You are on page 1of 13

Intervensi Singkat Keterampilan Coping dengan target Kepribadian dan kemampuan bertahan sebagai Bukan Pengguna Obat-obatan selama

periode 2 tahun saat masa remaja. Konteks: Intervensi selektif dengan target risiko kepribadian menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam pencegahan kebiasaan minum yang problematis, tetapi pengaruhnya dalam pemakaian obatobatan terlarang masih perlu dievaluasi. Objektif: Untuk menginvestigasi efikasi intervensi kemampuan coping dengan target kepribadian dalam pemakaian obat-obatan terlarang pada remaja dengan faktor risiko kepribadian untuk penyalahgunaan obat. Desain: Uji Terkontrol Acak (Randomized Controlled Trial) Lokasi Penelitian: Sekolah menengah di London, Inggris Peserta penelitian: Sebanyak total 5302 pelajar ditapis untuk mengidentifikasi 2028 pelajar berusia 13 sampai 16 tahun yang menunjukkan peningkatan skor pada pengukuran-pengukuran/kuisioner yang diisi sendiri tentang keputusasaan, sensitifitas kecemasan, impulsivitas, dan kecenderungan mencari sensasi. Tujuh ratus tigapuluh dua pelajar menandatangani consent dari orangtua untuk ikut serta dalam penelitian. Intervensi: Peserta penelitian diacak untuk menjadi dua kelompok, kontrol dengan kondisi tanpa intervensi dan kelompok 2-sesi intervensi kemampuan coping yang ditargetkan pada 1 4 profil kepribadian. Hasil Pengukuran Utama : Penelitian ini dirancang dan didukung terutama untuk mengevaluasi efek intervensi pada onset, prevalensi, dan frekuensi penggunaan obat terlarang selama periode 2 tahun. Hasil: Dilakukan analisis pengukuran berulang Intent-to-treat (ITT) pada pengukuran berkelanjutan terhadap waktu penggunaan obat X efek intervensi pada jumlah obat yang digunakan (p<.01) dan frekuensi penggunaan obat (p<.05), dimana kelompok kontrol menunjukkan peningkatan yang relatif signifikan dalam jumlah obat-obatan yang digunakan dan frekuensi penggunaan obat

dalam periode 2 tahun dibandingkan dengan kelompok intervensi. Analisis kesintasan dengan uji regresi logistik menunjukkan bahwa intervensi berhubungan dengan penurunan odds konsumsi ganja (=-0.3; robust SE=0.2; P=.09; odds ratio= 0.7; 95% confidence interval, 0.5-1.0), Kokain ( =1.4; robust SE=0.4; P<.001; odds ratio=0.2; 95% confidence interval, 0.1-0.5), and obatobatan lain ( =0.7; robust SE=0.3; P=.03; odds ratio=0.5; 95% confidence interval, 0.3-0.9) selama periode 24 bulan. Kesimpulan: Penelitian ini menguatkan bukti bahwa intervensi singkat dengan target kepribadian dapat mencegah onset dan peningkatan penyalahgunaan zat pada remaja dengan risiko tinggi. Alkohol dan penyalahgunaan obat oleh remaja muda merupakan masalah yang signifikan di Amerika Serikat(AS) dan Eropa. Sebuah penelitian pembanding tentang tingkat konsumsi alkohol dan penyalahgunaan obat pada pelajar sekolah menengah atas di AS dan Eropa memperkirakan bahwa pelajar di AS dan Eropa hampir sama dalam pola penggunaan obat terlarang dan melaporkan tingkat tertinggi penggunaan obat terlarang seumur hidup (41% dari pelajar AS dan 35% pelajar Eropa) dibandingkan dengan semua negara yang diteliti. Temuan-temuan terbaru mengungkapkan tentang kecenderungan pemakaian obat pada pelajar Amerika. Pertama, tingkat penggunaan ganja dan kokain seumur hidup menurun selama 10 tahun, indikator penggunaan yang lebih sering (misalnya, selama setahun terakhir, sebulan terakhir, atau pemakaian sehari-hari) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada frekuensi penggunaan yang lebih sering atau berulang di kalangan siswa SMA. Sebagai contoh, tingkat penggunaan ganja selama sebulan terakhir meningkat dari 12% pada tahun 1992 menjadi 18% pada tahun 2006 pada siswa SMA, dan dari 8% menjadi 14% pada pelajar kelas 10 SD. Timetrend analisis untuk remaja Inggris menunjukkan pertumbuhan yang serupa. Semakin dini usia onset penggunaan obat reguler, individu cenderung lebih mungkin untuk berkembang menjadi gangguan penggunaan zat di masa dewasa, dimana telah diperkirakan bahwa tingkat penyalahgunaan zat pada masa dewasa dan tingkat ketergantungan dapat dikurangi hingga 10% setiap tahun dengan tertundanya onset konsumsi reguler alkohol atau penggunaan obat terlarang pada masa remaja. Pendekatan berbasis sekolah pada pencegahan penggunaan obat adahal hal yang umum karena menawarkan suatu situasi yang terkontrol untuk menjangkau suatu sampel remaja yang besar, tidak ada bias secara budaya, dan karena sekolah menyediakan konteks ideal untuk penapisan awal dan follow-up yang sistematis. Namun, bukti-bukti dasar program pencegahan berbasis sekolah yang bertujuan untuk menunda onset penggunaan atau mencegah perubahan dari pengguna coba-coba menjadi penyalahgunaan zat masih sangat terbatas atau tidak ada. Tiga penelitian meta-analisis yang diterbitkan mengevaluasi efek total pencegahan berbasis sekolah menyimpulkan bahwa bukti yang mendukung program yang universal mempengaruhi pemakaian obat yang atau frekuensi pemakaian obat adalah ringan.

