung dan mungkin mengalami komplikasi yang dapat menyebabkan kematian atau cacat. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut: * 1/3 > bisa pulih kembali, * 1/3 > mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang, * 1/3 sisanya > mengalami gangguan fungsional berat yang

mengharuskan penderita terus menerus di kasur. Akibat Stroke lainnya: * 80% penurunan parsial/ total gerakan lengan dan tungkai. * 80-90% bermasalah dalam berpikir dan mengingat. * 70% menderita depresi. * 30 % mengalami kesulitan bicara, menelan, membedakan kanan dan kiri. Serangan stroke terkait dengan keterbatasan pulihnya fungsi otak, meskipun area peri-infark menjadi lebih bersifat neuroplastik sehingga memungkinkan perbaikan fungsi sensorimotorik melakukan pemetaan ulang di area otak yang mengalami kerusakan., Di tingkat selular, terjadi dua proses regenerasi dalam korteks peri-infark, akson akan mengalami

perubahan fenotipe dari neurotransmiter ke dalam status regeneratifdan menjulurkan tangkainya untuk membuat koneksi baru di bawah pengaruh trombospondin, laminin, dan NGF hasil sekresi sel Schwann, dan terjadi migrasi sel progenitor neuron ke dalam korteks peri-infark. Hampir sepanjang 1 bulan sejak terjadi serangan stroke, daerah peri-infark akan mengalami penurunan molekul penghambat pertumbuhan. Pada rentang waktu ini, neuron akan mengaktivasi gen yang menstimulasi pertumbuhan, dalam ritme yang bergelombang. Neurogenesis saling terkait dengan angiogenesis juga terjadi bergelombang yang diawali dengan migrasi neuroblas dengan ekspresi GFAP, yang berada dalam zona subventrikular ke dalam korteks peri-infark. Migrasi ini dimediasi oleh beberapa senyawa antara lain eritropoietin, stromal-derived factor 1 (SDF-1) dan

angiopoietin-1, hingga menghasilkan neuroblas dengan jarak tempuh migrasi yang lebih panjang dan rentang waktu sitokinesis yang lebih pendek. Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel radang. Disekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada

membran sel neuron di sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat akan merusak membran sel neuron dan membuka kanal kalsium (calcium channels). Kemudian terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini akan mengeluarkan glutamt, yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules (seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam membran sel, sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium . Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang

menyebabkan kematian sel. Perubahan fisiologis pada orang stroke tergantung dri penangananya, waktu emas ( golden period ) dalam penangan stroke adalah sekitar tiga jam . Kerusakan otak karena stroke, terjadi sebagai akibat pembengkakan dan edema yang timbul dalam 24 72 jam pertama setelah kematian sel neuron.

g. Bagaimana prevalensi untuk terjadi stroke kedua? Serangan stroke pertama bisa sama atau berbeda gejala-gejalanya dengan serangan stroke ke 2. Stroke ke 2, biasanya terjadi dalam kurun waktu 2 sampai 5 tahun. Tetapi jika faktor-faktor risiko terjadinya stroke, seperti: hipertensi, stres, kolesterol tinggi, diabetes, jantung, ginjal, dan penyakit-penyakit lainnya, tidak dikontrol, maka waktu terkenanya stroke akan menjadi lebih pendek. Akibatnya, umumnya, lebih parah dibandingkan dengan stroke yang pertama. stroke yang berulang seringkali lebih berat dibanding stroke yang terjadi sebelumnya karena bagian otak yang terganggu akibat serangan terdahulu belum pulih sempurna. Ketika terjadi serangan lagi, maka gangguan yang sudah dialami jadi semakin bertambah parah. Risiko kematian atau kecacatan akan terus meningkat setiap kali terjadi stroke berulang. Stroke menduduki urutan ketiga terbesar penyebab kematian setelah penyakit jantung dan kanker, dengan laju mortalitas 18% sampai 37%

untuk stroke pertama dan 62% untuk stroke berulang. Pada kasus yang tidak meninggal dapat terjadi beberapa kemungkinan seperti Stroke Berulang (Recurrent Stroke), Dementia, dan Depresi. Stroke berulang merupakan suatu hal yang mengkhawatirkan pasien stroke karena dapat memperburuk keadaan dan meningkatkan biaya perawatan. Diperkirakan 25% orang yang sembuh dari stroke yang pertama akan mendapatkan stroke berulang dalam kurun waktu 5 tahun. Hasil penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa terjadinya resiko kematian pada 5 tahun pasca-stroke adalah 45% 61% dan terjadinya stroke berulang 25% 37%. Menurut studi Framingham, insiden stroke berulang dalam kurun waktu 4 tahun pada pria 42% dan wanita 24% mendapatkan kejadian stroke berulang 29,52%, yang paling sering terjadi pada usia 60 69 tahun (36,5%), dan pada kurun waktu 1 5 tahun (78,37%) dengan faktor resiko utama adalah hipertensi (92,7%) dan dislipidemia (34,2%).

2. Saat serangan penderita mengalami sesak napas dan jantung berdebar a. Mengapa kondisi yang timbul pada serangan, sesak napas dan jantung berdebar ? Sesak nafas dapat terjadi akibat adanya iskemia pada sel otak karena adanya emboli yang menyumbat aliran darah. Karena sel otak kekurangan oksigen maka akan timbul sensasi seperti kekurangan oksigen pada perasaan si pasien sehinga seakan-akan dia menderita sesak nafas, padahal pada hasil pemeriksaan tidak didapat terjadi peningkatan pola pernafasan. Jantung berdebar dapat terjadi akibat beberapa teori. Pertama pada penderita hipertensi seperti kasus ini akan terjadi hipertrofi ventrikel kiri sebagai mekanisme kompensasi dari remodeling jantung. akibat terjadinya hipertrofi ini maka lama kelamaan darah akan banyak tertampung di atrium sehingga dapat terjadi fibrilasi atrium. Bila terjadi AF maka denyut jantung menjadi tidak teratur sehingga dirasakan sebagai jantung yang berdebardebar. Selain itu kita ketahui bahwa pada pemeriksaan fisik, denyut jantung

mengalami peninmgkatan, akibatnya penderita juga akan merasa jantung berdetak lebih cepat sehingga terasa sebagai jantung yang berdebar-debar

b. Adakah sesak dan jantung berdebar sebelum serangan ? Ada sesak dan jantung berdebar, merupakan kompensasi tubuh yang kekurangan oksigen. Kemungkinan penyebab sesak napas dan jantung berdebar : a. b. c. d. e. Oksigenasi jaringan menurun. Kebutuhan oksigen meningkat. Kerja pernapasan meningkat. Rangsangan pada sistem saraf pusat. Penyakit neuromuskuler.

3. Pasien tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan maupun isyarat, tetapi masih dapat memahami isi pikiran orang lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat a. Area apa di otak yang dialami kerusakan dan vasa darah yang terganggu ? Area yang mengalami kerusakan adalah area bicara broca yang terletak di regio prefrontal dan fasial premotorik korteks. Area ini berperan dalam pola keterampilan motorik yang dipakai untuk mengatur laring, bibir, mulut, sistem respirasi, dan otot-otot lainnya yang dipakai untuk bicara. Pembuluh darah yang terganggu adalah arteri serebri media yang merupakan arteri intraserebreal yang paling besar dan cabang terbesar dari arteri carotis interna.

b.

Mekanisme afasia motorik ? Tersumbatnya embolus pada arteri karotis interna Iskemik Kerusakan jaringan pada korteks motorik hemisfer cerebri sinistra termauk area broca

impuls serabut eferen terganggu Afasia motorik


c. Adakah kemungkinan gejala untuk kembali ke kondisi semula faktor yang mempengaruhinya? Prognosis penyakit tergantung tingkat keparahan lesi pada otak. Semakin parah dan luas kerusakan, semakin jelek prognosisnya. Pada stroke terdapat fenomena plastisitas otak, dimana bagian otak yang tidak terkena serangan dapat berperan menggantikan fungsi bagian otak yang rusak. Namun begitu, fungsi tersebut tidak sesempurna fungsi pada bagian

aslinya. Kemudian kecepatan penanganan juga menentukan, dimana penanganan yang cepat dapat mengembalikan ke kondisi semula, dan penanganan yang lambata akan menyebabkan infark yang semakin lama akan semakin lus, akhirnya dapat menyebabkan kematian.

THERAPEUTIC WINDOW : 0 6 jam 6 12 jam 12 24 jam 24 36 jam : Potential full recovery : Potential partial recovery : Possible recovery : Start of infarction

Otak yang mengalami iskemik, terdapat gradient yang terdiri dari ischemic core (inti iskemik) dan penumbra (terletak di sekeliling core). Pada daerah ischemic core, sel mengalami nekrosis sebagai akibat dari kegagalan energy yang merusak dinding sel beserta isinya sehingga sel akan mengalami lisis (sitolisis). Sedangkan di daerah sekelilingnya, dengan adanya sirkulasi kolateral maka sel-selnya belum mati, tetapi metabolisme oksidatif dan proses depolarisasi neuronal oleh pompa ion akan berkurang. Daerah ini disebut sebagai daerah penumbra iskemik. Bila proses tersebut berlangsung terus-menerus, maka sel tidak lagi dapat

mempertahankan integritasnya sehingga akan terjadi kematian sel yang secara akut timbul melalui proses apoptosis, yaitu disintegrasi elemenelemen seluler secara bertahap dengan kerusakan dinding sel, dikenal sebagai kematian sel terprogram. Daerah penumbra berkaitan erat dengan penanganan stroke, dimana terdapat periode yang dikenal sebagai jendela terapi, yaitu 6 jam setelah awitan. Bila ditangani dengan baik dan tepat, maka daerah penumbra akan dapat diselamatkan sehingga infark tidak bertambah luas. Secara makroskopik daerah penumbra iskemik yang pucat akan dikelilingi oleh darah yang hiperemis di bagian luarnya, yaitu daerah

luxury perfusion, sebagai kompensasi mekanisme sistem kolateral untuk mengatasi keadaan iskemik. Tiga jam permulaan iskemik akan terjadi kenaikan kadar air dan natrrium di substansi kelabu. Setelah 12-48 jam kenaikan kadar air dan natrium yang progresif pada substansi putih, sehingga memperberat edema otak dan meningkatkan tekanan intra kranial. Ambang kegagalan fungsi sel saraf ialah bila aliran darah otak menurun sampai kurang dari 10 ml/100 gr otak/menit. Pada tingkat ini tejadi kerusakan yang bersifat menetap dalam waktu 6-8 menit, sehingga akan mengakibatkan kematian sel otak. Daerah ini dikenal sebagai ischemic core.

4. Pasien menderita darah tinggi dan kencing manis selama 5 tahun tapi kontrol tidak teratur. a. Adakah hubungan hipertensi dan DM dengan penyakit sekarang? Tentu ada, penjelasan akan dijawab di pertanyaan berikut ( b)

b. Akibat dari hipertensi dan DM yang tidak tekontrol terkait kasus? Diabetes Melitus Hiperglikemi akan merangsang dikeluarkannya asam amino tertentu, terutama glutamat, yang berperanan penting dalam mengaktivasi reseptor glutamate post-sinaptik, terutama reseptor NMDA (N-methyl-D-

aspartate). Proses ini akan menyebabkan influks ion Ca+ serta Na+ yang berlebihan dan mengaktifkan enzim nuklease, protease, dan fosfolipase. Sehingga terjadi penguraian fosfolipid yang dapat menimbulkan terbentuknya faktor pengaktif-trombosit dan pelepasan asam arakidonat yang menghasilkan eikosanoid. Kedua jenis lipid dapat menyebabkan vasokonstriksi yang akan memperburuk keadaan trombosis. Hiperglikemia akan menyebabkan perubahan sawar otak, edema serebri, dan kelainan perdarahan. Keadaan hiperglikemia akan memperparah keadaan asidosis karena adanya penimbunan laktat, sehingga

meningkatkan pembentukan radikal bebas, mengganggu transduksi sinyal intraseluler dan aktivasi dari endonuklease. Diabetes juga mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang makin besar. Menebalnya pembuluh darah otak akan mempersempit diameter pembuuh darah otak tadi dan penyempitan tersebut kemudian akan mengganggu aliran darah ke otak yang menyebabbkan infark sel otak. Diabet juga merusak endotel sehingga aka ada proses perlekatan platelet. Perlekatan platelet serta thrombosis pada dinding arteri yang mengalami kerusakan juga selalu terjadi pada awal dari perkembangan suatu artherosclerosis pada manusia . Setelah menempel terjadi aktivasi platelet dengan pelepasan granules yang terisi cytokines dan growth factors. Semua ini bersama dengan trombin ikut mendorong migrasi dan proliferasi sel otot halus dan monocytes. Aktivasi platelets menyebabkan terbentuknya asam arachidonik bebas yang bisa berobah menjadi prostaglandin seperti thromboxane A2, suatu zat penyebab vasokonstriksi dan agregasi platelet yang paling kuat. Prostaglandin juga bisa melahirkan leukotrienes yang bisa memperkuat respons inflamatorik. Pecahnya plaque yang terbentuk adalah komplikasi utama dari suatu lesi trombotik yang telah "matang". Kejadian ini mengakibatkan sindroma koroner atau stroke, tergantung pada arteri mana yang terkena. Disintegrins, atau yang juga dikenal sebagai matrix metalloproteinase, ikut berperan pada proses terjadinya disintegrasi plaque. Termasuk dalam kelompok ini misalnya yang dikenal dengan nama collagenases, elastases, stromelysins, dsb. Diabet memicu terbentuknya radikal bebas yang mendorong/

mempercepat proses atherosklerosis. Pasien dengan diabetes umumnya juga mengidap hipertensi, dislipidemia dan faktor risiko lainnya. Terkumpulnya beberapa faktor risiko ini menciptakan kondisi yang subur untuk terjadinya artherosklerosis.

Cara bagaimana kadar glukosa tinggi menyebabkan prognosa jelek mungkin secara sederhana, dapat dijelaskan dengan model binatang percobaan sebagai berikut :

Selama iskemia terjadi penambahan glikolisis anerobik pada lokasi itu yang berakibat asidosis intrasel dalam waktu singkat.

Binatang dengan hiperglikemia akut akan mengalami penurunan pH di area korteks yang lebih berat dibandingkan dengan yang lain. Bersama dengan penurunan pH terjadi juga penimbunan asam laktat setempat, yang akan menambah kerusakan jaringan neuron maupun glia.

Peningkatan asidosis juga akan memperberat kerusakan akibat iskemia karena mekanisme lain seperti penambahan radikal bebas, aktivasi endonucleases dan ganguan transduksi sinyal.

Korteks binatang percobaan bila diberi suntikan asam laktat, akan terjadi perobahan histologis yang mirip dengan infark serebri.

Hiperglikemia juga mempengaruhi asam amino eksitatorik, terutama glutamat, yang berperan pada kematian sel karena mengaktivasi reseptor glutamat post synaptic. Keadaan ini mengakibatkan pemasukan ion kalsium (calcium influx) secara berlebihan lewat saluran ion, mengakibatkan kerusakan mitokhondria, dan akhirnya kematian sel.

