You are on page 1of 5

Nama Kelas/NIM

: :

Aziz Ramadhan C2/11503244004 TUGAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

1. Pengertian Munakahat Kata nikah berasal dari bahasa arab yang didalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan perkawinan. Nikah menurut istilah syariat Islam adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara laki - laki dan perempuan yang tidak ada hubungan Mahram sehingga dengan akad tersebut terjadi hak dan kewjiban antara kedua insan. Hubungan antara seorang laki - laki dan perempuan adalah merupakan tuntunan yang telah diciptakan oleh Allah SWT dan untuk menghalalkan hubungan ini maka disyariatkanlah akad nikah. Pergaulan antara laki - laki dn perempuan yang diatur dengan pernikahan ini akan membawa keharmonisan, keberkahan dan kesejahteraan baik bagi laki - laki maupun perempuan, bagi keturunan diantara keduanya bahkan bagi masyarakat yang berada disekeliling kedua insan tersebut. Berbeda dengan pergaulan antara laki - laki dan perempuan yang tidak dibina dengan sarana pernikahan akan membawa malapetaka baik bagi kedua insan itu, keturunannya dan masyarakat disekelilingnya. Pergaulan yang diikat dengan tali pernikahan akan membawa mereka menjadi satu dalam urusan kehidupan sehingga antara keduanya itu dapat menjadi hubungan saling tolong menolong, dapat menciptkan kebaikan bagi keduanya dan menjaga kejahatan yang mungkin akan menimpa kedua belah pihak itu. Dengan pernikahan seseorang juga akan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsunya.

Allah SWT berfirman dalam surat An - Nisa Ayat 3 sebagai berikut : Maka kawinilah wanita - wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan brlaku adil maka (kawinilah) seorang saja . (An - Nisa : 3). Ayat ini memerintahkan kepada orang laki - laki yang sudah mampu untuk melaksanakan nikah. Adapun yang dimaksud adil dalam ayat ini adalah adil didalam memberikan kepada istri berupa pakaian, tempat, giliran dan lain - lain yang bersifat lahiriah. Ayat ini juga menerangkan bahwa islam memperbolehkan poligami dengan syarat - syarat tertentu.

-Takrif Nikah : a) Dari segi bahasa : Ikatan atau simpulan. b) Dari segi istilah Syarak : Suatu Ikatan atau akad yang menghalalkan pergaulan dan membatas hak dan kewajipan serta bertolong-tolong di antara seorang lelaki dengan seorang perempuan yang di antara keduanya bukan mahram. -Perkahwinan adalah merupakan sunnah Rasulullah s.a.w. dan digalakkan di dalam Islam serta dituntut oleh Hukum Syarak, sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang bermaksud : " Nikah itu adalah sunnahku, maka sesiapa yang benci sunnahku maka sesungguhnya ia bukan dari golonganku ". ( Riwayat Ibnu Majah -Dalil yang menunjukkan bahawa perkahwinan itu dituntut oleh syarak adalah seperti berikut: Dalil dari Al-Quran yang bermaksud :

"Maka berkahwinlah dengan sesiapa yang kamu berkenan dari perempuan-perempuan lain dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu bimbang tidak akan berlaku adil( di antara isteri-isteri kamu) maka berkahwinlah dengan seorang sahaja". ( Surah An Nisaa' - Ayat 3) Dalil dari As-sunnah yang bermaksud:

"Wahai pemuda-pemuda, sesiapa yang mampu di antara kamu (mempunyai belanja serta keinginan) hendak berkahwin, hendaklah ia kahwin, kerana sesungguhnya perkahwinan itu akan memejamkan matanya (terhadap orang yang tidak halal dilihatnya) dan terkawal kehormatannya dan sesiapa yang tidak mampu berkahwin hendaklah ia berpuasa, bahawa puasa itu menjadi benteng". ( Riwayat Muslim) Dari Ijmak Ulama : Semua ulama sepakat mengatakan bahawa hukum perkahwinan itu adalah dituntut oleh Hukum Syarak. 2. Syarat dan Rukun Nikah 3. Perbedaan Sirri, muthah dan poligami.

-Nikah Sirri Kata sirri atau sir bermakna rahasia, yakni tidak ditampakkan. Nikah

siri (Arab: nikah sirri) adalah nikah diam-diam. Pernikahan siri tidak menggunakan resepsi dan semua pihak terkait (baik wali, saksi maupun kedua mempelai) sepakat untuk merahasiakannya. Nikah siri memenuhi semua syarat syariat tetapi tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) atau catatan sipil lainnya sehingga nikah siri disebut juga nikah di bawah tangan. Salah satu permasalahan nikah siri adalah pembuktiannya yang sulit manakala diperlukan. Untuk mengecek keabsahan sebuah pernikahan siri, seseorang perlu menemui para saksi dan menerima keterangan mereka tentang pernikahan itu. Keberadaan peraturan negara untuk mencatatkan pernikahan adalah baik dan semua peraturan pemerintah yang baik wajib diikuti. Hal ini untuk menegakkan hak dan kewajiban kedua belah pihak sebagaimana mestinya, seperti dalam hal nafkah, warisan, keturunan, dan sebagainya. Sebuah pernikahan siri bisa jadi tidak perlu dirahasiakan lagi setelah masa tertentu sehingga ada baiknya pernikahan itu dicatatkan walaupun terlambat. Hanya saja, pencatatan di KUA atau kantor sipil lainnya bukan syarat sahnya pernikahan. Jadi, nikah siri sah di mata Islam dan syarat sahnya pun sama dengan syarat sahnya nikah biasa, yaitu adanya calon suami dan istri, mahar, ijab kabul, wali dari pihak perempuan (menurut jumhur), dan saksi-saksi. Jumhur berpendapat adanya izin orangtua atau wali merupakan salah satu syarat sahnya akad nikah, namun sebagian ulama membantahnya. Di samping itu, calon istri haruslah seorang yang tidak sedang terikat pernikahan dengan pria lain, tidak dalam keadaan iddah (masa menunggu) baik karena kematian atau perceraian, tidak hamil, dan tidak pula termasuk mereka yang terlarang dinikahi seperti keponakan atau bibi. Wallahu Taala alam. -Nikah Mutah Nikah mutah adalah nikah kontrak dalam jangka waktu tertentu, sehingga apabila waktunya telah habis maka dengan sendirinya nikah tersebut bubar tanpa adanya talak. Dalam nikah mutah si wanita yang menjadi istri juga tidak mempunyai hak waris jika si suami meninggal. Dengan begitu, tujuan nikah mutah ini tidak sesuai dengan tujuan nikah menurut ajaran Islam sebagaimana disebutkan di atas, dan dalam nikah mutah ini pihak wanita teramat sangat dirugikan. Oleh karenanya nikah mutah ini dilarang oleh Islam. Dalam hal ini syaikh al-Bakri dalam kitabnya Ianah at-Thalibin menyatakan yang artinya:

