You are on page 1of 31

ANALISIS POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN STRATEGI PENINGKATAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH (Studi di Kabupaten Sumbawa) ANALYSIS

ORIGINAL INCOME POTENCY REGION AND STEP UP STRATEGY REGION ACCEPTANCE LIABILITY (Study at Regency Sumbawa) Subhan Purwadinata Program Studi Magister Ilmu Ekonomi (MIE) David Kaluge dan Asfi Manzilati Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya ABSTRACT Jurisdictional basic to be performed its regions financial management by local government be was issued its Statute one gets bearing with autonomous region UU 32 th 2004 about Region Governance and UU 33 th 2004 about financial center and local government counter balance and UU 28 th 2009 about region taxes and region retributions. Law third that one becomes observational performing law basic that gets Analys title Original Income Potency Region and acceptance liability step up Strategy (Study at Regency Sumbawa). To the effect this research is: (1) To know region income potencies those are sighted from Region Original Income (PAD) and its supporting component, including region taxes administration, region acceptance liability zoom and (2 ) Role and local government strategy increase region acceptance liabilities. Observational methods that is utilized is by use of two approachings namely qualitative discriptive approachings and quantitative discriptive (Post Positivistic Research). Data that is utilized is primary data and secondary data with approaching indefth interview one that is done on elected informan namely main informan that utilizes tech snowball namely informan of head on duty and section head at DPKA, prominent society, academician, LSM and ordinary society to compare among the one source with another source. Interview started by afterwards key informan letting to wheel to succeeding informan. This elected informan can and gaining control about about problem which is analyzed and can laid at the door it and reasonably been made informan. This observational result is: (1) regency propertied Potencies Sumbawa is dominated from region retribution sectors whereas region taxes follows but entirely propertied still a lot of accomplished by counter balance fund of PAD center and contribution can't yet form region independences. (2) taxes administration Settlements region most constraints by was optimal performing and Socialization program socializations, to data,charge every day (SoMentari) in taxeses regressive activity region. (3) acceptance liabilities of PAD potencies very low and needs potency optimal exploits which had by regions. (4) PAD component Contribution that experience drastic decrease namely of sectorallies taxes, and its contribution goes away inferior of region retribution contribution. (5) policy deep Local Governments its veriority region acceptance of region taxes sectors. This observational conclusion is: (1) region propertied Potencies in this case Region Original Incomes (PAD) and its supporting sector at Sumbawa regency dominated by region retribution sector and region taxes sector. (2) effective region taxes Administrations for noticed especially in performing programs Socialization,charge every day (SoMentari) effectively and need IT energy increase to make based data region taxes. (3) Region acceptance liability lies on bottommost category and commanding common policy propertied area is by undertaking taxation and strategy intensification that is built in acceptances liability increasing program region be still under estimated and streamlines strategy that aims on SDM SKPD quality step-up, expense and cost estimate efficiency that adjusted by requirement and region fiscal capacity.

Key word: Financially Region, Acceptance liability, PAD potency. 1

ABSTRAK Dasar hukum dilaksanakannya pengelolaan keuangan daerah oleh pemerintah daerah adalah telah dikeluarkannya Undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah yakni Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan pusat dan pemerintah daerah dan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Ketiga Undang-undang tersebut yang menjadi dasar hukum pelaksanaan penelitian yang berjudul Analisis Potensi Pendapatan Asli Daerah dan Strategi Peningkatan Kemampuan Keuangan (Studi di Kabupaten Sumbawa). Tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui potensi pendapatan daerah yang ditinjau dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan komponen pendukungnya, termasuk administrasi pajak daerah, tingkat kemampuan keuangan daerah dan (2) Peran dan strategi pemerintah daerah meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan dua pendekatan yakni pendekatan kualitatif diskriptif dan kuantitatif diskriptif (Post Positivistic Research). Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder dengan pendekatan indefth interview yang dilakukan pada informan terpilih yakni informan utama yang menggunakan teknik snowball yakni informan dari Kepala Dinas dan Kepala Seksi di DPKA, pemuka masyarakat, akademisi, LSM dan masyarakat biasa untuk membandingkan antara sumber yang satu dengan sumber lainnya. Wawancara diawali dengan informan kunci setelah itu dibiarkan menggelinding kepada informan selanjutnya. Informan terpilih ini mampu dan menguasai tentang permasalahan yang diteliti dan mampu mempertanggung jawabkannya dan layak dijadikan informan. Hasil penelitian ini adalah: (1) Potensi pendapatan kabupaten Sumbawa didominasi dari sektor retribusi daerah sedangkan pajak daerah mengikuti tetapi keseluruhan pendapatan masih banyak dipenuhi oleh dana perimbangan dari pusat dan kontribusi PAD belum mampu membentuk kemandirian daerah. (2) Penataan administrasi pajak daerah terkendala oleh belum optimalnya pelaksanaan dan sosialisasi program Sosialisasi,Mendata,menagih tiap hari (SoMentari) dalam kegiatan pemungutan pajak daerah.(3) Kemampuan keuangan dari potensi PAD sangat rendah dan membutuhkan pemanfaatan optimal potensi yang dimiliki daerah. (4) Kontribusi komponen PAD yang mengalami penurunan drastis yakni dari sektor pajak, dan kontribusinya jauh lebih rendah dari kontribusi retribusi daerah. (5) Pemerintah daerah dalam kebijakannya memperioritaskan penerimaan daerah dari sektor pajak daerah. Kesimpulan penelitian ini adalah: (1) Potensi pendapatan daerah dalam hal ini Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan sektor pendukungnya di kabupaten Sumbawa didominasi oleh sektor retribusi daerah dan sektor pajak daerah.(2) Administrasi pajak daerah efektif untuk diperhatikan terutama dalam pelaksanaan program Sosialisasi,Mendata,menagih tiap hari (SoMentari) secara efektif dan membutuhkan penambahan tenaga IT untuk membuat data based pajak daerah.(3) Kemampuan keuangan daerah berada pada kategori sangat rendah dan kebijakan umum pemerintah bidang pendapatan adalah dengan melakukan intensifikasi perpajakan dan strategi yang dibangun dalam program peningkatan kemampuan keuangan daerah masih under estimated dan mengefektifkan strategi yang mengarah pada peningkatan kualitas SDM SKPD, efisiensi belanja dan rencana anggaran yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kapasitas fiskal daerah.

Kata Kunci : Keuangan Daerah, Kemampuan Keuangan, Potensi PAD. 2

PENDAHULUAN Latar Belakang Cita-cita dan tujuan nasional memberikan arah bagi pelaksanaan pembangunan agar dapat berjalan dengan efektif, efisien, dan sesuai dengan sasarannya adalah dengan melaksanakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Tujuan dari pelaksanaan desentralisasi adalah untuk memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan publik yang lebih demokratis, maka diperlukan adanya kebijakan yang mampu merealisasikan cita-cita dan tujuan tersebut. Salah satu kebijakan yang diambil oleh pemerintah adalah dengan melaksanakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Desentralisasi pada dasarnya terdiri dari desentralisasi politik (political decentralization), desentralisasi administrasi (administrative decentralization), desentralisasi fiskal (fiscal decentralization), desentralisasi ekonomi (economic or market decentralization) (Depkeu,2008:1). Pelaksanaan desentralisasi diwujudkan melalui pemberian bantuan dalam bentuk transfer dari pemerintah pusat, ditambah dengan argumen untuk menjaga pertumbuhan dan stabilitas ekonomi serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menyebabkan lebih menguatnya sistem sentralisasi (Depkeu,2009:2). Sistem sentralisasi yang dijalankan oleh pemerintah pusat selama ini melahirkan krisis ekonomi dan kepercayaan yang melanda dan memberikan dampak positif dan dampak negatif bagi upaya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia dan memunculkan ketergantungan pemerintah daerah dalam hal penetapan kebijakan yang diambil di daerah dikarenakan selalu menanti kebijakan yang diatur dari pusat dan berlaku secara umum di daerah, termasuk di dalamnya adalah bantuan yang diberikan oleh pemerintah pusat berupa subsidi dan transfer untuk pendanaan pembangunan yang dilakukan di daerah. Untuk itu diperlukan pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri dalam rangka mewujudkan kemandirian daerah (Mardiasmo,2004:3). Perubahan dari pola pikir sentralisasi ke pola pikir desentralisasi, dalam arti penyerahan wewenang pemerintah pusat kepada daerah otonom, sangat dibutuhkan saat ini. Kalau dulu untuk mengambil keputusan menunggu penunjuk dan pengarahan dari pusat dalam 3

bentuk usulan-usulan strategis, sejalan dengan itu memunculkan undang-undang untuk mengelola administrasi pemerintah daerah serta pemberdayaan keuangan daerah untuk lebih berguna bagi pembangunan daerah mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan serta pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusiannya merupakan salah satu instrumen untuk meningkatkan sumber pendapatan pembangunan daerah (Yustika,2006:99). Dalam pembenahan dan alternatif kebijakan, diperlukan adanya pemberian keleluasan kepada pemerintah daerah untuk menjalankan roda pemerintahan dan bertanggungjawab akan pelaksanaan pembangunan di daerah sesuai peraturan yang berlaku dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah melalui Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan UU Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan pemerintah daerah (Depkeu,2008:2). Sumber-sumber penerimaan daerah mengacu kepada undang-undang tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah yang besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam hal ini pemerintah daerah diberi hak untuk mendapatkan sumber keuangan berupa kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah sesuai urusan pemerintahan yang diserahkan yakni kewenangan memungut sekaligus mendayagunakan pajak dan retribusi daerah, hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumbersumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya serta untuk mengelola kekayaan daerah dan mendapatkan sumbersumber pembiayaan dengan prinsip dasarnya uang mengikuti fungsi (Money Follow Function) (Yuwono,2008:46). Sumber penerimaan daerah seperti Pendapatan Asli Daerah (PAD) diwujudkan di daerah dengan kewenangan memungut pajak dan retribusi daerah yang diatur dalam UU Nomor 34 Tahun 2000 dengan peraturan pelaksanaannya berupa PP Nomor 65 Tahun 2001 tentang pajak daerah dan PP Nomor 66 Tahun 2001 tentang retribusi daerah. Berdasarkan Undang-undang tersebut daerah diberi kewenangan untuk memungut 11 jenis pajak dan 28 jenis retribusi. Ditinjau dari kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah sampai saat ini

terjadi ketimpangan yang relatif besar terhadap distribusi kewenangan perpajakan antara pusat dan daerah yang tercermin dari jumlah penerimaan pajak yang tidak berdampak besar bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), karena pembiayaan kebutuhan di sebagian besar daerah pada kenyataannya hanya memiliki PAD kurang dari 10 % dan hal ini sangat bervariasi disetiap daerah yakni antara 10 % - 50 % karena kewenangan perpajakan (taxing power) daerah sangat terbatas dan akhirnya akan bermuara pada rendahnya kemampuan keuangan daerah (Yuwono,2008:47). Ciri utama kemampuan suatu daerah adalah terletak pada kemampuan keuangan daerah artinya daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan dalam menggali sumber keuangan sendiri untuk menjalankan fungsi pemerintahan faktor keuangan suatu hal yang sangat penting karena hampir tidak ada kegiatan pemerintahan yang tidak membutuhkan biaya. Pemerintah daerah tidak saja menggali sumber-sumber keuangan akan tetapi juga sanggup mengelola dan menggunakan secara value for money dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah, sehingga ketergantungan kepada bantuan pemerintah pusat harus seminimal mungkin dapat ditekan. Dengan dikuranginya ketergantungan kepada pemerintah pusat maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi sumber keuangan terbesar. Kegiatan ini hendaknya didukung juga oleh kebijakan perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah sebagai prasyarat dalam sistem pemerintahan negara (Koswara,2000:50). Kemampuan keuangan daerah diukur dengan melihat dua asfek penting yakni ditinjau berdasarkan Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) dengan melihat perbandingan antara besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan besarnya penerimaan daerah secara keseluruhan dan selain itu juga dapat ditinjau berdasarkan Indeks Kemampuan Rutin (IKR) dengan melihat perbandingan persentase besarnya nilai Pendapatan Asli Daerah dengan pengeluaran rutin daerah yang distandarkan dengan kriteria masing-masing akan tetapi daerah-daerah masih berada pada kisaran 10 % sampai 50% (Kuncoro,1995:9). Otonomi daerah dan desentralisasi membutuhkan kesiapan semua pihak di daerah baik eksekutif, legislatif maupun masyarakat di daerah. Salah satu aspek penting pelaksanaan 4

otonomi daerah dan desentralisasi yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dengan menggali sumber-sumber potensi daerah yang belum dioptimalkan oleh daerah dalam wadah desentralisasi fiskal otonomi daerah di bawah desentralisasi yang luas, nyata dan bertanggung jawab diperlukan manajemen keuangan daerah yang mampu mengontrol kebijakan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, efektif, transparan dan akuntabel (Kaho,1991:123) Indikator rendahnya kemampuan daerah dalam membiayai pembangunan dapat dilihat dari Indek Kemampuan Rutin (IKR) yang diperoleh dari besarnya rasio perubahan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pengeluaran rutin daerah, berdasarkan data yang tersedia kurun waktu pelita V, rata-rata Indeks Kemampuan Rutin (IKR) Kabupaten masih sangat rendah dan cendrung menurun dari 25,5 persen tahun 1991/1992 menjadi 18,1 persen pada tahun 1995/1996. propinsi yang rata-rata IKR-nya berada di bawah 10 persen yaitu Irian Jaya, Sulawesi Tenggara, Maluku, Nusa Tenggara dan Jambi. Hal ini mencerminkan bahwa kemampuan daerah rata-rata Kabupaten di lima propinsi tersebut di atas dalam membiayai pembangunannya masih rendah (Radianto,1997:40). Kabupaten Sumbawa berada di propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang tentunya mengalami masalah tentang rendahnya kemampuan daerah dalam mendapatkan pendanaan dalam rangka membiayai pembangunan di daerah sehingga dibutuhkan upaya menggali potensi pendapatan yang diperoleh daerah. Berlandaskan data yang disampaikan dalam kurun waktu pelita V tersebut relevan dengan kondisi struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang menunjukkan bahwa pertumbuhan pendapatan daerah tidak sebanding dengan pertumbuhan belanja daerah secara keseluruhan baik belanja langsung maupun tidak langsung termasuk pengeluaran rutin daerah yang memperkuat Indeks Kemampuan Rutin (IKR) daerah sebagai indikator yang menegaskan kondisi kemampuan keuangan suatu daerah. Adapun data perkembangan Pendapatan dan Belanja Daerah yang diperoleh dari struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sumbawa ditunjukkan dalam tabel 1 berikut :

Tabel

:Data Perkembangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Sumbawa Tahun 20052008 (dalam milyaran rupiah)
Realisasi (Rp) 254.64 362.29 500.33 570.23 421.87 Realisasi (%) 249.93 350.87 455.74 538.97 398.87 Pert (%) 42,27 38,10 13,97 23,58 Pert (%) 40,38 29,88 18,26 22,13

Pendapatan Pert (Rp) (%) 1 2005 258.97 2 2006 362.57 40,00 3 2007 485.01 33,71 4 2008 560.59 15,58 ( Rata-rata) 416.78 22,32 No TA Belanja Pert (Rp) (%) 1. 2005 279.67 2. 2006 382.82 36,88 3. 2007 505.31 31,99 4. 2008 621.43 22,97 ( Rata-rata) 447.30 22,96 Sumber : Data Dinas PKA (diolah)