Akhirnya hiperglikemia menambah terjadinya edema otak, merusak blood brain barrier dan transformasi infark iskemik menjadi hemoragik. Pada binatang percobaan adanya hiperglikemia

meningkatkan kemungkinan terjadinya perubahan infark menjadi infark hemoragik 5x lebih besar dan kemungkinan perluasan area perdarahan tersebut 25 kali lebih besar. HIPERTENSI

Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel-sel otak akan mengalami kematian. Dari berbagai penelitian diperoleh bukti yang jelas bahwa pengendalian hipertensi baik sistolik, diastolik maupun keduanya menurunkan angka kejadian stroke. HUBUNGAN KEDUANYA

Pada orang dengan diabetes mellitus, hipertensi berhubungan dengan resistensi insulin dan abnormalitas pada sistem renin-angiotensin dan konsekuensi metabolik yang meningkatkan morbiditas. Abnormalitas metabolik berhubungan dengan peningkatan diabetes mellitus pada kelainan fungsi tubuh/ disfungsi endotelial. Sel endotelial mensintesis beberapa substansi bioaktif kuat yang mengatur struktur fungsi pembuluh darah. Substansi ini termasuk nitrit oksida, spesies reaktif lain, prostaglandin, endothelin, dan angiotensin II. Pada individu tanpa diabetes, nitrit oksida membantu menghambat atherogenesis dan melindungi pembuluh darah. Namun bioavailabilitas pada endothelium yang diperoleh dari nitrit oksida diturunkan pada individu dengan diabetes mellitus.

Hiperglikemia menghambat produksi endothelium, mesintesis aktivasi dan meningkatkan produksi superoksid anion yaitu sebuah spesies oksigen reaktif yang merusak formasi nitrit oksida. Produksi nitrit oksida dihambat lebih lanjut oleh resistensi insulin, yang menyebabkan pelepasan asam lemak berlebih dari jaringan adipose. Asam lemak bebas, aktivasi protein kinase C, menghambat hosphatidylinositol-3 dan

meningkatkan produksi spesies oksigen reaktif.Semua mekanisme ini secara langsung mengurangi bioavailabilitas.

c. Mengapa penyakit terjadi setelah 5 tahun dalami DM dan hipertensi? Penyakit DM dan hipertensi yang tidak terkontrol selama 5 tahun menyebabkan trombus semakin mudah terbentuk karena viskositas darah yang lebih kental. Pelepasan trombus menjadi emboli semakin mudah karena hipertensi sejak lama menyebabkan tekanan darah semakin tinggi, sehingga terjadi atrial fibrilasi yang menyebabkan melepasnya emboli dari jantung yang bisa menyumbat pembuluh darah otak dan mengakibatkan stroke. d. Berapa persen kemungkinan hipertensi dan DM yang tak terkontrol menderita serangan ini ? Hipertensi merupakan faktor risiko terpenting dari semua tipe stroke, baik stroke infark ataupun hemoragik. Peningkatan risiko terjadi seiring dengan peningkatan tekanan darah. Walaupun tidak ada nilai pasti korelasi peningkatan tekanan darah dengan risiko stroke, diperkirakan risiko stroke meningkat 1,6 kali setiap peningkatan 10mmHg tekanan darah sistolik. Dan sekitar 50% kejadian stroke dapat dicegah dengan pengendalian tekanan darah.. Individu dengan DM memiliki risiko lebih tinggi mengalami stroke dibandingkan dengan individu tanpa DM dengan peningkatan risiko relatif pada stroke iskemik 1,6 sampai 8 kali dan pada stroke perdarahan 1,02 sampai 1,67 kali. Pada pasien stroke iskemik fase akut yang pulang hidup, didapatkan bahwa kasus yang terjadi pada laki-laki sama banyaknya bila dibandingkan dengan perempuan yaitu sebanyak 95 pasien (50%), frekuensi kelompok non-lansia (<60 tahun) lebih besar yaitu sebanyak 98 pasien (51,6%) bila dibandingkan lansia, frekuensi pasien dengan hipertensi lebih besar yaitu sebanyak 163 pasien (85,8%) bila dibandingkan pasien non-hipertensi, dan frekuensi yang lebih sedikit pada pasien dengan diabetes melitus (DM) yaitu sebanyak 53 pasien (27,9%) bila dibandingkan dengan pasien non-DM.

5. Pemeriksaan fisik : a. Bagaimana intrepetasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan fisik ? Status generalikus : Vital sign : TD : 170/100 mmHg, N : 100 x / mnt iregular 7,14 BB : 80 kg, TB : 165 cm HASIL LAB Jenis Pemeriksaan Tekanan Darah Nadi 100x/menit, ireguler 60-100x/menit reguler Meningkat, denyut nadi ireguler fibrilasi. RR BB dan TB IMT 20x/menit BB : 80kg TB : 165 cm IMT : (165 ) : 29,39
80

PEMERIKSAAN NILAI NORMAL Nilai 170/100mmHg 120/100mmHg

KETERANGAN DAN MEKANISME ABNORMAL Hypertensi

akibat

atrial

16-24x/menit 20,1-25,0

Normal Overweight.

Thorax : Cor : ictus cordis 2 jari lateral LMC sinistra ICS V, HR : 115 bpm iregular, murmur sistolik grade II di areal katup mitral

No. 1.

Pemeriksaan Thorax Iktus Kordis

Skenario 2 jari lateral LMC sinistra ICS V

Normal 1 jari medial LMC sinista ICS V 60-100 bpm

Hasil Interpretasi Dilatasi atrium dan ventrikel kiri Karena atrial fibrilasi

2.

Heart Rate

115 bpm iregular

regular 3. Bunyi Jantung Murmur sistolik grade II di areal katup mitral Tidak ada murmur Mitral regurgitasi grade 2 (murmur redup tapi terdengar)

Mekanisme abnormal : 1. Pada MR, terjadi pendorongan stroke volume dari ventrikel kiri menuju aorta dan atrium kiri selama fase sistolik. Karena ada volume yang didorong bukan menuju aorta, curah jantung menjadi menurun. Karena adanya penurunan ini, tubuh mengkompensasi dengan menambah kontraksi pada ventrikel supaya afterload kembali ke normal. Namun, peningkatan kontraksi ini menyebabkan jumlah volume regurgitasi bertambah, yang menambah volume darah pada ventrikel kiri tanpa memperbaiki curah jantung.2Akibatnya, terjadi peningkatan volume dan tekanan atrium kiri dan peningkatan tekanan volume darah akibat penumpukan darah normal sirkulasi dan darah hasil regurgitasi. Adanya penurunan curah jantung menimbulkan tubuh berkompensasi dengan menaikkan stroke volume (SV), dengan cara mengurangi end systolic volume (ESV). Pengurangan ini dilakukan berdasarkan hukum Frank Starling, di mana ketika terjadi peningkatan volume darah dalam ventrikel, ventrikel tersebut akan berdilatasi dan berkontraksi lebih kuat lagi, sehingga terjadi penurunan ESV dan peningkatan SV. 2. Beratnya MR dan perbandingan antara curah jantung dengan volume regurgitasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: Ukuran orifisium mitral selama regurgitasi Gradien tekanan sistolik antara ventrikel dan atrium kiri Resistensi vaskular sistemik Adaptasi atrium kiri Durasi regurgitasi setiap fase sistolik

Pada MR kronik, terjadi dilatasi atrium kiri akibat kompensasi MR yang mengurangi efek regurgitasi pada sirkulasi pulmonal. Dilatasi ini menyebabkan peningkatan volume tanpa peningkatan tekanan. Namun, hal ini dapat mengurangi curah jantung karena ventrikel memompa darah yang lebih bergerak ke atrium yang memiliki tekanan yang lebih rendah dibandingkan aorta. Hal tersebut menimbulkan gejala klinis berupa kelelahan dan fibrilasi atrium akibat dilatasi atrium kiri. Ventrikel kiri juga mengalami dilatasi akibat kompensasi terhadap peningkatan volume darah. Namun, peningkatan ini kembali dikompensasi menurut hukum Frank-Starling sehingga SV meningkat. Jika MR kronik ini terus berlanjut, dapat terjadi penurunan fungsi sistolik, penurunan curah jantung, dan menyebabkan gagal jantung. 3. Heart rate meningkat karena terjadi atrial fibrilasi

4. Terjadi aliran balik akibat tidak menutup sempurnanya katup mitral, grade 2 kaena suaranya lebih terdengar, karena regurgitasi mitralnya semakin meningkat.

Status neurologikus : Kerutan dahi simetris, lagofthalmus(-), plica nasobialis kanan datar, sudut mulut kanan tertinggal, lidah deviasi ke kanan, fasikulasi (-), atrofi papil (), disatria (bicara pelo) Terjadi kerusakan di area broca ( berperan pada proses bahasa serta kemampuan dan pemahaman bicara, area broadman 44 & 45 ) dan gyrus precentralis ( motorik primer ). Sehingga terjadi kerusakan di area broca ( menyebabkan tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan, maupun isyarat) dan motorik primer, yang pada akhirnya akan mengganggu persarafan yang keluar dari traktus kortikospinal dan kortikobulbar yang pusatnya berasal dari korteks serebri. Kortikospinal akan memberikan rangsangan gerak motorik ke ekstremitas atas dan bawah sedangkan traktus corticobulbar itu tempat keluar dari saraf nevus

kranialis yang motorik kecuali saraf 1 ( olfactorius ), saraf 2 ( opticus ), saraf 8 ( vestibulocochlear ). Salah satu saraf yang terkena adalah nervus facialis ( nervus kranialis VII ) , mempunyai dua fungsi snsorik dan motorik . Motorik berfungsi dalam mempersarafi semua otot ekspresi wajah , termasuk tersenyum, mengerutkan dahi dan menyeringai. Kelemahan otot wajah akan tampak karena timbulnya lipatan nasolabia, salah satu sisi mulut turun ke bawah dan penurunan kelompak mata. Nervus facialis di bagi dua : Ventral ( kontralateral ) Dorsal ( bilateral )

Pada dahi dipersarafi oleh nervus facialis dorsal, oleh karena itu kerutan dahi simetris. Otot mata di persarafi oleh otot occulomotor, selain itu juga dipersarafi oleh nervus facialis dorsal sehingga lagoftalmus negative.

Disartria adalah suatu jenis kelainan bicara khususnya pada kelainan artikulasi yang berdampak pada kejelasan produksi bunyi bicara, pada umumnya dikarenakan adanya gangguan atau kelainan pada susunan saraf pusat, dan biasanya berdampak pula pada gerakan gerakan motorik ( motorik kasar ataupun halus ) sesuai dengan tingkat atau derajat keparahan/kerusakan yang terjadi.

Gangguan artikulasi (disatria) Untuk dapat mengucapkan kata-kata sebaiknya, sehingga bahasa

yang didengar dapat ditangkap dengan jelas dan tiap suku kata dapat mendengar secara terperinci, maka mulut, lidah, bibir, plataum mol dan pita suaraserta otot-otot pernafasan harus melakukan gerakan tangkas , timbulah cara berbahasa (verbal) yang kurang jelas. Pada pidato ada kata-kata yang seolah-olah ditelan terutama pada akhir kalimat .

Fungsi Motorik: Ext. Superior et inferior dextra et sinistra :

Gerakan kurang/cukup, kekuatan 2/5, tonus meningkat/normal, clonus-/-, refleks fisiologis meningkat/normal, refleks patologis (babinsky,

chaddock) +/Ekstremitas Superior Dekstra Gerakan Kekuatan Tonus Klonus Refleks Fisiologis Refleks Patologis (Babinsky, Chaddock) Kurang 2 Meningkat Meningkat + Sinistra Cukup 5 Normal Normal Ekstremitas Inferior Dekstra Kurang 2 Meningkat Meningkat + Sinistra Cukup 5 Normal Normal -

A.

Kekuatan 2/5

Artinya ext. superior (dextra et sinistra) 2/5, da ext. inferior (dextra et sinistra) 2/5 Kedua dextra dengan nilai 2, dan kedua sinistra dengan nilai 5 Kekuatan otot berdasarkan 5 skala kekuatan: 0 = tidak ada kontraksi sama sekali 1 = gerakan kontraksi yang snagat lemah 2= kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau gravitasi 3= cukup kuat untuk mengatasi gravitasi 4= cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh 5= kekuatan kontraksi yang penuh

B. Tonus Adalah kontraksi otot yang ringan dan terus menerus pada otot rangka

membantu mempertahankan postur dan pengembalian darah ke jantung. Pemeriksaan ini dilakukan pada tiap kelompok otot dengan melakukan ekstensi dan fleksi secara bergantian pada tiap sendi ekstremitas tanpa tahanan pasien. Peganglah ekstremitas pasien. Biasanya akan teraba tonus yang halus. INTERPRETASI : 1) Spastisitas (hipertonia) dijumpai pada penyakit kortikospinal. Spasitas sejati mempunyai sifat seperti pisau lipat. Tahanannya mula-mula besar dan kemudian cepat hilang. Spasitas sejati berkaitan dengan reflex hiperaktif. 2) Hipotonia sebaiknya diperiksa dengan memperhatikan dengan cermat gerakan sendi-sendi kalau suatu ekstremitas yang sedang lemas tibatiba digoncangkan atau dipindahkan. Ekstremitas yang lemah dan benar-benar menahan. MEKANISME ABNORMAL: Pada pemeriksaan tonus otot, pemeriksa harus menggunakan kedua tangannya. Pemeriksa menggerakan secara pasif lengan bawah sendi siku dan tungkai bawah di sendi lutut berulang kali secara perlahan kemudian secara cepat. Tahanan yang terasa oleh pemeriksa sewaktu menekuk dan meluruskan bagian anggota tubuh harus dinilai menurun, normal atau meningkat. Tonus yang meningakt dirasakan dengan tingkat kesulitan dalam menekuk dan meluruskan lengan bawah sendi siku dan tungkai bawah di sendi lutut. Sedangkan jika tonus hilang, tidak terasa ada hambatan waktu menekuk dan meluruskan lengan bawah sendi siku dan tungkai bawah di sendi lutut. Tonus otot diatur oleh sel-sel khusus yang disebut spindle otot yang berada di jaringan otot. Dari spindle ini keluar saraf-saraf sensori aferen yang menuju medulla spinalis dan berakhir di kornu motoris. Dari mengalami hipotonia tidak memperlihatkan efek

kornu motoris berjalan saraf eferen kembali ke spindle otot. Serabut ini berupa gamma motorneuron. Spindel otot berespons lebih sensitif terhadap regangan dibandingkan dengan keadaan normal, terutama fleksor ekstremitas atas dan ekstensor ekstremitas bawah.

Hipersensitivitas ini terjadi akibat hilangnya kontrol inhibisi sentral desendens pada sel-sel fusimotor (neuron motor ) yang mempersarafi spindel otot. Dengan demikian, serabut-serabut otot intrafusal teraktivasi secara permanen (prestretched). Gamma motoneuron yang hiperaktif berjalan melalui serabut eferen selanjutnya alfa motoneuron sehingga mengakibatkan tonus otot meninggi C. Klonus Klonus ialah kontraksi ritmik dari otot,yang timbul bila otot diregangkan secara pasif. Klonus merupak refleks kejang-regang-otot yang meninggi dan dapat dijumpai pada lesi supranuklir. Klonus dapat dianggap sebagai rentetan refleks regang otot, yang meninggi. Pada lesi piramidal (UMN supranuklir) kita sering mendapat klonus di pergelangan kaki, lutut dan pergelangan tangan. 1. Klonus kaki. Klonus ini dibangkitkan dengan jalan meregangkan otot trisepssure betis. Gerakan berlebihan dari otot paha yang timbul sebagai jawaban atas rangsang tendon otot dengan jalan menarik pada tendon tersebut. 2. Klonus patela. Klonus ini di bangkitkan dengan jalan meregangkan otot kuadriseps femoris 3. Klonus pergelangan kaki. Gerakan meluruskan dan membengkokan berkalikali pada pergelangan kaki dengan menarik tendon Achilles. D. Refleks Fisiologis adalah reflex regang otot (muscle stretch reflex) yang muncul sebagai akibat rangsangan terhadap tendon atau periosteum atau kadang-kadang terhadap tulang, sendi, fasia atau aponeurosis. Dasar pemeriksaan reflex 1. Pemeriksaan menggunakan alat refleks hammer

2. Penderita harus berada dalam posisi rileks dan santai. Bagian tubuh yang akan diperiksa harus dalam posisi sedemikian rupa sehingga gerakan otot yang nantinya akan terjadi dapat muncul secara optimal 3. Rangsangan harus diberikan secara cepat dan langsung;keras pukulan harus dalam batas nilai ambang, tidak perlu terlalu keras 4. Oleh karena sifat reaksi tergantung pada tonus otot, maka otot yang diperiksa harus dalam keadaan sedikit kontraksi

Jenis-jenis Pemeriksaan Refleks fisiologis 1. Pemeriksaan Refleks pada Lengan Pemeriksaan Reflex Biseps Pasien duduk dengan santai,lengan dalam keadaan lemas,siku dalan posisi sedikit fleksi dan pronasi. Letakan ibu jari pemeriksa di atas tendo biseps,lalu pukul ibu jari tadi dengan menggunakan refleks hammer. Reaksinya adalak fleksi lengan bawah. Bila refleks meninggi maka zona refleksogen akan meluas.

