You are on page 1of 7

DAFTAR PUSTAKA 1. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.Jakarta:2009. Edisi IV. Penerbit PT.Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2.

Chunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap L, Wenstrom KD. Williams Obstetrics. 22nd ed. McGraw-Hill, 2005. Solusio plasenta Definisi Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya yakni sebelum anak lahir.1 Klasifikasi Plasenta dapat terlepas hanya pada pinggirnya saja (rupture sinus marginalis), dapat pula terlepas lebih luas (solusio plasenta parsialis), atau bisa seluruh permukaan maternal plasenta terlepas (solusio plasenta totalis). Perdarahan yang terjadi dalam banyak kejadian akan merembes antara plasenta dan miometrium untuk seterusnya menyelinap dibawah selaput ketuban dan akhirnya memperoleh jalan ke kanalis servikalis dan keluar melalui vagiana (revealed haemorrhage). Akan tetapi, ada kalanya, walaupun jarang terjadi, perdarahan tersebut tidak keluar melalui vagina (conceled haemorrhage) jika : 1. Bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat pada dinding rahim. 2. Selaput ketuban masih melekat pada dinding rahim. 3. Perdarahan masuk ke dalam kantong ketuban setelah selaput ketuban pecah karenanya. 4. Bagian terbawah janin, umumnya kepala, menempel ketat pada segmen bawah rahim. Dalam klinis, solusio plasenta dibagi kedalam berat ringannya gambaran klinik sesuai dengan luasnya permukaan plasenta yang terlepas, yaitu solusio plasenta ringan, solusio plasenta sedang, dan solusio plasenta berat. Yang ringan biasanya baru diketahui setelah plasenta lahir dengan adanya hematoma yang tidak luas pada permukaan maternal atau ada rupture sinus marginalis. Pembagian secara klinik ini baru definitif bila ditinjau retrospektif karena solusio plasenta sifatnya berlangusng progresif yang berarti solusio plasenta yang ringan bisa berkembang menjadi lebih berat dari waktu ke waktu. Keadaan umum penderita bisa menjadi buruk apabila perdarahannya cukup banyak pada kategori conceled haemorrhage.2 1. Solusio plasenta ringan Luas plasenta yang terlepas tidak samapai 25% atau ada yang menyebutkan kurang dari 1/6 bagian. Jumlah darah yang keluar biasanya kurang dari 250 ml. Tumpahan darah yang keluar terlihat seperti pada haid bervariasi dari sedikit sampai seperti menstruasi yang banyak. Gejala-gejala perdarahan sukar dibedakan dari plasenta previa kecuali darah pada solusio plasenta warna darah yang kehitaman, perut terasa agak sakit, terasa tegang, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Komplikasi terhadap ibu dan janin belum ada.2 2. Solusio plasenta sedang

Luas plasenta yang terlepas telah melebihi 25%, tetapi belum mencapai 50%. Jumlah darah yang keluar lebih banyak dari 250 ml tetapi belum mencapai 1.000 ml. gejala-gejala dan tanda sudah jelas seperti rasa nyeri perut yang terus-menerus, perdarahan dapat berupa perdarahan pervaginam maupun tersembunyi, pasien dapat jatuh dalam keadaan syok, denyut jantung janin menjadi cepat, hipotensi, takikardi,nyeri tekan, bagian janin sudah sukar diraba, kelainan pembekuan darah dan ginjal mungkin telah terjadi.2 3. Solusio plasenta berat Luas plasenta yang terlepas sudah melebihi 50%, dan jumlah darah yang keluar telah mencapai 1.000 ml atau lebih. Gejala-gejala dan tanda-tanda klinik jelas, ibu jatuh dalam keadaan syok, janin meninggal, uterus sangat tegang seperti papan, sangat nyeri, perdarahan pervaginam tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal yang ditandai pada oliguria biasanya telah ada.2 Insiden Dalam kepustakaan dilaporkan insidensi solusio plasenta 1 dalam 155 sampai 1 dalam 225 persalinan (yang berarti < 0,5%) di negara-negara Eropa untuk solusio plasenta yang tidak sampai mematikan janin. Untuk solusio yang lebih berat sampai mematikan janin insidensinya lebih rendah 1 dalam 830 persalinan (1974-1989) dan turun menjadi 1 dalam 1.550 persalinan (1988-1999). Namun, insidensi solusio plasenta diyakini masih lebih tinggi di Indonesia dibanding di negara maju.1 Etiologi Sebab primer terjadinya solusio plasenta tidak diketahui, tetapi terdapat beberapa keadaan patologik yang terlihat lebih sering bersama dengan atau menyertai solusio plasenta dan dianggap sebagai faktor risiko. Usia ibu dan paritas yang tinggi berisiko lebih tinggi.1 Tabel 1. Faktor risiko solusio plasenta Faktor risiko Pernah solusio plasenta Ketuban pecah preterm/korioamnionitis Sindroma pre-eklampsia Hipertensi kronik Merokok/nikotin Merokok + hipertensi kronik atau pre-eklampsia Pecandu kokain Mioma di belakang plasenta Gangguan sistem pembekuan darah berupa single-gene mutation/trombofilia Acquired antiphospholipid autoantibodies Trauma abdomen dalam kehamilan Plasenta sirkumvalata Sumber :Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, 2009. Jarang Jarang Risiko relatif 10 - 25 2,4 - 3,0 2,1 4,0 1,8 3,0 1,4 1,9 58 13% 8 14 Meningkat s/d 7x meningkat

