You are on page 1of 37

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Bagi kebanyakan wanita, proses kehamilan dan persalinan adalah proses yang dilalui dengan kegembiraan dan suka cita. Tetapi 5-10% dari kehamilan termasuk kehamilan dengan resiko tinggi.Wanita dengan kehamilan resiko tinggi harus mempersiapkan diri dengan lebih memperhatikan perawatan kesehatannya dalam menghadapi kehamilan dengan resiko tinggi ini. Kematian ibu adalah kematian yang berhubungan dengan kehamilan, merupakan kejadian yang jarang bila dibandingkan dengan kematian bayi.Angka yang rendah ini disebabkan oleh sifat kematian ibu yang tersembunyi.Sekitar 99% kematian ibu didunia berasal dari negara berkembang, sering terjadi dirumah dan tidak pernah tercatat dalam sistem pelayanan kesehatan.WHO memperkirakan setiap tahunnya 500.000 ibu meninggal sebagai akibat langsung dari kehamilan.Sebagian kematian itu sebenarnya dapat dicegah.Lima penyebab kematian ibu saat ini adalah perdarahan, sepsis, hipertensi dalam kehamilan, partus lama, dan abortus terinfeksi. Dengan perawatan yang baik, 90-95% ibu hamil yang termasuk kehamilan dengan resiko tinggi dapat melahirkan dengan selamat dan mendapatkan bayi yang sehat.Kehamilan risiko tinggi dapat dicegah dan diatasi dengan baik bila gejalanya ditemukan sedini mungkin sehingga dapat dilakukan

tindakan untuk memperbaikinya, dan kenyataannya, banyak dari faktor resiko ini sudah dapat diketahui sejak sebelum konsepsi terjadi. Jadi semakin dini masalah dideteksi, semakin baik untuk memberikan penanganan kesehatan bagi ibu hamil maupun bayi.Juga harus diperhatikan bahwa pada beberapa kehamilan dapat mulai dengan normal, tetapi mendapatkan masalah kemudian.Oleh karenanya sangat penting bagi setiap ibu hamil untuk melakukan ANC atau pemeriksaan kehamilan secara teratur, yang bermanfaat untuk memonitor kesehatan ibu hamil dan bayinya, sehingga bila terdapat permasalahan dapat diketahui secepatnya dan diatasi sedini mungkin. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia tahun 2007 berkisar 228/100.000 kelahiran hidup (KH). Angka ini masih jauh diatas target AKI untuk MDGs (Millenium Development Goals) sebesar 125/100.000 KH pada tahun 2015.1 Penyebab tingginya AKI dan AKB salah satunya adalah adanya 3 keterlambatan yaitu keterlambatan pengambilan keputusan, terlambat merujuk dan terlambat mendapatkan pertolongan.Untuk mengatasi hal ini maka pemerintah bekerjasama dengan WHO meluncurkan strategi Safe Motherhood dengan fokus Making Pregnancy Safer (MPS) sejak tahun 1999. Salah satu kegiatan dalam MPS adalah peningkatan deteksi dan penanganan ibu hamil resiko tinggi.4,5,6 Deteksi dini resiko tinggi pada ibu hamil dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bersama dengan masyarakat melalui program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). Program ini dicanangkan oleh Menteri Kesehatan pada tahun 2007 yang merupakan salah satu komponen pelaksanaan desa/kelurahan siaga yang tertera

dalam rencana strategis Kementrian Kesehatan tahun 2010 dalam Kepmenkes no HK.03.01/160/I/2010.7,8 Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) adalah suatu program yang dicanangkan dalam upaya mempercepat penurunan angka kematian ibu dengan cara memantau, mencatat serta menandai setiap ibu hamil. Program ini dilaksanakan oleh tenaga kesehatan dibantu kader dan tokoh masyarakat.dengan menempelkan stiker berisi nama, tanggal taksiran persalinan, penolong persalinan, tempat persalinan, pendamping persalinan, transportasi dan calon pendonor darah pada rumah yang di dalamnya terdapat ibu hamil. Dengan begitu diharapkan setiap ibu hamil sampai dengan bersalin dan nifas dapat dipantau oleh masyarakat sekitar dan tenaga kesehatan untuk mendapatkan pelayanan yang sesuai standar sehingga proses persalinan sampai dengan nifas termasuk rujukannya dapat berjalan dengan aman dan selamat, tidak terjadi kesakitan dan kematian ibu serta bayi yang dilahirkan selamat dan sehat. 7,9 Komponen penyelenggaraan P4K yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan (bidan) beserta masyarakat terdiri dari 3 unsur kegiatan yaitu peningkatan pengetahuan masyarakat tentang KIA, kegiatan pelayanan SIAGA (siap, antar, jaga) dari dan untuk masyarakat serta kegiatan pendukung dari pemerintah dan tokoh masyarakat. Fokus kegiatan P4K oleh masyarakat terdiri dari notifikasi (penandaan), penggalangan donor darah, mempersiapkan tabungan ibu bersalin (tabulin) dan dana sosial bersalin (Dasolin), serta persiapan ambulan desa (transportasi). 10,11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kehamilan Menurut Sarwono (2009), Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi 3 bulan, triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan, triwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan. Kehamilan merupakan suatu perubahan dalam rangka melanjutkan keturunan yang terjadi secara alami, menghasilkan janin yang tumbuh didalam rahim ibu. Menurut Prof. dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOG, untuk tiap kehamilan harus ada spermatozoon, ovum, pembuahan ovum (konsepsi) dan nidasi hasil konsepsi. Umumnya nidasi terjadi di dinding depan da belakang uterus, dekat fundus uteri. Jika nidasi ini terjadi, barulah dapat disebut terjadi adanya kehamilan.Masa kehamilan dimulai dan konsepsi sampai lahirnya

janin.Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terahir (Sarwono Prawirohardjo, 2007). Kehamilan dimulai dari ovulasi sampai partus lamanya kira-kira 280 hari (40minggu), dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu).Kehamilan 40 minggu ini disebut kehamilan matur (cukup bulan). Bila kehamilan lebih dari 43 minggu disebut kehamilan post matur. Kehamilan antara 28 dan 36 minggu

disebut kehamilan premature. Kehamilan post matur akan mempengaruhi viabilitas (kelangsungan hidup) bayi yang dilahirkan, karena bayi yang terlalu muda mempunyai prognosis buruk. Ditinjau dari tuanya kehamilan, kehamilan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu trimester pertama (antara 0-12 minggu), kehamilan trimester dua (antara 12-28 minggu), dan kehamilan trimester tiga (antara 28-40 minggu). Bila hasil konsepsi dikeluarkan dari kavum uteri pada kehamilan dibawah 20 minggu, disebut abortus (keguguran).Bila hal ini terjadi di bawah 36 minggu disebut partus prematurus (persalinan premature).Kelahiran dari 38-40 minggu disebut partus aterm. (Hanifa Wiknjosastro, 2007 : 125)