Sementara itu, beberapa program telah dievaluasi untuk menilai efek pada penggunaan zat terlarang dan sedikit menggambarkan efek setelah masa pengobatan. Hal itu menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam intervensi berbasis keterampilan yang melibatkan komponen interaktif, tapi hanya menunjukkan efek ringan pada prevalensi penggunaan obat. Suatu kajian terbaru Cochrane mengidentifikasi hanya 4 sampai 29 penelitian yang melibatkan uji acak terkontrol tentang pencegahan berbasis sekolah yang khusus dirancang dan ditujukan untuk menilai efek pemakaian obat terlarang yang nyata (banyak penelitian yang mengevaluasi kebiasaan. Empat studi yang mengevaluasi program-program berbasis keterampilan menunjukkan penurunan 20% (relative risk = 0.80) dalam pemakaian ganja dan penurunan sekitar 50% dalam angka penggunaan morfin selama periode 1 tahun, relatif terhadap kontrol kurikulum standar. Tetapi, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa program-program tersebut mempunyai efek pada pengukuran berkelanjutan penggunaan obat terlarang. Hal ini menunjukkan bahwa program-program tersebut tidak efektif dalam mencegah perubahan dari penggunaan coba-coba menjadi penggunaan yang regular, dan dengan demikian kemungkinan targetnya bukan para remaja yang paling beresiko. Selain itu, indeks number needed-to-treat (NNT) terhadap besar efek mengindikasikan bahwa hanya 1 kasus penggunaan ganja yang dapat dicegah dalam setiap pelajar sekelas yang terpapar intervensi (NNT=33). Mempertimbangkan intensitas program-program tersebut (15-30 sesi kelas), efek-efek tersebut ternyata hanya ringan. Pada akhirnya, tidak ada program yang terbukti efektif di luar AS, dengan kebijakan tentang obat terlarang dan konteks sosial yang unik mungkin mewakili generalisasi temuan-temuan yang problematis di negara-negara lain. Sebagai contoh, suatu kebijakan negara bagian yang berbeda tentang klasifikasi ilegal ganja mungkin menyebabkan pencegahan menjadi relative lebih sulit. Trend terbaru lebih menargetkan pendekatan pada pencegahan obat telah mengarah pada perkembangan suatu intervensi singkat, terseleksi, berbasis keterampilan, yang menargetkan faktor risiko kepribadian untuk penyalahgunaan obat. Faktor-faktor kepribadian seperti keputusasaan, sensitivitas cemas, impusivitas, dan pencarian sensasi telah terbukti sebagai faktor risiko prediktif atau terjadi bersama-sama dengan penyalahgunaan obat saat remaja dan dewasa. Sensitivitas cemas dan keputusasaan telah diketahui berhubungan dengan konsumsi alcohol sebagai respon untuk mengatasi kecemasan ata sebagai sarana untuk membendung perasaan depresif. Ciri kepribadian impulsif juga sangat berhubungan dengan perilaku antisosial pada masa kanak dan remaja, dan diketahui sebagai prediktor penyalahgunaan zat dan alkohol pada masa dewasa. Sebaliknya, pencarian sensasi atau kesenangan, berhubungan secara langsung dengan beratnya kebiasaan minum-minum alkohol dan pesta minum minuman keras untuk alasan meningkatkan sensasi tersebut.

