You are on page 1of 3

A. Landasan Teori Ketahanan Terinduksi Tanaman akan mempertahankan diri terhadap serangan patogen.

Pertahanan tanaman dapat dilakukan secara fisik dan kimia. Ketahanan tanaman terinduksi adalah fenomena dimana terjadi peningkatan ketahanan tanaman terhadap infeksi oleh patogen setelah terjadi rangsangan Ketahanan ini merupakan perlindungan tanaman bukan untuk mengeliminasi patogen tetapi lebih pada aktivitas dari mekanisme pertahanan tanaman. Ketahanan terinduksi dikategorikan sebagai perlindungan secara biologi pada tanaman dimana tanaman adalah target metode ini bukan patogennya. Induksi resistensi atau imunisasi atau resistensi buatan adalah suatu proses stimulasi resistensi tanaman inang tanpa introduksi gen-gen baru. Induksi resistensi menyebabkan kondisi fisiologis yang mengatur sistem ketahanan menjadi aktif dan atau menstimulasi mekanisme resistensi alami yang dimiliki oleh inang Ada dua bentuk ketahanan terinduksi yang umum yaitu Sytemic Acquired Resistance (Sar) dan Induced Systemic Resistance (ISR). Ketahanan tanaman terinduksi dapat dipicu dengan penambahan bahanbahan kimia tertentu, mikroorganisme non patogen, patogen avirulen, ras patogen inkompatibel, dan patogen virulen yang infeksinya gagal karena kondisi lingkungan tidak mendukung. Ketahanan tanaman terinduksi karena penambahan senyawa kimia atau menginokulasikan patogen nekrotik sering diistilahkan dengan induksi SAR. Induksi SAR dicirikan dengan terbentuknya akumulasi asam salisilat (salicylic acid, SA) dan protein PR (pathogenesis-related proteins, PR). Sedangkan ketahanan terinduksi karena agen biotik non-patogenik sering dikenal dengan ISR, seperti oleh rizobakteria.

1. SAR Ketahanan perolehan sistemik (SAR) mengacu pada jalur signal transduksi yang diaktivasi oleh pembentukan lesio nekrotik lokal, juga sebagai hipersensitivitas Reaksi (HR) dalam reaksi inkompatibel atau sebagai gejala penyakit dalam reaksi kompatibel. Terdapat sedikitnya dua komponen utama yang berperan dalam mekanisme SAR, yaitu gen penanda molekuler SAR dan salicylic acid. Telah diketahui bahwa penanda tersebut kemudian disebut sebagai gen SAR. Hasil analisa terhadap protein yang kemudian disebut sebagai protein SAR diklasifikasikan sebagai PR protein Gen yang mengekpresikan SAR dihubungkan secara kolektif dengan gen SAR dan termasuk beta 1,3 glukanase, PR-1 protein, kitinase dan osmotin-like protein. SAR juga dikarekterisasi oleh hubungan akumulasi kordinasi mRNA yang mengkode satu set gen SAR. Ekpresi dari gen ini terdiri dari 14 family gen yang berhubungan dengan banyak gen yang mengkode PR protein yang juga termasuk kriteria yang dapat dihubungkan SAR dengan berbagai respon ketahanan. Keberadaan peningkatan salicylic acid yang berhasil dideteksi pada bagian daun sistemik dan floem tanaman menunjukan bahwa komponen kimia tersebut berperan sebagai system signal SAR. Salicylic acid adalah komponen yang dibutuhkan dalam jalur signal transduksi untuk induksi SAR, suatu bentuk

peningkatan ketahanan tanaman melawan patogen berspektrum luas. Penggerak untuk sintesis SA dan induksi SAR adalah pengenalan dari invasi mikroorganisme oleh gen penghasil resistensi. Seringkali pengenalan ini disertai oleh respon hipersensitif, suatu bentuk kematian sel inang secara cepat pada bagian sekitar titik masuk patogen. Adapun alur transduksi signal menurut Delaney (1997) diaktivasi oleh adanya patogen yang direspon oleh inang melaui gen R yang berinteraksi dengan gen avr pathogen.

2. ISR ISR secara penotip sama dengan SAR. Beberapa peneliti telah melaporkan beberapa faktor yang dapat menicu ISR seperti senyawa kimia (siderofor, antibiotik dan ion Fe) yang dihasilkan rizobakteria dan komponen sel bakteri (dinding sel mikroba, flagella, filli, membran lipopolisakarida (LPS) dapat sebagai elicitor dalam menginduksi ketahanan secara sistemik. Komponen sel, seperti membran lipopoliskarida (LPS) dan flagella dapat mengaktifkan respon ketahanan tanaman. Selubung sel dari sebahagian besar bakteri gram negatif mempunyai membran luar yang mempakan suatu struktur komplek yang terdiri dari phosfolipid, lipopolysaccharida dan beberapa macam protein. Komponen-komponen yang terdapat pada permukaan sel bakteri berperan dalam interaksi antara inang dan mikroba. signal untuk ISR sangat kompleks. Rhizobakteria mengaktifkan lintasan signal transduksi yang berbeda dengan lintasan signal transduksi pada SAR, yaitu melibatkan hormone Asam Jasmonik (Jasmonik acid, JA) dan etilen tanaman.