No

TA

daerah dengan mengoptimal sumber-sumber pendapatan yang asli milik daerah yakni dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang menjadi tulang punggung pendapatan yang diperoleh dari kekayaan yang dimiliki oleh daerah terutama potensi daerah dari Pendapatan Asli Daerah. Potensi lainnya yang menguatkan upaya pemerintah perlu melihat dari sisi sektor ekonomi daerah yang tertuang dalam masing-masing sektor lapangan usaha dalam meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Kondisi sektor ekonomi tersebut dapat dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah, yakni sebagai berikut :

Tabel 2 : PDRB Kabupaten Sumbawa ADHB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003-2007 (dalam jutaan rupiah)

Tabel 1 menjelaskan bahwa ada perbedaan yang cukup mencolok antara pendapatan yang diperoleh dengan besarnya belanja daerah dengan jumlah rata-rata yang berbeda. Rata-rata pendapatan daerah dari tahun 2005 sampai tahun 2008 sebesar Rp.416.78 Milyar yang berbeda dengan rata-rata besarnya belanja daerah yakni sebesar Rp 447.30 Milyar. Hal tersebut juga mencerminkan kondisi pertumbuhan yang berbeda pula yakni pertumbuhan pendapatan rata-rata sebesar 22,32 persen sedangkan pertumbuhan belanja daerah melebihi rata-rata pertumbuhan pendapatan yakni sebesar 22,96 persen. Jumlah tersebut lebih banyak ditopang oleh dana perimbangan dari pemerintah pusat dan propinsi dalam membiayai seluruh belanja daerah untuk itu perlu upaya pemerintah dalam menggali potensi pendapatan daerah. Hal tersebut juga diperjelas oleh upaya pemerintah daerah meningkatkan kemampuan peningkatan pendapatan daerah, dilakukan upaya meningkatkan potensi pendapatan daerah yang mana tingkat realisasi baru mencapai 77,84% dari target 90%. Realisasi APBD daerah menegaskan kemampuan keuangan daerah mendanai belanja operasi hanya sebesar 6,31% dan kemampuan Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya sebesar 13,65%, sedangkan sisanya dibiayai dari dana perimbangan dan pendapatan lainnya (DPKA Kabupaten Sumbawa,2008). Berangkat dari data perkembangan data pendapatan dan belanja daerah tersebut, pemerintah daerah perlu berupaya melakukan program peningkatan kemampuan keuangan 5

Sumber:BPSKabupatenSumbawa

Tabel 2 menjelaskan bahwa PDRB Kabupaten Sumbawa terdiri dari 9 jenis sektor pendukung, dan berdasarkan data, sektor yang lebih dominan yakni sektor pertanian sehingga dapat dikatakan sektor pertanian memberikan kontribusi yang cukup besar bagi peningkatan pendapatan di Kabupaten Sumbawa, setelah itu diikuti oleh sektor perdagangan dan hotel yang mencapai Rp 483 juta di tahun 2007 dan kenaikan tersebut dirasakan terjadi relatif cepat dari tahun ke tahun demikian dengan sektor-sektor yang lainnya dirasakan juga ikut berkembang. Peranan dari PDRB tersebut memberikan dampak terhadap besarnya Indeks Penampilan PAD (IPP) yang menerangkan tentang kuat atau lemahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai pembangunan Kabupaten Sumbawa, karena itu diperlukan kebijakan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam

mengkaji keterkaitannya dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Adapun kondisi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Sumbawa adalah sebagai berikut : Tabel 3 : Rincian Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan komponen pendukung PAD Kabupaten Sumbawa tahun 2004-2008 (dalam milyaran rupiah)
No 1 2 3 Uraian Pajak Daerah Retribusi daerah Laba BUMD Total PAD 2004 6,136 4,558 1,661 12,35 2005 5,780 4,258 2,063 12,10 Tahun 2006 6,635 8,700 2,225 17,56 2007 4,259 8,564 2,775 15,59 2008 5,42 9,21 3,10 17,7

Tabel 4 : Pertumbuhan Sektor Pendukung PAD Kabupaten Sumbawa 2004-2008 (dalam milyaran rupiah) Pjk Pert Retri- Pert Laba Dae(%) busi (%) BU No Thn rah Dae MD rah 1 2004 6,136 4,558 1,66 2 2005 5,780 -5,80 4,258 -6,5 2,06 3 2006 6,635 14,8 8,700 104 2,22 4 2007 4,259 -35,8 8,564 -1,6 2,77 5 2008 5,423 27,3 9,214 7,6 3,10 Rata-rata 5,647 0,10 7,059 20,7 2,36 Sumber: Data Dinas PKA (diolah) Tabel 4 menegaskan bahwa pertumbuhan sektor-sektor pendukung Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang mengalami masalah terletak pada sektor pajak daerah yang rata-rata pertumbuhannya hanya 0,1 persen, hal itu perlu diperbandingkan dengan kenyataan bahwa pijakan kegiatan utama pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatan daerah adalah meningkatkan pendapatan di sektor pajak daerah yang menjadi skala prioritas. Untuk itu perlu mengidentifikasi dan mencari informasi yang lebih lengkap tentang fenomena masalah perpajakan secara lebih rinci disektor pajak daerah tersebut. Bertitik tolak dari data kurun waktu pelita V di atas, yang menguraikan tentang masih rendahnya kemampuan keuangan daerah propinsi Nusa Tenggara (Nusa Tenggara Barat) dan lebih spesifik lagi Kabupaten Sumbawa, maka perlu mengkaji kondisi kemampuan keuangan daerah sebagaimana dijabarkan dalam data perkembangan pendapatan dan belanja daerah. Untuk itu keterkaitan dengan hal tersebut diperlukan strategi-strategi yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam menggali potensi pendapatan daerah termasuk di dalamnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang mendukung kemampuan keuangan daerah dan menjadi ujung tombak di daerah. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta adanya implikasi teoritis sesuai disiplin ilmu yang dimiliki yaitu Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan khususnya pada konsentrasi keuangan daerah. 2. Sebagai penyumbang pemikiran kepada pembuat kebijakan pemerintah baik pusat 6

Pert (%)

24,2 7,8 24,7 11,7 13,6

Sumber : Dinas (DPKA) Kabupaten Sumbawa Tabel 3 menerangkan bahwa PAD Kabupaten Sumbawa setiap tahunnya mengalami peningkatan terutama pada sektor retribusi daerah dan laba BUMD sedangkan sektor pajak daerah terdapat ketidakstabilan kontribusi pajak daerah bahkan pada tahun 2006 menuju tahun 2007 mengalami penurunan yang sangat drastis yakni dari Rp 6,635,5 Milyar menjadi Rp 4,259,8 Milyar atau turun sebesar Rp 2,38 Milyar. Sektor pajak daerah menjadi prioritas utama dalam program pemeritah daerah dalam meningkatkan pendapatan daerah yang dilaksanakan dengan program-program tertentu untuk meningkatkan jumlah pendapatan di sektor ini, akan tetapi kontribusi tersebut masih belum sebanding dengan upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Kondisi tersebut lebih dipertegas lagi oleh data pertumbuhan di sektor tersebut yang mengalami penurunan signifikan. Untuk lebih mempertegas kondisi ketidakstabilan kontribusi pajak daerah tersebut, berikut kondisi pertumbuhan sektor-sektor pendukung Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai mana terlihat dalam tabel 4 di bawah ini:

3.

maupun daerah, khususnya pemerintah Kabupaten Sumbawa dalam mengambil keputusan berkaitan dengan kebijakankebijakan pembangunan infrastruktur dan perkembangan kontribusi sektoral serta kebijakan dibidang fiskal terutama untuk meningkatkan kemandirian dan kemampuan keuangan daerah dalam membiayai pembangunan sesuai dengan tujuan adanya desentralisasi fiskal dalam kerangka otonomi daerah yang bertanggung jawab. Menjadi bagian dari literatur dan informasi bagi penelitian-penelitian sejenis lebih lanjut dan juga penelitian yang memiliki kontribusi bagi perkembangan dan pembangunan Kabupaten-Kabupaten di Indonesia pada umumnya dan pembangunan Kabupaten Sumbawa khususnya yang dilakukan secara berkesinambungan.

KAJIAN PUSTAKA Implikasi Otonomi Daerah Terhadap Keuangan Daerah dan Desentralisasi Fiskal Sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang menganut azas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah berdasarkan Undang-undang Dasar 1945, merupakan landasan kuat untuk penyelenggaraan otonomi dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah, sebagaimana terformulasikan dalam ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998, tentang penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (Anonymus,1999:157). Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah juga sangat bergantung dari partisipasi aktif masyarakat dan membawa implikasi bagi masyarakat sebagai satu kesatuan integral dari pemerintah daerah yang sangat penting dari sistem pemerintahan, karena penyelenggaraan otonomi ditujukan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Partisipasi masyarakat dapat meliputi partisipasi dalam proses pembuatan keputusan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil maupun evaluasi (Kaho,1997:114). 7

Otonomi daerah bisa diwujudkan apabila disertai dengan otonomi keuangan dan ekonomi yang baik. Hal ini berarti secara finansial tidak tergantung pada pemerintah pusat dengan jalan menggali sebanyak mungkin sumber Pendapatan Asli Daerah (Radianto,1997:47). Desentralisasi fiskal sebagai proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintah dalam pelayanan publik sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan, artinya dengan desentralisasi atau otonomi daerah tersebut, kewenangan daerah Kabupaten/kota kini menjadi lebih besar dibandingkan dengan provinsi atau pusat. Bagaimana masing-masing daerah melaksanakan kewenangannya tergantung kepada daerah yang bersangkutan sesuai kreativitas, kemampuan organisasi pemerintahan daerah serta kondisi setiap daerah (Saragih,2003:83). Komponen PAD; Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Laba Usaha BUMD dalam Pembangunan Daerah Meskipun tiada jasa imbal yang bersifat kontraprestasi langsung yang harus diberikan Pemerintah kepada pembayar pajak atau rakyat, namun menggarisbawahi bahwa Pemerintah tetap wajib memberikan jasa imbal yang bersifat tidak langsung kepada rakyat (pembayar pajak) dalam wujud pembangunan yang kegunaannya bukan secara individual, namun ditujukan kepada kepentingan umum atau masyarakat (Meliala,1991:8). Pada dasarnya tidak terdapat perbedaan konsep antara pajak secara umum dengan Pajak Daerah.Terlihat berbeda menurut (Mardiasmo,2004:98), aparat pemungut, dasar pemungutan, dan penggunaan pajak yang dipungut oleh Pemerintah daerah dengan pengaturan dari daerah sendiri. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam pajak juga dapat ditemukan pada pajak daerah (Davey,1988:39). Pajak (termasuk pajak daerah) pada dasarnya mempunyai fungsi yang diperkenalkan sebagai fungsi anggaran (budgetair) dan fungsi mengatur (regulation). Fungsi budgetair pajak mengemuka ketika pajak menjadi sumber pendanaan bagi Pemerintah untuk membiayai pengeluarannya baik pengeluaran rutin maupun pembangunan. Sementara, fungsi mengatur akan

menonjol ketika Pemerintah menggunakan pajak untuk melaksanakan atau mengatur kebijakan di bidang sosial ekonomi untuk mencapai tujuan tertentu, misalnya ketika pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi pola hidup konsumtif, atau pengenaan pajak ekspor nol persen untuk mendorong ekspor produk lokal ke pasar global (Mardiasmo,2004:1) Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak menurut Wagner yang dikutip (Soetrisno,1982:120) harus memenuhi syarat (a) Keadilan, adil dalam hal perlakuan yang merata dan bersifat umum disesuaikan dengan kemampuan masing-masing, serta adil dalam hal memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan pembayaran, dan banding; (b) Yuridis, berarti memberikan jaminan hukum baik bagi daerah maupun warganya; (c) Ekonomis, pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi sehingga tidak menimbulkan kelesuan ekonomi; (d) Finansial, biaya pemungutan pajak harus lebih rendah dari hasil pemungutannya, dan (e) Sederhana, sistem pemungutan pajak harus memudahkan dan mendorong masyarakat memenuhi kewajiban perpajakannya (Mardiasmo,2004:2). Potensi Daerah Sebagai Sumber Utama Untuk Meningkatkan PAD Dalam Pendanaan Pembangunan Daerah Apabila Pemerintah daerah melaksanakan fungsinya secara efektif, dan diberikan kebebasan dalam pengambilan keputusan penyediaan pelayanan di sektor publik, maka mereka harus didukung sumbersumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) termasuk surcharge of taxes, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Pinjaman, maupun Subsidi/Bantuan dari Pemerintah Pusat. Pelaksanaan desentralisasi fiskal tersebut akan berjalan dengan baik apabila terdapat pengawasan dan enforcement yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat yang kapabel, dan terdapat keseimbangan antara akuntabilitas dan kewenangan dalam melakukan pungutan pajak dan retribusi daerah. Di Indonesia, daerah memperoleh kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri dan didukung dengan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, kebijaksanaan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dilakukan dengan mengikuti 8

pembagian kewenangan atau money follows function. Hal ini berarti bahwa hubungan keuangan antara pusat dan daerah perlu diberikan pengaturan sedemikian rupa, sehingga kebutuhan pengeluaran yang akan menjadi tanggung jawab daerah dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan yang ada (Sidik,2002:6-18). Dalam konsep desentralisasi intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan daerah terkait dengan intergovernmental relations, dalam hal ini pemerintah daerah bisa membuat kebijakan peningkatan PAD dengan memperhatikan daerah sekitar dalam usaha menjaga kestabilan. Retribusi misalnya hendaknya tidak berbeda jauh dengan retribusi daerah lain. Demikian pula dengan investasi daerah, tidak menimbulkan arus urbanisasi besar-besaran. Sebab pembangunan ekonomi, senantiasa mengarahkan penduduk untuk terkonsentrasi di daerah industri dan pada usaha yang menyerap tenaga kerja besar (Smith,1985) Pada kenyataannya model hubungan antarpemerintah daerah yang selevel (intergovernmental relations) sulit terjadi, sebab hubungan tersebut telah didominasi oleh level pemerintah di atasnya. Organisasi sosial dan politik yang didasarkan pada ikatan teritorial (kewilayahan) akan terkikis dan digantikan oleh dominasi kelompok berbasis kedudukan atau korporasi seperti halnya pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Dominasi pemerintah pusat terhadap kondisi perekonomian, didasarkan pada tujuan untuk menyusun perencanaan dan menciptakan kesejahteraan yang lebih baik dalam nuansa keterbatasan anggaran dan mahalnya teknologi. Selain PAD sumber pendanaan daerah berikutnya adalah dana perimbangan. Dana perimbangan dapat digambarkan melalui dua pendekatan rasional pertama, kepada pemerintah daerah diberikan seperangkat sumber-sumber keuangan sesuai dengan tugas dan tanggungjawab pemerintah daerah yang dapat dilaksanakan sesuai dengan jumlah pembiayaan yang diterima tersebut kedua, pembagian tiugas dan tanggungjawab antara pemerintah pusat dan daerah ditentukan terlebih dahulu setelah itu baru ditetapkan pembagian sumber keuangannya (Yani,2002:101) Dalam konsep otonomi daerah dijelaskan bahwa suatu daerah disebut sebagai daerah otonom, jika daerah tersebut memiliki sumber-