Tiga penelitian acak menunjukkan bahwa menargetkan kepribadian dalam suatu intervensi singkat keterampilan coping adalah efektif dalam mengurangi penggunaan zat terlarang dan alkohol pada individu dengan ketergantungan zat dan menurunkan kuantitas (jumlah) zat yang diminum, frekuensi, dan masalah minum-minum pada peminum siswa SMA dan usia kuliah. Penelitian Prevanture Study adalah suatu penelitian acak terkontrol yang mengevaluasi program pencegahan dengan target kepribadian, berbasis sekolah, yang diberikan pada pelajar sekolah menengah yang berusia lebih muda (usia rerata 14 tahun) yang sebagian besar belum pernah memakai obat terlarang. Hasil pengamatan dalam 6 dan 12 bulan gelombang pertama penelitian ini dilaporkan oleh Conrad, dkk. Penelitian ini mengungkap efek nyata pada angka kebiasaan minum, kuantitas/jumlah, dan frekuensi serta perkembangan kebiasaan minum, dan juga pengurangan dalam gejala psikiatri pada tiap profil kepribadian yang paling peka. NNT adalah 2, yang artinya bahwa dari setiap 2 intervensi, ada 1 kasus penyalahgunaaan alkohol yang dapat dicegah. Penelitian ini melaporkan hasil dari Full Preventure Trial, yang melibatkan 2 gelombang rekrutmen, randomisasi, dan penilaian penyalahgunaan zat pada 6, 12, 18, dan 24 bulan setelah intervensi untuk menyediakan kekuatan statistik yang diperlukan untuk mendeteksi efek intervensi moderat pada kebiasaan penyalahgunaan obat yang mempunyai prevalensi lebih rendah dan onset yang lebih lambat, relative terhadap penggunaan alkohol. Penelitian saat ini, melibatkan sample Full Preventure Trial sejumlah 732 remaja risiko tinggi yang diacak untuk menerima 2 sesi intervensi kelompok dengan target kepribadian atau kurikulum standar pendidikan narkoba yang diberikan di sekolah, kemudian dinilai efek dari intervensi pada subyek yang bertahan tidak terlibat penyalahgunaan selama kurun waktu 2 tahun dan efek pengukuran frekuensi penggunaan obat. Hipotesis penelitian ini adalah bahwa intervensi akan secara signifikan memperpanjang waktu onset pemakaian obat, bahwa variabel kepribadian tertentu akan lebih kuat berhubungan dengan onset penggunaan obat (khususnya kepribadian impulsif), dan bahwa efek intervensi yang lebih kuat akan terlihat pada individu dengan ciri kepribadian tersebut berhubungan dengan progresivitas pemakaian obat yang lebih cepat. Metode: Peserta dan Prosedur: Dua puluh empat sekolah menengah negeri di London, Inggris Raya, direkrut untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, pelajar kelas 9 sampai 11 (umur 13-16 tahun; usia rata-rata 14 tahun) yang disurvei saat jam sekolah. Sekolah menengah pada 11 dari 33 London Borough dikirimkan informasi tentang penelitian ini. Borough dipilih berdasarkan kedekatan jarak dengan Institute of Psychiatry, Kings College, London, yang merupakan basis lokasi tim peneliti. Para pelajar tersebut disurvei dan diundang untuk berpartisipasi pada intervensi apabila skor SD 1 diatas rerata pada 1 dari 4 subskala the Substance Use Risk Profile Scale: Keputusasaan,

sensitifitas cemas, impulsifitas, dan pencarian sensasi. Pada kasus minoritas (<25%), para pelajar memiliki skor sekurang-kurangnya 1 SD diatas rerata sekolah pada lebih dari 1 subskala, dimana mereka ditugaskan untuk intervensi dengan target kepribadian karena menunjukkan lebih banyak deviasi menurut z skor. Partisipasi dalam survei dan intervensi fase studi adalah sukarela dan diperlukan izin orang tua dan persetujuan siswa. Prosedur pengacakan termasuk mengundang semua yang tertarik dan memenuhi syarat ( yang memenuhi kriteria kepribadian dan ada consent yang ditandatangani oleh orang tua) ke sebuah pertemuan informasi dimana mereka dibimbing untuk mengkaji isi dari formulir consent. Prinsip-prinsip partisipasi sukarela, kerahasiaan, dan tugas acak dijelaskan sejara jelas dan terbuka, selanjutnya para pemuda tersebut diminta untuk mengambil secarik kertas yang bertuliskan huruf x atau y dari dalam topi untuk menentukan tugas untuk kontrol atau kelompok intervensi secara transparan. Sebanyak total 732 pelajar risiko tinggi diacak menurut skema randomisasi 1:1 untuk intervensi (n=395) maupun untuk kondisi kontrol (n=337). Gambar 1 menunjukkan kelayakan peserta, pengacakan dan pengurangan saat follow-up. Gambar 1 juga menunjukkan bahwa dari 85% sampel yang berpartisipasi secara sukarela untuk intervensi, hanya setengahnya yang menyediakan consent dari orang tua. Tidak ada kriteria ekslusi selain melaporkan data yang tidak dapat dipercaya (berespon tidak konsisten selama survey atau positif palsu terhadap obat ) saat pengukuran awal dan tidak ada consent orang tua. Empat puluh satu remaja menunjukkan data yang tidak reliabel dalam 1 dari penilaian follow-up, dan selanjutnya dieksklusi dari analisis saat itu saja atau data mereka diperhitungkan untuk analisis intent-to-treat. Tabel 1 menunjukkan informasi pada skor kepribadian dan angka penggunaan obat pada keseluruhan sampel yang diskrining, sebagian kecil dari peserta yang dinilai, memenuhi syarat untuk mengikuti penelitian berdasarkan kriteria kepribadian , dan yang lebih sedikit jumlah dari peserta yang mengajukan diri dan menyediakan consent orang tua. Independent sample t tests dan x2 analyses menunjukkan bahwa secara relatif dibandingkan dengan orang yang mempunyai risiko rendah, para remaja yang dipilih berdasarkan kriteria kepribadian melaporkan angka yang secara signifikan lebih tinggi dalam penggunaan obat saat baseline, yang menegaskan kriteria pemilihan kepribadian. Walaupun ada perbedaan-perbedaan kecil antara remaja yang memenuhi syarat yang direkrut maupun tidak, tapi tidak ada bukti bias sistematis untuk merekrut remaja dengan profil risiko rendah. PENILAIAN FOLLOW-UP Penilaian follow-up dilakukan di sekolah pada saat 6, 12, 18, dan 24 bulan setelah intervensi oleh asisten peneliti yang blind terhadap kondisi perlakuan. Jika peserta tidak bisa dihubungi di sekolah, sebuah kuisioner berupa buku kecil dikirim ke alamat rumah mereka dan selanjutnya peserta mengirimkan kembali kuisioner tersebut yang telah diisi. Angka follow-up untuk waktu penilaian follow-up 6, 12, 18, dan 24 bulan secara berturut-turut adalah 83%, 73%, 62%, dan 53%. Sebanyak total 638 peserta (87%) dinilai sekurang-kurangnya sekali selama 2 tahun