Patofisiologi Dalam banyak kejadian perdarahan berasal dari kematian sel (apoptosis) yang disebabkan oleh iskemia dan hipoksia. Semua penyakit ibu yang dapat menyebabkan pembentukan thrombosis dalam pembuluh darah desidua atau dalam vaskular vili dapat berujung kepada iskemia dan hipoksia setempat ynag menyebabkan kematian sejumlah sel dan mengakibatkan perdarahan sebagai hasil akhir. Perdarahan tersebut menyebabkan desidua basalis terlepas kecuali selapisan tipis yang tetap melekat pada miometrium. Dengan demikian, pada tingkat permulaan sekali dari proses terdiri atas pembentukan hematom yang bisa menyebabkan pelepasan yang lebih luas, kompresi dan kerusakan pada bagian plasenta sekelilingnya yang berdekatan. Pada awalnya mungkin belum ada gejala kecuali terdapat hematom pada bagian belakang plasenta baru lahir. Dalam beberapa kejadian pembentukan hematom retroplasenta disebabkan oleh putusnya arteri spiralis dalam desidua. Hematoma retroplasenta mempengaruhi penyampaian nutrisi dan oksigen dari sirkulasi maternal/plasenta ke sirkulasi janin. Hematom yang terbentuk dengan cepat meluas dan melepaskan plasenta lebih luas/banyak sampai ke pinggirnya sehingga darah yang keluar merembes antara selaput ketuban dan miometrium untuk selanjutnya keluar melalui serviks ke vagina (revealed haemmorhage). Perdarahan tidak bisa berhenti karena uterus yang lagi mengandung tidak mampu berkontraksi untuk menjepit pembuluh arteria spiralis yang terputus. Walaupun jarang, terdapat perdarahan tinggal terperangkap di dalam uterus (conceled haemmorhage). Terdapat beberapa keadaan yang secara teoritis dapat berakibat kematian sel karena iskemia dan hipoksia pada desidua, yaitu : 1. Pasien dengan korioamnionitis, misalnya pada ketuban pecah prematur, terjadi pelepasan lipopolisakarida dan endotoksin lain yang berasal dari agensia yang infeksius dan menginduksi pembentukan dan penumpukan sitokin, eisikanoid, dan bahan-bahan oksidan lain seperti superoksida. Semua bahan ini mempunyai daya sitotoksis yang menyebabkan iskemia dan hipoksia yang berujung dengan kematian sel. Salah satu kerja sitotoksis dari endotoksin adalah terbentuknya NOS (Nitric Oxide Synthese) yang berkemampuan menghasilkan NO (Nitrit Oxide) yaitu suatu vasodilator kuat dan penghambat agregasi trombosit. Metabolisme NO menyebabkan pembentukan peroksinitrit suatu oksidan tahan lama yang mampu menyebabkan iskemia dan hipoksia pada sel-sel endothelium pembuluh darah. Oleh karena faedah NO terlampaui oleh peradangan yang kuat, maka sebagai hasil akhir terjadilah iskemia dan hipoksia yang menyebabkan kematian sel dan perdarahan. Kedalam kelompok penyakit ini termasuk autoimun antibodi, antikardiolipin antibodi, lupus antikoagulan, semuanya telah lama dikenal berakibat buruk pada kehamilan termasuk melatarbelakangi kejadian solusio plasenta. 2. Kelainan genetik berupa defisiensi protein C dan protein S keduanya meningkatkan pembentukan thrombosis dan dinyatakan terlibat dalam etiologi pre-eklampsia dan solusio plasenta.

