You are on page 1of 12

STANDARD BAHAN PEWARNA MAKANAN

Tugas Standardisasi

Disusun oleh: 1. 2. 3. 4. 5. Tika Cahya S. (A2D009001) Putri Candra D. (A2D009014) Rizki Eliani (A2D009015) Seno Tri Bayu A.(A2D009016) Dimas Hakim (A2D009027)

S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO 2012

STANDARD BAHAN PEWARNA MAKANAN


Disaat kita mengkonsumsi kue misalnya rainbow cake, pastilah didalam kue tersebut terdapat berbagai macam warna yang digunakan. Pemakaian warna dan pemanis makanan yang digunakan juga harus sesuai dengan takaran yang dianjurkan. Kita tidak bisa memberikan pewarna sesuai dengan keinginan kita, apalagi kalau jenis bahan pewarna yang digunakan adalah jenis pewarna tekstil. Karena kue adalah jenis makanan yang dikonsumsi manusia, jenis pewarna yang digunakan haruslah pewarna makanan. Penggunaan pewarna dan pemanis buatan telah diatur oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI No.239/MENKES/PER/V/1985 tentang penggunaan zat pewarna, tentang pemanis buatan dan No.722/MENKES/PER/IX/1988 tentang bahan tambahan makanan serta SNI 01-2895-1992 tentang penggunaan zat aditif. Bahan pewarna makanan terdiri dari : obat-obat-an, kosmetika, dan alat-alat kesehatan dapat berupa dyes, atau pigmen, atau bentuk senyawa lain yang dapat memberi warna ketika ditambahkan pada produk makanan, obat, kosmetika, dan alat kesehatan. Bahaya Penggunaan Zat Pewarna Pada Makanan Dewasa ini keamanan penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan masih dipertanyakan di kalangan konsumen. Sebenarnya konsumen tidak perlu khawatir karena semua badan pengawas obat dan makanan di dunia secara kontinyu memantau dan mengatur zat pewarna agar tetap aman dikonsumsi. Jika ditemukan adanya potensi risiko terhadap kesehatan, badan pengawas obat dan makanan akan mengevaluasi pewarna tersebut dan menyebarkan informasinya ke seluruh dunia. Pewarna yang terbukti mengganggu kesehatan, misalnya mempunyai efek racun, berisiko merusak organ tubuh dan berpotensi memicu kanker, akan dilarang digunakan. Di Indonesia tugas ini diemban oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Baik zat pewarna sintetis maupun alami yang digunakan dalam industri makanan harus memenuhi standar nasional dan internasional. Penyalahgunaan zat pewarna melebihi

ambang batas maksimum atau penggunaan secara ilegal zat pewarna yang dilarang digunakan dapat mempengaruhi kesehatan konsumen, seperti timbulnya keracunan akut dan bahkan kematian. Pada tahap keracunan kronis, dapat terjadi gangguan fisiologis tubuh seperti kerusakan syaraf, gangguan organ tubuh dan kanker (Lee 2005). Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes)

No.239/Menkes/Per/V/85 menetapkan 30 zat pewarna berbahaya. Salah satu diantaranya adalah Rhodamine B. Rhodamine B termasuk salah satu zat pewarna yang dinyatakan sebagai zat pewarna berbahaya dan dilarang digunakan pada produk pangan (Syah et al. 2005). Namun demikian, penyalahgunaan Rhodamine B sebagai zat pewarna pada makanan masih sering terjadi di lapangan dan diberitakan dibeberapa media massa. Sebagai contoh, Rhodamine B ditemukan pada makanan dan minuman seperti kerupuk, sambal botol dan sirup di Makassar pada saat BPOM Makassar melakukan pemeriksaan sejumlah sampel makanan dan minuman ringan (Anonimus 2006). Rhodamine B termasuk zat yang apabila diamati dari segi fisiknya cukup mudah untuk dikenali. Bentuknya seperti kristal, biasanya berwarna hijau atau ungu kemerahan. Di samping itu rhodamine juga tidak berbau serta mudah larut dalam larutan berwarna merah terang berfluorescen. Zat pewarna ini mempunyai banyak sinonim, antara lain D and C Red no 19, Food Red 15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine dan Brilliant Pink B. Rhodamine biasa digunakan dalam industri tekstil. Pada awalnya zat ini digunakan sebagai pewarna bahan kain atau pakaian. Campuran zat pewarna tersebut akan menghasilkan warna-warna yang menarik. Bukan hanya di industri tekstil, Rhodamine B juga sangat diperlukan oleh pabrik kertas. Fungsinya sama yaitu sebagai bahan pewarna kertas sehingga dihasilkan warnawarna kertas yang menarik. Sayangnya zat yang seharusnya digunakan sebagai pewarna tekstil dan kertas tersebut digunakan pula sebagai pewarna makanan. Penggunaan zat pewarna ini dilarang di Eropa mulai 1984 karena Rhodamine B termasuk karsinogen yang kuat. Efek negatif lainnya adalah menyebabkan gangguan fungsi hati atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati (Syah et al. 2005). Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa zat pewarna tersebut memang berbahaya bila digunakan pada makanan. Hasil suatu penelitian menyebutkan bahwa Rhodamine B menyebabkan terjadinya perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis dan jaringan di

