You are on page 1of 7

Memahami Cerita

Rakyat di Indonesia
Written by newsroom
Sunday, 02 September 2007
Cerita Rakyat adalah bagian dari kekayaan budaya dan sejarah yang
dimiliki setiap bangsa. Jika digali dengan sungguh-sungguh, negeri
kita sebenarnya berlimpah ruah cerita rakyat yang menarik. Bahkan
sudah banyak yang menulis ulang dengan cara mereka masing-
masing.

Cerita rakyat dapat diartikan sebagai ekspresi budaya suatu


masyarakat melalui bahasa tutur yang berhubungan langsung dengan berbagai
aspek budaya dan susunan nilai sosial masyarakat tersebut. Dahulu, cerita rakyat
diwariskan secara turun-menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam
masyarakat tertentu.

Roro Jonggrang, Timun Mas, Si Pitung, Legenda Danau Toba, dan ber-Ibu
Kandung Seekor Kucing merupakan sederetan cerita rakyat yang ada di Indonesia.
Masih banyak sederetan cerita rakyat yang memang diperuntukkan bagi anak-
anak. Sayangnya ada sebagian cerita rakyat yang bersifat kontroversial karena
dianggap tidak layak untuk anak. Sebut saja Sangkuriang, cerita yang mengisahkan
seorang anak jatuh cinta dengan ibunya sendiri.

Mengenal cerita rakyat adalah bagian dari mengenal sejarah dan budaya suatu
bangsa. Pada umumnya, cerita rakyat mengisahkan tentang terjadinya berbagai hal,
seperti terjadinya alam semesta. Adapun tokoh-tokoh dalam cerita rakyat biasanya
ditampilkan dalam berbagai wujud, baik berupa binatang, manusia maupun dewa,
yang kesemuanya disifatkan seperti manusia

Cerita rakyat sangat digemari oleh warga masyarakat karena dapat dijadikan
sebagai suri teladan dan pelipur lara, serta bersifat jenaka. Oleh karena itu, cerita
rakyat biasanya mengandung ajaran budi pekerti atau pendidikan moral dan
hiburan bagi masyarakat.

Saat ini, cerita-cerita rakyat tidak hanya merupakan cerita yang dikisahkan secara
lisan dari mulut ke mulut dan dari generasi ke generasi berikutnya, akan tetapi
telah banyak dipublikasikan secara tertulis melalui berbagai media.

Buku Cerita Rakyat dari 33 Propinsi dari Aceh Sampai Papua karya Dea Rosa
yang diterbitkan IndonesiaTera ini menyajikan cerita rakyat dari 33 propinsi di
Indonesia. Jika kalian membaca sambil seolah melakukan perjalanan dari daerah
ke daerah di Nusantara ini, maka kita akan tahu ada satu sisi sejarah yang belum
kita baca. Dan itu memang tak tertulis.
http://indonesiatera.com/Memahami-Cerita-Rakyat-di-Indonesia.html

« PENELITIAN
Pencarian Lokasi Industri di Kabupaten Gresik dengan Sistem Informasi
Geografis (SIG) »

