You are on page 1of 54

ANALISIS REAL II

MODUL BELAJAR MATEMATIKA


UNTUK PERGURUAN TINGGI


BAB I : SISTEM BILANGAN REAL

PENDAHULUAN : CARA-CARA MEMBUKTIKAN DALAM MATEMATIKA
Sebuah sifat atau teorema dalam matematika dapat dibuktikan kebenarannya dengan
mengambil kesimpulan yang didasarkan pada pernyataan-pernyataan lain yang benar
(misalnya definisi, fakta atau aksioma) dan dari sifat atau teorema lain yang telah
dibuktikan kebenarannya terlebih dahulu.
Dengan demikian, suatu pembuktian dalam matematika adalah sebuah argumentasi
yang memperlihatkan bahwa pernyataan implikasi p q selalu benar, dimana :
p : adalah sebuah premis atau konjungsi premis-premis
q : adalah konklusi (kesimpulan) dari argumentasi yang dapat berbentuk pernyataan
tunggal atau pernyataan majemuk
Terdapat tiga macam cara untuk membuktikan sifat atau teorema matematika yaitu
dengan :
1. Bukti langsung
2. Bukti tidak langsung
3. Induksi matematika
Berikut penjelasannya :
1. Bukti Langsung
Salah satu cara pembuktian sifat atau teorema matematika dengan bukti
langsung adalah penarikan kesimpulan dengan silogisme, modus ponens dan modus
tollens (hal ini telah dipelajari di SMA). Yang akan dipelajari di tingkat perguruan tinggi
adalah bukti langsung yang dikerjakan dengan menggabungkan (mengintegrasi)
definisi, fakta atau aksioma dan sifat-sifat yang telah dipelajari di jenjang pendidikan
sebelumnya (SD-SMP-SMA).
Contoh 1 :
Buktikan untuk semua a dan b R maka berlaku (a + b)
2
= a
2
+ 2ab + b
2

Jawab :
Untuk semua a dan b R, maka
(a + b)
2
= (a + b)(a + b) ...definisi perpangkatan
(a + b)
2
= (a + b)a + (a + b)b .sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan
(a + b)
2
= (a
2
+ ba) + (ab + b
2
) .sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan
(a + b)
2
= a
2
+ (ba + ab) + b
2
...sifat asosiatif pada penjumlahan
(a + b)
2
= a
2
+ (ab + ab) + b
2
.sifat komutatif pada perkalian
(a + b)
2
= a
2
+ 2ab + b
2
.definisi penjumlahan bilangan real
Jadi untuk semua a dan b R maka berlaku (a + b)
2
= a
2
+ 2ab + b
2

Contoh 2 :
Buktikan bahwa untuk semua n bilangan bulat genap, maka n
2
genap
Jawab :
Pernyataan yang akan dibuktikan berbentuk implikasi yang terdiri atas 2 komponen,
yaitu :
p : n bilangan bulat genap ...............pernyataan yang diketahui
q : n
2
bilangan genap..........................pernyataan yang akan dibuktikan
Sehingga harus dibuktikan p q bernilai benar.
Proses pembuktiannya sebagai berikut :
Karena n bilangan genap maka berdasarkan definisi bilangan genap n dapat dinyatakan
dengan bentuk n = 2b ( b bilangan bulat ), sehingga diperoleh :
n = 2b n
2
= ( 2b )
2
................definisi perpangkatan
n
2
= 4b
2
...hasil perpangkatan
n
2
= 2(2b
2
) .........................sifat distributif pada perkalian
n
2
= 2k, k = 2b
2
dan k B .bentuk bilangan bulat genap
Hasil terakhir menunjukkan bahwa n
2
juga merupakan bilangan genap.
Jadi terbukti bahwa Untuk semua n bilangan bulat genap, maka n
2
genap

2. Bukti Tidak Langsung
Pembuktian tidak langsung digunakan apabila tidak cukup aksioma atau teorema
terdahulu yang dapat digunakan dalam langkah pembuktiannya, sehingga sulit untuk
mengambil kesimpulan. Konsep pembuktian untuk teorema yang berbentuk pernyataan
tunggal dan pernyataan majemuk, diberikan sebagai berikut :
a. Untuk pernyataan tunggal
Untuk membuktikan pernyataan tunggal p benar maka harus ditunjukkan ~p salah
b. Untuk pernyataan majemuk
Untuk pernyataan majemuk p q benar maka harus ditunjukkan kontraposisinya yaitu
~q ~p benar
Contoh 1 :
Buktikan bahwa Jika n
2
bilangan bulat ganjil, maka n bilangan bulat ganjil
Jawab : Kita agak kesulitan menggunakan bukti langsung untuk membuktikan
pernyataan di atas karena ada langkah yang tidak cukup dasarnya. Mari kita lihat
bersama di bawah ini :
Pernyataan yang akan dibuktikan berbentuk implikasi yang terdiri atas 2 komponen,
yaitu :
p : n
2
bilangan bulat ganjilpernyataan yang diketahui
q : n bilangan bulat ganjil .pernyataan yang akan dibuktikan
sehingga harus dibuktikan p q bernilai benar.
Proses pembuktiannya sebagai berikut :
Karena n
2
bilangan ganjil maka berdasarkan definisi bilangan ganjil n
2
dapat dinyatakan
dengan bentuk n
2
= 2b + 1 ( b bilangan bulat ), sehingga diperoleh :
n
2
= 2b + 1 ................definisi bilangan bulat ganjil
n
2 =
2b + 1......................................kedua ruas ditarik akar pangkat dua
(n
2
)

= (2b + 1)

.....bentuk pangkat pecahan
(n)
2.
= (2b + 1)

..sifat perpangkatan
n = (2b + 1)

.....hasil perpangkatan


Pada langkah terakhir ini kita tidak mempunyai cukup aksioma atau teorema untuk
mengatakan bahwa bentuk terakhir adalah bilangan ganjil. Jadi kita tidak dapat menarik
kesimpulan untuk pembuktian pernyataan tersebut. Sehingga kita harus menggunakan
cara bukti tidak langsung.
Karena melalui bukti langsung teorema di atas tidak dapat dibuktikan, maka marilah kita
lihat bersama bukti teorema di atas melalui bukti tidak langsung
Proses pembuktian tidak langsung:
Pernyataan yang akan dibuktikan berbentuk implikasi p q , yang terdiri atas 2
komponen, yaitu :
p : n
2
bilangan bulat ganjil ..pernyataan yang diketahui
q : n bilangan bulat ganjil ....pernyataan yang akan dibuktikan
Untuk membuktikan p q benar maka kita harus buktikan ~q ~p
Berikut pernyataan ingkarannya:
~q : n
2
bukan bilangan bulat ganjil = n
2
bilangan bulat genap .pernyataan
yang akan dibuktikan
~p: n bukan bilangan bulat ganjil = n bilangan bulat genap.pernyataan
yang diketahui
Karena n bilangan bulat genap maka berdasarkan definisi bilangan genap n dapat
dinyatakan dengan bentuk n = 2b ( b bilangan bulat), sehingga diperoleh :
n
2
= (2b)
2
...definisi perpangkatan
n
2
= (2)
2
(b)
2
...............................sifat perpangkatan
n
2
= 4b
2
..hasil perpangkatan
n
2
= 2(2b
2
) ...........................sifat distributif pada perkalian
n
2
= 2x , x = 2b
2
B.bentuk bilangan bulat genap
Hasil terakhir menunjukkan bahwa n
2
juga merupakan bilangan bulat genap.
Jadi terbukti bahwa Jika n
2
bilangan bulat ganjil, maka n

bilangan bulat ganjil
3. Induksi Matematika
Untuk memahami bagaimana cara membuktikan sifat atau teorema dengan
menggunakan induksi matematika, perlu dipahami terlebih dahulu pengertian deret dan
notasi sigma. Deret telah dipelajari pada pembahasan sebelumnya. Berikut diberikan
pengertian notasi sigma:
Secara umum, notasi sigma dapat didefinisikan sebagai berikut:
Dalam penulisan notasi sigma di atas, ada beberapa pengertian yang perlu dipahami,
yaitu:
a. Notasi dinamakan notasi sigma, karena dalam notasi ini menggunakan huruf kapital
Yunani (dibaca sigma) yang dapat diartikan sebagai penjumlahan (sum)
b. Notasi dibaca sebagai : penjumlahan suku-suku U
i
untuk nilai i = 1 sampai dengan i =
n. Selanjutnya i = 1 disebut batas bawah penjumlahan dan i = n disebut batas atas
penjumlahan, sedangkan bilangan asli dari 1 sampai dengan n disebut wilayah
penjumlahan
c. Variabel U
i
disebut variabel berindeks dengan huruf i bertindak sebagai indeks yang
diartikan sebagai penunjuk penjumlahan. Indeks atau penunjuk penjumlahan dalam
suatu notasi sigma dapat saja menggunakan huruf yang lain (selain huruf i)
d. Untuk lebih mempersingkat cara penulisan dalam notasi sigma maka pada bagian atas
penjumlahan cukup ditulis nilainya saja. Sehingga bentuk umum notasi sigma di atas
dapat dituliskan sebagai berikut :
Langkah pembuktian dengan cara induksi matematika, yaitu :
Langkah 1 : Benar untuk n = 1
Langkah 2 : Asumsikan atau andaikan benar untuk n = k
Langkah 3 : Tunjukkan benar untuk n = k + 1
Sehingga dapat disimpulkan suatu sifat atau teorema tersebut berlaku untuk semua
bilangan asli
Contoh 1 :
Buktikan menggunakan induksi matematika bahwa Jumlah deret kuadrat n bilangan asli
pertama ditentukan oleh :
Jawab :
Kita tetapkan bahwa S(n) adalah rumus :
Proses pembuktiannya sebagai berikut :
Langkah 1 : Untuk n = 1 diperoleh :
=1
Bagian ruas kiri = bagian ruas kanan.
Jadi S(n) benar untuk n = 1 atau S(1) benar
Langkah 2 : Andaikan S(n) benar untuk n = k, maka diperoleh hubungan :
Langkah 3 : Harus dibuktikan bahwa S(n) benar untuk n = k + 1


Bentuk terakhir adalah rumus S(n) jika n = k +1. Jadi jika S(n) benar untuk n = k, maka
S(n) benar juga untuk n = k + 1
Dengan demikian terbukti bahwa :
Benar untuk semua n bilangan asli
Contoh 2 :
Menggunakan induksi matematika, buktikan bahwa ( 5
n
1 ) habis dibagi oleh 4 untuk
semua n bilangan asli
Jawab :
Kita tetapkan bahwa S(n) adalah sebuah teorema yang menyatakan ( 5
n
1 ) habis
dibagi oleh 4 untuk semua n bilangan asli
Proses pembuktiannya sebagai berikut :
Langkah 1 : Untuk n = 1 diperoleh : ( 5
1
1 ) = 4 habis dibagi oleh 4
Jadi S(n) benar untuk n = 1 atau S(1) benar
Langkah 2 : Andaikan S(n) benar untuk n = k, maka diperoleh teorema bahwa (5
k
1)
habis dibagi oleh 4. Karena bentuk ( 5
k
1 ) habis dibagi oleh 4, maka bentuk (5
k
1)
dapat dituliskan sebagai ( 5
k
1 ) = 4p, dengan p adalah sebarang bilangan asli
Langkah 3 : Harus dibuktikan bahwa S(n) benar untuk n = k + 1
( 5
k+1
1) = 5 . 5
k
- 1
= 5 . 5
k
- 5 + 5 - 1 .sifat identitas pada penjumlahan
= 5 ( 5
k
1 ) + 4 .sifat disributif perkalian terhadap penjumlahan
= 5 ( 4p ) + 4 .....diasumsikan berdasarkan langkah 2
= 4 ( 5p ) + 4 ..sifat komutatif pada perkalian
= 4 (5p + 1) ...............sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan
= 4z , z = 5p +1 dan z bilangan asli
Bentuk terakhir adalah S(n) untuk n = k+1 yang benar habis dibagi oleh 4. Jadi jika S(n)
benar untuk n = k maka S(n) benar juga untuk n = k + 1. Dengan demikian terbukti
benar bahwa ( 5
n
1 ) habis dibagi oleh 4 untuk semua n bilangan asli

Soal-soal Latihan
1. Buktikan untuk semua a dan b R berlaku (a - b)
2
= a
2
- 2ab + b
2

2. Buktikan untuk semua n bilangan bulat ganjil, maka n
2
bilangan bulat ganjil
3. Buktikan untuk setiap bilangan real yang tidak pernah positif, maka kuadratnya tidak
pernah negatif
4. Buktikan untuk setiap bilangan bulat n, jika n
2
genap maka n genap
5. Buktikan jumlah bilangan rasional dan irrasional adalah bilangan irrasional