Pemeriksaan Refleks Triseps Posisi pasien sama dengan pemeriksaan refleks bisep Apabila lengan pasien sudah benar-benar relaksasi (dengan meraba trisep tidak teraba tegang), pukullah tendon yang lewat di fossa olekrani Maka trisep akan berkontraksi dengan sedikit menyentak

2. Pemeriksaan Refleks pada Tungkai Refleks Patella Pasien dalam posisi duduk dengan tungkai menjuntai Daerah kanan-kiri tendo patella terlebih dahulu diraba, untuk menetapkan daerah yang tepat. Tangan pemeriksa yang satu memegang paha bagian distal, dan tangan yang lain memukul tendo patella tadi dengan reflex hammer secara tepat.

Tangan yang memegang paha tadi akan merasakan kontraksi otot kuadriseps, dan pemeriksa dapat melihat tungkai bawah yang bergerak secara menyentak untuk kemudian berayun sejenak.

Apabila pasien tidak mampu duduk, maka pemeriksaan reflex patella dapat dilakukan dalam posisi berbaring. Refleks Achiles

Pasien dapat duduk dengan posisi menjuntai, atau berbaring tau dapat pula penderita berlutut dimana sebagian tungkai bawah dan kakinya menjulur di luar kursi pemeriksaan.

Pada dasarnya pemeriksa sedikit meregangkan tendon achiles dengan cara menahan ujung kaki kea rah dorsofleksi. Tendon Achilles dipukul dengan ringan tapi cepat. Akan muncul gerakan fleksi kaki yang menyentak.

INTERPRETASI : 0 = negative +1 = lemah ( normal ) +2 = normal +3 = meninggi, belum patologik +4 = hyperaktif, sering disertai klonus E. Refleks patologis
1. Refleks Hoffmann-Tromner

Cara pemeriksaan : tangan penderita dipegang pada pergelangannya dan suruh pasien melekukan fleksi ringan jari-jarinya. Kemudian jari tengah pasien diregangkan dan dijepit diantara jari telunjuk dan jari tengah pemeriksa. Lalu lakukan : Hoffmann : Goresan pada ujung jari tengah pasien reaksi : fleksi dan adduksi ibu jari disertai dengan fleksi telunjuk dan jari-jari lainnya. Tromner : Colekan pada ujung jari pasien maka akan muncul reaksi yang sama dengan Hoffmann

2. Babinsky sign

Pemeriksa menggores bagian lateral telapak kaki dengan ujung palu refleks. Reaksi : Respon normal dorsofleksi ibu jari kaki disertai plantar fleksi dan gerakan melebar jari-jari lainnya. Refleks abnormal, yaitu bila dorsofleksi ibu jari kaki disertai jari-jari kaki lainnya terbuka seperti kipas, disebut refleks babinski dan menunjukan adanya penyakit UMN.

Refleks Grup Babinsky : 1) Chaddocks sign Cara : Pemeriksa menggores dibawah dan sekitar maleolus eksterna ke arah lateral dengan palu refleks ujung tumpul. Reaksi : sama dengan babinski sign 2) Gordons sign Cara : Pemeriksa menekan oto-otot betis dengan kuat Reaksi : sama dengan babinski sign 3) Schaeffers sign Cara : Pemeriksa menekan tendo Achilles dengan kuat Reaksi : sama dengan babinskis sign 4) Oppenheims sign Cara : Pemeriksa memberi tekanan yang kuat dengan ibu jari dan telunjuk pada permukaan anterior tibia kemudian digeser ke arah distal Reaksi : sama dengan babinskis sign

INTERPRETASI : NORMAL : (-)

Refleks Patologis.Refleks Babinski. Untuk membangkitkan refleks babinski,penderita disuruh berbaring dan istirahat dengan tungkai diluruskan Macam-macam cara membangkitkan reflex patologi: 1. Cara chaddock : rangsang diberikan dengan jalan menggoreskan bagian l ateral maleolus

2. Cara Gordon : memencet (mencubit) otot betis 3. Cara Oppenheim : mengurut dengan kuat tibia dan otot tibilis anterior. Arah mengurut ke bawah (distal) 4. Cara Gonda : memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian

melepaskannya sekonyong-konyong 5. Cara Schaefer : memencet (mencubit) tendon achilles

Fungsi luhur: afasia motorik

Pemeriksaan fisik

Interpretasi

Mekanisme Terjadi gangguan

Afasia motorik

Tidak normal

impuls serabut eferen dari korteks motorik hemisfer serebri sinistra

b. mengapa denyut nadi dan HR tidak sama ? Secara normal, heart rate dan pulse rate itu nilainya sama. Karena HR menggambarkan banyaknya jantung berkontraksi dalam 1 menit yang akan terimplikasikan pada denyut nadi di perifer. HR yang meningkat dan irregular namun PR normal dan irregular berarti frekuensi jantung saja yang meningkat namun darah yang dipompakan dalam jumlah sedikit sehingga tidak muncul sebagai pulse rate, tidak akan menghasilkan denyut nadi di perifer. Ketidaksinambungan antara HR dan PR dikenal dengan sebutan pulse deficit. Pulse defisit biasanya terjadi pada atrial fibrilasi, VES dan pasien dengan pemasangan pacemaker. Pada kasus ini akibat dari adanya hipertrofi ventrikel kiri sehingga terjadi regurgitasi mitral yang dapat menyebabkan aliran darah balik ke atrium. Tekanan di atrium pun meningkat dan volume darah juga meningkat. Lama kelamaan atrium akan sulit untuk memompakan darahnya ke ventrikel. Sehingga sebagai salah satu kompensasi akan muncul banyak pacemaker ektopik yang merangsang kontraksi atrium. Namun tetap saja kontraksi tidak sempurna namun

kecepatannya meningkat. Atau yang lebih dikenal dengan atrial fibrilasi. Terjadi gangguan aliran darah dari atrium ke ventrikel akibatnya CO menurun. Dan darah yang dipompakan juga akan semakin sedikit jumlahnya dan tidak akan terimplikasikan sebagai denyut nadi di perifer. Karena denyut yang irregular makanya terdapat heart rate range pada EKGnya.

6. Pemeriksaan laboratorium a. bagaimana intrepetasi dan mekanisme abnormal : Darah rutin : 13,14 Hb : 12,3 G/DL, Ht: 37 vol%, leukosit : 7000/mm3, LED : 30 mm/jam, trombosit : 270.000/mm3 HASIL LAB Jenis Pemeriksaan Hb Nilai 12.3 g/dl Wanita : 12-16 g/dl Pria : 14-18 g/dl Anak : 10-16 g/dl Bayi baru lahir : 12-24 g/dl PEMERIKSAAN NILAI NORMAL KETERANGAN DAN MEKANISME ABNORMAL Rendah, pasien

mengalami anemia yang mngkin karena disebabkan terjadinya

agregasi eritrosit akibat agregasi trombosit Ht 37 vol % wanita : 40 48 vol % pria : 37 43 vol % Leukosit LED 7.000 / mm3 30 mm / jam 5.000 / mm3- 10.000 / mm3 0 - 15 mm/jam Rendah, terjadi akibat pasien anemia. Normal Meningkat , akibat mengalami

anemia dan inflamasi yang akibat terjadi adanya terjadi plak

aterosklerosis
3

dan

pembentukan thrombus. Trombosit 270.000/mm 150.000 - 400.000 Normal

Kimia klinik : Kolestrol total : 300 mg/dl, LDL : 190 mg/dl. HDL : 35 mg/dl, Trigleserida : 400 mg/dl BSN : 160 mg/dl, BSPP : 250 mg/dl Ureum : 40 mg/dl, creatinin : 1,1 mg/dl

No.

Pemeriksaan kimia klinik

Skenario

Normal

Interpretasi

Mekanisme Abnormal

1.

Kolesterol Total

300 mg/dl

<200 mg/dl

Tinggi (dislipidemia )

Peningkatan kolesterol dapat disebabkan karena faktor luar dan dalam. Faktor luar dari makanan, dan faktor dalam dari adanya TNF yang dikeluarkan oleh sel adiposit dan infiltrasi makrofag akibat obesitas, sehingga dapat meningkatkan lipolisis dan sintesis kolesterol.

2.

LDL

190 mg/dl

<100 mg/dl

Tinggi (dislipidemia )

Mekanisme awalnya sama dengan kolesterol total, asam lemak yang menjadi trigliserida akan berpasangan dengan VLDL, melalui aksi CETP, VLDL akan menukar trigliserida dengan kolesterol ester pada LDL dan HDL, lipase kemudian bereaksi dengan trigliserid kaya LDL untuk membentuk SD LDL.

3.

HDL

35 mg/dl

>40 mg/dl

Rendah (dislipidemia )

Mekanisme awalnya sama dengan kolesterol total, asam lemak yang menjadi trigliserida akan berpasangan dengan VLDL, melalui aksi CETP,

VLDL akan menukar trigliserida dengan kolesterol ester pada LDL dan HDL. Apolipoprotein A-1 akan hilang dari trigliserid kaya HDL di ginjal atau tempat lainnya, sehingga menyebabkan HDL menurun jumlahnya. 4. Trigliserid 400 mg/dl <150 mg/dl Tinggi (dislipidemia ) 5. BSN (Blood glucose nuchter) 6. BSPP (Blod glucose post prandial) 250 mg/dl 250 mg/dl Tinggi 160 mg/dl <126 mg/dl Tinggi Peningkatan lipolisis dan asam lemak bebas dapat meningkatkan pembentukan trigliserid Adanya resistensi insulin akibat diabetes mellitus, sehingga menyebabkan hiperglikemia Adanya resistensi insulin akibat diabetes mellitus, sehingga menyebabkan hiperglikemia, namun karena setelah makan, maka kadar glukosa lebih tinggi lagi 7. Ureum 40 mg/dl 15 40 mg/dl 8. Kreatinin 1,1 mg/dl 0,5 1,5 mg/dl Kesimpulan dari hasil pemeriksaan lab : terdapat anemia, dislipidemia, Fungsi ginjal masih baik, dan diabetes melitus Kolesterol total : 300 mg/dl, LDL : 190 mg/dl, HDL : 35 mg/dl, Trigliserid : 400 mg/dl. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi dislipidmia pada penderita ini akibat pola konsumsi yang salah dan obesitas. BSN :160 mg/dl, BSPP : 250 mg/dl Gula darah yang tinggi menunjukkan bahwa penderita mengalami diabetes mellitus akibat adanya resistensi insulin sehinnga glukosa tidak bisa dipakai oleh sel sehingga terjadi hiperglikemia. Normal Normal -

7. EKG : HR: 100 - 115 bpm iregular, left axis deviation, LV stain 3,4 a. HR: 85-115 bpm ireguler

kecepatan jarak antarkontraksi ventrikel tidak beraturan

b.

Left axis deviation

Gelombang QRS pada lead yang mengarah ke arah kiri (lead I, AVL, II) positif,
dan gelombang QRS pada lead yang mengarah ke arah yang berlawanan (Lead III, AVF) negatif

LAD (Left Axis Deviation) merupakan representasi dari adanya pembesaran jantung ke arah kiri. Tinjauan vector pada bidang frontal menunjukkan sumbu P dan QRS yang bergeser ke arah kiri. Pembesaran ini akibat kontraksi ventrikel yang teralu kuat pada pasiem yang menderita hipertensi. c. LV Strain

Inversi gelombang T (LV strain)

Left Ventricular Strain (LV Strain) LVH sering berhubungan dengan depresi segmen ST dan inversi dalam dari gelombang T. Perubahanini tampak di sadapan prekordial, V5 dan V6. pada sadapan ekstrimitas terdapat pula perubahan ST-T berlawanan dengan defleksi dominan dari gelombang QRS. jika aksis ekg adalah vertikal maka akan tampak perubahan di sadapan II, III, aVF. jika horisontal maka akan tampak perubahan di sadapan I dal aVL. LVH, didefinisikan sebagai peningkatan massa di ventrikel kiri, disebabkan oleh respon myosit pada stimulus yang bermacam-macam yang menemani peningkatan tekanan darah. Hipertrofi myosit dapat muncul sebagai respon kompensasi pada peningkatan afterload. Stimulus mekanik dan neurohormonal yang muncul seiring dengan hipertensi dapat menyebabkan aktivasi dari myocardial cell growth, ekspresi gen, dan karena itu menimbulkan LVH. Sebagai tambahan, aktivasi sistem renin-angiotensin, melalui kerja angiotensin II pada reseptor angiotensin I, menyebabkan pertumbuhan interstitium dan komponen sel matriks. Kesimpulannya, timbulnya LVH dikarakterisasi dengan hipertrofi myosit dan ketidakseimbangan antara myosit dan interstitium dari struktur miokardium. Pola bervariasi dari LVH telah dideskripsikan, termasuk remodeling konsentrik, LVH konsentrik, dan LVH eksentrik. LVH konsentrik adalah peningkatan ketebalan dan massa ventrikel kiri disertai peningkatan volume dan

tekanan diastolik ventrikel kiri, biasa ditemukan pada orang dengan hipertensi. LVH eksentrik adalah peningkatan ketebalan ventrikel kiri tidak menyeluruh tetapi pada tempat tertentu seperti septum. LVH awalnya memainkan peran protektif sebagai respon dari peningkatan tekanan dinding untuk

mempertahankan cardiac output yang adekuat. Namun setelah itu, perkembangan ini menyebabkan disfungsi diastolik dan sistolik miokardium.

8. Diagnosis kasus a. Bagaimana cara penegakan diagnosis? Diagnosis 1 b. STROKE / BUKAN STROKE : - TRAUMA - INFEKSI - SOL c. HEMORAGIK / NON HEMORAGIK d. PENYAKIT PENYERTA / FAKTOR RESIKO

Diagnosis 2 a. CT SCAN OTAK ( Standar Baku ) b. KLINIS SIRIRAJ STROKE SCORE

a. apa diagnosis pada kasus ini? Diagnosis pada kasus ini adalah stroke non-hemorragic akibat emboli yang berasal dari jantung

b. Apa saja Diagnosis banding pada kasus ini? Diagnosis banding penyebab stroke non haemoragik, yaitu thrombosis dan emboli menurut Chusid (1993) yaitu onset yang relatif lambat menyokong diagnosa thrombosis. Sedang endocarditis infeksiosa, fibrilasi atrium dan infark myocard menyokong diagnosa emboli. Ada beberapa penyakit yang memiliki tanda dan gejala yang menyerupai stroke, misalnya trauma kepala, tumor intracranial, meningitis atau virus. Untuk menegakkan diagnosis tersebut diperlukan pemeriksaan yang lebih spesifik misalnya: Coputerized Tomography Scanning (CT Scan), Magnetic Resonace Imaging (MRI), Possitron Emesion Tomograph Scanning (PET Scan) dan pemeriksaan penunjang laboratorium.

c. Jelaskan etiologi dan epidemiologi kasus ? Beberapa penyebab stroke, diantaranya : 1. Trombosis. a. Aterosklerosis (tersering). b. Vaskulitis : arteritis temporalis, poliarteritis nodosa.

c. Robeknya arteri : karotis, vertebralis (spontan atau traumatik). d. Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit). 2. Embolisme. a. Sumber di jantung : fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium, penyakit jantung reumatik, penyakit katup jantung, katup prostetik, kardiomiopati iskemik. b. Sumber tromboemboli aterosklerosis di arteri : bifurkasio karotis komunis, arteri vertrebralis distal. c. Keadaan hiperkoagulasi : kontrasepsi oral, karsinoma. 3. Vasokonstriksi. a. Vasospasma serebrum setelah peradarahan subaraknoid.