3. Pada pasien dengan penyakit trombofilia dimana ada kecenderungan pembekuan berakhir dengan pembentukan thrombosis didalam desidua basalis yang mengakibatkan iskemia dan hipoksia. 4. Keadaan hyperhomocysteinemia dapat menyebabkan kerusakan pada endothelium vaskular yang berakhir dengan pembentukan thrombosis pada vena atau menyebabkan kerusakan pada arteria spiralis yang memasok darah ke plasenta dan menjadi sebab lain dari solusio plasenta. Pemeriksaan patologi anatomi plasenta dari penderita hiperhomosisteinemia menunjukkan gambaran patologik yang mendukung hiperhomosisteinemia sebagai faktor etiologi solusio plasenta. Meningkatkan konsumsi asam folat dan piridoksin akan mengurangi

hiperhomosisteinemia karena kedua vitamin ini berperan sebagai kofaktor dalam metabolisme metionin menjadi homosistein. Metionin mengalami remetilasi oleh enzim metilentetrahidrofolat reduktase (MTHFR) menjadi homosistein. Mutasi pada gen MTHFR mencegah proses remetilasi dan menyebabkan kenaikan kadar homosistein dalam darah. 5. Nikotin dan kokain keduanya dapat menyebabkan vasokonstriksi yang bisa menyebabkan iskemia dan pada plasenta sering dijumpai bermacam lesi seperti infark, oksidatif stress, apapotosis, dan nekrosis, yang kesemuanya berpotensi merusak hubungan uterus dan plasenta yang berujung kepada terjadinya solusio plasenta. Dilaporkan bahwa merokok berperan pada 15% sampai 25% dari insiden solusio plasenta. Merokok satu bungkus per hari meningkatkan insiden menjadi 40%.1 Gambaran klinik Gambaran klinik penderita solusio plasenta bervariasi sesuai dengan berat ringannya atau luas permukaan maternal plasenta yang terlepas. Belum ada uji-coba yang khas untuk menentukan diagnosisnya. Gejala dan tanda klinis yang klasik dari solusio plasenta adalah terjadinya perdarahan yang berwarna tua keluar melalui vagina (80% kasus), rasa nyeri perut dan terus tegang terus-menerus mirip his partus prematurus. Sejumlah penderita bahkan tidak menunjukkan tanda atau gejala klasik, gejala yang lahir mirip tanda persalinan prematur saja. 1.Solusio plasenta ringan Kurang lebih 30% penderita solusio plasenta ringan tidak atau sedikit sekali menunjukkan gejala. Pada keadaan yang sangat ringan tidak ada gejala kecuali hematom yang berukuran beberapa sentimeter terdapat pada permukaan maternal plasenta. Ini dapat diketahui secara retrospekstif pada inspeksi plasenta setelah partus. Rasa nyeri pada perut masih ringan dan darah yang keluar masih sedikit, sehingga belujm keluar melalui vagina. Nyeri yang belum terasa menyulitkan membedakannya dengan plasenta previa. Tanda-tanda vital dan keadaan umum ibu dan janin masih baik. Pada inspeksi dan auskultasi tidak dijumpai kelainan kecuali pada sedikit palpasi terasa nyeri lokal pada tempat terbentuk hematom dan perut sedikit tegang tapi bagian-bagian janin masih dapat dikenal. Kadar fibrinogen darah dalam batas-batas normal yaitu 350mg%. Walaupun belujm memerlukan intervensi segera, keadaan ringan ini perlu dimonitor terus sebagai upaya mendeteksi keadaan bertambah berat. Pemeriksaan ultrasonografi berguna untuk menyingkirkan plasenta previa dan mungkin mendeteksi luasnya solusio terutama pada solusio sedang atau berat.