Kesimpulannya, nikah mutah ini haram hukumnya. Nikah ini disebut nikah mutah karena tujuannya adalah untuk mencari kesenangan belaka, tidak untuk membangun rumah tangga yang melahirkan anak dan juga saling mewarisi, yang keduanya merupakan tujuan utama dari ikatan pernikahan dan menimbulkan konsekwensi langgengnya pernikahan. Memang benar bahwa nikah mutah ini pernah dibolehkan ketika awal Islam, tapi kemudian diharamkan, sebagaimana dinyatakan oleh al-Imam an-Nawawi dalam kitabnya Syarh Shahih Muslim yang artinya: yang benar dalam masalah nikah mutah ini adalah bahwa pernah dibolehkan dan kemudian diharamkan sebanyak dua kali; yakni dibolehkan sebelum perang Khaibar, tapi kemudian diharamkan ketika perang Khaibar. Kemudian dibolehkan selama tiga hari ketika fathu Makkah, atau hari perang Authas, kemudian setelah itu diharamkan untuk selamanya sampai hari kiamat. Alasan kenapa ketika itu dibolehkan melaksanakan nikah mutah, karena ketika itu dalam keadaan perang yang jauh dari istri, sehingga para sahabat yang ikut perang merasa sangat berat. Dan lagi pada masa itu masih dalam masa peralihan dari kebiasaan zaman jahiliyah. Jadi wajar jika Allah memberikan keringanan (rukhshah) bagi para sahabat ketika itu. Para ulama sepakat (ijma) bahwa jika saat ini ada yang melaksanakan nikah mutah maka hukumnya tidak sah (batal), baik sebelum atau sesudah dilakukan hubungan badan Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa nikah mutah pernah dibolehkan ketika zaman Rasul s.a.w. masih hidup, tapi kemudian diharamkan oleh rasulullah s.a.w. sampai hari kiamat. Jika ada yang melaksanakan nikah mutah pada masa sekarang, maka nikah mutah tersebut hukumnya batal. -Poligami Yang dimaksud dengan poligami adalah apabila seorang suami menikah dengan lebih dari satu orang istri, tapi tidak lebih dari empat orang istri . Poligami menurut kaidah islam adalah salah satu upaya untukmenyelamatkan kaum wanita dari dekadensi moral yang diakibatkan oleh ketidak seimbangan jumlah perempuan dengan laki-laki yang lahir dalam kurun waktu tertentu. Syaikh bin Baz mengatakan [Majalah Al-Balagh, edisi 1028 Fatwa Ibnu Baz] :

Berpoligami itu hukumnya sunnah bagi yang mampu, karena firmanNya Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilama kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi ; dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya [An-Nisa : 3] Dan praktek Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam itu sendiri, dimana beliau mengawini sembilan wanita dan dengan mereka Allah memberikan manfaat besar bagi ummat ini. Yang demikian itu (sembilan istri) adalah khusus bagi beliau, sedang selain beliau dibolehkan berpoligami tidak lebih dari empat istri. Berpoligami itu mengandung banyak maslahat yang sangat besar bagi kaum laki-laki, kaum wanita dan Ummat Islam secara keseluruhan. Sebab, dengan berpoligami dapat dicapai oleh semua pihak, tunduknya pandangan (ghaddul bashar), terpeliharanya kehormatan, keturunan yang banyak, lelaki dapat berbuat banyak untuk kemaslahatan dan kebaikan para istri dan melindungi mereka dari berbagai faktor penyebab keburukan dan penyimpangan. Tetapi orang yang tidak mampu berpoligami dan takut kalau tidak dapat berlaku adil, maka hendaknya cukup kawin dengan satu istri saja, karena Allah berfirman Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja. [An-Nisa : 3] Oleh yang demikian, apabila seorang lelaki akan berpoligami, hendaklah dia memenuhi syarat-syarat sebagai berikut; 1. Membatasi jumlah isteri yang akan dikahwininya. 2. Diharamkan bagi suami mengumpulkan wanita-wanita yang masih ada tali persaudaraan menjadi isterinya. 3. Disyaratkan pula berlaku adil, 4. Tidak menimbulkan huru-hara di kalangan isteri mahupun anak-anak. 5. Berkuasa menanggung nafkah

You might also like