B. APLIKASI SAR DAN ISR Aplikasi SA eksogen pada tanaman dapat meningkatkan ketahanan terhadap pathogen viral dan menginduksi bentuk PR protein yang beberapa diantaranya memiliki fungsi ketahanan. Beberapa penelitian menunjukkan akumulasi SA pada daun yang terinfeksi pathogen memiliki korelasi terhadap gen SAR dan ketahanan.(Vernooij et al. 1994). Beberapa penelitain telah dilakukan untuk menstimulir terjadinya SAR dengan menggunakan senyawa kimia sintetik yaitu salicylic acid (SA), 2,6-dichloroisonicotinic acid (INA), benzo(1,2,3)thiadiazole-7carbothionic acid S-methyl ester (BTH), 3-allyloxy-1,2-benzisothiazole-1,1-dioxide(probenazole;PBZ), Ncyanomethyl-2-chloroisonicotinami de (NCI), dan 3-chloro-1-methyl-1H-pyrazole-5-carboxylic acid (CMPA). Penelitian terakhir telah diidentifikasi senyawa untuk pengendalian virus yaitu acibenzolar-Smethyl. Senyawa ini digunakan untuk mengendalikan Tomato spotted wilt virus (TSWV). Penelitian oleh Csinos et al. (2000) untuk mengendalikan TSWV dilakukan dilapangan dan di greenhouse dengan empat lokasi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa acibenzolar-S-Methyl dapat mengurangi infeksi TSWV namun belum menunjukkan pengurangan oleh serangan cendawan P.parasitica var. nicotianae.

Selain itu digunakan agen biokontrol bakteriophage untuk mengendalikan penyakit bacterial spot pada buah tomat. Produk komersial bakteriophage ini adalah actigard dan agriphage Percobaan dilakukan dengan pemberian 50 ml/l actigard 3 kali aplikasi dan di kombinasi dengan agriphage dapat menghambat perkembangan bakteri Xanthomonas campestris pv vesicatoria. Aplikasi ISR juga telah dilakukan untuk pengandalian nematoda. Pengaruh senyawa kimia dalam menginduksi ketahanan terhadap infeksi nematoda telah dilakukan oleh Oka et al. (1999) dia meneliti pengaruh senyawa kimia DL-p-Amino-n-Butyric Acid dalam menginduksi ketahanan secara lokal dan sistemik terhadap nematoda puru akar M. javanica pada tomat. Percobaan yang dilakukan adalah pengaruh beberapa senyawa kimia pada tanaman dan infeksi nematoda. Percobaan ini mengunakan bibit tomat varietas Faculta 68 yang peka terhadap nematoda puru akar, dan senyawa kimia (20 mM DLd-amino-n-butyric acid (AABA), 20 mM DL-p-amino-n-butyric acid (BABA), 20 mM v-amino-n-butyric acid (GABA), 2.5 mM jasmonic acid (JA), 10 mM salisilic acid ( SA) dan 2.5 mM methyl jasmonate (MeJA) yang diberikan dengan cara menyemprotkannya pada daun (1 ml/tanaman) dan penyiraman pada akar (10 ml/tanaman). Hasil penelitian menunjukkan dari semua inducer kimia yang digunakan, hanya BABA yang dapat rnengurangi indek gall 7 hari setelah inokulasi dan mempunyai potensi yang tinggi mengurangi jumlah telur nematode. BABA dapat mengurangi penetrasi nematoda M. javanica ke dalam akar dan juga memperpanjang siklus hidup serta gall yang terbentuk lebih kecil. Untuk agens biotik pengunaan B. sphaehcus B43 dan A. radiobacter G12 dan Pseudomonas sp dan Bacillus sp dapat menginduksi ketahanan tanaman kentang dan T. reppens terhadap infeksi G. pallida dan H. trifolii. Untuk mendeteksi keberadaan SAR pada tanaman dilakukan dengan teknik : - Tobbaco pathogen infection assays - HPLC, MS dan NMR analysis untuk mengukur SA, aktivitas enzim PAL, aktivitas peroksidase - Analisis RNA http://antivirustanaman.blogspot.com/2008/03/antivirus-tanaman-dengan-ketahana.html

You might also like