periode follow-up, 510 (80%) dinilai sekurang-kurangnya 2 kali, dan 395 (62%) dinilai sekurang-kurangnya 3 kali setelah intervensi. Survival data (penggunaan obat) tersedia untuk 81% sampel yang bukan pemakai obat karena pemakaian obat paling sering dimulai sebelum remaja-remaja tersebut menjadi tidak dapat difollow-up PENGUKURAN Pengukuran-pengukuran dibawah ini seluruhnya disertakan dalam penilaian baseline dan followup. Karakteristik demografi Memakai kuisioner yang serupa dengan yang dipakai Stewart dan Devine dan Conrod, dkk, para remaja diminta untuk mengisi informasi jenis kelamin, usia, kelas, dan etnis menggunakan suatu prosedur jawaban dengan pilihan yang tersedia. Risiko kepribadian The Substance Use Risk Profile Scale merupakan kuisioner dengan 23 item pertanyaan yang menilai tingkat-tingkat faktor risiko kepribadian untuk ketergantungan dan penyalahgunaan zat, meliputi keputusasaan, sensitivitas cemas, impulsifitas, dan tujuan mencari sensasi. Skala ini telah terbukti sensitif terhadap perbedaan-perbedaan individual berbasis kepribadian sebagai reaksi terhadap tantangan alkohol akut dan stress dan telah terbukti mempunyai kemampuan yang, prediktif, dan validitas yang kuat ( relatif terhadap alat ukur yang lain) berkenaan dengan membedakan individu yang rawan terhadap pola penguatan kembali penggunaan obat yang spesifik. Dalam sampel ini, masing-masing subskala tampaknya mempunyai reliabilitas internal yang baik untuk skala-skala pendek dengan rentang Cronbach coefficient antara .67 hingga . 77 ( =.77 untuk keputusasaan (7 item); =.67 untuk sensitivitas cemas (5 item); =.67 untuk impulsifitas (5 item); dan =.69 untuk tujuan pencarian sensasi (6 item)). Pemakaian obat Pemakaian obat diukur dengan the Reckless Behaviour Questionnaire, suatu pengukuran 10 item yang meminta peserta untuk melaporkan berapa sering mereka berhadapan dengan perilaku berisiko dalam 6 bulan terakhir ini. Tiga item Reckless Behaviour Questionnaire digunakan untuk menilai pemakaian obat terlarang (Berapa sering dalam 6 bulan terakhir ini Anda memakai ganja?(pilihan jawaban dari tidak pernah, sampai >10 kali), Kokain? ?(pilihan jawaban dari tidak pernah, sampai >10 kali) dan obat-obatan lain selain ganja dan kokain ?(pilihan jawaban dari tidak pernah, sampai >10 kali). Tiga item yang berhubungan dengan obat tersebut selanjutnya dikombinasi untuk membuat skor frekuensi pemakaian obat, dikelompokkan menjai variabel ya dan tidak, kemudian ditambahkan untuk membuat variabel jumlah obat yang dipakaiSuatu strategi penilaian dengan validitas yang terlihat, khususnya untuk mengukur