sekitarnya mengalami disintegrasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan adanya piknotik (sel yang melakukan pinositosis) dan hiperkromatik dari nukleus, degenerasi lemak dan sitolisis dari sitoplasma (Anonimus 2006). Dalam analisis yang lain, diketahui bahwa sifat racun Rhodamine B tidak hanya disebabkan oleh senyawa organik saja tetapi juga oleh kontaminasi senyawa anorganik terutama timbal dan arsen (Subandi 1999). Keberadaan kedua unsur tersebut menyebabkan Rhodamine B berbahaya jika digunakan sebagai pewarna pada makanan, obat maupun kosmetik sekalipun. Hal ini didukung oleh Winarno (2004) yang menyatakan bahwa timbal memang banyak digunakan sebagai pigmen atau zat pewarna dalam industri kosmetik dan kontaminasi dalam makanan dapat terjadi salah satu diantaranya oleh zat pewarna untuk tekstil. Penambahan zat pewarna pada makanan dilakukan untuk memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna makanan, menstabilkan warna dan menutupi perubahan warna selama penyimpanan. Penambahan zat pewarna Rhodamine B pada makanan terbukti mengganggu kesehatan, misalnya mempunyai efek racun, berisiko merusak organ tubuh dan berpotensi memicu kanker. Oleh karena itu Rhodamine B dinyatakan sebagai pewarna berbahaya dan dilarang penggunannya. Pemerintah sendiri telah mengatur penggunaan zat pewarna dalam makanan. Namun demikian masih banyak produsen makanan, terutama pengusaha kecil, yang menggunakan zat-zat pewarna yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan, misalnya pewarna untuk tekstil atau cat yang pada umumnya mempunyai warna yang lebih cerah, lebih stabil dalam penyimpanan, harganya lebih murah dan produsen pangan belum menyadari bahaya dari pewarna-pewarna tersebut. FDA (Badan Pengawas Makanan dan Obat di Amerika Serikat) bahan pewarna kedalam 2 golongan : 1. Golongan bahan pewarna yang memerlukan sertifikasi 2. Golongan bahan pewarna yang dikecualikan dari sertifikasi (tidak memerlukan sertifikasi / dibebaskan dari sertifikasi). membedakan

Bahan Pewarna yang Memerlukan Sertifikasi a. Pewarna Sintetik Bahan pewarna ini tidak terdapat di alam melainkan diproduksi secara sintetik, melalui reaksi kimia. Di Amerika Serikat, bahan pewarna golongan ini harus diuji untuk kemurniannya dan diberi sertifikat setiap batchnya, sebelum diijinkan dijual ke pasar. FDA (Badan Pengawas Makanan dan Obat di Amerika Serikat) menganalisa setiap batch, karena setiap batch meskipun dari pabrik yang sama akan dijumpai sedikit perbedaan dengan batch yang sebelumnya, hal ini disebabkan oleh reaksi kompleks dari senyawa kimia organik yang terjadi selama proses produksinya yang dapat menghasilkan produk-produk dengan komposisi yang sedikit berbeda-beda. Produsen bahan pewarna mengirimkan contoh dari batch yang akan dimintakan sertifikasi, FDA menganalisa contoh tersebut untuk menentukan apakah memenuhi persyaratan dari segi komposisi dan kemurniannya. Jika memenuhi persyaratan, maka FDA akan megeluarkan sertifikat dengan kode nomornya, dan diberikan nama baru sesuai dengan penggunaan bahan tambahan pewarna tersebut seperti : FD&C, DC, DC untuk pemakaian luar, penggunaan pewarna bersertikat FDA harus sesuai dengan ijin penggunaan yang tertulis dalam sertifikatnya.