1.1 Sifat Aljabar dan Sifat Urutan dalam R
Sifat Aljabar dalam R
Pada bab ini dibahas sifat-sifat penting dari sistem bilangan real R, seperti sifat-sifat
aljabar, urutan dan ketaksamaan. Selanjutnya akan dibahas beberapa pengertian
seperti bilangan rasional, harga mutlak, himpunan terbuka dan pengertian lain yang
berkaitan dengan bilangan real. Sebelum menjelaskan tentang sifat-sifat bilangan real,
diberikan terlebih dahulu struktur aljabar dari sistem bilangan real. Akan diberikan
penjelasan singkat mengenai sifat-sifat dasar dari penjumlahan dan perkalian dan sifat-
sifat aljabar lain yang dapat diturunkan dari definisi atau teorema. Dalam terminologi
aljabar abstrak, sistem bilangan real membentuk lapangan (field) terhadap operasi biner
penjumlahan dan perkalian biasa.
Aksioma 1.1. 1 (Aksioma Field Bilangan Real)
Pada himpunan bilangan real R terdapat dua operasi biner, dinotasikan dengan + dan
x yang disebut penjumlahan (addition) dan perkalian (multiplication). Operasi biner
tersebut memenuhi sifat-sifat berikut :
(A1) a + b = b + a untuk semua a dan b R (sifat komutatif pada penjumlahan)
(A2) (a + b) + c = a + (b + c) untuk semua a,b,c R (sifat asosiatif pada penjumlahan)
(A3) Terdapat 0 R sedemikian sehingga 0 + a = a dan a + 0 = a untuk semua a R
(eksistensi elemen nol / sifat identitas pada penjumlahan)
(A4) Untuk setiap a R terdapat -a R sedemikian sehingga a + (-a) = 0 dan (-a) + a =
0 (eksistensi elemen negatif / sifat invers pada penjumlahan)
(M1) ab = ba untuk semua a dan b R (sifat komutatif pada perkalian)
(M2) (ab)c = a(bc) untuk semua a,b,c R (sifat asosiatif pada perkalian)
(M3) Terdapat 1 R sedemikian sehingga 1.a = a dan a.1 = a untuk semua a R (eksistensi
elemen satu / sifat identitas pada perkalian)
(M4) Untuk setiap a R terdapat R sedemikian sehingga a . = 1 dan . a =
1 (eksistensi / sifat invers pada perkalian)
(D) a.(b + c) = (a.b) + (a.c) dan (b + c).a = (b.a) + (c.a) untuk semua a,b,c R (sifat
distributif perkalian atas penjumlahan)
Beberapa teorema yang berkaitan dengan sifat aljabar R
Teorema 1.1.1 Jika a R, maka
(a) (-1) a = -a
(b) -(-a) = a
(c) (-1) (- 1) = 1
Bukti Teorema 1.1.1 (bukti langsung)
(b) Berdasarkan aksioma field bilangan real (sifat invers pada penjumlahan),
bahwa a + (-a) = 0, sehingga a = - (-a)
Teorema 1.1.2
(a) Jika z, a R dengan z + a = a, maka z = 0
(b) Jika u dan b 0 R dengan u.b = b, maka u = 1
(c) Jika a R, maka a.0 = 0
Bukti Teorema 1.1.2 (bukti langsung)
(a) Jika z, a R dengan z + a = a, maka z = 0
z = z + 0sifat identitas pada penjumlahan
= z + ( a + (-a) ).sifat invers pada penjumlahan
= (z + a) + (-a)...sifat asosiatif pada penjumlahan
= a + (-a) ..diketahui z + a = a
= 0 sifat invers pada penjumlahan
(b) Jika u dan b 0 R dengan u.b = b, maka u = 1
u = u . 1 ..sifat identitas pada perkalian
= u . ( b . ) .......sifat invers pada perkalian
= (u . b). ..sifat asosiatif pada penjumlahan
= b . ...,diketahui u.b = b
= 1 .sifat invers pada perkalian
(c) Jika a R, maka a . 0 = 0
a . 0 = a . ( 1 + (-1) ) .sifat invers pada penjumlahan
= (a.1) + ( a . (-1) ) .sifat distributif perkalian
terhadap penjumlahan
= a + ( a . (-1))...sifat identitas pada penjumlahan
= a + ((-1) . a) ...sifat komutatif pada penjumlahan
= a + (-a) ..teorema 1.1.1 (a)
= 0.sifat invers pada penjumlahan
Teorema 1.1.3
(a) Jika a,b R sehingga a + b = 0, maka b = -a
(b) Jika a 0 dan b R sedemikian sehingga a . b = 1, maka b =
(c) Jika a . b = 0, maka a = 0 atau b = 0
Bukti teorema 1.1.3 (bukti langsung)
(a) Jika a,b R sehingga a + b = 0, maka b = -a
b = b + 0 .sifat identitas pada penjumlahan
= b + ( a + (-a) )..sifat invers pada penjumlahan
= ( b + a ) + (-a) .sifat asosiatif pada penjumlahan

= ( a + b ) + (-a) .sifat komutatif pada penjumlahan
= 0 + (-a) .diketahui a + b = 0
= -a .Sifat identitas pada penjumlahan
(b) Jika a 0 dan b R sedemikian sehingga a . b = 1, maka b =
b = b . 1 ..sifat identitas pada perkalian
= b. ..sifat invers pada perkalian
= ( b . a ) . ..sifat asosiatif pada perkalian
= ( a . b ) . sifat komutatif pada perkalian
= 1 . ..diketahui a . b = 1
= ..sifat identitas pada perkalian


Teorema 1.1.4
Jika a, b, c R, maka berlaku a = b a + c = b + c
Bukti Teorema 1.1.4 (bukti langsung)
Jika a, b, c R, maka berlaku a = b a + c = b + c
Teorema di atas menggunakan penghubung jika dan hanya jika (biimplikasi), sehingga
harus dibuktikan dua arah
(a) Jika a, b, c R, maka berlaku a = b a + c = b + c
a + c = (a + c) + 0 .sifat identitas pada penjumlahan
= (b + c) + 0 ..diketahui a = b
= b + c ...sifat identitas pada penjumlahan
(b) Jika a, b, c R, maka berlaku a + c = b + c a = b
a = a + 0 ...sifat identitas pada perkalian
= a + ( c + ( -c ) ) ..sifat invers pada penjumlahan
= ( a + c ) + ( -c ) .sifat asosiatif pada penjulahan
= ( b + c ) + ( -c ) ..diketahui a + c = b + c
= b + ( c + ( -c ) ) .sifat asosiatif pada penjumlahan
= b + 0 ..sifat invers pada penjumlahan
= b sifat identitas pada penjumlahan
Teorema 1.1.5 Diberikan sebarang a,b,c R, maka berlaku ;
(a). Jika a 0, maka dan
(b) Jika a . c = b . c dan c 0, maka a = b
(c) Jika a . b = 0, maka a = 0 atau b = 0
Bukti Teorema 1.1.5
Diberikan sebarang a,b,c R, maka berlaku ;
(a). Jika a 0, maka 0 dan
Terdapat dua hal yang harus dibuktikan, yaitu:
Jika a 0, maka (bukti tidak langsung)
Jika a 0, maka terdefinisi. Andaikan , akibatnya :
1 = a . sifat identitas pada perkalian
= a . 0 pengandaian
= 0 .teorema 1.1.2 (c)
Hal ini bertentangan dengan fakta bahwa 1 0. Jadi pengandaian salah. Seharusnya
Jika a 0, maka (bukti langsung)
Berdasarkan sifat invers pada perkalian maka dimilki a . , maka seharusnya
(b) Jika a . c = b . c dan c 0, maka a = b (bukti langsung)
a = a . 1 .sifat identitas pada perkalian
= a ( c . ) .sifat invers pada perkalian
= ( a . c ) . sifat asosiatif pada perkalian
= ( b . c ) . diketahui a . c = b . c
= b ( c . ) ..sifat asosiatif pada perkalian
= b . 1 sifat invers pada perkalian
= b .sifat identitas pada perkalian
(c) Jika a . b = 0, maka a = 0 atau b = 0 (bukti langsung)
Penghubung atau bermakna keduanya a = 0 dan b = 0, atau jika a 0, maka b = 0,
atau jika b 0, maka a = 0. Sehingga terdapat tiga hal yang harus dibuktikan, yaitu :
Jika a . b = 0 dan andaikan a 0, maka b = 0
b = b . 1 sifat identitas pada perkalian
= b . ( a . ) ..sifat invers pada perkalian
= ( b . a ) . sifat asosiatif pada perkalian
= ( a . b ) . .sifat komutatif pada perkalian
= 0 . .diketahui a . b = 0
= 0 .teorema 1.1.2 (c)
Jika a . b = 0 dan andaikan b 0, maka a = 0
a = a . 1 sifat identitas pada perkalian
= a . ( b . ) ..sifat invers pada perkalian
= ( a . b ) . sifat asosiatif pada perkalian
= 0 . .diketahui a . b = 0
= 0 .teorema 1.1.2 (c)

Jika a . b = 0, maka jelas a = 0 dan b = 0
Teorema 1.1.6 Diberikan sebarang a, b R, maka ;
(a). Persamaan a + x = b memiliki solusi tunggal x = (-a) + b
(b) Jika a 0, maka persamaan ax = b memiliki solusi tunggal yaitu
Bukti Teorema 1.1.6 (bukti langsung)
Diberikan sebarang a, b R, maka ;
(a). Persamaan a + x = b memiliki solusi tunggal x = (-a) + b
Ada dua hal yang harus dibuktikan yaitu:
Untuk sebarang a, b R maka persamaan a + x = b memiliki solusi x = (-a) + b
x = x + 0 sifat identitas pada penjumlahan
= x + ( a + (-a) ) .sifat invers pada penjumlahan
= ( x + a ) + (-a) .sifat asosiatif pada penjumlahan
= ( a + x ) + (-a) .sifat komutatif pada penjumlahan
= b + (-a) diketahui a + x = b
= (-a) + b sifat komutatif pada penjumlahan
Tunjukkan bahwa solusi itu tunggal
Andaikan x
1
adalah solusi yang lain, maka a + x
1
= b. akan ditunjukkan x = x
1

x
1
= x
1
+ 0 ....sifat identitas pada penjumlahan
= x
1
+ ( a + (-a) ) sifat invers pada penjumlahan
= ( x
1
+ a ) + (-a) .sifat asosiatif pada penjumlahan
= ( a + x
1
) + (-a) .sifat komutatif pada penjumlahan
= b + (-a) diketahui a + x
1
= b
= (-a) + b .sifat komutatif pada penjumlahan
= x berdasarkan sifat di atas yang telah dibuktikan
(b) Jika a 0, maka persamaan ax = b memiliki solusi tunggal yaitu
Ada dua hal yang harus dibuktikan yaitu:
Untuk sebarang a, b R maka persamaan ax = b memiliki solusi
x = x .1 sifat identitas pada perkalian
= x ( a . ) ...sifat invers pada perkalian
= ( x . a ). ...sifat asosiatif pada perkalian
= ( a . x ). ...sifat komutatif pada perkalian
= b . .diketahui ax = b
= . b .sifat komutatif pada perkalian
Tunjukkan bahwa solusi itu tunggal
Andaikan x
1
adalah solusi yang lain, maka ax
1
= b. akan ditunjukkan x = x
1

x
1
= x
1
. 1 ....sifat identitas pada perkalian
= x
1
( a . ) .sifat invers pada perkalian
= ( x
1
. a ) . ..sifat asosiatif pada perkalian
= ( a . x
1
) . ..sifat komutatif pada perkalian
= b . .diketahui ax
1
= b
= . b ....sifat komutatif pada perkalian
= x berdasarkan sifat di atas yang telah dibuktikan
Teorema 1.1.7
Tidak ada r Q sedemikian sehingga r
2
= 2
Bilangan Rasional dan Irrasional
Bilangan rasional dapat dituliskan dalam bentuk dimana a,b bilangan bulat dan b 0.
Himpunan semua bilangan rasional di R dinotasikan dengan Q. Dapat ditunjukkan
bahwa penjumlahan dan perkalian dua bilangan rasional adalah bilangan rasional.
Lebih lanjut sifat-sifat yang berlaku pada R juga berlaku untuk Q.
Akan tetapi tidak semua elemen R merupakan elemen Q, seperti yang tidak dapat
dinyatakan ke dalam bentuk . Elemen R yang bukan elemen Q disebut bilangan
Irrasional, dinotasikan dengan I.
Bukti teorema 1.1.7 (bukti tidak langsung)
Tidak ada r Q sedemikian sehingga r
2
= 2
Andaikan ada r Q sedemikian sehingga r
2
= 2. Karena ada r Q, maka r dapat
dinyatakan dalam bentuk r = , dengan a dan b B dan b 0, serta faktor persekutuan a
dan b adalah satu.
Selanjutnya perhatikan :