aspek perilaku penggunaan obat yang spesifik terhadap kepribadian. Pada akhirnya, peneliti memasukkan suatu tambahan item obat palsu pada the Reckless Behaviour Questionairre untuk mendeteksi pelaporan yang tidak bisa dipercaya. Semua peserta yang merespon positif terhadap item tambahan ini dianggap sebagai pelaporan palsu dan diekslusi dari analisis (n=41). Peserta merespon positif semua item yang berhubungan dengan obat selama periode 6 bulan sebelum tanggal penilaian. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa pelaporan yang dilakukan sendiri oleh remaja tentang gejala-gejala berhubungan dengan zat memiliki validitas diskriminan dan validitas prediksi yang sangat baik. Hal ini, bersama dengan kerahasiaan yang terjamin bagi peserta dan inklusi pengujian reliabilitas (item obat palsu) akan memberikan reliabilitas pada data-data tersebut. INTERVENSI Intervensi singkat, yang melibatkan dua sesi kelompok 90 menit, dipandu dan dilakukan pada sekolah-sekolah peserta penelitian. Petunjuk (manual) itu memasukkan komponen psikoedukasi, motivasi dan komponen cognitive behavioral therapy dan termasuk skenario pengalaman kehidupan nyata yang diceritakan oleh pemuda Inggris dengan kepribadian risiko tinggi dalam focus group yang diorganisir secara spesifik. Intervensi difasilitasi oleh the charthered counseling psychologist (MSc di bidang konseling psikologi) atau para guru khusus yang berpengalaman (Diploma dalam bidang pendidikan dengan spesialisasi) dan ko-fasilitator (asisten peneliti setingkat master). Intervensi tidak dimaksudkan untuk mengubah kepribadian, tetapi dirancang untuk mengubah bagaimana individu dengan faktor risiko kepribadian khusus tersebut mengatasi (cope) kerentanan mereka. Bagian pertama dari manual ini meliputi suatu tuntunan bagi peserta melalui latihan yang bertujuan tertentu (goal) untuk meningkatkan motivasi terhadap perubahan perilaku. Strategi psikoedukasi kemudian digunakan untuk mengajarkan peserta tentang variabel target kepribadian (keputusasaan, sensitifitas cemas, impulsifitas, dan tujuan mencari sensasi) dan permasalahan yang berhubungan, perilaku coping yang spesifik menurut kepribadian seperti penghindaran, dependen terhadap orang lain, agresi, perilaku berisiko, dan penyalahgunaan zat. Para remaja tersebut selanjutnya diperkenalkan pada suatu model CBT dan dibimbing untuk memecahkan suatu pengalaman pribadi sesuai komponen CBT dari respon emosional. Semua latihan tersebut membahas isi pikir, emosi, dan perilaku dengan cara yang spesifik menurut kepribadian. Bagian terakhir dari manual itu mendorong peserta untuk mampu mengidentifikasi dan menghadapi distorsi kognitif spesifik menurut kepribadian yang menyebabkan perilaku bermasalah. Unutk informasi integritas terhatap terapi, merujuk pada Conrad, dkk. Sebagian besar remaja mengikuti kondisi intervensi (91%) dan menyelesaikan seluruh sesi intervensi. ANALISIS DATA Jumlah sampel dihitung untuk mendeteksi suatu efek yang cukup (Sedang) dalam outcome pemakaian obat, dengan asumsi bahwa prevalensi pemakaian obat adalah 20-30% remaja risiko tinggi saat follow-up 24 bulan. Untuk pengukuran berkelanjutan terhadap outcome primer,

digunakan analisis ko-varians yang mengkontrol variabel demografis, untuk menilai efek intervensi pada semua sampel ITT, yang mengikutsertakan pemakai dan non-pemakai pada baseline (n=732). Interaksi antara intervensi dan kelompok kepribadian dan dengan intervensi dan status pemakai obat saat baseline juga diteliti. Besar efek dihidung dalam log-transformed data untuk perbedaan kelompok spesisik berdasarkan waktu, dan perubahan dalam kelompok dari baseline sampai setiap penilaian follow up memakai rumus the Cohen d dan simpang baku skor baseline sebagai unit terstandardisasi. Analisis ITT memasukkan semua peserta yang awalnya diacak untuk kondisi kontrol dan intervensi, dimana informasi yang hilang untuk variabel kontinyu diperhitungkan dengan metode kemungkinan estimasi informasi penuh yang maksimal. (SPSS v.15). Hal ini dipandang sesuai karena karena angka pengurangan sampel adalah sebanding pada kedua kondisi perlakuan (kontrol dan intervensi), hasil utama pemakaian zat, dan karakteristik demografi kecuali pada jenis kelamin. Skor frekuensi obat dan jumlah obat yang digunakan diubah kedalam bentuk log untuk memperbaiki untuk keadaan yang positif tidak simetris. Untuk mengevaluasi efek pencegahan dari intervensi pada onset pemakaian obat, analisis kesintasan dilakukan pada semua sampel ITT non-pemakai saat baseline (n = 560), dimana kasus yang hilang kemudian disensor pada saat akhir follow up kasus yang tidak hilang, berdasarkan pada asumsi bahwa kasus tersebut hilang secara acak. Model logistik dengan waktu sebagai variabel tersamar dan umur, jenis kelamin, etnis, dan onset konsumsi zat sebagai kovariat dipakai untuk memperkirakan odds proporsional dan koefisien faktor risiko untuk onset pemakaian obat sesuai rekomendasi dari Abbott. Pada langkah kedua, efek utama kepribadian selanjutnya diteliti. Kemudian, dilakukan analisis regresi logistik secara individual untuk mengevaluasi efek intervensi pada kemungkinan kejadian pemakaian obat sampai pada setiap titik waktu menggunakan data dari subsampel non-pemakai saat baseline yang di follow up sampai onset pemakaian obat atau sampai mereka tidak lagi bisa di follow up. (81%). Odds ratio (ORs) berdasarkan regresi logistik pada model fungsi kesintasan dan NNTs berdasarkan persentase kasar digunakan sebagai indeks besar efek untuk data katagorikal, dengan NNT mewakili jumlah peserta yang diperlukan untuk mendapat perlakuan untuk mencegah 1 hasil tambahan yang negatif. HASIL Informasi demografi peserta saat baseline dengan kondisi perlakuan disajikan dalam tabel 2. Tidak ada perbedaan bermakna yang terungkap antara kelompok kontrol dan intervensi. The X2 analyses dan Analyses of Variance menunjukkan bahwa pengurangan yang terjadi dalam penelitian ini tidak berbeda dalam hal kondisi perlakuan, pemakaian obat, atau karakteristik demografi, kecuali bahwa jenis kelamin perempuan lebih banyak berpartisipasi dalam wawancara follow up dibanding laki-laki (X24=48.41; P<.001) --%5 perempuan dan 11% lakilaki sama sekali tidak mengikuti follow up dalam periode 2 tahun itu.