b. Bahan Pewarna yang Tidak Bersertifikat Bahan pewarna yang tidak bersertifikat dapat diartikan: i. ii. iii. belum mengajukan sertifikasi, atau pengajuan sertifikasinya belum disetujui, atau permohonan sertifikasinya ditolak oleh FDA.

Contoh : Pewarna tidak bersertifikat : dengan nama perdagangan : Tartrazine Pewarna yang bersertifikat : dengan nama perdagangan : FD & C Yellow 5, Lot No Pewarna tidak bersertifikat : dengan nama perdagangan : Allura Red AC Pewarna yang bersertifikat : dengan nama perdagangan : FD & C Red 40, Lot No Pewarna tidak bersertifikat : dengan nama perdagangan : Indigotine

Pewarna yang bersertifikat : dengan nama perdagangan : FD & C Blue No.2, Lot No Bahan pewarna yang bersertifikat FD & C yang boleh digunakan untuk produk makanan : FD & C Yellow No.5, FD & C Red 40, FD & C Blue No.2 Bahan pewarna yang tidak bersertifat FD & C tidak boleh digunakan dalam produk makanan : Tartrazine, Allura Red AC, Indigotine.

Federal Food, Drug & Cosmetic (FD & C) Act of 1938 mengatur bahwa sertifikasi bahan pewarna menjadi wajib bagi produsennya, dan wewenang pengujiannya dialihkan dari USDA ke FDA. Untuk menghindari kebingungan dalam pemakaian bahan pewarna untuk makanan dengan bahan pewarna untuk penggunaan lain, FDA menetapkan tiga kategori sertifikasi bahan pewarna.
a. FD & C : Untuk Makanan, Obat dan Kosmetika b. D & C : Obat-obatan dan Kosmetika c. External D & C : Obat-obatan dan Kosmetika untuk pemakaian luar.

Pada setiap Sertifikat bahan pewarna diberikan nama khusus yang terdiri dari awalan, seperti FD & C, D & C, atau Ext. D & C, nama warna, dan angka atau nomor. Kadang-kadang nama dari bahan pewarna disingkat dengan hanya terdiri dari nama warna dan angka atau nomor, seperti Yellow 6 sebagai ganti FD & C Yellow No.6. Menurut Nutrition Labeling & Education Act tahun 1990, bahan pewarna bersertifikat yang digunakan dalam makanan harus dicantumkan dalam penandaan (label) dengan menggunakan nama yang umum digunakan, ketentuan ini berlaku sejak 1 Juli 1991.

Bahan Tambahan Pewarna Dikecualikan Dari Sertifikasi Bahan pewarna yang masuk golongan ini sebagian besar diperoleh dari tanaman, hewan, atau sumber-sumber mineral. Tidak diwajibkan sertifikasi, namun tetap harus mematuhi persyaratan-persyaratan yang berlaku.

Ada dua jenis bahan pewarna golongan ini : 1. Bahan pewarna alami (Natural color), istilah bahan pewarna alami tidak dikenal oleh FDA. Diserahkan pada produsen bahan pewarna itu sendiri untuk menentukan bahwa bahan pewarna produksinya adalah bahan pewarna alami. 2. Bahan pewarna identik alami (Natural identical color) : bahan pewarna ini juga diproduksi melalui sintesis kimia, tetapi tidak diwajibkan sertifikasi oleh FDA, dianggap bahan pewarna golongan ini tidak dapat dibedakan dengan bahan pewarna asli yang diperoleh dari alam, baik perbedaan secara kimia maupun perbedaan fungsi pemakaiannya. Sebagai contoh: bahan pewarna Beta-carotene yang dibuat secara sintetik dari acetone tidak dapat dibedakan dengan bahan pewarna Betacarotene yang diperoleh dari alam, misalnya dari wortel.