Epidemiologi Stroke menduduki posisi ketiga di Indonesia setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28.5 persen penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total hanya lima belas persen saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke atau kecacatan. Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) menyebutkan bahwa 63,52 per 100.000 penduduk indonesia berumur di atas 65 tahun ditaksir menderita stroke. Stroke merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat dan meskipun rata-rata kejadian stroke menurun, tetapi jumlah penderita stroke tetap meningkat yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah populasi tua/meningkatnya harapan hidup. Terdapat beberapa variasi terhadap insidensi dan outcome stroke di berbagai negara (Ali dkk, 2009; Morris dkk, 2000) Sampai dengan tahun 2005 dijumpai prevalensi stroke pada lakilaki 2,7% dan 2,5% pada perempuan dengan usia 18 tahun. Diantara orang kulit hitam, prevalensi stroke adalah 3,7% dan 2,2% pada orang kulit putih serta 2,6 % pada orang Asia. (Ali dkk, 2009; carnethon dkk, 2009)

Diantara Warga Amerika Indian yang berusia 65-74 tahun, insiden rata-rata/1000 populasi dengan kejadian stroke yang baru dan berulang pertahunnya adalah 6,1% pada laki-laki dan 6,6% pada perempuan. Rata-rata mortalitas stroke mengalami perubahan dari tahun 1980 hingga 2005. Penurunan mortalitas stroke pada laki-laki lebih besar daripada perempuan dengan rasio laki-laki dibandingkan dengan perempuan menurun dari 1,11 menjadi 1,03. Juga dijumpai penurunan mortalitas stroke pada usia 65 tahun pada laki-laki dibandingkan perempuan (National Center for Health Statistics, 2008) Dari Survey ASNA di 28 RS seluruh Indoneisia, diperoleh gambaran bahwa penderita laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dan profil usia 45 tahun yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,2% dan diatas usia 65 tahun 33,5%. Data-data lain dari ASNA Stroke Collaborative Study diperoleh angka kematian sebesar 24,5% (Misbach dkk, 2007)

d. Sebutkan faktor risiko kasus ini ? Faktor resiko untuk terjadinya stroke yang pertama dapat diklasifikasikan berdasarkan pada kemungkinannya untuk dimodifikasi (nonmodifiable, modifiable, or potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented or less well documented) (Goldstein, 2006) 1. Non modifiable risk factors: 1. Usia 2. Jenis kelamin 3. Berat badan lahir rendah 4. Ras/etnik 5. Genetik 2. Modifiable risk factors: a. Well-documented and modifiable risk factor

1. Hipertensi 2. Terpapar asap rokok 3. Diabetes 4. Atrial fibrillation and certain other cardiac condition 5. Dislipidemia 6. Stenosis arteri karotis 7. Terapi hormon postmenopouse 8. Poor diet 9. Physical inactivity 10. Obesitas dan distribusi lemak tubuh b. Less well-documented and modifiable risk factor 1. Sindroma metabolik 2. Alcohol abuse 3. Penggunaan kontrasepsi oral 4. Sleep disordered-breathing 5. Nyeri kepala migren 6. Hiperhomosisteinemia 7. Peningkatan lipoprotein (a) 8. Elevated lipoprotein-associated phospholipase 9. Hypercoagulability 10. Inflamasi 11. Infeksi

e. Sebutkan manifestasi klinik kasus ? Manifestasi klinis atau tanda yang sering ditunjukkan dengan adanya penyakit ini adalah baal atau mendadak lemas di wajah, lengan atau tungkai, terutama disalah satu sisi tubuh, gangguan penglihatan, bingung mendadak, tersandung, hilangnya keseimbangan dan nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas. Hilangnya respon sensoris dan motoris pada salah satu sisi tubuh secara tiba-tiba

Disartria dan kelemahan pada tangan Perubahan dalam pola penglihatan secara tiba-tiba Pergerakan terganggu secara tiba-tiba Ucapan sulit dimengerti secara tiba-tiba Sakit kepala berat secara tiba-tiba

f. Jelaskan patogenesis kasus ini ? Stroke iskemik terjadi akibat obstruksi atau bekuan disatu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk didalam suatu pembuluh otak atau pembuluh organ distal kemudian bekuan dapat terlepas pada trombus vaskular distal, atau mungkin terbentuk didalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus. Pada kasus ini kemungkinan emboli berasal dari jantung, karena dari riwayat pasien yang menderita hipertensi tidak terkontrol selama 5 tahun dan dari pemeriksaan ekg, lv strain, dan LAD. Hipertensi yang dideritanya menyebabkan gangguan kerja jantung. Pembesaran ventrikel kiri dan lv strain menunjukkan hipertensi yang kronik dan menyebabkan pelebaran annuus mitral sehingga terjadi regurgitasi mitral dan terdengar murmur sistolik. Maka aliran darah ke atrium kiri pun meningkat sehingga mempermudah terbentuknya thrombus. Akibat dari adanya turbulensi merangsang terbentuknya emboli dan penyumbatan di area otak. Pangkal arteria karotis interna (tempat arteria karotis komunis bercabang menjadi arteria karotis interna dan eksterna) merupakan tempat tersering terbentuknya arteriosklerosis. Sumbatan aliran di arteria karotis interna sering merupakan penyebab stroke pada orang berusia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak arteriosklerosis di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis.

g. Jelaskan patofisiologi kasus ini ? Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otah yang ireversibel terjadi setelah tujuh sampai sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas. Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu definisi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan jua menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya. Dengan menghambat Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan Na+ dan Ca+2di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glotamat, yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca+2

.Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor dan penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik(penumbra) Pada saat atrium fibrilasi, kontraksi atrium menjadi tidak efektif. Trombus dapat terbentuk dalam rongga atrium kiri atau bagian lainnya karena tidak adanya kontraksi atrium yang terkoordinasi menyebabkan stasis darah. Hal ini selanjutnya dapat menyebabkan emboli pada sirkulasi sistemik, terutama otak dan ekstremitas. Pada skenario ini emboli menyumbat A. Cerebri media di otak.

h. Sebutkan komplikasi kasus ? a. Komplikasi akut Kenaikan tekanan darah Kenaikan gula darah Gangguan jantung Gangguan respirasi

Infeksi dan sepsis Serangan kejang Ulcer stress

b. Komplikasi kronik Akibat tirah baring lama di tempat tidur bisa terjadi pneumonia, dekubitus, inkontinensia dan akibat imobilisasi lain Rekurensi stroke Gangguan sosial-ekonomi Gangguan psikologis Kematian

i. Jelaskan tata laksana terhadap kasus ini ? ABCIN Airways : jalan nafas tetap lancer Brain: cegah atasi edema Circulation : fungsi jantung Tekanan darah Viscositas darah Infeksi: Nutrisi : cegah/atasi infeksi sesuai kebutuhan Perhtikan penyakit penyerta

Perhatikan kadar gula darah Koreksi bila : -BSS > 250mg% -Hipoglikemia Bila tekanan intra kranial tinggi dengan ancaman herniasi: - Manitol 0,25-0,5 gr/Kg BB tiap 6 jam -Gliserol 50% 0,25-0,5 gr/kg BB per oral tiap 6 jam -Furosemide 1 mg/kg BB Intravena

Pengobatan khusus: -Trombolisis TPA ALTEPLASE < 2 JAM SERANGAN 0,9 MG / KG BB 10% BOLUS SISANYA PER DRIP SELAMA 1 JAM PASTIKAN BUKAN H. STROKE

-Antikoagulan ENOXAPARINE 2 X 40 Mg EMBOLI JANTUNG USIA RELATIF MUDA PASTIKAN BUKAN H. STROKE TD SISTOLLIK < 180 MM HG 5 7 HARI

-Antiplatelet ASPIRIN TICLOPIDIN CLOPIDOGREL CILOSTAZOL GINKOBILOBA

-Obat hemoreologik PENTOXIFILIN 12 JAM 24 JAM I - 50 mg I.V EFEK : DRIP 16 mg / Kg BB/HARI HARI KE 4 25 : ORAL 3 DD 400 mg - DEFORMABILIT RBC - MUNURUNKAN FIBRINOGEN PLASMA

- VISKOSITAS MENURUN

-Neuroprotektor 1.CDP-CHOLIN 2.PIRASETAM 3.NIMODIPIN

PERAWATAN PENDERITA SROKE 1. ISTIRAHAT DIKAMAR YANG TENANG 2. MONITOR KETAT STATUS NEUROLOGIS 3. PERTIMBANGKAN MONITORING JANTUNG 4. POSISI KEPALA / LEHER TERHADAP TEMPAT TIDUR 300 5. JANGAN MENGEJAN 6. NUTRISI ORAL UNTUK PASIEN YANG SADAR 7. 8. 9. NUTRISI NGT UNTUK PENDERITA YANG TIDAK SADAR KESEIMBANGAN AIR ELEKROLIT BILA GELISAH DIBERIKAN SEDATIF YANG RINGAN

10. KURANGI RASA NYERI DENGAN 11. ANALGETIK 12. TURUNKAN TEKANAN DARAH SECARA 13. HATI-HATI DAN MONITOR KETAT

14. BILA PERLU TEKANAN INTRAKRANIAL 15. YANG MENINGGI DITURUNKAN 16. BILA TERJADI KEJANG SEGERA DIATASI

j. Jelsakan pencegahan terhadap kasus ini ?

Pengendalian faktor risiko sedini mungkin yang diketahui dapat meningkatkan kerentanan terhadap aterogenesis merupakan profilaksis penyakikt yang terbaik. Harus dilakukan tindakan untuk menghilangkan atau mengendalikan faktor risiko ini pada setiap individu, dan yang paling utama dikendalikan adalah hiperlipidemia, hipertensi, dan DM.

Pengendalian faktor sedini mungkin agaknya dapat mencegah aterogenesis atau memperlambat perkembangan penyakit sedemikian rupa sehingga jumlah mortalitas atau morbiditas dapat dikurangi. Yang harus ditekankan adalah pendidikan kesehatan dan deteksi sedini mungkin, serta

penegndalian faktor risiko, bukan pengobatan sekuele penyakit yang sudah terjadi.

A. PENCEGAHAN STROKE PRIMER Sebenarnya stroke merupakan masalah kesehatan yang dapat dicegah, yaitu dengan mengontrol faktor resiko yang ada. Resiko stroke adalah keadaan atau kondisi tertentu yang memudahkan terjadinya sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak. Faktor resiko stroke ini dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang dapat dikendalikan dan yang lain merupakan kelompok yang tak mudah dikendalikan. Dengan mengetahui resiko stroke pada seseorang dapat dilakukan intervensi berupa tindakan pencegahan dengan mengubah pola hidup atau dengan medikamentosa (obat-obatan). Tak hanya itu, melakukan olahraga secara teratur selama kurang lebih 30 menit beberapa hari dalam seminggu dengan intensitas sedang cukup berarti dalam menurunkan resiko stroke karena hal itu dapat membantu dalam penurunan berat badan dan menurunkan kadar kolesterol serta fibrinogen. Salah satu contoh olahraga yang baik dilakukan oleh penderita stroke adalah jogging, jalan kaki, dan renang. Mengonsumsi wortel sedikitnya

lima kali dalam seminggu dapat menurunkan resiko terkena stroke hingga 68% bila dibandingkan yang makan wortel satu kali dalam sebulan. Di samping cara-cara pencegahan diatas, terdapat juga beberapa cara yang lain untuk mengurangi resiko stroke, antara lain : * Periksa tekanan darah secara rutin. * Hindarilah merokok. * Periksakan secara rutin jika terdengar bunyi mendesing di leher Anda. * Olahraga secara teratur. * Makan buah dan sayuran yang berwarna hijau atau oranye dan jadikanlah konsumsi sehari-hari. * Makanlah makanan yang mengandung potasium seperti kentang, avokad dan kedelai. * Penggunaan aspirin untuk stroke hanya diberlakukan bagi yang tidak memiliki resiko stroke. * Mengurangi makan makanan yang berlemak dan berkolesterol. * Jauhilah alkohol dan obat-obatan terlarang. B. PENCEGAHAN STROKE SEKUNDER Stroke dan / atau transient ischaemic attack (TIA) karena sebab apa pun meningkatkan terjadinya stroke berikutnya (ulangan) yang dikenal dengan stroke begets stroke. Keadaan ini menjadi sumber utama peningkatan mortalitas dan morbiditas. Sebagai gambaran, di Amerika Serikat, dari 700.000 penderita stroke setiap tahun maka 300.000 orang diantaranya mengalami stroke ulang. Untuk kasus TIA maka kemungkinan terjadinya stroke di kemudian hari lebih tinggi. Kemungkinan terjadinya stroke ulangan ini akan meningkat apabila disertai adanya hipertensi yang tak terkendali. Dalam rentang 5 tahun, resiko untuk terjadinya stroke ulang diantara para penderita stroke berkisar antara 30% 43%. Resiko terjadinya stroke ulang selama 7 hari pascastroke / pascaTIA sebesar 8% 12%, sementara itu penelitian terhadap kelompok penderita stroke lainnya menunjukkan angka yang lebih besar yaitu 20%.