B. Definisi Kehamilan Resiko Tinggi Kehamilan risiko tinggi (KRT) adalah keadaan yang dapat mempengaruhi keadaan optimalisasi ibu maupun janin pada kehamilan yang dihadapi (Manuaba, 1998). Menurut Rustam (1998) kehamilan risiko tinggi adalah beberapa situasi dan kondisi serta keadaan umum seorang selama masa kehamilan, persalinan, nifas akan memberikan ancaman pada kesehatan jiwa ibu maupun janin yang dikandungnya. Sedangan menurut Depkes RI (1999) yang dimaksud faktor risiko tinggi adalah keadaan pada ibu, baik berupa faktor biologis maupun nonbiologis, yang biasanya sudah dimiliki ibu sejak sebelum hamil dan dalam kehamilan mungkin memudahkan timbulnya gangguan lain.

C. Faktor Resiko Secara garis besar, kelangsungan suatu kehamilan sangat bergantung pada keadaan dan kesehatan ibu, plasenta dan keadaan janin. Jika ibu sehat dan didalam darahnya terdapat zat-zat makanan dan bahan-bahan organis dalam jumlah yang cukup, maka pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam kandungan akan berjalan baik. Dalam kehamilan, plasenta akan befungsi sebagai alat respiratorik, metabolik, nutrisi, endokrin, penyimpanan, transportasi dan pengeluaran dari tubuh ibu ke tubuh janin atau sebaliknya. Jika salah satu atau beberapa fungsi di atas terganggu, maka pertumbuhan janin akan terganggu. Demikian juga bila ditemukan kelainan pertumbuhan janin baik berupa kelainan bawaan ataupun kelainan karena pengaruh lingkungan, maka pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan dapat mengalami gangguan. Sebelum hamil, seorang wanita bisa memiliki suatu keadaan yang menyebabkan meningkatnya resiko selama kehamilan. Selain itu, jika seorang wanita mengalami masalah pada kehamilan yang lalu, maka resikonya untuk mengalami hal yang sama pada kehamilan yang akan datang adalah lebih besar. Untuk menentukan suatu kehamilan resiko tinggi, dilakukan penilaian terhadap wanita hamil untuk menentukan apakah dia memiliki keadaan yang menyebabkan dia ataupun janinnya lebih rentan terhadap penyakit atau kematian. Faktor itu bisa digolongkan menjadi dua faktor, yaitu faktor medis dan faktor non medis. Faktor medis meliputi, usia, paritas, graviditas, jarak

kehamilan, riwayat kehamilan dan persalinan, dan faktor non medis adalah pengawasan antenatal (Manuaba, 1998) Menurut Rustam (1998) faktor non-medis dan faktor medis yang dapat mempengaruhi kehamilan adalah : 1. Faktor non medis antara lain : Status gizi buruk, sosial ekonomi yang rendah, kemiskinan, ketidaktahuan, adat, tradisi, kepercayaan, kebersihan lingkungan, kesadaran untuk memeriksakan kehamilan secara teratur, fasilitator dan sarana kesehatan yang serba kekurangan merupakan faktor non medis yang banyak terjadi terutama dinegara-negara berkembang yang berdasarkan penelitian ternyata sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas. 2. Faktor medis antara lain : Penyakit - penyakit ibu dan janin, kelainan obstetrik, gangguan plasenta, gangguan tali pusat, komplikasi persalinan.

D. Cara Menentukan Kehamilan Risiko Tinggi Cara menentukan pengelompokkan kehamilan resiko tinggi, yaitu dengan menggunakan cara kriteria. Kriteria ini diperoleh dari anamnesa tentang umur, paritas, riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu, dan pemeriksaan lengkap kehamilan sekarang serta pemeriksaan laboratorium penunjang bila diperlukan.

Kriteria kehamilan beresiko yaitu primi muda, primi tua, primi tua sekunder, tinggi badan kurang dari 145 cm, grandemulti, riwayat persalinan buruk, bekas seksio sesarea, pre-eklampsi, hamil serotinus, perdarahan antepartum, kelainan letak, kelainan medis. (Rochjati, 2005) Puji Rochjati (2005) mengemukakan batasan faktor risiko pada ibu hamil ada 3 kelompok yaitu : a. Kelompok Faktor risiko I (ada potensi gawat obstetri), seperti primipara muda terlalu muda umur kurang dari 20 tahun, primi tua, terlalu tua, hamil pertama umur 35 tahun atau lebih, primi tua sekunder, terlalu lama punya anak lagi, terkecil 10 tahun lebih, anak terkecil < 2 tahun, grande multi, hamil umur 35 tahun atau lebih, tinggi badan kurang dari 145 cm, riwayat persalinan yang buruk, pernah keguguran, pernah persalinaan premature, riwayat persalinan dengan tindakan ( ekstraksi vakum, ekstraksi forcep, operasi (seksio sesarea) ). Deteksi ibu hamil berisiko kelompok I ini dapat ditemukan dengan mudah oleh petugas kesehatan melalui pemeriksaan sederhana yaitu wawancara dan periksa pandang pada kehamilan muda atau pada saat kontak. b. Kelompok Faktor Risiko II ( ada gawat obstetri), ibu hamil dengan penyakit, pre-eklamsia/eklamsia, hamil kembar atau gamelli, kembar air atau hidramnion, bayi mati dalam kandungan, kehamilan dengan kelainan letak, serta hamil lewat bulan. Pada kelompok faktor resiko II ada kemungkinan masih membutuhkan pemeriksaan dengan alat yang lebih canggih (USG) oleh dokter Spesialis di Rumah Sakit.

c. Kelompok Faktor Risiko III (ada gawat obstetri), perdarahan sebelum bayi lahir, pre eklamsia berat atau eklampsia. Pada kelompok faktor risiko III, ini harus segera di rujuk ke rumah sakit sebelum kondisi ibu dan janin bertambah buruk/jelek yang membutuhkan penanganan dan tindakan pada waktu itu juga dalam upaya menyelamatkan nyawa ibu dan bayinya yang terancam.