Terlihat bahwa a
2
adalah bilangan genap, akibatnya a juga bilangan genap.
Sehingga a dapat dinyatakan dalam bentuk a = 2k, k B
Selanjutnya perhatikan :


Terlihat bahwa b
2
adalah bilangan genap, akibatnya b juga bilangan genap. Karena a
dan b keduanya bilangan genap, maka tidak mungkin faktor persekutuan a dan b
adalah satu. Hal ini kontradiksi dengan pernyataan sebelumnya, sehingga pengandaian
salah. Seharusnya tidak ada bilangan r Q sedemikian sehingga x
2
= 2
Sifat Urutan dalam R
Sifat urutan menjelaskan tentang kepositifan (positivity) dan ketaksamaan (inequalities)
di antara bilangan-bilangan real.Selanjutnya Jika R adalah himpunan semua bilangan
real, maka P adalah himpunan bilangan real positif. Sebelum membahas sifat-sifat
selanjutnya, sebaiknya kita melihat aksioma pendukung.
Aksioma 1.1.2
Ada P subset tak kosong dari R, yang disebut himpunan bilangan real positif tegas,
yang memenuhi sifat-sifat sebagai berikut :
(a) Jika a, b P, maka a + b P
(b) Jika a, b P, maka ab P
(c) Jika a R, maka memenuhi tepat satu kondisi yaitu a P, a = 0, -a P atau
dengan kata lain a > 0, a = 0, atau a < 0
Sifat (a) disebut sifat tertutup P terhadap operasi penjumlahan
Sifat (b) disebut sifat tertutup P terhadap operasi perkalian
Sifat (c) disebut Sifat Trikotomi (Trichotomy Property), sebab akan membagi R ke
dalam tiga jenis elemen yang berbeda. Hal ini menjelaskan bahwa
himpunan { -a : a P } dari bilangan real negatif tidak mempunyai elemen
yang sama dengan himpunan bilangan real positif. Selanjutnya R dapat dituliskan
sebagai gabungan tiga himpunan yang saling lepas, yaitu : R = P U { 0 } U { -a : a P }
Definisi 1.1.1
(a) Jika a P, ditulis a > 0. Artinya a adalah bilangan real positif
(b) Jika a P U { 0 }, ditulis a 0. Artinya a adalah bilangan real non negatif
(c) Jika a P, ditulis a < 0. Artinya a adalah bilangan real negatif
(d) Jika a P U { 0 }, ditulis a 0. Artinya a adalah bilangan real non positif
Definisi 1.1.2
(a) Jika a b P, maka ditulis a > b atau b < a
(b) Jika a b P U { 0 }, maka ditulis a b atau b a
Teorema 1.1.8 Diberikan sebarang a, b, c R
(a) Jika a > b dan b > c, maka a > c
(b) Jika a > b, maka a + c > b + c
(c) Jika a > b dan c > 0, maka ca > cb
(d) Jika a > b dan c < 0, maka ca < cb
(e) Jika a > 0, maka > 0
(f) Jika a < 0, maka < 0
(g) Jika a b dan b a, maka a = b
Bukti teorema 1.1.8
(a) Jika a > b dan b > c, maka a > c
Diketahui a > b, maka berdasarkan definisi a b P
Diketahui b > c, maka berdasarkan definisi b c P
Berdasarkan sifat tertutup P terhadap operasi penjumlahan, maka akan diperoleh :
a b + b c P
a + 0 c P sifat invers pada penjumlahan
a c P ..sifat identitas pada penjumlahan
a > c definisi 1.1.2(a)
(b) Jika a > b, maka a + c > b + c
Diketahui a > b, maka berdasarkan definisi a b P
Diberikan c R sebarang.
Perhatikan :
a b + 0 P ....sifat identitas pada penjumlahan
a b + c - c P .,sifat invers pada penjumlahan
a + c b - c P ...sifat komutatif pada penjumlahan
a + c ( b + c ) P ...sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan
a + c > b + c ..definisi 1.1.2(a)
(c) Jika a > b dan c > 0, maka ca > cb
Diketahui a > b, berdasarkan definisi 1.1.2(a) maka a b P
Diketahui c > 0, berdasarkan definisi 1.1.1(a) maka c P
Berdasarkan sifat tertutup P terhadap operasi perkalian, maka akan diperoleh :
c ( a b ) P
ca - cb P ..sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan
ca > cbdefinisi 1.1.2(a)
(d) Jika a > b dan c < 0, maka ca > cb
Diketahui a > b, maka berdasarkan definisi a b P
Diketahui c < 0, maka berdasarkan definisi -c P
Berdasarkan sifat tertutup P terhadap operasi perkalian, maka akan diperoleh :
-c ( a b ) P
-ca + cb P sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan
cb ca P ....sifat komutatif pada penjumlahan
ca < cbdefinisi 1.1.2(c)
(e) Jika a > 0, maka > 0
Diketahui a > 0, berarti a 0, berdasarkan teorema 1.1.5(a) maka
Selanjutnya digunakan bukti tidak langsung.
Andaikan < 0, berdasarkan teorema 1.1.8(d) maka diperoleh :
a . < 0 . 0 1 < 0. Hal ini tidak mungkin. Pengandaian salah, seharusnya > 0
(f) Jika a < 0, maka < 0
Diketahui a < 0, berarti a 0, berdasarkan teorema 1.1.5(a) maka
Selanjutnya digunakan bukti tidak langsung.
Andaikan > 0, berdasarkan teorema 1.1.8(c) maka diperoleh :
0. < a . 0 0 < 0. Hal ini tidak mungkin. Pengandaian salah, seharusnya < 0
(g) Jika a b dan b a, maka a = b
Diketahui a b dan b c.
Selanjutnya digunakan bukti tidak langsung.
Andaikan a b, maka a b 0, berdasarkan sifat trikotomi maka a b P atau (
a b ) = b a P.
Jika a b P, berdasarkan definisi maka a > b. Begitu pula jika b a P, berdasarkan
definisi maka b > a. Hal ini bertentangan dengan yang telah diketahui sebelumnya. Jadi
pengandaian salah. Seharusnya a = b
Teorema 1.1.9
(a) Jika a R dan a 0, maka a
2
> 0
(b) 1 > 0
(c) Jika n N, maka n > 0
Bukti teorema 1.1.9
(a) Jika a R dan a 0, maka a
2
> 0
Diketahui a R dan a 0, berdasarkan sifat trikotomi maka a P atau a P
Untuk a P
Perhatikan :
a . a P .. sifat tertutup P terhadap operasi perkalian
a
2
P definisi pengkuadratan
a
2
> 0 definisi 1.1.1
Untuk a P
Perhatikan :
(-a) .(-a) P ...sifat tertutup P terhadap operasi perkalian
( -1.a ) . ( -1.a ) P teorema 1.1.1 bagian (a)
-1. -1. a. a P .sifat komutatif pada perkalian
1. a. a P teorema 1.1.1 bagian (c)
a . a P.sifat identitas pada perkalian
a
2
P definisi pengkuadratan
a
2
> 0 definisi 1.1.1
(b) 1 > 0
1 = 1 . 1 sifat idenitas pada perkalian
= 1
2
...definisi pengkuadratan
> 0 ...teorema 1.1.9 bagian (a)
(c) Jika n N, maka n > 0
Gunakan induksi matematika.
Langkah 1 : Benar bahwa untuk n = 1 > 0 ( berdasarkan teorema 1.1.9 bagian (b) ), dan
berdasarkan definisi 1.1.1 berarti 1 P
Langkah 2 : Andaikan benar untuk n = k > 0, maka berdasarkan definisi 1.1.1 berarti k P
Langkah 3 : Tunjukkan benar untuk n = k + 1
Perhatikan :
k + 1 P sifat tertutup P terhadap operasi penjumlahan
k + 1 > 0 ...definisi 1.1.1
Jadi terbukti bahwa untuk semua n N berlaku n > 0
Teorema 1.1.10
Jika a, b R dan a < b, maka a < < b
Bukti teorema 1.1.10
Karena a < b, maka diperoleh :
a + a < a + b teorema 1.1.8 bagian (b)
2a < a + b ...definisi penjumlahan bilangan real
a < kedua ruas dibagi oleh 2
Karena a < b, maka diperoleh :
a + b < b + b teorema 1.1.8 bagian (b)
a + b < 2b ...definisi penjumlahan bilangan real
< b kedua ruas dibagi oleh 2
Penggabungan kedua hubungan ketaksamaan akan diperoleh :
a < dan < b a < < b
Teorema 1.1.11
Jika a R sedemikian sehingga 0 a < , > 0, maka a = 0
Teorema 1.1.12 Jika ab > 0, maka berlaku
(a) a > 0 dan b > 0, atau
(b) a < 0 dan b < 0
Bukti teorema 1.1.12
Diketahui ab > 0, berdasarkan definisi 1.1.1(a) maka ab P
Karena diketahui bahwa ab > 0, maka a 0 dan b 0
Karena a 0, maka berdasarkan sifat trikotomi a > 0 atau a < 0
(a) Untuk a > 0, berdasarkan teorema 1.1.8 bagian (e) maka > 0 dan
Karena > 0, berdasarkan definisi 1.1.1(a) maka P
Perhatikan :
(ab) . P ..sifat tertutup P terhadap operasi perkalian
(ba) . P ....sifat komutatif pada perkalian
b ( a . ) P .sifat asosiatif pada perkalian
b . 1 P ...sifat invers pada perkalian
b P ......sifat identitas pada perkalian
b > 0 .definisi 1.1.1(a)
(b) Untuk a < 0, berdasarkan teorema 1.1.8(f) maka < 0 dan
Karena < 0, berdasarkan definisi 1.1.1(a) maka P
Perhatikan :
(ab) . P ......sifat tertutup P terhadap operasi perkalian
(ba) . P .....sifat komutatif pada perkalian
b ( a . ) P ..sifat asosiatif pada perkalian
b . (-1) P ....sifat invers pada perkalian
- b P ....sifat identitas pada perkalian
b < 0 ..definisi 1.1.1(c)
Teorema 1.1.13 Jika ab < 0, maka berlaku :
(a) a > 0 dan b < 0, atau
(b) a < 0 dan b > 0
Bukti teorema 1.1.13
Diketahui ab < 0, berdasarkan definisi 1.1.1(c) maka (-ab) P
Karena diketahui bahwa ab < 0, maka a 0 dan b 0
Karena a 0, maka berdasarkan sifat trikotomi a > 0 atau a < 0
(a) Untuk a > 0, berdasarkan teorema 1.1.8(e) maka > 0 dan
Karena > 0, berdasarkan definisi 1.1.1(a) maka P
Perhatikan :
(-ab) . P ..sifat tertutup P terhadap operasi perkalian
(-ba) . P ....sifat komutatif pada perkalian
-b ( a . ) P .sifat asosiatif pada perkalian
-b . 1 P ...sifat invers pada perkalian
-b P ... .sifat identitas pada perkalian
b < 0 .definisi 1.1.1
(b) Untuk a < 0, berdasarkan teorema 1.1.8 bagian (f) maka < 0 dan
Karena < 0, berdasarkan definisi 1.1.1 maka P
Perhatikan :
(-ab) . P ........sifat tertutup P terhadap operasi perkalian
-1(ab) . -1 P .....teorema 1.1.1 bagian (a)
(-1) . (-1) (ab) . P sifat komutatif pada perkalian
1 . (ab) . P teorema 1.1.1 bagian (c)
(ab) . P .sifat identitas pada perkalian
(ba) . P .sifat komutatif pada perkalian
b ( a . ) P ..sifat asosiatif pada perkalian
b . (1) P ..sifat invers pada perkalian
b P ......sifat identitas pada perkalian
b > 0 .....definisi 1.1.1(a)
Soal-soal Latihan
1. Buktikan bahwa (a+b) = (-a) + (-b), untuk a, b R
Jawab :
-(a+b) = -1.(a+b) teorema 1.1.1 (a)
= (-1.a) + (-1.b) .sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan
=(-a) + (-b) teorema 1.1.1 (a)
2. Buktikan bahwa (-a)(-b) = ab, untuk a, b R
Jawab :
(-a)(-b) = (-1.a)(-1.b) teorema 1.1.1(a)
= -1.(a.-1).b ..sifat asosiatif pada perkalian
= -1.(-1.a).b ..sifat komutatif pada perkalian
= (-1.-1)(a.b) sifat asosiatif pada perkalian
= 1.ab .teorema 1.1.1(c)
= ab .sifat identitas pada perkalian
3. Butikan bahwa , untuk a, b R
Jawab :
4. Buktikan bahwa jika 0 < a < b dan 0 < c < d, maka 0 < ac < bd
Jawab :
Diketahui :
a > 0, berdasarkan definisi 1.1.1(a) maka a P
b > 0, berdasarkan definisi 1.1.1(a) maka b P
c > 0, berdasarkan definisi 1.1.1(a) maka c P
d > 0, berdasarkan definisi 1.1.1(a) maka d P
a < b, berdasarkan definisi 1.1.2(a) maka b a P
c < d, berdasarkan definisi 1.1.2(a) maka d c P
Tahap 1 :
a . c P...sifat tertutup P terhadap operasi perkalian
ac > 0 ..definisi 1.1.1(a)
Tahap 2:
b . d P...sifat tertutup P terhadap operasi perkalian
bd > 0 ..definisi 1.1.1(a)