Pencegahan sekunder terhadap stroke iskemik / TIA dapat dilaksanakan dengan pemberian aspirin, ticlopidine, clopidogrel, dipiridamol, warfarin, obatobat antihipertensi, obat-obat antihiperlipidemia, dan anjuran untuk berhenti merokok. Pada kasus tertentu dapat dipertimbangkan tindakan operatif yang disebut carotid endarterectomy. Aspirin dapat menurunkan kemungkinan terjadinya stroke ulang sebesar dua pertiga. Warfarin terutama ditujukan pada penderita yang mengalami fibrilasi atrium nonvalvular. Di samping itu, warfarin juga dapat diberikan kepada penderita stroke kardioemboli yang bersumber pada penyakit jantung valvular dan infark miokardial baru. Titik tangkap aspirin adalah pemutusan jalur siklo-oksigenase sebagai aktivator platelet. Ticlopidine berfungsi secara primer sebagai penghambat jalur adenosin difosfat, mencegah penumpukan platelet. Clopidogrel secara kimiawi mirip dengan tiklopidin, fungsinya juga memblokade aktivasi platelet dengan cara menghambat adenosin difosfat. Sementara itu, dipiridamol menghambat fosfodiesterasi pada jalur aktivasi platelet. Di samping obat-obatan sebagaimana tersebut diatas maka kepada para penderita tetap dianjurkan untuk berhenti merokok, latihan fisik secara teratur sesuai dengan kapasitas yang ada, pengaturan makan dan berat badan, mengurangi asupan garam, dan menghentikan minum alkohol. Sementara itu, dukungan keluarga sangat membantu proses rehabilitasi penderita termasuk pencegahan terjadinya stroke ulang. Rekomendasi American Stroke Association tentang pencegahan stroke sekunder adalah sebagai berikut : 1. Hipertensi a. Hipertensi harus diobati untuk mencegah stroke ulang maupun mencegah penyakit vaskular lainnya. Pengendalian hipertensi ini sangat penting artinya bagi para penderita stroke iskemik dan TIA. Target absolut dalam hal penurunan tekanan darah belum dapat ditetapkan, yang penting adalah bahwa tekanan darah < 120 / 80 mm Hg. b. Modifikasi berbagai macam gaya hidup berpengaruh terhadap upaya penurunan tekanan darah secara komprehensif.

c. Obat-obat yang dianjurkan adalah diuretika dan ACE inhibitor. Namun demikian, pilihan obat disesuaikan dengan kondisi / karakteristik masing-maisng individu. 2. Diabetes melitus a. Pada penderita diabetes melitus maka penurunan tekanan darah dan lipid darah perlu memperoleh perhatian yang lebih serius. Dalam kasus demikian ini maka obat antihipertensi dapat lebih dari satu macam. ACE inhibitor merupakan obat pilihan untuk kasus gangguan ginjal dan diabetes melitus. b. Pada penderita stroke iskemik dan TIA, pengendalian kadar gula direkomendasikan sampai dengan mendekati kadar gula plasma normal (normoglycemic), untuk mengurangi komplikasi mikrovaskular dan kemungkinan timbulnya komplikasi makrovaskular. Sementara itu kadar Hb A1c harus lebih rendah dari 7%. 3. Lipid a. Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar kolesterol yang tinggi, penyakit arteri koroner, atau adanya bukti aterosklerosis, maka penderita harus dikelola secara komprehensif meliputi modifikasi gaya hidup, diet secara tepat, dan pengobatan (dalam hal ini direkomendasikan pemberian statis). Target penurunan kadra kolesterol adalah sebagai berikut : HDL < 100 mg% dan kadar LDL < 70 mg% bagi penderita dengan faktor resiko multipel. b. Penderita stroke iskemik atau TIA yang dicurigai mengalami aterosklerosis tetapi tanpa indikasi pemberian statis (kadar kolesterol normal, tanpa penyakit arteri koroner, atau tidak ada bukti aterosklerosis) beralasan untuk diberi statin untuk mengurangi resiko gangguan vaskular. c. Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar HDL kolesterol rendah dapat dipertimbangkan untuk diberi niasin atau gemfibrozil. 4. Merokok a. Setiap penderita stroke atau TIA harus segera menghentikan kebiasaan merokok. b. Penghentian merokok dapat diupayakan dengan cara penyuluhan dan mengurangi jumlah rokok yang dihisap per hari secara bertahap.

5. Obesitas Bagi setiap penderita stroke iskemik atau TIA dengan obesitas atau overweight sangat dianjurkan untuk mempertahankan body mass index (BMI) antara 18,5 24,9 kg/m2 dan lingkar panggul kurang dari 35 inchi (perempuan) dan kurang dari 40 inchi (laki-laki). Penyesuaian berat badan diupayakan melalui keseimbangan antara asupan kalori, aktivitas fisik dan penyuluhan kebiasaan hidup sehat. 6. Aktivitas fisik Bagi setiap penderita stroke iskemik atau TIA yang mampu untuk melakukan aktivitas fisik sangat dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik ringan selama 30 menit per hari. Untuk penderita yang tidak mampu melakukan aktivitas fisik maka dianjurkan untuk melakukan latihan dengan bantuan atau supervisi orang yang sudah terlatih. 7. Fibrilasi atrial a. Bagi penderita stroke iskemik atau TIA dengan fibrilasi atrial persisten atau paroksismal (intermiten) perlu diberi warfarin dengan penyesuaian dosis target international normalized ration / INR 2,5 dengan rentang 2,0 3,0. b. Bagi penderita yang tidka mungkin diberi antikoagulan maka dapat diberi aspirin 325 mg / hari. 8. Infark miokardia akut dan trombus venrikel kiri a. Bagi penderita stroke iskemik atau TIA yang disebabkan oleh miokardia infark akut dan diketahui ada trombus mural (dengan echocardiography) atau imaging lainnya) maka pemberian antikoagulan sungguh beralasan, untuk mencapai INR 2,0 3,0 selama paling tidak 3 bulan sampai 1 tahun. b. Aspirin perlu ditambahkan bagi penderita yang mengalami penyakit arteri koroner iskemik, selama pemberian antikoagulan, dengan dosis sampai 162 mg/hari. 9. Kardiomiopati Bagi penderita stroke iskemik atau TIA yang mengalami dilated cardiomyopathy perlu diberikan warfarin (INR 2,0 3,0) atau antiplatelet.

10. Penyakit katup mitral rematik a. Bagi penderita stroke iskemik atau TIA dengan penyakit katup mitral rematik, apakah dengan atau tanpa fibrilasi atrial, perlu diberi warfarin untuk jangka lama dengan target INR 2,5 (rentang 2,0 3,0). Dalam hal ini tidak perlu ditambahkan antiplatelet untuk mencegah terjadinya perdarahan. b. Bagi penderita stroke iskemik atau TIA dengan penyakit katup mitral rematik, apakah dengan atau tanpa fibrilasi atrial, yang mengalami emboli berulang selama pemberian warfarin, disarankan untuk diberi aspirin dengan dosis 81 mg / hari. 11. Hiperhomosistinemia Bagi penderita stroke iskemik atau TIA dengan hiperhomosistinemia (kadar lebih dari 10 umol / liter) perlu diberi multivitamin standar dengan vitamin B6 yang cukup (1,7 mg / hari), vitamin B12 (2,4 ug / hari) dan folat (400 ug / hari). Obat ini cukup murah harganya. Namun demikian, penurunan kadar homosistein tidak serta merta menurunkan resiko terjadinya stroke ulang karena masih ada faktor lainnya yang berpengaruh. 12. Obat-obat antiplatelet a. Aspirin dengan dosis antara 50 1300 mg / hari cukup manjur untuk mencegah terjadinya stoke iskemik ulang. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa aspirin dosis tinggi dapat menjadi faktor resiko untuk terjadinya perdarahan gastrointestinal. Di samping itu, tidaklah beralasan bahwa makin tinggi dosis aspirin maka makin tinggi pula manfaatnya. b. Ticlopidine menurunkan resiko terjadinya stroke iskemik ulang, infark miokardia dan kematian (composite outcome) sebesar 23%. Khusus untuk stroke iskemik, ticlopidine dengan dosis 2 x 250 mg / hari menurunkan resiko relatif terjadinya stroke ulang secesar 12%. c. Clopidogrel memberi manfaat yang sama dengan aspirin dalam ha; pencegahan stroke ulang. Kombinasi clopidogrel dan aspirin meingkatkan resiko terjadinya perdarahan. Sementara itu, bagi penderita yang alergi terhadap aspirin maka clopidogrel dapat diberikan sebagai penggantinya.

d. KOmbinasi extended-release dipyridamole dan aspirin menurunkan stroke ulang dan kematian sebesar 33% dan 38% untuk stroke ulang; kombinasi ini cukup aman bagi penderita. e. Kombinasi clopidogrel dan aspirin memberi manfaat yang sama dengan clopidogrel sebagai obat tunggal dalam menurunkan composite outcome.

k. Jelaskan prognosis kasus ? Prognosis penyakit tergantung tingkat keparahan lesi pada otak. Semakin parah dan luas kerusakan, semakin jelek prognosisnya. Pada stroke terdapat fenomena plastisitas otak, dimana bagian otak yang tidak terkena serangan dapat berperan menggantikan fungsi bagian otak yang rusak. Namun begitu, fungsi tersebut tidak sesempurna fungsi pada bagian aslinya. Kemudian kecepatan penanganan juga menentukan, dimana penanganan yang cepat dapat mengembalikan ke kondisi semula, dan penanganan yang lambata akan menyebabkan infark yang semakin lama akan semakin luas, akhirnya dapat menyebabkan kematian. Jika mitral regurgitasi kronik ini terus berlanjut jadi atrial fibrilasi, dapat terjadi penurunan fungsi sistolik, penurunan curah jantung, dan menyebabkan gagal jantung. l. Sebutkan KDU pada kasus ini ? 3B mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, merujuk ke rumah sakit yang relevan (kasus gawat darurat)

V.

SINTESIS

Anatomi cerebrovaskular Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial (Gambar 2.1.).12 Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi (Gambar 2.2).12,13 Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabutserabut saraf ke target organ (gambar 2.3.).4

Gambar 2.1. Sel Glia Pada Otak

Gambar 2.2. Pembuluh Darah di Otak

Gambar 2.3. Bagian Otak dan Fungsi Otak

Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke. Vaskularisasi Otak Arteri Otak

Otak disuplai oleh dua arteria carotis interna dan dua arteria vertebralis. Keempat arteri terletak di dalam ruang subarachnoid, dan cabang-cabangnya beranastomosis pada permukaan inferior otak membentuk circulus Willisi (circulus arteriosus). Circulus Willisi memungkinkan darah yang masuk melalui arteria carotis interna atau arteria vertebralis didistribusikan ke setiap bagian dari kedua hemispherium cerebri. Cabang-cabang cortical dan central dari circulus ini menyuplai substansi otak.

Arteri Carotis Interna

Arteria carotis interna berasal dari arcus aorta dimulai pada bifurcation arteria carotis communis. Disini biasanya terdapat dilatasi setempat yang disebut sinus caroticus. Pada arcus aorta terdapat 3 cabang, yakni trunkus brachiocephalicus (bercabang menjadi a. carotis communis dekstra dan a. subclavia dekstra), a. carotis communis sinistra, dan a. subclavia sinistra. A. carotis communis akan bercabang menjadi a. carotis communis interna dan a. carotis eksterna.Arteria carotis interna berjalan naik melalui leher dan menembus basis crania melalui canalis caroticus os temporal. Selanjutnya, arteria carotis interna berjalan secara horizontal ke

depan, keluar dari sinus cavernosus pada sisi medial processus clinoideus anterior dengan menembus duramater. Kemudian arteri ini masuk ke dalam ruang subarachnoid dengan cra menembus arachnoidea mater dan membelok ke belakang menuju sulcus cerebri lateralis. Di sini arteri ini bercabang menjadi a. cerebri anterior dan a. cerebri media. Cabang-cabang arteria carotis interna pars cerebralis: A. opthalmica, dipercabangkan sewaktu a. carotis interna keluar dari sinus cavernosus.

Pembuluh ini masuk orbita melalui canalis opticus, di bawah dan lateral n. opticus. Arteria ini memperdarahi mata serta struktur-struktur orbita lainnya dan cabang-cabang terminalnya memperdarahi daerah frontal kulit kepala, sinus ethmoidalis, sinus frontalis, dan dorsum nasi. A. communicans posterior, adalah pembuluh kecil yang berjalan ke belakang untuk

bergabung dengan a. cerebri posterior. A. choroidea, sebuah cabang kecil, berjalan ke belakang, masuk ke cornu inferior

ventriculus lateralis, dan berakhir di dalam plexus choroideus. Arteria ini membentuk cabangcabang kecil untuk struktur-struktur di sekitarnya, termasuk crus cerebri, corpus geniculatum laterale, tractus opticus, dan capsula interna. A. cerebri anterior, berjalan ke depan dan medial, dan masuk ke dalam fissura

longitudinalis cerebri. Arteri tersebut bergabung dengan arteri yang sama dari sisi yang lain melalui a. communicans anterior. Pembuluh ini membelok ke belakang di atas corpus calossum, dan cabang-cabang corticalnya menyuplai permukaan medial cortex cerebri sampai ke sulcus parieto-occipitalis. Pembuluh ini juga menyuplai sebagian cortex selebar 1 inci pada permukaan lateral yang berdekatan. Dengan demikian a. cerebri anterior menyuplai area tungkai gyrus precentralis. Sejumlah cabang-cabang centralis menembus substansi otak dan mensuplai massa substansia grisea di bagian hemispherium cerebri. A. cerebri media, adalah cabang terbesar dari a. carotis interna, berjalan ke lateral dalam

sulcus lateralis. Cabang-cabang cortical menyuplai seluruh permukaan lateral hemisphere, kecuali daerah sempit yang disuplai oleh a. cerebri anterior, polus occipitalis dan permukaan inferolateral hemisphere yang disuplai oleh a. cerebri posterior. Dengan demikian, arteri ini menyuplai seluruh area motoris kecuali area tungkai. Cabang-cabang centralis masuk ke substansia perforata anterior dan menyuplai massa substansia grisea di bagian dalam hemispherium cerebri.

Arteri Vertebralis A. vertebralis, cabang dari a. subclavia, berjalan ke atas melalui foramen processus transversus vertebra C1-6. Pembuluh ini masuk ke tengkorak melalui foramen magnum dan berjalan ke atas, depan dan medial medulla oblongata. Pada pinggir bawah pons, arteri ini bergabung dengan arteri vertebralis dari sisi lainnya membentuk a. basilaris. Arteri Basilaris A. basilaris dibentuk dari gabungan kedua a. vertebralis, berjalan naik di dalam alur pada permukaan anterior pons. Pada pinggir atas pons bercabang dua menjadi a. cerebri posterior. Cabang-cabangnya: 1. 2. Cabang-cabang untuk pons, cerebellum, dan telinga dalam. Arteri cerebri posterior, pada masing-masing sisi melengkung ke lateral dan belakang di

sekeliling mesencephalon. Cabang-cabang cortical menyuplai permukaan inferolateral lobus temporalis dan permukaan lateral dan medial lobus occipitalis. Jadi menyuplai cortex visual. Cabang-cabang central menembus substansi otak dan meyuplai massa substantia grisea di dalam hemisphere cerebri dan mesencephalon.

Circulus Willisi Circulus Willisi terletak di dalam fossa interpeduncularis basis crania. Sirkulus ini dibentuk oleh anastomosis antara kedua arteria carotis interna dan kedua arteria vertebralis. Arteria communicans anterior, arteria cerebri anterior, arteria carotis interna, arteria communicans posterior, arteria cerebri posterior, dan arteria basilaris ikut membentuk sirkulus. Circulus Willisi memungkinkan darah yang masuk melalui arteria carotis interrna dan arteria vertebralis dapat memperdarahi semua bagian di kedua hemispherium cerebri. Cabang-cabang kortikal dan sentral berasal dari circulus dan menyuplai jaringan otak. Persarafan Arteria-arteria Cerebri Arteria-arteria cerebri menerima banyak persarafan dari serabut saraf postganglionic simpatis. Serabut-serabut ini berasal dari ganglion symphaticum cervical superius. Stimulus pada serebri ini menimbulkan vasokonstriksi arteri-arteri cerebri. Akan tetapi, pada keadaan normal, aliran darah setempat terutama diatur oleh konsentrasi karbon dioksida, ion hydrogen, dan adanya oksigen si dalam jaringan saraf; peningkatan konsentrasi karbon dioksida dan ion hydrogen serta penurunan tekanan oksigen menimbulkan vasodilatasi. Gangguan Sirkulasi Serebri Lesi vascular otak sangat sering terjadi dan defek neurologis yang ditimbulkan bergantung pada ukuran arteria yang tersumbat, keadaan sirkulasi kolateral, dan area otak yang terkena.