Contoh-contoh bahan pewarna dikecualikan dari sertifikasi : Annatto ekstrak, B-APO-8-carotenal *, Beta-carotene, bit bedak, Canthaxanthin, Carmel warna, Carrot oil, Cochineal extract (merah); Cottonseed tepung, toasted sebagian dihilangkan lemak, dimasak; Ferrous gluconate *, juice buah-buahan, warna grape extract *,Grape ekstrak kulit * (enocianina), Paprika, Paprika oleoresin, Riboflavin, Saffron, Titanium dioksida *, Turmeric, Turmeric oleoresin, jus sayur. * Bahan pewarna makanan dengan tanda * tersebut diatas dibatasi hanya untuk penggunaan yang spesifik.

Sejauh mana keamanan penggunaan bahan pewarna makanan tersebut ? Tidak ada satupun penggunaan bahan pewarna makanan yang mutlak aman. Bahan pewarna makanan aman penggunaannya jika digunakan secara benar. FDA mengatur pemakaian bahan pewarna yang digunakan di Amerika Serikat. Mencakup penggunaannya dalam makanan (dan suplemen makanan), obat-obatan, kosmetik, dan alat-alat medis. Bahan pewarna ini (kecuali bahan pewarna rambut dari minyak bumi) hanya boleh digunakan sesuai dengan jenis penggunaan yang telah disetujui, termasuk spesifikasinya serta batasan-batasan penggunaannya. Informasi cara penggunaan pada bahan pewarna yang bersertifat ialah untuk menjamin bahwa bahan pewarna dari batch yang telah

mendapatkan sertifikat tersebut benar telah digunakan sesuai dengan syarat-syarat penggunaannya yang tertulis dalam batch sertifikat yang dikeluarkan. Dalam proses sertifikasi, FDA mengevaluasi data keamanan pemakaiannya untuk memastikan bahwa bahan pewarna yang dimaksud benar aman pemakaiannya sesuai dengan persetujuan yang dikeluarkan. Warna tambahan yang ditemukan menyebabkan kanker pada hewan atau manusia oleh FDA tidak boleh digunakan dalam produk-produk yang dipasarkan di Amerika Serikat. Persetujuan bahan pewarna untuk pemakaian tertentu tidak berarti diperbolehkan untuk tujuan pemakaian yang lain-lain-nya, misalnya, bahan pewarna yang telah disetujui untuk injeksi tidak diperbolehkan untuk penggunaan pada tatoo, bahan pewarna yang disetujui untuk digunakan pada rambut tidak diperbolehkan digunakan pada kulit, dan sebagainya. FDA menjamin keamanan bahan pewarna yang digunakan dalam makanan, obat, kosmetik, alat-alat medis, yang dijual di Amerika Serikat. FDA mewajibkan batch sertifikasi untuk semua bahan pewarna yang tercantum dalam : 21 CFR bagian 74 21 CFR bagian 82. FDA mengecualikan kewajiban batch sertifikasi untuk bahan pewarna yang tercantum dalam : 21 CFR bagian 73. Reaksi terhadap penggunaan bahan pewarna meskipun jarang, namun mungkin terjadi, seperti peristiwa yang terjadi pada bahan pewarna FD & C Yellow No 5 yang menyebabkan gatal-gatal pada beberapa pemakai. FD & C Yellow No.5 banyak ditemukan dalam minuman, obat-obat-an, kosmetika, FDA mensyaratkan semua produk yang memakai FD & C Yellow No 5 harus ditulis pada labelnya sehingga konsumen yang sensitif terhadap FD & C Yellow No.5 dapat menghindarinya. Pada label obat, bahan pewarna ini juga ditulis dengan nama, Tartrazine. FDA setiap tahunnya men-sertifikasi lebih dari 2 juta pound Tartrazine (FD & C Yellow No.5). FDA dapat mengambil tindakan terhadap perusahaan jika ada pelanggaran, seperti penarikan kembali produk, FDA akan mengeluarkan surat peringatan, surat penahanan.