Jadmika (1997) menggunakan kriteria yaitu komplikasi obstetrik yaitu usia yang terdiri dari usia 19 tahun atau kurang dan usia 35 tahun keatas resiko tinggi, paritas yang terdiri dari primigravida dan grandemulti (para lebih dari 6), jarak kehamilan yang terdiri dari < 2 tahun dan > 4 tahun, riwayat persalinan yang lalu yang terdiri dari l kali abortus atau lebih, 2 kali partus prematus atau lebih, kematian janin dalam kandungan atau kematian perinatal, perdarahan pasca persalinan, kehamilan mola, pernah ditolong secara obstetri operatif, pernah operasi ginekologi, pernah inversio uteri : disproporsi sefalo-pelviks, perdarahan antepartum, pre-eklampsi dan eklamsi, kehamilan ganda, hidramnion, kelainan letak pada hamil tua, dismaturitas, kehamilan pada infertilitas, persalinan terakhir 5 tahun atau lebih Komplikasi medis yaitu anemia, hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, obesitas, penyakit saluran kencing, penyakit hati, penyakit paru, penyakit-penyakit lain dalam kehamilan.

E. Faktor Resiko Tinggi Yang Mempengaruhi Kehamilan 1. Usia Bahaya dan risiko dalam kehamilan serta persalinan akan lebih besar pada wanita yang hamil usia terlalu muda atau terlalu tua. Seiring dengan semakin tua usia seorang wanita untuk hamil maka semakin tinggi pula terjadinya hipertensi, toksemia, dan hipertensi esensial. Sedangkan umur ibu yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun juga merupakan suatu faktor predisposisi terjadinya kelahiran prematur. Walaupun wanita hamil dengan usia tua lebih matang dalam berfikir, tetapi penurunan kesehatan dan stamina secara alami mempengaruhi baik kehidupan janin maupun dalam proses persalinan (Rochjati, 2005). a. Usia < 20 tahun (terlalu muda untuk hamil) Yang dimaksud dengan terlalu muda untuk hamil adalah hamil pada usia< 20 tahun. Pada usia < 20 tahun secara fisik kondisi rahim dan panggul belum berkembang optimal, sehingga dapat

mengakibatkan resiko kesakitan dan kematian pada kehamilan dan dapat menyebabkan pertumbuhan serta perkembangan fisik ibu terhambat karena apabila usia ibu hamil kurang dari 20 tahun atau terlalu muda dapat terjadi kompetisi makanan antara janin dan ibunya sendiri yang masih dalam masa pertumbuhan dan adanya perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan . Dampak kehamilan resiko tinggi pada usia muda antara lain : a. Keguguran

10

Keguguran pada usia muda dapat terjadi secara tidak disengaja. Seperti karena terkejut, cemas, stres.Tetapi ada juga keguguran yang sengaja dilakukan oleh tenaga non profesional sehingga dapat menimbulkan akibat efek samping yang serius seperti tingginya angka kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan. b. Persalinan prematur, berat badan lahir rendah (BBLR) dan kelainan bawaan. Prematuritas terjadi karena kurang matangnya alat

reproduksiterutama rahim yang belum siap dalam suatu proses kehamilan, berat badan lahir rendah (BBLR) juga dipengaruhi gizi saat hamil kurang dan juga umur ibu yang belum menginjak 20 tahun. Cacat bawaan dipengaruhi kurangnya pengetahuan ibu tentang kehamilan, pengetahuan akan asupan gizi rendah, pemeriksaan kehamilan (ANC) kurang, keadaan psikologi ibu kurang stabil. Selain itu cacat bawaan juga di sebabkan karena keturunan (genetik) proses pengguguran sendiri yang gagal, seperti dengan minum obat-obatan (gynecosit sytotec) atau dengan loncatloncat dan memijat perutnya sendiri. Ibu yang hamil pada usia muda biasanya pengetahuannya akan gizi masih kurang, sehingga akan berakibat kekurangan berbagai zat yang diperlukan saat pertumbuhan dengan demikian

11

akan mengakibatkan makin tingginya kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan cacat bawaan. c. Mudah terjadi infeksi Keadaan gizi buruk, tingkat sosial ekonomi rendah, dan stress memudahkan terjadi infeksi saat hamil terlebih pada kala nifas. d. Anemia kehamilan/kekurangan zat besi. Penyebab anemia pada saat hamil di usia muda disebabkan kurang pengetahuan akan pentingnya gizi pada saat hamil di usia muda.karena pada saat hamil mayoritas seorang ibu mengalami anemia. tambahan zat besi dalam tubuh fungsinya untuk meningkatkan jumlah sel darah merah, membentuk sel darah merah janin dan plasenta.lama kelamaan seorang yang kehilangan sel darah merah akan menjadi anemis. e. Keracunan Kehamilan (Gestosis). Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin meningkatkan terjadinya keracunan hamil dalam bentuk pre-eklampsia atau eklampsia.Pre-eklampsia dan eklampsia memerlukan perhatian serius karena dapat menyebabkan kematian. f. Kematian ibu yang tinggi. Kematian ibu pada saat melahirkan banyak disebabkan karena perdarahan dan infeksi.Selain itu angka kematian ibu karena gugur kandung juga cukup tinggi.yang kebanyakan dilakukan oleh tenaga non profesional (dukun). (Nurokhim, 1997)

12

Adapun akibat resiko tinggi kehamilan usia dibawah 20 tahun antara lain: 1. Resiko bagi ibunya : a. Mengalami perdarahan Perdarahan pada saat melahirkan antara lain disebabkan karena otot rahim yang terlalu lemah dalam proses involusi. selain itu juga disebabkan selaput ketuban stosel (bekuan darah yang tertinggal didalam rahim).kemudian proses pembekuan darah yang lambat dan juga dipengaruhi oleh adanya sobekan pada jalan lahir. b. Kemungkinan keguguran/abortus Pada saat hamil seorang ibu sangat memungkinkan terjadi keguguran.hal ini disebabkan oleh faktor-faktor alamiah dan juga abortus yang disengaja, baik dengan obat-obatan maupun memakai alat. c. Persalinan yang lama dan sulit Adalah persalinan yang disertai komplikasi ibu maupun janin.penyebab dari persalinan lama sendiri dipengaruhi oleh kelainan letak janin, kelainan panggul, kelaina kekuatan his dan mengejan serta pimpinan persalinan yang salah.