2.Solusio plasenta sedang Gejala-gejala dan tanda-tanda sudah jelas seperti rasa nyeri pada perut yang terusmenerus, denyut jantung janin biasanya telah menunjukkan gawat janin, perdarahan yang tampak keluar lebih banyak, takikardia, hipotensi, kulit dingin dan keringatan, oliguria mulai ada, kadar fibrinogen berkurang antara 150 sampai 250 mg/100 ml, dan mungkin kelainan pembekuan darah dan gangguan fungsi ginjal sudah mulai ada. Rasa nyeri dan tegang perut jelas sehingga palpasi bagian-bagian anak sukar. Rasa nyeri datangnya akut kemudian menetap tidak bersifat hilang timbul seperti pada his yang normal. Perdarahan pervaginam jelas dan berwarna kehitaman, penderita pucat karena mulai ada syok sehingga keringat dingin. Keadaan janin biasanya sudah gawat. Paa stadium ini bisa jadi telah timbul his dan persalinan telah mulai. Pada pemantauan keadaan janin dengan kardiotokografi bisa jadi telah ada deselerasi lambat. Perlu dilakukan tes gangguan pembekuan darah. Bila terminasi persalinan terlambat atau fasilitas perawatan intensif neonatus tidak memadai, kematian perinatal dapat dipastikan terjadi. 3.Solusio plasenta berat Perut sangat nyeri dan tegang serta keras seperti papan (defense musculaire) disertai perdarahan yang berwarna hitam. Oleh karena itu palpasi bagian-bagian janin tidak mungkin lagi dilakukan. Fundus uteri lebih tinggi daripada seharusnya oleh karena telah terjadi penumpukan darah didalam rahim pada kateori conceled haemorrhage. Jika dalam masa observasi tinggi fundus bertambah lagi berarti perdarahan baru masih berlangsung. Pada inspeksi rahim kelihatan membulat dan kulit diatasnya kencang dan berkilat. Pada auskultasi denyut jantung janin tidak terdengar lagi akibat gangguan anatomik dan fungsi dari plasenta. Keadaan umum menjadi buruk disertai syok. Adakalanya keadaan ibu jauh lebih buruk dibandingkan perdarahan yang tidak seberapa keluar dari vagina. Hipofibrinogenemia dan oliguria boleh jadi telah ada sebagai akibat komplikasi pembekuan darah intravascular yang luas (disseminated intravascular coagulation), dan gangguan fungsi ginjal. Kadar fibrinogen darah rendah yaitu kurang dari 150 mg% dan telah ada trombositopenia.1,2

Diagnosis Dalam banyak hal bisa ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda klinik yaitu perdarahan melalui vagina, nyeri pada uterus, kontraksi tetanik pada uterus, dan pada solusio plasenta yang berat terdapat kelainan denyut jantung janin pada pemberiksa dengan kardiotokografi. Namun, adakalanya pasien datang dengan gejala mirip persalinan premature, ataupun datang dengan perdarahan tidak banyak dengan perut tegang, tetapi janin telah meninggal. Diagnosis definitive hanya bisa ditegakkan secara retrospektif yaitu setelah partus dengan melihat adanya hematoma retroplasenta. Pemeriksaan dengan ultrasonografi berguna untuk membedakannya dengan plasenta previa, tetapi pada solusio plasenta pemeriksaan dengan USG tidak memberikan kepastian berhubung kompleksitas gambaran retroplasenta yang normal mirip dengan gambaran perdarahan retroplasenta pada solusio plasenta. Kompleksitas gambaran normal retroplasenta,

kompleksitas vaskular rahim sendiri, desiuda dan mioma semuanya bisa mirip dengan solusio plasenta dan memberikan hasil pemeriksaan positif palsu. Disamping itu, solusio plasenta sendiri sulit dibedakan dengan plasenta itu sendiri. Pemeriksaan ulang pada perdarahan baru sering bisa membantu karena gambaran ultrasonografi dari darah yang telah membeku akan berubah menurut waktu menjadi lebih ekogenik pada 48 jam kemudian menjadi hipogenik dalm waktu 1 sampai 2 minggu. Penggunaan color Doppler bisa membantu diagnosis solusio plasenta dimana tidak terdapat sirkulasi darah yang aktif padanya, sedangkan pada kompleksitas lain, baik kompleksitas retroplasenta yang hiperekoik maupun yang hipoekoik seperti mioma dan kontraksi uterus, terdapat sirkulasi darah yang aktif padanya. Pada kontraksi uterus terdapat sirkulasi aktif didalamnya, pada mioma sirkulasi aktif terdapat lebih banyak pada bagian perifer daripada bagian tengahnya. MRI bisa mendeteksi darah melalui deteksi methemoglobin, tetapi dalam situasi darurat seperti pada kasus solusio plasenta tidaklah merupakan perangkat diagnosis yang tepat. Alfa feto protein serum ibu (MSAFP) dan hCG serum ibu ditengarai bisa melewati plasenta melewati dalam keadaan dimana terdapat gangguan fisiologik dan keutuhan anatomic dari plasenta. Peninggian kadar MSAFP tanpa sebab lain yang meninggikan kadarnya terdapat pada keadaan solusio plasenta. Adapun sebab-sebab lain yang dapat meningkatkan MSAFP adalah kehamilan dengan kelainan-kelainan kromosom, neural tube defect, juga pada perempuan yang berisiko rendah terhadap kematian janin, hipertensi karena kehamilan, plasenta previa, ancaman persalinan prematur, dan hambatan pertumbuhan janin. Pada perempuan yang mengalami persalinan prematur dalam trimester ketiga dengan solusio plasenta dijumpai kenaikan MSAFP dengan sensitivitas 67% bila tanpa perdarahan dengan sensitivitas 100% bila disertai perdarahan.1,2 Komplikasi Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yang terus berlangsung sehingga menimbulkan berbagai akibat pada ibu seperti anemia, syok hipovolemik, insufisiensi fungsi plasenta, gangguan pembekuan darah, gagal ginjal mendadak, dan uterus Couvelaire disamping komplikasi sindroma insufisiensi fungsi plasenta pada janin berupa angka kematian perinatal yang tinggi.1 Penanganan Semua pasien yang tersangka menderita soluiso plasenta harus dirawat di rumah sakit yang berfasilitas cukup. Ketika masuk segera dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk kadar Hb dan golongan darah serta gambaran pembekuan darah dengan memeriksa waktu pembekuan, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, kadar fibrinogen dan kadar hancuran fibrin dan hancuran fibrinogen dalam plasma. Pemeriksaan dengan ultrasonografi berguna terutama untuk membedakannya dengan plasenta previa dan memastikan janin masih hidup.