Penelitian klinis dan pemeriksaan postmoertem menunjukkan tingginya frekuensi lesi pada arteria carotis communis, arteria carotis interna, dan arteria vertebralis di leher. Sindrom Arteria Cerebri Oklusi arteria cerebri anterior Jika oklusi arteria terjadi di proksimal arteria communicans anterior, sirkulasi kolateral biasanya cukup untuk mempertahankan sirkulasi. Oklusi di distal arteriea communicans dapat menimbulkan tanda dan gejala berikut: 1. Hemiparesis dan hilangnya hemisensorik kontralateral yang terutama mengenai tungkai dan kaki (cortex lobules paracentralis). 2. Ketidakmampuan untuk mengidentifikasi objek dengan benar, apatis, dan perubahan kepribadian (lobus frontalis dan parietalis). Oklusi arteria cerebri media Oklusi arteria dapat menimbulkan tanda dan gejala berikut tetapi gambaran klinis akan bervariasi sesuailokasi oklusi dan tingkat anastomosis kolateral. 1. Hemiparesis dan hilangnya hemisensorik kontralateral yang terutama mengenai wajah dan lengan (gyrus precentralis dan postcentralis). 2. Afasia jika mengenai hemispherium kiri (jarang terjadi jika mengenai hemispherium kanan). 3. Hemianopsia homonym kontralateral (kerusakan pada radiation optica), 4. Anosognosia jika mengenai hemispherium kanan (jarang terjadi jika mengenai hemispherium kiri). Oklusi arteria cerebri posterior Oklusi arteria dapat menimbulkan tanda dan gejala berikut, tetapi gambaran klinis akan bervariasi bergantung pada letak oklusi dan ketersediaan anastomosis kolateral. 1. Hemianopsia homonym kontralateral dengan beberapa tingkat macular sparing (kerusakan pada korteks calcarina, macular sparing karena polus occipitalis menerima suplai darah kolateral dari arteri cerebri media). 2. Agnosia visual (iskemia lobus occipitalis kiri). 3. Gangguan daya ingat (kemungkinan terjadi kerusakan pada aspek medial lobus temporalis). Oklusi arteria carotis interna Oklusi dapat terjadi tanpa menimbulkan tanda dan gejala atau dapat menimbulkan iskemia serebri massif, bergantung pada derajat anastomosis kolateral.

1. Gejala dan tanda seperti pada oklusi arteria cerebri media, termasuk hemiparesia dan hemianestesia kontralateral. 2. Terdapat buta parsial atau total pada sisi yang sama, tetapi jarang terjadi buta permanen (emboli yang terlepas dari arteria carotis interna mencapai retina melalui arteria opthalmicaa). Oklusi arteria vertebrobasilaris Arteria vertebralis dan basilaris memperdarahi seluruh bagian susunan saraf pusat di dalam fossa crania posterior, dan melalui arteria cerebri posterior kedua arteri ini memperdarahi korteks visual kedua sisi. Tanda dan gejala klinis sangat bervariasi dan dapat meliputi hal-hal berikut. 1. Hilangnya sensasi suhu dan nyeri pada wajah ipsilateral serta hilangnya sensasi suhu dan nyeri pada tubuh kontralateral. 2. Serangan hemianopsia atau buta kortikal total. 3. Hilangnya refleks muntah ipsilateral, disfagia, serta suara serak akibat lesi pada nuclei nervus glossopharyngeus dan nuclei nervus vagus. 4. Vertigo, nistagmus, mual, dan muntah 5. Sindrom Horner ipsilatral. 6. Ataksia ipsilateral dan tanda serebelar lain. 7. Hemiparesis unilateral atau bilateral. 8. Koma.

FISIOLOGI CEREBROVASCULAR

Sistem saraf pusat (SSP) diisi oleh jaringan yang kaya pembuluh darah untuk memenuhi kebutuhan yang berubah-rubah dari metabolisme saraf lokal dan regional. Aliran darah otak (CBF) dapat dilihat dari 2 sudut pandang: ciri umum, dan gambaran unik dari SSP. Ciri Umum Aliran Darah Sifat alami darah adalah bahwa substansi tertentu (leukosit, eritrosit, dan trombosit) tersuspensi dalam plasma. Komponen darah cenderung untuk berkumpul di bagian tengah aliran, dan akan bervariasi sesuai ukuran lumen, sehingga sifat darah di arteri yang lebih besar tidak dapat disamakan dengan pembulih darah yang lebih kecil. Lebih jauh lagi, pernyataan

tentang tekanan darah, aliran darah, dan perfusi jaringan harus dipertimbangkan sesuai pulsasi aliran darah. Faktor-faktor lain juga mempengaruhi aliran darah, meliputi suhu lokal dan pH, tekanan oksigen dan karbondioksida, K+, H+, HCO3- pada jaringan dan darah; hematokrit, cardiac output, tekanan darah, faktor neurogenik, tahanan vaskuler, dan lainnya termasuk mediator saraf dan kimiawi. Viskositas Viskositas ditentukan berbagai faktor termasuk hematokrit, kemampuan berubah bentuk dan beragregasi, dan viskositas plasma. AUTOREGULASI DAN METABOLISME Pada kondisi istirahat, dialirkan sekitar 750cc darah permenit (15-20% cardiac output). Parameter penting dalam memperhitungkan aliran darah otak yang dinamakan tekanan perfusi cerebral (CPP), yang idealnya menggambarkan perbedaan mean tekanan arterial (MAP) dikurangi tekanan intra kranial (ICP). Diperkirakan bahwa pada CPP antara 50 dan 130 mmHg hanya terdapat sedikit, bila ada, variasi dalam CBF total. Sirkulasi carotis (anterior) memperoleh mayoritas aliran darah dalam kecepatan yang lebih tinggi (335 cc/menit melalui setiap carotis) sedangkan sirkulasi posterior (vertebrobasiler), memperoleh 75 cc/menit. Lebih jauh lagi, juga terdapat perbedaan antara substansia grisea yang merupakan jaringan dengan aliran cepat (64 cc/ 100 g/ menit) dengan substansia alba yang merupakan jaringan dengan aliran pelan (15-20 cc/ 100 g/ menit). Aliran darah juga terkait dengan aktivitas elektroserebral. Karena mekanisme otak dalam meregulasi aliran darahnya masih tidak jelas, maka terdapat beberapa teori yang diajukan. Teori Miogenik Teori ini menyatakan bahwa pembuluh darah dapat mengenali aliran dan menyesuaikan diri terhadapya. Menurut Baliss dalam 1902, apabila tekanan dalam pembuluh darah meningkat, maka pembuluh darah tersebut akan berkontraksi untuk meningkatkan tahanannya sehingga mengurangi aliran darah. Teori Neurogenik

Edvinsson dkk menjelaskan berbagai bahwa terdapat berbagai saraf pada pembuluh darah piamater, yang menjelaskan mengenai regulasi sentral. Kerusakan autoregulasi yang masif, sebagaimana yang ditemui pada cedera SSP seperti pada trauma atau perdarahan subarachnoid, juga menunjukkan mekanisme sentral. Hal ini lebih jauh didukung oleh data yang menunjukkan bahwa beberapa neuropeptida juga berperan pada kondisi ini. Faktor lokal ini menggantikan hal yang sebelumnya dikenal dengan respon miogenik pembuluh serebral terhadap perubahan CBF. Teori Metabolik dan Metabolisme Otak Banyak studi yang menunjukkan peningkatan aliran darah ke area tertentu dari otak sehubungan dengan peningkatan aktivitas dari area tersebut. Neuron sangatr tergantung pada oksigen dan glukosa. Jaringan neuronal hanya mampu menggunakan energi dari metabolisme aerobik dari glukosa.keton akan dimetabolisme dalam bentuk terbatas pada kondisi kelaparan sedangkan lipid tidak dapat digunakan. Simpanan glikogen dalam otak normal tidak ada, sehingga jaringan saraf tergantung pada aliran kontinyu dari pembuluh darah otak. Metabolisme anaerob menghasilkan peningkatan cepat jumlah laktat yang menurunkan pH dan meningkatkan ketersediaan ion H+ lokal. Parameter yang digunakan untuk menentukan aktivitas metabolik dinamakan CMRO2, atau metabolisme lokal otak dari O2. Diasumsikan bahwa penggunaan O2 merefleksikan metabolisme glukosa lokal dan hal ini dikonfirmasi dengan penggunaan scanning positron emission tomography (PET). Efek dari variasi kondisi metabolik yang normal dan yang berubah yang mempengaruhi CMRO2 dan dapat diukur, dapat membantu memecahkan masalah seputar peran dari mekanisme sentral dan umpan balik neurogenik dalam mengontrol CBF, sehingga bermanfaat untuk panduan terapi di masa yang akan datang. Faktor Lokal yang Mempengaruhi Autoregulasi Kondisi lokal lain tampaknya juga berperan dalam autoregulasi. Faktor ini meliputi pO2, pCO2, konsentrasi H+ dan pH lokal serta suhu. Efek individual dari faktor-faktor ini dapat diidentifikasi dengan segera, namun interaksi diantara faktor-faktor tersebut masih tetap kompleks. Oksigen Oksigen tidak akan mempengaruhi CBF hingga pO2 turun sampai dibawah 50 mmHg dimana CBF akan meningkat dengan cepat. Ketika pO2 sebesar 30 mmHg, CBF menjadi dua

kali lipatnya. Hal ini kemungkinan bervariasi sesuai hematokrit. Peningkatan pO2 menginduksi sedikit penurunan CBF, ketika subyek normal bernafas dengan oksigen 100 % maka CBF berkurang 10 hingga 13%. Oksigen hiperbarik diberikan pada 2 atm akan menurunkan CBF sebesar 22 % tanpa merubah konsumsi oksigen otak. Penurunan ini tetap terjadi bahkan bila terjadi hiperkapnea. Terdapat sejumlah bukti bahwa pasien NS mengalami perbaikan outcome jika pO2 dipertahankan sedikitnya 80 mmHg. Karbondioksida Konsentrasi ion H+ dan pCO2 mempengaruhi CBF. Telah diketahui bahwa dengan konsentrasi pCO2 antara 20 60 mmHg, hubungan antara pCO2 dan CBF terlihat dengan peningkatan CBF 2 3 % setiap peningkatan pCO2 sebesar 1 mmHg. Penyebabnya masih belum jelas dan mungkin terkait dengan perubahan pH sistemik dan atau tekanan darah sistemik. Hiperventilasi Hiperventilasi adalah terapi yang penting pada pasien dengan peningkatan TIK, terutama dengan sindroma herniasi akut. Prinsip klinis doktrin Monroe-Kelly dimana dalam rongga intrakranial yang tetap maka volume muatannya juga tetap. Volume ini, totalnya mencapai 1600 cc, normalnya terdiri dari jaringan otak (84%), darah (4%) dan cairan sererospinal (12%). Diamati oleh Cushing bahwa bila ditambahkan suatu komponen (lesi massa dengan sebab apapun, baik hematoma, tumor ataupun swelling) maka volumenya akan terlampaui sehingga menghasilkan respon fisiologis (refleks Cushing). Mekanisme kompensasi awal meliputi penurunan jumlah darah dan cairan serebrospinal. Penurunan jumlah darah melalui penurunan CBF akan membantu menghambat hipertensi intrakranial. Hiperventilasi, dengan pCO2 yang menurun, akan bermanfaat. Sayangnya, saat SSP cepat menyesuaikan diri terhada perubahan ini, sukar untuk mengetahui berapa lama reaksi ini bertahan. Bahkan tampaknya pembuluh darah serebral juga menyesuaikan diri dalam 24 -36 jam. Hiperventilasi yang berkepanjangan memiliki efek yang buruk dengan menyebabkan iskemia. Peneliti yang lain memperoleh data dari manipulasi pCO2 secara langsung terhadap perubahan MAP dimana CBF akan bervariasi secara langsung dengan MAP pada area yang rusak dan tidak dipengaruhi oleh pCO2. Banyak ilmuwan yang berkonsentrasi dalam meneliti fenomena steal and countersteal yang secara teoritis mungkin terjadi. Peneliti-peneliti tersebut mengajukan teori bahwa jika suatu

bagian dari sirkulasi otak kehilangan kemampuan autoregulasinya, dan jika aliran yang melalui bagian tersebut berhubungan secara langsung dengan MABP, maka ketika Kalsium Saat ini peran ion Ca++ pada metabolisme dan aliran darah otak sedang diteliti secara intensif. Bukti-bukti yang mendukung mengenai peran aktif Ca++ dalam CBF mencakup peran Ca++ pada kontraksi otot dan peningkatan penggunaan Ca++ channel blocker dalam pengelolaan hipertensi dan penyakit arteri koroner. Lebih jauh lagi, influks dari Ca++ dianggap sebagai .. Konsentrasi ion Ca++ ekstraseluler adalah sekitar 4-5 mEq/L dan konsentrasi Ca++ intraseluler adalah 10-7 mEq/L. PENGUKURAN ALIRAN DARAH OTAK Pertanyaan yang paling penting adalah bagaimana menetukan aliran darah sesungguhnya ke suatu bagian tertentu dari otak. Adolfo Fick menyatakan bahwa jumlahh substansi yang diserap oleh suatu organ tertentu berhubungan dengan perbedaan konsentrasi dari substansi tersebut dan aliran darah ( yang membawa substansi tersebut) antara arteri dan vena. Penggunaan Nitrous Oksida, suatu substansi yang tidak diserap maupun disekresi oleh otak, dan dengan menerapkan teori dari Fick, Kety dan Schmidt. STROKE (NON-HEMORAGIC)

A. Definisi Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian. Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus.

B. Etiologi

Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme patogenik yaitu trombosis serebri atau emboli serebri. Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau cabangnya, biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering timbul selama tidur dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit neurologi bisa timbul progresif dalam beberapa jam atau intermiten dalam beberapa jam atau hari. Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau cabangnya oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal, seperti bifurkasio arteri karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke dalam plak atau ulserasi di atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme serebri sering di mulai mendadak, tanpa tanda-tanda disertai nyeri kepala berdenyut.

C. Klasifikasi Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral, dapat di bagi dalam : 1. Stroke non hemoragik yang mencakup a. TIA (Transient Ischemic Attack) b. Stroke in-evolution c. Stroke trombotik d. Stroke embolik e. Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti tumor, abses, granuloma. 2. Berdasarkan subtipe penyebab a. Stroke lakunar b. Stroke trombotik pembuluh besar c. Stroke embolik d. Stroke kriptogenik

D. Faktor Resiko

Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang dapat di modifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi : 1. Usia Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir 13% berumur di bawah 45 tahun. 2. Jenis kelamin Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria lebih banyak menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan perbedaan angka kematianya masih belum jelas. 3. Heriditer Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena stroke. 4. Ras atau etnik Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih. Data sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada suku Jawa (khususnya Yogyakarta).

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi : 1. Riwayat stroke Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu lima tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai 42%. 2. Hipertensi Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam kali ini sering disebut the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan darah tinggi apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90

mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak. 3. Penyakit jantung Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, paska oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah otak. 4. Diabetes melitus Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. 5. TIA Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan berfariasi tapi biasanya 24 jam. Satu dari seratus orang dewasa di perkirakan akan mengalami paling sedikit satu kali TIA seumur hidup mereka, jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama. 6. Hiperkolesterol Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas. Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma sehingga lipid terikat dengan protein sebagai mekanisme transpor dalam serum, ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipuprotein yaitu kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat pada HDL. Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas batas normal, kondisi ini secara langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko stroke, merusak dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung

koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL <40mg/dl, trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan membentuk plak di dalam pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. 7. Obesitas Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Mengukur adanya obesitas dengan cara mencari body mass index (BMI) yaitu berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan. 8. Merokok Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan darah.

E. Patofisiologi Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (1200-1400 gram) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial. Dalam jumlah normal darah yang mengalir ke otak sebanyak 50-60ml per 100 gram jaringan otak per menit. Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak adalah 700-840 ml/menit, dari jumlah darah itu di salurkan melalui arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (dekstra dan sinistra), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior, yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior, selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus Willisi.

Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu di ingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang di perdarahi oleh arteri tersebut dikarenakan masih terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang sering mendasari dari berbagi proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak diantaranya dapat berupa : 1. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan thrombosis. 2. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah. 3. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium.

Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan terjadinya kelainan-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang tidak mendapat suplai darah, yang diantaranya dapat terjadi kelainan di system motorik, sensorik, fungsi luhur, yang lebih jelasnya tergantung saraf bagian mana yang terkena.

F. Gejala Klinis Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, kesadaran biasanya tidak mengalami penurunan. Tabel 1. Skala koma Glasgow.9

Buka mata (E) 1. Tidak ada respons 2. Respons dengan rangsangan nyeri 3. Buka mata dengan

Respon motorik (M) 1. Tidak ada gerakan 2. Ekstensi abnormal 4. Fleksi abnormal

Respon verbal (V) 1. Tidak ada suara 2. Mengerang 3. Bicara kacau

perintah 5. Buka mata spontan 5. Menghindari nyeri 4. Disorientasi tempat dan waktu 5. Orientasi baik dan sesuai

6. Melokalisir nyeri 7. Mengikuti perintah

Penilaian skor skala koma Glasgow : a. Koma (GCS = 3-8) b. Konfusi, lateragi atau stupor (GCS = 9-14) c. Sadar penuh, atentif dan orientatif (GCS = 15) Tabel 2. Gangguan nervus kranial.25 Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis dengan lesi Anosmia (hilangnya daya penghidu) Amaurosis Diplopia (penglihatan III: Okulomotorius Gerak mata; kontriksi pupil; akomodasi kembar), ptosis; midriasis;hilangnya akomodasi IV: Troklearis Gerak mata Sensasi umum wajah, kulit V: Trigeminus kepala, dan gigi; gerak mengunyah VI: Abdusen Gerak mata Pengecapan; sensasi VII: Fasialis umum pada platum dan telinga luar; sekresi Diplopia mati rasa pada wajah; kelemahan otot rahang Diplopia Hilangnya kemampuan mengecap pada dua pertiga anterior lidah;

I: Olfaktorius II: Optikus

Penciuman Penglihatan

kelenjar lakrimalis, submandibula dan sublingual; ekspresi wajah VIII: Pendengaran;

mulut kering; hilangnya lakrimasi; paralisis otot wajah Tuli; tinitus(berdenging terus menerus); vertigo; nitagmus Hilangnya daya pengecapan pada sepertiga posterior lidah; anestesi pada farings; mulut kering sebagian

Vestibulokoklearis keseimbangan Pengecapan; sensasi IX: Glosofaringeus umum pada faring dan telinga; mengangkat palatum; sekresi kelenjar parotis Pengecapan; sensasi umum pada farings, laring X: Vagus dan telinga; menelan; fonasi; parasimpatis untuk jantung dan visera abdomen XI: Asesorius Spinal Fonasi; gerakan kepala; leher dan bahu

Disfagia (gangguan menelan) suara parau; paralisis palatum

Suara parau; kelemahan otot kepala, leher dan bahu Kelemahan dan pelayuan lidah

XII: Hipoglosus

Gerak lidah

Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana Pendeita stroke non hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak kiri akan mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada sebalah kanan, dan begitu pula sebaliknya dan sebagian juga terjadi Hemiparese dupleks, pendeita stroke non hemoragik yang

mengalami hemiparesesi dupleks akan mengakibatkan terjadinya kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus bahkan dapat sampai mengakibatkan kelumpuhan.

G. Pemeriksaan Fisik

Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami, pemeriksaan neurologik terdiri dari penilaian hal-hal berikut ini :25 1. Status mental a. Tingkat kesadaran b. Bicara c. Orientasi d. Pengetahuan kejadiankejadian mutakhir e. Pertimbangan f. Abstraksi 2. Nervus kranial a. Nervus olfaktorius b. Nervus optikus c. Nervus okulomotorius d. Nervus troklearis e. Nervus trigeminus f. Nervus abdusen g. Nervus fasialis h. Nervus vestibulokoklearis i. Nervus glosofaringeus j. Nervus vagus k. Nervus asesorius l. Nervus hipoglosus g. Kosakata h. Respons emosional i. Daya ingat j. Berhitung k. Pengenalan benda l. Praksis (integrasi aktivitas motorik).

3.

Fungsi motorik a. b. c. Masa otot bisa dengan inspeksi. Kekuatan otot Tonus otot

4.

Reflek Ada dua jenis reflek yang di periksa yaitu reflek renggang, atau tendo

profunda, dan refleksuperfisial. Reflek renggang diantaranya yaitu reflek biseps, brakioradialis, triseps, patela dan achiles. Reflek superfisial yang abnormal yaitu reflek babinski, reflek chaddock, reflek openheim. Reflek babinski untuk menguji radiks saraf pada lumbal lima sampai sacrum dua, dengan menggores bagian telapak kaki bagian lateral dari tumit ke arah pangkal jari-jari kaki melengkung ke medial, maka akan terjadi dorsifleksi ibu jari kakai dengan penyebaran jari-jari lainya. Reflek chaddock akan terjadi dorsofleksi ketika sisi lateral kaki di gores. Reflek openheim dengan penekanan tulang kering yang akan menyebabkan dorsofeksi ibu jari kaki. 5. Fungsi sensorik a. b. c. d. e. 6. Sentuhan ringan Sensasi nyeri Sensasi getar Propriosepsis (sensasi posisi) Lokalisasi taktil.

Fungsi serebelar a. Tes jari ke hidung jika terjadi gangguan di serebelum maka akan melewati sasaran secara terus menerus dan kadang di sertai tremor. b. Tes tumit kelutut c. Gerakan yang berganti-ganti dengan cepat. d. Tes Romberg dengan cara menyuruh pasien berdiri di depan pemeriksa, dengan kaki di rapatkan sehingga kedua tumit dan jari-jari kaki saling bersentuhan tes ini positif jika pasien mulai bergoyang-goyang dan harus memindahkan kakinya untuk keseimbangan.

e. Gaya

berjalan. Hemiplegi cenderung

menyeret

kakinya.

Parkinson

cenderung berjalan dengan langkah pendek, diseret, kepala membungkuk dengan punggung membungkuk dan tergesa-gesa. Ataksia serebelum berjalan dengan langkah kaki berdasar lebar, kedua kakinya sangat jauh terpisah ketika berjalan. Foot drop dengan gaya berjalan seperti menampar yang khas. Ataksia sensoris yaitu berjalan dengan langkah-langkah yang tinggi.

H. Pemeriksaan Laboratorium dan Teknik Pencitraan Pemeriksaan laboratorium standar biasanya di gunakan untuk menentukan etiologi yang mencakup urinalisis, darah lengkap, kimia darah, dan serologi. Pemeriksaan yang sering dilakukan untuk menentukan etiologi yaitu pemeriksaan kadar gula darah, dan pemeriksaan lipid untuk melihat faktor risiko dislipidemia : 1. Gula darah Tabel 3. Kadar glukosa darah. Kriteria diagnostik DM Bukan DM (mg/dl) Kadar glukosa darah sewaktu Plasma Vena Darah kapiler Kadar glukosa darah puasa Plasma vena Darah <110 <90 110 125 90 109 >126 >110 <110 <90 110 199 90 199 >200 >200 Belum pasti DM (mg/dl) DM (mg/dl)

Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat hipertensi. Diabetes melitus mampu menebalkan pembuluh darah otak yang besar, menebalnya pembuluh darah otak akan mempersempit diameter pembuluh darah otak dan akan mengganggu kelancaran aliran darah otak. Di samping itu, diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke.

2.

Profil lipid Tabel 4. Kadar Lipid Serum Normal Kolesterol Total (mg/dl) < 200 200 239 240

Optimal Diinginkan Tinggi LDL Optimal Mendekati optimal Diinginkan Tinggi Sangat tinggi HDL Rendah Tinggi Trigliserida Optimal Diinginkan Tinggi Sangat tinggi

< 100 100 129 130 159 160 189 190

< 40 60

< 150 150 199 200 449 500

Pemeriksaan lain yang dapat di lakukan adalah dengan menggunakan teknik pencitraan diantaranya yaitu : 1. CT scan

Untuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang peka untuk mendeteksi stroke non hemoragik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT scan dapat memberi hasil tidak memperlihatkan adanya kerusakan hingga separuh dari semua kasus stroke non hemoragik. 2. MRI (magnetic resonance imaging)

Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke non hemoragik rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus. Alat ini kurang peka dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi perdarahan intrakranium ringan. 3. Ultrasonografi dan MRA (magnetic resonance angiography)

Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan gelombang suara untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari kemungkinan penyempitan arteri atau bekuan di arteri utama, MRA khususnya bermanfaat untuk mengidentifikasi aneurisma intrakranium dan malformasi pembuluh darah otak. 4. Angiografi otak

Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke dalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di leher dan kepala.

I. Penatalaksanaan 1. Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik a. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama) menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil CT scan normal, tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat di lakukan di rumah sakit yang fasilitasnya lengkap. b. Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang diantaranya yaitu : 1) Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi dengan manitol dan hindari cairan hipotonik. 2) Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat mencegah trombosis yang progresif dan optimalisasi volume dan tekanan darah yang dapat menyerupai kegagalan perfusi. 3) Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga faktor utama adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan hipertensi akut, ini tak

boleh di beri antikoagulan selama 43-72 jam pertama, bila ada hipertensi beri obat antihipertensi. c. Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke terapi dengan heparin. 2. Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut a. Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg) 10% di berikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam wakti 1 jam jika onset di pastikan <3 jam dan hasil CT scan tidak memperlihatkan infrak yang luas. b. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat diberikan digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam. c. Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat memperluas infrak dan perburukan neurologis. Pedoman penatalaksanaan hipertensi bila terdapat salah satu hal berikut : 1) Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi neurologis seperti, iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik, hipertensi maligna (retinopati), nefropati hipertensif, diseksi aorta. 2) Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali pengukuran selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik >120 mmHg, tekanan arteri rata-rata >140 mmHg. 3) Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg. d. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis atau radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran menurun, gangguan pernafasan atau stroke dalam evolusi. e. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas. f. Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke vetebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata pada CT scan.

g. Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800 unit/jam, 20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai masa tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi : 1) 2) 3) 4) 5) Kemungkinan besar stroke kardioemboli TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis Stroke dalam evolusi Diseksi arteri Trombosis sinus dura

Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan nafas yang adekuat sangatlah penting. Pastikan pasien bisa menelan dengan aman dan jaga pasien agar tetap mendapat hidrasi dan nutrisi. Menelan harus di nilai (perhatikan saat pasien mencoba untuk minum, dan jika terdapat kesulitan cairan harus di berikan melalui selang lambung atau intravena. Beberapa obat telah terbukti bermanfaat untuk pengobatan penyakit serebrovaskular, obat-obatan ini dapat dikelompokkan atas tiga kelompok yaitu obat antikoagulansia, penghambat trombosit dan trombolitika : 1. Antikoagulansia adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah dan di gunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk membeku. Obat yang termasuk golongan ini yaitu heparin dan kumarin. 2. Penghambat trombosit adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri. Obat yang termasuk golongan ini adalah aspirin, dipiridamol, tiklopidin, idobufen, epoprostenol, clopidogrel. 3. Trombolitika juga disebut fimbrinolitika berkhasiat melarutkan trombus diberikan 3 jam setelah infark otak, jika lebih dari itu dapat menyebabkan perdarahan otak, obat yang termasuk golongan ini adalah streptokinase, alteplase, urokinase, dan reteplase.

J. Komplikasi 1. Demam, yang dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus di obati secara agresif dengan antipiretik atau kompres dingin. Penyebab demam

biasanya adalah pneumonia aspirasi, kultur darah dan urin kemudian beri antibiotik intravena sesuai hasil kultur. 2. Kekurangan nutrisi, bila pasien sadar dan tidak memiliki risiko aspirasi maka dapat dilakukan pemberian makanan secara oral, tetapi jika pasien tidak sadar atau memiliki risiko aspirasi beri makanan secara enteral melalui pipa nasoduodenal ukuran kecil dalam 24 jam pertama setelah onset stroke. 3. Hipovolemia, dapat di koreksi dengan kristaloid isotonis. Cairan hipotonis (dekstrosa 5% dalam air, larutan NaCl 0,45 %) dapat memperberat edema serebri dan harus di hindari. 4. Hiperglikemi dan hipoglikemi, ini dapat lakukan terapi setiap 6 jam selama 3-5 hari sejak onset stoke. 5. Atelektasis paru, dapat di cegah dengan fisioterapi dada setiap 4 jam 6. Dekubitus, dicegah dengan perubahan posisi tubuh setiap 2 jam, kontraktur dilakukan latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari, pemendekan tendo achiles di lakukan splin tumit untuk mempertahankan pergelangan kaki dalam posisi dorsofleksi. 7. Defisit sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta visuospasial harus di lakukanneurorestorasi dini. 8. Trombosis vena dalam, di cegah dengan pemberian heparin 5000 unit atau fraksiparin 0,3 cc setiap 12 jam selama 5-10 hari. 9. Infeksi vesika, pembentukan batu, gangguan sfingter vesika biasanya di karenakan pemasangan kateter urin menetap, latihan vesika harus segera di lakukan sedini mungkin bila pasien sudah sadar.

K. Pencegahan Pencegahan primer dapat dilakukan dengan menghindari rokok, stres mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebih, obat-obat golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya. Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan. Menggendaliakan hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit vaskular aterosklerotik lainya. Perbanyak konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur.

Pencegahan skunder dengan cara memodifikasi gaya hidup yang berisiko seperti hipertensi dengan diet dan obat antihipertensi, diabetes melitus dengan diet dan obat hipoglikemik oral atau insulin, penyakit jantung dengan antikoagulan oral, dislipidemia dengan diet rendah lemak dan obat antidislipidemia, berhenti merokok, hindari kegemukan dan kurang gerak.

L. Prognosis Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia, sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.

PENYAKIT KATUP JANTUNG Penyakit Katup Jantung. Fungsi katup jantung adalah untuk memastikan bahwa darah mengalir dengan bebas pada satu arah aliran dan tidak adanya aliran balik yang bocor. Dan katup jantung yang terdiri dari 4 katup jantung yaitu 2 katup atrioventrikuler, yaitu dari atrium ke ventrikel, dan 2 katub semilunar yaitu pulmonal dan aorta, dari ventrikel ke sirkulasi pulmonal dan sirkulasi sistemik. Daun katup ini sangat responsif, sehingga perbedaan tekanan yang kecil ( kurang dari 1 mmHg ) antara 2 ruang jantung, sudah mampu membuka dan menutup daun katub tersebut. Nah kali ini Blog Keperawatan akan sharing sedikit mengenai penyakit katup jantung dan semoga dengan kita mengenal akan penyakit katup jantung / orang awam menyebutnya dengan penyakit klep jantung akan berguna.

Penyakit katup jantung akan menyebabkan kelainan pada aliran darah yang melintasi katub tersebut. Bisa berupa yang kita kenal di masyarakat dengan sebutan jantung bocor. Jadi kelainannya adalah terletak pada katup jantung tersebut. Bisa berupa klep jantung yang mengalami stenosis dan juga katup jantung yang mengalami insufisiensi.

