You are on page 1of 6

Marah dalam Pandangan Islam

Walaupun marah adalah salah satu fitrah manusiawi pemberian sang Khalik , namun Allah SWT dan Rasulullah SAW memerintahkan umat Islam untuk menahan marah. Bagaimana pandangan Islam terhadap marah? Bagaimana solusi dalam Islam agar umatnya mampu menahan amarah bahkan mampu memaafkan? Al Jurjani berkata: Marah adalah perubahan yang terjadi saat darah yang ada di dalam hati bergejolak sehingga menimbulkan kepuasan di dalam dada. Marah adalah gejolak yang timbulkan oleh setan. Dia mengakibatkan berbagai bencana dan malapetaka yang tak seorangpun mengetahuinya melainkan Allah Subhanhu Wa Taala.
Al Ghozali rahimahullah berkata saat menjelaskan tentang sebab-sebab marah. Diantara sebab-sebab timbulnya marah adalah: kezuhudan, bangga diri, bercanda, main-main, mengejek, mengolok-olok, berbantah-bantahan, saling bermusuhan, berkhianat, mengejar kelebihan harta duniawi dan pangkat, dan sebab yang banyak menimbulkan kemarahan adalah pengelabuan orang yang bodoh dengan menyebut kemarahan itu sebagai keberanian, kejantanan, harga diri dan semangat yang tinggi.

Imam Bukhari meriwayatkan, Abu Hurairah menceritakan, ada seorang lelaki, datang minta nasihat daripada Rasulullah SAW, Baginda jawab: "Jangan marah.". Lelaki itu ulang balik soalan dia. Rasulullah SAW menjawab: "Jangan marah". Soalan itu diulang beberapa kali, namun Baginda jawab dengan jawaban yang sama. [1] Ada disebut dalam riwayat Imam al-Tirmizi, lelaki tersebut berkata: "Ya Rasulullah, berilah nasihat kepadaku dan jangan pula terlalu banyak, semoga aku senang memahaminya." Lantas Rasulullah SWT menjawab: "Jangan Marah". [2] Daripada Abdullah bin Umar, Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud:Tiada hamba yang meneguk air lalu mendapat ganjaran lebih besar di sisi Allah daripada hamba yang meneguk air menahan kemarahan kerana Allah. (Hadis riwayat Ibn Majah) Daripada Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah SAW bersabda,

.
"Bukanlah orang yang kuat itu orang yang dapat mengalahkan orang lain dengan
kekuatannya. Sesungguhnya orang yang kuat itu adalah orang yang mengawal dirinya ketika dalam kemarahan."

Kisah Menyangkut Marah

1. Marah yang terpuji adalah marah yang bisa dikendalikan oleh pelakunya secara santun. Walaupun elemen marah ini boleh digunakan secara positif, tetapi seseorang sentiasa perlu menjaga emosinya supaya tidak terpengaruh dengan nafsu. Contohnya dalam konteks jihad,kemarahan kepada musuh mestilah disandar kepada kemarahan sikap musuh-musuh itu yang menentang Islam dan bukan karena kemarahan pribadi. Satu contoh hebat adalah sikap yang dipamerkan oleh Sayyidina Ali Bin Abi Talib. Dalam satu insiden ketika perang Khandaq atau Ahzab. Ketika Ali ingin membunuh seorang tentara musuh, tentara tersebut meludah ke mukanya. Seketika itu juga Ali berhenti dan membatalkan hasratnya untuk membunuh musuh tersebut. Dalam keadaan kurang percaya, dia bertanya kepada Ali yang terkenal dengan kegagahan dan keberanian dalam medan perang mengapa tidak membunuhnya? Antara lain jawaban Ali ialah ketika musuh tersebut meludah dia berasa marah. Jadi, jika dia membunuh musuh tersebut ketika itu, dia akan membunuh karena kepentingan dirinya (marah terhadap perbuatan meludah itu), bukan karena Allah swt. Terpukau dengan ketinggian akhlak Sayyidina Ali yang mulia itu, tentara musuh tersebut memeluk Islam. 2. Pernah seorang Arab Badwi menarik dengan begitu kasar jubah buatan Najran yang kasar kainnya, yang dipakai oleh Rasulullah SAW hingga berbekas leher baginda. Tetapi Rasulullah SAW tidak marah, malah menghadiahkan jubah itu kepada Arab Badwi tersebut. 3. Pernah satu ketika seorang Arab Badwi buang air kecil di satu sudut dalam Masjid Nabi. Ada di antara para Sahabat marah kerana sikap tidak beradab itu. Tetapi Rasulullah SAW tetap tenang dan berkata, Biarkan dia menyelesaikan hajatnya Setelah lelaki tersebut selesai, Rasulullah SAW sendiri membasuh najis itu dan kemudiannya barulah memberitahu Arab Badwi tersebut adab-adab di dalam masjid. 4. Menurut riwayat, ada seorang Badwi datang menghadap Nabi SAW dengan maksud ingin meminta sesuatu pada Baginda. Nabi SAW memberinya, lalu bersabda, Aku berbuat baik kepada mu. Badwi itu berkata, pemberianmu tidak baik padamu. Para sahabat merasa tersinggung, lalu mengugutnya dengan marah, namun Nabi memberi isyarat agar mereka bersabar. Kemudian Nabi SAW pulang ke rumah. Nabi kembali dengan membawa barang tambahan untuk diberikan kepada Badwi itu. Nabi bersabda pada Badwi itu, Aku berbuat baik pada mu? Badwi itu berkata, Ya, semoga Allah membalas kebaikan uan, keluarga dan kerabat.