PENGUKURAN BERKALA PEMAKAIAN OBAT Saat baseline, dikakukan ITT analyses berulang pada komposit frekuensi pemakaian dan jumlah obat yang digunakan Analisis penting yang utama adalah interaksi intervensi X waktu, yang signifikan untuk penilaian pemakaian obat pada kedua kelompok. Tabel 3 menunjukkan F scores dan rerata perkiraan logtransformed untuk frekuensi pemakaian obat dalam waktu 6 bulan terakhir. Analisis simple time effects pada kelompok intervensi dan kontrol mengindikasikan bahwa kelompok intervensi menunjukan penurunan yang signifikan dalam skor frekuensi pemakaian obat dari baseline sampai 6 bulan pengamatan (P<.001; d=0.50) dan 24 bulan pengamatan (P=.02;d=0.60). Sebaliknya, kelompok kontrol tidak menunjukkan perubahan dalam frekuensi pemakaian obat dan peningkatan signifikan dalam jumlah obat yang dicoba dari baseline hingga 12 bulan (P=.03; d=0.60), 18 bulan (P=.02; d=0.61), dan 24 bulan (P=.049;d=0.60). Tabel 3 juga menunjukkan tingkat signifikan perbandingan kelompok yang sederhana dan perhitungan besar efek untuk setiap perbedaan kelompok yang signifikan yang membandingkan kelompok kontrol dan intervensi pada setiap waktu. Dalam setiap follow-up ditunjukkan ada sedikit efek intervensi terhadap pengukuran pemakaian obat. Efek dari tiga hingga empat cara intervensi tidak signifikan, menunjukkan bahwa intervensi tidak efektif secara berbeda untuk tipe-tipe kepribadian atau untuk mereka yang telah mulai memakai obat-obatan saat baseline. ANALISIS KESINTASAN Pemakaian Ganja Penelitian ini memakai regresi logistik ITT untuk memperkirakan efek intervensi pada probabilitas kejadian pemakaian ganja hingga periode follow-up 24 bulan. Hasil menunjukkan bahwa diluar dan diatas efek variabel demografis dan status pemakaian obat saat baseline (=0.9; robust SE=0.2;P=.001; OR=2.5; 95% confidence interval[CI], 1.7-3.7), intervensi dihubungkan dengan kecenderungan yang tidak signifikan pada penurunan odds pada pemakaian ganja (=0.3; robust SE=0.2; P=.09; OR=0.7; 95% CI, 0.5-1.0). Langkah kedua menunjukkan efek utama kepribadian impulsif pada pemakaian ganja (=0.3; robust SE=0.1; P=.002; OR=1.3; 95% CI, 1.1-1.6). Kemudian analisis regresi logistik pada onset pemakaian ganja dalam setiap periode follow-up dilakukan untuk meneliti efek spesifik-waktu terhadap intervensi. Analisis meliputi kovariat yang sama seperti yang di awal, mengindikasikan kecenderungan nonsignifikan pada efek intervensi pemakaian ganja pada 18 bulan (= 0.3; SE= 0.2; P = .12) dan 24 bulan (=0.3; SE=0.2; P=.12) (Tabel 4). Penghitungan NNT pada angka pemakaian ganja saat followup akhir 24 bulan mengindikasikan bahwa untuk setiap 18 remaja yang ikut penelitian, dapat dicegah 1 kasus pemakaian ganja. Pemakaian Kokain Efek intervensi dari probabilitas kejadian pemakaian kokain selama 24 bulan diinvestigasi dengan analisis kesintasan memakai model regresi logistik pada sampel penuh ITT. Hasilnya