sumber keuangan. Hal tersebut diperlukan agar daerah dapat mengurus rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya. Salah satu sumber keuangan daerah adalah berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang potensinya berada di daerah dan dikelola oleh pemerintah daerah yang bersangkutan. PAD ini merupakan salah satu sumber pendapatan yang cukup diandalkan oleh pemerintah daerah Kabupaten/kota, karena dana ini murni digali sendiri dan dapat digunakan sepenuhnya untuk dimanfaatkan sesuai prioritas daerah dalam menjalankan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah (Soeratno,2002:15). Proses Desentralisasi Fiskal dan Dampaknya Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 mengatur desentralisasi (pelimpahan wewenang dan tanggung jawab) di bidang administrasi dan di bidang politik kepada pemerintah daerah. Dengan adanya pelimpahan wewenang kepada pemerintahan daerah dengan diikuti perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, diharapkan, pengelolaan dan penggunaan anggaran sesuai dengan prinsip money follows function. Tetapi mengingat desentralisasi di bidang administrasi juga berarti transfer personal (Pegawai Negeri Sipil) yang penggajiannya menjadi tanggung jawab daerah, prinsip money follows function, atau sebut saja penggunaan anggaran sesuai fungsinya, tidak mungkin berlangsung. hal ini terjadi karena Dana Alokasi Umum (DAU) yang menjadi sumber utama pendapatan daerah pada umumnya sebagian besar akan digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin, sehingga anggaran untuk pembangunan menjadi kecil. Bagi banyak daerah, pengeluaran untuk pembangunan tahun anggaran 2001 (setelah otonomi daerah/desentralisasi) lebih rendah dari pos pengeluaran yang sama tahun anggaran 2000 sebelum desentralisasi (Agustino,2005:1). Desentralisasi fiskal pada dasarnya suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintah dalam pelayanan publik sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan artinya dengan desentralisasi atau otonomi daerah tersebut, kewenangan daerah Kabupaten/kota kini menjadi lebih besar 9

dibandingkan dengan provinsi atau pusat. Bagaimana masing-masing daerah melaksanakan kewenangannya tergantung kepada daerah yang bersangkutan sesuai kreativitas, kemampuan organisasi pemerintahan daerah serta kondisi setiap daerah (Saragih,2003:83). KERANGKA KONSEPTUAL Kerangka Pemikiran Pada dasarnya penelitian ini tetap mengacukan diri pada payung hukum yang terkait dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, karena kaitan tentang potensi pendapatan yang dimiliki oleh suatu daerah dijabarkan dalam Undang-undang tersebut, sehingga penelitian ini menemukan masalah dan mencari data dan informasi untuk memecahkan masalah potensi daerah yang dapat meningkatkan pendapatan daerah dan strategi peningkatan kemampuan keuangan daerah dengan menggunakan langkah-langkah yang dirasakan tepat untuk menemukan solusi. Adapun masalah dan fokus jawaban yang dirasakan dapat memecahkan masalah tersebut dijabarkan sebagai berikut : Upaya-upaya meningkatkan potensi pendapatan daerah di kabupaten Sumbawa mutlak diperlukan demi peningkatan pendanaan pembangunannya, dan juga karena selama ini belum ada penelitian yang mengkaji tentang sejauh mana potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) khususnya di kabupaten ini, terutama sekali dalam mengkaji potensi pajak daerah, retribusi daerah dan laba BUMD. Dalam mengkaji dan mencari informasi terkait dengan hal tersebut perlu diidentifikasi alternatif langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mendapatkan data dan informasi yang akurat, dalam hal ini unsur yang dapat berperan yakni kebijakan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah yang mengarah kepada pengkajian potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD), karena dalam kebijakan umum pemerintah terdapat banyak data dan informasi yang dapat digali untuk menemukan suatu jawaban yang tersirat maupun tersurat. Adapun informasi yang dapat digali dan dirasakan dapat memecahkan persoalan tersebut adalah mengetahui arah kebijakan pembangunan dan mendapatkan

informasi tentang kondisi keuangan daerah termasuk di dalamnya mengkaji potensi pendapatan daerah dalam memperkuat kondusifitas kondisi keuangan daerah sehingga dapat ditemukan dan mengidentifikasi potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Berdasarkan data trend sektor pendukung Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengindikasikan kontribusi sektor perpajakan mengalami penurunan yang relatif drastis, hal ini merupakan masalah, justru dari sektor perpajakan sebenarnya dapat dijadikan ujung tombak dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Karena itu, dibutuhkan identifikasi data dan informasi yang lebih akurat untuk mengetahui penyebab menurunnya perolehan dari sektor pajak daerah atau dibutuhkan pembenahan administrasi pajak daerah demi meningkatkan pendapatan dari sektor pajak daerah dan untuk memahami upaya normatif yang telah dilakukan pemerintah kabupaten Sumbawa, diperlukan informasi dan data dari organisasi pelaksana pemungutan pajak daerah serta sistem dan prosedur administrasi pajak daerah. Berdasarkan kondisi data pada kurun waktu pelita V menciptakan sebuah kondisi yang memperihatinkan bagi kabupaten kabupaten Sumbawa, yakni rendahnya kemampuan keuangan daerah kabupaten Sumbawa dalam membiayai pembangunannya, padahal jika ditinjau dari kontribusi yang diberikan kepada propinsi, maka kabupaten Sumbawa termasuk bagian penting menopang pembangunan propinsi Nusa Tenggara Barat terutama sekali dari sektor pertanian (lihat trend data PDRB Kabupatan Sumbawa), karena itu diperlukan strategi-strategi yang diambil oleh pemerintah daerah untuk menemukan langkahlangkah yang relatif tepat mengatasi masalah tersebut tentunya dengan mengkaji faktor-faktor pendukung, faktor-faktor penghambat, sosialisasi kebijakan dan pelaksanaan program terpadu dalam menggali potensi pendapatan dalam meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Selain itu, perlu mengetahui tingkat kemampuan keuangan daerah kabupaten Sumbawa dalam rangka memberikan informasi kepada daerah tentang kondisi kemampuan keuangan daerah yang dimiliki, dan diperkuat dengan hasil kajian strategi-strategi yang telah digali dalam meningkatkan kemampuan keuangan tersebut, sehingga daerah 10

mendapatkan informasi dan solusi bagi pembangunan daerah dari hasil penelitian ini. Deskripsi yang lebih jelas mengenai hubungan antara masalah dan fokus penelitian dapat dilihat pada gambar berikut :

UU No.32 /2004 UU No.33 /2004 UU No. 28 /2004

2009

Potensi Daerah

Pendapatan Asli

Kemampuan Keuangan

Administrasi Pajak

Tindakan Pemerintah

Kebijakan Umum

Strategi Peningkatan

Kemandirian Berdasarkan gambar tersebut di atas dapat dilihat keterkaitan antara masalah dan fokus penelitian dan melahirkan kerangka fokus penelitian untuk menjawab masalah yang dirumuskan, penjabaran lebih lanjut mengenai pendekatan analisis, dapat diuraikan sebagai berikut :

Analisis Kualitatif diskriptif Untuk mengkaji secara mendalam masalah analisis terkait dengan potensi-potensi daerah diuraikan tentang sebagai berikut : Pengkajian mendalam tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Kajian mendalam tentang masalah pajak daerah diuraikan tentang informasi dan data terkait dengan : a. Lembaga pelaksana pajak daerah b. Sistem dan prosedur administrasi pajak daerah Untuk mengkaji secara mendalam masalah tindakan pemerintah daerah dalam meningkatkan kemampuan keuangan daerah diuraikan tentang data dan informasi yang terkait sebagai berikut : a. Kebijakan umum pembangunan dan pendapatan daerah. b. Strategi pemerintah daerah ditinjau dari : a. Strategi peningkatan SDM, target dan sebagainya.. b. Program yang dilakukan pemerintah dan sosialisasi sumber penerimaan daerah kepada masyarakat. Analisis Kuantitatif diskriptif Untuk mengukur kemampuan kemampuan keuangan daerah kabupaten Sumbawa dalam meningkatkan keuangan daerah digunakan dua pengukuran yaitu : Berdasarkan Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) (Depdagri dan Fisip UGM, 1991) :. PPAD = PAD / TPD x 100 % Keterangan : PPAD = Peranan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Sumbawa PAD = Pendapatan Asli Daerah TPD = Total Penerimaan Daerah Berdasarkan Indeks Kemampuan Rutin (IKR) (Tumilar,1997:15) : IKR = PAD / Pengeluaran Rutin x 100 % Keterangan : IKR = Indeks Kemampuan Rutin PAD = Pendapatan Asli Daerah Metode Penelitian Pendekatan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model penelitian post positivistik yaitu mengukur variabel dalam bentuk data persentase diskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan analisis dengan pendekatan kualitatif yang mengkaji secara mendalam sebuah fenomena faktual berdasarkan informasi dan 11

fakta yang ada pada suatu peristiwa nyata, disertai dengan keterlibatan asfek-asfek lain yang mendukung penelitian. Pendekatan kuantitatif diskriptif dengan mengumpulkan data dan informasi dengan kritis dan mengukur variabel kemudian dianalisis secara mendalam dengan keterlibatan pendukung lainnya yang menambah keunikan penelitian dan menggunakan pendekatan kualitatif diskriptif dalam rangka menjawab permasalahan penelitian atau menggunakan data yang dikumpulkan setelah semua peristiwa yang diperhatikan terjadi, karena itu perlu mengungkap, mendiskripsikan dan menganalisisnya dengan cara yang mendalam (Brannon,1987:12). Pada hakekatnya penelitian ini berupaya mengembangkan konsep dan fakta secara mendalam untuk menjawab pertanyaan, bagaimanakah potensi-potensi daerah yang terkait dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD), administrasi pajak daerah, strategi pemerintah daerah meningkatkan kemampuan keuangan daerah dan tingkat kemampuan keuangan daerah kabupaten Sumbawa. Lokasi Penelitian Sesuai dengan judul yang dipilih oleh penulis dalam penulisan ini, maka yang menjadi objek penelitian atau lokasi penelitian adalah Kabupaten Sumbawa dengan pertimbangan dan alasan sebagai berikut : 1. Kabupaten Sumbawa dikenal sebagai kabupaten di pulau Sumbawa Nusa Tenggara Barat (NTB) yang memiliki sumber daya alam yang relatif besar dan menjadi ibu kota kabupaten bahkan menjadi penyangga memperkuat kesiapan sumber daya propinsi NTB dan hal tersebut berdampak bagi kesejahteraan masyarakat. Selain itu, kabupaten ini telah mengorientasikan diri pada pengembangan dunia pendidikan, perindustrian dan perdagangan dan memiliki potensi sumber daya yang sifatnya multidimensi serta sangat menarik untuk dikembangkan dan mengetahui potensi penerimaan daerah dengan memanfaatkan segala macam sumber daya daerah sebagai sumber penerimaan guna menunjang pembangunan daerah Kabupaten Sumbawa. 2. Hasil survey lapangan bahwa sebagian besar stakeholder kabupaten Sumbawa mengharapkan pengembangan pembangunan daerah berdasarkan proyeksi hasil penelitian yang relevan dengan

menggunakan inovasi-inovasi program pembangunan yang kreatif dan sesuai dengan karakteristik daerah melalui pemanfaatan sumber daya/potensi lokal yang produktif. 3. Bila dilihat dari proporsi penerimaan daerah khususnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten Sumbawa, merupakan komponen pendukung penerimaan daerah yang berpotensi untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah sehingga penelitian terkait dengan hal tersebut sangat diperlukan di daerah. Metode Pengumpulan Data Teknik Pengumpulan Data Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahapan proses, yaitu getting in, getting along, dan logging the data. Pada tahap getting in merupakan proses memasuki lokasi penelitian. Jalur formal dengan menggunakan prosedur penelitian yang berlaku di kabupaten Sumbawa, yaitu diawali dengan pembuatan ijin penelitian di Badan Penelitian dan Pengembangan Pemerintah Kabupaten Sumbawa yang digunakan untuk memperoleh data di instansi Pemerintah Kabupaten Sumbawa. Setelah ijin penelitian diperoleh, peneliti menghubungi contact-persons di masing-masing instansi Pemerintah yang dituju untuk melakukan perkenalan dan komunikasi awal guna menjalin kedekatan. Sementara itu, untuk lokasi penelitian non instansi Pemerintah proses memasukinya lebih sederhana, yaitu melalui proses perkenalan yang natural (alamiah) melalui komunikasi dalam bentuk obrolan ringan dengan tujuan juga untuk menjalin kedekatan. Pada tahap getting along, yakni menjalin interaksi personal yang lebih mendalam dan harmonis dengan sumber informasi untuk memperoleh data-data yang relevan. Kegiatan personal interaktif ini juga untuk lebih menumbuhkan kepercayaan dan kredibilitas terhadap peneliti. Komunikasi interpersonal yang persuasif juga dilakukan terutama untuk memperoleh informasi yang bersifat sensitif, misalnya penilaian (judgement) informan terhadap suatu kebijakan atau makna-makna yang tersembunyi. Tahap logging the data merupakan tahap pengumpulan data yang dibutuhkan yang dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam, dokumentasi, dan observasi. 12

Melalui wawancara mendalam peneliti dapat memperoleh dan mengungkapkan informasi yang didasarkan pada pengalaman dan pengetahuan informan yang eksplisit maupun implisit, termasuk opininya terkait dengan masalah penelitian. Untuk memperoleh informasi dan opini yang tajam dan mendalam peneliti menciptakan suasana wawancara yang informal, spontan dan alamiah, informan diposisikan sebagai pemecah masalah. Dalam hal ini wawancara dikondisikan berjalan tidak terstruktur, namun tetap dalam kerangka fokus penelitian, terutama mengenai hal-hal yang bersifat formal, misalnya kebijakan serta sistem dan prosedur pembangunan daerah dan pajak daerah. Teknik dokumentasi bermanfaat untuk memperoleh data dalam bentuk dokumen atau catatan yang terkait dengan konsep kebijakan, implementasi, dan dampak yang muncul di lokasi penelitian. Dalam melakukan teknik observasi peneliti memperhatikan kenyataan bahwa mengingat peneliti bukan merupakan anggota kelompok yang diamati terutama di instansi pemerintah kabupaten Sumbawa maka peranan yang dapat dilakukan peneliti terbatas pada pengamatan/observasi yang tidak berperan serta. Secara spesifik posisi peneliti adalah seperti yang dikategorikan (Junker dalam Moleong,2004:176-7) yaitu pemeran serta sebagai pengamat. Artinya, peneliti secara langsung mengamati kegiatan dan peristiwa yang berkaitan dengan penelitian termasuk memperoleh informasi yang tersirat, guna lebih memahami implementasi dari hal-hal yang berkaitan dengan masalah penelitian. Aktivitas observasi tersebut dilaksanakan tanpa melakukan intervensi atau memberikan stimuli terhadap kegiatan atau peristiwa yang berlangsung. Dalam hal ini peneliti mengobservasi potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Dinas Pendapatan kabupaten Sumbawa dan mengikuti pelaksanaan tugas pendataan dan sosialisasi, yang sekaligus dimanfaatkan pula untuk mengamati karakteristik Pendapatan Asli Daerah (PAD). Penentuan Informan