Analisis Fungsi Nilai Budaya dan


Nilai Sejarah Cerita Rakyat Jawa
Timur - Putut Handoko
Posted By lppm

ABSTRAKSI

Cerita rakyat dapat dipandang sebagai kebudayaan lisan karena keberadaan cerita
rakyat tersebut melalui bentuk pewarisan budaya secara turun temurun,
disebarkan secara lisan dan mempunyai varian-varian yang dalam beberapa hal
mempunyai perbedaan.
Legenda adalah salah satu cerita rakyat yang menceritakan asal-usul daerah.
Cerita asal-usul Banyuwangi ada empat varian. Cerita asal-usul Banyuwangi
mempunyai fungsi sebagai alat pendidikan anak yaitu ajaran ksatria dan
kepahlawanan. Cerita asal-usul Banyuwangi mempunyai nilai budaya yaitu
beribadah, kesetiaan, berani, teguh pendirian dan bersemangat. Cerita asal-usul
Banyuwangi varian kedua mempunyai nilai sejarah tinggi.
Cerita asal-usul Lumajang mempunyai fungsi sebagai alat pendidikan anak yaitu
ajaran keadilan dan kebijakan. Cerita asal-usul Lumajang mempunyai nilai
budaya yaitu tolong menolong dan menepati janji. Cerita asal-usul Lumajang
mempunyai nilai sejarah rendah.
Cerita asal-usul Malang mempunyai fungsi sebagai alat pendidikan anak yaitu
ajaran bela negara. Cerita asal-usul Malang mempunyai nilai budaya yaitu cinta
tanah air yang ditunjukkan penduduk daerah Malang. Cerita asal-usul Malang
mempunyai nilai sejarah rendah.
Cerita asal-usul Kediri mempunyai fungsi sebagai alat pendidikan anak yaitu
ajaran keadilan dan kebijakan. Cerita asal-usul Kediri mempunyai nilai budaya
yaitu kebijaksanaan dan cerdas. Cerita asal-usul Kediri varian pertama
mempunyai nilai sejarah sedang.
Cerita asal-usul Blitar mempunyai fungsi sebagai alat pendidikan anak yaitu
ajaran keuletan dan kegigihan. Cerita asal-usul mempunyai nilai budaya yaitu
kesetiaan dan cerdik, berani dan teguh pendirian. Cerita asal-usul mempunyai
nilai sejarah rendah.
Cerita asal-usul Ponorogo mempunyai fungsi sebagai alat pendidikan anak yaitu
ajaran kesabaran dan kebijakan. Cerita asal-usul Ponorogo mempunyai nilai
budaya yaitu kebijaksanaan dan musyawarah, Patih Seloaji dan Sidik Promono.
Cerita asal-usul Ponorogo mempunyai nilai sejarah rendah.
Cerita asal-usul Tuban mempunyai fungsi sebagai alat pendidikan anak yaitu
ajaran keuletan dan kegigihan. Cerita asal-usul Tuban mempunyai nilai budaya
yaitu penyatuan dan pemanfaatan daya alam dan berani. Cerita asal-usul Tuban
mempunyai nilai sejarah rendah.
Cerita asal-usul Mojokerto mempunyai fungsi sebagai alat pendidikan anak yaitu
ajaran berusaha dan berdoa. Cerita asal-usul Mojokerto mempunyai nilai budaya
yaitu berdoa. Cerita asal-usul Mojokerto mempunyai nilai sejarah rendah.
Cerita asal-usul Gresik mempunyai nilai budaya dalam hubungan manusia dengan
alam yaitu penyatuan dan pemanfaatan daya alam. Cerita asal-usul Gresik
mempunyai nilai sejarah rendah.
Cerita asal-usul Surabaya mempunyai fungsi sebagai alat pendidikan anak yaitu
ajaran keteguhan hati. Cerita asal-usul Surabaya mempunyai nilai budaya yaitu
berani. Cerita asal-usul Surabaya mempunyai nilai sejarah rendah.
Cerita asal-usul Madura mempunyai fungsi sebagai alat pendidikan anak yaitu
ajaran kemauan. Cerita asal-usul Madura mempunyai nilai budaya yaitu
beribadah, berani, teguh pendirian dan bersemangat yaitu kebijaksanaan. Cerita
asal-usul Madura mempunyai nilai sejarah rendah.

http://lppm.unitomo.ac.id/?p=24

Sastra Lisan Sastra Tradisional yang tetap


Dipertahankan
Ditulis pada : 11 January 2009 di Pariwisata & Budaya, Pendidikan |

Oleh : Abu Hasan

Sastra Lisan Sumatera Utara berkembang berdasarkan tradisi. Karena itu, sastra
lisan hidup di tengah-tengah masyarakat sebab masyarakat membutuhkan cerita
untuk keperluan tradisinya.

Pola pikir masyarakat, memang telah dilukiskan dalam cerita rakyat, sebab
keberadaan cerita rakyat memang dibutuhkan masyarakatnya. Cerita rakyat
bagian dari budayanya. Bila cerita rakyat berkembang secara lisan,
menggambarkan masyarakatnya mencerminkan apa yang digambarkan dalam
cerita rakyat walau tidak semua mencerminkan demikian.

Bila di Prancis, seseorang disebut terpelajar jika dia mengenal kebudayaannya


sendiri dalam segala aspeknya. Ini juga berlaku bagi orang yang bidang
keahliannya bukan sastra. Di Inggris sosok Shakespeare dikenal masyarakat.
Bagaimana di Indonesia? Apakah mereka mengenal sosok pimpinannya dan karya
budayanya? Padahal sastra lisan berkembang di tengah masyarakatnya tetapi ada
masyarakatnya yang tidak mengenal cerita rakyatnya sendiri.