Tahap 3:
(b a).d P sifat tertutup P terhadap operasi perkalian
bd ad P .sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan
Tahap 4:
(d c ).a Psifat tertutup P terhadap operasi perkalian
da - ca P...sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan
Tahap 5:
(bd ad) + (da ca) P .. sifat tertutup P terhadap operasi penjumlahan
bd ad + ad ca P sifat komutatif pada perkalian
-ad + bd + ad ca P .. sifat komutatif pada penjumlahan
-ad + ad + bd ca P .. sifat komutatif pada penjumlahan
0 + bd ca P .. sifat invers pada penjumlahan
bd ca P . sifat elemen identitas pada penjumlahan
ac < bd ..definisi 1.1.2(a)
Sehingga gabungan dari hasil tahap 1, 2 dan 5 diperoleh 0 < ac < bd (terbukti)
5. Buktikan bahwa jika 0 < a < b dan 0 < c < d, maka 0 < a + c < b + d
Tahap 1 :
Diketahui :
a > 0, berdasarkan definisi 1.1.1(a) maka a P
b > 0, berdasarkan definisi 1.1.1(a) maka b P
Sehingga :
a + c P...sifat tertutup P terhadap operasi perkalian
a + c > 0 ..definisi 1.1.1(a)
Tahap 2:
Diketahui :
c > 0, berdasarkan definisi 1.1.1(a) maka c P
d > 0, berdasarkan definisi 1.1.1(a) maka d P
Sehingga :
b + d P....sifat tertutup P terhadap operasi perkalian
b + d > 0 ..definisi 1.1.1(a)
Tahap 3:
Diketahui :
a < b, berdasarkan definisi 1.1.2(a) maka b a P
c < d, berdasarkan definisi 1.1.2(a) maka d c P
Sehingga :
b a + d c P ... sifat tertutup P terhadap operasi penjumlahan
b + d - a c P sifat komutatif pada penjumlahan
b + d -1.a -1.c P ..teorema 1.1.1(a)
b + d -1(a + c) P .... sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan
b + d (a + c) P ..teorema 1.1.1(a)
a + c < b + d P .definisi 1.1.2(a)

Gabungan dari hasil tahap 1, 2 dan 3 diperoleh 0 < a +c < b + d (terbukti)

6. Buktikan bahwa jika 0 < a < b dan 0 < c < d, maka 0 < ad + bc < ac + bd
Diketahui :
a > 0, berdasarkan definisi 1.1.1(a) maka a P
b > 0, berdasarkan definisi 1.1.1(a) maka b P
c > 0, berdasarkan definisi 1.1.1(a) maka c P
d > 0, berdasarkan definisi 1.1.1(a) maka d P
a < b, berdasarkan definisi 1.1.2(a) maka b a P
c < d, berdasarkan definisi 1.1.2(a) maka d c P
Tahap 1 :
d . (b a) P....sifat tertutup P terhadap operasi perkalian
db - da P ..sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan
bd - ad P ..sifat komutatif pada perkalian
Tahap 2:
c . (b a ) P...sifat tertutup P terhadap operasi perkalian
cb - ca > 0 ....sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan
bc - ac P ..sifat komutatif pada perkalian
Berdasarkan hasil tahap 1 dan 2, maka diperoleh :
bd ad + bc - ac P sifat tertutup P terhadap operasi penjumlahan
ad bc ac + bd P .sifat komutatif pada penjumlahan
Tahap 4:
(d c ).a Psifat tertutup P terhadap operasi perkalian
da - ca P...sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan
Tahap 5:
(bd ad) + (da ca) P .. sifat tertutup P terhadap operasi penjumlahan
bd ad + ad ca P sifat komutatif pada perkalian
-ad + bd + ad ca P .. sifat komutatif pada penjumlahan
-ad + ad + bd ca P .. sifat komutatif pada penjumlahan
0 + bd ca P .. sifat invers pada penjumlahan
bd ca P . sifat elemen identitas pada penjumlahan
ac < bd ..definisi 1.1.2(a)
Sehingga gabungan dari hasil tahap 1, 2 dan 5 diperoleh 0 < ac < bd (terbukti)

7. Buktikan bahwa jika 0 < a < b, maka a
2
< ab < b
2

8. Buktikan bahwa jika a b dan b c, maka a c
9. Buktikan bahwa jika 0 < a < b, maka
10. Buktikan bahwa jika 0 < a < b, maka
11. Buktikan bahwa jika 0 < a < 1, maka 0 < a
2
< a < 1
12. Buktikan bahwa jika 0 < a < b, maka a < < b
13. Buktikan bahwa jika a > 1, maka 1 < a < a
2

14. Buktikan , untuk semua a, b R
15. Buktikan bahwa tidak ada bilangan rasional t sedemikian sehingga t
2
= 3

Ketaksamaan Bernoulli
Jika x > -1, maka (1 + x)
n
1 + nx Untuk semua n N
Pembuktian Ketaksamaan Bernoulli
Akan dibuktikan menggunakan Induksi Matematika
Langkah 1 : Untuk n = 1, maka :
(1 + x)
1
1 + 1 . x 1 + x 1 + x (pernyataan benar)
Langkah 2 : Misalkan benar untuk n = k, yaitu : (1 + x)
k
1 + kx
Langkah 3 : Tunjukkan benar untuk n = k + 1
(1 + x)
k+1
= (1 + x)
k
(1 + x)
(1 + kx) (1 + x) = 1 + x + kx+ kx
2
= 1 + (k + 1)x + kx
2

Karena k = n N, maka k > 0
Berdasarkan teorema 1.1.8 (a) jika x R dan x 0 maka x
2
> 0
Diketahui x > -1 berarti x 0
Sehingga berlaku juga bahwa x
2
0
Karena k > 0 dan x
2
0 maka diperoleh kx
2
0
Sehingga pembuktiannya menjadi :
(1 + x)
k+1
= (1 + x)
k
(1 + x)
(1 + kx) (1 + x) = 1 + x + kx+ kx
2
= 1 + (k + 1)x + kx
2


1 + (k + 1) + 0 = 1 + (k + 1) x
Yang berarti benar untuk n = k + 1 . Jadi terbukti Ketaksamaan Bernoulli
Ketaksamaan Cauchy
Jika n N dan a
1
, , a
n
dan b
1
, , b
n
adalah bilangan-bilangan real, maka
(a
1
b
1
+ a
2
b
2
+ a
n
b
n
)
2
(a
1
2
+ a
2
2
++ a
n
2
) + (b
1
2
+ b
2
2
+ + b
n
2
)
atau
Selanjutnya jika tidak semua b
i
= 0 maka
jika dan hanya jika terdapat s R sedemikian sehingga a
1
= sb
1
, a
2
= sb
2
, , a
n
= sb
n

Pembuktian Ketaksamaan Cauchy
Didefinisikan fungsi F : R R sebagai berikut :
F(t) = (a
1
tb
1
)
2
+ (a
2
tb
2
)
2
+ ..+ (a
n
tb
n
)
2
, t R
Jelas bahwa F(t) 0, untuk setiap t R.
Selanjutnya :
F(t) = (a
1
2
2ta
1
b
1
+ t
2
b
1
2
) + (a
2
2
2ta
2
b
2
+ t
2
b
2
2
) + ..+ (a
n
2
2ta
n
b
n
+ t
2
b
n
2
)
F(t) = (a
1
2
+ a
2
2
+. a
n
2
) 2t (a
1
b
1
+ a
2
b
2
+ .+ a
n
b
n
) + t
2
(b
1
2
+ b
2
2
+. b
n
2
)
Bentuk terakhir di atas terlihat bahwa F(t) merupakan fungsi kuadrat dengan koefisien
dari t
2
bernilai positif, yang berarti grafiknya berupa parabola terbuka ke atas
Agar F(t) 0 maka Diskriminan = D = b
2
4ac 0
Selanjutnya :
Dapat ditentukan a = koefisien t
2
, yaitu :
b = koefisien t, yaitu :
c = konstanta, yaitu :
Perhatikan :
b
2
4ac 0

Akibat Ketaksamaan Cauchy
Jika n N dan a1, a2,,an serta b1,b2,.bn adalah bilangan-bilangan real, maka
Soal Latihan
1. Buatlah contoh soal untuk ketaksamaan Cauchy
2. Buatlah contoh soal untuk Ketaksamaan Cauchy dalam kondisi

1.2 NILAI MUTLAK DAN GARIS BILANGAN REAL
Dari sifat Trikotomi dapat ditarik kesimpulan bahwa jika a R dan a 0, maka a atau a
merupakan bilangan real positif. Nilai mutlak dari a 0 didefinisikan sebagai nilai positif
dari dua bilangan tersebut.
Definisi 1.2.1 Nilai mutlak (absolute value) dari suatu bilangan real a, dinotasikan
dengan a dan didefisikan sebagai berikut :


Berikut teorema-teorema yang berkaitan dengan nilai mutlak
Teorema 1.2.2
(a). ab= ab untuk semua a,b R
(b). a
2
= a
2
untuk semua a R
(c). Jika c 0 maka a c jika dan hanya jika c a c
(d). -a a a untuk semua a R
(e). -a = a = a untuk semua a R
Bukti Teorema 1.2.2
(a). ab= ab untuk semua a,b R
Diketahui a,b R, maka berdasarkan sifat trikotomi terdapat 3 kemungkinan nilai a
dan b, yaitu :
a > 0 atau a = 0 atau a < 0
b > 0 atau b = 0 atau b < 0
Jika a = 0 dan b = 0, berdasarkan teorema 1.1.3 (c) maka ab = 0
ab= 0 ...subtitusi ab = 0
= 0 .definisi 1.2.1 (nilai mutlak)
= a . 0 ...teorema 1.1.1 bagian (c)
= 0 . 0 ..subtitusi a = 0
=ab....definisi 1.2.1(nilai mutlak), karena a = 0 dan b = 0
Jika a > 0 dan b > 0, berdasarkan teorema 1.1.11 (a) maka ab >0
ab= ab .definisi 1.2.1 (nilai mutlak), karena ab > 0
=ab.definisi 1.2.1 (nilai mutlak) karena a > 0 dan b > 0
Jika a < 0 dan b > 0, berdasarkan teorema 1.1.12 (b) maka ab < 0
ab= - (ab).....definisi 1.2.1 (nilai mutlak), karena ab < 0
= -1(ab) ...teorema 1.1.1 bagian (a)
= (-1. a) b.sifat asosiatif pada perkalian
= (-a) b .teorema 1.1.1 bagian (a)
=abdefinisi 1.2.1 (nilai mutlak), karena a < 0 dan b < 0
Jika a > 0 dan b < 0, berdasarkan teorema 1.1.12 (b) maka ab < 0
ab= - (ab)..definisi 1.2.1 (nilai mutlak), karena ab < 0
= (-1) ab ........teorema 1.1.1 bagian (a)
= a (-1) b .sifat komutatif pada perkalian
= a (-b) teorema 1.1.1 bagian (a)
=ab...definisi 1.2.1 (nilai mutlak), karena a > 0 dan b < 0
Jika a < 0 dan b < 0, berdasarkan teorema 1.1.11 (a) maka ab >0
ab= ab .........definisi 1.2.1 (nilai mutlak), karena ab > 0
= 1.ab ...sifat identitas pada perkalian
= (-1) (-1) ab teorema 1.1.1 bagian (c)
= (-1) a (-1) bsifat komutatif pada perkalian
= (-a) (-b) teorema 1.1.1 bagian (a)
=ab....definisi 1.2.1 (nilai mutlak), karena a < 0 dan b < 0
(b). a
2
= a
2
untuk semua a R
Diketahui a R, maka berdasarkan sifat trikotomi terdapat 3 kemungkinan nilai a ,yaitu
:
a > 0 atau a = 0 atau a < 0
Jika a = 0
a
2
= 0
2
. subtitusi a = 0
= 0 0.definisi perpangkatan
= 0 . 0 ..definisi 1.2.1 (nilai mutlak)
= a . a. .karena 0 = a
= a
2
..definisi perpangkatan
Jika a > 0
a
2
= a a definisi perpangkatan
= a . a. definisi 1.2.1 (nilai mutlak), karena a > 0
= a
2
...definisi perpangkatan
Jika a < 0
a
2
= a a .definisi perpangkatan
= -a . -a. definisi 1.2.1 (nilai mutlak), karena a < 0
= (-1) a . (-1) a .teorema 1.1.1 bagian (a)
= (-1) (-1) a . a. ..............sifat komutatif pada perkalian
= 1 . a. a .teorema 1.1.1 bagian (c)
= a . a. sifat identitas pada perkalian
= a
2
....definisi perpangkatan
(c). Jika c 0 maka a c jika dan hanya jika c a c
Pembuktian teorema ini diadaptasi dari sifat ketidaksamaan yang menyangkut nilai
mutlak yang telah dipelajari sebelumnya pada mata kuliah kalkulus I (buku kalkulus dan
geometri analitis jilid 1, pengarang Edwin J. Purcell, halaman 17)
Sifat itu berbunyi : x< a -a < x < a. Untuk x R dan a bukan bilangan real negatif
Karena 0 juga bukan bilangan real negatif, Jadi secara langsung memang berlaku Jika
c 0 maka a c jika dan hanya jika c a c
(d). -a a a untuk semua a R
Pembuktian teorema ini mempunyai langkah yang sama seperti bagian (c) dengan
mengambil c = a
Pada Teorema 1.2.2 (c) berlaku :
Jika c 0 maka a c jika dan hanya jika c a c
Jadi terbukti -a a auntuk semua a R
(e). -a = a = a untuk semua a R
Diketahui a R, maka berdasarkan sifat trikotomi terdapat 3 kemungkinan nilai a ,yaitu:
a > 0 atau a = 0 atau a < 0
Jika a = 0
-a