Seperti telah disebutkan bahwa pada dasarnya penelitian ini menfokuskan pada Potensi daerah yang ditinjau dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), administrasi pajak daerah dan kemampuan keuangan daerah dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah terkait dengan Kebijakan umum

pendapatan daerah dan strategi peningkatan kemampuan keuangan daerah. Berdasarkan hal tersebut, informan yang dituju untuk proses pengambilan data penelitian ini adalah pertama, Pejabat pemerintahan daerah khususnya di Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset (DPKA) sebagai informan terpilih yakni Kepala Dinas sebagai pimpinan tertinggi di dinas tersebut dan akan berlanjut kepada pejabat lain seperti kepala seksi yang membawahi beberapa kegiatan yang terkait dengan fokus penelitian dan mampu mengungkapkan informasi yang terkait dengan fokus penelitian. Kedua, pihak masyarakat sebagai stakeholder yang mengontrol segala kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Adapun informannya dalam hal ini adalah Non Goverment Organization (NGO) yang sering melakukan advokasi kegiatan antara pemerintah dengan masyarakat, kalangan akademis, pengusaha dan masyarakat biasa yang mendapatkan manfaat dari proses pembangunan sekaligus mengontrol segala kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Jenis dan Sumber Data
Adapun jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian menggunakan data sekunder yang dipublikasi oleh instansi tertentu dan data primer yang dikumpulkan dari lembaga atau instansi pemerintah dan informan di lapangan sebagai data pendukung yang diperoleh secara tidak langsung baik dari dokumendokumen ataupun laporan-laporan resmi, juga dari sumber-sumber lain yang relevan. Data penelitian diperoleh dari informan, dokumen, serta tempat dan peristiwa. Informan adalah orang yang dianggap tepat dan bisa dipercaya untuk memberikan sumber data guna mengungkapkan suatu fenomena. Penggalian informasi diawali dari penuturan informan awal yang kemudian menunjuk informan utama (key informan). Informasi dari informan utama selanjutnya diaktualkan dan diperkaya secara bergulir-menggelinding (snowballing) kepada informan berikutnya sampai dengan terjadi kejenuhan informasi. Hal ini dilakukan agar variasi, kedalaman, dan kerincian data/informasi dapat diperoleh secara optimal. Informan utama atau informan kunci dalam penelitian ini adalah Kepala Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (DPKA) Pemerintah Daerah kabupaten Sumbawa yang pada saat penelitian dilakukan 13

bertanggung jawab dan pejabat lain di DPKA yang menurut informan awal atau informan kunci dinilai mengetahui, menguasai, dan memahami bahkan menghayati hal-hal yang berkaitan dengan masalah penelitian. Penelitian ini juga menggunakan data pendukung yang bersumber dari dokumen yaitu catatan yang berkaitan dengan masalah penelitian, diantaranya adalah dokumen Rencana Strategis (Renstra) Pemerintah Kabupaten Sumbawa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten Sumbawa, Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendapatan, serta Peraturan Daerah, Keputusan Bupati, dan peraturan perundangan lainnya yang terkait dengan masalah penelitian. Penelitian ini menggunakan data yang berasal dari suatu tempat atau area dimana peneliti memperoleh data dengan melakukan pengamatan (observasi) terhadap gejala dan peristiwa yang berkaitan dengan penelitian yang diperoleh dari beberapa sumber : 1. Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset (DPKA) Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa. 2. Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sumbawa. Fokus Penelitian Untuk menghindarkan penelitian dari data yang tidak relevan dengan masalah dan tujuan penelitian, sekaligus untuk membatasi agar pembahasan masalah tidak melebar, perlu ditentukan fokus penelitian. Fokus penelitian berfungsi untuk memilih data yang relevan, meskipun suatu data menarik tetapi karena tidak relevan maka tidak perlu dimasukkan dalam data yang dikumpulkan. Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini akan difokuskan pada potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan strategi peningkatan kemampuan keuangan Kabupaten Sumbawa (Moleong,2004:94) Secara spesifik fokus penelitian tersebut dapat dirinci sebagai berikut : Untuk mengkaji secara mendalam masalah analisis terkait dengan potensi-potensi daerah diuraikan tentang sebagai berikut : 1. Untuk memahami potensi daerah, penelitian ini perlu mendeskripsikan hal-hal yang terkait dengan fokus masalah potensi daerah yakni tentang: 1. Pengkajian mendalam tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Kajian mendalam tentang masalah pajak daerah diuraikan tentang informasi dan data terkait dengan : a. Lembaga pelaksana pajak daerah b. Sistem dan prosedur administrasi pajak daerah 2. Untuk mendiskripsikan strategi pemerintah Kabupaten Sumbawa dalam meningkatkan kemampuan keuangan daerah, penelitian ini difokuskan pada : a. Strategi peningkatan SDM, target dan sebagainya.. b. Program yang dilakukan pemerintah dan sosialisasi sumber penerimaan daerah kepada masyarakat. 3. Untuk menunjukkan tingkat kemampuan keuangan daerah maka akan dilakukan pengukuran sebagai berikut : a. Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) b. Indeks Kemampuan Rutin (IKR) Dengan penerapan fokus penelitian dimaksudkan untuk mengetahui kriteria-kriteria, inkuisi-inkuisi atau masukan-masukan yang memberikan informasi di lapangan. Melalui bimbingan dan arahan fokus penelitian, dapat diketahui secara pasti data mana yang diperlukan dan dikumpulkan dan data mana yang harus dihilangkan karena tidak relevan. Oleh sebab itu, fokus penelitian sangat berkaitan dengan rumusan masalah yang ditetapkan sebelumnya. Analisa Data Analisis data dilakukan dengan proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Selanjutnya, merinci usaha secara formal untuk menemukan tema seperti yang disarankan oleh data dan memberikan bantuan pada tema, dengan kata lain mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar dan secara lebih rinci yakni mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode dan mengkategorikan (Patton dalam Moleong,2000) Teknik analisis data dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua pendekatan analisis, yaitu teknik analisis kuantitatif dan kualitatif diskriptif. Analisa Kualitatif Diskriptif Untuk mengkaji secara mendalam, mencari informasi dan mencari jawaban atas masalah potensi-potensi daerah kaitan dengan potensi PAD, administrasi pajak daerah, strategi peningkatan kemampuan keuangan daerah di 14

2.

kabupaten Sumbawa, digunakan pendekatan analisa kualitatif diskriptif yang dikembangkan oleh (Miles at all,1992:15-20), melalui beberapa tahap sebagai berikut : 1. Reduksi Data. Data yang diperoleh dari lokasi penelitian atau data lapangan dituangkan dalam uraian atau laporan yang lengkap dan rinci. Jadi data yang diperoleh dari lapangan akan disesuaikan dengan kebutuhan yang ditetapkan oleh penelitian ini sesuai dengan fokus penelitian, dengan cara mengambil yang diperlukan dan mengabaikan yang diperlukan. 2. Penyajian Data (display data). Ini dimaksudkan agar mempermudah peneliti untuk melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu tentang asfek tujuan penelitian yang akan diteliti. 3. Penarikan kesimpulan/Verifikasi. Verifikasi data dalam pendekatan kualitatif ini dilakukan secara terus-menerus sepanjang proses penelitian berlangsung. Sejak awal memasuki lapangan dan selama proses pengumpulan data, peneliti berusaha untuk menganalisis dan mencari makna dari data yang dikumpulkan. 4. Pengecekan Keabsahan Data Setiap penelitian memerlukan adanya standar untuk melihat derajad kepercayaan atau kebenaran terhadap hasil penelitian tersebut. Di dalam pendekatan kualitatif standar tersebut sering disebut dengan keabsahan data, (Moleong,1994:173) menemukan bahwa ada 3 kriteria yang digunakan memeriksa keabsahan data : 1. Kredibilitas. Untuk memeriksa kredibilitas dilakukan kegiatan sebagai berikut : Melakukan peer debriefing. Hasil kajian didiskusikan dengan orang lain yang mempunyai pengetahuan tentang pokok penelitian dan metode penelitian yang diterapkan. Misalnya hasil penelitian akan setahap demi setahap didiskusikan dengan pembimbing yang dianggap memiliki pengetahuan metodologi dan teoritis secara akurat. Apabila ditemukan ketidaksesuaian maka akan dicari lagi data yang lebih valid. Dengan demikian, kajian tentang penelitian ini akan didiskusikan dengan pihak-pihak yang berkompeten, terutama pembimbing, dengan demikian kajian tentang penelitian ini akan didiskusikan dengan pihak-pihak yang berkompeten, terutama pembimbing yaitu

2.

David Kaluge,SE.MS.MEc-Dev.PhD (Pem.I) dan Dr. Asfi Manzilati,SE.ME.(Pem.II), mengenai hasil temuan lapangan. Triangulasi dengan sumber ; Dioperasionalkan dalam bentuk membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda yang mana membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen, membandingkan pernyataan informan di depan umum dengan pernyataan informan tersebut secara pribadi, dan membandingkan perspektif informan yang berbeda latar belakang mengenai suatu isu dengan tanpa mengharapkan hasil perbandingan merupakan kesamaan pandangan, pendapat atau pemikiran, yang penting bisa mengetahui alasan-alasan terjadinya perbedaan-perbedaan tersebut (Patton 1987:331). Members Check. Pada akhir wawancara peneliti akan melakukan member check atau pengecekan ulang secara garis besar berbagai hal yang telah disampaikan oleh informan berdasarkan catatan lapangan. Misalnya peneliti akan melakukan pengecekan ulang mengenai validasi temuan data secara umum apakah sudah sesuai dengan yang dibutuhkan atau belum. Keteralihan, keteralihan sebagai persoalan empiris bergantung pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima. Untuk melakukan keteralihan tersebut, maka peneliti berusaha mencari dan mengumpulkan data kejadian empiris dalam konteks yang sama. Dengan demikian, peneliti berusaha untuk menyediakan data deskriptif tentang kondisi objek penelitian dengan fokus penelitian. Sehingga proses keteralihan hasil penelitian yang biasanya berkenaan dengan pertanyaan hingga manakah hasil penelitian ini dapat dipublikasikan atau digunakan dalam situasi lain, benar-benar bisa digunakan dalam situasi yang berbeda dengan situasi penelitian ini. Kebergantungan dan kepastian. Untuk mengecek apakah penelitian ini benar atau salah, peneliti akan mendiskusikannya dengan pembimbing, setahap demi setahap, mengenai konsep-konsep yang dihasilkan di 15

lapangan, misalnya dengan diadakan seminar ataupun publikasi yang lain mengenai hasil penelitian ini. Analisa Kuantitatif Diskriptif (Pengukuran Kemampuan Keuangan Daerah) Berdasarkan Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) PPAD = PAD / TPD x 100 % Keterangan : PPAD = Peranan Pendapatan Asli Daerah PAD = Pendapatan Asli Daerah TPD = Total Penerimaan Daerah HASIL DAN PEMBAHASAN GAMBARAN LOKASI PENELITIAN DIKAITKAN DENGAN POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) Untuk mendapatkan informasi yang relevan dengan fokus masalah penelitian adalah dengan menetapkan Informan yang dituju untuk proses pengambilan data penelitian yaitu pertama, Kepala Dinas, Kepala Seksi di dinas Pendapatan Keuangan dan Aset (PKA) yang mengetahui tentang potensi daerah dan tindakan daerah dalam meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Kedua, warga masyarakat sebagai penerima, pelaksana dan pengawas pembangunan kaitannya dengan potensi daerah dan tindakan yang dilakukan pemerintah daerah dalam meningkatkan kemampuan keuangan daerah yang diharapkan dapat diperoleh data (juga berfungsi sebagai uji validitas data) dari pemuka masyarakat, akademisi, pengusaha dan masyarakat biasa yang secara langsung ataupun tidak menerima dan melaksanakan sekaligus sebagai pengawas tindakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah kaitannya dengan potensi daerah dan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah.

NO 1. 2.

INFORMAN PENELITIAN JABATAN/ NAMA PROFESI Pak Baharuddin Pak Karim (Bukan nama asli) Pak Budiman (Bukan Nama Asli) Pak Abdul Hakim Kepala Dinas PKA Kasi Pendaftaran Pajak Kasi Analisa dan Evaluasi

3.

situasi yang sebenarnya dan memang relevan dan mengandung informasi penting, maka peneliti menggunakan triangulasi (menggunakan beberapa sumber informasi guna memverifikasi dan memperkuat data), baik dalam metode pengumpulan data yang berbeda (dalam hal ini wawancara secara mendalam dan observasi) maupun menggunakan informan-informan pendukung yang telah disebutkan sebelumnya. Potensi PAD; Terdapat Pergeseran Kontribusi Sektor Pendukung di Bagian Sektor Tertentu Pada bagian ini akan mendiskripsikan gambaran umum lokasi penelitian dan kajian potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan temuan yang terjadi berkaitan dengan hal tersebut. Tujuan dari pendiskripsian lokasi penelitian ini yaitu untuk mengetahui potensi daerah yang dimiliki oleh daerah Kabupaten Sumbawa terkait dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kondisi sektor pendukung Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terjadi berdasarkan pengamatan. Jumlah pendapatan Kabupaten Sumbawa secara keseluruhan Tahun Anggaran (TA) 2008 dengan target anggaran setelah perubahan sebesar Rp.560.59 Milyar, terealisasi sebesar Rp.570.23 Milyar atau 101,72%. Pendapatan Kabupaten Sumbawa pada tahun 2008 sebesar Rp.560,59 miliar. Berdasarkan jumlah tersebut 3,92 persen didapatkan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), sedangkan selebihnya berasal dari dana perimbangan/dana transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat dan propinsi yakni sebesar 95,5 persen dan dan lain-lain pendapatan yang sah dengan kontribusi terhadap pendapatan Kabupaten sebesar 0,35 persen. Berdasarkan dari pengamatan tersebut dapat diketahui bahwa kemampuan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan lain-lain pendapatan yang sah yang ada dan dikelola di Kabupaten Sumbawa belum mampu membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan secara mandiri berlandaskan dari pendapatan sendiri. Kondisi Pajak Daerah Kabupaten Sumbawa Pendapatan pajak daerah tahun 2007, dengan realisasi sebesar Rp. 4.65 Milyar dari target sebesar Rp. 4.25 Milyar atau realisasi 109,39%. Pajak daerah dengan target anggaran tahun 2008 setelah perubahan sebesar Rp.5.42 Milyar, realisasi penerimaan sebesar Rp.5.56 Milyar atau 102,62%.