mengindikasikan suatu efek signifikan dari usia (=0.5; robust SE=0.2; P=.03;OR=1.6; 95% CI, 1.0-2.6), jenis kelamin laki-laki (=1.0; robust SE=0.4; P=.005; OR=2.8; 95% CI, 1.3-5.7), dan intervensi (=1.4; robust SE=0.4; P<.001; OR=0.2;95% CI, 0.1-0.5) pada probabilitas kejadian pemakaian kokain selama periode tersebut. Skor impulsivitas ditunjukkan berhubungan secara signifikan dengan onset yang lebih singkat pada pemakaian kokain pada langkah kedua analisis (=0.4; robust SE=0.2; P=.02; OR=1.5; 95% CI, 1.1-2.1). Analisis regresi logistik spesifik-waktu (Tabel 4) mengindikasikan efek intervensi yang signifikan pada pemakaian kokain selama 6 bulan (=1.6; SE=0.7; P=.001), 12 bulan (b = 1.6; SE = 0.5; P = .001), 18 bulan (=1.6; SE=0.5; P=.001), dan 24 bulan (=1.4; SE=0.4; P<.001). NNT mengindikasikan bahwa dalam setiap 10 intervensi, 1 kasus pemakaian kokain dapat dicegah dalam periode 24 bulan. Pemakaian obat lain Analisis kesintasan menggunakan model regresi logistik mengindikasikan bahwa probabilitas suatu kejadian pemakaian obat lain berhubungan secara signifikan dengan status peminum (=0.7; robust SE=0.4; P=.047; OR=2.0; 95% CI, 1.0-4.1) dan intervensi (b =0.7; robust SE=0.3; P=.03; OR=0.5; 95% CI, 0.3-0.9). Langkah kedua pada analisis ini menunjukkan bahwa skor impulsivitas berhubungan dengan keluaran hasil (=0.3; robust SE=0.2; P=.05; OR=1.4; 95% CI, 1.0-1.9). Analisis regresi logistic mengungkap efek yang signifikan dari intervensi terhadap pemakaian obat lain dalam 12 bulan (=0.6; SE=0.4; P=.06), 18 bulan (=0.6; SE=0.3; P=.03), dan 24 bulan (=0.6; SE=0.3;P=.03). NNT untuk pemakaian obat lain sepanjang periode waktu 24 bulan adalah 16. KOMENTAR Penelitian ini merupakan penelitian pertama dan satu-satunya yang menunjukkan bahwa intervensi singkat dengan target berbasis sekolah dapat memperpanjang kemampuan bertahan sebagai non-pemakai dalam periode 2 tahun. Keberhasilan studi ini kemungkinan disebabkan oleh cara seleksinya dimana yang menjadi target penelitian hanya remaja dengan risiko tinggi dengan faktor risiko kepribadian untuk onset dini pemakaian obat. Pendekatan selektif ini memungkinkan kita untuk memberikan suatu intervensi yang singkat, relevan secara personal, dan berfokus pada faktor risiko yang secara langsung berhubungan dengan risiko individual untuk pemakaian obat. Dengan demikian, intervensi dengan target kepribadian terbukti efektif dalam mencegah peningkatan frekuensi pemakaian obat dan mencegah keinginan mencoba dengan zat-zat baru selama 24 bulan periode pengamatan, relative terhadap kondisi control tanpa intervensi. OR mewakili efek dari intervensi kemungkinan kejadian penggunaan obat selama 2 tahun follow up sangat mirip dengan keluaran hasil 1-tahun dari program pencegahan penyalahgunaan obat berbasis sekolah yang paling baik, lebih intensif, universal. Namun, indeks NNT menunjukkan bahwa pendekatan ini mungkin lebih efisien dalam menghasilkan efek dalam hal bahwa intervensi yang lebih singkat dan sedikit dapat diberikan pada sub-sampel remaja berisiko tinggi,

membutuhkan bahwa hanya setengah sampai sepertiga jumlah siswa untuk ditargetkan dalam mencegah kasus pemakaian obat (NNT = 10-18). Sementara pendekatan lain yang menjanjikan dalam pencegahan pemakaian obat yang ditargetkan adalah wawancara dan pemberian motivasi singkat dengan remaja pemakai obat-obatan. Ada beberapa bukti bahwa pendekatan ini mungkin lebih efektif untuk pemakai yang lebih berat dan sepertinya terbatas dalam kemampuannya untuk menghasilkan pencegahan utama terhadap onset atau peningkatan frekuensi pemakaian seperti yang ditunjukkan disini untuk pendekatan pertarget kepribadian. Keuntungan penting dari pendekatan bertarget kepribadian adalah bahwa remaja berisiko tinggi dapat dipilih dan ditargetkan sebelum mereka mulai memakai zat dan mereka dapat dibantu dalam mencegah onset dan peningkatan menjadi kebiasaan memakai zat dan penggunaan bermasalah dengan mengelola profil awal risiko perilaku. Kenyataan bahwa beberapa efek intervensi dilaporkan dalam penelitian ini ditunda sampai keluaran hasil 18 dan 24 bulan (yaitu, ganja dan penggunaan narkoba lainnya) memberikan dukungan terhadap interpretasi ini. KEKUATAN BUKTI Penelitian terbaru ini merepresentasikan penelitian acak terkontrol keempat dimana intervensi bertarget kepribadian terbukti lebih efektif dibandingkan dengan kondisi kontrol tanpa intervensi atau kontrol plasebo dalam mencegah atau mengurangi perilaku yang berhubungan dengan zat. Temuan-temuan ini telah dilaporkan oleh 2 kelompok peneliti independen dan melibatkan jumlah sampel yang besar dari remaja yang tersusun dari bermacam-macam variable demografi pada negara-negara yang berbeda; jika digabung, mereka mengindikasikan suatu keuntungan substansial yang nyata dari pendekatan pada perilaku atau kebiasaan minum remaja. Sepanjang pengetahuan peneliti, hasil ini juga untuk pertama kalinya menyediakan suatu bukti yang menjanjikan dalam kegunaan positif pendekatan intervensi ini untuk mencegah onset dan peningkatan pemakaian obat terlarang. Efek kecil dari intervensi dalam mencegah pemakaian ganja mungkin berhubungan dengan fakta bahwa remaja cenderung meremehkan risiko pemakaian ganja disbanding dengan pemakaian zat lain, dan juga, mungkin mengimplikasikan bahwa pendidikan tentang komponen narkoba seharusnya ditambahkkan dalam pendekatan intervensi bertarget ini untuk tambahan mengatasi sikap perilaku bermasalah dengan obat ini yang dianggap sebagai perilaku yang relative normal. Namun, semua remaja dalam penelitian ini mendapat pendidikan narkoba secara substansial melalui standar kurikulum di Inggris dan Boroughwide Drug Education Services, yang menunjukkan bahwa upaya di masa depan untuk menggabungkan pendidikan narkoba dengan intervensi bertarget faktor-faktor risiko individu harus mempertimbangkan suatu pendekatan yang lebih terintegrasi di mana pendidikan narkoba juga disampaikan dengan cara yang bertarget kepribadian.