= 0 subtitusi a = 0
= a .subtitusi 0 = a
= 0 ....................definisi 1.2.1 (nilai mutlak), karena a = 0
= a . ...subtitusi 0 = a
Jika a > 0
-a

= (-1) a ...teorema 1.1.1 bagian (a) dan karena a > 0
= (-1)a.teorema 1.2.2 (a)
= 1a ..definisi 1.2.1 (nilai mutlak)
= a .........................sifat identitas pada perkalian
= a definisi 1.2.1 (nilai mutlak), karena a > 0
Jika a < 0
-a

= (-1) (-a) ........teorema 1.1.2 (a) dan karena a < 0
= (-1) (-1) a..teorema 1.1.1 bagian (a)
= 1 . a ..teorema 1.1.1 bagian (c)
= a ....................................sifat identitas pada perkalian
= -a definisi 1.2.1 (nilai mutlak), karena a < 0
= a karena a < 0
Teorema 1.2.3 Ketaksamaan Segitiga
Jika a, b R , maka a + b a + b
Bukti Teorema 1.2.3 Ketaksamaan Segitiga
Jika a, b R , maka a + b a + b
Diketahui a R maka berdasarkan teorema 1.2.2 (d) diperoleh :
-a a a ..(*)
Diketahui b R maka berdasarkan teorema 1.2.2 (d) diperoleh :
-b b b ..(**)
Jumlahkan kedua ruas dari (*) dan (**)
(-a) + ( -b ) a + b a + b
- (a + b) a + b a + b
a + b a + b ..terbukti menggunakan teorema 1.2.2 (c)
Teorema 1.2.4. Jika a,b R, maka
(a). a-b a - b
(b). a - b a+b
Bukti Teorema 1.2.4
(a) Jika a, b R , maka a - b a - b
Diketahui a R maka a dapat ditulis :
a = a + 0.sifat identitas pada penjumlahan
= a + (-b) + b sifat invers pada penjumlahan
= a b + b distributif perkalian
Sehingga diperoleh :
a = a b + b.subtitusi a = a b + b
a - b + b..ketaksamaan segitiga
a - b a - bpindah ruas b dari ruas kanan ke ruas kiri dan beri nama persamaan (*)
Diketahui b R maka a dapat ditulis :
b = b + 0.sifat identitas pada penjumlahan
= b + (-a) + a .sifat .invers pada penjumlahan
= b a + a..distributif perkalian
Sehingga diperoleh :
b = b a + a..subtitusi b = b a + a
= - (a b) + a sifat distributif perkalian
- (a b) + a ketaksamaan segitiga
= a - b + a .teorema 1.2.2 (e)
-a - b a - b.. pindah ruas b dari ruas kiri ke ruas kanan, serta pindah ruas a - bdari ruas kanan
ke ruas kiri. Kemudian beri nama persamaan (**)
Penggabungan (*) dan (**) diperoleh :
a - b a - b..tuliskan persamaan (*)
-a - b a - b....tuliskan persamaan (**)
Sehingga:
-a - b a - b a - b
a - b a - b terbukti menggunakan teorema 1.2.2 (c)
(b). Jika a, b R, maka a - b a+b
Gantilah b pada ketaksamaan segitiga (teorema 1.2.3) dengan b, sehingga diperoleh :
a + (-b)= a - b sifat distributif pada perkalian
a + -b ketaksamaan segitiga
= a + b..teorema 1.2.2 (e)
Ketaksamaan segitiga di atas dapat diperluas sehingga berlaku untuk sebarang
bilangan real yang banyaknya berhingga
Akibat 1.2.5 Jika a
1,
a
2
, a
3
, , a
n
adalah sebarang bilangan real, maka
a
1
+ a
2
+ a
3
+ + a
n
a
1
+ a
2s
+ a
3
+ + a
n

Soal Latihan
1. Butikan jika x 3, maka 2x
2
3x + 1 28
2. Buktikan jika x 2 3, maka 2x -5 9
3. Buktikan a + b = a + b jika dan hanya jika ab 0
4. Buktikan jika x 2 1, maka x
2
4 6
5. Carilah hubungan a dan b supaya berlaku jika x 1 a, maka 2x 2 b
6. Buktikan jika a < x < b dan a < y < b, maka x y < b a
7. Misalkan x, y, z R dan x z. Buktikan bahwa x < y < z jika dan hanya jika x y +
y z = x z
8. Buktikan bahwa x a < jika dan hanya jika < x <
9. Buktikan jika a R , maka a =
10. Buktikan jika a, b R dan b 0, maka
11. Carilah semua nilai x R sedemikian sehingga x + 1 + x + 2 = 7
12. Buatlah sketsa grafik y = x - x 1


1.3 SIFAT LENGKAP BILANGAN REAL
Pada bagian ini akan diberikan salah satu sifat dari R yang sering disebut Sifat Lengkap
(completeness property). Tetapi sebelumnya, perlu dijelaskan terlebih dahulu konsep
suprimum dan infimum.
SUPRIMUM dan INFIMUM
Berikut ini diperkenalkan konsep tentang batas atas dan batas bawah dari suatu
himpunan bilangan real, serta jenis-jenis himpunan yang terdiri dari himpunan terbatas
ke atas, terbatas ke bawah, terbatas dan tidak terbatas
Definisi 1.3.1 Diberikan S subset tak kosong dari R ( S R )
(a) Himpunan S dikatakan terbatas ke atas (bounded above) jika terdapat suatu bilangan u
R sedemikian sehingga s u, untuk semua s S. Setiap bilangan u seperti ini disebut
dengan batas atas (upper bound) dari himpunan S
(b) Himpunan S dikatakan terbatas ke bawah (bounded below) jika terdapat suatu
bilangan w R sedemikian sehingga w s, untuk semua s S. Setiap bilangan w
seperti ini disebut dengan batas bawah (lower bound) dari himpunan S
(c) Himpunan S dikatakan terbatas (bounded) jika terbatas ke atas dan terbatas ke bawah

(d) Himpunan S dikatakan tidak terbatas (unbounded) jika tidak terbatas ke atas atau tidak
terbatas ke bawah

Definisi 1.3.2 Diberikan S subset tak kosong dari R ( S R )
(a) Jika S terbatas ke atas, maka suatu bilangan u disebut suprimum (batas atas terkecil)
dari S jika memenuhi kondisi sebagai berikut :
u merupakan batas atas S
Jika v adalah sebarang batas atas S, maka u v

(b) Jika S terbatas ke bawah, maka suatu bilangan w disebut infimum (batas bawah
terbesar) dari S jika memenuhi kondisi sebagai berikut :
w merupakan batas bawah S
Jika t adalah sebarang batas bawah S, maka t w
TENTANG 4 KEMUNGKINAN
Jika S himpunan tak kosong dan subset dari R ( S R dan S ) maka terdapat
empat kemungkinan, yaitu :
S mempunyai suprimum dan infimum (S himpunan terbatas)
S hanya mempunyai suprimum (S himpunan terbatas ke atas)
S hanya mempunyai infimum (S himpunan terbatas ke bawah)
S tidak mempunyai suprimum dan infimum (S himpunan tidak terbatas)
Teorema 1.3.3 Diberikan sebarang S subset tak kosong dari R ( S R )
(a) u = sup S jika dan hanya jika untuk setiap > 0 terdapat s S sedemikian sehingga u
< s
(b) w = inf S jika dab hanya jika untuk setiap > 0 terdapat s S sedemikian sehingga w
< s

Bukti
(a) Pernyataan di atas merupakan pernyataan majemuk biimplikasi (jika dan hanya jika)
atau sering disebut pernyataan dua arah. Sehingga kita harus membuktikan dua arah
juga
( ) Diketahui u = sup S dan akan dibuktikan untuk setiap > 0 terdapat s S
sedemikian sehingga u < s. Untuk setiap > 0 berlaku karena u < u, maka u
bukan batas atas S. oleh karena itu, terdapat s S yang lebih besar dari u
sedemikian sehingga u < s
( ) Diketahui untuk setiap > 0 terdapat s S sedemikian sehingga u < s, sehingga
akan dibuktikan u = sup S
(b) Pembuktian selanjutnya diserahkan kepada mahasiswa
(c) Pembuktian selanjutnya diserahkan kepada mahasiswa
Soal-soal berikut harus dikerjakan mahasiswa sebagai latihan
Jelaskan setiap himpunan S di atas berkaitan dengan definisi 1.3.1 dan definisi 1.3.2
Diberikan S subset tak kosong dari R, sebagai berikut :
(1) S = { x a , x R }, dengan a = digit terakhir NIM anda
(2) S = { x > b , x R }, dengan b = x digit terakhir NIM anda
(3) S = { -a < x b , x R }, dengan a = kuadrat digit terakhir NIM anda dan b = x digit
terakhir NIM anda
(4) S = { x a , x R } { x > b , x R }, dengan a = digit terakhir NIM anda dan b = x
digit terakhir NIM anda
(5) S = { x a , x R } U { x b , x R }, dengan a = digit terakhir NIM anda dan b = x
digit terakhir NIM anda
(6) S = { x a atau x b, x R}, dengan a = akar pangkat dua digit terakhir NIM anda dan b
= x digit terakhir NIM anda
(7) S = N, N = himpunan bilangan asli
(8) S = R, R = himpunan bilangan real
(9) S = { 1 }
(10) S =
(11) S = { x
2
- 3x + 2 0, x R }
(12) S = { x 2, x R }
Akan ditunjukkan bahwa subset tak kosong R yang terbatas ke atas pasti mempunyai
batas atas terkecil. Sifat ini disebut Sifat Lengkap R atau sering disebut juga Aksioma
Suprimum R
Definisi 1.3.4 Sifat Lengkap R
Jika S subset tak kosong dari R terbatas ke atas, maka suprimumnya ada, yaitu
terdapat u R sedemikian sehingga u = sup S
Akibat 1.3.5 ( Akibat Sifat Lengkap R )
Jika S subset tak kosong dari R terbatas ke bawah, maka infimumnya ada, yaitu
terdapat w R sedemikian sehingga w = inf S
1. 4 Penggunaan Sifat Lengkap R (Aksioma Suprimum R)
Pada subbab ini akan dibahas beberapa akibat dari Sifat Lengkap R atau Aksioma
Suprimum R
Teorema 1.4.1 Diberikan S subset tak kosong R yang terbatas ke atas dan sebarang
a R. Didefinisikan himpunan a + S = { a + s, s S } maka berlaku sup (a + S) = a +
sup (S)
Bukti Teorema 1.4.1
Jika diberikan u = sup S, maka x u untuk semua x S, sehingga a + x a
+ u. Oleh karena itu, a + u merupakan batas atas dari himpunan a + S. Akibatnya sup
(a+S) a + u. selanjuynya, misalkan v adalah sebarang batas atas a+S, maka a + x v
untuk semua x S. Akibatnya x v a untuk semua x S, sehingga v a merupakan
batas atas S. Oleh karena itu, u = sup S v a. Karena v adalah sebarang batas atas a
+S, maka dengan mengganti v dengan u = sup S, diperoleh a + u sup (a+S). Di lain
pihak diketahui sup (a+S) a + u. Akibatnya terbukti bahwa sup (a+S) = a + u = a + sup
S
Teorema 1.4.2 Diberikan S subset tak kosong R yang terbatas dan sebarang bilangan
real a > 0. Didefinisikan himpunan aS = { as, s S } maka berlaku inf (aS) = a inf (S)
Bukti Teorema 1.4.2 (bukti langsung)
Tulis w = inf aS dan t = inf S.
Akan dibuktikan bahwa w = at.
Berdasarkan teorema 1.1.8 bagian (g) maka Jika w at dan at w, maka w = at
Karena w = inf S, maka w as untuk setiap s S.
Begitu pula karena t = inf S, maka t s untuk semua s S. Karena diketahui a > 0
sebarang bilangan real, akibatnya at as untuk setiap s S. Berarti at merupakan
batas bawah aS
Karena w = inf aS, maka at w
Karena w as untuk setiap s S, maka diperoleh
Teorema 1.4.3 Jika A dan B subset tak kosong R dan memenuhi a b untuk semua
a A dan b B, maka berlaku sup A inf B
Soal berikut harus dikerjakan oleh mahasiswa sebagai latihan
1. Buktikanlah teorema 1.4.1, teorema 1.4.2 dan teorema 1.4.3
2. Jelaskan melalui contoh soal maksud dari teorema 1.4.1, teorema 1.4.2 dan teorema
1.4.3
3. Jika S himpunan terbatas di R dan T S tidak kosong. Buktikan bahwa
Inf S inf T sup T sup S