Kasi Penetapan 4. Pajak Kabid 5. Pak Imran Perenc.Program Kasi Data dan 6. Pak Sukiman pelaporan Kasi Penagihan 7. Pak Adi pajak Kasi Penyusunan 8. Pak Muhaimin Program Kasi Pendapatan 9. Pak Rusdi pajak Kasi Penerimaan 10. Pak Usman dan Aset Rakyat biasa/ 11. Ibu Imbo pedagang Akademisi 12. Pak Yudi,MP Perguruan Tinggi 13. Pak Imron,SE NGO/LSM 14. Pak Jambe Pengusaha Pak Andi Akademisi 15. Haris,SPd,MPd Perguruan Tinggi Sumber : Diolah di Lapangan Berdasarkan uraian di atas para informan yang dijadikan sumber informasi dalam penelitian ini telah mewakili stakeholder masyarakat dari berbagai tingkatan dari pemerintah daerah (DPKA) dan masyarakat yang berperan sebagai penerima, pelaksana dan pengawas kegiatan pembangunan daerah, karena telah mengalami secara langsung tentang kondisi pemanfaatan potensi daerah terutama manfaat Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam kebijakan yang dilakukannya dalam kegiatan pembangunan daerah sekaligus dapat menjadi uji validitas data yang dimunculkan dari pemerintah daerah. Untuk memastikan data lapangan yang diperoleh tersebut valid, diperlukan pengumpulan data dan informasi mengenai 16

No

Uraian

1 Pajak Hotel 2 Pajak Restoran 3 Pajak Hiburan 4 Pajak Reklame 5 Pajak Penerangan jalan 6 Pajak Peng. Bahan Galian Gol. C 7 Pajak Sarang Burung Walet Jumlah

Anggaran setelah Perubahan 1,633,992,984.00 275,000,000.00 22,500,000.00 145,000,000.00 1,400,000,000.00 1,200,000,000.00 747,455,640.00 5,423,948,624.00

Realisasi Rp 2,001,327,496.00 407,831,792.00 11,710,000.00 126,422,874.00 1,765,851,802.00 1,062,996,424.00 190,000,000.00 5,566,140,388.00

% 122.48 148.30 52.04 87.19 126.13 88.58 25.42 102.62

No

Uraian

Anggaran Setelah Perubahan Rp

Realisasi % 98.45 82.71 133.61 55.82 104.63 108.34 84.77 91.75 102.01 40.35 102.24 99.99 21.60 39.44 81.97 70.10 72.41 144.95 102.35 85.72 105.16 71.32 100.37 67.58 126.07 227.01 53.80 64.59 116.00 27.50 90.00 77.19 80.15 162.75 95.04

RETRIBUSI JASA UMUM 1 Retribusi Pelayanan Kesehatan 2 Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan 3 Retribusi Penggantian Biaya KTP dan Akte Capil 4 Retribusi Pelayanan Parkir di tepi jalan umum 5 Retribusi Pelayanan Pasar 6 Retribusi Pengujian Kendaraan bermotor 7 Retribusi Pelayanan Kesehatan Ternak RETRIBUSI JASA USAHA 8 Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah 9 Retribusi Pasar Grosir/Pertokoan 10 Retribusi Terminal 11 Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa 12 Retribusi Rumah Potong Hewan 13 Retribusi Pelayanan Kepelabuhan 14 Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga 15 Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah 16 Retribusi Sewa Kios/MCK/PKL Terminal RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU 17 Retribusi Izin Mendirikan Bangunan 18 Retribusi Izin Ganguan/Keramaian 19 Retribusi Izin Trayek 20 Retribusi Izin Usaha Perikanan 21 Retribusi Izin Peruntukan Penggunaan Tanah 22 Retribusi Izin Pengambilan Hasil Hutan Ikutan 23 Retribusi Izin Tanda Daftar Perusahaan 24 Retribusi Izin Tanda Daftar Gudang 25 Retribusi Izin Usaha Perdagangan 26 Retribusi Izin Usaha Penggilingan Padi 27 Retribusi Izin Usaha Perindustrian 28 Retribusi Izin Usaha Peternakan dan Pemotongan 29 Retribusi Izin Usaha Pertambagan Umum 30 Retribusi Izin Pengambilan dan Pemanfaatan ABT 31 Retribusi Izin Ketenagalistrikan 32 Retribusi Izin Usaha Sarana Pariwisata 33 Retribusi Izin Usaha Jasa Konstruksi 34 Retribusi Izin Ketenagakerjaan Jumlah 220,000,000.00 32,000,000.00 100,000,000.00 61,600,000.00 50,000,000.00 262,519,100.00 106,710,000.00 4,850,000.00 84,095,000.00 6,127,000.00 8,085,000.00 18,500,000.00 1,479,530,000.00 2,000,000.00 1,000,000.00 21,500,000.00 36,400,000.00 18,478,000.00 9,214,855,100.00 159,305,500.00 46,385,000.00 102,350,000.00 52,801,300.00 52,579,500.00 187,230,960.00 107,105,000.00 3,277,500.00 106,018,000.00 13,909,000.00 4,350,000.00 11,950,000.00 1,716,201,600.00 550,000.00 900,000.00 16,595,000.00 29,175,000.00 30,073,000.00 8,757,398,506.00 510,300,000.00 401,364,000.00 162,500,000.00 3,130,000.00 53,131,500.00 150,850,000.00 212,876,000.00 513,100,000.00 20,200,000.00 468,181,875.00 409,424,400.00 65,572,900.00 3,200,000.00 53,125,400.00 32,589,150.00 83,965,000.00 420,599,100.00 14,160,000.00 2,860,000,000.00 299,716,000.00 220,475,000.00 246,450,000.00 739,625,000.00 150,000,000.00 157,743,500.00 2,815,653,936.00 247,907,900.00 294,580,000.00 137,575,000.00 773,877,785.00 162,508,700.00 133,721,000.00

Kondisi Retribusi Daerah Kabupaten Sumbawa Retribusi daerah dengan target anggaran setelah perubahan sebesar Rp.9.21 Milyar, realisasi penerimaan sebesar Rp.8.75 Milyar atau 95,04%.Rincian atas penerimaan retribusi daerah tersebut sebagai berikut:

Beberapa Temuan Penting Potensi hasil pertanian tahun 2008, produksi Gabah Kering Giling 242.633 ton meningkat 18% menjadi 287.192 ton pada tahun 2009. Kebijakan untuk mengkaji potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yakni kemampuan fiskal daerah yang ditunjukkan oleh proyeksi pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp. 20,8 Milyar perkiraan penerimaan dana. Kebutuhan fiskal daerah yang ditunjukkan oleh rencana belanja pemerintah daerah, yang terdiri dari kelompok belanja langsung sebesar Rp.257.06 17

Milyar dan belanja tidak langsung sebesar Rp.317.78 Milyar. Kemampuan pembiayaan pemerintah daerah, yang ditunjukkan oleh penerimaan pembiayaan daerah sebesar Rp.30.01 Milyar dan pengeluaran pembiayaan daerah sebesar Rp.4.25 Milyar. Kondisi-kondisi tersebut yang mendasari penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2008. Anggaran pendapatan mengalami peningkatan sebesar Rp.4.21 Milyar dari anggaran semula Rp.556.3 juta menjadi Rp.560.59 Milyar atau meningkat sekitar 0,76%. Jumlah pendapatan Kabupaten Sumbawa secara keseluruhan Tahun Anggaran (TA) 2008 dengan target anggaran setelah perubahan sebesar Rp.560.59 Milyar, terealisasi sebesar Rp.570.23 Milyar atau 101,72%. Pendapatan Kabupaten Sumbawa pada tahun 2008 sebesar Rp.560,59 miliar. Berdasarkan jumlah tersebut 3,92 persen didapatkan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), sedangkan selebihnya berasal dari dana perimbangan/dana transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat dan propinsi yakni sebesar 95,5 persen dan dan lain-lain pendapatan yang sah dengan kontribusi terhadap pendapatan Kabupaten sebesar 0,35 persen. Dari pelampauan anggaran pendapatan, efisiensi belanja serta defisit pembiayaan netto menghasilkan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun anggaran 2008 sebesar Rp.92.46 Milyar. Saldo SiLPA ini akan memberikan fleksibilitas pengelolaan APBD untuk tahun mendatang. Dibandingkan dengan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2007, realisasi pendapatan 2008 mengalami kenaikan sebesar Rp.70.11 Milyar atau 14,02%, yaitu dari Rp.500.11 Milyar pada tahun 2007 menjadi Rp.570.23 Milyar pada tahun 2008. Pada sisi belanja, terjadi kenaikan realisasi sebesar Rp.82.37 Milyar atau 18,04%, yaitu dari Rp.456.59 Milyar pada tahun 2007 menjadi Rp.538.97 Milyar pada tahun 2008. Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2007 terdiri dari pendapatan pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dengan total realisasi Rp. 20.43 Milyar dari target Rp. 18.90 Milyar atau 108,10 % dengan uraian yakni pendapatan pajak daerah, dengan realisasi sebesar Rp. 4.65 Milyar dari target sebesar Rp. 18

4.25 Milyar atau realisasi 109,39%, pendapatan retribusi daerah tahun 2007 sebesar Rp. 6.83 Milyar dari target sebesar Rp. 8.56 Milyar atau realisasi sebesar 79,76 %, pendapatan dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan tahun 2007 sebesar Rp. 2.48 Milyar dari target sebesar Rp. 2.77 Milyar atau realisasi sebesar 89,48 %, pendapatan dari lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah tahun 2007 diperoleh dari jasa giro KASDA, penerimaan bunga dana bergulir, bunga dana penyangga PD.BPR-LKP, pendapatan denda, kontribusi SKPD dan lain-lain dengan realisasi sebesar Rp. 6.46 Milyar dari target sebesar Rp. 3.30 Milyar atau realisasi 195,39%. Sektor pendukung Pendapatan Asli Daerah (PAD) realisasi anggaran terbesar adalah pada sisi pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dengan realisasi sebesar 104,16 persen dan selanjutnya pada sisi pendapatan pajak daerah yang mencapai 101,62 persen baru diikuti oleh pendapatan retribusi pajak daerah. Retribusi tertinggi diperoleh oleh retribusi pelayanan kesehatan yang mencapai angka Rp 2,86 Milyar dan setelah itu diikuti oleh retribusi izin usaha pertambangan umum yang mencapai Rp 1,48 Milyar rupiah akan tetapi pengelolaan retribusi tersebut masih dikelola oleh masing-masing dinas sehingga pengelolaannya masih belum berjalan optimal apalagi pengelolaannya masih bersifat manual. Hal yang paling substansi, terjadi pergeseran potensi kontribusi dari pajak daerah kepada retribusi daerah. Retribusi pelayanan kesehatan merupakan pemberi kontribusi terbesar dalam konteks potensi retribusi daerah terhadap PAD akan tetapi pengelolaannnya masih dilakukan oleh Dinas Kesehatan atau adanya tumpang tindih kepengurusan. Ada perlakuan retribusi yang berbeda yang diberikan oleh daerah kepada sekelompok orang yang memiliki kemampuan dalam mengakses informasi dan kebijakan dari pemerintah daerah misalnya dalam implementasi retribusi pasar banyak pungutan liar yang mengatasnamakan retribusi yang tidak terkontrol. Kondisi pengelolaan kekayaan daerah tertinggi yang dikelola mendominasi pada sektor kredit perbankan yang didominasi oleh pendapatan modal daerah pada sektor pertanian

karena masyarakat Sumbawa didominasi oleh sektor pertanian setelah itu diikuti oleh PD BPR LKP dan PDAM. Lain-lain pendapatan daerah yang sah dalam rinciannya didominasi oleh kontribusi jasa giro kas daerah yang mencapai angka Rp 4 Milyar. Mendapatkan deviden BUMD dan selama ini kontribusinya dirasakan cukup baik sehingga dalam satu periode anggaran kontribusinya mencapai Rp 39 Milyar ke atas dengan harapan dapat menopang PAD kedepan. Tergambarkan bahwa dalam lima tahun terakhir sejak tahun 2000 kontribusi PAD terhadap total realisasi belanja berkisar 17,46 persen per tahun. Apabila kontribusi PAD tersebut ditambahkan dengan kontribusi dari dana Bagi Hasil, maka perbandingannya dengan realisasi belanja daerah baru mencapai 30,75 persen rata-rata setahun, sementara kontribusi Dana Perimbangan masih sangat besar, sekitar 89.24 persen per tahun. Fenomena yang ditemukan di lapangan dikala pemungutan pajak di tingkatan mikro subjek dan objek pajak menemukan permasalahan yang demikian komplek dikarenakan berhadapan dengan masyarakat yang tingkat sosial ekonominya rendah dan berbenturan dengan perusahaan-perusahaan yang dipengaruhi oleh kedekatannya dengan pihak penguasa baik pusat maupun daerah sehingga menimbulkan problem tersendiri sehingga daerah dianggap tidak memiliki pengaruh yang signifikan untuk melakukan pembenahan dan perbaikan perpajakan." Perpajakan berbenturan dengan kenyataan yang dihadapi oleh masyarakat yang mana masih belum menjiwai keadaan yang diinginkan dalam artian pajak daerah mencerminkan realitas potensi daerah yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat lokal. Menguraikan lebih jauh tentang tanggapan masyarakat dalam mengkaji kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah terhadap masyarakat diperlukan keterlibatan sektor eksternal yang menjadi pengawas kebijakan sehingga kebijakan tersebut tidak sepihak terutama dalam mengedepankan kepentingan sekelompok elit kepentingan terutama yang lazim terjadi di kalangan penguasa atau pemerintah. Masyarakat senantiasa jujur dalam membayar pajaknya secara teknis pajak yang akan dibayarkan oleh masyarakat diserahkan ke 19

kantor desa setempat untuk diberikan kepada wajib pajak dan sosialisasi pajak belum pernah dilakukan sehingga masyarakat dengan senang hati membayar pajaknya sesuai dengan ketentuan perhitungan pajak yang ditentukan oleh dinas bahkan jika tidak dibayarkan maka saya juga sebagai masyarakat mau tidak mau ikut dalam sistem seperti itu." Pemerintah mengedepankan pemanfaatan potensi daerah yang mendukung PAD dan tetap optimis akan menyeimbangkan semuanya itu karena tahun 2010 ini akan diharapkan perolehan pendapatan dari PAD mencapai Rp 25 M lebih semoga." Pemerintah daerah dalam hal ini terutama dalam konteks pembangunan yang mengedepankan peningkatan pajak daerah dengan program intensifikasi sebagaimana yang ditegaskan sehingga pada kenyataannya satu sisi dapat menjadi beban bagi sekelompok masyarakat tertentu terutama masyarakat kalangan menengah ke bawah. Pemerintah perlu menjelaskan tentang pajak daerah itu supaya masyarakat bisa paham untuk apa dan apa manfaat pajak apalagi diberikan kesempatan untuk menghitung pajak tersebut. Administrasi Pajak Daerah; Kendala SDM dan Fasilitas Berdampak Terhadap Penurunan Pendapatan di Sektor Pajak Daerah Pembaharuan sistem operasional pemungutan pajak daerah dalam konteks administrasi pajak daerah terdiri dari kegiatan yaitu pembuatan database pajak daerah; peningkatan fungsi pemungutan pajak daerah dan Pajak Bumi dan Bangunan melalui kegiatan pendataan, penagihan, dan sosialisasi secara terpadu setiap hari yang dikenal dengan Program SoMentari (Sosialisasi, mendata, menagih setiap hari). Program SoMentari merupakan program yang memadukan tugas struktural, fungsional, dan administratif pada Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Kabupaten Sumbawa, guna meningkatkan kinerja terutama pemungutan pajak daerah. Diharapkan dengan adanya Program SoMentari adalah peningkatan kinerja pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan. penerapan Program SoMentari yang terkait dengan pajak daerah berupa kegiatan operasional yang dilaksanakan setiap hari untuk merealisasikan fungsi pemungutan pajak daerah.