Manakala diagnosis belum jelas dan janin hidup tanpa tanda-tanda gawat janin, observasi yang ketat dengan kesiagaan dan fasilitas yang bisa segera diaktifkan untuk intervensi jika sewaktu-waktu muncul kegawatan. Persalinan mungkin pervaginam atau mungkin juga harus perabdominam bergantung pada banyaknya perdarahan, telah ada tanda-tanda persalinan spontan atau belum dan tandatanda gawat janin. Penanganan terhadap solusio plasenta bisa bervariasi sesuai keadaan kasus masing-masing tergantung berat ringannya penyakit, usia kehamilan, serta keadaan ibu dan janinnya. Bilamana janin masih hidup dan cukup bulan, dan bilamana persalinan pervaginam belum ada tanda-tandanya, umumnya dipilih persalinan melalui bedah sesar darurat. Pada perdarahan yang cukup banyak segera lakukan resusitasi dengan pemberian transfuse darah dan kristaloid yang cukup diikuti persalinan yang dipercepat untuk mengendalikan perdarahan dan menyelamatkan ibu sambil mengharapkan janin juga bisa terselamatkan. Umumnya kehamilan diakhiri dengan induksi atau stimulasi partus pada kasus ringan atau janin telah mati, atau langsung dengan bedah sesar pada kasus yang berat atau telah terjadi gawat janin. Penanganan espektatif pada kehamilan belum genap bulan berfaedah bagi janin, tetapi umumnya persalinan preterm tidak terhindarkan baik spontan sebagai komplikasi solusio plasenta maupun atas indikasi obstetrik yang timbul setelah beberapa hari dalam rawatan. Pada kasus dimana telah terjadi kematian janin dipilih persalinan pervaginam kecuali ada perdarahan berat yang tidak teratasi dengan transfuse darah yang banyak atau ada indikasi obstetrik lain menghendaki persalinan perabdominam. Hemostasis pada tempat implantasi plasenta bergantung sekali kepada kekuatan kontraksi miometrium. Karenanya pada persalinan pervaginam perlu diupayakan stimulasi miometrium secara farmakologik atau masase agar kontraksi miometrium diperkuat dan mencegah perdarahan yang hebat pascapersalinan sekalipun pada keadaan masih ada gangguan koagulasi. Pemberian oksitosin dan amniotomi adalh dua hal yang sering dilakukan pada persalinan pervaginam.1,2 Prognosis Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu hamil dan lebih buruk lagi bagi janin jika dibandingkan dengan plasenta previa. Solusio plasenta ringan masih mempunyai prognosis yang baik bagi ibu dan janin karena tidak ada kematian dan morbiditasnya rendah. Solusio plasenta sedang mempunyai prognosis yang lebih buruk terutama terhadap janinnya karena mortalitas dan morbiditas perinatal yang tinggi disamping morbiditas ibu yang lebih berat. Solusio plasenta berat mempunyai prognosis paling buruk terhadap ibu lebih-lebih terhadap janinnya. Umumnya pada keadaan yang demikian janin telah mati dan mortalitas maternal meningkat akibat salah satu komplikasinya. Pada solusio plasenta sedang dan berat prognosisnya tergantung pada kecepatan dan ketepatan bantuan medik yang diperoleh pasien. Transfusi darah yang banyak dengan segera dan terminasi kehamilan tepat waktu sangat menurunkan morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal.1

You might also like