Teorema 1.4.4 Sifat Archimedes
Jika x R, maka terdapat n N sedemikian sehingga x < n
Sifat Archimedes ini merupakan salah satu sifat yang mengaitkan hubungan antara
bilangan real dan bilangan asli. Sifat ini menyatakan bahwa apabila diberikan sebarang
bilangan real x, maka selalu dapat ditemukan suatu bilangan asli n yang lebih besar
dari x.
Pembuktian Sifat Archimedes ( Bukti Tidak Langsung )
Diketahui x R. Andaikan tidak ada n N sedemikian sehingga x < n, maka x
n atau n x, untuk setiap n N. Dengan kata lain, x merupakan batas atas N .
Jelas bahwa N R, N dan N terbatas ke atas, maka menurut Aksioma Suprimum
(Sifat Lengkap R) sup N ada. Tulis x = sup N.
Berdasarkan Lemma 1.3.3, karena x = sup N maka dengan mengambil = 1 > 0,
terdapat m N sedemikian sehingga x < m atau x 1 < m. Akibatnya x < m + 1,
dengan m + 1 N. Timbul kontradiksi dengan x = sup N. Jadi pengandaian salah, yang
benar adalah ada n N sedemikian sehingga x < n
Beberapa Akibat Sifat Archimedes
Akibat 1.4.5
Jika S = {
1
/
n
: n N }, maka inf S = 0
Akibat 1.4.6
Jika t > 0, maka terdapat n N sedemikian sehingga 0 <
1
/
n
< t
Akibat 1.4.7
Jika y > 0, maka terdapat n N sedemikian sehingga n -1 < y < n
Salah satu penggunaan Sifat Lengkap R (Aksioma Suprimum) adalah dapat digunakan
untuk memberikan jaminan eksistensi bilangan-bilangan real. Berikut ini akan
ditunjukkan bahwa ada bilangan real x positif sedemikian sehingga x
2
= 2
Teorema 1.4.8 Eksistensi Bilangan Real
Ada bilangan real positif x sedemikian sehingga x
2
= 2
Bukti Tidak Langsung
Bukti Langsung
Teorema 1.4.8
Ada Bilangan Real Positif Sedemikian Sehingga x
2
= 2
Alur Pembuktian
Proses (1) :
Tunjukkan Ada x R

Proses (2) :
Tunjukkan x
2
= 2











Pembuktian Teorema 1.4.8. Eksistensi Bilangan Real
Proses (1) : Tunjukkan ada x R
Dibentuk himpunan S = {s R : s 0 dan s
2
< 2}
Jelas S R
S , karena 0 S dan 1 S
S terbatas ke atas dengan batas atasnya adalah 2
Karena S R, S dan S himpunan terbatas ke atas, berdasarkan Sifat Lengkap R
(Aksioma Suprimum) maka S mempunyai suprimum. Namakan x = sup S, dengan x
R
Proses (2) : Tunjukkan x
2
= 2
Andaikan x
2
2, berdasarkan Sifat Trikotomi maka x
2
< 2 atau x
2
>2
Kemungkinan I : Untuk x
2
< 2
Karena x
2
< 2, maka 2 - x
2
> 0
Perhatikan :
pengkuadratan suku dua
.karena



Berdasarkan hasil di atas diperoleh bahwa (x +
1
/
n
)
2
< 2 , yang berarti (x +
1
/
n
) S.
Hal ini kontradiksi dengan x = sup S.
Oleh karena itu tidak mungkin x
2
< 2
Kemungkinan II : Untuk x
2
> 2
Karena x
2
> 2, maka x
2
2 > 0
Perhatikan :
pengkuadratan suku dua
.karena


Berdasarkan hasil di atas diperoleh bahwa (x -
1
/
n
)
2
> 2, yang berarti (x -
1
/
n
) S.
Hal ini kontradiksi dengan x = sup S
Oleh karena itu tidak mungkin x
2
> 2

Proses (1) : Ada bilangan real x positif
Proses (2) : Pada Kemungkinan I diperoleh hasil tidak mungkin x
2
< 2 dan pada
kemungkinan II diperoleh hasil tidak mungkin x
2
> 2, sehingga pengandaian x
2
2
salah seharusnya x
2
= 2
Kesimpulan : Terbukti bahwa ada bilangan real x positif sedemikian sehingga x
2
= 2
Teorema 1.4.9 Teorema Densitas (The Density Theorem)
Jika x, y R dengan x < y, maka ada bilangan rasional q ( q Q ) sedemikian sehingga
x < q < y
Pembuktian Teorema 1.4.9 Densitas
Diketahui x, y R dengan x < y, berarti diambil x > 0 dan y > 0
Diketahui x < y berarti y x > 0 (berdasarkan definisi 1.1.6)
Karena y x > 0 maka berdasarkan Akibat Sifat Archimedes, terdapat n N
sedemikian sehingga :
1
/
n
< y x 1 < n ( y x )
1 < ny nx
nx + 1 < ny .(i)
Karena x > 0 dan n N, maka n > 0. Sehingga nx > 0
Karena nx > 0 maka berdasarkan Akibat Sifat Archimedes, terdapat m N sedemikian
sehingga :
m 1 < nx < m
m 1 < nx ..(ii) dan nx < m ..(iii)
m < nx + 1 < ny (berdasarkan persamaan (i))
m < ny .(iv)
Gabungkan persamaan (iii) dan (iv) akan diperoleh :
nx < m < ny
x < m/n < y
x < q < y ..(terbukti), dengan bilangan rasional q = m/n, m dan n B
Akibat 1.4.10 Jika x, y R dengan x < y, maka ada bilangan irrasional r sedemikian
sehingga x < r < y
Bukti akibat 1.4.10
Menggunakan teorema densitas, ada bilangan real dan dengan sifat ada bilangan
rasional q sedemikian sehingga < q < . Akibatnya x < q < y atau x < r < y,
dengan r = q adalah bilangan irrasional
Soal berikut harus dikerjakan oleh mahasiswa sebagai latihan
1. Jika y > 0, tunjukkan bahwa terdapat n N sedemikian sehingga
1
/
2
n
< y
2. Jika u > 0 adalah sebarang bilangan real dan x < y, tunjukkan bahwa terdapat bilangan
rasional r sedemikian sehingga x < ru < y
1.5 Interval Dalam R
Interval didefinisikan sebagai himpunan dalam . Interval terbagi menjadi 2 bagian yaitu
interval terbatas dan interval tidak terbatas. Interval terbatas adalah himpunan terbatas
di R berupa himpunan terbatas (bounded), himpunan terbatas ke atas (bounded above)
dan himpunan terbatas ke bawah (bounded below). Interval tidak terbatas adalah
himpunan tidak terbatas di R (unbounded)
Jenis Interval Terbatas Dalam R
1. Jika diberikan a,b R dengan a < b, maka Interval terbuka yang ditentukan oleh a dan
b adalah himpunan :
(a,b) = {x R : a < x < b }
Titik a dan b disebut titik ujung (endpoints) interval. Titik ujung interval tidak termuat
dalam interval terbuka
2. Jika diberikan a,b R dengan a < b, maka Interval tertutup yang ditentukan oleh a dan
b adalah himpunan :
[a,b] = {x R : a x b }
Titik a dan b disebut titik ujung (endpoints) interval. Titik ujung interval termuat dalam
interval tertutup
3. Jika diberikan a,b R dengan a < b, maka Interval setengah terbuka atau setengah
tertutup yang merupakan gabungan interval terbuka dengan titik ujung a adalah
himpunan :
[a,b) = {x R : a x < b } atau (a,b] = {x R : a < x b }
Titik a dan b disebut titik ujung (endpoints) interval. Hanya salah satu titik ujung interval
yang termuat dalam interval tertutup
Jenis Interval Tidak Terbatas Dalam R
Pada interval tidak terbatas simbol + atau - digunakan sebagai simbol titik ujung
yang tidak berhingga.
1. Interval terbuka tidak terbatas atau sinar terbuka adalah himpunan yang didefinisikan
sebagai berikut :
(a,) = {x R : x > a} atau (-,b) = {x R : x < b}
Titik a dan b disebut titik ujung (endpoints) interval. Titik ujung interval tidak termuat
dalam interval terbuka tidak terbatas
2. Interval tertutup tidak terbatas atau sinar tertutup adalah himpunan yang didefinisikan
sebagai berikut :
[a,) = {x R : x a} atau (-,b] = {x R : x b}
Titik a dan b disebut titik ujung (endpoints) interval. Titik ujung interval termuat dalam
interval tertutup tidak terbatas
3. Himpunan R dapat dituliskan sebagai (-,). Perhatikan - dan bukan elemen dari
R
Teorema 1.5.1 Teorema Karakteristik Interval
Jika S adalah subset tak kosong dari R yang memuat paling sedikit dua titik dan
mempunyai sifat :
Jika x,y S dan x < y, maka [x,y] S, maka S merupakan suatu interval
Interval susut (Nested Intervals)
Telah diketahui bahwa barisan adalah fungsi f : N A . Jika A adalah himpunan
interval interval, maka terbentuk barisan interval {I
n
}
n1
. Untuk mempersingkat
penulisan, barisan {I
n
}
n1
cukup ditulis I
n

Definisi 1.5.2 (Interval Susut)
Barisan I
n
, n N dikatakan interval susut (Nested Intervals) jika
I
1
I
2
I
3
I
4..
I
n
I
n+1

Sifat 1.5.3 Sifat Interval Susut (Nested Intervals Property)
Jika I
n
= [a
n
, b
n
], n N interval tertutup terbatas dan I
n
I
n+1
, untuk setiap n N (interval
susut), maka
Yaitu terdapat x R sedemikian sehingga x I
n
, untuk setiap n N.
Selanjutnya, jika panjang I
n
= b
n
a
n
memenuhi inf {b
n
a
n
; n N} = 0, maka elemen
berserikat x tersebut tunggal
Contoh :
(1) Diberikan . Yaitu
Maka : I
1
I
2
I
3
I
4..
I
n
I
n+1

Sehingga I
n
adalah interval susut (nested intervals) dan

Jadi I
n
mempunyai elemen berserikat yang tunggal yaitu 0 R, karena
(2) Diberikan . Yaitu
Maka : I
1
I
2
I
3
I
4..
I
n
I
n+1

Sehingga I
n
adalah interval susut (nested intervals), tetapi

Yang berarti I
n
tidak mempunyai elemen berserikat. Jadi interval susut belum tentu
mempunyai elemen berserikat.
Sebab, andaikan
Akan terdapat
Maka x I
n
, untuk setiap n N. Atau dapat dituliskan 0 < x < . Berdasarkan akibat sifat
Archimedes (akibat 1.4.6), karena x > 0 maka terdapat n N sedemikian sehingga < x.
Hal ini kontradiksi dengan pengandaian. Jadi pengandaian salah, seharusnya
(3) Diberikan , maka
Maka : I
1
I
2
I
3
I
4..
I
n
I
n+1

Sehingga I
n
adalah interval susut (nested intervals) dan

Jadi I
n
mempunyai elemen berserikat tetapi tidak tunggal, yaitu ada tak berhingga
banyaknya x [0,1], x R . Hal ini dikarenakan
Definisi 1.5.4 Persekitaran- ( -Neighborhood )
Diberikan a R dan > 0. Persekitaran- (-neighborhood) dari a didefinisikan sebagai
himpunan N

(a) = { x R : x a < } = ( a , a + )
Jadi x N

(a) jika dan hanya jika a < x < a +


N

(a)
a
a -
a +





Contoh :
(1) Tentukan persekitaran- dari 2, dengan mengambil =
(2) Apakah N

(2) N(2) ?
(3) Apakah N

(2) dapat dikatakan juga sebagai persekitaran- dari 2 ?