13

d. Kematian ibu Kematian pada saat melahirkan yang disebabkan oleh perdarahan dan infeksi.

2. Dari bayinya : a. Kemungkinan lahir belum cukup usia kehamilan. Adalah kelahiran prematur yang kurang dari 37 minggu (259 hari).hal ini terjadi karena pada saat pertumbuhan janin zat yang diperlukan berkurang. b. Berat badan lahir rendah (BBLR) Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan yang kurang dari 2.500 gram.kebanyakan hal ini dipengaruhi kurangnya gizi saat hamil, umur ibu saat hamil kurang dari 20 tahun. dapat juga dipengaruhi penyakit menahun yang diderita oleh ibu hamil. c. Cacat bawaan Merupakan kelainan pertumbuhan struktur organ janin sejak saat pertumbuhan.hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kelainan genetik dan kromosom, infeksi, virus rubela serta faktor gizi dan kelainan hormon. d. Kematian bayi.kematian bayi yang masih berumur 7 hari pertama hidupnya atau kematian perinatal.yang disebabkan berat badan kurang dari 2.500 gram, kehamilan kurang dari 37

14

minggu (259 hari), kelahiran kongenital serta lahir dengan asfiksia.(Manuaba,1998). b. Usia 20 35 tahun (usia reproduksi) Usia ibu sangat berpengaruh terhadap proses reproduksi. Dalam kurun waktu reproduksi sehat diketahui bahwa usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-35 tahun, dimana organ reproduksi sudah sempurna dalam menjalani fungsinya (BKKBN, 1999). c. Usia > 35 tahun (terlalu tua untuk hamil) Yang dimaksud dengan terlalu tua adalah hamil diatas usia 35 tahun kondisi kesehatan ibu dan fungsi berbagai organ dan sistem tubuh diantaranya otot, syaraf, endokrin, dan reproduksi mulai menurun. Bila seorang wanita hamil setelah berumur 35 tahun ke atas, kesehatan tubuh ibu sudah tidak sebaik pada umur 20-35 tahun dan kemungkinan memperoleh anak cacat lebih besar. Pada usia lebih dari 35 tahun terjadi penurunan curah jantung yang disebabkan kontraksi miokardium. Ditambah lagi dengan tekanan darah dan penyakit lain yang melemahkan kondisi ibu, sehingga dapat mengganggu sirkulasi darah kejanin yang berisiko meningkatkan komplikasi medis pada kehamilan, antara lain : keguguran, eklamsia, dan perdarahan. Menurut Kloosterman (1973) dalam Wiknjosastro, et al (2007), frekuensi plasenta previa pada primigravida yang berumur lebih dari 35 tahun 10 kali lebih sering dibandingkan dengan primigravida yang

15

berumur kurang dari 25 tahun. Ibu hamil yang dicurigai mengalami perdarahan antenatal harus memeriksakan kehamilannya di Rumah Sakit (RS) yang memiliki fasilitas operatif dan transfusi darah dan bersalin di RS tersebut. 2. Paritas Paritas merupakan faktor penting selama kehamilan. Angka kematian bayi dari ibu hamil ketiga meningkat bila dibandingkan dengan kehamilan kedua dan kemungkinan terjadi akan semakin meningkat pada kehamilan kelima. Paritas tinggi juga berhubungan dengan makin sering timbulnya kelainan-kelainan ginekologis seperti prolapsus uteri, cervicitis, erosi cervix, dan carcinoma cervix. Demikian juga masalah kesehatan yang sifatnya non-obstetrik (Rochjati, 2005). Klasifikasikan paritas adalah sebagai berikut : A. Primipara Adalah seorang yang telah melahirkan seorang anak matur atau prematur B. Multipara Adalah seorang wanita yang telah melahirkan lebih dari satu anak C. Grandemulti Adalah seorang wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih.Pada keadaan ini sering kali ditemukan perdarahan sesudah persalinan akibat dari kemunduran kemampuan kontraksi

uterus.Kontraksi uterus diperlukan untuk menghentikan perdarahan

16

sesudah persalinan.Sering pula ditemukan inersia uteri (tidak cukupnya tenaga/HIS untuk mengeluarkan janin).Penyulit lainnya yang juga sering ditemukan yaitu kecenderungan untuk terjadinya kelainan letak janin, kelainan plasenta, serta kelainanan pada perlekatan plasenta pada dinding uterus. Paritas merupakan salah satu faktor resiko tinggi pada kehamilan, kehamilan resiko tinggi lebih banyak terjadi pada multipara dan grandemultipara, keadaan endometrium pada daerah korpus uteri sudah mengalami kemunduran dan berkurangnya vaskularisasi, hal ini terjadi karena degenerasi dan nekrosis pada bekas luka implantasi plasenta pada kehamilan sebelumnya di dinding endometrium. Adanya kemunduran fungsi dan berkurangnya vaskularisasi pada daerah endometrium

menyebabkan daerah tersebut menjadi tidak subur dan tidak siap menerima hasil konsepsi, sehingga pemberian nutrisi dan oksigenisasi kepada hasil konsepsi kurang maksimal dan mengganggu sirkulasi darah ke janin. Hal ini akan beresiko pada kehamilan dan persalinan. 3. Jarak Kehamilan Dalam pemanfaatan layanan antenatal, jumlah anak hidup berhubungan dengan beban pengasuhan anak, diasumsikan bahwa semakin banyak anak maka akan semakin sedikit kesempatan ibu untuk meningggalkan rumah dan memeriksakan kehamilannya (Rochjati, 2005).