Pemungutan pajak daerah sendiri merupakan kumpulan kegiatan mulai dari menghimpun data obyek pajak dan subyek pajak, menentukan besarnya pajak daerah terutang, hingga kegiatan penagihan pajak daerah kepada wajib pajak serta pengawasan penyetorannya. Program SoMentari diimplementasikan dalam bentuk kegiatan pendataan, penagihan, dan sosialisasi pajak daerah secara terpadu yang dilaksanakan setiap hari. Program SoMentari didesain sebagai tindakan korektif, antisipatif, dan evaluatif yang dilatarbelakangi oleh adanya fakta empiris bahwa pada tahun 2006 dan 2007 ketika Program SoMentari diluncurkan, pelaksanaan pemungutan belum berjalan sebagaimana diharapkan, dimana potensi obyek pajak daerah belum terdata secara benar sesuai kondisi aktual sehingga mengakibatkan penetapan besaran pajak daerah terutang belum mencerminkan kondisi obyek pajak yang sebenarnya. Selain itu tingkat kesadaran wajib pajak masih rendah karena sistem self assessment yang merupakan wujud tingginya tingkat kesadaran wajib pajak belum berjalan sebagaimana mestinya. Demikian pula dengan kondisi pelaksanaan penagihan yang belum intensif, sebaran beban kerja belum merata, dan kurangnya antisipasi terhadap obyek dan subyek pajak daerah yang baru juga menjadi latar belakang diluncurkannya kegiatan terpadu pemungutan pajak daerah tersebut. Hal tersebut sebagaimana disampaikan oleh Kepala Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Kabupaten Sumbawa mengemukakan, Hal ini yang kemungkinan menjadi penyebab mengapa perolehan pemungutan pajak daerah pada tahun tersebut mengalami penurunan selain itu juga faktor lain yang menjadi masalahnya adalah dikarenakan databased untuk pengelolaan pajak tersebut belum ada dan tenaga IT dalam pengaturan pajak belum ada sehingga pajak tidak dapat maksimal dalam perolehannya secara administrasi. Untuk mengoperasionalisasikan Program SoMentari, Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Kabupaten Sumbawa membentuk Satuan Kerja Operasional SoMentari (SKOSM) & Satuan Kerja Pendukung Operasional SoMentari (SKPOM). SKOSM mempunyai wilayah kerja yang meliputi (a) Wilayah kerja Cabang Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset, dan (b) Wilayah Kecamatan 20

untuk Kecamatan Kota. Sementara itu, yang dimaksud dengan SKPOM adalah unit satuan kerja Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset yang bekerja secara struktural. Di dalam setiap SKOSM dibentuk beberapa Kelompok Kerja Operasional SoMentari (KKOSM). Masa kerja KKOSM wilayah Kecamatan Kota dan masa kerja KKOSM pada wilayah Cabang Dinas ditentukan berdasarkan kebijakan Kepala Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset yang juga menetapkan Koordinator dan Wakil Koordinator SKOSM, anggota KKOSM, serta wilayah kerjanya. Beberapa Temuan Penting Pada dasarnya pemerintah Kabupaten Sumbawa mengalami kendala dalam hal fasilitas yang ada terkait dengan masalah teknis dalam pemungutan pajak daerah yang walaupun telah mengedepankan upaya intensifikasi pajak. Kendala teknis tersebut adalah tidak adanya databased pajak daerah yang jelas dalam pengelolaan keuangan daerah terutama dari sektor pajak daerah. Untuk melakukan pembenahan lebih lanjut, maka diperlukan adanya tenaga Informatika dan Telekomunikasi (IT) yang handal yang membawa dampak kekuatan internal organisasi perpajakan dalam Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset (DPKA) Kabupaten Sumbawa. Lemahya perolehan pendapatan pada sektor pajak daerah terutama di tahun tertentu berdasarkan data PAD Kabupaten Sumbawa yang dipublikasi mengalami penurunan yang sangat drastis terutama pada tahun 2007 lebih diakibatkan oleh belum optimalnya implementasi program Sosialisasi Menagih Tiap Hari (SoMentari) oleh staf pemungut dan terkendala oleh lemahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pembayaran pajak walaupun sebenarnya pemerintah daerah ingin mengedepankan konsep pembayaran oleh wajib pajak dengan model self assesment. Pembaharuan sistem operasional pemungutan pajak daerah dalam konteks administrasi pajak daerah terdiri dari kegiatan yaitu pembuatan database pajak daerah; peningkatan fungsi pemungutan pajak daerah dan Pajak Bumi dan Bangunan melalui kegiatan pendataan, penagihan, dan sosialisasi secara terpadu setiap hari yang dikenal dengan Program SoMentari (Sosialisasi, mendata, menagih setiap hari).

Program SoMentari didesain sebagai tindakan korektif, antisipatif, dan evaluatif yang dilatarbelakangi oleh adanya fakta empiris bahwa pada tahun 2006 dan 2007 ketika Program SoMentari diluncurkan, pelaksanaan pemungutan belum berjalan sebagaimana diharapkan, dimana potensi obyek pajak daerah belum terdata secara benar sesuai kondisi aktual sehingga mengakibatkan penetapan besaran pajak daerah terutang belum mencerminkan kondisi obyek pajak yang sebenarnya. Kondisi pelaksanaan penagihan yang belum intensif, sebaran beban kerja belum merata, dan kurangnya antisipasi terhadap obyek dan subyek pajak daerah yang baru juga menjadi latar belakang diluncurkannya kegiatan terpadu pemungutan pajak daerah tersebut. Penyebab mengapa perolehan pemungutan pajak daerah pada tahun tersebut mengalami penurunan selain itu juga faktor lain yang menjadi masalahnya adalah dikarenakan databased untuk pengelolaan pajak tersebut belum ada dan tenaga IT dalam pengaturan pajak belum ada sehingga pajak tidak dapat maksimal dalam perolehannya secara administrasi. Formulir yang digunakan dalam administrasi (sistem dan prosedur) pajak daerah pada setiap daerah di Indonesia sebelum adanya pembaharuan perpajakan adalah sama yang menegaskan tentang dokumen-dokumen yang digunakan untuk menata administrasi perpajakan didasarkan pada Kepmendagri Nomor 43 tahun 1999 tentang dokumen dalam sistem dan prosedur pajak daerah. Kegiatan self assessment wajib pajak lebih aktif dengan mengisi sendiri data pajak dan menentukan jumlah utang pajaknya berdasarkan data tadi, selanjutnya membayar sesuai dengan jumlah yang telah dia hitung. Disini kejujuran wajib pajak sangat menentukan. Kalau penetapan secara jabatan itu karena wajib pajak tidak kunjung memasukkan SPTPD padahal telah disampaikan surat teguran. Sedangkan pada official assessment Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset lebih aktif daripada wajib pajak terutama dalam hal penentuan jumlah utang pajak yang harus dibayar." Hasil wawancara maupun hasil penelusuran dokumen mengenai faktor pendukung dan faktor penghambat yang diverifikasi oleh pengamatan di lapangan terhadap kegiatan di Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset, menemukan adanya indikasi 21

kedisiplinan dan tanggung jawab pegawai, antara lain kepatuhan terhadap jam kerja, melakukan kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan selama jam kerja, dan merespon kebutuhan masyarakat dan overlapping kegiatan antar dinas atau interaksi antar dinas dengan dinas lainnya. Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset dalam kerangka pajak daerah menyusun strategi yang dicerminkan dalam kebijakan untuk merealisasikan sasaran terwujudnya sistem dan prosedur pajak daerah serta tercapainya target dan meningkatnya pendapatan dari pajak daerah, ditetapkan kebijaksanaan peningkatan pajak daerah dengan cara intensifikasi, Untuk merealisasikan sasaran terlaksananya koordinasi, pengawasan dan evaluasi dalam proses pemungutan pajak daerah, ditetapkan kebijaksanaan peningkatan fungsi koordinasi, pengawasan dan evaluasi dalam proses pemungutan pajak daerah dalam rangka peningkatan PAD; dan untuk merealisasikan sasaran meningkatnya sumber daya organisasi Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset dan pelayanan prima serta meningkatnya pemahaman masyarakat tentang pajak daerah, ditetapkan kebijaksanaan pemanfaatan sumber daya organisasi secara efektif dan efisien serta peningkatan pelayanan kepada masyarakat meliputi kecepatan pelayanan maupun kemudahan memperoleh informasi tentang pajak daerah. Jika nyaman untuk dipahami tentang PBB itu maka semua orang sebagai wajib pajak akan membayar pajak tapi malah kita masyarakat yang membayar orang untuk memahami tentang PBB itu karena rumit untuk dihitung. Rendahnya tingkat pengetahuan juga mengakibatkan keengganan menyusun pembukuan sederhana, sehingga tidak bisa diterapkan self assessment system. Pajak yang dibayarkan masyarakat di daerah itu berupa SPPT dan berkas lainnya tapi sistem itu diberikan ke kantor desa setempat dan setelah itu orang kantor desa yang memberikannya kepada wajib pajak. Hasil pendataan setiap hari tersebut juga dapat memberikan informasi yang bersifat time series sehingga relatif lengkap untuk dijadikan acuan bagi penetapan tarif pajak agar sesuai dengan kemampuan riil wajib pajak daerah. Jika memang pemerintah selalu berupaya untuk selalu memperhatikan kepentingan masyarakat tentunya program SoMentari yang

diutamakan dalam kegiatan sosialisasi pajak telah banyak masyarakat yang sadar dan memberikan mosi percaya kepada pemerintahannya dan mereka akan semakin sadar dalam melakukan kewajibannya. Kemampuan Keuangan Daerah Rendah; Perlu Pemanfaatan Potensi Daerah yang Produktif Dalam Mendukung PAD Berdasarkan Laporan pertanggungjawaban Bupati Sumbawa, menegaskan bahwa dalam rangka meningkatkan kemampuan pendapatan daerah, telah dilakukan upaya meningkatkan potensi, realisasi dan pengelolaan sumber-sumber pendapatan daerah, ditempuh melalui pelaksanaan kegiatan prioritas yaitu pendataan, pendaftaran dan pengolahan data obyek dan subyek pajak, peningkatan pengelolaan sumber-sumber pendapatan dan peningkatan PAD dan PBB. Pada tahun 2008 telah dilaksanakan upaya intensifikasi PAD melalui pendataan obyek dan subyek pajak di 9 kecamatan. Adapun tingkat realisasi baru mencapai 77,84% dari target 90%. Fasilitasi Pengembangan Lembaga Keuangan Daerah dan Penyertaan Modal Daerah juga dilakukan dalam rangka pengembangan lembaga keuangan daerah. Untuk itu di Tahun 2008, telah dilaksanakan kegiatan penyertaan modal usaha pada PT Bank NTB, PD BPR-LKP, PDAM dan Perusda dalam rangka peningkatan kegiatan dan usaha perusahaan daerah. Hal ini merupakan salah satu upaya peningkatan kinerja perekonomian daerah disamping menjadi potensi penerimaan Pendapatan Asli Daerah. Berdasarkan perhitungan pengukuran yang penulis lakukan relatif sama dengan pengukuran yang dilakukan di daerah. Hasil perhitungan kemampuan keuangan daerah atau kemandirian daerah yang ditinjau dari Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) dengan memformulasikan perbandingan besarnya nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD) dari tahun 2006 sampai tahun 2008 secara berurutan adalah sebesar 4,81 %, 3,21 % dan 3,16 % dengan kategori Sangat Kurang (SK) artinya tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan dari pemerintah pusat demikian pula halnya jika diukur dari Indeks Kemampuan Rutin (IKR) menghasilkan nilai ratarata di tahun 2006 sampai tahun 2008 adalah sebesar 5,49 %, 3,08 % dan 2,85 % dengan kategori yang sama pula yakni Sangat Kurang (SK) dan jelaslah bahwa dari sisi belanja rutin yang jika 22

dibandingkan dengan besarnya nilai Pendapatan Asli Daerah belum mampu mengatasi pembiayaan pemerintah di daerah Kabupaten Sumbawa. Beberapa Temuan Penting Kebupaten Sumbawa jika ditinjau dari sisi kemampuan keuangan daerah relatif memiliki kondisi yang sama dengan Kabupaten yang lain di Indonesia yakni kemampuan daerahnya jika ditinjau dari kontribusi yang diberikan oleh sektor-sektor pendukung Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah sangat kurang. Jika ditinjau lebih jauh kondisi ini lebih banyak disebabkan oleh pencapaian target yang underestimated ditambah dengan komposisi belanja SKPD yang masih belum efisien yang diakibatkan oleh ketidakpatuhan SKPD dalam menentukan dan menetapkan rencana anggaran dan belanja daerah. Lebih lanjut jika dibandingkan dengan kondisi pengukuran kemampuan daerah di propinsi NTB, Kabupaten Sumbawa relatif masih lemah dari sisi kemampuan keuangan terbukti dari persentase kemampuan keuangan daerahnya. Berdasarkan Laporan pertanggungjawaban Bupati Sumbawa, menegaskan bahwa dalam rangka meningkatkan kemampuan pendapatan daerah, telah dilakukan upaya meningkatkan potensi, realisasi dan pengelolaan sumber-sumber pendapatan daerah, ditempuh melalui pelaksanaan kegiatan prioritas yaitu pendataan, pendaftaran dan pengolahan data obyek dan subyek pajak, peningkatan pengelolaan sumber-sumber pendapatan dan peningkatan PAD dan PBB. Pada tahun 2008 telah dilaksanakan upaya intensifikasi PAD melalui pendataan obyek dan subyek pajak di 9 kecamatan. Adapun tingkat realisasi baru mencapai 77,84% dari target 90%. Hasil perhitungan kemampuan keuangan daerah atau kemandirian daerah yang ditinjau dari Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) dengan memformulasikan perbandingan besarnya nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD) dari tahun 2006 sampai tahun 2008 secara berurutan adalah sebesar 4,81 %, 3,21 % dan 3,16 % dengan kategori Sangat Kurang (SK) artinya tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan dari pemerintah pusat demikian pula halnya jika diukur dari Indeks Kemampuan Rutin (IKR) menghasilkan nilai ratarata di tahun 2006 sampai tahun 2008 adalah

sebesar 5,49 %, 3,08 % dan 2,85 % dengan kategori yang sama pula yakni Sangat Kurang (SK) Keterbukaan antara pemerintah dalam konsep pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah tidak transparan kepada masyarakat dalam kerangka Good Governace belum dapat berjalan dengan baik misalnya dari kontribusi royalti yang diberikan oleh PT Newmont dari besarnya serta sasaran dari anggaran yang diperoleh tersebut kepada masyarakat melalui sosialisasi program kegiatan pemerintah masih belum optimal dilakukan. PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) merupakan Perusahaan tambang yang menempati peringkat 16 dari 100 perusahaan Coorporate terbaik dunia, versi Majalah Pengakuan ini merupakan Responsibility. penghargaan atas komitmen seluruh karyawan Newmont, manajemen, dan para pemegang saham yang terus menerus terhadap penerapan nilai-nilai perusahaaan dan perwujudan kepemimpinan kita dalam bidang keselamatan kerja, perlindungan lingkungan dan tanggungjawab sosial. Lebih lanjut berkaitan dengan potensi daerah pada dasarnya daerah Kabupaten Sumbawa, yang jika potensi daerah dikelola secara transparan dan tidak ada bias-bias politik di tingkat birokrasi dan pihak PT NNT serta tidak adanya kecendrung-kecendrungan yang mengarah kepada korupsi di internal birokrasi, dapat diestimasi bahwa kemampuan keuangan daerah Kabupaten Sumbawa dapat meningkatkan kemampuan keuangan daerahnya dan mengurangi ketergantungan terhadap dana perimbangan yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan berimplikasi kepada tingginya ketergantungan daerah dan daerah selalu menjadi daerah yang relatif miskin. Keberadaan PT NNT merupakan kekayaan sekaligus potensi daerah yang dimiliki oleh kabupaten Sumbawa dan hal tersebut paling tidak memberikan manfaat yang besar bagi rakyat Sumbawa dan kemiskinan tidak terjadi seperti dalam penelitian IRDA yang saya lakukan waktu itu menghasilkan bahwa kondisi kemampuan keuangan daerah masih rendah dan ini menjadi pertimbangan Sumbawa untuk bisa berkembang. Jika ditinjau lebih jauh daerah telah berupaya terutama propinsi NTB telah mampu untuk berupaya keras dalam menjaring kerja sama yang harmonis dengan pihak NNT tentunya 23

akan berpengaruh dengan semakin meningkatnya kemampuan keuangan daerah, tetapi kembali lagi ke pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan maksimal kepada pihak perusahaan asing ini dengan kebijakannya. Keperihatinan mendalam masyarakat ketika mengetahui bahwa aset yang dimiliki oleh koperasi PT.NNT adalah sebesar Rp 10 Milyar lebih dan lebih dari setengah PAD daerah Kabupaten Sumbawa, artinya sebenarnya daerah punya kesempatan untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerahnya dengan memanfaatkan potensi daerah yang dimiliki terutama mengakses sumber anggaran dan bantuan dari PT NNT. Keberadaan sebuah perusahaan yang memiliki komitmen terhadap pemberdayaan masyarakat melalui program Coorporate Sosial Responsibility (CSR), memiliki nilai positif yang mampu merancang dan mensukseskan sebuah perencaan dengan baik sehingga dapat dijadikan sandaran dan harapan semua lapisan masyarakat. Perencanaan Kemandirian dan kesejahteraan masyarakat sekitar dimasa yang akan datang adalah sesuatu yang harus diprioritaskan perusahaan mengingat bahwa komunitas sosial yang ada di wilayah lingkar tambang khususnya dan Kabupaten Sumbawa pada umumnya, akan mendapatkan dampak dari aktifitas perusahaan pertambangan PT Newmont Nusa Tenggara. Perlu melihat potensi daerah di sektor peternakan seperti di kabupaten Sumbawa sekarang akan menjadi daerah dengan program sejuta sapi yang ditempatkan di area rumput desa Limung yang kemarin diresmikan oleh menteri terkait sepertinya ikut juga memberikan kontribusi positif bagi peningkatan kemampuan daerah. Kebijakan Pemerintah Mengedepankan Kebijakan Prioritas Dalam Sektor Tertentu Yang Menghambat Perkembangan Sektor Lain Dalam kebijakan pendapatan dan Laporan keuangan pemerintah daerah ditemukan Nota Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yakni laporan yang menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan pemakaian sumber daya ekonomis sesuai dengan yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang dikelola oleh Pemerintah Daerah dalam satu periode. Nota Perhitungan APBD juga menggambarkan perbandingan antara anggaran pendapatan, belanja dan pembiayaan dengan realisasinya selama satu periode akuntansi.