Jawab :
(1) N(a) = { x R : x a < } = ( a , a + )
N(2) = { x R : x 2 < }
= ( 2 , 2 + )
= ( 1 , 2 )
= 1 < x < 2
N

(2)
2
1
2

Ilustrasi :




(2) Karena = < = , maka dapat dikatakan bahwa N

(2) N(2)
N

(2)
2
1
2
Ilustrasi :
1
2
N

(2)




(3) N

(2) dapat dikatakan juga persekitaran- dari 2, karena N

(2) N(2)

Teorema 1.5.5
Diberikan a R. Jika x berada dalam persekitaran N

(a) untuk setiap > 0, maka x = a


Definisi 1.5.6 Titik Cluster (titik kumpul / titik akumulasi / titik limit)
Diberikan S subset tak kosong dari R ( S R ). Titik a R disebut titik cluster, jika setiap
persekitaran- dari a yaitu N

(a) = ( a , a + ) memuat paling sedikit satu titik


anggota S yang tidak sama dengan a
Dengan kata lain, a titik cluster S jika untuk setiap > 0 berlaku (N

(a) S) - {a}
atau (N

(a) {a}) - S
Ekuivalen dengan mengatakan bahwa a titik cluster S jika untuk setiap n N,
terdapat s S sedemikian sehingga 0 < s a <
Contoh :
(1) Diberikan S = ( 0,2). Apakah 0 merupakan titik cluster dari S ?
Jawab :
Diketahui S = ( 0,2 ) = { x R : 0 < x < 2 }
Kemudian untuk setiap persekitaran- dari 0, yaitu :
N(0) = { x R : x 0 < }
= ( 0 , 0 + )
= ( - , )
= - < x <
Memuat paling sedikit satu titik anggota S yang tidak sama dengan 0. Hal ini
dikarenakan anggota S adalah elemen bilangan real, yaitu x R. Menggunakan konsep
densitas bilangan real, akan selalu dapat ditemukan sebuah bilangan real di antara dua
bilangan real berbeda. Aibatnya selalu dapat ditemukan paling sedikit satu titik anggota
S yang tidak sama dengan 0. Jadi dapat dikatakan bahwa 0 merupakan titik cluster dari
S.
Ilustrasi :
2
0





(2) Diberikan S = [ 1,2 ] U { 4 }. Apakah 4 merupakan titik cluster dari S ?
Jawab :
Diketahui S = [ 1,2 ] U { 4 } = { x R : 1 x 2 } U { 4 }
4 bukan titik cluster dari S, karena untuk = maka persekitaran- dari 4 yaitu :
N(4) = { x R : x 4 < }
= ( 4 , 4 + )
= ( 3 , 4 )
= 3 < x < 4
Sehingga :
(N

(a) S) - {x} = [ ( 3 , 4 ) { x R : 1 x 2 } U { 4 } ] - { 4 } =
Jadi tidak setiap persekitaran- dari 4 memuat paling sedikit satu titik anggota S yang
tidak sama dengan 4.
Ilustrasi :

3
4

4

3
1
2




(3) Diberikan S = { : n N } = . Apakah 0 merupakan titik cluster dari S ?
Jawab :
Diketahui S = { : n N } =
Kemudian untuk setiap persekitaran- dari 0, yaitu :
N(0) = { x R : x 0 < }
= ( 0 , 0 + )
= ( - , )
= - < x <
Memuat paling sedikit satu titik anggota S yang tidak sama dengan 0. Hal ini
dikarenakan N terbatas ke bawah, sehingga jika n ~ maka 0. Akibatnya terdapat
tak berhingga banyaknya bilangan real yang mendekati 0, sehingga selalu dapat
ditemukan paling sedikit satu anggota S yang tidak sama dengan 0. Jadi dapat
dikatakan bahwa 0 merupakan titik cluster dari S.

Teorema 1.5.7 Teorema Bolzano Weierstrass
Setiap subset R yang tak berhingga (infinite) dan terbatas, mempunyai paling sedikit
satu titik cluster
Bukti Teorema Bolzano Weiertrass :
Diberikan sebarang subset S R tak berhingga dan terbatas. Karena S terbatas maka
terdapat interval I
1
= [ a,b ] dengan panjang interval I
1
= b a. Kemudian bagilah I
1

menjadi dua bagian, yaitu dan Karena S tak berhingga, maka salah satu interval
tersebut memuat tak berhingga banyak titik anggota S. Namakan bagian yang memuat
tak berhingga banyak titik anggota S dengan I
2
. Panjangnya I
2
= .
Selanjutnya, I
2
dibagi menjadi dua bagian seperti langkah di atas, maka salah satu
bagian yang memuat tak berhingga titik anggotas S. Namakan bagian tersebut dengan
I
3
, panjangnya I
3
= . Apabila proses diteruskan, maka akan diperoleh barisan interval
susut (Nested Intervals), yang memenuhi I
1
I
2
I
3
I
4.
I
n
I
n+1 .

Menurut sifat interval susut, maka
Atau terdapat
Akan ditunjukkan bahwa x titik cluster S. Diambil sebarang > 0, maka terdapat n N
sedemikian sehingga < dan persekitaran- dari x yaitu N

(x) = ( x , x + ). Karena
x I
n
dan < , maka I
n
N

(x). Karena In memuat tak berhingga titik anggota S, maka


N

(x) juga memuat tak berhingga titik anggota S yang tidak sama dengan x. Jadi x
adalah titik cluster S.
Countabilitas
Masalah countabilitas sebenarnya masih membicarakan tentang himpunan, khususnya
tentang hubungan antar himpunan dan banyaknya anggota himpunan yang dikaji
melalui konsep fungsi.
Definisi 1.5.8
Sebuah himpunan A dikatakan berhingga (finite) jika A himpunan kosong atau A
berkoresondensi satu-satu (fungsi bijektif) dengan I
n
= {1,2,3,n}, n N. Jika tidak
demikian maka A dikatakan tak berhingga (infinite).
Contoh :
(1) Himpunan A = { a,b,c,d } adalah berhingga, karena dapat dibuat korespondensi satu-
satu dengan I
n
= { 1,2,3,n}, n N
(2) Himpunan N = { 1,2,3,n, } adalah tak berhingga, karena tidak dapat dibuat
korespondensi satu-satu dengan I
n
= { 1,2,3,n}, n N
Definisi 1.5.9
Diberikan N = himpunan bilangan asli dan A himpunan tak kosong. Jika A
berkorespondensi satu-satu (fungsi bijektif ) dengan N, maka A dikatakan denumerable.
Jika tidak demikian maka A dikatakan non denumerable.
Definisi 1.5.10
Himpunan yang berhingga (finite) atau denumerable disebut himpunan countable
(terhitung). Sebaliknya himpunan yang tak berhingga (infinite) dan non denumerable
disebut himpunan uncountable (tak terhitung)
Jadi dapat dikatakan pula bahwa himpunan denumerable dapat diukur dari himpunan
bilangan asli. Akibatnya himpunan denumerable unsur-unsurnya dapat dinomori.
Contoh :
(1) Diberikan A = { 0,2,4,6,8,}. Apakah A countable ?
(2) Diberikan B = { 1,3,5,7,9,}. Apakah B countable ?
(3) Diberikan C = { x N : 2 < x < 10 }. Apakah C countable ?
(4) Diberikan Z = himpunan bilangan bulat. Apakah Z countable ?
(5) Diberikan R = himpunan bilangan real. Apakah R countable ?
Jawab :
(1) Himpunan A = { 0,2,4,6,8,} adalah himpunan tak kosong dan berkorespondensi satu-
satu dengan N = himpunan bilangan asli. Sehingga himpunan A denumerable. Karena
A denumerable, berdasarkan definisi maka himpunan A adalah himpunan countable
(2) Himpunan B = { 1,3,5,7,9,} adalah himpunan tak kosong dan berkorespondensi satu-
satu dengan N = himpunan bilangan asli. Sehingga himpunan B denumerable. Karena
B denumerable, berdasarkan definisi maka himpunan B adalah himpunan countable
(3) Himpunan C = { x N : 2 < x < 10 } adalah himpunan tak kosong dan berkoresondensi
satu-satu (fungsi bijektif) dengan I
n
= {1,2,3,n}, n N. Sehingga himpunan C
berhingga (finite). Karena C berhingga, berdasarkan definisi maka himpunan C adalah
himpunan countable
(4) Himpunan Z = himpunan bilangan bulat, dapat dikontruksi melalui suatu fungsi .
Sehingga dapat dibuat korespondensi satu-satu (fungsi bijektif) dari Z ke N = himpunan
bilangan asli. Jadi himpunan Z denumerable. Karena Z denumerable, berdasarkan
definisi maka Z adalah himpunan countable
(5) Himpunan R = himpunan bilangan real = (-,), tidak dapat dibuat korespondensi satu-
satu (funagsi bijektif) dari R ke I
n
= { 1,2,3,n}, n N. Sehingga himpunan R tak
berhingga (infinite). Selanjutnya, tidak dapat dibuat pula korespondensi satu-satu
(fungsi bijektif) dari R ke N = himpunan bilangan asli. Sehingga himpunan R non
denumerable. Karena R tak berhingga (infinite) dan non denumerable, berdasarkan
definisi maka R adalah himpunan uncountable
Teorema 1.5.11
Setiap himpunan tak berhingga memiliki himpunan bagian denumerable
Teorema 1.5.12
Setiap himpunan tak berhingga ekuivalen dengan salah satu himpunan bagian sejatinya
(proper subset)
Teorema 1.5.13
Diberikan A
1
, A
2
, A
3
, adalah himpunan-himpunan countable, maka :
Teorema 1.5.14
Himpunan bilangan rasional adalah countable
Teorema 1.5.15
Diberikan A dan B dua himpunan tak kosong. Jika A B dan B countable, maka A
countable
Teorema 1.5.16
Himpunan [ 0,1 ] = { 0 x 1 ; x R } uncountable
Himpunan Terbuka dan Tertutup
Definisi 1.5.17
(a) Himpunan G R dikatakan terbuka dalam R jika untuk setiap x G terdapat
persekitaran- dari x sedemikian sehingga N

(x) G
(b) Himpunan F R dikatakan tertutup dalam R jika F
C
= R F terbuka dalam R
Sifat 1.5.18 Sifat Himpunan Terbuka
(a) Jika A
1
, A
2
, A
3
, masing-masing adalah himpunan terbuka dalam R, maka
(b) Jika A
1
, A
2
, A
3
, masing-masing adalah himpunan terbuka dalam R, maka

Sifat 1.5.19 Sifat Himpunan Tertutup
(a) Jika A
1
, A
2
, A
3
, masing-masing adalah himpunan tertutup dalam R, maka
(b) Jika A
1
, A
2
, A
3
, masing-masing adalah himpunan tertutup dalam R, maka
Teorema 1.5.20
Diberikan S R. S dikatakan tertutup jika memuat semua titik clusternya
Soal berikut harus dikerjakan oleh mahasiswa sebagai latihan
1. Diberikan K
n
= (n, ), n N. Buktikan bahwa
2. Buktikan A = { 1,2,3 } tertutup dalam R
3. Buktikan B = [ 0,1 ] tertutup dalam R
4. Buktikan C = { x < 1 ; x R } terbuka dalam R
5. Buktikan D = { x > 0 ; x R } terbuka dalam R
6. Jika S R tak kosong dan terbatas, dan I
s
= [ inf S, sup S ]. Tunjukkan bahwa S I
s