17

Jarak dua kehamilan yang terlalu dekat juga menjadi faktor predisposisi terjadinya kelahiran prematur, perdarahan antepartum, dan hipertensi (Wiknjosastro, 2007). Jarak persalinan terakhir dengan awal kehamilan sekarang sebaiknya diatas 2 tahun karena bila kurang dari 2 tahun akan bepengaruh pada kehamilan dan persalinan (Depkes RI, 2001:28). Jarak adalah selang waktu antara dua peristiwa, ruang antara dua objek bagian. Jarak adalah masa antara dua kejadian yang berkaitan. Kehamilan adalah keadaan dimana terjadi proses pertumbuhan dan perkembangan janin di dalam rahim mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan. a. Kehamilan dengan jarak < 3 tahun Pada kehamilan dengan jarak< 3 tahun keadaan endometrium mengalami perubahan, perubahan ini berkaitan dengan persalinan sebelumnya yaitu timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Adanya kemunduran fungsi dan berkurangnya vaskularisasi pada daerah endometrium pada bagian korpus uteri mengakibatkan daerah tersebut kurang subur sehingga kehamilan dengan jarak< 3 tahun dapat menimbulkan kelainan yang berhubungan dengan letak dan keadaan plasenta. b. Kehamilan dengan jarak > 3 tahun

18

Pada kehamilan dengan jarak> 3 tahun keadaan endometrium yang semula mengalami trombosis dan nekrosis karena pelepasan plasenta dari dinding endometrium (Korpus uteri) telah mengalami pertumbuhan dan kemajuan endometrium. Dinding-dinding endometrium mulai regenerasi dan sel epitel kelenjar-kelenjar endometrium mulai berkembang, bila pada saat ini terjadi kehamilan endometrium telah siap menerima sel-sel

memberikan nutrisi bagi pertumbuhan sel telur. c. Kehamilan dengan jarak > 4 tahun Pada kehamilan dengan jarak> 4 tahun sel telur yang

dihasilkan sudah tidak baik, sehingga bisa menimbulkan kelainankelainan bawaan seperti sindrom down, saat persalinan pun beresiko terjadi perdarahan post partum. Hal ini disebabkan otot-otot rahim tidak selentur dulu, hingga saat harus mengkerut kembali bisa terjadi gangguan yang beresiko terjadi hemoragic post partum (HPP), resiko terjadi pre-eklampsia dan eklampsi juga sangat besar karena terjadi kerusakan sel-sel endotel. (Rochjati, 2005) 4. KEK ( Kekurangan Energi Kronik) Istilah KEK atau kurang energi kronik merupakan istilah lain dari Kurang Energi Protein (KEP) yang diperuntukkan untuk wanita yang kurus dan lemah akibat kurang energi yang kronis. Definisi ini diperkenalkan oleh World Health Organization (WHO).Seseorang

19

dikatakan menderita risiko KEK bilamana LILA (Lingkar Lengan Atas) <23,5 cm. Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu antara lain: anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi. Pengaruh KEK terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature), pendarahan setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi cenderung meningkat.( Lubis, 2003) Kekurangan gizi kronis pada ibu hamil juga dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan kegururan , abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam kandungan), lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR).Bila BBLR bayi mempunyai resiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan gangguan perkembangan anak.( Lubis, 2003) Program Puskesmas dalam penanggulangan KEK pada ibu hamil merupakan kunci utama untuk menurunkan angka kelahiran bayi BBLR, dengan didukung oleh dana besar pemerintah lewat paket Pemberian makanan tambahan / PMT pemulihan Bumil KEK. Termasuk di dalamnya pemberian penyuluhan kesehatan untuk ibu hamil serta program Desa Siaga, adalah program nasional yang membutuhkan peran serta masyarakat untuk menyukseskannya.

20

5. Riwayat obstetri a) Jejas atau bekas luka dalam pada alat-alat kandungan, ataupun jalan lahir yang ditimbulkan oleh persalinan terdahulu akan memberikan akibat buruk pada pada kehamilan sekarang. b) Pernah mengalami abortus (sengaja atau tidak, dengan atau tanpa tindakan kerokan/kuretase), terlebih lagi bila mengalami abortus ulangan, makin besar kemungkinan terjadi pada kehamilan berikut dan kemungkinan perdarahan. c) Pernah mengalami gangguan organik daerah panggul seperti adanya peradangan, tumor ataupun kista. d) Pernah mengalami penyulit kehamilan seperti hiperemesis gravidarum, kematian janin, preeklampsia-eklampsia, hidramnion, kelainan letak janin, kelainan janin bawaan, janin kembar (gemelli). e) Pernah mengalami penyakit seperti gangguan endokrin (diabetes melitus, hyperthyroid), penyakit jantung, penyakit paru (asthma, TBC), penyakit ginjal, penyakit hati, sendi dan penyakit kelamin seperti siphilis serta infeksi lainnya baik oleh virus, bakteri maupun parasit. f) Pernah mengalami persalinan dengan tindakan seperti ekstraksi forcep ataupun vakum, seksio sesar, pengeluaran plasenta dengan tangan (manual plasenta).

21

F. Penatalaksanaan Kehamilan Risiko Tinggi Semakin dini masalah dideteksi, semakin baik penanganan yang dapat diberikan bagi kesehatan ibu hamil maupun bayi.Juga harus diperhatikan bahwa pada beberapa kehamilan dapat mulai dengan normal, tetapi mendapatkan masalah kemudian.Oleh karenanya sangat penting bagi setiap ibu hamil untuk melakukan ANC atau pemeriksaan kehamilan secara teratur, yang bermanfaat untuk memonitor kesehatan ibu hamil dan bayinya, sehingga bila terdapat permasalahan dapat diketahui secepatnya dan diatasi sedini mungkin. Juga hiduplah dengan cara yang sehat (hindari rokok, alcohol, dll),serta makan makanan yang bergizi sesuai kebutuhan anda selama kehamilan. Kehamilan risiko tinggi dapat dicegah dengan pemeriksaan dan pengawasan kehamilan yaitu deteksi dini ibu hamil risiko tinggi atau komplikasi kebidanan yang lebih difokuskan pada keadaan yang

menyebabkan kematian ibu.Pengawasan antenatal menyertai kehamilan secara dini, sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah dalam persiapan persalinan.Diketahui bahwa janin dalam rahim dan ibunya merupakan satu kesatuan yang saling mengerti.Pengawasan antenatal sebaiknya dilakukan secara teratur selama hamil. Oleh WHO dianjurkan pemeriksaan antenatal minimal 4 kali dengan 1 kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimester III (Rumus l l, 2-l, 3-2).