Katup jantung yang terserang penyakit klep jantung ini menimbulkan kelainan / gangguan yang berupa : 1. Insufisiensi / Regurgitasi Katup. Daun katub tidak dapat menutup dengan

rapat sehingga darah dapat mengalir balik. Regurgitasi katup jantung menyebabkan peningkatan beban volume dan dilatasi ruang jantung yag menerima darah balik. 2. Stenosis Katup. Lubang katub mengalami penyempitan sehingga aliran

darah mengalami hambatan. Stenosis klep jantung meningkatkan afterload dan menyebabkan hipertropi pada atrium dan ventrikel karena memompa darah melawan peningkatan tekanan. Disfungsi katup jantung dapat juga terjadi secara bersamaan, mungkin stenosis dan regurgitasi ( lesi campuran ). Penyebab Penyakit Katup Jantung dapat dibagi atas reumatik ( lebih dari 90 % kasus ) dan non reumatik. Reumatik atau yang dikenal dengan RHD ( Rheumatic Heart Disease ) merupakan penyebab penyakit jantung paling umum, yang biasanya terjadi sejak masa kanak-kanak. Jaringan yang diserang pada demam rematik meliputi lapisan dari katub jantung, kulit, sendi dan otak. RHD adalah penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh Streptococcus Beta Hemoliticus group A yang menginfeksi

saluran atas ( infeksi tenggorokan ) dan umumnya dibutuhkan waktu 2-3 minggu sampai timbul gejala-gejala demam rematik. Klep jantung bisa mengalami kelainan fungsi baik karena kebocoran (regurgitasi katup) atau karena kegagalan membuka secara adekuat (stenosis katup). Keduanya dapat mempengaruhi kemampuan jantung untuk memompa darah. Kadang-kadang satu katup mempunyai kedua masalah tersebut. Penyebab penyakit katup jantung yang lain bisa berupa : 1. 2. 3. Perubahan degeneratif jaringan, misalnya myxcoma, calsifikasi. Trauma/infeksi. CHD ( Coronary Heart Disease ), Myocardial infarction dengan ruptur

muscullus papillaris,yang menyebabkan disfungsi katub atrioventrikuler. 4. 5. Kelainan kongenital. Penyakit sistemik misalnya lupus erytematous dan scleroderma.

Jenis Penyakit Katup jantung adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Regurgitasi Katup Mittral Prolaps Katup Mitral Stenosis Katup Mitral Regurgitasi Katup Aorta Stenosis Katur Aorta Regurgitasi Katup Trikuspidalis Stenosis Katup Trikuspidalis Stenosis Katup Pulmoner.

ELEKTROKARDIOGRAFY ( in skenario )

Hipertrofi ventrikel kiri (LVH) merupakan kompensasi jantung menghadapi tekanan darah tinggi ditambah dengan faktor neurohumoral yang ditandai oleh penebalan konsentrik otot jantung (hipertrofi konsentrik). Fungsi diastolik akan mulai terganggu akibat dari gangguan

relaksasi ventikel kiri, kemudian disusul oleh dilatasi ventrikel kiri (hipertrofi eksentrik). rangsangan simpatis dan aktivasi sistem RAA memacu mekanisme frank-starlingmelalui peningkatan volume diastolik ventrikel sampai tahap tertentu dan pada akhirnya akan terjadi gangguan kontraksi miokard (penurunan/gangguan fungsi sistolik). Keluhan dan Gejala, pada kasus seperti LVH yang disebabkan oeh hipertensi, pada tahap awal pada umumnya tidak ada keluhan. Jika sudah sampai pada tahap simtomatis, maka keluhan yang akan dirasakan berupa rasa berdebar, dizzines, impoten, cepat lelah, sesak nafas, nyeri dada (padaiskemia miokard), edema pada tungkai dan ascites. Terdapat beberapa kriteria yang dapat kita gunakan utuk mengetahui ada atau tidaknya LVH, salah satu kriteria yang paling sering digunakan adalah kriteria Sokolow-Lyon; yaitu : Tinggi gelombang S di lead V1 ditambah dalamnya gelombang R di lead V5/V6 > 3,5mV. Bagaimana mengetahui bahwa pasien ini penderita hipertensi lama? Terdapat suatu kriteria yang dikenal sebagai Ventricular Strain Pattern; Perubahan Segmen STgelombang T dengan repolarisasi abnormal sekunder akibat dari peregangan (strain) dari dinding ventrikel. disebut juga sebagai "strain". Terdapat dua jenis Ventricular Strain Pattern: 1. Left Ventricular Strain (LV Strain) LVH sering berhubungan dengan depresi segmen ST dan Inversi dalam dari gelombang T. Perubahan ini tampak di sadapan prekordial (dada), V5 dan V6. Pada sadapan ekstremitas (Limb lead) terdapat pula perubahan ST-T berlawanan dengan defleksi dominan dari gelombang QRS. Jika axis ekg adalah vertikal maka akan tampak perubahan disadapan II,II,aVF. Jika Horizontal maka akan tampak perubahan di sadapan I dan aVl. 2. Right Ventricular Strain (RV STrain) Seperti halnya LVH, pada pembesaran jantung kanan (Right Ventricular

Hypertrophy/RVH) akan tampak depresi segmen ST dan Inversi gelombang T pada sadapan V1V3 dan pada sadapan ekstremitas II,II,aVF. Jantung mempunyai kemampuan automatisasi yaitu kemampuan mencetuskan impuls secara otomatis dan ritmis serta menjalankan impuls ke seluruh otot jantung. Impuls ini menimbulkan eksitasi terhadap otot jantung yang selanjutnya menyebabkan serabut otot jantung tersebut berkontraksi. Impuls disini menimbulkan aktivitas listrik, dimana aktivitas listrik ini

dapat berubah-ubah berdasarkan peristiwa yang terjadi di jantung. aktivitas listrik tersebut dapat terekam oleh alat yang disebut EKG. Dengan EKG, secara langsung dapat diperkirakan adanya gangguan frekuensi dan irama denyut jantung, gangguan penjalaran impuls, hipertrofi, iskemia, da infark otot jantung. Pada tutorial kali ini akan dibahas dasar-dasar dari EKG,sekalian penulis belajar lagi all about cardiology. 1. Pemasangan Lead Pasien dalam posisi terlentang dan kemudian ditentukan tempat tempat pemasangan elektroda. Untuk elektroda warna MERAH di TANGAN KANAN, untuk elektroda warna KUNING disimpan di TANGAN KIRI, untuk elektroda warna HIJAU disimpan di KAKI KIRI dan elektroda warna HITAM disimpan di KAKI KANAN. A. Bipolar Standard Lead Lead 1 = (+) tangan kiri (-) tangan kanan Lead ll = (+) kaki kiri (-) tangan kanan Lead lll = (+) kaki kiri (-) tangan kiri B. Unipolar Limb Lead Lead aVR = (+) tangan kanan (-) tangan kiri kaki kiri Lead aVL = (+) tangan kiri (-) tangan kanan kaki kiri Lead aVF = ( +) kaki kiri (-) tangan kanan tangan kiri C. Unipolar Prekordial Lead lead V1 (merah) = ICS 4 linea sternalis kanan lead V2 (kuning) = ICS 4 linea sternalis kiri lead V3 ( hijau) = di pertengahan lead V2 dan lead V4 lead V4 ( coklat) = ICS 5 linea midclavicularis kiri lead V5 (hitam) = ICS 5 linea axillaris anterior kiri lead V6 (ungu) = ICS 5 linea axillaris media Tempat pemasangan EKG mempunyai maksud dan tujuan tertentu yaitu untuk menunjukkan apabila ada kelainan di lead tertentu maka terdapat kelainan di tempat tertentu juga. Lateral = Lead l, aVL, V5, V6 Inferior = Lead ll, lll, aVF

Septal = V1, V2 Anterior = V3, V4

2. Cara membaca EKG Cara membaca EKG dimulai dengan menentukan kalibrasi, heart rate dan irama. a. Kalibrasi : i. voltase diukur dengan garis vertikal 1 kotak = 0.1 mV ii. speed diukur dengan garis horizontal(kepinggir) kotak = 0.04 sec b. heart rate : Diukur dengan menghitung interval RR(x) kemudian memakai rumus 1500: x c. irama : Irama di sini adalah irama sinus normal dan bukan sinus normal (aritmia). Irama sinus normal adalah suatu irama jantung dengan penghasil listrik dari nodus SA dengan frekwensi 60 hingga 100 kali per menit. Irama sinus normal mempunyai ciri ciri : I. gelombang P tampak dengan interval teratur II. setiap gelombang P diikuti kompleks QRS dengan interval normal dan teratur III. Semua P dan kompleks QRS memiliki contour dan konfigurasi sama. Gelombang P adalah defleksi pertama yang menunjukkan depolarisasi atrium. 1. Contour : a. Normal : halus dan monofasik di semua sandapan kecuali V1 b. Abnormal : bifasik, p tidak tampak, p fibrilasi 2. Konfigurasi : a. Normal : defleksi positif di sandapan l, ll, aVF, V3-V6 dan negatif di aVR b. Abnormal : defleksi negatif di ll, lll atau aVF 3. Durasi (horizontal) : 0.08 0.10 sec ( 2- 2.5 kotak kecil) 4. Amplitudo (vertikal) : 0.25 mV ( 2.5 kotak kecil ) PR interval : 0.12 0.20 sec ( 3-5 kotak kecil). Bila memanjang dapat berarti blokade AV, bila memendek dapat berarti sindroma preeksitasi. Gelombang Q adalah defleksi kebawah pertama setelah gelombang P; pertanda awal depolarisasi ventrikel. Gelombang R adalah defleksi positif setelah gelombang Q. Gelombang S adalah defleksi

negatif didahului oleh gelombang Q atau R. Gelombang R adalah defleksi positif setelah gelombang S. Huruf kecil digunakan untuk defleksi kurang dari 5 mm dan sebaliknya.

Gelombang Q : 1. Konfigurasi : i. Normal : gelombang q kecil ii. Abnormal : gelombang Q patologis lebar 0.04 detik dan dalam 4 mm

2. Letak gelombang Q patologis i. Lead V1-V4 : daerah anteroseptal ii. Lead V1-V6, l dan aVL : daerah anterior ekstensif iii. Lead V4-V6, l dan aVL : daerah anterolateral iv. Lead V3-V5 : daerah anterior terbatas v. Lead ll, lll dan aVF : daerah inferior

Kompleks QRS : 1. Konfigurasi : i. Normal bila R makin besar dan S makin kecil dari V1-V6 ii. Abnormal : a. Gambaran ekstrasistole(bizareventrikuler,sempit-atrial) b. RR di Vl dan S lebar di l & V6(RBBB) c. RR di l & V6 dan S lebar V1 (LBBB) d. Lebar dan cepat > 150x/menit e. Sempit dan cepat > 150x/menit f. RR interval tidak teratur (AF)

2. Durasi : i. Normal : < 0.12 sec ii. Abnormal : > 0.12 sec

3. Menghitung axis QRS compleks

Axis disini menggambarkan aktivitas di setiap ventrikel Deviasi ke kanan: peningkatan aktivitas di ventrikel kanan, obstruksi paru, pulmonary emboli, Deviasi ke kiri : peningkatan aktivitas di ventrikel kiri, hipertensi, aortic stenosis, ischemic heart disease Axis normal : - 30 to + 110 LAD (left axis deviation) : -30 to -90 RAD ( right axis deviation) : +110 to -180 Superior ( extreme RAD) : +180 to -90 Cara pengukuran axis : Hitung berapa kotak gelombang R dan S di lead l, lll dan aVF. Kemudian tambahkan per-lead lalu tentukan titik koordinat dan terakhir tarik garis.

V.

KESIMPULAN
Laki laki ( 62 tahun ) mengalami stroke non hemoragic et causa emboli yang berasal dari jantung ( cardiacemboli ) akibat atrial fibrilation dengan faktor risiko hipertensi, DM, dan dislipidemia.

VI. KERANGKA KONSEP

Daftar Pustaka

Dorland, W. A. Newman.. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta: EGC. Snell,R. C. 2010. Neuroanatomi Klinik. Edisi 7. Jakarta : EGC Guyton, Arthur C. 1997. Buku ajar fisiologi kedokteran ed.9. Jakarta: EGC Price, Sylvia Anderson & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Hampton, John R. 2006. Dasar Dasar EKG edisi 6. Jakarta: EGC Silen, William. Harrison Internal Medicine Rilantono, Lily Ismudiati, dkk. Buku Ajar Kardiologi.1998.FK UI: Jakarta Crawford, Michael H. 2009. CURRENT Diagnosis and Treatment CARDIOLOGY Third Edition. United States : LANGE. Acute Myocardial Infarction. Vicki Fishefader, MA, MS, PA; Allen Horesh, M.D.; William Gossman, M.D.. AAFP Diagnosing the Cause of Chest Pain. William E. Cayley, JR., M.D.. AAFP Lecture Note: Kardiologi. 2006. Jakarta: EMS Silen, William. Harrison Internal Medicine Rilantono, Lily Ismudiati, dkk. Buku Ajar Kardiologi.1998.FK UI: Jakarta Anwar,T.B.,Sutomo,K. Penatalaksanaan penderita infark miokard akut. Naskah Ceramah Ilmiah RS st.Elisabeth Medan.1987 Chesebro,J.H. et al: Thrombolysis in myocardial infarction. (TIMI) trial, Phase I: A comparison between intravenous tissue plasminogen activator and intravenous streptokinase. Circulation:76,No.1142-153,1987. Freek W.A.V.: optimal thrombolytic therapy for acute myocardinal infarction and its management thereafter. Clinical meeting Medan,1989.

Hanafiah,A.: Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner. Buku Makalah simposium Penyakit Jantung Koroner FKUI/RSJ Harapan Kita.1986. ISIS-2:Randomized Trial of Intravenous streptokinase, oral aspirin, both or neither among 17187 cases of suspected acute myocardial infarction: Lancet Aug.1987,349-360. Kasiman,s: Faktor Resiko utama Penyakit Jantung Koroner. Kumpulan makalah Rehabilitasi dan Kualitas Hidup. Simposium rehabilitasi Jantung Indonesia 11 Perki, Jakarta 1988. Kasiman, s, St.Bagindo.AA,Haroen,TRH:Beberapa langkah pengobatan Penyakit Jantung Koroner. Buku Naskah Temu Ilmiah Masalah PJK. FKUSU 1986, 11-47. Kasiman,s.,Yamin,w., Haroen,T.R.: High density and Low density lipoprotein cholesterol in Myocardial infarction at Dr.Pirnga di Hospital Medan. Excerpta Medica 71-76;1985. Kasiman,s.:Pengenalan Penyakit Jantung Koroner masa kini. Majalah Dokter Keluarga:3 no.3 130-136,1984. Petch,M.c.:Coronary Bypasses.Regular Review. BMJ : 287, 514-516, 1983. Prabowo,P.:Profil lemak darah pada pria dengan I.M.A. Naskah Lengkap simposoium Nasional penatalaksanaan hiperlipidemia Surabaya 1989. Setiawati,A.:Obat yang digunakan untuk Penyakit Jantung Koroner.Buku Makalah simposium Penyakit Jantung Koroner.FKUI/RSJ- Harapan Kita Jakarta 1986,27-47. Simons,M.L.:Thrombolysis with tissue plasminogen activator in acute myocardial in~arction. No additional benefit from immediate percutaneous coronary angioplasty. Lancet Jan.1988,' 198 -203. Goldman M.J. 1979. Principles of Clinical Electrocardiography , 10 th ed. California , Lange Medical Publication. ; 85 111. Vijan SG. 1991. How reliable is the electrocardiogram in detecting left Ventricular Hypertrophy in Hipertension. In Post Grad Med.J,. 67.646-48. Duprez D, Ghent. 2004. Four Diagnostic Criteria Four ECG-LVH. European Society of Hypertension.

You might also like