Tujuan dari Nota Perhitungan APBD ini adalah untuk mengungkapkan kegiatan keuangan pemerintah daerah yang memenuhi karakteristik kualitatif laporan keuangan untuk melahirkan sebuah kebijakan keuangan di daerah. Salah satu indikator penting dalam Good Governance adalah adanya akuntabilitas pengelolaan Keuangan Daerah, dimana pengelolaan keuangan daerah secara baik merupakan perwujudan amanat dari rakyat kepada pemerintah daerah yang harus dipertanggungjawabkan kepada publik, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Pelaksanaan APBD Kabupaten Sumbawa telah memenuhi prosedur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sejak proses penyusunan, pelaksanaan, pengawasan sampai dengan pertanggung jawabannya. Hal ini mengingat bahwa penyusunan APBD Kabupaten Sumbawa telah melaksanakan penerapan sistem Anggaran Kinerja, berdasarkan Permendagri Nomor 13 yaitu suatu sistem anggaran yang menitikberatkan pada upaya peningkatan hasil kerja dengan melihat sejauh mana program kegiatan pada satuan kerja perangkat daerah dapat mengakomodir semua tugas dan tanggung jawabnya secara baik, sehingga setiap aktivitas dalam berbagai kegiatan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat pada umumnya. Beberapa Temuan Penting Pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa dalam hal kebijakan selalu mengedepankan potensi pendapatan terbesar berasal dari sektor pajak daerah sebagaimana disampaikan oleh Kepala dinas PKA Kabupaten Sumbawa, akhirnya pemerintah daerah melalui lembaga pengelola pendapatan daerah termasuk PAD lebih mengedepankan upaya intensifikasi pajak daerah, artinya sektor perpajakan masih merupakan primadona dalam pengambilan kebijakan daerah dalam hal peningkatan PAD. Akibat yang terjadi kemudian pencapaian target menjadi underestimated dalam menentukan besarnya target pencapaian pajak daerah. Kondisi yang berbeda justru terjadi publikasi data, dan terlihat potensi retribusi daerah yang justru patut diperioritaskan karena 24

tiap tahun selalu mengalami peningkatan, untuk itu butuh kebijakan yang memihak kepada peningkatan retribusi daerah. Target pencapaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Tahun 2010 akan ditargetkan sebesar Rp 25 Milyar dengan kebijakan yang lebih menggiatkan pada sektor pajak dengan lebih mengefektifkan program SoMentari yang tahun 2007 sempat terkendala dan mengajukan pagu anggaran untuk kebedaan IT profesional untuk membuat databased pajak daerah. Penyusunan APBD Kabupaten Sumbawa telah melaksanakan penerapan sistem Anggaran Kinerja, berdasarkan Permendagri Nomor 13 yaitu suatu sistem anggaran yang menitikberatkan pada upaya peningkatan hasil kerja dengan melihat sejauh mana program kegiatan pada satuan kerja perangkat daerah dapat mengakomodir semua tugas dan tanggung jawabnya secara baik, sehingga setiap aktivitas dalam berbagai kegiatan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat pada umumnya. Arah dan kebijakan keuangan yang ditempuh dan tertuang dan Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa yang mana arah dan kebijakan umum bagian pendapatan dalam upaya mengoptimalkan pendapatan daerah dan kebijakan umum pendapatan daerah yang dilaksanakan pada Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset daerah Kabupaten Sumbawa yakni mewujudkan peraturan Perundang-undangan atau kebijakan teknis di bidang Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai dasar hukum pemungutan dikarenakan dengan adanya payung hukum yang kuat akan memudahkan pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatan daerah yang tertuang dan Pendapatan Asli Daerah. Bagi kegiatan peningkatan pajak daerah, harmonisasi pembangunan daerah yang saling mendukung antar sektor pembangunan merupakan keuntungan, sebab pertama dapat memperkuat data base perpajakan karena ada keterkaitan antar obyek pajak. Kedua, jumlah wajib pajak akan meningkat selain secara absolut karena adanya kegiatan produksi, juga secara potensial karena adanya penambahan jumlah faktor produksi yang mendukung usaha produksi yang utama. Kebijakan umum bagian pendapatan dalam upaya mengoptimalkan pendapatan daerah dan Kebijakan Umum Pendapatan Daerah

yang dilaksanakan pada Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset daerah Kabupaten Sumbawa yakni mewujudkan peraturan Perundangundangan atau kebijakan teknis di bidang Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai dasar hukum pemungutan dikarenakan dengan adanya payung hukum yang kuat akan memudahkan pemerintah daerah dalam menggali sumbersumber pendapatan daerah yang tertuang dan Pendapatan Asli Daerah. Masyarakat perlu mendapatkan ulasan yang lebih jelas sehingga masyarakat tidak memiliki mosi tidak percaya kepada pemerintah daerah, sehingga dalam kebijakannya seperti program peningkatan pajak daerah terutama ditingkatan implementasinya perlu mengkaji lebih jauh terutama secara teknis dengan mengkaji administrasinya yang jelas ditingkatan pedesaan artinya yang dilakukan sekarang ini berkasnya hanya diserahkan di kantor desa bukan diadakan pendekatan dengan masyarakat wajib pajak secara langsung. Hendaknya sosialisasi program yang dijalankan di kabupaten Sumbawa dengan menjalankan hubungan fungsional yang lebih baik antara masyarakat dengan pemerintah secara terbuka agar masyarakat desa semakin mengetahui program-program yang dijalankan oleh pemerintah daerah. Berdasarkan wawancara dan observasi yang dilakukan diperlukan kebijakan yang memihak kepada wajib pajak daerah agar perolehan pendapatan daerah yang merupakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sekiranya dapat dioptimalkan di daerah. Selanjutnya Kabupaten Sumbawa dalam kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah telah melakukan juga upaya dalam memberdayakan potensi-potensi sumber pendapatan melalui Intensifikasi, kaitan dengan program intensifikasi perpajakan dengan menguatkan seluruh komponen yang terkait untuk dapat berperan aktif untuk mengintensifikasikan pemungutan. Strategi Pengkajian Target Program, Kualitas SDM, Efisiensi Belanja dan Kepatuhan Rencana Kelayakan Anggaran Meningkatkan kemampuan keuangan daerah selalu menjadi keinginan setiap daerah karena tumpuannya untuk meningkatkan kemandirian daerah baik ditinjau dari Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) yang meninjau kemampuan daerah dari sisi perbandingan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total 25

Penerimaan Daerah (TPD). Untuk sementara kondisi kemampuan keuangan daerah ditinjau dari DDFnya hanya mencapai angka dibawah 10 persen yakni di tahun 2008 senilai 3,16 persen dengan kategori Sangat Kurang (SK). Pengukuran lainnya yakni dengan mengukur Indeks Kemampuan Rutin (IKR) yang meninjau kemampuan keuangan daerah dari sisi perbandingan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan belanja rutin daerah dan berdasarkan hasil pengukuran kondisi yang sama juga terjadi yang nilai IKR di tahun 2008 senilai 2,85 persen, bahkan lebih rendah dari nilai yang diperoleh dengan pengukuran DDF dan kategorinya juga sama yakni Sangat Kurang (SK). Karena itu dalam kaitan dengan peningkatan kemampuan keuangan tersebut termasuk pemerintah Kabupaten Sumbawa tentunya berupaya secara maksimal untuk meningkatkan potensi yang dimiliki oleh daerah dalam peningkatan pendapatan daerah yang mengarah kepada peningkatan kemampuan dan kemandirian keuangan daerah. Beberapa Temuan Penting Pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa dalam meningkatkan kemampuan keuangan daerah yakni dengan menerapkan suatu strategi yang dikaji berdasarkan faktor-faktor yang menghambat keberhasilan program dan target. Sangat dibutuhkan pencapaian target program yang relatif baik dalam artian sesuai dengan rencana program, akan tetapi hal tersebut berbeda dengan kenyataan dalam implementasinya, sesuai dengan penyataan Kepala dinas Pendapatan Keuangan Dan Aset, bahwa sangat dibutuhkan kesiapan program yang disesuaikan dengan target pencapaian program yang dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Selain itu, diperlukan upaya peningkatan strategi dalam meningkatkan kualitas SDM dengan melakukan pemilihan jurusan yang diperuntukkan untuk SKPD disesuaikan dengan kebutuhan daerah misalnya saja dalam bidang keuangan daerah atas administrasi daerah karena dengan itu akan sangat membantu pencapaian target. Dengan memperhatikan strategi dalam efisiensi belanja dan rencana program yang harus dibelanjakan harus benar-benar memberikan manfaat berlebih bagi pembangunan pada umumnya dikarenakan banyak SKPD yang

kurang patuh dan rencana dan penetapan anggaran. Kondisi PAD belum mampu untuk membiayai kegiatan pembelanjaan daerah sepenuhnya dikarenakan strategi yang dilakukan untuk menggali potensi pendapatan daerah belum berjalan sepenuhnya yang walaupun ditargetkan 90 persen. Strategi peningkatan kemampuan keuangan daerah berdasarkan faktor penghambat tercapainya program daerah yakni pencapaian target strategi yang ditetapkan dalam meningkatkan penerimaan daerah terutama dari kelompok Pendapatan Asli Daerah yang mana perlu dilakukan perubahan terhadap target yang telah direncanakan. Dalam upaya mempertegas strategi yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten Sumbawa dalam meningkatkan kemampuan keuangan daerah dilakukan justifikasi strategi terkait dengan peningkatan potensi, realisasi dan pengelolaan sumber-sumber pendapatan daerah yang ditempuh melalui pelaksanaan kegiatan prioritas yaitu pendataan, pendaftaran dan pengolahan data obyek dan subyek pajak, peningkatan pengelolaan sumber-sumber pendapatan dan peningkatan PAD dan PBB. Pemerintah daerah perlu melakukan evaluasi terhadap pengelolaan PBB daerah, karena masyarakat pada umumnya masih belum memahami secara teknis tentang perhitungan PBB tersebut masih menggunakan jasa konsultan untuk mengetahui perhitungan PBB tersebut. Wawancara dan observasi peneliti menemukan sepertinya tolok ukur penetapan target pemerintah daerah dalam hal peningkatan sumber pendapatan daerah di Kabupaten Sumbawa ini dirasakan masih belum tepat sehingga menyebabkan over estimate atau under estimate dalam penetapan target penerimaan. Strategi peningkatan kualitas sumberdaya manusia pengelola penerimaan daerah yang masih perlu ditingkatkan. Dalam mengatasi hambatan ini dilakukan upaya peningkatan tenaga SKPD secara teknis mengusulkan tenaga IT untuk administrasi pajak agar pengelolaannya lebih baik dan program pemerintah secara umum telah meningkatkan jumlah SKPD yang akan melanjutkan studinya terutama kaitannya dengan administrasi dan keuangan daerah. Diperlukan strategi peningkatan pengawasan penerimaan daerah termasuk PAD 26

dengan diaktualisasikan dengan keberadaan teknologi informasi yang kreatif dan produktif sehingga ruang gerak ketimpangan anggaran akan sulit terjadi, hal ini berdasarkan observasi penyaluran keuangan daerah masih bersifat manual melalui mekanisme SP2D artinya pencairan keuangan masih dicairkan secara manual. Pemerintah daerah perlu meningkatkan kemampuan keuangannya yakni dengan memperhatikan fasilitas penunjang pengelolaan keuangan dengan menyiapkan tenaga profesional daerah baik yang bekerja secara teknis dan operasioanl. Sangat layak pemerintah daerah memantau lebih jauh kondisi anggaran yang digunakan termasuk belanja daerah yang selama ini berdasarkan pengamatan saya masih belum efisien karena setiap akhir tahun kegiatan dinas bahkan hampir setiap dinas melakukan pemutihan anggaran. Untuk itu, pemerintah daerah siapapun orangnya perlu mengkaji tentang masalah anggaran ini dan harus memang memberikan manfaat besar dan aneka macam kepentingan dapat diakomodir. Strategi peningkatan kepatuhan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam penyusunan rencana anggaran sesuai dengan kepatutan dan kelayakan belanja. Perangkat daerah pada umumnya perlu melakukan pelatihan yang produktif dalam pengelolaan anggaran. Ketika saya menganalisa kesesuaian perangkat daerah saya rasa masih belum sesuai dengan dasar keilmuan yang dimiliki oleh perangkat daerah. Untuk itu perlu pelatihan yang terkait dengan kegiatan tugas dari perangkat daerah tersebut dan selalu membangun koordinasi antar perangkat daerah. Strategi peningkatan kemampuan keuangan daerah hendaknya senantiasa melakukan upaya penanggulangan kemiskinan daerah dengan melakukan pendekatan yang terpadu, pelaksanaannya dilakukan secara bertahap, terencana, dan berkesinambungan, serta menuntut keterlibatan semua pihak baik pemerintah, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, maupun masyarakat miskin sendiri agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi perbaikan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin. Kemiskinan merupakan permasalahan multidimensi, baik dari segi faktor penyebab