Sastra lisan berkembang lebih cepat bila dibandingkan dengan sastra tulisan.
Sastra, sebuah dunia tersendiri yang diciptakan oleh pengarang untuk diterima,
diserap dan ditanggapi oleh masyarakat. Demikian juga sastra lisan berkembang
di masyarakat, karena masyarakatnya memang mau mengakuinya.
Berdasarkan rumusan Politik Bahasa hasil seminar politik bahasa pada tahun 1999
di Bogor, sastra daerah, sastra berbahasa daerah dan merupakan unsur kebudayaan
daerah, merupakan bagian dari kebudayaan nasional. Sastra daerah merupakan
bukti historis kreativitas masyarakat daerah.

Menurut Edwar Djamaris (1993) di Meseum Nasional Jakarta, hanya ada 953
naskah. Berarti sedikit sekali bila dibandingkan dengan luasnya nusantara dan
ribuan hasil karya sastra budaya daerah. Karena itu, sastra lisan perlu
didokumentasikan, sehingga sastra lisan tidak hilang dan punah ditelan zaman.
Sastra lisan didokumentasikan merupakan bagian dari pelestarian kesusastraan
daerah. Di dalam tulisan cerita rakyat harus memiliki;

Estetis. Cerita rakyat yang ditulis memiliki estetis, sehingga pembaca menikmati
cerita rakyat dan memiliki rasa estetis. Ini penting sekali untuk mengelola cerita
rakyat itu sendiri.
Imaji. Sebagai hasil karya sastra berasal dari sastra lisan, imaji bagian terpenting
di dalamnya. Sebab cerita rakyat sifatnya abstrak dan lebih banyak ke imaji
dibandingkan dengan realita kehidupan masa lalu.

Majas. Menghasilkan cerita rakyat berasal dari sastra lisan, penting sekali
mengembangkan majas. Sebab majas wujud bahasa gambaran tetapi dijelaskan
secara apik dan jelas bagaimana cerita yang terkandung di dalamnya.

Pesan. Cerita rakyat memiliki pesan yang mendalam di dalam kehidupan kita.
Pesan yang ditampilkan menggambarkan persoalan yang terjadi di dalam
kehidupan masyarakatnya.
Etika. Cerita rakyat bagian dari sastra lisan, karena itu cerita rakyat harus
mengandung etika. Etika ini bagian terpenting di dalam pesan-pesan yang
disampaikannya, sehingga cerita rakyat tidak retorika belaka. Omong kosong
tiada bermakna dalam pesan.

Estetika. Membaca atau mendengar cerita rakyat memang harus estetika. Di


dalamnya mengandung keindahan berbeda dengan keindahan alam. Keindahan
cerita rakyat adalah keindahan bathin.

Logika. Cerita rakyat memang 99% isinya imajinasi. Bisa juga dologikakan bila
suatu peristiwa dikaitkan dengan cerita. Logika memang sulit dibicarakan, tapi
imajinasi yang menguasai cerita rakyat. Dinamika. Cerita rakyat memang cerita
berkembang di tengah-tengah masyarakatnya. Dinamika cerita terus dinamis
sesuai dengan perkembangan zaman.

Sastra lisan hadir bagian dari sastra daerah. Etika di dalamnya bagian terpenting
untuk disajikan kepada pembacanya. Menurut Geogre Sand penyair Prancis abad
ke-19, seni itu bukan studi tentang hakikat yang positip. Dia mencari kebenaran
ideal. Karya sastra lisan seperti cerita rakyat mengandung tiga unsur. Pertama,
unsur keindahan, kejujuran dan kebenaran.
Unsur keindahan ini harus, agar cerita rakyat berkembang dan dapat dinikmati
sesuai dengan selera pembacanya. Karya sastra lisan tidak hanya keindahan saja,
harus ada kejujuran. Kejujuran apa yang pernah berkembang di tengah
masyarakatnya. Cerita rakyat boleh jadi cermin dari masyarakat pada zaman
dahulu bisa juga cermin pada zaman sekarang. Kemudian unsur kebenaran tidak
terpisahkan dalam unsur keindahan dan kejujuran tadi. Kebenaran tidak
membohongi masyarakat.

Cerita rakyat memang terjadi apa adanya, tidak diadakan. Kebenaran itu
merefleksi kehidupan manusia. Sastra adalah ungkapan kreatif terpilih manusia,
mengandung inti pati pikiran, hasrat, suatu cita-cita yang diberi bentuk. Tidak
secara gamblang menunjukkan inti pati. Sastra lisan, hasil dari kultural
masyarakatnya. Menurut Jurij M. Lotman menyatakan, realitas kultural dan
historis kita sebut karya sastra tidak berhenti di dalam teks. Teks hanya salah satu
unsur dalam suatu relasi. Cerita rakyat dikembangkan dan didokumentasikan
bukan menghilangkan makna sastra lisan.