BAB II : Barisan Bilangan Real

2.1 Definisi Barisan
Sebuah barisan dari bilangan-bilangan riil (atau sebuah barisan di R) adalah
sebuah fungsi pada himpunan N dari bilangan-bilangan asli yang daerah hasilnya
termuat pada himpunan R dari bilangan-bilangan riil.
Dengan kata lain, sebuah barisan dalam R adalah pengaitan setiap bilangan asli
n = 1, 2, menentukan dengan tunggal bilangan riil.
Bilangan-bilangan riil yang dihasilkan disebut elemen-elemen dari barisan, atau nilai
dari barisan, atau suku dalam barisan. Bilangan ini biasanya elemen dari R dikaitkan
dari n e N dengan sebuah symbol seperti:
x
n
, (atau u
n
, atau a
n
).
Jadi, jika X: N R adalah sebuah barisan, maka nilai X pada n dinyatakan dengan xn.
Selanjutnya notasi barisan dinyatakan dengan X(n). Disini biasanya barisang
dinyatakan dengan notasi-notasi
X, (xn), (xn: neN).
Dalam definisi barisan ini sering digunakan mendaftar dalam urutan sesuai dengan
suku barisan, hal ini disusun penurut rumusnya. Jadi mungkin ditulis
X = (2, 4, 6, 8, )
untuk barisan dari bilangan-bilangan asli genap, atau
Y = (1/1, , 1/3, , )
Untuk barisan dari kebalikan bilangan-bilangan asli, atau
Z = (1/1
2
, 1/2
2
, 1/3
2
, 1/4
2
, )
untuk barisan dari kebalikan kuadrat bilangan-bilangan asli.
Kemudian untuk melengkapi metode di atas diperlukan rumus yang lebih khusus untuk
suku umum dari barisan seperti
X = (2n: n e N),
Y = (1/m: m e N),
Z = (1/s
2
: s e N)
Dalam prakteknya, rumus tersebut sering digunakan untuk menentukan nilai x
1
dan
sebuah rumus untuk mendapatkan x
n+1
(n e N) bilamana x
n
diketahui. Dalam barisan X
di atas dapat didefinisikan
x
1
= 2, x
n+1
= x
n+2
(n e N ) ;
atau dengan definisi
x
1
= 2, x
n+1
= x
1
+ x
n
(n e N ).
Contoh-Contoh
(a) Jika b e R, barisan B = (b, b, b, ), semua sukunya sama dengan b, yang disebut
barisan konstan b.
Jadi barisan 1 adalah barisan (1, 1, 1, ), semua sukunya adalah 1, dan barisan
konstan 0 adalah barisan (0, 0, 0, ).
(b) Barisan kuadrat dari bilangan-bilangan asli adalah barisan
S = (1
2
, 2
2
, 3
2
, ) = (n
2
: n e N),
atau sama dengan barisan (1, 4, 9, , n
2
, ).
(c) Jika a e R, maka barisan A = (an: n e N) adalah barisan
A = (a, a
2
, a
3
, , a
n
, ),
tentu saja, jika a = , maka diperoleh barisan
(1/2
n
, n e N) = (1/2, 1/4, 1/8 , , 1/2
n
, ).
(d) The Barisan Fibonacci F = (fn: n e N) didefinikan dengan induksi berikut
f
1
= 1, f
2
= 1, f
n+1
= f
n-1
+ f
n
(n > 2)
sepuluh suku pertama dari barisan Fibonacci adalah
F = (1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, ).
2.2 Operasi Pada Barisan
Definisi
Jika X = (x
n
) dan Y = (y
n
), adalah barisan-barisan dari bilangan-bilangan riil, maka
jumlah kedua barisan tersebut didefinisikan sebagai barisan
X + Y = (x
n
+ y
n
: n e N),
selisih kedua barisan tersebut adalah barisan
X - Y = (x
n
y
n
: n e N),
dan hasil kali kedua barisan tersebut adalah barisan
X.Y = (x
n
y
n
: n e N).
Jika c e R definisi kelipatan dari X dengan c adalah barisan
cX = (cx
n
: n e N).
Akhirnya, jika Z = (z
n
) adalah barisan bilangan-bilangan riil dengan z
n
= 0 untuk semua
n e N, maka definisi hasil bagi dari X dan Z adalah barisan X/Z = (x
n
/z
n
: n e N).
Untuk contohnya, jika X dan Y adalah barisan-barisan
X = (2, 4, 6, , 2n, ), Y = (1/1, 1/2, 1/3, , 1/n, ),
Maka diperoleh
X + Y = (3/1, 9/2, 19/3, , (2n
2
+ 1)/n, ),
X Y = (1/1, 7/2, 17/2, , (2n
2
+ 1)/n, ),
X.Y = (2, 2, 2, , 2, ),
3X = (6, 12, 18, , 6n, ),
X/Y = (2, 8, 18, , 2n
2
, ).
Catatan bahwa jika Z dinyatakan dengan barisan
Z = (0, 2, 0, , 1 + (-1)
n
, ),
Maka X + Z, X Z, dan X.Z terdefinisi, tetapi X/Z tidak terdefinisi karena terdapat suku
dari Z yang nilainya sama dengan 0.
2.3 Limit Barisan
Definisi
Misalkan X = (x
n
) merupakan barisan dari bilangan-bilangan riil. Sebuah bilangan riil x
dikatakan limit dari (x
n
) jika untuk setiap c > 0 terdapat sebuah bilangan asli K(c)
sedemikian hingga untuk semua n > K(c), maka x
n
termuat pada lingkungan-c dari x (c-
neighborhood Vc(x)).
Jika x adalah sebuah limit dari barisan, disebut juga bahwa X = (x
n
) konvergen ke x
(atau mempunyai sebuah limit x). Jika sebuah barisan mempunyai sebuah limit,
dikatakan barisan yang konvergen. Jika tidak mempunyai limit, dikatakan barisan yang
divergen.
2.4 Persamaan Linier Diophantus dan Teorema Sisa
Bukti:
Misalkan m
1
.m
2
.m
3
m
k
= m, maka kita dapat menyimpulkan bahwa M
j
= m/m
j

merupakan bilangan bulat, dan FPB(M
j
, m
j
) = 1. Karenanya, terdapat bilangan bulat b
j

sedemikian hingga
(M
j
)b
j
1(mod m
j
) (1)
Jika i = j, maka jelas (M
j
)b
j
0 (mod m
i
). Sekarang kita misalkan x
0
dengan
x
0
= (M
j
)b
j
a
j

Maka x
0
(M
j
)b
j
a
j
(M
i
)b
i
a
i
a
i
(mod m
i
), untuk i = 1, 2, 3, .., k.
Teorema: (Teorema Sisa Cina)
Misalkan m
1
, m
2
, m
3
, , m
k
menyatakan k-buah bilangan-bilangan bulat positif yang
sepasang-sepasang relatif prima , yakni FPB(m
i
, m
j
) = 1 untuk setiap i = j dan misalkan
a
1
, a
2
, a
3
, , a
k
menyatakan k-buah bilangan-bilangan bulat. Maka sistem
perkongruenan linier x a
i
(mod m
i
), i = 1, 2, 3, , k, mempunyai solusi bersama
modulo m
1
.m
2
.m
3
m
k
dan solusi bersama itu tunggal.
Hal ini berarti x
0
merupakan penyelesaian bersama dari sistem perkongruenan linier x
a
i
(mod m
i
), i = 1, 2, 3, , k.
Sekarang akan kita tunjukkan ketunggalannya. Misalkan x
0
dan x
1
adalah dua solusi
bersama dari perkongruenan linier x a
i
(mod m
i
), i = 1, 2, 3, , k. maka x
0
x
1
(mod
m
i
) untuk setiap i = 1, 2, 3, , k, karenannya dapat disimpulkan x
0
x
1
(mod m). Ingat
x
0
dan x
1
adalah solusi-solusi bersama dari perkongruenan berarti x
0
dan x
1
adalah
residu terkecil dari modulo (m
1
.m
2
.m
3
m
k
) sehingga
-(m
1
.m
2
.m
3
m
k
) < x
0
- x
1
< (m
1
.m
2
.m
3
m
k
)
Mengingat bahwa (x
0
- x
1
) adalah kelipatan pesekutuan dari (m
1
.m
2
.m
3
m
k
) dan
FPB(m
I
, m
j
) = 1 untuk i j maka dapat disimpulkan
x
0
- x
1
= 0 atau x
0
= x
1

Jadi solusi bersama dari sistem x a
I
(mod m
I
), i = 1, 2, 3, , k adalah tunggal.
Contoh: 1
Carilah sebuah bilangan bulat positif terkecil x yang memenuhi sistem kekongruenan
linier berikut:
x 1 (mod 2), x 2 (mod 3), dan x 3 (mod 5).
Contoh: 1
Carilah sebuah bilangan bulat positif terkecil x yang memenuhi sistem kekongruenan
linier berikut:
x 1 (mod 2), x 2 (mod 3), dan x 3 (mod 5).
Penyelesaian:
a
1
= 1, a
2
= 2 dan a
3
= 3
m
1
= 2, m
2
= 3, dan m
3
= 5
M
1
= 3.5 = 15 sehingga 15b
1
1 (mod 2) atau b
1
= 1.
M
2
= 2.5 = 10 sehingga 13b
2
1 (mod 3) atau b
2
= 1.
M
3
= 1.2 = 2 sehingga 2b
3
1 (mod 5) atau b
3
= 3.
Maka, x
0
= (M
j
)b
j
a
j
= 15.1.1 + 10.1.2 + 2.3.3 = 53.
Jadi x 53 (mod 2.3.5) atau x 23 (mod 30).
Jadi x = 23.
Contoh: 2
Selesaikan perkongruenan linier 19x 1 (mod 140).
Penyelesaian:
Masalah ini sama saja dengan masalah menentukan solusi bersama dari sistem
perkongruenan linier
19x 1 (mod 4), 19x 1 (mod 5), dan 19x 1 (mod 7)
atau x 3 (mod 4), x 4 (mod 5), dan x 3 (mod 7)
Maka diperoleh: a
1
= 3, a
2
= 4 dan a
3
= 3
m
1
= 4, m
2
= 5, dan m
3
= 7
M
1
= 5.7 = 35 sehingga 35b
1
1 (mod 4) atau b
1
= -1.
M
2
= 4.7 = 28 sehingga 28b
2
1 (mod 5) atau b
2
= 2.
M
3
= 4.5 = 20 sehingga 20b
3
1 (mod 7) atau b
3
= -1.
Maka x
0
= b
j
a
j
= 35.-1.3 + 28.2.4 + 20.-1.3 = 59.
Jadi x 59 (mod 4.5.7) atau x 59 (mod 140).
Soal berikut harus dikerjakan oleh mahasiswa sebagai latihan
1. Tentukan semua bilangan bulat yang memberikan sisa berturut- turut 1, 2, dan 3 jika
dibagi berturut oleh 3, 4, dan 5.
2. Tentukan semua bilangan bulat yang memenuhi secara bersama perkongruenan linier-
perkongruenan linier berikut.
x 5 (mod 2), x 2 (mod 3), x 3 (mod 5).
3. Tentukan solusi bersama dari sistem perkongruenan berikut.
2x 1 (mod 5), 3x 2 (mod 7), 4x 1 (mod 11).
4. Carilah bilangan bulat positif terkecil selain 1 yang memenuhi perkongruenan linier-
perkongruenan linier berikut.
x 1 (mod 3), x 1 (mod 5), x 1 (mod 7).
5. Tentukan bilangan bulat kelipatan 7 yang bersisa 1 apabila dibagi dengan 2, 3, 4, 5,
atau 6.
6. Tentukan bilangan bulat positif ganjil terkecil x, x > 3 sehingga 3|x, 5 |(x + 2), dan 7
|(x + 4).
Diposkan oleh chairunnissaita di 01.05
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
1 komentar:
1.
As-Syams5 Desember 2012 18.23
bisa uploadkan filenya??
Balas
Muat yang lain...
Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Pengikut
Arsip Blog
- 2011 (1)
o Juni (1)
ANALISIS REAL II
Mengenai Saya
chairunnissaita
Lihat profil lengkapku
Template Watermark. Diberdayakan oleh Blogger.

You might also like