Hanya ada 9 bahan pewarna bersertifikat yang disetujui untuk digunakan dalam produk makanan di AS, yaitu: 1 FD & C Blue No.1. . (Brilliant Blue FCF) digunakan pada: minuman, produk susu bubuk, jellies, confections, icings, syrups, ekstrak 2 FD & C Blue No.2. . (Indigo Carmine / Indigotine) .. gunakan pada: sereal, makanan snack, es krim, confections, cherries 3 FD & C Green No.3. ( Fast Green FCF) . digunakan pada: minuman, puddings, es krim, cherries, confections, produk susu. 4 FD & C Red No.3. ..(Erythrosine) .. digunakan pada: cherries cooktail dan buah-buahan, untuk salads, confections. 5 FD & C Red No.40. (Red Allura AC) .digunakan pada: gelatins, puddings, produk susu, confections, minuman. 6 FD & C Yellow No.5 .. (Tartrazine) digunakan pada: minuman, es krim, confections, preserves, sereal 7 FD & C Yellow No.6 .. (Senja Kuning FCF) ..digunakan pada: sereal, makanan snack, es krim, minuman, dessert powders, confections 8 Orange B .warna makanan tambahan ini dibatasi untuk menggunakan spesifik. 9 Citrus Red No.2 ..warna makanan tambahan ini dibatasi untuk menggunakan spesifik.

Bahaya pemakaian bahan pewarna sintetik bukan makanan untuk produk makanan Pada proses pembuatan bahan pewarna sintetik, umumnya melalui reaksi kimia yang menggunakan asam sulfat atau asam nitrat. Asam sulfat dan Asam nitrat sering tercemar logam-logam berat, seperti Plumbum (Pb) dan Arsenikum (As) yang bersifat racun. Untuk bahan pewarna yang dianggap aman dipakai kandungan logam Arsenikumnya

tidak boleh lebih besar dari 0,0004 %, sedang kandungan logam Plumbumnya tidak boleh lebih dari 0,0001%. Pada pembuata bahan pewarna organik, umumnya melalui produk-produk antara, atau bisa terbentuk senyawa baru lain yang berbahaya, senyawa-senyawa baru dan produkproduk antara itu dapat tertinggal dalam produk akhir pembuatan bahan pewarna tersebut. Cemaran bahan-bahan ini yang menyebabkan bahan pewarna sintetik tidak bersertifikat atau bahan pewarna sintetik bukan makanan dipakai untuk produk-produk makanan. Contoh : antara lain. 1. Pemakaian bahan pewarna tekstil Methanil Yellow dalam pembuatan tahu, atau pembuatan manisan mangga. 2. Pemakaian bahan pewarna dilarang Rhodamin B dalam jajanan es campur. 3. Pemakaian bahan pewarna tak bersertifikat Tartrazine untuk porduk sirup, limun.

Kesimpulan Alternatif lain untuk menggantikan penggunaan zat pewarna sintetis adalah dengan menggunakan pewarna alami seperti ekstrak daun suji, kunyit dan ekstrak buah-buahan yang pada umumnya lebih aman. Di samping itu masih ada pewarna alami yang diijinkan digunakan dalam makanan antara lain caramel, beta-karoten, klorofil dan kurkumin. Selain memperhatikan jenis pewarna yang digunakan kita juga harus pintar memilih untuk jenis makanan yang kita konsumsi. Jangan sampai menimbulkan penyakit yang dapat kita rasakan efeknya setelah beberapa tahun yang akan datang.

Daftar Pustaka http://student-research.umm.ac.id/index.php/dept_of_biology/article/view/4774 http://kagakuliadewi.blogspot.com/2011/03/bahan-pewarna-makanan.html Desriani dkk, 2001, Makanan dan Minuman Kemasan, Amankah? Edisi September 2003, www.indomedia.com./intisari Anonymous, 1989, Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan Bidang Pangan, Depkes RI, Jakarta. Josep, 1990. Food Adiitives. Angkasa Putra. Malang

You might also like