maupun dampak yang ditimbulkannya. Penanggulangan kemiskinan menuntut keterlibatan berbagai stakeholders pelaku pembangunan daerah untuk bekerja sama dalam pola kemitraan dalam suatu strategi yang tepat sehingga sasaran dan tujuan utama penanggulangan kemiskinan dapat tercapai. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Potensi Pendapatan Asli Daerah yang perlu dikembangkan di kabupaten Sumbawa adalah pada sektor retribusi daerah karena kontribusi yang diberikan lebih tinggi dari sektor pajak daerah sedangkan potensi sektor yang lain masih perlu mendapatkan perhatian pemerintah karena berdasarkan temuan pemerintah daerah terfokus pada program intensifikasi pajak daerah. 2. Penurunan pajak daerah disebabkan adanya gangguan administrasi pajak daerah karena tidak adanya fasilitas penunjang yang memadai seperti databased pajak yang tersistem di pemerintahan dan pengelolaannya dilakukan secara manual, akibatnya rawan terhadap penyimpangan serta belum menjalankan program Sosialisasi Menagih tiap hari (SoMentari) pajak daerah secara efektif karena manajemen internal dinas terkendala dalam menyiapkan tenaga Informatika dan Telekomunikasi (IT) untuk membuat data based pajak daerah atau mekanisme full computerized. 3. Kemampuan keuangan daerah kabupaten Sumbawa berada pada kategori sangat rendah, untuk itu perlu upaya preventif pemerintah daerah dalam menggali potensi daerah dengan mengefektifkan potensi bantuan royalti dan CSR dari PT Newmont Nusa Tenggara dan menemukan potensi penerimaan yang ada di sektor peternakan dalam program sejuta sapi dalam meningkatkan kemampuan keuangan daerah. 4. Kebijakan umum pemerintah bidang pendapatan telah menitikberatkan pada sektor-sektor peningkatan penerimaan seperti peningkatan sektor pajak daerah melalui program intensifikasi pajak dan telah mengedepankan aspirasi dan kebutuhan masyarakat lokal dalam meningkatkan kemampuan keuangan daerah. 5. Strategi peningkatan kemampuan keuangan yang diterapkan pemerintah daerah antara 27

rencana dan target kerja yang dibangun masih under estimated dan mengefektifkan pelaksanaan strategi yang mengarah pada peningkatan kualitas SDM SKPD misalnya menyiapkan tenaga IT Profesional dan strategi peningkatan efisiensi belanja daerah dan kepatuhan SKPD dalam menyajikan rencana dan realisasi anggaran yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kapasitas fiskal daerah. Rekomendasi Kebijakan 1. Pemerintah daerah hendaknya memperhatikan kepentingan masyarakat lokal sebagai penguat basis ekonomi terutama retribusi daerah dan menjauhi adanya diskriminasi yang berlebihan terhadap pendatang yang memiliki kemampuan dalam mengakses informasi kepada birokrasi yang justru akhirnya menimbulkan konflik. 2. Pemerintah daerah hendaknya dalam meningkatkan SDM SKPD melakukan program pelatihan atau pencangkokan tenaga untuk diberikan pendidikan non profesi khusus untuk memperdalam Informatika dan Telekomunikasi karena dengan demikian dapat mempermudah pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas SDM daerah dan juga dibutuhkan anggaran yang tidak terlalu besar yang tujuan akhirnya mengurangi rawannya penyimpangan di sektor pajak daerah karena databased pajak telah tersedia dan dilakukan oleh tenaga IT yang profesional. 3. Pemerintah perlu melakukan tindakan dini dengan melihat potensi dan kekayaan daerah yang unik yang dimiliki daerah Kabupaten Sumbawa seperti PT NNT dan program sejuta sapi yang tidak dimiliki daerah lain yang dilakukan dengan pengawasan secara profesional dan mampu mengakses sebagian besar kebutuhan masyarakat lokal. 4. Pemerintah hendaknya efektif dalam menjalan program SoMentari (Sosialisasi, Mendata, menagih tiap hari) sebagai implementasi intensifikasi pajak berupa sosialisasi yang terarah dengan mendatangi masyarakat wajib pajak secara langsung dan tidak hanya menitipkannya di kantor desa setempat yang justru menimbulkan kerancuan dalam mekanisme pajak walaupun dalam prosesnya membutuhkan biaya yang harus dipertimbangkan dengan demikian kebijakan

pendapatan di sektor pajak daerah dapat lebih terarah dan menjauhkan mosi tidak percaya masyarakat kepada pemerintah daerah 5. Pemerintah daerah hendaknya memperhatikan strategi peningkatan kemampuan keuangan daerah dalam upaya penanggulangan kemiskinan masyarakat dengan menuntut keterlibatan baik dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, dalam memberikan kontribusi secara sadar bagi peningkatan pendapatan daerah untuk dapat memutuskan, mengawal dan mengawasi program yang dilaksanakan dalam meningkatkan pendapatan daerah. DAFTAR PUSTAKA Abe, Alexander, 2005. Perencanaan Daerah Partisipatif. Yogyakarta: Pembaruan. Agustino,E, Kinerja Keuangan dan Strategi Pembangunan Kota di Era Otonomi Daerah: Journal : CURES Working Paper No 05/01 January 2005, Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga, Surabaya Ahmad, Jamaluddin, 1990, Hubungan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, Studi Kasus DI Aceh, Jawa timur dan DKI Jakarta, Desertasi Doktor UGM, Yogyakarta (Tidak Dipublikasikan) Aliman,2000, Modul Ekonometrika terapan, PAU Studi ekonomi UGM,Yogyakarta Anonymus, 1999, Undang-Undang Republik Indonesia No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Penerbit BP Panca Usaha, Jakarta Arsyad, Nurjaman, 2004, Hubungan Fiskal Antar Pemerintahan di Indonesia, Peranan dan Masalahnya, Journal : Analisis CSIS, Jakarta Badan Penelitian dan Pengembangan Depdagri dan Fisipol UGM,1991, Pengukuran Kemampuan Keuangan Daerah Tingkat II dalam Rangka Otonomi Daerah yang Nyata dan Bertanggung Jawab, Jakarta Bawazier, Fuad, 1996. Pungutan Pada Dunia Usaha. Seri Kajian Fiskal dan Moneter, No.19, hal. 5-14. Binder, Briant, 1984. A Possible Concept for Equalization, Grant for Indonesia Ekonomi Regional Development. Keuangan Indonesia, Vol. 12, hal. 13-25.

Boadway dan Wildasin, 1984, Public Sector Economic, Second, Litle Brown, Boston, Torronto Booth, Anne, 2001. Pembangunan: Keberhasilan dan Kekurangan. Dalam Donald K Emmerson, (Ed.), 2001. Indonesia Beyond Soeharto: Negara, Ekonomi, Masyarakat, Transisi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Bryman,A, 1984, The debate about quantitative and qualitative research : A question method or epistemology? The British Journal of Sociology,35,1.pp.75-92 Bryman,A,1988, Quantity and Quality in Social Research, London : Unwin Hyman Brannon, Julia, 2005, Mixing methods: Qualitative and Quantitative Research, Edisi ke V terjemahan Sumarno, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Davey, Kenneth,1988, Pembiayaan Pemerintah Daerah, Praktek dan Relevansinya bagi Dunia Ketiga, terjemahan Amanullah, UI Press, Jakarta David, FR, 1997. Strategic Management 6th Edt. New Jersey: Prentice Hall. Deny, Junanto, (2002) Penerapan Desentralisasi Fiskal Untuk Meningkatkan Sektor Bunga Rampai Pariwisata, Journal LAN, Jakarta Departemen Keuangan Republik Indonesia, 2008, Pelengkap Buku Pegangan Departemen keungan tentang Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal di Indonesia, Buku Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah Tahun 2009, Depkeu RI, Jakarta Departemen Keuangan Republik Indonesia,2009, Pelengkap Buku Pegangan Departemen keungan tentang Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal di Indonesia, Buku Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah Tahun 2009, Depkeu RI, Jakarta Devas Nick, Brian Blinder Anne Booth, Kenneth Davey, Roy Kelly, Penterjemah Masri Maris, 1989, Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia, UI Press, Jakarta Djojosubroto, Dono Iskandar, 1992, Masalah dan Prospek Pembiayaan Pembangunan Daerah, Makalah pada Munas ISEI VII, 8 September 1992, Banjarmasin 28

Georgopoulus, Basil S, dan Arnold S Tannebaum, 1969. A Study of Organizational Effectiveness, dalam Amitai Etzioni (Ed.), Reading On Capability For Development. New York: United Nations. Hinderink, J., dan Titus, MJ., 1989. Paradigms of Regional Development and Take Role Of Small Centers Development and Ekonomi dan Keuangan Change. IndonesiaI, Vol. 19, hal 17-31. Halim, Abdul, 2004. Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Ichsan, dkk,1997, Administrasi Keuangan Daerah : Pengelolaan dan Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), cetakan pertama, PT Danar Wijaya, Brawijaya University Press, Malang Ismail, Tjip, 2003. Peran Pendapatan Asli Daerah Sebagai Pendamping Dana Perimbangan Dalam Pembiayaan Pembangunan Guna Mewujudkan Kemandirian Daerah. Bunga Rampai Desentralisasi Fiskal. Jakarta: Departemen Keuangan. Kamaluddin, Rustin, 1984. Keuangan Kotamadya Padang Panjang: Profil, Potensi, dan Pengembangan. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Vol. 12, hal. 73-88. Kertajaya, Hermawan, dan Yuswohady, 2005. Attracting Tourist, Traders, Investors. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Khusaini, Muhammad, 2006, Ekonomi Publik (Desentralisasi Fiskal dan Pembangunan Daerah), BPFE UNIBRAW, Malang Koswara,E, 2000, Menyongsong pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan undang-undang Nomor 22 tahun 1999: suatu telaahan dan menyangkut kebijakan, pelaksanaan dan kompleksitasnya, Journal CSIS XXIX Nomor 1, Jakarta Kuncoro, Mudrajat,1995, Desentralisasi Fiskal di Indonesia, Dilema Otonomi dan Ketergantungan, Journal : Prisma, No.4,3-17 Kuncoro, Mudrajat,1997, Otonomi Daerah Dalam Transisi, Makalah, Temu Alumni dan Seminar Nasional Manajemen Keuangan Daerah Dalam Era Global, KKD-FE UGM, 12 April 1997, Yogyakarta

Kuncoro, Mudrajat,2004, Metode Kuantitatif (Teori dan Aplikasi Untuk Bisnis dan Ekonomi), UPP AMP YKPN, Yogyakarta Kristiadi,J.B.,1988, Masalah Sekitar Pendapatan Daerah, Prisma No 12, LP3ES, Jakarta Lains, Alfian, 1985. Pendapatan Daerah Dalam Ekonomi Orde Baru. Prisma, No. 4, 4057. Lewis, Blane D, 2003. Some Empirical Evidence On New Regional Taxes And Charges In Indonesia. Laporan Penelitian, Research Triangle Institute, Nort Carolina, USA. Mamesah, 1997 Sistem Administrasi Keuangan Daerah, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Otonomi dan Manajemen Mardiasmo,2002, Keuangan Daerah, Penerbit : Andi Offset, Yogyakarta Mardiasmo,2004, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah (Serial Otonomi Daerah dan Good Governance), Andi Offset, Yogyakarta Meliala, Tulis S, 1991. Perpajakan Dalam Teori dan Bandung: Yama Widya Praktek. Dharma. Miles B dan A Michall Huberman,1992, Analisis Data Kualitatif, UI Press, Jakarta Munir, Dasril, et al, 2002. Kebijakan dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: YPAPI. Musgrave Richard A and Musgrave Peggy B,1989, Public Finance Theory and Practice, Journal : Analisis CSIS, Jakarta Mardiasmo,2008,Perpajakan edisi revisi 2008, CV.ANDI OFFSET, Yogyakarta Moleong, J Lexy, 2008, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, Oentarto, et al., 2004. Menggagas Format Otonomi Daerah Masa Depan. Jakarta: Samitra Media Utama. Pasalbessy,Victor,2005. Analisa Sumber-sumber PAD yang Potensial Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota Jayapura, Tesis.Pascasarjana Unibraw, Malang.Tidak dipublikasikan Patton,Michael Quinn,1987, Qualitative Evaluation Methods, Beverly Hills : Sage Publications Prihanto Eko Y, 2001, Laporan Penelitian, Pendapatan Asli Daerah Pasca UU No 18 Tahun 1997, Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka, Malang 29

Radianto, Elia,1997, Otonomi Keuangan Daerah Tingkat II Suatu Studi di Maluku, Journal : Prisma, VOL.IX, No.3.24-37 Riwu Kaho, Josef, 1997 Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia,PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Saragih, Juli Panglima, 2003, Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi, cetakan pertama, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta Septiawan,Dwi, 2004. Kemampuan Keuangan Daerah Ditinjau Dari Kontribusi Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kabupaten Pasuruan, Tesis, Pascasarjana Unibraw, Malang.Tidak dipublikasikan Administrasi Siagian, Sondang P, 1999. Pembangunan: Konsep, Dimensi, dan Strateginya. Jakarta: PT Bumi Aksara. Sidik, Machfud, 2003. Format Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah Yang Mengacu Pada Pencapaian Tujuan Nasional. Bunga Rampai Desentralisasi Fiskal. Jakarta: Departemen Keuangan Smith, B.C., 1985. Decentralization: The Territorial Dimension Of State. London: George Allen and Unwin Ltd. Soeratno dan Suparmoko, 2002, Urgensi Pajak Daerah dan Penghasilan Daerah dalam Struktur Pendapatan Asli Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jurnal Akuntansi dan Manajemen Edisi I, Agustus 2002, Hal 13-21 Steers, Richard M, 1985. Efektivitas Organisasi. Terjemahan, Jakarta: Erlangga Sumodiningrat, Gunawan, 1997, Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat, Pengelolaan Keuangan Daerah : Mendukung Pemberian Otonomi Daerah, Edisi : Kedua, Penerbit Bina Reka, Jakarta Sutrisno,PH, 1982, Dasar-dasar Ilmu Keuangan Negara, Cetakan III, BPFE UGM, Yogyakarta Syahroni, 2002. Pengertian Dasar dan Generik Tentang Perencanaan Pembangunan Daerah. Jakarta: German Technical Cooperation (GTZ). Swasono, Sri Edi, 2004. Pembangunan Menggusur Orang Miskin Bukan Mimeo, Menggusur Kemiskinan. makalah pada seminar bulanan ke 20 Pustep-UGM. 30

Tangkilisan, Hessel Nogi S., 2005. Manajemen Publik. Jakarta: Grasindo. Todaro, Michael P., 1991. Economic Development in The Third World, 4th edition. New York dan London: Longman Publishing. Tumilar,RLH,1997, Otonomi Keuangan dan Ekonomi Daerah Tingkat II di Propinsi Sulawesi Utara, Tesis PS IESP UGM, Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Undang-Undang No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Penerbit Kuraiko Pratama, Bandung Undang-Undang No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, Penerbit Kuraiko Pratama, Bandung Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Penerbit Citra Umbara, Bandung Undang-Undang No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Penerbit Citra Umbara, Daerah, Bandung Undang-Undang No 34 Tahun 2000 Tentang Perubahan Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Wing Wahyu Winarno,2007, Analisis Ekonometrika dan Statistika Eviews ,UPP STIM YKPN, Yogyakarta Wiranto, Tatag, 2005. Perencanaan Dalam Era Desentralisasi. Mimeo, makalah Deputi Bidang Otonomi Daerah dan Pengembangan Regional. Yani, Ahmad, 2008, Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta Yuwono,Sony, 2008, Memahami APBD dan Permasalahannya (Panduan Pengelolaan Bayumedia Keuangan Daerah), Publishing, Jawa Timur Yustika,Ahmad Erani,2006,Perekonomian Indonesia (deskripsi, preskripsi dan kebijakan) Banyumedia Publishing, Malang

31

You might also like