Sebab sastra lisan tetap berkembang di masyarakatnya. Makna yang ada bukanlah
makna simbolik, tapi makna yang terjadi di tengah-tengah masyarakatnya.
Siegfried J. Schmidt berpendapat, resepsi merupakan proses menciptakan makna,
menyadari instruksi-instruksi yang diberikan dalam penampilan linguistis teks
tertentu. Dalam cerita rakyat memang makna yang terjadi di tengah
masyarakatnya sendiri.

Sastra lisan Sumatera Utara berupa cerita rakyat, bisa menceritakan asal usul
suku, asal usul wilayah, asal usul marga, asal usul kejadian, asal usul kota, asal
usul binatang, asal usul manusia, asal usul masyarakat dan sebagainya. Banyak
yang bisa diceritakan termasuk cerita rakyat sejarah. Peristiwa sejarah bisa
dikatagorikan cerita rakyat. Ceritanya berkembang di tengah-tengah masyarakat,
walau nantinya terjadi suatu kebenaran dan realitas. Cerita rakyat menceritakan
asal usul kota dan sejarahnya juga bagian dari sastra lisan Sumatera Utara.

Sastra lisan berkembang di Sumatera Utara berdasarkan pada suku (etnik) yang
ada di Sumut; Suku Batak Toba, Batak Mandailing-Angkola, Simalungun, Karo,
Pakpak, Melayu, Nias. Daerah ini merupakan bagian dari sastra lisan yang hidup
dan berkembang di tengah-tengah masyarakatnya.

Contoh :

Adat bersendikan syarak,


Syarak mengikat adat,
Kuat agama kuat adat,
Kuat adat kuat agama.

Dalam pantun mengungkapkan budi baik.


Yang merah ialah saga
Yang kurik ialah kundi
Yang indah ialah basa
Yang baik ialah budi

Dalam buku Monigrafi Budaya Melayu Langkat, (Depdikbud) melukiskan pantun


anak-anak, jenaka, pantun nasehat, pantun muda-mudi, pantun dagang dan pantun
teka-teki.

Dalam puisi Melayu terdapat pantun, yakni bagian dari karya memiliki visi dan
misi sesuai dengan penulisnya. Di dalamnya juga terdapat perumpamaan,
perbandingan, ungkapan dan harapan. Pantun mulai dari seuntai (sekerat) sampai
pada kelapan kerat atau lebih.

Kemudian pantun teka-teki (kuntai) merupakan karya yang banyak dihasilkan


oleh masyarakat Melayu Kuntai artinya aku beri beruntai atau kau beri berumbai.
Maksudnya memberi kesempatan untuk menjawab, kuntai yakni bahasa Melayu
asli, teka-teki adalah bahasa yang diambil dari bahasa sansekerta yang
artinya=coba cari.

Demikian juga masyarakat Melayu gemar peribahasa, sebab memiliki nuansa


yang akrab dalam kehidupan sehari-hari. Di dalamnya terdapat kata-kata yang
harus dijawab dengan bahasa yang akrab, namun bukan teka-teki.

Dalam puisi lama yang terjadi pada suku Melayu juga terdapat gurindam.
Gurindam sajak (puisi) yang terdiri atas dua baris tiap baitnya. Sedangkan disebut
pantun telah dikupas di atas juga bagian dari puisi lama yang saat ini masih terus
hidup dan berkembang bagi suku Melayu.

Menurut T.M. Lah Husny, pantun mengandung pengertian: perumpamaan,


perbandingan, ungkapan dan harapan. Selain pantun menurut pembagian
tujuannya ada pula pembagian pantun pada banyak jumlah barisnya, mulai dari
seuntai (sekerat) sampai kelapan kerat atau lebih. Contoh Pantun sekerat (pepatah)
1. Ikut rasa, binasa. 2. Ikut hati, mati dan 3. Kata itu, kota.

Pantun mempunyai tujuan yang hendak dicapainya. Visi dan misinya sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai. Pantun mempunyai tujuan masing-masing
dan fungsinya, antara lain:
Pantun adat, pantun agama, pantun nasehat, pantun semangat/obat, pantun
dendam berahi, pantun pergulan, pantun teka-teki, pantun anak-anak dan
sebagainya. Pantun teka-teki atau kuntai jumlahnya paling banyak dibandingkan
dengan pantun lainnya.

Sebab kuntai adalah bahasa Melayu asli, teka-teki adalah bahasa yang diambil
dari bahasa sansekerta yang artinya coba cari. Ada kuntai seuntai, ada dua uai, tiga
untai dan empat untai. (Sember:Analisa)
http://www.yaahowu.com/?p=1645

You might also like