22

Adapun tujuan pengawasan antenatal adalah diketahuinya secara dini, keadaan risiko tinggi ibu dan janin, sehingga dapat : 1. Melakukan pengawasan yang lebih intesif 2. Memberikan pengobatan sehingga risikonya dapat dikendalikan 3. Melakukan rujukan untuk mendapatkan tindakan yang adekuat 4. Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu. (Manuaba, 1998)

Tujuan Kunjungan Ulang : a. Kunjungan 1, hingga usia kehamilan 16 minggu dilakukan untuk : 1. Penapisan dan pengobatan anemia 2. Perencanaan persalinan 3. Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya b. Kunjungan II (24-28 minggu ) dan kunjungan III (32 minggu) dilakukan untuk : 1. Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya 2. Penapisan pre-eklampsi; gemelli, infeksi alat reproduksi dan saluran perkemihan 3. Mengulang perencanaan persalinan c. Kunjungan IV (36 minggu sampai lahir) 1. Sama seperti kegiatan kunjungan II dan III 2. Mengenali adanya kelainan letak dan presentasi 3. Memantapkan rencana persalinan 4. Mengenali tanda-tanda persalinan

23

G. Upaya Pencegahan Usaha untuk pencegahan penyakit kehamilan dan persalinan

tergantung pada berbagai faktor dan tidak semata-mata tergantung dari sudut medis atau kesehatan saja.Faktor sosial ekonomi juga sangat berpengaruh. Karena pada umumnya seseorang dengan keadaan sosial ekonomi rendah tidak akan terlepas dari kemiskinan, dan ketidaktahuan sehingga mempunyai kecenderungan untuk menikah pada usia muda dan tidak berpartisipasi dalam keluarga berencana. Disamping itu keadaan sosial ekonomi yang rendah juga akan megakibatkangizi ibu dan perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan yang jelek. Transportasi yang baik disertai dengan ketersediaannya pusat-pusat pelayanan yang bermutu akan dapat melayani ibu hamil untuk mendapatkan asuhan anenatal yang baik, cakupannya luas, dan jumlah pemeriksaan yang cukup. Di negara maju setiap wanita hamil memeriksakan diri sekitar 15 kali selama kehamilannya. Sedangkan di Indonesia pada kehamilan resiko rendah dianggapcukup bila memeriksakan diri 4-5 kali. Jadi secara garis besar dapat disimpulkan bahwa usaha yang dapat dilakukan untuk pencegahan penyulit pada kehamilan dan persalinan adalah: 1. Asuhan antenatal yang baik dan bermutu bagi setiap wanita hamil. 2. Peningkatan pelayanan, jaringan pelayanan dan sistem rujukan kesehatan.

24

3. Peningkatan pelayanan gawat darurat sampai ke lini terdepan. 4. Peningkatan status wanita baik dalam pendidikan, gizi, masalah kesehatan wanita dan reproduksi dan peningkatan status sosial ekonominya. 5. Menurunkan tingkat fertilitas yang tinggi melalui program keluarga berencana.

H. Program Pemerintah Kematian Ibu menurut International Statistical Classification of Deseases, Injuries and Causes of Death, Edition (ICD-X), adalah kematian seorang wanita yang terjadi selama kehamilan sampai dengan 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tanpa memperhatikan lama dan tempat terjadinya kehamilan, yang disebabkan oleh atau dipicu oleh kehamilan atau penanganan persalinan. Penyebab kematian ibu secara umum dibagi menjadi dua kelompok (Depkes RI, 2005), yaitu: 1. Penyebab langsung Kematian yang terjadi akibat komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan oleh intervensi, kegagalan, penanganan yang tidak tepat atau rangkaian semua peristiwa tersebut.

25

2. Penyebab tidak langsung Kematian yang terjadi oleh karena penyakit yang timbul sebelum atau selama kehamilan dan tidak disebabkan langsung oleh penyebab kebidanan, akan tetapi diperburuk oleh kehamilan yang fisiologis.
Seringnya terjadi kematian pada saat persalinan, lebih banyak disebabkan karena perdarahan, selain itu penyebab lain yang bisa menimbulkan kematian pada ibu hamil yaitu terjadinya empat terlalu (4T) yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering (dekat) dan terlalu banyak. Kondisi ini kemudian didukung oleh adanya tiga Terlamabat (3T) yaitu terlambat mengenali tandatanda, terlambat mencapai tempat pelayanan dan terlambat mendapat pertolongan.. Faktor tesebut (4T dan 3T) merupakan masalah sosial yang turut menentukan kesehatan dan keselamatan proses persalinan. Untuk menekan angka kematian ibu saat persalinan perlu seorang penolong persalinan yang mampu mengenal dan menangani secara cepat dan tepat kpmplikasi persalinan.Pemerintah mengupayakan dengan memberikan penekanan semua persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Pencapaian ini tidak dapat terealisasi dengan baik karena sebagian besar masyarakat di beberapa daerah berpendapat bahwa kematian ibu saat persalinan bukanlah menjadi suatu masalah, karena kematian ibu pada saat persalinan merupakan takdir yang harus bisa diterima dengan ikhlas, bukan disebabkan karena penolong persalinan, sikap inilah yang menjadi suatu tantangan dalam menurunkan angka kematian ibu di Indonesia sehingga AKI masih tetap tinggi.