KELEMAHAN PENELITIAN Penelitian ini tidak mengikutsertakan kondisi kontrol plasebo, yang kemungkinan dapat menguatkan kualitas metodologis penelitian ini dimana intervensi dievaluasi hanya relative terhadap kelompok kontrol dengan perlakuan seperti biasa dimana semua remaja mendapatkan beberapa bentuk pendidikan narkoba dan informasi keterampilan coping yang umum melalui kurikulum standar sekolah. Dua penelitian kontrol-plasebo sebelumnya yang melibatkan peserta dewasa menunjukkan bahwa intervensi bertarget kepribadian menghasilkan suatu penurunan yang lebih besar secara signifikan dalam pemakaian alcohol dan obat terlarang, relative terhadap 2 kondisi plasebo psikoterapi aktif dan relative terhadap 2 kelompok sesi tanpa terapi. Selain itu, ,disbanding dengan prevalensi mereka, sangat sedikit program-program intervensi alternatif yang terbukti efektif dalam mencegah perilaku berhubungan dengan zat pada remaja. Hal ini menunjukkan bahwa ada sedikit bukti untuk efek plasebo pada perilaku remaja yang berhubungan dengan zat yang pada remaja yang mengikuti kelompok sesi generik. Fitur lain yang bermasalah dari penelitian ini adalah tingginya tingkat pengurangan yang terjadi dalam 2 tahap: (1) ketika orang tua diminta untuk secara aktif menyetujui partisipasi anak mereka dalam penelitian, dan (2) ketika sampel di follow-up 2 tahun setelah intervensi. Namun, data yang disajikan pada Tabel 1 pada bagaimana sampel ITT berbeda dari semua yang memenuhi syarat untuk menjadi peserta menunjukkan bahwa tidak ada bias sistematik yang muncul dalam sampel yang direkrut, relatif terhadap sampel yang memenuhi syarat. Selanjutnya, hasil percobaan dievaluasi menggunakan sampel ITT dan non-ITT melibatkan setidaknya 3 cara yang berbeda untuk mengelola kehilangan informasi, termasuk analisis kesintasan, yang mengoptimalkan penggunaan semua data yang tersedia (81% dalam penelitian ini). Hasilnya konsisten terlepas dari metode digunakan untuk mengevaluasi pengaruh intervensi atau mengelola data yang hilang, menunjukkan bahwa pengurangan sampel pada penelitian ini tidak memiliki efek signifikan terhadap hasil penelitian. IMPLIKASI KLINIS DAN HARAPAN UNTUK MASA DEPAN Langkah berikutnya dalam memperkuat keabsahan lebih lanjut dari pendekatan intervensi ini ini adalah diperlukan suatu eksplorasi kegunaan dan efektivitas penatalaksanan. Sebagian besar dari remaja (85%) yang diidentifikasi memenuhi syarat untuk dimasukkan dalam penelitian ini secara sukarela berpartisipasi dalam sesi intervensi, menunjukkan bahwa program tersebut dapat dengan mudah diadopsi oleh sekolah jika tersedia sumber daya manusia dan pelatihan yang tepat. Satu penelitian yang saat ini sedang berjalan, yang berjudul Adventure, akan meneliti efikasi dari intervensi bertarget kepribadian jika diberikan oleh staf pendidikan dan konselor sekolah dan melibatkan opt-out prosedur consent untuk orang tua, penelitian ini akan mulai mengeksplorasi strategi yang lebih berkelanjutan menerapkan program berbasis sekolah tersebut. Selain itu,

penelitian tentang mekanisme bagaimana manfaat ini bias terjadi perbaikan lebih lanjut dari prosedur ini.

akan memungkinkan

Selanjutnya, mungkin akan bermanfaat untuk menyelidiki apakah seleksi cutoffs yang berbeda dalam menetapkan risiko kepribadian akan memberi hasil yang lebih sensitif dalam mengidentifikasi pemakai zat saat ini dan di masa depan, dan mereka yang paling mungkin untuk erespon intervensi yang diberikan. Akhirnya, Castellanos dan Conrodsebelumnya menunjukkan bahwa intervensi bertarget kepribadian adalah efektif dalam mengurangi gejala psikiatri pada masing-masing kelompok risiko kepribadian yang paling rentan. Menjadi penting untuk memeliti kelanjutan Diperlukan suatu penelitian lebih lanjut terhadap sejauh mana interevensi yang mentargetkan anak-anak yang lebih muda dengan faktor risiko kepribadian ini juga berefek pada pencegahan masalah kesehatan mental lainnya.

You might also like