Keesokan harinya, Rasulullah SAW bersabda kepada para sahabatnya, Nah, kalau pada waktu Badwi itu berkata yang sekasar itu engkaui dengar, kemudian engkau tidak bersabar dan engkau membunuhnya, maka ia pasti masuk neraka. Namun, kerana saya bimbing dengan baik, maka ia selamat. Beberapa hari selepas itu, si Badwi bersedia untuk di beri perintah bagi melaksanakan tugas penting yang berat mana sekali pun. Dia juga turut dalam medan jihad dan melaksanakan tugasnya dengan taat dan ridha. Rasulullah SAW memberikan contoh kepada kita tentang berlapang dada. Ia tidak marah menghadapi kekasaran seorang Badwi yang memang demikianlah karakternya. Kalaupun saat itu dilakukan hukuman terhadap si Badwi itu , tentu hal itu bukan satu kezaliman, namun Rasulullah SAW tidak berbuat demikian. 5. Adakala, Rasulullah SAW juga marah, Namun, marahnya tidak melampaui batas kemuliaan. Itu pun Baginda lakukan bukan karena masalah pribadi melainkan kerana kehormatan agama Allah. Rasulullah SAW bersabda:Memaki hamun orang Mukmin adalah fasik(dosa) dan memeranginya adalah kufur (keluar dari Islam).(HR. Bukhari). Sabdanya lagi: Bukanlah seorang Mukmin yang suka mencela, pengutuk, katakatanya keji dan kotor. (HR. Tarmizi) Seorang yang mampu mengawal nafsu ketika marahnya memuncak, dan mampu menahan diri dikala mendapat ejekan maka orang seperti inilah yang diharapkan menghasilkan kebaikan dan kebajikan bagi dirinya mahupun masyarakatnya. Seorang Hakim yang tidak mampu menahan marahnya tidak akan mampu memutuskan perkara adil. Dan, sekiranya seorang pemimpin yang mudah terbakar nafsu marahnya tidak akan mampu memberikan jalan keluar bagi rakyatnya. Justru itu ia akan sentiasa memunculkan permusuhan di dalam masyarakatnya. Begitu pula dengan pasangan suami isteri yang tidak memilikki ketenangan jiwa. Ia akan tidak mampu melayarkan bahtera hidupnya kerana masing-masing tidak mampu memejamkan mata atas kesalahan kecil pasangan mereka. 6. Daripada Aisyah r.a: (Rasulullah SAW) bersabda: dan aku bersumpah demi Allah swt. sekiranya Fatimah binti Muhammad SAW telah mencuri, akan kupotong tangannya. (Hadith riwayat al-Bukhariyy) Walaupun baginda amat menyayangi Saiditina Fatimah r.a, sehingga baginda pernah memberi amaran supaya tidak menyakiti hati Saiditina Fatimah dengan sabdanya:

Daripada Miswar bin Makhramah r.a berkata, berkata Rasulullah: Fatimah (r.a) sebahagian dariku, maka siapa yang membuatnya marah, membuatku marah. (HR. Bukhari) Namun begitu apabila bertembung dengan syariah, tiada kompromi ditunjukkan Rasulullah . Teladan Nabawiyyah yang ditunjukkan oleh Baginda Rasulullah SAW, memberi tasawwur yang jelas bahawa elemen marah bukanlah 100% negatif atau madzmum. Kemarahan ada yang positif dan negatif, malahan boleh menjadi aspek kekuatan pada situasi tertentu

Langkah pencegahan marah: 1. Niat yang ikhlas 2. Sabar Kesabaran adalah salah satu kunci ketengangan psikologi dalam Islam. Ingat ganjaran Allah swt. Kepada orang yang sabar, mereka akan mendapat keampuan dan kedudukan yang istimewa di sisi-Nya. "kecuali orang-orang yang sabar dan mengerjakan amal soleh maka mereka itu akan memperoleh keampunan dan pahala yang besar." (QS. Hud: 11) 3. Sifat pemaaf Sifat pemaaf melambangkan ketinggian akhlaq, sebagaimana Rasulullah SAW. 4. Paham konsep bahwa gagal mengawal kemarahan tanda kelemahan Gagal mengawal marah berarti gagal membendung bisikan syaithan. 5. Membayangkan wajah yang buruk ketika marah
6. Tawaddu

7. Istighfar dan banyak melakukan amal shaleh Cara-cara meredam atau mengawal kemarahan :
1. Membaca Taawudz. Marah itu datangnya dari syaitan. Oleh karena itu,

mintalah perlindungan dari Allah swt. seperti dengan membaca kalimat taawudz. Rasulullah SAW bersabda Ada kalimat kalau diucapkan niscaya akan hilang kemarahan seseorang, yaitu Auudzu billah mina-syaithaani-r-rajiim Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk (H.R. Bukhari Muslim). 2. Sibukkan diri dengan mengingati Allah. Misalnya dengan berzikir dan berselawat. Firman Allah dalam sebuah hadis qudsi: Wahai anak-anak Adam, apabila kamu marah, ingatlah kepada-Ku. 3. Berwudhulah. Rasulullah bersabda Kemarahan itu datang dari syaitan, sedangkan syaitan tercipta dari api, api hanya bisa padam dengan air, maka kalau kalian marah berwudhulah (H.R. Abud Dawud). 4. Merubah posisi mendekati bumi. Dalam sebuah hadist dikatakanKalau kalian marah maka duduklah, kalau tidak hilang juga maka kamu tidurlah (H.R. Abu Dawud).

5. Diam. Dalam sebuah hadis dikatakan Ajarilah (orang lain), mudahkanlah,

jangan mempersulit masalah, kalau kalian marah maka diamlah (H.R. Ahmad).

6. Bersujud, artinya shalat sunnah sebaiknya dua rakaat. Dalam sebuah hadis dikatakan Ketahuilah, sesungguhnya marah itu ibarat bara api dalam hati manusia. Tidaklah engkau melihat merahnya kedua matanya dan tegangnya urat darah di lehernya? Maka barangsiapa yang mendapatkan hal itu, maka hendaklah ia mendekatkan pipinya dengan tanah iaitu (sujud). (H.R. Tirmidzi)
7. Pikirkan tentang kemurkaan Allah swt. dan hukuman dari-Nya. Siapakah yang

lebih besar kemarahannya, manusia atau Allah swt. Apa akan berlaku sekiranya Allah swt. menunjukkan kemurkaan-Nya? 8. Maafkan orang yang menyebabkan kemarahan itu. Setiap orang melakukan kesilapan termasuk diri kita. Jika kita mengharapkan keampunan Tuhan, maka wajarlah kita bersedia untuk memaafkan orang lain. Sifat saling maafmemaafkan akan mewujudkan keharmonian dan kesejahteraan dalam masyarakat.

You might also like