26

Program Making Pregnancy safer di Indonesia Dalam upaya menurunkan angka kematian ibu di Indonesia dengan bantuan negara donor, pada Oktober Tahun 2000 Departemen Kesehatan telah menyusun Rencana Strategis (Renstra) jangka panjang dalam upaya penurunan angka kematian ibu dan kematian bayi baru lahir. Dalam Renstra ini difokuskan padakegiatan yang dibangun atas dasar sistem kesehatan yang mantap untuk menjamin pelaksanaan intervensi dengan biaya yang efektif berdasarkan bukti ilmiah yang dikenal dengan sebutan "Making Pregnancy Safer (MPS)" yang pada dasarnya menekankan seluruh persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan.(Depkes RI.2005). Making Pragnancy Safer (MPS) adalah strategi sektor kesehatan yang merupakan kelanjutan dari program Safe Motherhood dengan tiga pesan kuncinya yaitu, setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat dan setiap Wanita Usia Subur (WUS) mempunyai akses terhadap pencegahan akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran. Visi MPS adalah setiap perempuan di Indonesia dapat menjalani kehamilan dan persalinan dengan aman, dan bayi dilahirkan hidup dan sehat. Sedangkan misi adalah menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir melalui pemantapan sistem kesehatan untuk menjamin akses terhadap intervensi yang cost-efektive berdasarkan bukti ilmiah yang berkualitas, memberdayakan wanita, keluarga dan masyarakat dan mempromosikan kesehatan ibu dan bayi baru lahir sebagai suatu prioritas dalam pembangunan nasional.

27

Target dan dampak MPS adalah menurunkan angka kematian ibu menjadi 125 per kelahiran hidup, angka kematian neonatal menjadi 15 per 1000 kelahiran hidup. Untuk mencapai target tersebut maka ditetapkan empat strategi utama meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehtan ibu dan bayi baru lahir berkualitas, membangun kemitraan yang efektif, mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan untuk menjamin perilakusehat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir,

serta mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir (Depkes RI, 2001).

28

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Geografi Kondisi geografis Kecamatan Cipedes terdiri dari wilayah dataran dan persawahan. Letak Wilayah Kerja Puskesmas Cipedes merupakan satu dari tiga Puskesmas yang berada di Wilayah Kecamatan Cipedes Kota Tasikmalaya yang berada di sebelah Utara dengan jarak sekitar 5 km dari Ibukota Kota Tasikmalaya yang dihubungkan dengan jalan raya beraspal dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara : Kelurahan Nagarasari Wilayah Kerja UPTD

Puskesmas Cigeureung . Sebelah Timur : Kelurahan Panglayungan Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Panglayungan . Sebelah Selatan : Kelurahan Panglayungan Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Panglayungan . Sebelah Barat : Kelurahan Panyingkiran Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Indihiang . Secara Administratif Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Cipedes termasuk ke Kecamatan Cipedes Kota Tasikmalaya terdiri dari 1 Kelurahan, 13 RW dan 68 Rt, dengan luas 220,072 ha. Dari 13 RW tersebut salah satunya adalah RW 13 yang merupakan responden dalam makalah ini. RW 13 terdiri dari 3 RT dengan jumlah kk 250.

29

B. Hasil Dan Pembahasan 1. Hasil Tabel 3.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Hamil di Rw 13 Wilayah Kerja Puskesmas Cipedes Kota Tasikmalaya Tahun 2012 Usia Ibu Hamil Jumlah Persentase <20 tahun 20-35 tahun >35 tahun Jumlah 2 1 2 5 40 % 20 % 40 % 100 %

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah ibu hamil yang berusia <20 tahun sebanyak 2 orang atau 40 %, usia 20-35 sebanyak 1 orang atau 20 % dan yang berusia >35 tahun sebanyak 2 orang atau 40 % Tabel 3.2 Distribusi Frekuensi LILA di Rw 13 Wilayah Kerja Puskesmas Cipedes Kota Tasikmalaya Tahun 2012 LILA Jumlah Persentase <23,5 cm 23,5 cm Jumlah 1 4 5 20 % 80 % 100 %

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah ibu hamil yang memiliki LILA < 23,5 cm sebanyak 1 orang atau 20 % dan yang memiliki LILA 23,5 cm sebanyak 4 orang atau 80 % Tabel 3.3 Distribusi Frekuensi Jarak Kehamilan Ibu Hamil di Rw 13 Wilayah Kerja Puskesmas Cipedes Kota Tasikmalaya Tahun 2012 Jarak kehamilan Jumlah Persentase Hamil pertama < 3 tahun >3 tahun >4 tahun Jumlah 3 0 0 2 5 60 % 0% 0% 40 % 100 %

30

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah ibu hamil dengan jarak kehamilan > 4 tahun sebanyak2 orang atau 40 % dan sisanya sebanyak 3 orang atau 60 % merupakan hamil pertama kali.

Tabel 3.4 Distribusi Frekuensi Kehamilan Resiko Tinggi di Rw 13 Wilayah Kerja Puskesmas Cipedes Kota Tasikmalaya Tahun 2012 Kehamilan Resiko Tinggi Jumlah Persentase Iya Tidak Jumlah 4 1 5 80 % 20 % 100 %

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa kehamilan yang beresiko tinggi sebanyak 4 orang atau 80 % sedangkan kehamilan yang tidak beresiko hanya 1 orang atau 20 %. Dapat disimpulakan bahwa di Rw 13 wilayah kerja Puskesmas Cipedes masih banyak ibu hamil yang beresiko tinggi yaitu sebanyak 4 orang (80 %)

2. Pembahasan a. Usia Berdasarkan tabel 3.1 diatas dapat dilihat bahwa jumlah ibu hamil yang berusia <20 tahun sebanyak 2 orang atau 40 %, usia 20-35 sebanyak 1 orang atau 20 % dan yang berusia >35 tahun sebanyak 2 orang atau 40 %. Hal ini tidak sesuai dengan Rochjati Poedji (2003) yang menjelaskan usia 20-35 tahun merupakan usia yang baik untuk seorang ibu mengandung, karena apabila usia ibu hamil kurang dari 20 tahun atau terlalu muda pada usia < 20 tahun secara fisik kondisi rahim dan

31

panggul belum berkembang optimal, sehingga dapat mengakibatkan resiko kesakitan dan kematian pada kehamilan dan dapat menyebabkan pertumbuhan serta perkembangan fisik ibu terhambat karena apabila usia ibu hamil kurang dari 20 tahun atau terlalu muda dapat terjadi kompetisi makanan antara janin dan ibunya sendiri yang masih dalam masa pertumbuhan dan adanya perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan. Begitu pula dengan usia diatas 35 tahun atau terlalu tua untuk mengandung, dapat menyebabkan resiko tinggi pada ibu, kehamilan, dan janin . Sehingga usia yang paling baik adalah lebih dari 20 tahun dan kurang dari 35 tahun, sehingga diharapkan status gizi ibu hamil akan lebih baik. b. Berdasarkan tabel 3.2 diatas dapat dilihat bahwa jumlah ibu hamil yang memiliki LILA < 23,5 cm sebanyak 1 orang atau 20 % dan yang memiliki LILA 23,5 cm sebanyak 4 orang atau 80 %. Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu antara lain: anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi. Pengaruh KEK terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature), pendarahan setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi cenderung meningkat. Kekurangan gizi kronis pada ibu hamil juga dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan kegururan , abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra

32

partum (mati dalam kandungan), lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Bila BBLR bayi mempunyai resiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan gangguan perkembangan anak. c. Jarak kehamilan Berdasarkan tabel 3.3 diatas dapat dilihat bahwa jumlah ibu hamil dengan jarak kehamilan > 4 tahun sebanyak 2 orang atau 40 % dan sisanya sebanyak 3 orang atau 60 % merupakan hamil pertama kali. Pada kehamilan dengan jarak> 4 tahun sel telur yang dihasilkan sudah tidak baik, sehingga bisa menimbulkan kelainan-kelainan bawaan seperti sindrom down, saat persalinan pun beresiko terjadi perdarahan post partum. Hal ini disebabkan otot-otot rahim tidak selentur dulu, hingga saat harus mengkerut kembali bisa terjadi gangguan yang beresiko terjadi hemoragic post partum (HPP), resiko terjadi preeklampsia dan eklampsi juga sangat besar karena terjadi kerusakan selsel endotel. d. Kehamilan resiko tinggi Berdasarkan tabel 3.4 diatas dapat dilihat bahwa kehamilan yang beresiko tinggi sebanyak 4 orang atau 80 % sedangkan kehamilan yang tidak beresiko hanya 1 orang atau 20 %. Dapat disimpulakan bahwa di Rw 13 wilayah kerja Puskesmas Cipedes masih banyak ibu hamil yang beresiko tinggi, jika ini tidak ditangani dengan baik bisa berdampak pada kematian ibu maupun kematian bayi. Dalam upaya
menurunkan angka kematian ibu di Indonesia pada Oktober Tahun 2000

33

Departemen Kesehatan telah menyusun Rencana Strategis (Renstra) jangka panjang dalam upaya penurunan angka kematian ibu dan kematian bayi baru lahir. Dalam Renstra ini difokuskan padakegiatan yang dibangun atas dasar sistem kesehatan yang mantap untuk menjamin pelaksanaan intervensi dengan biaya yang efektif berdasarkan bukti ilmiah yang dikenal dengan sebutan "Making Pregnancy Safer (MPS)" yang pada dasarnya menekankan seluruh persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan. Making Pragnancy Safer (MPS) adalah strategi sektor kesehatan yang merupakan kelanjutan dari program Safe Motherhood dengan tiga pesan kuncinya yaitu, setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat dan setiap Wanita Usia Subur (WUS) mempunyai akses terhadap pencegahan akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.

34

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat di simpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Jumlah angka kejadian kehamilan resiko tinggi pada ibu hamil di RW 13 wilayah kerja Puskesmas Cipedes, Kota Tasikmalaya dari tahun 2012 sebanyak 4 ibu hamil atau 80 % 2. Dilihat dari faktor resiko tinggi yang mempengaruhi kehamilan adalah sebagai berikut : A. Usia ibu hamil di RW 13 wilayah kerja Puskesmas Cipedes masih banyak dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun yaitu sebanyak 4 ibu hamil atau 80 % B. Jarak kehamilan pada ibu hamil di RW 13 wilayah kerja Puskesmas Cipedes adalah 2 orang atau 40 % yang berjarak kehamilan > 4 tahun dan sisanya merupakan kehamilan untuk pertama kali. C. Jumlah angka kejadian kurang energi kronis pada ibu hamil di RW 13 wilayah kerja Puskesmas Cipedes, Kota Tasikmalaya adalah 1 orang atau 20 %

35

B. Saran 1. Untuk ibu hamil Untuk ibu hamil disarankan untuk meningkatkan pengetahuannya tentang kehamilan resiko tinggi dengan cara aktif mencari informasi tentang hal tersebut selama masa kehamilan baik bertanya kepada petugas kesehatan maupun inisiatif mencari informasi melalui media-media informasi. Serta diharapkan partisipasi masyarakat untuk melaksanakan deteksi dini pada ibu-ibu hamil yang beresiko tinggi. Dengan deteksi dini diharapkan untuk selanjutnya dapat dilakukan pencegahan maupun penanggulangan yang sesuai. Dan untuk ibu-ibu yang memiliki resiko kehamilan agar memeriksakan kehamilannya secara teratur agar jika terjadi masalah dengan kehamilannya dapat ditangani dengan cepat.

2. Untuk Puskesmas Cipedes Diharapkan meningkatkan pelayanannya melalui program Making Pragnancy Safer (MPS) yaitu strategi sektor kesehatan yang merupakan kelanjutan dari program Safe Motherhood dengan tiga pesan kuncinya yaitu, setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat dan setiap Wanita Usia Subur (WUS) mempunyai akses pencegahan terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi selama kehamilan.

36

Untuk bidang KIA diharapkan melakukan kunjungan antenatal secara terus-menerus kepada ibu hamil yang memiliki resiko agar jika terjadi komplikasi dapat ditanggulangi sedini mungkin dan kerjasama lintas program dengan bidang promkes untuk melakukan penyuluhan-

penyuluhan tentang kehamilan resiko tinggi dan KB. 3. Bagi Lintas Sektoral Diharapkan dapat melakukan kerjasama lintas sektoral melalui pendekatan dengan aparat pemerintah, tokoh masyarakat maupun tokoh agama setempat, untuk meningkatkan program pemberian penyuluhan tidak hanya diposyandu tetapi bisa di pengajian-pengajian sehingga masyarakat mengerti tentang kehamilan beresiko tinggi sehingga mayarakan dapat melakukan pencegahan. Serta diharapkan kerjasama lintas sektoral melalui PKK maupun Rukun Tetangga (RT) dalam hal menggerakkan peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dalam hal kesehatan selama kehamilan.

37

You might also like